Anda di halaman 1dari 18

RUMAH SAKITKEPRESIDENAN

RSPAD GATOT SOEBROTO

KEPUTUSAN
KEPALA RS KEPRESIDENAN RSPAD GATOT SOEBROTO
NOMOR : 042 / B / 06 / 1 / 2016

TENTANG

KEBIJAKAN PERATURAN PENGELOLAAN DAN PENGGUNAAN PERBEKALAN


FARMASI DI RS KEPRESIDENAN RSPAD GATOT SOEBROTO

KEPALA RS KEPRESIDENAN RSPAD GATOT SOEBROTO


Menimbang :
1. bahwa dalam upaya meningkat kan mutu pelayanan RS Kepresidenan
RSPAD Gatot Soebroto, maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan Farmasi
yang bermutu tinggi;
2. bahwa agar pelayanan Farmasi di RS Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto
dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya kebijakan Kepala RS Kepresidnenan
RSPAD Gatot Soebroto sebagai landasan bagi penyelenggaraan pelayanan
Farmasi di RS Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto ; dan
3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a dan b,
perlu ditetapkan dengan Keputusan Kepala RS Kepresidenan RSPAD Gatot
Soebroto.

Mengingat :
1. Undang undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tentang Pekerjaan
Kefarmasian.
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58
/Menkes/SK/X/2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit; dan
4. Keputusan Kepala Staf Angkatan Darat Nomor Kep / 50 / XII / 2006 tanggal
29 Desember 2006 tentang Organisasi dan Tugas RSPAD Gatot Soebroto
Ditkesad.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :
Pertama : KEPUTUSAN KEPALA RS KEPRESIDENAN RSPAD GATOT
SOEBROTO TENTANG KEBIJAKAN PERATURAN
PENGELOLAAN DAN PENGGUNAAN PERBEKALAN FARMASI
DI RS KEPRESIDENAN RSPAD GATOT SOEBROTO

Kedua : Kebijakan Peraturan Pengelolaan dan Penggunaan Perbekalan


Farmasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.

Ketiga : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan


Farmasi RS Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto dilaksanakan
oleh Kepala Instalasi Farmasi RS Kepresidenan RSPAD Gatot
Soebroto.

Keempat : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya, dan apabila di


kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini
akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 Januari 2016

RS Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto


Kepala

Tembusan : dr.Terawan Agus Putranto, Sp.Rad (K) RI


Brigadir Jenderal TNI
1. Ketua Komite Medik RS Kepresidenan RSPAD Gatot
Soebroto
2. Ketua BP RS Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto
3. Ka SPI, Ses, Para Dirbin RS Kepresidenan RSPAD Gatot
Soebroto
4. Ketua Komite Riset RS Kepresidenan RSPAD Gatot
Soebroto
5. Para Kadep / Kainstal RS Kepresidenan RSPAD Gatot
Soebroto
6. Kalak YMU Paviliun RS Kepresidenan RSPAD Gatot
Soebroto

Lampiran Keputusan
Kepala RS Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto
Nomor : 042/ B / 06 / 1 / 2016
Tanggal : 11 Januari 2016

Kebijakan Peraturan Pengelolaan dan Penggunaan Perbekalan Farmasi


Di RS Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto

I. PENDAHULUAN

Perbekalan farmasi yang dikelola rumah sakit meliputi obat, suplai medis,
reagensia, radiofarmaka, dan gas medis. Pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit
merupakan salah satu segi manajemen rumah sakit yang penting karena peran
perbekalan farmasi dalam pelayanan kesehatan cukup besar baik dari sisi medik maupun
ekonomi. Inefisiensi dalam pengelolaan perbekalan farmasi akan berdampak negatif
terhadap kinerja rumah sakit baik secara medik, ekonomi dan sosial. Mutu pelayanan
farmasi sangat mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit.
Oleh karena itu perbekalan farmasi harus dikelola dengan baik agar selalu tersedia setiap
saat diperlukan dan dengan mutu yang terjamin. Selain itu, penggunaan perbekalan
farmasi yang tidak rasional merupakan masalah besar di semua tingkat pelayanan
kesehatan. Di rumah sakit masalah ini harus mendapat perhatian serius karena
dampaknya tidak hanya terhadap morbiditas dan mortalitas pasien saja tetapi juga
terhadap biaya dan mutu pelayanan kesehatan.

Pengelolaan dan penggunaan perbekalan farmasi bersifat multidisipliner yang


meliputi serangkaian kegiatan, yaitu pemilihan, perencanaan, pengadaan, penyimpanan,
peresepan, penyiapan / peracikan, pemberian, dan pemantauan. Rangkaian kegiatan
tersebut harus diselenggarakan secara efektif dan efisien dengan berorientasi pada mutu
dan keselamatan pasien. Mengingat kompleksnya kegiatan-kegiatan tersebut, maka
diperlukan kebijakan dan peraturan perbekalan farmasi di rumah sakit yang disepakati
dan diterapkan sehingga mutu pelayanan rumah sakit dapat memberikan keselamatan
dan kepuasan bagi pasien.
II. ORGANISASI DAN TATA LAKSANA

2.1 Organisasi :

a. Ka RS Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto adalah penanggungjawab


atas peraturan dan kebijakan yang diberlakukan di rumah sakit, termasuk kebijakan
tentang pengeloiaan dan penggunaan perbekalan farmasi.

b. Direktur Pembinaan Penunjang Medik adalah Pembina program


pengelolaan perbekalan farmasi di RS Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto

c. Tim Farmasi dan Terapi adalah Tim yang membantu Ka RS Kepresidenan


RSPAD Gatot Soebroto dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan
peraturan tentang pengeloiaan dan penggunaan perbekalan farmasi di RS
Kepresidenan RSPAD Gatot Seobroto .

d. Komite Medik adalah unit kerja fungsional yang bertugas untuk mengelola
kegiatan pelayanan medik sesuai standar pelayanan, etika, disiplin profesi, dan
keselamatan pasien serta mengkoordinasikan pelayanan, pendidikan, penelitian.

e. Instalasi Farmasi adalah unit kerja fungsional yang berada di bawah Ka RS


Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto dan mempunyai tugas melaksanakan
pengelolaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan semua pelayanan kesehatan di
RSPAD yang optimal meliputi: perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian dan produksi sediaan farmasi, serta melaksanakan
pelayanan farmasi klinik sesuai prosedur kefarmasian dan etik profesi.

f. Depo Farmasi adalah bagian dari Instalasi Farmasi yang memberikan


pelayanan farmasi di unit pelayanan.

g. Unit Layanan Pengadaan adalah satuan kerja fungsional yang berada di


bawah Ka RS Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto yang bertugas untuk
melakukan pembelian melalui prosedur sesuai dengan ketentuan yang berlaku

h. Panitia Penerimaan adalah Panitia yang dibentuk oleh Ka RS


Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto untuk menerima perbekalan farmasi sesuai
ketentuan yang berlaku.
2.2 Tata Laksana :

Pengelolaan perbekalan farmasi di RS Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto


diselenggarakan dengan sistem satu pintu sesuai Undang Undang No. 44/2009
tentang Rumah Sakit , pasal 15 ayat 3

Perbekalan Farmasi dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu :

a. Obat : suatu bahan atau bahan-bahan yang dimaksudkan untuk dipergunakan


dalam menetapkan diagnosa, mencegah, mengurangi, menghilangkan,
menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah atau
rohaniah pada manusia atau hewan, untuk memperelok badan atau bagian badan
manusia.
b. Obat tradisional : bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,
bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan
tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman
c. Alat-alat kesehatan : instrumen, aparatus, mesin, implan yang tidak mengandung
obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan
meringankan penyakit, merawat orang sakit serta memulihkan kesehatan pada
manusia dan atau untuk membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
d. Reagensia : Pereaksi atau sering disebut juga reagensia (inggris : reagent) adalah
suatu zat yang berperan dalam suatu reaksi kimia atau diterapkan untuk tujuan
analisis.
e. Radio aktif : unsur inti atom yang mempunyai sifat memancarkan salah satu
partikel alfa, beta atau gamma.
f. Gas Medik : gas dengan spesifikasi khusus yang dipergunakan untuk pelayanan
medis pada sarana kesehatan

Pertanggungjawaban pelaksanaan kebijakan dan peraturan perbekalan


farmasi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad dilakukan secara terbuka dan akuntabel.

III. TIM FARMASI DAN TERAPI

1. Keanggotaan Tim Farmasi dan Terapi (TFT) adalah berdasarkan pengusulan


dari Kepala Departemen/ Instalasi dan disahkan oleh Ka RS Kepresidenan RSPAD
Gatot Soebroto . Keanggotaannya diperbaharui maksimal setiap 5 tahun sekali.
2. Anggota TFT tidak boleh mempunyai ikatan kerja dengan perusahaan farmasi
manapun.

3. Ketua, sekretaris dan 2 (dua) anggota TFT ditetapkan sebagai pengurus


harian.

4. TFT menyusun program kerja tentang pemilihan dan penyusunan formularium.

5. TFT mengajukan anggaran setiap tahun guna mendukung program kerjanya.

6. Tugas Pokok dan Fungsi TFT mencakup:

a. Sebagai penasehat bagi Ka RS Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto


dan tenaga kesehatan dalam semua masalah yang ada kaitannya dengan
perbekalan farmasi.

b. Menyusun kebijakan penggunaan perbekalan farmasi di RS


Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto.

c. Menyusun formularium obat, daftar alat kesehatan, dan reagensia; serta


memperbaharuinya secara berkala. Seleksi obat, alat kesehatan, dan
reagensia didasarkan pada kemanjuran, keamanan, kualitas dan harga. TFT
harus mampu meminimalkan jenis obat yang nama generiknya sama atau jenis
obat yang indikasinya sama.

d. Memantapkan dan melaksanakan program dan agenda kegiatan yang


menjamin berlangsungnya pelaksanaan terapi yang efektif, aman dan hemat
biaya.

e. Merencanakan dan melaksanakan program pelatihan dan penyebaran


informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan seleksi, pengadaan dan
penggunaan obat kepada staf medis RS Kepresidenan RSPAD Gatot
Soebroto.

f. Berperan aktif dalam penjaminan mutu pemilihan, pengadaan dan


penggunaan perbekalan farmasi.

g. Menyelenggarakan pemantauan dan evaluasi efek samping obat yang


terjadi di RS Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto .

h. Memandu tinjauan penggunaan obat (drug utilization review) dan


mengumpanbalikkan hasil tinjauan itu ke seluruh staf medis.

7. Uraian Tugas Tim Farmasi dan Terapi


a. Melakukan pemilihan obat untuk dimasukan dalam formularium
b. Melaksanakan presentasi obat, alat kesehatan dan obat tradisional baru.
c. Melaksanakan evaluasi penulisan obat dengan nama generik, kesesuaian
dengan Formularium RS Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto dan Formularium
Nasional.
d. Melaksanakan pemantauan rasionalitas, efek samping dan keamanan obat.
e. Menganalisa laporan mengenai efek samping obat yang dilaporkan oleh
Instalasi Farmasi.
f. Melaksanakan audit tentang obat.
g. Melaksanakan pelayanan informasi obat secara aktif dan pasif :
1) PKMRS
2) Bulletin
3) Menjawab pertanyaan
h. Berperan aktif dalam penyusunan pedoman penggunaan antibiotik bersama
tim PPRA
i. Melaksanakan pendidikan dalam bidang pengelolaan dan penggunaan obat,
alat kesehatan dan obat tradisional kepada staf medis dan perawat.
j. Melaksanakan pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat,alat kesehatan
dan obat tradisional serta memberikan umpan balik atas hasil pengkajian tersebut.
k. Dalam mengemban tupoksi tersebut diatas, TFT perlu mengadakan rapat
rutin sekurang-kurangnya 1 bulan sekali guna membicarakan implementasi dari
kebijakan dan peraturan tentang seleksi, pengadaan, penyimpanan,dan
penggunaan perbekalan farmasi.
l. Setiap anggota TFT dalam mengambil keputusan harus bebas dari
kepentingan pribadi atau kelompok tapi untuk kepentingan pasien.

IV. PEMILIHAN

1. Pemilihan terhadap perbekalan farmasi yang akan digunakan di RS Kepresidenan


RSPAD Gatot Soebroto harus dilakukan secara cermat dengan mempertimbangkan asas
cost-effectiveness

2. Tim Farmasi dan Terapi harus memilih produk obat yang menunjukkan keunggulan
dibandingkan produk lain yang sejenis dari aspek khasiat, keamanan, ketersediaannya di
pasaran, harga dan biaya pengobatan yang paling murah. Proses pemilihan obat
mengikuti Standar Prosedur Operasional Penyusunan Formularium.

3. Penyediaan jenis perbekalan farmasi harus dibatasi untuk mengefisienkan


pengelolaannya dan menjaga kualitas pelayanan.

4. Daftar obat yang telah disetujui dan ditetapkan oleh Ka RS Kepresidenan RSPAD
Gatot Soebroto untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan di RS Kepresidenan
RSPAD Gatot Soebroto tertuang dalam buku Formularium RSPAD.
5. Proses penyusunan dan revisi formularium (sistem formularium) harus dirancang
agar dihasilkan formularium yang selalu mutakhir dan dapat memenuhi kebutuhan
pengobatan yang rasional. Revisi formularium dilakukan setiap tahun.

6. Kebijakan dan prosedur sistem formularium harus dimasukkan sebagai salah satu
peraturan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh semua staf medik.

7. Departemen mengajukan usulan obat formularium ke Tim Farmasi dan Terapi


berdasarkan fakta bahwa obat tersebut tercantum di dalam pedoman pelayanan medik
yang diterbitkan oleh Departemen. Oleh karena itu setiap penggantian obat atau rejimen
terapi di dalam pedoman pelayanan medik harus diberitahukan kepada Tim Farmasi dan
Terapi.

8. Setiap obat baru yang diusulkan untuk masuk dalam formularium harus dilengkapi
dengan informasi tentang kelas terapi, indikasi terapi, bentuk sediaan dan kekuatan,
bioavailabilitas dan farmakokinetik, kisaran dosis, efek samping dan efek toksik, perhatian
khusus, kelebihan obat baru ini dibandingkan dengan obat lama yang sudah tercantum di
dalam formularium, uji klinik, atau kajian epidemiologi yang mendukung keunggulannya,
perbandingan harga dan biaya pengobatan dengan obat atau cara pengobatan terdahulu.
kecuali yang memiliki data bioekuivalensi (BE) dan/ atau rekomendasi tingkat I evidence-
based medicine (EBM).

9. Obat yang terpilih masuk dalam formularium adalah obat yang memperlihatkan
tingkatan bukti ilmiah yang tertinggi untuk indikasi dan keamanannya. Bila dari
segolongan obat yang sama indikasinya memperlihatkan tingkatan bukti ilmiah khasiat
dan keamanan yang sama tinggi, maka pertimbangan selanjutnya adalah dalam hal
ketersediaannya di pasaran, harga dan biaya pengobatan yang paling murah.

10. Suatu obat harus dihapuskan dari formularium jika obat tersebut sudah tidak
beredar lagi di pasaran,ditarik oleh BPOM,rusak,expire date , tidak ada lagi yang
meresepkan, atau sudah ada obat lain yang lebih cost-effective.

11. Pada kasus dimana diperlukan suatu obat yang tidak tercantum dalam
formularium, maka dokter dapat mengajukan permintaan khusus dengan mengisi Formulir
Permintaan Khusus Obat Non Formularium yang ditujukan kepada TFT. Selanjutnya TFT
akan memutuskan apakah penyediaan obat tersebut dapat disetujui atau tidak. Jika dapat
disetujui, maka Instalasi Farmasi akan melanjutkan proses pengadaannya. Proses
permintaan obat non formularium mengikuti Standar Prosedur Operasional Permintaan
Obat Non Formularium.
12. Pada keadaan dimana obat yang diperlukan tidak tersedia, maka Instalasi Farmasi
akan menyampaikan pemberitahuan kepada dokter penulis resep dan menyarankan obat
pengganti jika ada.

13. Sosialisasi formularium dilakukan oleh TFT melalui presentasi di hadapan staf
medis.

14. Buku Formularium yang sedang berlaku wajib tersedia di setiap lokasi pelayanan:
di ruang rawat, klinik, gawat darurat, ruang dokter dan depo farmasi. Setiap dokter harus
memilikt buku formularium yang menjadi acuan selama melakukan praktik di RS
Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto

15. Pengawasan kepatuhan pemakaian obat sesuai formularium dilakukan secara


berjenjang dimulai dari departemen, secara berjenjang dan berdasarkan data
penggunaan obat dari Instalasi Farmasi.

VI. PERENCANAAN DAN PENGADAAN

1. Perencanaan mengacu kepada formularium serta daftar alat kesehatan dan


reagensia yang telah disepakati oleh pengguna dan ditetapkan oleh Ka RS Kepresidenan
RSPAD Gatot Soebroto

2. Pengadaan obat, alat kesehatan, dan reagensia dilakukan berdasarkan


perencanaan yang diajukan oleh pengguna.

3. Pembelian obat yang tidak tercantum dalam formularium serta alat kesehatan dan
reagensia yang tidak tercantum dalam daftar alat kesehatan dan reagensia hanya dapat
dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari TFT dan disetujui oleh Ka RS
Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto.

4. Pengadaan perbekalan farmasi untuk seluruh kebutuhan RSPAD dilaksanakan


oleh ULP.

5. Pengadaan obat, alat kesehatan, dan reagensia yang tidak ada dalam persediaan
atau kosong atau di luar jam kerja Instalasi Farmasi dilakukan mengikuti Standar
Prosedur Operasional Pengadaan Perbekalan Farmasi Di Luar Jam Kerja dan SPO obat
kosong/Tidak ada persediaan

IV. PENYIMPANAN

1. Area penyimpanan perbekalan farmasi tidak boleh dimasuki oleh petugas selain
petugas farmasi.
2. Penyimpanan obat, alat kesehatan, reagensia dan gas medis harus dilakukan
sesuai persyaratan dan standar kefarmasian untuk menjamin stabilitas dan keamanannya
serta memudahkan dalam pencariannya untuk mempercepat pelayanan.

3. Khusus bahan berbahaya seperti bersifat mudah menyala atau terbakar, eksplosif,
radioaktif, oksidator/reduktor, racun, korosif, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, iritasi
dan berbahaya lainnya harus disimpan terpisah dan disertai tanda bahan berbahaya.

4. Obat narkotika disimpan dalam lemari terpisah dengan pintu berkunci ganda.

5. Obat jadi dan bahan baku harus diberi label yang mencantumkan: kandungan,
tanggal kadaluarsa dan peringatan penting.

6. Obat High Alert (Obat yang memerlukan kewaspadaan tinggi) harus disimpan di
tempat terpisah dan di beri label khusus mengikuti Standar Prosedur Operasional
Penyimpanan Obat High Alert.

7. Obat dengan tampilan mirip atau bunyi mirip (Look Alike Sound Alike/LASA)
disimpan tidak berdekatan dan diberi label "LASA".

8. Perbekalan farmasi dan tempat penyimpanannya harus diperiksa secara berkala.

9. Obat yang di bawa pasien dari luar harus dikoordinasikan dengan DPJP untuk
digunakan selama perawatan di RSPAD kemudian pasien/ keluarga pasien
menandatangani surat pernyataan bahwa pasien/keluarga pasien bertanggung jawab
atas akibat penggunaan perbekalan farmasi yang dibawa. Perbekalan farmasi yang
dibawa masuk oleh pasien harus diperiksa mutunya secara visual dan dicatat dalam
Formulir Serah Terima Perbekalan Farmasi dari Pasien. Obat disimpan di depo farmasi
dalam wadah terpisah dan diberi label yang jelas.

10. Produk nutrisi disimpan secara terpisah dalam kelompok nutrisi sesuai dengan
aturan penyimpanan yang ditetapkan produsen.

11. Obat yang bersifat radioaktif disimpan sesuai persyaratan penyimpanannya.

12. Obat penelitian disimpan terpisah dari obat lain dan dikelola tersendiri.

13. Perbekalan farmasi emergensi disimpan dalam troli/kit/ lemari emergensi terkunci,
diperiksa, dipastikan selalu tersedia dan harus diganti segera jika jenis dan jumlahnya
sudah tidak sesuai lagi dengan daftar.

14. Di unit pelayanan yang tidak memiliki depo farmasi 24 jam, maka pelayanan farmasi
dialihkan ke depo farmasi 24 jam yang telah ditetapkan.
15. Perbekalan farmasi yang tidak digunakan, rusak dan kadaluarsa harus dikembalikan
ke Instalasi Farmasi sesuai Standar Prosedur Operasional penanganan obat kadaluarsa

16. Obat yang ditarik dari peredaran oleh pemerintah atau pabrik pembuatnya harus
segera dikembalikan ke Instalasi Farmasi sesuai Standar Prosedur Operasional
Penarikan Kembali Perbekalan Farmasi

17. Pemusnahan perbekalan farmasi mengikuti Standar Prosedur Operasional


Pemusnahan Perbekalan Farmasi.

VII. Peresepan

1. Yang berhak menulis resep adalah staf medis purnawaktu, dokter tamu dan dokter
PPDS yang bertugas dan mempunyai surat izin praktik di RS Kepresidenan RSPAD Gatot
Soebroto.

2. Yang berhak menulis resep narkotika adalah dokter yang memiliki nomer SIP
(Surat Izin Praktik) atau SIPK (Surat Izin Praktik Kolektif)

3. Penulis resep harus melakukan penyelarasan obat (medication reconciliation)


sebelum menulis resep. Penyelarasan obat adalah membandingkan antara daftar obat
yang sedang digunakan pasien dan obat yang akan diresepkan agar tidak terjadi duplikasi
atau terhentinya terapi suatu obat (omission)

4. Penulis resep harus memperhatikan kemungkinan adanya kontraindikasi, interaksi


obat, dan reaksi alergi.

5. Terapi obat dituliskan dalam rekam medik hanya ketika obat pertama kali
diresepkan, rejimen berubah, atau obat dihentikan. Untuk terapi obat lanjutan pada rekam
medik dituliskan "terapi lanjutkan" dan pada formulir pemberian obat tetap dicantumkan
nama obat dan rejimennya.

6. Resep ditulis secara manual pada blanko lembar resep/ instruksi pengobatan
berkarbon dengan Kop RS Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto yang telah dibubuhi
stempel Departemen/Unit Pelayanan tempat pasien dirawat/berobat, atau secara
elektronik dalam sistem informasi farmasi.

7. Tulisan harus jelas dan dapat dibaca, menggunakan istilah dan singkatan yang
lazim sehingga tidak disalahartikan.

8. Dokter harus mengenali obat-obat yang masuk dalam daftar Look Alike Sound
Alike (LASA) yang diterbitkan oleh Instalasi Farmasi, untuk menghindari kesalahan
pembacaan oleh tenaga kesehatan lain.
9. Obat yang diresepkan harus sesuai dengan Formularium RS Kepresidenan
RSPAD Gatot Soebroto

10. Alat kesehatan yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam
Daftar Alat Kesehatan RS Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto

11. Penulisan resep harus dilengkapi / memenuhi hal-hal sebagai berikut :

a. Nama Pasien
b. Tanggal lahir atau umur pasien (jika tidak dapat mengingat tanggal lahir )
c. Berat badan pasien ( untuk pasien anak )
d. Nomor rekam medik
e. Nama dokter
f. Tanggal penulisan resep
g. Nama ruang pelayanan
h. Memastikan ada tidaknya riwayat alergi obat dengan mengisi kolom riwayat
alergi obat pada bagian kanan atas lembar resep manual
i. Tanda R/ pada setiap sediaan
j. Untuk nama obat tunggal ditulis nama generik. Untuk obat kombinasi ditulis
sesuai nama dalam Formularium, dilengkapi dengan bentuk sediaan obat (contoh :
injeksi, tablet, kapsul, salep) serta kekuatannya (contoh : 500 mg, 1 gram )
k. Jumlah sediaan
l. Bila obat berupa racikan dituliskan nama setiap jenis/bahan obat dan jumlah
bahan obat (untuk bahan padat : mikrogram, milligram, gram dan untuk cairan :
tetes, milliliter, liter)
m. Pencampuran beberapa obat jadi dalam satu sediaan tidak dianjurkan
kecuali sediaan dalam bentuk campuran tersebut telah terbukti aman dan efektif
n. Penggunaan obat off-label (penggunaan obat yang indikasinya di luar
indikasi yang disetujui olen Badan Pengawas obat dan Makanan RI ) harus
berdasarkan panduan pelayanan medik yang ditetapkan oleh Departemen.
o. Aturan pakai ( frekuensi,dosis,rute pemberian). Untuk aturan pakai jika perlu
atau prn pro re nata, harus dituliskan dosis maksimal dalam sehari.
12. Pasien diberi penjelasan tentang efek tidak diharapkan yang mungkin terjadi akibat
penggunaan obat
13. Perubahan terhadap resep/instruksi pengobatan yang telah diterima oleh
apoteker/asisten apoteker harus diganti dengan resep/instruksi pengobatan baru
14. Resep/instruksi pengobatan yang tidak memenuhi kelengkapan yang ditetapkan,
tidak akan dilayani oleh farmasi
15. Jika resep/instruksi pengobatan tidak dapat dibaca atau tidak jelas, maka
perawat/apoteker/asisten apoteker yang menerima resep/instruksi pengobatan tersebut
harus menghubungi dokter penulis resep sesuai dengan Standar Prosedur Operasional
Penanganan Resep Yang Tidak Terbaca.
16. Instruksi lisan ( verbal Order ) harus diminimalkan. Instruksi lisan untuk obat high
alert tidak dibolehkan kecuali dalam situasi emergensi. Instruksi lisan tidak dibolehkan
saat dokter berada di ruang rawat.
17. Setiap obat yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam rekam
medik
18. Kelanjutan terapi obat yang sempat dihentikan karena operasi atau sebab lain
harus dituliskan kembali dalam bentuk resep/instruksi pengobatan baru

VIII. PENYIAPAN

1. Yang dimaksud dengan penyiapan obat adalah proses mulai dari resep/intruksi
pengobatan diterima oleh apoteker/asisten apoteker sampai dengan obat diterima oleh
perawat di ruang rawat untuk diberikan kepada pasien rawat atau sampai dengan obat
diterima oleh pasien/keluarga pasien rawat jalan dengan jaminan bahwa obat yang
diberikan tepat dan bermutu baik. Yang termasuk juga dalam penyiapan obat adalah
pencampuran obat suntik tertentu dan penyiapan obat sitostatika

2. Sebelum obat disiapkan, apoteker/asisten apoteker harus melakukan kajian


(review) terhadap resep/instruksi pengobatan yang meliputi :
a. Ketepatan obat,dosis,frekuensi,rute pemberian
b. Duplikasi terapeutik
c. Alergi
d. Interaksi obat
e. Kontraindikasi
f. Kesesuaian dengan pedoman pelayanan/peraturan yang berlaku, dan
menghubungi dokter penulis resep jika ditemukan ketidakjelasan atau
ketidaksesuaian. Kajian tidak perlu dilakukan pada keadaan emergensi, di ruang
operasi dan tindakan intervensi diagnostik.
3. Apoteker/asisten apoteker diberi akses ke data pasen yang diperlukan untuk
melakukan kajian resep
4. Dalam proses penyiapan obat oleh petugas farmasi diberlakukan substitusi
Generik dan atau nama dagang, artinya farmasi diperbolehkan memberikan salah satu
dari sediaan yang zat aktifnya sama dan tersedia di RS Kepresidnenan RSPAD Gatot
Soebroto .
5. Substitusi terapeutik adalah penggantian obat yang sama kelas terapinya tetapi
berbeda zat kimianya, dalam dosis yang ekuivalen, dapat dilakukan oleh petugas farmasi
dengan terlebih dahulu minta persetujuan dokter penulis resep/konsulen. Persetujuan
dokter atas substitusi terapeutik dapat dilakukan secara lisan/melalui telepon. Petugas
farmasi menuliskan obat pengganti, tanggal, jam komunikasi, dan nama dokter yang
memberikan persetujuan, dicatat pada lembar resep
6. Penyiapan obat harus dilakukan di tempat yang bersih dan aman sesuai aturan
dan standar praktik kefarmasian
7. Area penyiapan obat tidak boleh dimasuki oleh petugas lain selain petugas farmasi
8. Petugas yang menyiapkan obat steril harus mendapatkan pelatihan Teknik Aseptik
9. Sistem distribusi dan penyiapan obat untuk pasien rawat inap diberlakukan sistem
dosis unit dan untuk pasien rawat jalan diberlakukan sistem resep individual. Sistem dosis
unit adalah penyiapan obat yang dikemas untuk satu kali pemakaian. Sistem resep
individual adalah penyiapan obat yang dikemas sesuai permintaan jumlah yang tercantum
di resep.
10. Setiap obat yang telah disiapkan harus di beri label sesuai Standar Prosedur
Operasional Penyerahan Obat
11. Penyiapan obat harus dipastikan akurat mengikuti Standar Prosedur Operasional
Penyiapan Obat Sistem Dosis Unit, Standar Prosedur Operasional Penyiapan Obat
Sistem Resep individual.

IX. PEMBERIAN

1. Yang berhak memberikan obat kepada pasien adalah dokter atau perawat yang
sudah memiliki kompetensi dan mempunyai surat izin praktik di RS Kepresidenan RSPAD
Gatot Soebroto
2. Pemberian obat ke pasien harus sesuai dengan Standar Prosedur Operasional
Pemberian Obat
3. Pada pemberian obat secara infus, label nama obat dan tanggal ditempelkan pada
botol infus atau syringe pump pada saat perawat memberikan kepada pasien. Apabila
obat yang diberikan lebih dari satu, maka label nama obat ditempelkan pada setiap
syringe pump dan di setiap ujung jalur selang.
4. Dokter peserta didik atau perawat peserta didik dapat memberikan obat di bawah
supervisi intrukstur klinik, kecuali obat-obat khusus dan high alert
5. Obat yang akan diberikan kepada pasien harus diverifikasi oleh apoteker/perawat
mengenai kesesuaiannya dengan resep/instruksi pengobatan meliputi : nama obat, waktu
dan frekuensi pemberian, dosis, rute pemberian dan identitas pasien
6. Mutu obat yang akan diberikan kepada pasien harus dipastikan mutunya baik
dengan diperiksa secara visual
7. Pasien dipastikan tidak memiliki riwayat alergi dan kontraindikasi dengan obat
yang akan diberikan.
8. Obat yang tergolong obat High alert harus diperiksa kembali oleh perawat kedua
sebelum diberikan kepada pasien
9. Pemberian obat harus di catat di Lembar pemberian Obat sesuai Standar Prosedur
Operasional Pemberian Obat
10. Penggunaan obat secara mandiri oleh pasien harus mendapatkan edukasi terlebih
dahulu dan di pantau oleh perawat.
11. Jika terjadi kesalahan dalam penggunaan perbekalan farmasi, termasuk
kehilangan, maka konsekuensi finansial menjadi tanggung jawab pihak yang bersalah.

X. PEMANTAUAN
1. Pemantauan efek terapi dan efek yang tidak di harapkan dari obat harus dilakukan
pada setiap pasien

2. Komite Farmasi dan Terapi di tingkat unit/departemen/instalasi bertugas memantau


efek samping obat

3. Obat yang diprioritaskan untuk dipantau efek sampingnya adalah obat baru yang
masuk formularium RS Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto dan obat yang terbukti
dalam literatur menimbulkan efek samping serius

4. Pemantauan efek samping obat perlu didokumentasikan dalam formulir Pelaporan


Efek Samping Obat dan dicatat dalam rekam medik

5. Efek samping yang harus dilaporkan ke Tim Farmasi Terapi adalah yang berat,
fatal, meninggalkan gejala sisa sesuai Standar prosedur Operasional Pemantauan Eek
Samping Obat

6. Pemantauan dan Pelaporan efek samping obat dikoordinasikan oleh Tim Farmasi
dan Terapi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad

7. Petugas pelaksana pemantauan dan pelaporan efek samping obat adalah dokter,
perawat dan apoteker

8. Tim Farmasi dan Terapi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad melaporkan hasil
evaluasi pemantauan efek samping obat kepada Direktur Penunjang medik dan
menyebarluaskannya ke seluruh Departemen/instalasi dan Unit pelayanan di RS
Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto sebagai umpan balik/ edukasi

XI. KESALAHAN OBAT

1. Kesalahan obat adalah kesalahan yang terjadi pada tahap penulisan resep,
penyiapan/peracikan atau pemberian obat baik yang menimbulkan efek merugikan
ataupun tidak.
2. Setiap kesalahan obat yang terjadi, wajib dilaporkan oleh petugas yang
menemukan/terlibat langsung dengan kejadian tersebut atau atasan langsungnya
3. Pelaporan dilakukan secara tertulis menggunakan Formulir Laporan insiden ke Tim
Keselamatan Pasien RS Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto
4. Kesalahan obat harus dilaporkan maksimal 2x24 jam setelah ditemukannya
insiden.
5. Tipe kesalahan yang dilaporkan :
a. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) : terjadinya insiden yang belum terpapar ke
pasien
b. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) : suatu kejadian insiden yang
mengakibatkan cedera pada pasien
6. Kesalahan obat dilaporkan dan ditindaklanjuti mengikuti Standar Prosedur
Operasional Pelaporan Insiden dan Standar Prosedur Operasional Pelaporan Kesalahan
Obat
7. Komite Mutu bertanggung jawab untuk menindaklanjuti laporan kesalahan obat.

XII. KAJIAN PENGGUNAAN OBAT (DRUG UTILIZATION REVIEW)

1. Kajian penggunaan obat merupakan pengkajian sistematik terhadap seluruh aspek


penggunaan obat yang bertujuan untuk menjamin penggunaan obat yang aman dan cost-
effective serta meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Program ini mengevaluasi,
menganalisis dan menginterpretasikan pola penggunaan obat baik secara kuantitatif
maupun kualitatif. Hasil pengakajian selanjutnya menjadi dasar dalam mengidentifikasi
kekurangan dan menyusun strategi untuk perbaikan.
2. Obat-obat yang diprioritaskan untuk ditinjau meliputi : obat yang diduga banyak
digunakan secara tidak rasional, obat mahal dan obat yang sedang dievaluasi apakah
akan dimasukkan, dikeluarkan atau dipertahankan dalam formularium
3. Dalam setiap kali rapat TFT perencanaan dan pemakaian obat harus disajikan dan
didiskusikan untuk mengetahui permasalahan pengadaan dan penggunaan obat yang
sedang terjadi
4. Data-data perencanaan obat dapat dilakukan analisa pareto (analisis ABC).
Pemecahan masalah diutamakan pada kelompok obat yang menyerap biaya tinggi
(kelompok A) dengan sasaran penekanan biaya secara bermakna.
5. Kajian Kuantitatif penggunaan obat perlu dilanjutkan dengan kajian kualitatif untuk
mengetahui sebab dari timbulnya masalah obat, dan bagaimana cara mengatasinya
6. Kajian penggunaan obat harus berlanjut dengan penentuan strategi/intervensi yang
bertujuan untuk memecahkan masalah obat. Intervensi yang dapat dilakukan untuk
memajukan penggunaan obat yang rasional yaitu : edukasi (seminar, diskusi kelompok,
bimbingan perorangan, pelayanan informasi obat), tatalaksana (audit, umpan balik), dan
pembatasan ( penghentian otomatis, pembagian lini penggunaan obat).

XIII. PEDOMAN PENGOBATAN

1. Pedoman pengobatan merupakan bagian dari pedoman pelayanan medik untuk


satu penyakit tertentu yang diterbitkan oleh Departemen. Pedoman itu merupakan
kesepakatan yang didasarkan pada bukti ilmiah disesuaikan sengan kondisi lokal,
disahkan oleh Komite edik, dan harus diikuti oleh semua dokter yang sedang melayani
pasien dengan penyakit tersebut.
2. Pedoman pengobatan yang baik perlu mencakup informasi tentang pengobatan
non-farmakologik, penggunaan obat sesedikit mungkin, pertimbangan pemilihan obat
berdasarkan efektifitas dan biaya, obat yang digunakan tercantum di dalam formularium,
pernyataan obat mana yang masuk lini pertama, kedua dan ketiga, dosis dan lama
pemberian, kontraindikasi dan efek samping, dan tingkat keahlian yang diizinkan
meresepkan obat tertentu.
3. Suatu pedoman pengobatan pertama kali di buat rancangannya oleh tim yang
ditunjuk oleh ketua departemen, kemudian diedarkan ke seluruh staf departemen dan TFT
untuk dikomentari dan disempurnakan, dan terakhir diuji cobakan di dalam pelayanan.
Hasil uji coba diumpan balikan ke seluruh staf medis dan TFT.
4. Agar selalu mengikuti kemajuan dan perkembangan pengobatan yang mutakhir,
maka pedoman pengobatan perlu ditinjau secara berkala, dimulai kembali dengan
penunjukan satu tim oleh kapala departemen, kemudian disempurnakan dan diujicobakan
lagi.

XIV. PENILAIAN OBAT BARU

1. Obat baru harus dinilai aspek kemanjuran, kemanfaatan, keamanan, kualitas dan
harganya. Penilaian obat baru harus dilakukan secara kritis yang bertujuan untuk
memasukkan obat baru itu ke dalam formularium, atau untuk menggantikan obat yang
sudah ada di dalam formularium. Obat baru dapat menggantikan obat lama jika secara
keseluruhan lebih unggul ditinjau dari aspek kemanjuran, kemanfaatan, keamanan,
kualitas dan biayanya
2. Penilaian kemanjuran (efficacy) obat baru dilakukan melalui telaah kritis
kepustakaan. Penilaian kemanfaatan dilakukan melalui in-use trial dalam pelayanan
dengan menghitung seluruh biaya yang timbul akibat penggunaan obat itu (cost-
effectiveness study) dan membandingkannya dengan pengobatan standar. Penilaian
keamanan dilakukan melalui telaah kritis kepustakaan, yang harus diikuti dengan program
pemantauan efek samping di tempat pelayanan. Penilaian kualitas obat jadi dilakukan
dengan memeriksa dokumentasi kendali mutu dari pabrik pembuat sediaan jadi yang
meliputi sifat fisiko-kimia bahan baku,formulasi, uji stabilitas, uji desintegrasi, uji disolusi
dan uji bioavaibilitas dari batch pertama.
3. Sumber informasi yang digunakan dalam telaah kritis harus dapat dipercaya, yaitu
artikel asli yang diterbitkan oleh jurnal kedokteran yang mempunyai mekanisme peer
review, newsletter yang mempunyai reputasi baik dan buku ajar. Informasi yang
diterbitkan atau disponsori oleh perusahaan farmasi perlu di baca dengan cermat karena
terkait dengan promosi yang membesarkan efektifitas dan menutupi efek buruk obat.
4. Sebagai paduan untuk telaah kritsi kepustakaan dapat digunakan lembar check list
agar dapat mengenali letak kesalahan dan bisa dari suatu penelitan. Makin banyak
ditemui kesalahan dan penyimpangan dalam pelaksanaan dan penulisan laporan
penelitian, maka makin sukar untuk dipercayai hasil penelitan tersebut.
5. Instalasi Farmasi bertanggung jawab dalam pengelolaan obat penelitian,
berkoordinasi dengan peneliti agar sesuai dengan protokol yang digunakan.

XV. PROMOSI OBAT

1. Berdasarkan pedoman promosi yang dikeluarkan oleh WHO, klaim promosi obat
harus dapat dipercaya, tak berlebihan, jujur, informatif,seimbang, berdasarkan data
terbaru, dapat diperiksa kebenarannya, dan dilakukan dengan cara-cara yang baik.
2. Cara promosi obat yang baik adalah memberi kesempatan kepada perusahaan
obat untuk menyampaikan informasi tentang obat yang dipromosikan di hadapan TFT dan
staf medis di Departemen kemudian dilanjutkan dengan tinjauan secara ilmiah oleh staf
medis, ahli farmakologi atau apoteker
3. Tata kelola obat sampel dilakukan oleh Instalasi Farmasi
4. Promosi yang dilakukan dengan cara menjanjikan insentif kepada dokter, atau
institusi melalui peresepan obat merupakan tindakan yang harus dihindari dan diberi
sanksi.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada Tanggal : 11 Januari 2016

Kepala RS Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto

Tembusan : dr.Terawan Agus Putranto,SpRad (K)


Brigadir Jenderal TNI
1. Ketua Komite Medik RS Kepresidenan RSPAD Gatot
Soebroto
2. Ketua BP RS Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto
3. Ka SPI, Ses, Para Dirbin RS Kepresidenan RSPAD Gatot
Soebroto
4. Ketua Komite Riset RS Kepresidenan RSPAD Gatot
Soebroto
5. Para Kadep / Kainstal RS Kepresidenan RSPAD Gatot
Soebroto
6. Kalak YMU Paviliun RS Kepresidenan RSPAD Gatot
Soebroto

Anda mungkin juga menyukai