6. 1. Pengaturan kerja yang buruk (Poor Work Organization) : Aspek-aspek diamana suatu
pekerjaan diorganisasikan dengan buruk. Sebagai contoh tugas yang membosankan, pekerjaan
menggunakan mesin, jeda kerja yang kurang, batas waktu yang banyak. Beban kerja yang
proporsional, jeda kerja yang cukup, penugasan yang bervariasi, otonomi individual.
2. Pengulangan Berkelanjutan (Continual Repetition) : Melakukan gerakan yang sama secara terus
menerus. Mendisain ulang pekerjaan sehingga jumlah pergerakan yang berulang dapat berkurang,
perputaran pekerjaan.
3. Gaya Berlebih (Excessive Force) : Pergerakan tubuh dengan penuh tenaga, usaha fisik yang
berlebih-menarik, memukul, dan mendorong. Kurangi gaya dalam menyelesaikan pekerjaan,
disain ulang pekerjaan, tambah pekerja, gunakan bantuan mesin.
4. Postur Janggal (Awkward Posture) : Meperpanjang pencapaian dengan tangan, twisting, berlutut,
jongkok. Postur janggal lawan dari posisi netral. Disain pekerjaan dan peralatan yang dapat
menjaga posisi netral. Posisi netral tidak semestinya memberikan tekanan pada otot, tulang sendi,
maupun syaraf.
5. Posisi Tidak Bergerak (Stationary Positions) : Terlalu lama diam dalam satu posisi, menyebabkan
kontraksi otot dan lelah. Disain pekerjaan untuk menghindari posisi tidak bergerak; berikan
kesempatan untuk merubah posisi.
6. Tekanan Langsung Berlebih (Excessive Direct Pressure) :Tubuh kontak langsung dengan
permukaan keras atau ujung benda, seperti ujung meja atau alat. Hindari tubuh berpijak pada
permukaan yang keras seperti meja dan kursi. Perbaharui peralatan atau sediakan bantalan; seperti
pulpen ergonomis, keset untuk berdiri.
7. Pencahayaan yang inadekuat
8. (Inadequate Lighting) : Sumber atau level dari pencahayaan yang terlalu terang atau
gelap. Setel pencahayaan yang pas, hindari pencahayaan langsung dan tak langsung yang
dapat mengakibatkan kerusakan mata. Gunakan sekat cahaya silau, tirai untuk jendela.
7. Pengendalian Ergonomi
Untuk melakukan pengendalian terhadap sumber bahaya ada 3 strategi yang dapat dilakukan
meliputi:
1. Pengendalian secara teknis misalnya misalnya terhadap jalur pemindahan material, komponen
dan produk, merubah proses atau benda untuk mengurangi paparan bahaya pada pekerja, merubah
layout tempat kerja, merekayasa bentuk desain komponen, mesin dan peralatan, memeprbaiki
merode kerja dan lainnya
2. Pengendalian secara administratif misalnya dengan memberikan pelatihan kerja, variasi jenis
pekerjaan, memberikan pelatihan tentang faktor-faktor bahaya di tempat kerja, melakukan rotasi
pekerjaan, mengurangi jam kerja dan mengatur shift kerja, memberikan istirahat yang cukup dan
lainnya
3. Menggunakan alat perlindungan diri misalnya masker, sarung tangan, pelindung mesin dan
lainnya.
8. Metode Penilaian dalam Ergonomi
Dalam melakukan penilaian terhadap posisi kerja dapat menggunakan beberapa metode, antara lain:
a. Basline Risik Identification of ergonomic Factor (BRIEF) Survey
Baseline Risk Identification of Ergonomic Factor (BRIEF) Survey merupakan metode
yang digunakan untuk menilai faktor risiko ergonomic di tempat kerja yang dapat menyebabkan
terjadinya Cummulative Trauma Disorders (CTS/nama lain dari MSDs). Metode
BRIEF survey menggunakan tiga langkah yang dilakukan dalam penilaiannya yaitu penilaian
faktor risiko ergonomic di lingkungan kerja, survei gejala terhadap pekerja dan hasil pemeriksaan
kesehatan secara medis (Bramson et al., 1998).
b. Quick Exposure Checklist (QEC)
Merupakan metode yang dapat dipakai untuk menilai secara cepat risiko pajanan
terhadap Work-Related Musculoskeletal Disorders (WMSDs) atau gangguan otot rangka yang
berhubungan dengan pekerjaan (Li and Buckle, 1999a dalam stanton et al., 2005). Metode ini
dikembangkan dan dievaluasi oleh Dr. Guangyan Li dan Profesor Peter Buckle yang didukung
oleh penelitian dari Roben Center for Health ergonomic, University of Surveydan 150 praktisi
Kesehatan dan Keselamatn Kerja United Kingdom (HSE UK, 2005).
c. Rapid Entire Body Assessment (REBA)
Rapid Entire Body Assessment (REBA) adalah sebuah metode yang dikembangkan dalam
bidang ergonomic dan dapat digunakan secara tepat untuk menilai posisi kerja atau postur leher,
punggung, lengan, pergelangan tangan dan kaki seorang operator. Selain itu metode ini juga
dipengaruhi oleh faktor coupling, beban eksternal yang ditopang oleh tubuh serta aktivitas pekerja.
a. Posisi Kerja
Terdiri dari posisi duduk dan posisi berdiri, posisi duduk dimana kaki tidak terbebani dengan berat
tubuh dan posisi stabil selama bekerja. Sedangkan posisi berdiri dimana posisi tulang belakang
vertikal dan berat badan tertumpu secara seimbang pada dua kaki.
b. Proses Kerja
Para pekerja dapat menjangkau peralatan kerja sesuai dengan posisi waktu bekerja dan sesuai
dengan ukuran anthropometrinya. Harus dibedakan ukuran anthropometri barat dan timur.