1.2 Anamnesa
Secara alloanamnesis pada orang tua pasien di Ruang Flamboyan II
Keluhan utama
Ibu mengeluhkan mata anaknya tampak kering
Keluhan tambahan
Tidak kuat melihat sinar matahari
1
Riwayat penyakit dahulu :
Keluhan serupa (-)
Campak (-)
Diare (+)
Tuberkulosis (-)
TB : 90 cm
OD OS
Posisi Ortoforia
Hirscbergh
Gerakan Baik ke segala arah Baik ke segala arah
bola mata
3
subkonjungtiva (-), sekret Perdarahan subkonjungtiva (-)
purulen (-) Sekret purulent (-)
Kornea Keruh, edema (-), infiltrat (-), Keruh, edema (-), infiltrat (-)
ulkus (-), sikatrik (+) ulkus (-), sikatrik (+)
COA Sedang, hipopion (-) hifema (-) Sedang, hipopion (-) hifema (-)
Pupil Bulat , 2 mm , RCL/RCTL Bulat , 2 mm , RCL/RCTL
+/+ +/+
Iris Warna coklat, kripti (+),sinekia Warna coklat, kripti (+),sinekia
anterior (-) sinekia posterior (-) anterior (-) sinekia posterior (-)
1.7. Penatalaksanaan
- Pemberian vitamin A 200.000 IU
- LFX 5 ml 1-2 tetes/hari
4
1.8. Saran
1. Lebih sering mengkonsumsi buah dan sayur
2. Rutin dibawa ke posyandu agar anak ditimbang secara teratur dan
mendapatkan imunisasi serta suplemen kapsul vit A
1.9 Prognosis
Ad vitam : dubia
Ad functionam : dubia
Ad sanationam : dubia
5
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Xeroftalmia
3.1.1 Definisi
3.3.2 EPIDEMIOLOGI
6
1. Umur
Xeroftalmia paling sering ditemukan pada anak-anak usia pra-sekolah,
hal ini berhubungan dengan kebutuhan vitamin A yang tinggi untuk
pertumbuhan. Di samping itu, anak-anak usia ini sangat rentan oleh
infeksi parasit dan bakteri usus yang dapat mengganggu penyerapan
vitamin A di usus.
2. Jenis Kelamin
Beberapa penelitian menyatakan bahwa laki-laki 1,2 10 kali lebih
rentan untuk menderita xeroftalmia.
3. Status Fisiologis
Wanita hamil dan wanita menyusui cenderung menderita buta senja
atau Bitots Spots karena meningkatnya kebutuhan akan vitamin A.
Anak-anak usia sekolah juga memiliki kecenderungan ini karena
tingginya kebutuhan vitamin A untuk pertumbuhan (adolescent
growth spurt).
4. Status Gizi
Xeroftalmia sering kali berhubungan atau didapatkan bersama-sama
dengan kondisi malnutrisi (Kurang Energi Protein).
5. Penyakit Infeksi
Penyakit-penyakit yang mengganggu pencernaan, pengangkutan,
penyimpanan, pengikatan metabolisme vitamin A, dapat menimbulkan
manifestasi defisiensi vitamin A. Beberapa alasan yang dikemukakan
untuk menerangkan penurunan kadar vitamin A selama demam dan
infeksi, yaitu:
7
6. Faktor-faktor yang lain
Keadaan yang kurang menguntungkan adalah jumlah keluarga yang
besar, rendahnya pendidikan kepala keluarga, sanitasi yang buruk,
serta sosial ekonomi yang rendah.
3.3.3 ETIOLOGI
3.3.4 PATOFISIOLOGI
1. Metabolisme Vitamin A
Vitamin A dalam bentuk aktif berupa asam retinoat. Sedangkan secara
alami sumber vitamin A didapatkan dari hewani dalam bentuk pro-vitamin
A dan dari tumbuhan dalam bentuk beta karoten. Dikenal tiga macam
karoten yaitu , , dan -karoten. -karoten memilki aktivitas yang paling
8
tinggi. Proses pembentukan vitamin A dari sumber hewani dan tumbuhan
menjadi bentuk aktif (asam retinoat) dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Penglihatan
b. Integritas sel
c. Respon imun
d. Hemopoiesis
e. Fertilitas
f. Embriogenesis
9
yang jelas tentang berapa nilai yang mengidentifikasikan seseorang
mengalami hipervitaminosis, tetapi kemungkinan diatas 3,5 mol/l (100
g/l). Pembagian tingkat status vitamin A berdasarkan kadar vitamin A
darah adalah :
10
yang sel T dependen dan sel T independen tipe 2. Defisiensi vitamin A
juga mengganggu berbagai subkelas respons imun seluler yang lain,
seperti sitotoksisitas yang dimediasi sel NK (natural killer) dan
trasnformasi blastogenik limfosit.
11
protein (KEP) tingkat berat atau gizi buruk. Gejala klinis pada mata akan timbul
bila tubuh mengalami KVA yang telah berlangsung lama. Gejala tersebut akan
lebih cepat timbul bila anak menderita penyakit campak, diare, ISPA dan penyakit
infeksi lainnya.
X2 : xerosis kornea
X3A : keratomalasia atau ulserasi kornea kurang dari 1/3 permukaan kornea
X3B : keratomalasia atau ulserasi kornea sama atau lebih dari 1/3
permukaan kornea
XN, XIA, XIB, X2 biasanya dapat sembuh kembali normal dengan pengobatan
yang baik. Pada stadium X2 merupakan keadaan gawat darurat yang harus segera
diobati karena dalam beberapa hari bisa berubah menjadi X3.
X3A dan X3B bila diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan cacat yang
bahkan dapat menyebabkan kebutaan total bila lesi (kelainan ) pada kornea cukup
luas sehingga menutupi seluruh kornea ( optic zone kornea ).
12
1. Buta Senja
Buta senja merupakan gejala awal dan tersering pada defisiensi vitamin A,
merupakan akibat dari disfungsi fotoreseptor sel batang pada retina, dengan gejala
kesulitan melihat pada sinar redup. Penilaian dilakukan dengan adanya riwayat
kesulitan melihat pada sore hari. Untuk mendeteksi apakah anak menderita buta
senja dengan cara :
Kelompok risiko tinggi buta senja adalah usia prasekolah (>1 tahun) dan
wanita hamil. Riwayat buta senja pada ibu hamil didapatkan pada akhir masa
kehamilan sampai 3 tahun setelah melahirkan. Prevalensi xeroftalmi ditemukan
sebesar 1% pada anak <1 tahun dan 5% pada ibu hamil. Buta senja pada anak
biasanya berespon baik pada 48 jam dengan pemberian terapi standar 200.000 IU
vitamin A peroral. Rekomendasi pemberian vitamin A pada wanita hamil sebesar
13
10.000 IU perhari atau 25.000 IU perminggu peroral selama 4 minggu atau lebih,
dengan maksud meminimalisasi toksisitas yang dapat terjadi pada fetus.
2. Xerosis Konjungtiva
Xerosis konjungtiva, menunjukkan suatu awal metaplasia keratinisasi pada
epitel dengan hilangnya sel-sel goblet penghasil mukus. Lesi tidak
mempengaruhi tajam penglihatan.
Tanda tanda :
Selaput lendir bola mata tampak kurang mengkilat atau terlihat
sedikit berkeriput, dan berpigmentasi dengan permukaan kasar dan
kusam.
Orang tua sering mengeluh mata anak tampak kering atau berubah
warna kecoklatan.
Xerosis yang lebih lanjut dapat menyebabkan bercak bitot (X1B), yang
tersusun dari kumpulan deskuamasi keratin epitel. Bercak bitot dapat berupa
gelembung, atau seperti busa sabun, hampir selalu bilateral dan daerah temporal.
Lesi di daerah nasal menunjukkan defisiensi yang lebih lanjut.
14
Dalam keadaan lebih berat :
4. Xerosis Kornea
15
Gambar 4. Xerosis Kornea
16
6. Sikatriks Kornea
Kornea tampak menjadi putih atau bola mata mengecil. Penderita menjadi
buta yang sudah tidak dapat disembuhkan walaupun dengan operasi cangkok
kornea.
7. Fundus Xeroftalmia
17
Gambar 8. Fundus Xeroftalmia
3.3.6 PENATALAKSANAAN
1. Jadwal dan dosis pemberian kapsul vitamin A pada anak penderita
Xeroftalmia
18
2. Pemberian Obat Mata
Pada bercak Bitot tidak memerlukan obat tetes mata, kecuali ada infeksi yang
menyertainya.
X2,X3A,X3B dengan dosis 4 x 1 tetes/hari dan berikan juga tetes mata atropin
1% 3 x 1 tetes/hari.
Terapi Gizi Medis adalah terapi gizi khusus untuk penyembuhan kondisi
atau penyakit kronis dan luka-luka serta merupakan suatu penilaian
terhadap kondisi pasien sesuai intervensi yang diberikan agar klien serta
keluarganya dapat meneruskan penanganan diet yang telah disusun.
Tujuan :
Memberikan makanan yang adekuat sesuai kebutuhan untuk mencapai
status gizi normal.
Memberikan makanan tinggi sumber vit. A. untuk mengoreksi kurang
vitamin A.
19
Syarat :
a. Energi
Energi diberikan cukup untuk mencegah pemecahan protein menjadi
sumber energi dan untuk penyembuhan. Pada kasus gizi buruk, diberikan
bertahap mengikuti fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi, yaitu 80-100
kalori/kg BB, 150 kalori/ kg BB dan 200 kalori/ kg BB.
b. Protein
Protein diberikan tinggi, mengingat peranannya dalam pembentukan
Retinol Binding Protein dan Rodopsin. Pada gizi buruk diberikan bertahap
yaitu : 1 - 1,5 gram/ kg BB / hari ; 2 - 3 gram/ kg BB / hari dan 3 - 4 gram/
kg BB / hari
c. Lemak
Lemak diberikan cukup agar penyerapan vitamin A optimal. Pemberian
minyak kelapa yang kaya akan asam lemak rantai sedang (MCT=Medium
Chain Tryglycerides). Penggunaan minyak kelapa sawit yang berwarna
merah dianjurkan, tetapi rasanya kurang enak.
d. Vitamin A
Diberikan tinggi untuk mengoreksi defisiensi. Sumber vitamin A yaitu
ikan, hati, susu, telur terutama kuning telur, sayuran hijau (bayam, daun
singkong, daun katuk, kangkung), buah berwarna merah, kuning, jingga
(pepaya, mangga dan pisang raja ), waluh kuning, ubi jalar kuning, Jagung
kuning.
e. Bentuk makanan
Mengingat kemungkinan kondisi sel epitel saluran cerna juga telah
mengalami gangguan, maka bentuk makanan diupayakan mudah cerna.
20
4. Pengobatan penyakit infeksi atau sistemik yang menyertai
Rujukan
Anak segera dirujuk ke puskesmas bila ditemukan tanda-tanda kelainan
XN, X1A, X1B, X2
Anak segera dirujuk ke dokter Rumah Sakit/ Spesialis Mata/BKMM bila
ditemukan tanda-tanda kelainan mata X3A, X3B, XS
21
Gambar 9. Alur rujukan
3.3.7 PENCEGAHAN
Untuk mencegah xeroftalmia dapat dilakukan:
1. Mengenal wilayah yang berisiko mengalami xeroftalmia (faktor sosial
budaya dan lingkungan dan pelayanan kesehatan, faktor keluarga dan
faktor individu)
2. Mengenal tanda-tanda kelainan secara dini
3. Memberikan vitamin A dosis tinggi kepada bayi dan anak secara
periodik, yaitu untuk bayi diberikan setahun sekali pada bulan
Februari atau Agustus (100.000 SI), untuk anak balita diberikan enam
bulan sekali secara serentak pada bulan Februari dan Agustus dengan
dosis 200.000 SI.
4. Mengobati penyakit penyebab atau penyerta
5. Meningkatkan status gizi, mengobati gizi buruk
22
6. Penyuluhan keluarga untuk meningkatkan konsumsi vitamin A /
provitamin A secara terus menerus.
7. Memberikan ASI eksklusif
8. Pemberian vitamin A pada ibu nifas (< 30 hari) 200.000 SI
9. Melakukan imunisasi dasar pada setiap bayi.
Bayi berumur 6-11 bulan Tiap 3-6 bulan diberikan vitamin A secara oral
dengan dosis 100.000 IU
Anak 1-6 tahun Tiap 3-6 bulan diberikan vitamin A secara oral
dengan dosis 200.000 IU
23
c. Fortifikasi
3.3.8 PROGNOSIS
I. Prognosis
Prognosa pada stadium XN, X1A, X1B, dan X2 adalah baik, dengan
syarat :
24
BAB IV
DISKUSI KASUS
Pada anamnesa, Pasien dibawa oleh ibunya dengan keluhan mata sang anak
tampak kering sejak 1 bulan SMRS. Awalnya putih mata berwarna
kecoklatan sehingga tampak terlihat kotor. Ibu pasien juga mengatakan
bahwa pasien tidak kuat melihat sinar matahari. Terkadang pasien menangis
mengeluhkan mata nya perih. Beberapa hari yang lalu matanya tampak
kemerahan. Ibu juga mengatakan penglihatan sang anak masih baik. 1 bulan
terakhir ini pasien susah makan, makanan yang diberi selalu dimuntahkan
namun masih mau minum susu formula. Sudah jarang mengkonsumsi nasi
dan lebih sering makan biskuit. Pasien merupakan anak pertama dengan berat
badan lahir 2600 gr. Riwayat pemberian ASI 1 bulan.
Pada pemeriksaan didapatkan, status gizi pasien kurang. Pada status oftalmologi
tampak adanya injeksi siliar, kornea keruh, kering dan terdapat sikatrik.
Pada teori :
Xeroftalmia terjadi karena kekeringan pada konjungtiva dan kornea mata akibat
tubuh kekurangan vitamin A. Kekurangan vitamin A disebabkan oleh :
25
5. Adanya kerusakan hati, seperti pda kwashiorkor dan hepatitis kronik,
menyebabkan gangguan pembentukan RBP ( retiinol Binding Protein )
dan pre albumin yang penting untuk penyerapan vitamin A
Tanda-tanda dan gejala klinis KVA (kurang vitamin A) pada mata menurut
WHO/USAID UNICEF/HKI/IVACG sebagai berikut :
X2 : xerosis kornea
X3A : keratomalasia atau ulserasi kornea kurang dari 1/3 permukaan kornea
X3B : keratomalasia atau ulserasi kornea sama atau lebih dari 1/3
permukaan kornea
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Sedia Oetama, Achmad Djaeni. Vitamin dalam Ilmu Gizi untuk Mahasiswa
dan Profesi. Jilid I. Jakarta. Dian Rakyat. 2008. Hal. 111-112
2. Abdoerrachman, MH, MB Affandi ,dkk. Oftalmologi dalam Buku Kuliah
Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. Info Medika. 1996. Hal. 909-910
3. Ilyas SH. Anatomi dan Fisiologi Mata dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta.
Balai Penerbit FKUI. 2005. Hal. 1-12
4. Ilyas SH. Mata Merah dengan Penglihatan Normal dalam Ilmu Penyakit
Mata. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2005. Hal. 140-142
5. Ilyas SH. Pemeriksaan Anatomi dan Fisiologi Mata serta Kelainan pada
Pemeriksaan Mata dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. Balai Penerbit FKUI.
2005. Hal. 38
6. Hamurwono Guntur, Marianas Marias, dkk. Kelainan Mata Pada Anak
dalam Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa
Kedokteran. Jakarta. Sagung Seto. 2002. Hal. 229-230
7. Riordan-Eva Paul, Anatomi dan Embriologi Mata dalam Vaughan & Asbury
Oftalmologi Umum. Ed. 17. Jakarta. EGC. 2007. Hal 8-19
8. Garcia-Ferrer FJ, Schwab IR, Konjungtiva dalam Vaughan & Asbury
Oftalmologi Umum. Ed. 17. Jakarta. EGC. 2007. Hal 97-123
9. Fletcher EC, Chong NHV, shetlar DJ. Retina dalam Vaughan & Asbury
Oftalmologi Umum. Ed. 17. Jakarta. EGC. 2007. Hal 186-209
10. Ansstas George. Vitamin A Deficiency. 2012. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article
11. Gayton JL. Etiology, Prevalence, and Treatment of Dry Eye Disease.
Clinical Ophthalmology. Dallas. Dove Medical Press Ltd. 2009. Hal 405-
412
12. Javadi MA, Feizi Sepehr. Dry Eye Syndrome. J Ophtalmic Vis Res. 2011.
Hal 192-198
27
13. Sommer Alfred, West KP. Xerophtalmia and Keratomalacia: Vitamin A
Deficiency Health Survival and Vision. New York. Oxford University Press.
1996. Hal 99-133
14. Sommer Alfred. Xerophtalmia and Keratomalacia: Nutritional Blindness.
1982. New York. Oxford University Press. 1996. Hal 404-411
15. Kurniawan Anie, dkk. Deteksi dan Tatalaksana Kasus Xeroftalmia Pedoman
Bagi Tenaga Kesehatan diunduh dari: http://gizi.depkes.go.id/2003.
16. Anderson Sylvia, Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses
Proses Penyakit. Ed 6. Jakarta. EGC. 2007. Hal. 740.
17. Gunawan Wasidi. Oftalmologi Pediatri dalam Ilmu Kesehatan Mata. Ed 1.
Yogyakarta. Bagian Ilmu Penyakit Mata FKUGM. Hal. 283-285.
28