Anda di halaman 1dari 30

A.

Konsep Keluarga

1. Pengertian Keluarga

Banyak ahli menguraikan pengertian tentang keluarga. Terdapat pengertian

yang berbeda dalam hal mendefinisikan tentang keluarga. UU. No. 10 tahun 1992

mendefinisikan keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-

istri, atau suami-istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Pakar

konseling dari yogyakarta, Sayekti (1994) mendefinisikan keluarga adalah suatu

ikatan/ persekutuan hidup atas dasar perkawinan antar orang dewasa yang berlainan

jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau perempuan yang sudah sendirian

dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi yang tinggal dalam sebuah

rumah tangga.

Dep.Kes. RI (1988) mendefinisikan keluarga adalah unit terkecil dari

masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga beserta beberapa orang anggotanya yang

terkumpul dan tinggal dalam satu tempat karena pertalian darah, ikatan perkawinan,

atau adopsi yang satu sama lainnya saling tergantung dan beriteraksi. Friedman (1998)

mendefinisikan keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama

dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-

masing yang merupakan bagian dari keluarga. Bailon dan Maglaya (1989)

mendefiniskan keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena

hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam

suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam peranannya masing-

masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan. Effendy (2005),

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan

beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam

keadaan saling ketergantungan.


Pengertian yang disampaikan para ahli terdapat beberapa persamaan antara lain

antara Sayekti (1994), Dep. Kesehatan. RI (1988), Bailon dan Maglaya (1989) dan

Effendi (2005) yaitu keluarga tergabung karena adanya hubungan perkawinan. namun

terdapat perbedaan pandangan yaitu pandangan dari Friedman (1998) yang tidak

menyebutkan secara spesifik adanya hubungan perkawinan dalam rumah tangga, hanya

menyebutkan adanya keterikatan aturan dan emosional, tetapi pada prinsipnya sama

yaitu adanya perkumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama, adanya aturan

didalamnya, dan adanya interaksi antar anggota keluarga.

Dari beberapa pengertian tentang keluarga tersebut di atas maka dapat

disimpulkan bahwa keluarga adalah :

1) Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan

atau adopsi.

2) Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap

memperhatikan satu sama lain.

3) Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai

peran sosial

a. Tujuan dasar keluarga

Bergabungnya dua orang atau lebih yang membentuk keluarga, mempunyai

suatu tujuan. Menurut Friedman (1998) tujuan utama keluarga adalah sebagai

perantara yaitu menanggung semua harapan dan kewajiban-kewajiban

masyarakat serta membentuk dan mengubah sampai taraf tertentu hingga dapat

memenuhi kebutuhan dan kepentingan setiap individu dalam keluarga.

b. Struktur keluarga

Struktur keluarga menurut Effendy (1998:33) terdiri dari bermacam-

macam, diantaranya: patrilineal, matrilineal, matrilokal, patrilokal dan keluarga


kawinan.

Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah

dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah,

sedangkan matrilineal adalah sama dengan patrilineal hanya hubungan disusun

berdasarkan garis ibu. Matrilokal merupakan sepasang suami-istri yang tinggal

dengan keluarga sedarah istri berbeda dengan patrilokal merupakan kebalikan

dari matrilokal yang tinggal dengan keluarga sedarah suami. Sedangkan keluarga

kawinan adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga dan

beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan

dengan suami atau istri.

c. Ciri ciri struktur keluarga

Struktur keluarga mempunyai ciri-ciri khusus, menurut Effendy (1998:33)

yang mengutip dari Anderson Carter, ciri-ciri struktur keluarga adalah:

terorganisasi dimana antar anggota keluarga saling ketergantungan antara

anggota keluarga. Kedua, ada keterbatasan yaitu setiap anggota memiliki

kebebasan tetapi mereka juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan

fungsi dan tugasnya masing-masing. Kektiga. Ada perbedaan dan kekhususan

yaitu setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan fungsinya masing-masing.

d. Type-type keluarga

Tipe atau bentuk keluarga berbeda menurut pandangan dan keilmuan serta

orang yang mengelompokkannya. Menurut Suprajitno, SKp (2004:2), tipe

keluarga dibagi menjadi 2 kelompok yaitu : 1. kelompok tradisional, 2. Kelompok

non tradisional.

Kelompok tradisional dibagi menjadi 2 yaitu : Keluarga inti (Nuclear

Family) yaitu keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu dan anak yang diperoleh
dari keturunannya atau diadopsi atau keduanya. dan keluarga besar (Extendeed

Family) yaitu keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih

mempunyai hubungan darah (kakek-nenek, paman-bibi).

Sedangkan kelompok kedua (Non Traditional) yaitu kelompok tradisional

dengan perkembangannya ditambah dengan kelompok lain yaitu: keluarga

bentukan kembali (Dyadic Family) yaitu keluarga baru yang terbentuk dari

pasangan yang telah bercerai atau kehilangan pasangannya, orang tua tunggal

(Single Parent Family) yaitu keluarga yang terdiri dari salah satu orang tua

dengan anak-anaknya akibat perceraian atau ditinggal pasangannya, ibu dengan

anak tanpa perkawinan yang sah (The unmarried teenage mother), orang dewasa

laki-laki atau perempuan yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah (The single

adult living alone), keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (The non

marital heterosecual cohabiting family) dan keluarga yang dibentuk oleh

pasangan yang berjenis kelamin sama (gay and lesbian family).

Terdapat perbedaan dengan teori lain seperti yang disampaikan oleh

Effendy (1998:33) yang membagi tipe keluarga menjadi 6 tipe/ bentuk keluarga,

yaitu: Keluarga inti (Nuclear family) yaitu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu,

dan anak-anak. Keluarga besar (Exstended family) yaitu keluarga inti ditambah

dengan sanak saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu,

paman, bibi dan sebagainya.

Berbeda dengan keluarga berantai (Serial family) yaitu keluarga yang terdiri

dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu

keluarga inti. Keluarga duda/janda (single family) yaitu keluarga yang terjadi

karena perceraian atau kematian, jika suami meninggal maka yang ada adalah

keluarga janda dan bila istri meninggal maka yang terbentuk adalah keluarga
duda, bila bentuk keluarga yang terjadi kerena perceraian maka akan terbentuk

dua keluarga yaitu keluarga duda dan keluarga janda. Keluarga berkomposisi

(Composite) yaitu keluarga yang perkawinannya berpoligami dan hidup secara

bersama, poligami yaitu satu orang pria dengan lebih dari satu istri dan masih

hidup bersama. Keluarga kabitas (Cahabitation) yaitu dua orang menjadi satu

tanpa pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.

e. Tahap dan tugas perkembangan keluarga

Setiap keluarga mempunyai tahap perkembangan dan tugas perkembangan

sendiri dan mempuyai ciri yang berbeda dengan yang lain. Terdapat beberapa

teori tentang tahap dan tugas perkembangan keluarga, yaitu: menurut Carter dan

McGoldrick (1989), tahap perkembangan terdiri dari : keluarga antara masa bebas

(pacaran) dewasa muda, terbentuknya keluarga baru melalui suatu perkawinan,

keluarga yang memiliki anak usia muda (anak usia bayi sampai sekolah), keluarga

yang memiliki anak dewasa, keluarga yang mulai melepaskan anaknya untuk

keluar rumah, keluarga lansia.

Sedangkan menurut Duvall (1989), tahap perkembangan keluarga dibagi

dalam 8 tahap perkembangan yaitu: keluarga baru menikah, keluarga dengan anak

baru lahir (usia anak tertua sampai 30 tahun), keluarga dengan anak prasekolah

(usia anak tertua 2 tahun -5 tahun), keluarga dengan anak usia sekolah (usia

anak tertua 6-12 tahun), keluarga mulai melepaskan anak sebagia dewasa (anak-

anaknya mulai meninggalkan rumah), keluarga yang hanya terdiri dari orang tua

saja/ keluarga usia pertengahan (semua anak meninggalkan rumah), keluarga

lansia.

Tahap perkembangan keluarga baru menikah, tahap ini dimulai dari

pernikahan yang dilanjutkan dalam membentuk rumah tangga. Dalam tahap ini
keluarga mempunyai tugas perkembangan yaitu membina hubungan intim yang

memuaskan pasangannya, membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan

keluarga sosial.

Tahap perkembangan yang kedua, keluarga keluarga dengan anak baru

lahir. Yaitu ditandai dengan kelahiran anak pertama sampai dengan 30 bulan.

Tugas perkembangan keluarga ini adalah mempersiapkan menjadi orang tua,

adaptasi dengan perubahan adanya anggota keluarga, interaksi keluarga,

hubungan seksual dan kegiatan, mempertahankan hubungan dalam rangka

memuaskan pasangannya.

Tahap perkembangan selanjutnya adalah keluarga dengan anak usia pra

sekolah. Pada tahap ini mempunyai tugas perkembangan memenuhi kebutuhan

anggota keluarga, misal kebutuhan tempat tinggal, privasi dan rasa aman,

membantu anak untuk bersosialisasi, beradaptasi dengan anak yang beru lahir,

sementara kebutuhan anak yang lain yang lebih tua juga harus terpenuhi,

mempertahankan hubungan yang sehat baik didalam maupun diluar keluarga,

pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak, pembagian tanggung jawab

anggota keluarga, merencanakan kegiatan dan waktu untuk menstimulasi

pertumbuhan dan perkembangan anak.

Tahap perkembangan yang keempat adalah keluarga dengan anak usia

sekolah. Tugas perkembangan pada tahap ini adalah membantu sosialisasi anak

terhadap lingkungan luar rumah, sekolah dan lingkungan lebih luas ( yang tidak

diperoleh dari sekolah atau masyarakat ), tugas yang lain adalah mempunyai

keintiman pasangan, memenuhi kebutuhan yang meningkat termasuk biaya

kehidupan dan kesehatan anggota keluarga.

Tahap perkembangan selanjutnya adalah keluarga dengan anak remaja.


Tugas perkembangan pada tahap ini adalah memberikan kebebasan yang

seimbang dan bertanggung jawab mengingat anak remaja adalah sorang dewasa

muda dan mulai memiliki otonomi, mempertahankan hubungan intim dalam

keluarga, mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua,

mempersiapkan perubahan sistem peran dan peraturan (anggota) keluarga untuk

memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anggota keluarga.

Tahap perkembangan yang keenam adalah keluarga mulai melepaskan anak

sebagai dewasa. Tugas dalam tahap ini adalah memperluas jaringan keluarga dari

keluarga inti menjelaskan keluarga besar, mempertahankan keintiman pasangan,

membantu anak untuk mandiri sebagai keluarga baru di masyarakat, penataan

kembali peran orang tua dan kegiatan dirumah.

Tahap perkembangan selanjutnya adalah keluarga dengan usia pertengahan.

Pada tahap ini mempunyai tugas perkembangan mempertahankan kesehatan

individu dan pasangan usia pertengahan, mempertahankan hubungan yang serasi

dan memuaskan dengan anak-anaknya dan sebaya, meningkatkan keakraban

pasangan.

Tahap perkembangan yang terakhir atau yang kedelapan adalah keluarga

usia tua. Tugas pada perkembangan ini adalah mempertahankan suasana

kehidupan rumah tangga yang saling menyenangkan pasangan, adaptasi dengan

perubahan yang akan terjadi, kehilangan pasangan, kekuatan fisik dan

penghasilan keluarga, mempertahankan keakraban pasangan dan saling merawat

dan melak life review masa lalu.

f. Pemegang kekuasaan dalam keluarga

Pemegang kekuasaan dalam tiap keluarga berbeda dalam mengatur

kehidupan dalam keluarga. Effendy (1998:34) membagi pemegang kekuasaan


dalam rumah tangga atau keluarga dengan tiga jenis yaitu keluarga patriakal, yang

dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah pihak ayah. Sementara

pada keluarga matriakal pihak ibu lebih dominan dan sebagai pemegang

kekuasaan. Dan yang ketiga adalah equalitarian yaitu keluarga yang dalam

keluarga ayah dan ibu sama-sama memegang kekuasaan.

g. Peran Keluarga

Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal,

sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi

tertentu. Effendy (1998: 34) membagi peranan keluarga dalam tiga peranan yaitu

peranan ayah, peranan ibu dan juga peranan anak. Peranan ayah adalah sebagai

suami dari istri dan ayah dari anak-anak, berperan sebagai pencari nafkah,

pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai

anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari

lingkungan.

Peranan ibu adalah sebagai istri dari suami dan ibu dari anak-anaknya, ibu

mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan

pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan

sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, di samping itu

juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarga,

Apabila dalam keluarga sudah mempunyai anak, maka selain ada peranan ayan,

peranan ibu, juga ada peranan anak.

Sedangkan Peranan anak adalah melaksanakan peranan psiko-sosial

sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spriritual.
h. Fungsi keluarga

Terbentuknya keluarga mempunyai berbagai fungsi dalam menunjang

kehidupan dalam Keluarganya. Beberapa ahli mempunyai perbedaan dalam

menyebutkan fungsi dalam keluarga.

Friedman ( 1998:13 ) mengidentifikasikan lima fungsi dasar keluarga,

yaitu: Fungsi afektif. Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal

keluarga, yang merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk

pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan melaksanakan fungsi afektif

tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Tiap

anggota keluarga saling mempertahankan iklim yang positif. Komponen yang

perlu dipenuhi oleh keluarga dalam melaksanakan fungsi afektif adalah; saling

mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling menrima, saling mendukung, saling

menghargai, dan ikatan antar anggota keluarga dikembangkan melalui proses

identifikasi dan penyesuaian pada berbagai aspek kehidupan anggota keluarga.

Dari aspek fungsi afektif dapat disimpulkan bahwa fungsi afek merupakan

sumber energi yang menentukan kebahagiaan keluarga. Keretakan keluarga,

kenakalan anak atau masalah keluarga timbul karena fungsi afektif yang tidak

terpenuhi.

Fungsi sosialisasi. Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan

yang dilalui individu, yang menghasilkan interaksi social dan belajar berperan

dalam lingkungan social (Friedman, 1998:13). Keberhasilan perkembangan

individu dan keluarga dicapai melalui interaksi atau hubungan antar anggota

keluarga yang diwujudkan dalam sosialisasi.


Fungsi Reproduksi. Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan

keturunan dan menambah sumber daya manusia. Dengan adanya program

keluarga berencana maka fugsi ini sedikit terkontrol.

Fungsi Ekonomi. Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk

memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga, seperti kebutuhan akan makan,

pakaian, dan tempat untuk berlindung (rumah).

Fungsi Perawatan Kesehatan. Keluarga juga berfungsi untuk

melaksanakan praktek asuhan kesehatan yaitu untuk mencegah terjadinya

gangguan kesehatan dan atau merawat anggota keluarga yang sakit. Kemampuan

keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan mempengaruhai status kesehatan

keluarga. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup

menyelesaikan masalah kesehatan keluarga.

Berdasarkan fungsi perawatan keluarga inilah yang kemudian

dikembangkan menjadi tugas keluarga dibidang kesehatan. Adapun tugas

kesehatan keluarga (Friedman, 1998) adalah; mengenal masalah kesehatan,

membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat, memberi perawatan pada

anggota keluarga yang sakit, mempertahankan atau menciptakan suasana rumah

yang sehat dan mempertahankan hubungan dengan (menggunakan ) fasilitas

kesehatan masyarakat.

Fungsi keluarga menurut ahli yang lain yaitu Effendy (1998:35), membagi

fungsi keluarga menjadi fungsi biologis, fungsi psikologis, fungsi sosialisasi,

fungsi ekonomi dan fungsi pendidikan. Fungsi biologis keluarga adalah untuk

meneruskan keturunan, memelihara dan membesarkan anak. Memenuhi


kebutuhan gizi keluarga dan memelihara serta merawat anggota keluarga juga

merupakan fungsi biologis yang dapat dijalankan keluarga (Effendy, 1998:35).

Fungsi psikologis yang dapat dijalankan keluarga adalah memberikan

kasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian di antara anggota keluarga,

membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga serta memberikan identitas

keluarga. Adapun fungsi sosialisasi keluarga yaitu membina sosial pada anak,

membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak

dan yang krusial adalah menaruh nilai-nilai budaya keluarga (Effendy, 1998:35).

Keluarga juga mempunyai fungsi ekonomi yaitu mencari sumber-sumber

penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan pengaturan penggunaan

penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Kebutuhan keluarga

tidak hanya sesaat, tetapi terus berlanjut sehingga keluarga perlu dapat mengatur

ekonomi keluarga sehingga dapat menunjang kehidupan baik sekarang maupun

yang akan datang. Untuk mempersiapkan kebutuhan yang akan datang, keluarga

dapat menabung yang berguna untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga

di masa yang akan datang, misalnya pendidikan anak-anak, jaminan hari tua dan

sebagainya (Effendy, 1998:35).

Memasuki taraf anak sekolah dan dewasa, keluarga mempunyai fungsi

pendidikan. Dalam hal ini fungsi keluarga adalah menyekolahkan anak untuk

memberikan pengetahuan, ketrampilan dan membentuk perilaku anak sesuai

dengan bakat dan minat yang dimiliki dan berguna untuk mempersiapkan anak

dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa. Keluarga juga melaksanaan

fungsi pendidikan baik di rumah maupun diluar rumah dengan cara mendidik

anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya (Effendy, 1998:35).


Dari berbagai fungsi di atas, Effendy (1998:36) menyebutkan tiga fungsi

pokok keluarga terhadap anggotanya yaitu asih, asuh dan asah. Asih adalah

memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman, kehangatan kepada anggota

keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang sesuai usia

dan kebutuhannya.

Asuh adalah memenuhi kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak agar

kesehatannya selalu terpelihara, sehingga diharapkan menjadikan mereka anak-

anak yang sehat baik fisik, mental, sosial dan spiritual. Sedangkan asah adalah

memenuhi kebutuhan pendidikan anak, sehingga siap menjadi manusia dewasa

yang mandiri dalam mempersiapkan masa depannya, misalnya dengan

menyekolahkan anak-anak (Effendy, 1998:36).

Indonesia dalam fungsi keluarga membagi menjadi delapan (UU No. 10.

tahun 1992 jo PP No.21 tahun 1994:14) yaitu: fungsi keagamaan. Keluarga

berfungsi dalam membina, menerjemahkan, memberi contoh konkret dalam

kehidupan sehari-hari, melengkapi dan menambah proses kegiatan belajar

keagamaan dan membina rasa, sikap dan praktik kehidupan keluarga beragama.

Hal ini dalam keluarga sebagai fondasi menuju keluarga kecil bahagia dan

sejahtera.

Keluarga sebagai fungsi budaya yaitu membina dalam meneruskan norma

dan budaya masyarakat dan bangs, membina dalam menyaring budaya asing yang

tidak sesuai, membina dalam pemecahan masalah dari pengaruh negatif

globalisasi, membina agar berperilaku positif dan membina budaya yang sesuai

dengan kebutuhan Indonesia yang selaras, sesuai dan seimbang.


Dalam fungsi cinta kasih didalam keluarga, dengan

menumbuhkembangkan potensi kasih sayang, membina tingkahlaku, membina

praktik kecintaan terhadap kehidupan ukhrowi dan mampu memberi dan

menerima kasih sayang sebagai pola hidup yang ideal.

Fungsi perlindungan, dengan memberi rasa aman keluarga baik fisik

maupun psikis dan menjadikan stabilitas dan keamanan keluarga. Fungsi

reproduksi, membina sebagai wahana reproduksi sehat dengan memberikan

contoh kaidah kaidah pembentukan keluarga baik yang berkaitan dengan

melahirkan, jarak anak, jumlah ideal anak dalam keluarga sebagai modal kondusif

keluarga. Fungsi sosialisasi, membina proses sosialisasi dalam meningkatkan

kematangan dan kedewasaan anak sehingga dapat bermanfaat positif.

Keluarga berfungsi ekonomi, melakukan kegiatan ekonomi, mengelola,

mengatur hasil kegiatan ekonomi sebagai modal dalam mewujudkan keluarga

kecil bahagia dan sejahtera. Fungsi pelestarian lingkungan, dengan membina

kesadaran, sikap, praktik perilaku pelestarian lingkungan.

Dari berbagai literatur diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga

mempunyai bermacam fungsi yang bertujuan dalam mewujudkan keluarga yang

penuh dengan sifat asah, asih dan asuh sehingga dapat terpenuhi tujuan dalam

pembentukan keluarga yang sejahtera.

i. Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan

Keluarga dalam masalah kesehatan mempunyai tugas pemeliharaan

kesehatan para anggotanya dan saling memelihara. Suprajitno (2004:16)

membagi 5 tugas kesehatan yang harus dilakukan oleh keluarga yaitu mengenal

gangguan atau masalah perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga, setelah


mengenal keluarga diharapkan mampu mengambil keputusan untuk melakukan

tindakan yang tepat. keluarga juga bertugas memberi keperawatan kepada

anggota keluarganya yang sakit dan yang tidak dapat membantu dirinya karena

cacat atau usia yang terlalu muda.

Dalam hal lingkungan untuk menjamin kesehatan, keluarga diharapkan

dapat memodifikasi lingkungan sehingga tidak terjadi dampak dari lingkungan

yang tidak sehat baik didalam maupun diluar rumah. Suprajitno (2004:18)

menambahkan keluarga memannfaatkan dengan baik fasilitas-fasilitas kesehatan

dalam menjamin kondisi yang sehata didalam keluarga.

2. Proses Keperawatan Keluarga

Menurut Bailon dan Maglaya (1978:2) dalam proses keperawatan keluarga

terdapat berbagai bentuk proses keperawatan kesehatan dimana perawatan kesehatan

keluarga adalah tingkat perawatan kesehatan masyarakat yang ditujukan atau

dipusatkan pada keluarga sebagai unit terkecil d\atau satu kesatuan yang dirawat,

dengan sehat sebagi tujuannya dan melalui perawatan kesehatan sebagai sarananya.

Sedangkan menurut Effendi (1998:46) Proses keperawatan adalah metode ilmiah yang

digunakan secara sistematis untuk mengkaji dan menentukan masalah kesehatan dan

keperawatan keluarga, merencanakan asuhan keperawatan dan melaksanakan

intervensi terhadap keluarga sesuai dengan rencana yang telah disusun dan

mengevaluasi mutu hasil asuhan keperawatan yang dilaksanakan terhadap keluarga.

Proses keperawatan merupakan pusat bagi semua tindakan keperawatan, yang

dapat diaplikasikan dalam situasi apa saja, dalam kerangka referensi tertentu, konsep

tertentu, teori atau falsafah (Yora & Walsh, 1979 dikutip oleh Friedman, 1998:54).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perawatan kesehatan keluarga

dipusatkan pada keluarga dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan keluarga

dalam status kesehatan keluarga.

Proses keperawatan keluarga terdapat beberapa langkah yang disusun secara

sistematis untuk menggambarkan perkembangan dari tahap ke tahap. Menurut

Friedman (1998: 55) membagi proses keperawatan kedalam lima tahap yang terdiri dari

pengkajian terhadap keluarga, identifikasi masalah keluarga dan individu atau diagnosa

keperawatan, rencana perawatan, implemntasi rencana pengerahan sumber-sumber dan

evaluasi perawatan.

Effendi (1998:45) menambahkan, dalam melakukan asuhan keperawatan

kesehatan keluarga dengan melalui membina hubungan kerjasama yang baik dengan

keluarga yaitu dengan mengadakan kontrak dengan keluarga, menyampaikan maksud

dan tujuan, serta minat untuk membantu keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan

keluarga, menyatakan kesediaan untuk membantu memenuhi kebutuhan kebutuhan

kesehatan yang dirasakan keluarga dan membina komunikasi dua arah dengan

keluarga.

a. Pengkajian

Pengkajian adalah suatu tahapan ketika seorang perawat mengumpulkan

informasi secara terus menerus tentang keluarga yang dibinanya (Suprajitno,

2004:29). Pengkajian merupakan langkah awal pelaksanaan asuhan keperawatan

keluarga. Agar diperoleh data pengkajian yang akurat dan sesuai dengan keadaan

keluarga, perawat diharapkan menggunakan bahasa ibu (bahasa yang digunakan

sehari-hari), lugas dan sederhana (Suprajitno: 2004).


Kegiatan yang dilakukan dalam pengkajian meliputi pengumpulan

informasi dengan cara sistematis dengan menggunakan suatu alat pengkajian

keluarga, diklasifikasikan dan dianalisa (Friendman, 1998: 56)

1) Pengumpulan data

a) Identitas keluarga yang dikaji adalah umur, pekerjaan, tempat tinggal, dan

tipe keluarga.

Pada umumnya penderita hipertensi merupakan penyakit yang

dipengaruhi oleh pola hidup terutama pola hidup yang salah, pola hidup

yang berhubungan dengan emosi yang negative seperti emosi yang tidak

terkendali atau temperamental, ambisius, pekerja kerasyang tidak tenang,

takut dan kecemasan yang berlebihan (Indomedia, 2002).

b) Latar belakang budaya /kebiasaan keluarga

(1) Kebiasaan makan

Kebiasaan makan ini meliputi jenis makanan yang dikosumsi oleh

Keluarga. Pada keluarga dengan hipertensi sering dijumpai pola makan

yang tidak benar seperti mengkosumsi makanan yang banyak

mengandung zat pengawet ,makanan yang asin serta emosi yang negatif

(2) Pemanfaatan fasilitas kesehatan

Perilaku keluarga didalam memanfaatkan fasilitas kesehatan merupakan

faktor yang penting dalam penggelolaan penyakit hipertensi. Adanya

sumber pelayanan kesehatan digunakan untuk upaya pencegahan dan

pengobatan dini karena dapat mencegah timbulnya komplikasi

(Rokhaeni,2001:115).
(3) Pengobatan tradisional

Keluarga dapat mengobati hipertensi dengan pengobatan tradisional,

yaitu minum sari bawang putih yang ditumbuk halus dan diberi air

secukupnya di minum pagi dan sore (Hariadi, 2001:26). Hipertensi akan

menjadi parah dan menimbulkan komplikasi bila pasien tidak memilih

pengobatan tradisional hipertensi yang benar dan tepat justru akan

memperparah dan bahkan akan menimbulkan gangguan pada organ lain

seperti hati, ginjal dan lambung.

c) Status Sosial Ekonomi

(1) Pendidikan

Tingkat pendidikan keluarga mempengaruhi keluarga dalam mengenal

hipertensi beserta pengelolaannya. berpengaruh pula terhadap pola pikir

dan kemampuan untuk mengambil keputusan dalam mengatasi masalah

dangan tepat dan benar.

(2) Pekerjaan dan Penghasilan

Penghasilan yang tidak seimbang juga berpengaruh terhadap keluarga

dalam melakukan pengobatan dan perawatan pada angota keluarga yang

sakit salah satunya disebabkan karena hipertensi. Menurut

(Effendy,1998) mengemukakan bahwa ketidakmampuan keluarga

dalam merawat anggota keluarga yang sakit salah satunya disebabkan

karena tidak seimbangnya sumber-sumber yang ada pada keluarga.

d) Tingkat perkembangan dan riwayat keluarga

Riwayat keluarga mulai lahir hingga saat ini. termasuk riwayat

perkembangan dan kejadian serta pengalaman kesehatan yang unik atau


berkaitan dengan kesehatan yang terjadi dalam kehidupan keluarga yang

belum terpenuhi berpengaruh terhadap psikologis seseorang yang dapat

mengakibatkan cemas stres(friedmen, 1998:125).

e) Aktifitas

aktifitas fisik yang keras dapat menambah terjadinya peningkatan tekanan

darah. Serangan hipertensi dapat timbul sesudah atau waktu melakukan

kegiatan fisik, seperti olah raga.

f) Data Lingkungan

(1) Karakteristik rumah

Cara memodifikasikan lingkungan fisik yang baik seperti lantai rumah,

penerangan dan fentilasi yang baik dapat mengurangai factor penyebab

terjadinya hipertansi dan juga ketenangan dalam rumah tangga dapat

memperkecil serangan hipertensi.

(2) Karakteristik Lingkungan

Menurut (friedman,1998 :22) derajad kesehatan dipengaruhi oleh

lingkungan. Ketenangan lingkungan sangat mempengaruhi derajat

kesehatan tidak terkecuali pada hipertensi

(3) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat

Masalah dalam keluarga dapat menjadi salah satunya faktor pencetus

terjadinya hipertensi dimana akan menyebabkan cemas merupakan

factor resiko hipertensi

g) Struktur Keluarga

(1) Pola komunikasi

Menurut (Nursalam, 2001:26) Semua interaksi perawat dengan

pasien adalah berdasarkan komunikasi. Istilah komunikasi teurapetik


merupakan suatu tekhnik diman usaha mengajak pasien dan keluarga

untuk bertukar pikiran dan perasaan. Tekhnik tersebut mencakup

ketrampilan secara verbal maupun non verbal, empati dan rasa

kepedulian yang tinggi.

(2) Struktur Kekuasaan

Kekuasaan dalam keluarga mempengaruhi dalam kondisi

kesehatan, kekuasaan yang otoriter dapat menyebabkan stress

psikologik yang mempengaruhi dalam hipertensi.

(3) Struktur peran

Bila anggota keluarga menerima dan konsisten terhadap peran

yang dilakukan, maka ini akan membuat anggota keluarga puas atau

tidak ada konflik dalam peran, dan sebaliknya bila peran tidak dapat

diterima dan tidak sesuai dengan harapan maka akan mengakibatkan

ketegangan dalam keluarga (Friedman, 1998).

h) Fungsi Keluarga

(1) Fungsi afektif

Keluarga yang tidak menghargai anggota keluarganya yang

menderita hipertensi, maka akan menimbulkan stressor tersendiri bagi

penderita. Hal ini akan menimbulkan suatu keadaan yang dapat

menambah seringnya terjadi serangan hipertensi karena kurangnya

partisipasi keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit

(Friedman, 1998).
(2) Fungsi sosialisasi .

Keluarga memberikan kebebasan bagi anggota keluarga yang

menderita hipertensi dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.

Bila keluarga tidak memberikan kebebasan pada anggotanya, maka

akan mengakibatkan anggota keluarga menjadi sepi. Keadaan ini

mengancam status emosi menjadi labil dan mudah stress.

i) Fungsi kesehatan

Pengetahuan keluarga tentang penyakit dan penanganannya

(1) Mengenal masalah kesehatan

Ketidaksanggupan keluarga mengenal masalah kesehatan pada

keluarganya, salah satunya adalah disebabkan karena kurang

pengetahuan (Effendy, 1998:50). Bila keluarga tidak mampu

mengenali masalah hipertensi yang disertai anggota keluarganya, maka

hipertensi akan berakibat terjadinya komplikasi.

(2) Mengambil keputusan.

Ketidaksanggupan keluarga mengambil keputusan dalam

melakukan tindakan yang tepat, disebabkan karena tidak memahami

mengenai sifat, berat dan luasnya masalah tidak begitu menonjol

(Eendy, 1998:50).

(3) Merawat anggota keluarga yang sakit

Ketidakmampuan merawat anggota keluarga yang sakit

disebabkan karena tidak mengetahui keadaan penyakit, misalnya

komplikasi, progrfosis, cara perawatan dan sumber-sumber yang ada

dalam keluarga.
(4) Memelihara lingkungan rumah yang sehat

Keluarga diharapkan mengetahui keuntungan atau manfaat

pemeliharaan lingkungan yang sehat, dan menyadarinya sebagai salah

satu media perawatan bagi anggota keluarga yang sakit.

Lingkungan rumah yang berdebu dan asap rokok bisa menjadi

pemicu serangan hipertensi (Sundaru, 2001). Dengan melihat hal

tersebut, keluarga harus mampu memodifikasi lingkungan yang sehat

dan nyaman bagi penderita hipertensi.

(5) Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada

Pengetahuan keluarga tentang keberadaan dan keuntungan

yang didapat dari fasilitas-fasilitas kesehatan, sangat berpengaruh

terhadap penderita hipertensi. Fasilitas kesehatan di masyarakat sangat

berperan daiam hal ini, juga saat penderita hipertensi memerlukan

pengobatan.

j) Pola istirahat tidur

Istirahat tidur seseorang akan terganggu manakala sedang mengalami

masalah yang belum terselesaikan. Pada penderita hipertensi, gangguan

istirahat tidur sering diakibatkan oleh sesak nafas dan batuk. Tidak

terpenuhinya kebutuhan istirahat tidur beresiko memperburuk keadaan

hipertensi.

k) Pemeriksaan fisik anggota keluarga

Sebagaimana prosedur pengkajian yang komprehensif, pemeriksaan

fisik juga dilakukan menyeluruh dari ujung rambut sampai kuku. Setelah

ditemukan masalah kesehatan, pemeriksaan fisik lebih difokuskan lagi pada

pemeriksaan sistem pernafasan terutama pada penderita hipertensi


dikarenakan dengan adanya hipertensi dapat terjadi peningkatan tekanan

intra kranial yang dapat menyebabkan kelainan pada syaraf yang

mempersyarafi pada pernafasan.

l) Koping keluarga

Bila ada stressor yang muncul dalam keluarga, sedangkan koping

keluarga tidak efektif, maka ini akan menjadi stress anggota keluarga yang

berkepanjangan. Salah satu pencegahan agar serangan hipertensi tidak

sering muncul adalah dengan mencegah timbulnya stress (Tanjung, 2003).

b. Diagnosa keperawatan

Menurut pendapat Friedman (1998:59) diagnosa keperawatan keluarga

merupakan perpanjangan dari diagnosa-diagnosa keperawatan terhadap sistem

keluarga dan merupakan hasil dari pengkajian. Diagnosa keperawatan keluarga di

dalamnya termasuk masalah-masalah kesehatan yang aktual dan potensial.

Doenges (1999) mendefinisikan diagnosa keperawatan adalah cara

mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi kebutuhan pasien serta respon

terhadap masalah aktual dan resiko tinggi.

Dengan pengertian diatas yang telah disampaikan para ahli, keluarga

merupakan satu tipe kelompok dimana diagnosa keperawatan dapat diberlakukan,

meskipun demikian, diagnosa keperawatan masih berorientasi pada individu.

Diagnosa yang mungkin muncul dalam keluarga dengan penyakit hipertensi

menurut Doenges (2000:152) antara lain nyeri kepala, insomnia, gang perfusi

jaringan, penurunan curah jantung, intoleransi aktifitas, nyeri dada dan resti injuri

(diplopia).
1) Prioritas masalah

Menurut Effendy (1998:52) hal-hal yang perlu diperhatikan dala

penyusunan prioritas masalah adalah tidak mungkin masalah-masalah

kesehatan dan keperawatan yang ditemukan dalam keluarga diselesaikan

sekaligus, perlu mempertimbangkan masalah-masalah yang dapat mengancam

kesehatan seperti masalah penyakit.

Mempertimbangkan respon dan perhatian keluarga terhadap asuhan

keperawatan keluarga yang diberikan, keterlibatan anggota keluarga dalam

memecahkan masalah yang mereka hadapi, sumber daya keluarga yang dapat

menunjang pemecahan masalah kesehatan atau keperawatan keluarga serta

yang tidak kalah pentingya adalah pengetahuan dan kebudayaan keluarga.

2) Kriteria prioritas masalah

penyusunann prioritas masalah kesehatan dan keperawatan keluarga,

didasarkan pada beberapa kriteria. Menurut Effendy (1998:52-54), kriteria yang

menjadi dasar prioritas masalah adalah sifat masalah, kemungkinan masalah

dapat diubah, potensial masalah untuk dicegah dan menonjolnya masalah.

Sifat masalah dikelompokkan menjadi ancaman kesehatan, tidak atau

kurang sehat, dan krisis. Dalam menentukan sifat masalah, bobot yang paling

besar diberikan pada keadaan sakit atau yang mengancam kehidupan keluarga,

yaitu keadaan sakit kemudian baru diberikan kepada hal-hal yang mengancam

kesehatan keluarga dan selanjutnya pada situasi krisis dalam keluarga di mana

terjadi situasi yang menuntut penyesuaian dalam keluarga (Efiendy, 1998:54).

Sedangkan kemungkinan masalah hipertensi dapat diubah, adalah

kemungkinan keberhasilan mengurangi atau mencegah masalah yang

berhubungan dengan hipertensi jika dilakukan intervensi. Faktor-faktor yang


dapat mempengaruhi masalah hipertensi dapat diubah adalah faktor

pengetahuan dan tindakan untuk menangani masalah hipertensi, sumber daya

keluarga, di antaranya adalah keuangan, tenaga, sarana dan prasarana. Selain itu

sumber daya perawatan, diantaranya adalah pengetahuan dan keterampilan

dalam penanganan masalah keperawatan serta waktu dan sumber daya

masyarakat, dapat dalam bentuk fasilitas, organisasi seperti posyandu, polindes,

dan sebagainya juga menjadi faktor yang mempengaruhi kemungkinan masalah

hipertensi untuk diubah (Effendy, 1998:54).

Potensial masalah hipertensi untuk dicegah, adalah sifat dan beratnya

masalah berhubungan dengan hipertensi yang timbul dan dapat dikurangi atau

dicegah melalui tindakan keperawatan, misalnya dengan memberikan informasi

tentang hipertensi, cara mencegah terjadinya serta menganjurkan penderita

hipertensi untuk memeriksakan kesehatannya ke tempat palayanan kesehatan

(puskesmas, rumah sakit, dan dokter).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melihat potensi pencegahan

masalah hipertensi adalah kepelikan atau kesulitan masalah hipertensi hal ini

berkaitan dengan beratnya penyakit atau hipertensi yang dialami oleh keluarga.

Kedua perhatikan tindakan yang sudah dan sedang dilaksanakan, yaitu tindakan

untuk mencegah dan mengobati masalah hipertensi dalam rangka meningkatkan

status kesehatan keluarga (Effendy, 1998:54).

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam melihat potensi pencegahan

masalah hipertensi berhubungan dengan jangka waktu terjadinya masalah

hipertensi. Keadaan ini erat hubungannya dengan beratnya masalah hipertensi

pada keluarga dan potensi masalah untuk dicegah. Dan yang tidak kalah

pentingnya adalah adanya keiompok resiko tinggi dalam keluarga atau


kelompok yang sangat peka menambah potensi untuk mencegah masalah

hipertensi (Effendy, 1998:54).

Menonjolnya masalah hipertensi adalah cara keluarga melihat dan

menilai masalah yang berhubungan dengan masalah hipertensi dalam hal berat

dan mendesak masalah hipertensi untuk diatasi melalui intervensi keperawatan.

c. Rencana Asuhan Keperawatan

Effendy (1998: 54), mendefinisikan: rencana keperawatan keluarga adalah

sekumpulan tindakan yang ditentukan perawat untuk dilaksanakan, dalam memecahkan

masalah kesehatan dan keperawatan yang telah didefinisikan.

Rencana keperawatan keluarga mencakup tujuan umum dan tujuan khusus yang

didasarkan pada masalah yang dilengkapi dengan kriteria dan standar yang mengacu

pada penyebab (Suprajitno, 2004:49). Sedangkan Friedman (1998:65) menyatakan ada

beberapa tingkat tujuan. Tingkat pertama meliputi tujuan-tujuan jangka pendek yang

sifatnya dapat diukur, langsung dan spesiflk. Sedangkan tingkat kedua adalah tujuan

jangka panjang yang merupakan tingkatan terakhir yang menyatakan maksud-maksud

luas yang yang diharapkan oleh perawat maupun keluarga agar dapat tercapai.

Dalam menyusun kriteria evaluasi dan standar evaluasi, disesuaikan dengan

sumber daya yang mendasar dalam keluarga pada umumnya yaitu biaya, pengetahuan,

dan sikap dari keiuarga, sehingga dapat diangkat tiga respon yaitu respon verbal,

kognitif, afektif atau perilaku, dan respon psikomotor untuk mangatasi masalahnya.

Tujuan asuhan keperawatan keluarga dengan masalah hipertensi dapat dibedakan

menjadi dua yaitu tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang (Effendy, 1998:57).

Tujuan jangka pendek pada penderita hipertensi antara lain : setelah diberikan

informasi kepada keluarga mengenai hipertensi keluarga mampu mengambil keputusan


dalam melakukan tindakan yang tepat untuk anggota keluarga yang menderita

hipertensi dengan respon verbal keluarga mampu menyebutkan pengertian, tanda dan

gejala, penyebab serta perawatan hipertensi. Respon afektif, keluarga mampu

menentukan cara penanganan atau perawatan bagi anggotanya yang menderita

hipertensi secara tepat. Sedangkan respon psikomotor, keluarga mampu memberikan

perawatan secara tepat dan memodifikasi lingkungan yang sehat dan nyaman bagi

penderita hipertensi. Standar evaluasi yang digunakan adalah pengertian, tanda dan

gejala, penyebab, perawatan, komplikasi dan pengobatan hipertensi (Effendy, 1998:57-

60).

Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dalam perawatan hipertensi adalah

masalah dalam keluarga dapat teratasi atau dikurangi setelah dilakukan tindakan

keperawatan. Tahap intervensi diawali dengan menyelesaikan perencanaan perawatan.

Seperti pendapat Friedman (1998:67) bahwa:

....selama pelaksanaan intervensi perawatan, data-data baru secara terus-menerus


mengalir masuk. Karena informasi ini (respon pada klien, perubahan situasi dan
lain-lain) dikumpulkan, perawat perlu cukup fleksibel dan dapat beradaptasi untuk
mengkaji ulang situasi dengan keiuarga dengan membuat modifikasi-modifikasi
tanpa rencana terhadap perencanaan.

Dalam memilih tindakan keperawatan tergantung pada sifat

masalah dan sumber-sumber yang tersedia untuk pemecahan. Intervensi keluarga

dengan masalah hipertensi menurut Doengoes (1999) antara lain mengkaji tekanan

darah, menganjurkan kepada keluarga menciptakan lingkungan yang nyaman, segar,

bebas polusi pertahankan pembatasan aktivitas, seperti istirahat di tempat tidur dan

menghindari stres.

Selain itu juga perlu dikaji pemahaman klien tentang hipertensi kemudian

mendiskusikan dengan keluarga tentang hipertensi (pengertian, penyebab, tanda dan

gejala, perawatan, pengobatan, serta komplikasi hipertensi). Menganjurkan pada klien


agar manghindari makan makanan yang mengandung banyak Natrium (garam/asin).

Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku klien dan keluarga,

misal kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi dalam

rencana pengobatan. Berikan informasi tentang sumber-sumber di masyarakat dan

dukungan anggota keluarga (Doengoes, 1999).

a. Implementasi

Implementasi dapat dilakukan oleh banyak orang seperti klien (individu atau

keluarga), perawat dan anggota tim perawatan kesehatan yang lain, keluarga luas dan

orang-orang lain dalam jaringan kerja sosial keluarga (Friedman, 1998:67). Hal senada

juga diutarakan Suprajitno (2004). Implementasi terhadap keluarga dengan masalah

hipertensi didasarkan kepada rencana asuhan keperawatan yang telah disusun.

Hal yang perlu diperhatikan dalam tindakan keperawatan keluarga dengan

hipertensi menurut Effendy (1998:59) adalah sumber daya dan dana keluarga, tingkat

pendidikan keluarga, adat istiadat yang berlaku, respon dan penerimaan keluarga serta

sarana dan prasarana yang ada dalam keluarga.

Sumberdaya dan dana keluarga yang memadai diharapkan dapat menunjang

proses penyembuhan dan penatalaksanaan penyakit hipertensi menjadi lebih baik.

Sedangkan tingkat pendidikan keluarga juga mempengaruhi keluarga dalam mengenal

masalah hipertensi dan dalam mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang

tepat terhadap anggota keluarga yang terkena hipertensi.

Adat istiadat dan kebudayaan yang berlaku dalam keluarga akan mempengaruhi

pengambilan keputusan keluarga tentang pola pengobatan dan penatalaksanaan


penderita hipertensi, seperti pada suku pedalaman lebih cenderung menggunakan

dukun daripada pelayanan kesehatan.

Demikin juga respon dan penerimaan terhadap anggota keluarga yang sakit

hipertensi akan mempengaruhi keluarga dalam merawat anggota yang sakit hipertensi.

Sarana dan prasarana baik dalam keluarga atau masyarakat merupakan faktor

yang penting dalam perawatan dan pengobatan hipertensi. Sarana dalam keluarga dapat

berupa kemampuan keluarga menyediakan makanan yang sesuai dan menjaga diit atau

kemampuan keluarga, mengatur pola makan rendah garam, menciptakan suasana yang

tenang dan tidak memancing kemarahan. Sarana dari lingkungan adalah, terjangkaunya

sumber-sumber makanan sehat, tempat latihan, juga fasilitas kesehatan (Effendy,

1998:59).

e. Evaluasi

Komponen kelima dari proses keperawatan ini adalah evaluasi. Evaluasi

didasarkan pada bagaimana efektifnya tindakan keperawatan

yang dilakukan oleh keluarga, perawat, dan yang lainnya. Evaluasi merupakan proses

berkesinambungan yang terjadi setiap kali seorang perawat memperbaharui rencana

asuhan keperawatan (Friedman, 1998:7).

Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil implementasi

dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya.

Evaluasi dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu evaluasi formatif dan

evaluasi sumatif (Suprijatno, 2004:57) yaitu dengan SOAP, dengan pengertian S adalah

ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan secara subjektif oleh keluarga setelah

diberikan implementasi keperawatan, O adalah keadaan obyektif yang dapat

diidentifikasi oleh perawat menggunakan penagamatan. A adalah merupakan analisis


perawat setelah mengetahui respon keluarga secara subjektif dan objektif, P adalah

perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan tindakan.

Dalam mengevaluasi harus melihat tujuan yang sudah dibuat sebelumnya. Bila

tujuan tersebut belum tercapai, maka dibuat rencana tindak lanjut yang masih searah

dengan tujuan.

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes. M. E, Et. All. Nursing Care Plans Guidelines for Planning and Documenting
Patient Care, Edisi 3. Alih Bahasa: I Made Kariasa, Et. All. 2000. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne, and Bare. (2001), Buku Saku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8.
Jakarta: EGC

Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakata: EGC.


Carpenito, L. J. Handbook of Nursing Diagnosis. Edisi 8, Alih Bahasa Monica Ester. (2001).
Jakarta: EGC

Carpenito, L. J. (1999) Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 7, Alih Bahasa Monica Ester.
Jakarta: EGC

Friedman, M. M. (1998). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek, Edisi 3. alih Bahasa:
Debora R. L & Asy. Y, Jakarta: EGC

Effendy. N (1998). Dasar- dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Edisi 2. Jakarta; EGC

Long. Barbara. C. Essential of Medical Surgical Nursing, Penerjemah. Karnaen R, Et. All,
Edisi ke 3. 1996. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Padjajaran.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Mengenal Hipertensi, (Online), (http://


depkes.co.id/stroke.html)

Tim POKJA RS Jantung Harapan Kita. (2003). Standar Asuhan Keperawatan Kardiovaskuler.
Direktorat Medik dan Pelayanan RS Jantung dan pembuluh darah Harapan kita. Jakarta

FKUI. (1990). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta

DIKLIT RS Jantung Harapan Kita. (1993). Dasar-dasar Keperawatan Kardiovaskuler. RS


Jantung Harapan Kita. Jakarta

(Tanpa nama). (2007).hipertensi.(online).http://www.sehat-bugar.com, diakses tanggal 31


oktober 2007, diakses tanggal 31 Oktober 2007)

Puskesmas palaran. (2006). Hipertensi. (Online),


(http://puskesmaspalaran.wordpress.com/2006/11/05/hipertensi.html, diakses tanggal
31 Oktober 2007)

Anda mungkin juga menyukai