KEPUTUSAN
KEPALA RS KEPRESIDENAN RSPAD GATOT SOEBROTO
NOMOR : 042 / B / 06 / 1 / 2016
TENTANG
Mengingat :
1. Undang undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tentang Pekerjaan
Kefarmasian.
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58
/Menkes/SK/X/2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit; dan
4. Keputusan Kepala Staf Angkatan Darat Nomor Kep / 50 / XII / 2006 tanggal
29 Desember 2006 tentang Organisasi dan Tugas RSPAD Gatot Soebroto
Ditkesad.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
Pertama : KEPUTUSAN KEPALA RS KEPRESIDENAN RSPAD GATOT
SOEBROTO TENTANG KEBIJAKAN PERATURAN
PENGELOLAAN DAN PENGGUNAAN PERBEKALAN FARMASI
DI RS KEPRESIDENAN RSPAD GATOT SOEBROTO
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 Januari 2016
Lampiran Keputusan
Kepala RS Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto
Nomor : 042/ B / 06 / 1 / 2016
Tanggal : 11 Januari 2016
I. PENDAHULUAN
Perbekalan farmasi yang dikelola rumah sakit meliputi obat, suplai medis,
reagensia, radiofarmaka, dan gas medis. Pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit
merupakan salah satu segi manajemen rumah sakit yang penting karena peran
perbekalan farmasi dalam pelayanan kesehatan cukup besar baik dari sisi medik maupun
ekonomi. Inefisiensi dalam pengelolaan perbekalan farmasi akan berdampak negatif
terhadap kinerja rumah sakit baik secara medik, ekonomi dan sosial. Mutu pelayanan
farmasi sangat mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit.
Oleh karena itu perbekalan farmasi harus dikelola dengan baik agar selalu tersedia setiap
saat diperlukan dan dengan mutu yang terjamin. Selain itu, penggunaan perbekalan
farmasi yang tidak rasional merupakan masalah besar di semua tingkat pelayanan
kesehatan. Di rumah sakit masalah ini harus mendapat perhatian serius karena
dampaknya tidak hanya terhadap morbiditas dan mortalitas pasien saja tetapi juga
terhadap biaya dan mutu pelayanan kesehatan.
2.1 Organisasi :
d. Komite Medik adalah unit kerja fungsional yang bertugas untuk mengelola
kegiatan pelayanan medik sesuai standar pelayanan, etika, disiplin profesi, dan
keselamatan pasien serta mengkoordinasikan pelayanan, pendidikan, penelitian.
IV. PEMILIHAN
2. Tim Farmasi dan Terapi harus memilih produk obat yang menunjukkan keunggulan
dibandingkan produk lain yang sejenis dari aspek khasiat, keamanan, ketersediaannya di
pasaran, harga dan biaya pengobatan yang paling murah. Proses pemilihan obat
mengikuti Standar Prosedur Operasional Penyusunan Formularium.
4. Daftar obat yang telah disetujui dan ditetapkan oleh Ka RS Kepresidenan RSPAD
Gatot Soebroto untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan di RS Kepresidenan
RSPAD Gatot Soebroto tertuang dalam buku Formularium RSPAD.
5. Proses penyusunan dan revisi formularium (sistem formularium) harus dirancang
agar dihasilkan formularium yang selalu mutakhir dan dapat memenuhi kebutuhan
pengobatan yang rasional. Revisi formularium dilakukan setiap tahun.
6. Kebijakan dan prosedur sistem formularium harus dimasukkan sebagai salah satu
peraturan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh semua staf medik.
8. Setiap obat baru yang diusulkan untuk masuk dalam formularium harus dilengkapi
dengan informasi tentang kelas terapi, indikasi terapi, bentuk sediaan dan kekuatan,
bioavailabilitas dan farmakokinetik, kisaran dosis, efek samping dan efek toksik, perhatian
khusus, kelebihan obat baru ini dibandingkan dengan obat lama yang sudah tercantum di
dalam formularium, uji klinik, atau kajian epidemiologi yang mendukung keunggulannya,
perbandingan harga dan biaya pengobatan dengan obat atau cara pengobatan terdahulu.
kecuali yang memiliki data bioekuivalensi (BE) dan/ atau rekomendasi tingkat I evidence-
based medicine (EBM).
9. Obat yang terpilih masuk dalam formularium adalah obat yang memperlihatkan
tingkatan bukti ilmiah yang tertinggi untuk indikasi dan keamanannya. Bila dari
segolongan obat yang sama indikasinya memperlihatkan tingkatan bukti ilmiah khasiat
dan keamanan yang sama tinggi, maka pertimbangan selanjutnya adalah dalam hal
ketersediaannya di pasaran, harga dan biaya pengobatan yang paling murah.
10. Suatu obat harus dihapuskan dari formularium jika obat tersebut sudah tidak
beredar lagi di pasaran,ditarik oleh BPOM,rusak,expire date , tidak ada lagi yang
meresepkan, atau sudah ada obat lain yang lebih cost-effective.
11. Pada kasus dimana diperlukan suatu obat yang tidak tercantum dalam
formularium, maka dokter dapat mengajukan permintaan khusus dengan mengisi Formulir
Permintaan Khusus Obat Non Formularium yang ditujukan kepada TFT. Selanjutnya TFT
akan memutuskan apakah penyediaan obat tersebut dapat disetujui atau tidak. Jika dapat
disetujui, maka Instalasi Farmasi akan melanjutkan proses pengadaannya. Proses
permintaan obat non formularium mengikuti Standar Prosedur Operasional Permintaan
Obat Non Formularium.
12. Pada keadaan dimana obat yang diperlukan tidak tersedia, maka Instalasi Farmasi
akan menyampaikan pemberitahuan kepada dokter penulis resep dan menyarankan obat
pengganti jika ada.
13. Sosialisasi formularium dilakukan oleh TFT melalui presentasi di hadapan staf
medis.
14. Buku Formularium yang sedang berlaku wajib tersedia di setiap lokasi pelayanan:
di ruang rawat, klinik, gawat darurat, ruang dokter dan depo farmasi. Setiap dokter harus
memilikt buku formularium yang menjadi acuan selama melakukan praktik di RS
Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto
3. Pembelian obat yang tidak tercantum dalam formularium serta alat kesehatan dan
reagensia yang tidak tercantum dalam daftar alat kesehatan dan reagensia hanya dapat
dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari TFT dan disetujui oleh Ka RS
Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto.
5. Pengadaan obat, alat kesehatan, dan reagensia yang tidak ada dalam persediaan
atau kosong atau di luar jam kerja Instalasi Farmasi dilakukan mengikuti Standar
Prosedur Operasional Pengadaan Perbekalan Farmasi Di Luar Jam Kerja dan SPO obat
kosong/Tidak ada persediaan
IV. PENYIMPANAN
1. Area penyimpanan perbekalan farmasi tidak boleh dimasuki oleh petugas selain
petugas farmasi.
2. Penyimpanan obat, alat kesehatan, reagensia dan gas medis harus dilakukan
sesuai persyaratan dan standar kefarmasian untuk menjamin stabilitas dan keamanannya
serta memudahkan dalam pencariannya untuk mempercepat pelayanan.
3. Khusus bahan berbahaya seperti bersifat mudah menyala atau terbakar, eksplosif,
radioaktif, oksidator/reduktor, racun, korosif, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, iritasi
dan berbahaya lainnya harus disimpan terpisah dan disertai tanda bahan berbahaya.
4. Obat narkotika disimpan dalam lemari terpisah dengan pintu berkunci ganda.
5. Obat jadi dan bahan baku harus diberi label yang mencantumkan: kandungan,
tanggal kadaluarsa dan peringatan penting.
6. Obat High Alert (Obat yang memerlukan kewaspadaan tinggi) harus disimpan di
tempat terpisah dan di beri label khusus mengikuti Standar Prosedur Operasional
Penyimpanan Obat High Alert.
7. Obat dengan tampilan mirip atau bunyi mirip (Look Alike Sound Alike/LASA)
disimpan tidak berdekatan dan diberi label "LASA".
9. Obat yang di bawa pasien dari luar harus dikoordinasikan dengan DPJP untuk
digunakan selama perawatan di RSPAD kemudian pasien/ keluarga pasien
menandatangani surat pernyataan bahwa pasien/keluarga pasien bertanggung jawab
atas akibat penggunaan perbekalan farmasi yang dibawa. Perbekalan farmasi yang
dibawa masuk oleh pasien harus diperiksa mutunya secara visual dan dicatat dalam
Formulir Serah Terima Perbekalan Farmasi dari Pasien. Obat disimpan di depo farmasi
dalam wadah terpisah dan diberi label yang jelas.
10. Produk nutrisi disimpan secara terpisah dalam kelompok nutrisi sesuai dengan
aturan penyimpanan yang ditetapkan produsen.
12. Obat penelitian disimpan terpisah dari obat lain dan dikelola tersendiri.
13. Perbekalan farmasi emergensi disimpan dalam troli/kit/ lemari emergensi terkunci,
diperiksa, dipastikan selalu tersedia dan harus diganti segera jika jenis dan jumlahnya
sudah tidak sesuai lagi dengan daftar.
14. Di unit pelayanan yang tidak memiliki depo farmasi 24 jam, maka pelayanan farmasi
dialihkan ke depo farmasi 24 jam yang telah ditetapkan.
15. Perbekalan farmasi yang tidak digunakan, rusak dan kadaluarsa harus dikembalikan
ke Instalasi Farmasi sesuai Standar Prosedur Operasional penanganan obat kadaluarsa
16. Obat yang ditarik dari peredaran oleh pemerintah atau pabrik pembuatnya harus
segera dikembalikan ke Instalasi Farmasi sesuai Standar Prosedur Operasional
Penarikan Kembali Perbekalan Farmasi
VII. Peresepan
1. Yang berhak menulis resep adalah staf medis purnawaktu, dokter tamu dan dokter
PPDS yang bertugas dan mempunyai surat izin praktik di RS Kepresidenan RSPAD Gatot
Soebroto.
2. Yang berhak menulis resep narkotika adalah dokter yang memiliki nomer SIP
(Surat Izin Praktik) atau SIPK (Surat Izin Praktik Kolektif)
5. Terapi obat dituliskan dalam rekam medik hanya ketika obat pertama kali
diresepkan, rejimen berubah, atau obat dihentikan. Untuk terapi obat lanjutan pada rekam
medik dituliskan "terapi lanjutkan" dan pada formulir pemberian obat tetap dicantumkan
nama obat dan rejimennya.
6. Resep ditulis secara manual pada blanko lembar resep/ instruksi pengobatan
berkarbon dengan Kop RS Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto yang telah dibubuhi
stempel Departemen/Unit Pelayanan tempat pasien dirawat/berobat, atau secara
elektronik dalam sistem informasi farmasi.
7. Tulisan harus jelas dan dapat dibaca, menggunakan istilah dan singkatan yang
lazim sehingga tidak disalahartikan.
8. Dokter harus mengenali obat-obat yang masuk dalam daftar Look Alike Sound
Alike (LASA) yang diterbitkan oleh Instalasi Farmasi, untuk menghindari kesalahan
pembacaan oleh tenaga kesehatan lain.
9. Obat yang diresepkan harus sesuai dengan Formularium RS Kepresidenan
RSPAD Gatot Soebroto
10. Alat kesehatan yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam
Daftar Alat Kesehatan RS Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto
a. Nama Pasien
b. Tanggal lahir atau umur pasien (jika tidak dapat mengingat tanggal lahir )
c. Berat badan pasien ( untuk pasien anak )
d. Nomor rekam medik
e. Nama dokter
f. Tanggal penulisan resep
g. Nama ruang pelayanan
h. Memastikan ada tidaknya riwayat alergi obat dengan mengisi kolom riwayat
alergi obat pada bagian kanan atas lembar resep manual
i. Tanda R/ pada setiap sediaan
j. Untuk nama obat tunggal ditulis nama generik. Untuk obat kombinasi ditulis
sesuai nama dalam Formularium, dilengkapi dengan bentuk sediaan obat (contoh :
injeksi, tablet, kapsul, salep) serta kekuatannya (contoh : 500 mg, 1 gram )
k. Jumlah sediaan
l. Bila obat berupa racikan dituliskan nama setiap jenis/bahan obat dan jumlah
bahan obat (untuk bahan padat : mikrogram, milligram, gram dan untuk cairan :
tetes, milliliter, liter)
m. Pencampuran beberapa obat jadi dalam satu sediaan tidak dianjurkan
kecuali sediaan dalam bentuk campuran tersebut telah terbukti aman dan efektif
n. Penggunaan obat off-label (penggunaan obat yang indikasinya di luar
indikasi yang disetujui olen Badan Pengawas obat dan Makanan RI ) harus
berdasarkan panduan pelayanan medik yang ditetapkan oleh Departemen.
o. Aturan pakai ( frekuensi,dosis,rute pemberian). Untuk aturan pakai jika perlu
atau prn pro re nata, harus dituliskan dosis maksimal dalam sehari.
12. Pasien diberi penjelasan tentang efek tidak diharapkan yang mungkin terjadi akibat
penggunaan obat
13. Perubahan terhadap resep/instruksi pengobatan yang telah diterima oleh
apoteker/asisten apoteker harus diganti dengan resep/instruksi pengobatan baru
14. Resep/instruksi pengobatan yang tidak memenuhi kelengkapan yang ditetapkan,
tidak akan dilayani oleh farmasi
15. Jika resep/instruksi pengobatan tidak dapat dibaca atau tidak jelas, maka
perawat/apoteker/asisten apoteker yang menerima resep/instruksi pengobatan tersebut
harus menghubungi dokter penulis resep sesuai dengan Standar Prosedur Operasional
Penanganan Resep Yang Tidak Terbaca.
16. Instruksi lisan ( verbal Order ) harus diminimalkan. Instruksi lisan untuk obat high
alert tidak dibolehkan kecuali dalam situasi emergensi. Instruksi lisan tidak dibolehkan
saat dokter berada di ruang rawat.
17. Setiap obat yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam rekam
medik
18. Kelanjutan terapi obat yang sempat dihentikan karena operasi atau sebab lain
harus dituliskan kembali dalam bentuk resep/instruksi pengobatan baru
VIII. PENYIAPAN
1. Yang dimaksud dengan penyiapan obat adalah proses mulai dari resep/intruksi
pengobatan diterima oleh apoteker/asisten apoteker sampai dengan obat diterima oleh
perawat di ruang rawat untuk diberikan kepada pasien rawat atau sampai dengan obat
diterima oleh pasien/keluarga pasien rawat jalan dengan jaminan bahwa obat yang
diberikan tepat dan bermutu baik. Yang termasuk juga dalam penyiapan obat adalah
pencampuran obat suntik tertentu dan penyiapan obat sitostatika
IX. PEMBERIAN
1. Yang berhak memberikan obat kepada pasien adalah dokter atau perawat yang
sudah memiliki kompetensi dan mempunyai surat izin praktik di RS Kepresidenan RSPAD
Gatot Soebroto
2. Pemberian obat ke pasien harus sesuai dengan Standar Prosedur Operasional
Pemberian Obat
3. Pada pemberian obat secara infus, label nama obat dan tanggal ditempelkan pada
botol infus atau syringe pump pada saat perawat memberikan kepada pasien. Apabila
obat yang diberikan lebih dari satu, maka label nama obat ditempelkan pada setiap
syringe pump dan di setiap ujung jalur selang.
4. Dokter peserta didik atau perawat peserta didik dapat memberikan obat di bawah
supervisi intrukstur klinik, kecuali obat-obat khusus dan high alert
5. Obat yang akan diberikan kepada pasien harus diverifikasi oleh apoteker/perawat
mengenai kesesuaiannya dengan resep/instruksi pengobatan meliputi : nama obat, waktu
dan frekuensi pemberian, dosis, rute pemberian dan identitas pasien
6. Mutu obat yang akan diberikan kepada pasien harus dipastikan mutunya baik
dengan diperiksa secara visual
7. Pasien dipastikan tidak memiliki riwayat alergi dan kontraindikasi dengan obat
yang akan diberikan.
8. Obat yang tergolong obat High alert harus diperiksa kembali oleh perawat kedua
sebelum diberikan kepada pasien
9. Pemberian obat harus di catat di Lembar pemberian Obat sesuai Standar Prosedur
Operasional Pemberian Obat
10. Penggunaan obat secara mandiri oleh pasien harus mendapatkan edukasi terlebih
dahulu dan di pantau oleh perawat.
11. Jika terjadi kesalahan dalam penggunaan perbekalan farmasi, termasuk
kehilangan, maka konsekuensi finansial menjadi tanggung jawab pihak yang bersalah.
X. PEMANTAUAN
1. Pemantauan efek terapi dan efek yang tidak di harapkan dari obat harus dilakukan
pada setiap pasien
3. Obat yang diprioritaskan untuk dipantau efek sampingnya adalah obat baru yang
masuk formularium RS Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto dan obat yang terbukti
dalam literatur menimbulkan efek samping serius
5. Efek samping yang harus dilaporkan ke Tim Farmasi Terapi adalah yang berat,
fatal, meninggalkan gejala sisa sesuai Standar prosedur Operasional Pemantauan Eek
Samping Obat
6. Pemantauan dan Pelaporan efek samping obat dikoordinasikan oleh Tim Farmasi
dan Terapi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad
7. Petugas pelaksana pemantauan dan pelaporan efek samping obat adalah dokter,
perawat dan apoteker
8. Tim Farmasi dan Terapi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad melaporkan hasil
evaluasi pemantauan efek samping obat kepada Direktur Penunjang medik dan
menyebarluaskannya ke seluruh Departemen/instalasi dan Unit pelayanan di RS
Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto sebagai umpan balik/ edukasi
1. Kesalahan obat adalah kesalahan yang terjadi pada tahap penulisan resep,
penyiapan/peracikan atau pemberian obat baik yang menimbulkan efek merugikan
ataupun tidak.
2. Setiap kesalahan obat yang terjadi, wajib dilaporkan oleh petugas yang
menemukan/terlibat langsung dengan kejadian tersebut atau atasan langsungnya
3. Pelaporan dilakukan secara tertulis menggunakan Formulir Laporan insiden ke Tim
Keselamatan Pasien RS Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto
4. Kesalahan obat harus dilaporkan maksimal 2x24 jam setelah ditemukannya
insiden.
5. Tipe kesalahan yang dilaporkan :
a. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) : terjadinya insiden yang belum terpapar ke
pasien
b. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) : suatu kejadian insiden yang
mengakibatkan cedera pada pasien
6. Kesalahan obat dilaporkan dan ditindaklanjuti mengikuti Standar Prosedur
Operasional Pelaporan Insiden dan Standar Prosedur Operasional Pelaporan Kesalahan
Obat
7. Komite Mutu bertanggung jawab untuk menindaklanjuti laporan kesalahan obat.
1. Obat baru harus dinilai aspek kemanjuran, kemanfaatan, keamanan, kualitas dan
harganya. Penilaian obat baru harus dilakukan secara kritis yang bertujuan untuk
memasukkan obat baru itu ke dalam formularium, atau untuk menggantikan obat yang
sudah ada di dalam formularium. Obat baru dapat menggantikan obat lama jika secara
keseluruhan lebih unggul ditinjau dari aspek kemanjuran, kemanfaatan, keamanan,
kualitas dan biayanya
2. Penilaian kemanjuran (efficacy) obat baru dilakukan melalui telaah kritis
kepustakaan. Penilaian kemanfaatan dilakukan melalui in-use trial dalam pelayanan
dengan menghitung seluruh biaya yang timbul akibat penggunaan obat itu (cost-
effectiveness study) dan membandingkannya dengan pengobatan standar. Penilaian
keamanan dilakukan melalui telaah kritis kepustakaan, yang harus diikuti dengan program
pemantauan efek samping di tempat pelayanan. Penilaian kualitas obat jadi dilakukan
dengan memeriksa dokumentasi kendali mutu dari pabrik pembuat sediaan jadi yang
meliputi sifat fisiko-kimia bahan baku,formulasi, uji stabilitas, uji desintegrasi, uji disolusi
dan uji bioavaibilitas dari batch pertama.
3. Sumber informasi yang digunakan dalam telaah kritis harus dapat dipercaya, yaitu
artikel asli yang diterbitkan oleh jurnal kedokteran yang mempunyai mekanisme peer
review, newsletter yang mempunyai reputasi baik dan buku ajar. Informasi yang
diterbitkan atau disponsori oleh perusahaan farmasi perlu di baca dengan cermat karena
terkait dengan promosi yang membesarkan efektifitas dan menutupi efek buruk obat.
4. Sebagai paduan untuk telaah kritsi kepustakaan dapat digunakan lembar check list
agar dapat mengenali letak kesalahan dan bisa dari suatu penelitan. Makin banyak
ditemui kesalahan dan penyimpangan dalam pelaksanaan dan penulisan laporan
penelitian, maka makin sukar untuk dipercayai hasil penelitan tersebut.
5. Instalasi Farmasi bertanggung jawab dalam pengelolaan obat penelitian,
berkoordinasi dengan peneliti agar sesuai dengan protokol yang digunakan.
1. Berdasarkan pedoman promosi yang dikeluarkan oleh WHO, klaim promosi obat
harus dapat dipercaya, tak berlebihan, jujur, informatif,seimbang, berdasarkan data
terbaru, dapat diperiksa kebenarannya, dan dilakukan dengan cara-cara yang baik.
2. Cara promosi obat yang baik adalah memberi kesempatan kepada perusahaan
obat untuk menyampaikan informasi tentang obat yang dipromosikan di hadapan TFT dan
staf medis di Departemen kemudian dilanjutkan dengan tinjauan secara ilmiah oleh staf
medis, ahli farmakologi atau apoteker
3. Tata kelola obat sampel dilakukan oleh Instalasi Farmasi
4. Promosi yang dilakukan dengan cara menjanjikan insentif kepada dokter, atau
institusi melalui peresepan obat merupakan tindakan yang harus dihindari dan diberi
sanksi.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada Tanggal : 11 Januari 2016