Anda di halaman 1dari 28

BAB I

LAPORAN KASUS PASIEN

1.1 Identitas Pasien


Nama : An. Sahril
Umur : 3 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Bukit Pelamunan Permai

1.2 Anamnesa
Secara alloanamnesis pada orang tua pasien di Ruang Flamboyan II
Keluhan utama
Ibu mengeluhkan mata anaknya tampak kering

Keluhan tambahan
Tidak kuat melihat sinar matahari

Riwayat penyakit sekarang:


Pasien dibawa oleh ibunya ke poli mata RSDP Serang dengan keluhan mata
sang anak tampak kering sejak 1 bulan SMRS. Awalnya putih mata
berwarna kecoklatan sehingga tampak terlihat kotor. Ibu pasien juga
mengatakan bahwa pasien tidak kuat melihat sinar matahari. Terkadang
pasien menangis mengeluhkan mata nya nyeri. Beberapa hari yang lalu
matanya tampak kemerahan. Ibu juga mengatakan penglihatan sang anak
masih baik. Keluhan mata bengkak, berair, sering belekan, mata seperti
berpasir disangkal. Trauma atau cedera pada mata disangkal.
Dalam 1 bulan terakhir ini pasien susah makan, makanan yang diberi
selalu dimuntahkan namun masih mau minum susu formula. Sudah jarang
mengkonsumsi nasi dan lebih sering makan biskuit. Pasien merupakan anak
pertama dengan berat badan lahir 2600 gr. Riwayat pemberian ASI 1 bulan,
karena asi sudah tidak keluar.

1
Riwayat penyakit dahulu :
Keluhan serupa (-)
Campak (-)
Diare (+)
Tuberkulosis (-)

Riwayat penyakit keluarga :


Keluhan serupa (-)

Riwayat operasi mata (-)

1.3. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital
Nadi : 113x/menit
Suhu : 36,9C
Frekuensi nafas : 28x/menit
Status Gizi : BB : 11 kg

TB : 90 cm

1.3.1. Status Generalis


Kepala : Normosefal, rambut berwarna coklat pirang
Mata : Pada status oftalmologi
Telinga,hidung,tenggorokan : Sekret (-), Polip hidung (-), hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Toraks dan abdomen : Simetris statis dan dinamis
Ekstremitas : Akral hangat, kulit tampak bersisik
1.3.2 Status Oftalmologis

OD OS
Posisi Ortoforia
Hirscbergh
Gerakan Baik ke segala arah Baik ke segala arah
bola mata

Lapang Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai


pandang
Visus 6/9 6/9
TIO Palpasi N Palpasi N
Silia dan Baik, tumbuh teratur, madarosis Baik, tumbuh teratur, madarosis
Supracilia (-), entropion (-), ektropion (-) (-), entropion (-), ektropion (-)
Palpebra hematom (-), hiperemis (-) hematom (-), hiperemis (-)
superior edema (-), minimal benjolan (-) edema (-), minimal benjolan (-)
entropion(-), ektropion (-), entropion (-), ektropion (-),
sikatrik (-) sikatrik (-)
Palpebra hematom (-) hiperemis (-) hematom (-) hiperemis (-) edema
inferior edema (-) benjolan (-) (-) benjolan (-) entropion(-) ,
entropion(-) , ektropion (-) ektropion (-) sikatrik (-)
sikatrik (-)
Konjungtiva hiperemis (-) folikel (-) papil (-) hiperemis (-) folikel(-) papil (-)
tarsal
superior
Konjungtiva hiperemis (-) folikel (-) papil (-) hiperemis (-) folikel (-) papil (-)
tarsal
inferior
Konjungtiva Injeksi konjungtiva (-), Injeksi Injeksi konjungtiva (-) Injeksi
bulbi silier (+), perdarahan silier (+)

3
subkonjungtiva (-), sekret Perdarahan subkonjungtiva (-)
purulen (-) Sekret purulent (-)
Kornea Keruh, edema (-), infiltrat (-), Keruh, edema (-), infiltrat (-)
ulkus (-), sikatrik (+) ulkus (-), sikatrik (+)
COA Sedang, hipopion (-) hifema (-) Sedang, hipopion (-) hifema (-)
Pupil Bulat , 2 mm , RCL/RCTL Bulat , 2 mm , RCL/RCTL
+/+ +/+
Iris Warna coklat, kripti (+),sinekia Warna coklat, kripti (+),sinekia
anterior (-) sinekia posterior (-) anterior (-) sinekia posterior (-)

Lensa Jernih Jernih


Reflek Belum dilakukan Belum dilakukan
fundus

1.4 Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan tajam penglihatan


- Pemeriksaan segmen anterior
- Pemeriksaan serum retinol

1.5. Diagnosa Kerja


Xeroftalmia grade XS

1.6. Diagnosa Banding


Keratokonjungtivitis sicca

1.7. Penatalaksanaan
- Pemberian vitamin A 200.000 IU
- LFX 5 ml 1-2 tetes/hari

4
1.8. Saran
1. Lebih sering mengkonsumsi buah dan sayur
2. Rutin dibawa ke posyandu agar anak ditimbang secara teratur dan
mendapatkan imunisasi serta suplemen kapsul vit A

1.9 Prognosis
Ad vitam : dubia
Ad functionam : dubia
Ad sanationam : dubia

5
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Xeroftalmia

3.1.1 Definisi

Kata Xeroftalmia ( bahasa latin ) berarti mata kering, karena


terjadi kekeringan pada selaput lendir ( konjungtiva) dan selaput bening (
kornea) mata.

Xeroftalmia adalah istilah yang menerangkan gangguan


kekurangan vitamin A pada mata, termasuk terjadinya kelainan anatomi
bola mata dan gangguan fungsi sel retina yang berakibat kebutaan.

3.3.2 EPIDEMIOLOGI

Sampai dengan tahun 1950, terdapat banyak laporan endemik


xeroftalmia terutama di negara berkembang seperti India dan Indonesia.
Berdasarkan hasil survey WHO tahun 1994 jumlah penderita xeroftalmia
di seluruh dunia pada anak-anak usia 0-4 tahun sebesar 2,8 juta dan angka
kejadian subklinis mencapai 251 juta. Angka kejadian xeroftalmia akibat
defisiensi vitamin A diperkirakan sekitar 20.000 100.000 kasus baru di
seluruh dunia per tahunnya. Menurut survey nasional xeroftalmia tahun
1992, prevalensi xeroftalmia nasional adalah 0,33%. Di samping itu, juga
dijumpai 50% dari anak balita memiliki kadar vitamin A yang rendah (<
20 g/dL).

Angka kejadian ini semakin meningkat sejalan dengan ditemukannya


berbagai faktor yang dapat mencetuskan terjadinya xeroftalmia. Faktor-
faktor tersebut diantaranya:

6
1. Umur
Xeroftalmia paling sering ditemukan pada anak-anak usia pra-sekolah,
hal ini berhubungan dengan kebutuhan vitamin A yang tinggi untuk
pertumbuhan. Di samping itu, anak-anak usia ini sangat rentan oleh
infeksi parasit dan bakteri usus yang dapat mengganggu penyerapan
vitamin A di usus.

2. Jenis Kelamin
Beberapa penelitian menyatakan bahwa laki-laki 1,2 10 kali lebih
rentan untuk menderita xeroftalmia.

3. Status Fisiologis
Wanita hamil dan wanita menyusui cenderung menderita buta senja
atau Bitots Spots karena meningkatnya kebutuhan akan vitamin A.
Anak-anak usia sekolah juga memiliki kecenderungan ini karena
tingginya kebutuhan vitamin A untuk pertumbuhan (adolescent
growth spurt).

4. Status Gizi
Xeroftalmia sering kali berhubungan atau didapatkan bersama-sama
dengan kondisi malnutrisi (Kurang Energi Protein).

5. Penyakit Infeksi
Penyakit-penyakit yang mengganggu pencernaan, pengangkutan,
penyimpanan, pengikatan metabolisme vitamin A, dapat menimbulkan
manifestasi defisiensi vitamin A. Beberapa alasan yang dikemukakan
untuk menerangkan penurunan kadar vitamin A selama demam dan
infeksi, yaitu:

- Asupan yang rendah karena sakit (anoreksia)


- Gangguan absorpsi karena infeksi pada usus
- Supresi sntesis albumin dan RBP (retinol binding protein) oleh
hepatosit
- Peningkatan katabolisma protein, termasuk RBP

7
6. Faktor-faktor yang lain
Keadaan yang kurang menguntungkan adalah jumlah keluarga yang
besar, rendahnya pendidikan kepala keluarga, sanitasi yang buruk,
serta sosial ekonomi yang rendah.

3.3.3 ETIOLOGI

Xeroftalmia terjadi akibat tubuh kekurangan vitamin A. Bila ditinjau dari


konsumsi sehari-hari kekurangan vitamin A disebabkan oleh :

1. Konsumsi makanan yang tidak mengandung cukup vitamin A atau


provitamin A untuk jangka waktu yang lama
2. Bayi tidak diberikan ASI eksklusif
3. Menu tidak seimbang ( kurang mengandung lemak, protein, seng/Zn atau
zat gizi lainnya ) yang diperlukan untuk penyerapan vitamin A dan
penggunaan vitamin A dalam tubuh.
4. Adanya gangguan penyerapan vitamin A atau pro-vitamin A seperti pada
penyakit-penyakit antara lain penyakit pankreas, diare kronik, Kurang
energi protein ( KEP ) dan lain-lain sehingga kebutuhan vitamin A
meningkat.
5. Adanya kerusakan hati, seperti pda kwashiorkor dan hepatitis kronik,
menyebabkan gangguan pembentukan RBP ( retiinol Binding Protein )
dan pre albumin yang penting untuk penyerapan vitamin A.

3.3.4 PATOFISIOLOGI

1. Metabolisme Vitamin A
Vitamin A dalam bentuk aktif berupa asam retinoat. Sedangkan secara
alami sumber vitamin A didapatkan dari hewani dalam bentuk pro-vitamin
A dan dari tumbuhan dalam bentuk beta karoten. Dikenal tiga macam
karoten yaitu , , dan -karoten. -karoten memilki aktivitas yang paling

8
tinggi. Proses pembentukan vitamin A dari sumber hewani dan tumbuhan
menjadi bentuk aktif (asam retinoat) dapat diuraikan sebagai berikut :

Absorbsi pro-vitamin A dan karoten di dinding usus halus, kemudian


diubah menjadi retinol
Retinol diangkut ke dalam hepar oleh kilomikron, kemudian di dalam
parenkim hati sebagian dari retinol akan diesterifikasi menjadi retinil-
palmitat dan disimpan dalam sel stelat. Sebagian lagi akan berikatan
dengan Retinol Binding Protein (RBP) dan protein lain yang disebut
trasthyretin untuk dibawa ke target sel
Pada target sel, retinol akan berikatan dengan reseptor yang terdapat pada
membran sel (RBP receptor) kemudian di dalam sel berikatan dengan
retinol binding protein intraseluler, yang akan diubah menjadi asam
retinoat oleh enzim spesifik
Asam retinoat selanjutnya akan memasuki inti sel dan berikatan dengan
reseptor pada inti. Asam retinoat ini berperan dalam transkripsi gen.

Fungsi vitamin A antara lain :

a. Penglihatan
b. Integritas sel
c. Respon imun
d. Hemopoiesis
e. Fertilitas
f. Embriogenesis

Kadar vitamin A dan retina binding protein (RBP) dalam darah


dapat ditentukan dengan menggunakan metode kromatografi cair tekanan
tinggi (high pressure liquid chromatography/ HLPC). Metode ini cukup
akurat dan cepat. Nilai Vitamin A dalam plasma adalah 0,7 mol/l (50
g/l) sering didapatkan pada orang dewasa yang sehat, tidak ada batasan

9
yang jelas tentang berapa nilai yang mengidentifikasikan seseorang
mengalami hipervitaminosis, tetapi kemungkinan diatas 3,5 mol/l (100
g/l). Pembagian tingkat status vitamin A berdasarkan kadar vitamin A
darah adalah :

- < 10 g/l indikasi kekurangan vitamin A

- 10-19 g/l disebut rendah

- 20-50 g/l disebut cukup

- > 50 g/l disebut tinggi

2. Fisiologi penglihatan yang berhubungan dengan vitamin A

Salah satu fungsi dari vitamin A adalah berperan dalam proses


penglihatan, dimana retina merupakan salah satu target sel dari retinol.
Retinol yang telah berikatan dengan RBP akan ditangkap oleh reseptor
pada sel pigmen epitel retina, yang akan dibawa ke sel-sel fotoreseptor
untuk pembentukan rodopsin. Rodopsin ini sangat berperan terutama
untuk penglihatan pada cahaya redup. Karena itu tanda dini dari defisiensi
vitamin A adalah rabun senja.

3. Fungsi vitamin A yang berhubungan dengan integritas sel dan respon


imun
Sejak tahun 1920an, telah diketahui adanya hubungan antara
defisiensi vitamin A dengan perubahan fungsi sistem imun. Perubahan-
perubahan ini termasuk gangguan fungsi barrier seperti metaplasia sel
gepeng dan keratinisasi jaringan epitel yang biasanya mensekresi mukus
yang terdapat di konjungtiva dan di sistem respirasi dan genitourinari.
Selain itu, defisiensi vitamin A juga berkaitan dengan gangguan
pembentukan respons antibodi terhadap sebagian antigen. Secara khusus,
defisiensi vitamin A berkaitan dengan penurunan dalam respons antibodi

10
yang sel T dependen dan sel T independen tipe 2. Defisiensi vitamin A
juga mengganggu berbagai subkelas respons imun seluler yang lain,
seperti sitotoksisitas yang dimediasi sel NK (natural killer) dan
trasnformasi blastogenik limfosit.

4. Beberapa kelainan yang menyebabkan defisiensi vitamin A


1. Gangguan absorbsi karoten karena defisiensi Zn, dan lipoproteinemia
2. Beberapa penyakit salurtan cerna yang mempengaruhi absorbsi lemak juga
akan mempengaruhi absorbsi vitamin A, karena vitamin A adalah vitamin
yang larut dalam lemak, contoh :
a. Insufisiensi pankreas
b. Cholestasis
c. Operasi bypass usus kecil
d. Inflamatory Bowel Disease, dll
3. Pecandu alkohol akan terjadi gangguan dalam metabolisme vitamin A.
Pada pencandu alkohol ini afinitas alcohol dehidrogenase pada etanol
akan menghalangi konversi retinol menjadi asam retinoat
4. Penyakit hati yang kronis, terutama sirosis akan menyebabkan defisiensi
vitamin A karena adanya gangguan pada proses transportasi dan
penyimpanan

3.3.5 TANDA DAN GEJALA KLINIS

Kurang vitamin A ( KVA ) adalah kelainan sistemik yang mempengaruhi


jaringan epitel dari organ-organ seluruh tubuh, termasuk paru-paru, usus, mata
dan organ lain, akan tetapi gambaran yang karakteristik langsung terlihat pada
mata. Kelainan kulit pada umumnya tampak pada tungkai bawah bagian depan
dan lengan atas bagian belakang, kulit tampak kering dan bersisik seperti sisik
ikan. Kelainan ini selain disebabkan karena KVA dapat juga disebabkan karena
kekurangan asam lemak essensial, kurang vitamin golongan B atau kurang energi

11
protein (KEP) tingkat berat atau gizi buruk. Gejala klinis pada mata akan timbul
bila tubuh mengalami KVA yang telah berlangsung lama. Gejala tersebut akan
lebih cepat timbul bila anak menderita penyakit campak, diare, ISPA dan penyakit
infeksi lainnya.

Tanda-tanda dan gejala klinis KVA pada mata menurut WHO/USAID


UNICEF/HKI/IVACG, 1996 sebagai berikut :

XN : buta senja ( hemeralopia, nyctalopia )

XIA : xerosis konjungtiva

XIB : xerosis konjungtiva disertai bercak bitot

X2 : xerosis kornea

X3A : keratomalasia atau ulserasi kornea kurang dari 1/3 permukaan kornea

X3B : keratomalasia atau ulserasi kornea sama atau lebih dari 1/3
permukaan kornea

XS : jaringan parut kornea ( sikatriks/scar)

XF : fundus xeroftalmia, dengan gambaran seperti cendol.

XN, XIA, XIB, X2 biasanya dapat sembuh kembali normal dengan pengobatan
yang baik. Pada stadium X2 merupakan keadaan gawat darurat yang harus segera
diobati karena dalam beberapa hari bisa berubah menjadi X3.

X3A dan X3B bila diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan cacat yang
bahkan dapat menyebabkan kebutaan total bila lesi (kelainan ) pada kornea cukup
luas sehingga menutupi seluruh kornea ( optic zone kornea ).

12
1. Buta Senja

Gambar 1. Buta Senja

Buta senja merupakan gejala awal dan tersering pada defisiensi vitamin A,
merupakan akibat dari disfungsi fotoreseptor sel batang pada retina, dengan gejala
kesulitan melihat pada sinar redup. Penilaian dilakukan dengan adanya riwayat
kesulitan melihat pada sore hari. Untuk mendeteksi apakah anak menderita buta
senja dengan cara :

Bila anak sudah dapat berjalan, anak tersebut akan membentur/menabrak


benda didepannya, karena tidak dapat melihat.
Bila anak belum dapat berjalan, agak sulit untuk mengatakan anak tersebut
buta senja. Dalam keadaan ini biasanya anak diam memojok bila
didudukkan ditempat kurang cahaya karena tidak dapat melihat benda atau
makanan di depannya.

Kelompok risiko tinggi buta senja adalah usia prasekolah (>1 tahun) dan
wanita hamil. Riwayat buta senja pada ibu hamil didapatkan pada akhir masa
kehamilan sampai 3 tahun setelah melahirkan. Prevalensi xeroftalmi ditemukan
sebesar 1% pada anak <1 tahun dan 5% pada ibu hamil. Buta senja pada anak
biasanya berespon baik pada 48 jam dengan pemberian terapi standar 200.000 IU
vitamin A peroral. Rekomendasi pemberian vitamin A pada wanita hamil sebesar

13
10.000 IU perhari atau 25.000 IU perminggu peroral selama 4 minggu atau lebih,
dengan maksud meminimalisasi toksisitas yang dapat terjadi pada fetus.

2. Xerosis Konjungtiva
Xerosis konjungtiva, menunjukkan suatu awal metaplasia keratinisasi pada
epitel dengan hilangnya sel-sel goblet penghasil mukus. Lesi tidak
mempengaruhi tajam penglihatan.
Tanda tanda :
Selaput lendir bola mata tampak kurang mengkilat atau terlihat
sedikit berkeriput, dan berpigmentasi dengan permukaan kasar dan
kusam.
Orang tua sering mengeluh mata anak tampak kering atau berubah
warna kecoklatan.

Gambar 2. Xerosis konjungtiva

3. Xerosis konjungtiva dan bercak bitot

Xerosis yang lebih lanjut dapat menyebabkan bercak bitot (X1B), yang
tersusun dari kumpulan deskuamasi keratin epitel. Bercak bitot dapat berupa
gelembung, atau seperti busa sabun, hampir selalu bilateral dan daerah temporal.
Lesi di daerah nasal menunjukkan defisiensi yang lebih lanjut.

14
Dalam keadaan lebih berat :

Tampak kekeringan meliputi seluruh permukaan konjungtiva


Konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat dan berkerut
Orang tua mengeluh mata anaknya tempak bersisik

Standar terapi dengan vitamin A 200.000 IU pada 2 hari berturut-turut


memberikan respon klinis dalam beberapa hari, walaupun pengobatan masih
diperlukan beberapa minggu sampai beberapa bulan.

Gambar 3. Bercak bitot

4. Xerosis Kornea

Xerosis kornea (X2) merupakan keadaan gawat darurat medis, tampak


bilateral, granular, berkabut dan tidak bercahaya, pada pemeriksaan dengan senter
gambarannya seperti kulit jeruk. Edema stroma merupakan keadaan yang sering
ditemukan pada xerosis kornea. Penebalan plak keratinisasi dapat ditemukan pada
permukaan kornea, biasanya didaerah interpalpebra. Keadaan umum anak
biasanya buruk ( gizi buruk dan menderita penyakit infeksi dan sistemik lain ).
Xerosis kornea dapat berkembang cepat menjadi ulkus dan keratomalasia bila
tidak diterapi dengan vitamin A dan terapi suportif lainnya.

15
Gambar 4. Xerosis Kornea

5. Ulkus Kornea atau Keratomalasia

Ulkus kornea (X3A), gambarannya kecil, oval, defek bergaung, sering


pada daerah inferior, perifer permukaan kornea, disertai injeksi konjungtiva,
kadang ada hipopion. Ulkus dapat dangkal atau dalam, menyebabkan perforasi.
Terapi vitamin A berespon baik, perbaikan kornea disertai jaringan parut atau
lekoma adheren.

Keratomalasia (perlunakan kornea) mencakup seluruh permukaan kornea,


lesi berwarna kuning keabuan. Biasanya satu mata lebih berat dari yang lainnya.
Xeroftalmia kornea aktif pada kedua mata jarang terjadi. Terapi keratomalasia dan
ulkus kornea yang kurang dari permukaan kornea biasanya menyebabkan
perforasi. Kadangkala mata menonjol tetapi tidak preforasi, menyebabkan
stafiloma. Vitamin A dan terapi suportif dapat menghindari kerusakan lebih berat.

Gambar 5. X3A Gambar 6. X3B

16
6. Sikatriks Kornea

Sikatriks kornea (XS) adalah konsekuensi kebutaan yang disebabkan oleh


perbaikan ulkus dan keratomalasia. Parut kornea akibat defisiensi vitamin A harus
dibedakan dengan parut kornea akibat penyebab lain seperti trauma atau infeksi
dengan menganalisa secara cermat pada riwayat pasien atau orangtuanya.

Kornea tampak menjadi putih atau bola mata mengecil. Penderita menjadi
buta yang sudah tidak dapat disembuhkan walaupun dengan operasi cangkok
kornea.

Gambar 7. Sikatriks kornea

7. Fundus Xeroftalmia

Fundus xeroftalmia adalah defisiensi vitamin A yang berkepanjangan


dimana terjadi gangguan fungsi sel batang karena rusaknya struktur retina. Bila
ditemukan fundus xeroftalmia, maka akan terjadi kebutaan yang tidak dapat
disembuhkan. Dengan opthalmoscope pada fundus tampak gambar seperti cendol.

17
Gambar 8. Fundus Xeroftalmia

3.3.6 PENATALAKSANAAN
1. Jadwal dan dosis pemberian kapsul vitamin A pada anak penderita
Xeroftalmia

Tabel 1 Jadwal dan dosis pemberian kapsul vitamin A

18
2. Pemberian Obat Mata

Pada bercak Bitot tidak memerlukan obat tetes mata, kecuali ada infeksi yang

menyertainya.

Obat tetes / salep mata antibiotik tanpa kortikosteroid ( tetrasiklin 1%,

Kloramfenikol 0.25-1% dan gentamisin 0.3%) diberikan pada penderita

X2,X3A,X3B dengan dosis 4 x 1 tetes/hari dan berikan juga tetes mata atropin

1% 3 x 1 tetes/hari.

Pengobatan dilakukan sekurang-kurangnya 7 hari sampai semua gejala pada


mata menghilang. Mata yang terganggu harus ditutup dengan kasa selama 3-5
hari hingga peradangan dan iritasi mereda. Gunakan kasa yang telah
dicelupkan kedalam larutan Nacl 0,26 dan gantilah kasa setiap kali dilakukan
pengobatan. Lakukan tindakan pemeriksaan dan pengobatan dengan sangat
berhati-hati. Selalu mencuci tangan pada saat mengobati mata untuk
menghindari infeksi sekunder, Segera rujuk ke dokter spesialis mata untuk
mendapat pengobatan lebih lanjut.

3. Terapi Gizi Medis

Terapi Gizi Medis adalah terapi gizi khusus untuk penyembuhan kondisi
atau penyakit kronis dan luka-luka serta merupakan suatu penilaian
terhadap kondisi pasien sesuai intervensi yang diberikan agar klien serta
keluarganya dapat meneruskan penanganan diet yang telah disusun.
Tujuan :
Memberikan makanan yang adekuat sesuai kebutuhan untuk mencapai
status gizi normal.
Memberikan makanan tinggi sumber vit. A. untuk mengoreksi kurang
vitamin A.

19
Syarat :
a. Energi
Energi diberikan cukup untuk mencegah pemecahan protein menjadi
sumber energi dan untuk penyembuhan. Pada kasus gizi buruk, diberikan
bertahap mengikuti fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi, yaitu 80-100
kalori/kg BB, 150 kalori/ kg BB dan 200 kalori/ kg BB.

b. Protein
Protein diberikan tinggi, mengingat peranannya dalam pembentukan
Retinol Binding Protein dan Rodopsin. Pada gizi buruk diberikan bertahap
yaitu : 1 - 1,5 gram/ kg BB / hari ; 2 - 3 gram/ kg BB / hari dan 3 - 4 gram/
kg BB / hari

c. Lemak
Lemak diberikan cukup agar penyerapan vitamin A optimal. Pemberian
minyak kelapa yang kaya akan asam lemak rantai sedang (MCT=Medium
Chain Tryglycerides). Penggunaan minyak kelapa sawit yang berwarna
merah dianjurkan, tetapi rasanya kurang enak.

d. Vitamin A
Diberikan tinggi untuk mengoreksi defisiensi. Sumber vitamin A yaitu
ikan, hati, susu, telur terutama kuning telur, sayuran hijau (bayam, daun
singkong, daun katuk, kangkung), buah berwarna merah, kuning, jingga
(pepaya, mangga dan pisang raja ), waluh kuning, ubi jalar kuning, Jagung
kuning.

e. Bentuk makanan
Mengingat kemungkinan kondisi sel epitel saluran cerna juga telah
mengalami gangguan, maka bentuk makanan diupayakan mudah cerna.

20
4. Pengobatan penyakit infeksi atau sistemik yang menyertai

Anak-anak yang menderita xeroftalmia biasanya disertai penyakit berat


antara lain: infeksi saluran nafas, pnemonia, campak, cacingan,
tuberkulosis (TBC), diare dan mungkin dehidrasi. Untuk semua kasus ini
diberikan terapi disesuaikan dengan penyakit yang diderita.

5. Pemantauan dan Respon Pengobatan dengan kapsul vitamin A

XN : Reaksi pengobatan terlihat dalam 1-2 hari setelah diberikan


kapsul vitamin A
XIA & XIB : Tampak perbaikan dalam 2-3 hari, dan gejala-gejala
menghilang dalam waktu 2 minggu
X2 : Tampak perbaikan dalam 2-5 hari, dan gejala-gejala
menghilang dalam waktu 2-3 minggu
X3A & X3B: Penyembuhan lama dan meninggalkan cacat mata. Pada
tahap ini penderita harus berkonsultasi ke dokter spesialis
mata Rumah Sakit/BKMM agar tidak terjadi kebutaan

Rujukan
Anak segera dirujuk ke puskesmas bila ditemukan tanda-tanda kelainan
XN, X1A, X1B, X2
Anak segera dirujuk ke dokter Rumah Sakit/ Spesialis Mata/BKMM bila
ditemukan tanda-tanda kelainan mata X3A, X3B, XS

21
Gambar 9. Alur rujukan

3.3.7 PENCEGAHAN
Untuk mencegah xeroftalmia dapat dilakukan:
1. Mengenal wilayah yang berisiko mengalami xeroftalmia (faktor sosial
budaya dan lingkungan dan pelayanan kesehatan, faktor keluarga dan
faktor individu)
2. Mengenal tanda-tanda kelainan secara dini
3. Memberikan vitamin A dosis tinggi kepada bayi dan anak secara
periodik, yaitu untuk bayi diberikan setahun sekali pada bulan
Februari atau Agustus (100.000 SI), untuk anak balita diberikan enam
bulan sekali secara serentak pada bulan Februari dan Agustus dengan
dosis 200.000 SI.
4. Mengobati penyakit penyebab atau penyerta
5. Meningkatkan status gizi, mengobati gizi buruk

22
6. Penyuluhan keluarga untuk meningkatkan konsumsi vitamin A /
provitamin A secara terus menerus.
7. Memberikan ASI eksklusif
8. Pemberian vitamin A pada ibu nifas (< 30 hari) 200.000 SI
9. Melakukan imunisasi dasar pada setiap bayi.

Agar xeroftalmia tidak terjadi ulang diperlukan penyuluhan untuk


masyarakat dan keluarga, karena kejadian xeroftalmia tidak lepas dari
lingkungan, keadaan sosial ekonomi, pendidikan dan pengetahuan orang
tua (terutama ibu). Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan sehubungan
dengan hal tersebut diatas adalah :

a. Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) atau Promosi


b. Suplementasi vitamin A

Tabel 2. Suplementasi vitamin A

Bayi berumur 6-11 bulan Tiap 3-6 bulan diberikan vitamin A secara oral
dengan dosis 100.000 IU
Anak 1-6 tahun Tiap 3-6 bulan diberikan vitamin A secara oral
dengan dosis 200.000 IU

Wanita menyusui Diberikan secara oral dosis tunggal sebanyak


200.000 IU dengan waktu pemberian :
Saat bersalin
8 minggu pertama setelah persalinan pada
wanita yang menyusui
6 minggu pertama setelah persalinan pada
wanita yang tidak menyusui

23
c. Fortifikasi

i. Penambahan vitamin A pada beberapa jenis makanan yang secara


alami kandungan vitamin A-nya tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan tubuh per harinya contohnya gandum, beras, teh,
margarin
ii. Ditambahkan juga mikronutrien seperti preparat besi dan seng yang
membantu absorbsi vitamin A

3.3.8 PROGNOSIS

I. Prognosis

Prognosa pada stadium XN, X1A, X1B, dan X2 adalah baik, dengan

syarat :

- pengobatan harus dilakukan secara dini

- pengobatan harus dilakukan dengan tepat

Sedangkan pada stadium yang lebih lanjut dimana telah terjadi

kerusakan kornea dan dapat menyebabkan kebutaan yang tidak dapat

disembuhkan lagi, maka prognosisnya jauh lebih buruk.

24
BAB IV

DISKUSI KASUS

Pada anamnesa, Pasien dibawa oleh ibunya dengan keluhan mata sang anak
tampak kering sejak 1 bulan SMRS. Awalnya putih mata berwarna
kecoklatan sehingga tampak terlihat kotor. Ibu pasien juga mengatakan
bahwa pasien tidak kuat melihat sinar matahari. Terkadang pasien menangis
mengeluhkan mata nya perih. Beberapa hari yang lalu matanya tampak
kemerahan. Ibu juga mengatakan penglihatan sang anak masih baik. 1 bulan
terakhir ini pasien susah makan, makanan yang diberi selalu dimuntahkan
namun masih mau minum susu formula. Sudah jarang mengkonsumsi nasi
dan lebih sering makan biskuit. Pasien merupakan anak pertama dengan berat
badan lahir 2600 gr. Riwayat pemberian ASI 1 bulan.

Pada pemeriksaan didapatkan, status gizi pasien kurang. Pada status oftalmologi
tampak adanya injeksi siliar, kornea keruh, kering dan terdapat sikatrik.

Pada teori :

Xeroftalmia terjadi karena kekeringan pada konjungtiva dan kornea mata akibat
tubuh kekurangan vitamin A. Kekurangan vitamin A disebabkan oleh :

1. Konsumsi makanan yang tidak mengandung cukup vitamin A atau


provitamin A untuk jangka waktu yang lama
2. Bayi tidak diberikan ASI eksklusif
3. Menu tidak seimbang ( kurang mengandung lemak, protein, seng/Zn atau
zat gizi lainnya ) yang diperlukan untuk penyerapan vitamin A dan
penggunaan vitamin A dalam tubuh.
4. Adanya gangguan penyerapan vitamin A atau pro-vitamin A seperti pada
penyakit-penyakit antara lain penyakit pankreas, diare kronik, Kurang
energi protein ( KEP ) dan lain-lain sehingga kebutuhan vitamin A
meningkat.

25
5. Adanya kerusakan hati, seperti pda kwashiorkor dan hepatitis kronik,
menyebabkan gangguan pembentukan RBP ( retiinol Binding Protein )
dan pre albumin yang penting untuk penyerapan vitamin A

Tanda-tanda dan gejala klinis KVA (kurang vitamin A) pada mata menurut
WHO/USAID UNICEF/HKI/IVACG sebagai berikut :

XN : buta senja ( hemeralopia, nyctalopia )

XIA : xerosis konjungtiva

XIB : xerosis konjungtiva disertai bercak bitot

X2 : xerosis kornea

X3A : keratomalasia atau ulserasi kornea kurang dari 1/3 permukaan kornea

X3B : keratomalasia atau ulserasi kornea sama atau lebih dari 1/3
permukaan kornea

XS : jaringan parut kornea ( sikatriks/scar)

XF : fundus xeroftalmia, dengan gambaran seperti cendol.

Pada teori pengobatan yang diberikan berupa suplementasi vitamin A 200.000 IU


untuk anak usia 1-5 tahun. Dan diberikan obat tetes / salep mata antibiotik tanpa
kortikosteroid ( tetrasiklin 1%, Kloramfenikol 0.25-1% dan gentamisin 0.3%)
pada penderita X2,X3A,X3B dengan dosis 4 x 1 tetes/hari

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Sedia Oetama, Achmad Djaeni. Vitamin dalam Ilmu Gizi untuk Mahasiswa
dan Profesi. Jilid I. Jakarta. Dian Rakyat. 2008. Hal. 111-112
2. Abdoerrachman, MH, MB Affandi ,dkk. Oftalmologi dalam Buku Kuliah
Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. Info Medika. 1996. Hal. 909-910
3. Ilyas SH. Anatomi dan Fisiologi Mata dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta.
Balai Penerbit FKUI. 2005. Hal. 1-12
4. Ilyas SH. Mata Merah dengan Penglihatan Normal dalam Ilmu Penyakit
Mata. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2005. Hal. 140-142
5. Ilyas SH. Pemeriksaan Anatomi dan Fisiologi Mata serta Kelainan pada
Pemeriksaan Mata dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. Balai Penerbit FKUI.
2005. Hal. 38
6. Hamurwono Guntur, Marianas Marias, dkk. Kelainan Mata Pada Anak
dalam Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa
Kedokteran. Jakarta. Sagung Seto. 2002. Hal. 229-230
7. Riordan-Eva Paul, Anatomi dan Embriologi Mata dalam Vaughan & Asbury
Oftalmologi Umum. Ed. 17. Jakarta. EGC. 2007. Hal 8-19
8. Garcia-Ferrer FJ, Schwab IR, Konjungtiva dalam Vaughan & Asbury
Oftalmologi Umum. Ed. 17. Jakarta. EGC. 2007. Hal 97-123
9. Fletcher EC, Chong NHV, shetlar DJ. Retina dalam Vaughan & Asbury
Oftalmologi Umum. Ed. 17. Jakarta. EGC. 2007. Hal 186-209
10. Ansstas George. Vitamin A Deficiency. 2012. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article
11. Gayton JL. Etiology, Prevalence, and Treatment of Dry Eye Disease.
Clinical Ophthalmology. Dallas. Dove Medical Press Ltd. 2009. Hal 405-
412
12. Javadi MA, Feizi Sepehr. Dry Eye Syndrome. J Ophtalmic Vis Res. 2011.
Hal 192-198

27
13. Sommer Alfred, West KP. Xerophtalmia and Keratomalacia: Vitamin A
Deficiency Health Survival and Vision. New York. Oxford University Press.
1996. Hal 99-133
14. Sommer Alfred. Xerophtalmia and Keratomalacia: Nutritional Blindness.
1982. New York. Oxford University Press. 1996. Hal 404-411
15. Kurniawan Anie, dkk. Deteksi dan Tatalaksana Kasus Xeroftalmia Pedoman
Bagi Tenaga Kesehatan diunduh dari: http://gizi.depkes.go.id/2003.
16. Anderson Sylvia, Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses
Proses Penyakit. Ed 6. Jakarta. EGC. 2007. Hal. 740.
17. Gunawan Wasidi. Oftalmologi Pediatri dalam Ilmu Kesehatan Mata. Ed 1.
Yogyakarta. Bagian Ilmu Penyakit Mata FKUGM. Hal. 283-285.

28

Anda mungkin juga menyukai