Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

Perkembangan terapi komplementer dewasa ini banyak menjadi sorotan di


masyarakat. Pasien memilih terapi ini karena berbagai alasan, salah satunya adalah filosofi
holistik pada terapi komplementer, yakni adanya harmoni secara biopsikososial serta promosi
kesehatan dalam terapi komplementer (Widyatuti, 2008). Sejumlah 82% pasien melaporkan
adanya efek samping dari pengobatan konvensional yang diterima menyebabkan mereka
beralih pada pengobatan komplementer (Snyder dan Lindquis, 2002).

Salah satu jenis terapi alternatif dan komplementer yang saat ini tengah berkembang
pesat ialah akupunktur. Akupunktur sebenernya sudah cukup lama dikenal di lingkungan
Kedokteran di Indonesia. Cabang ilmu ini mulai masuk pelayanan rumah sakit sejak tahun
enam puluhan. Terbitnya undang-undang seperti Undang-Undang No.23 tahun 1992 tentang
Kesehatan, GBHN 1993, Pokok Program Kesehatan PELITA VI tentang pengobatan
tradisional dan pemanfaatannya dalam Pelayanan Kesehatan, serta Permenkes Nomer
1186/Menkes/Per/ XI/1996 tentang Pemanfaatan Akupunktur di Sarana Pelayanan Kesehatan
juga menjadi faktor berkembangnya peluang formal bagi akupunktur di dunia Kedokteran
Indonesia (Saputra, 2012).

Kata akupunktur berarti tusuk jarum, tetapi terbukti bahwa titik-titik akupunktur yang
merupakan reseptor di permukaan tubuh dapat dirangsang dengan bermacam cara, asalkan
berupa energi. Oleh karena itu, mulai berkembanglah berbagai inovasi dalam merangsang
titik-titik akupunktur ini. Beberapa teknik yang telah ada antara lain menggunakan media
suara atau Sonopunktur, elektrik atau Elektroakupunktur, laser atau Laser Akupunktur,
injeksi atau Aqua Akupunktur, jarum suntik atau Dry Needling Akupunktur, dengan tekanan
jari atau Akupresur dan sebagainya (Saputra, 2012).

Teknik sonopunktur pertama kali diperkenalkan oleh Leplus pada tahun 1955.
Sonopunktur menggunakan energi mekanis yang terdiri atas suara frekuensi tinggi yang tidak
dapat dideteksi oleh telinga manusia. Suara berfrekuensi tinggi tersebut dapat berasal dari
berbagai jenis sumber bunyi seperti garpu tala maupun mesin ultrasound (Music, 2002).
Penelitian menunjukkan bahwa frekuensi yang paling baik untuk sonopunktur ialah antara
750 ribu siklus/detik hingga 1 juta siklus/detik (Kapur, 2005).
Para ilmuwan menyatakan bahwa sonopunktur memiliki potensi yang cukup besar
dalam mengatasi bermacam-macam penyakit. Oyle membuktikan efektivitas teknik
pengobatan ini dalam mengobati ansietas, dermatitis alergika, nyeri punggung, serta
dismenore (Gerber, 2001). Penelitian lain menunjukkan bahwa sonopunktur dapat bermanfaat
sebagai terapi asma bronkial, vertigo, mialgia bahkan untuk estetika.

Melihat banyaknya manfaat serta kegunaan sonopunktur, kami menyusun makalah ini
yang bertujuan untuk mengupas mengenai sonopunktur.

Daftar Pustaka:

Gerber R (2001). Vibrational medicine: The #1 handbook of subtle-energy therapies.


Rochester: Inner Traditions/Bear & Co

Kapur R (2005). Acupuncture cure for common diseases. New Delhi: Orient
Paperbacks

Music JA (2002). Sonopuncture. http://sonopuncture.org/spaper.htm - Diakses


Oktober 2015

Saputra K (2012). Akupunktur dalam pelayanan kesehatan tingkat rumah sakit.


Cermin Dunia Kedokteran, 39 (10): 780-782

Snyder M., Lindquist R (2002). Complementary/alternative therapies in nursing.


Edisi ke-4. New York: Springer

Widyatuti (2008). Terapi komplementer dalam keperawatan. Jurnal Keperawatan


Indonesia, 12 (1): 53-57

Anda mungkin juga menyukai