Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

Vertigo Dengan Terapi Akupuntur

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Keperawatan Komplementer


Program Studi Ilmu Keperawatandan Ners

Disusun Oleh:

ADRIANA BODU LORI KP.16.01.125

Program Studi Ilmu Keperawatan dan Ners


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Husada Yogyakarta
2019
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
Vertigo Dengan Terapi Akupuntur

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Keperawatan Komplementer


Program Studi Ilmu Keperawatandan Ners

Laporan pendahuluan ini diperiksal dan disahkan pada:

Hari/Tanggal :

Jam :

Mahasiswa Praktikan

(Adriana Bodu Lori)

Mengetahui,

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

(…………………………………………….…..…) (……………………………………………………………….)
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pengobatan komplementer tradisional-alternatif yaitu pengobatan non

konvensional yang ditujukan guna meningkatkan derajat kesehatan yang

mencakup upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang didapat

melalui pendidikan sistematis dengan keamanan, kualitas, dan efektivitas

yang tinggi berdasarkan ilmu pengetahuan biomedik namun belum diterima

dalam ilmu kedokteran konvensional (Aryando, 2008).

Akupuntur berasal dari bahasa Yunani, yaitu acus yang berarti jarum

dan punctura yang berarti menusuk (Dr. Djuharto S.S, 1982).

Didalam bahasa Inggr is menjadi topuncture, sedangkan dalam bahasa

Cina adalah cenciu. Kata tersebut kemudian diadaptasikan kedalam bahasa

Indonesia menjadi akupunktur atau tusuk jarum. Akupuntur merupakan

pengobatan yang dilakukan dengan cara menusukkan jarum di tit ik-titik

tertentu pada tubuh pasien, telinga, kepala, sekitar telapak kaki dan tangan

untuk mempengaruhi / memperbaiki kesalahan aliran bioenergi tubuh yang

disebut dengan Qi(dibaca : Chi). Dalam pergerakannya Qimengalir searah

dalam sistem saluran yang disebut dengan meridian (Dr. Djuharto S.S,

1982).

Akupunktur telah ada dan di kenal Masyarakat Cina sejak 5 ribu tahun

silam. Kala itu, Pengobatan Akupunktur belum menggunakan jarum seperti

saat ini. Dahulu, mengobati Penyakit dengan cara menusuk-nusuk tubuh itu

dilakukan dengan alat yang sederhana, seperti Batu atau bambu yang

diruncingkan ujungnya. Seiring Perkembangan dibidang Pengobatan yang

semakin Pesat, Muncullah kemudian Pengobatan Tusuk Jarum dengan alat


yang lebih baik, Seperti Jarum dari Logam mulia atau emas, Perak, Baja

Putih atau tainless steel (Public News, edisi xx, tanggal 23 – 30 april 2007).

Akupunktur merupakan sebahagian penting dalam perobatan tradisional

Cina, pada permulaannya, akupunktur merupakan satu cara ruwatan,

kemudian berkembang menjadi satu cabang pelajaran. Ilmu akupunktur

adalah ilmu yang mengkaji teknik dan prinsip ruwatan akupunktur.

Akupunktur sudah bersejarah lama. Buku kuno banyak mencatat jarum batu

yang disebut batu Bian. Batu Bian tersebut mula dicipta pada 8000 tahun

hingga 4000 tahun yang lalu. Cina pernah menemui batu bian itu dalam kaji

purba. Pada zaman Dinasti Chunqiu (tahun 770 sebelum masehi – tahun

476 sebelum masehi), Cina mulai mempunyai dokter yang professional.

Menurut catatan “Chunqiuzuoshizhuan “, dokter pada zaman itu telah

mengetahui menggunakan akupunktur.

Pada zaman Negeri-negeri berperang dan zaman Dinasti Han Barat

(tahun 476 sebelum masehi – tahun 25 masehi), seiring dengan kemajuan

teknologi peleburan besi, mulai menggantikan batu. Akupunktur telah

berkembang lebih pesat. Pada zaman Dinasti Han Timur dan Zaman

Negara, Cina telah mempunyai dokter akupunktur yang professional. Pada

zaman Liangji dan zaman kerajaan dan utara (tahun 256 masehi – tahun 589

masehi), jumlah karya tentang akupunktur ditingkatkan besar-besaran.

Zaman itu, akupunktur telah diperkenalkan ke Korea dan Jepun. Pada

Zaman Dinasti Sui dan Dinasti Tang (tahun 581 masehi – tahun 589

masehi), akupunktur telah menjadi satu pelajaran yang khusus, badan

pendidikan perubatan pada zaman itu. Pada abad ke-16, akupunktur mula

diperkenalkan ke Eropah, tetapi pada zaman Dinasti Qi mementingkan


penggunaan obat-obatan saja dan mengabaikan penggunaan akupunktur, ini

telah menjelaskan perkembangan ilmu akupunktur.

Pada tahun 1949 ilmu akupunktur telah berkembanag pesat. Sekarang,

terdapat 2000 buah hospital corak perobatan tradisional Cina telah

menyediakan bahagian akupunktur. Pengkajian ilmu akupunktur sudah

melibatkan berbagai bagian badan dan berbagai bagian klinikal serta telah

menyediakan data-data yang penting tentang fungsi menyusun semula,

menghilangkan kesakitan dan meningkatkan daya talar tentang akupunktur .

Mulai tahun 1951 Fakultas Kedokteran Cina berhasrat menyelidiki

pengetahuan akupunktur ini secara ilmiah. Perkembangan ilmu Akupunktur

yang menyolok terjadi sesudah sekitar tahun 1970an ketika RRC

membukakan pintu bagi ilmuwan-ilmuwan Barat.

Di Indonesia, pada awalnya Akupunktur hanya merupakan pengobatan

yang sangat tertutup di kalangan pengobat-pengobat tradisional Cina

(Shinse). Masyarakat Indonesia pada umumnya hanya mendengar cerita

burung tentang adanya ilmu tusuk jarum dari negeri Cina yang sangat

ampuh untuk mengobati berbagai macam penyakit. Baru pada tahun 1963

pengobatan Akupunktur masuk secara resmi di Indonesia ketika Presiden

RI waktu itu (DR. Ir. Soekarno) mendatangkan ahli-ahli akupunktur dari

RRC untuk mengobati penyakitnya.

Pernyataan Presiden Soekarno secara terbuka dan jujur mengenai

kemanjuran pengobatan akupunktur yang dialaminya, serta anjurannya

kepada para dokter di Indonesia untuk mau mempelajari ilmu tersebut dapat

dikatakan sebagai titik tolak pengembangan akupunktur di Indonesia.

Menteri Kesehatan RI waktu itu (Prof. Dr. Satrio) meresmikan sebuah Tim

Riset Akupunktur dari Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSCM Jakarta. Tim

riset inilah yang selanjutnya mengembangkan diri menjadi Sub Bagian


Akupunktur dari Bagian Ilmu Penyakit Dalam. Dan selanjutnya sampai saat

ini Sub Bagian ini telah berdiri sendiri sebagai Unit Pelayanan Akupunktur

RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Kemudian dengan ditetapkannya

Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor: 1186/Menkes/Per/XI/1996 tentang

Pemanfaatan Akupunktur di Sarana Pelayanan Kesehatan, akupunktur resmi

dapat diterapkan pada sarana pelayanan kesehatan formal sebagai

pengobatan alternatif disamping pelayanan kesehatan lain pada umumnya

baik pemerintah atau swasta di Indonesia.

(http://binakesehatankerja.com/detail_berita.php/21/09/07)

Kini Pengobatan Tusuk Jarum merupakan salah satu alternatif

Pengobatan yang sangat diminati masyarakat. Tak bisa dipungkiri, banyak

orang yang kini berkurang kepercayaannya terhadap obat-obat modern yang

ditelan atau diminum. Salah satu alasannya, mereka tidak mendapatkan

perubahan berarti setelah menelan atau meminum obat. Kalaupun sembuh,

tidak untuk waktu lama, sehingga, mereka kemudian beralih ke pengobatan

alternatif, termasuk terapi dengan Akupunktur. Dengan akupunktur hasilnya

bisa terlihat hanya dengan 2 – 3 kali terapi (akupunkturis, Bapak Puadi

syamputra).

Adapun kasus- kasus yang dapat diobati dengan cara akupunktur ini

antara lain : asthma bronciale, bell’s palsy (kelumpuhan saraf otot wajah

yang dipersarafi saraf wajah), cervical sindrom, cholera, Colitis Ulcerativa,

Diabetes Melitus, Glaucoma, Hemiplegia- hemiparese (kelumpuhan

sebagian anggota gerak), Hemorrhoid, Hipertensi, yperthyroidysme,

potensi, duksi partus (persalinan), insomnia (susah tidur), Ischialgia (nyeri

bagian pinggang), Ketergantungan Obat, Leukorrhea, Lumbago, Malaria,

Migraine, Obesitas, Rhinitis Allergica, Trigeminal Neuralgia, Tuli, Ulcus

Pepticum (Kusuma dan Kiswojo, 2010)


Selain hasil yang belum tentu baik, dari segi biaya, akupunktur juga

lebih murah dibandingkan berobat jalan. Jika untuk berobat jalan seseorang

harus mengeluarkan duit ratusan ribu rupiah, maka dengan akupunktur,

hanya dibutuhkan sekitar Rp.45 ribu sampai Rp. 100 ribu untuk sekali

terapi, termasuk jarum. Memang, jumlah terapi disesuaikan dengan berat

tidaknya penyakit.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Terapi Komplementer

1. Definisi

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (4889), Terapi merupakan

usaha untuk memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit, pengobatan

penyakit, perawatan penyakit. Komplementer adalah bersifat melengkapi,

bersifat menyempurnakan.

Menurut WHO (World Health Organization), Pengobatan

komplementer adalah pengobatan non-konvensional yang bukan berasal

dari negara yang bersangkutan, misalnya jamu yang merupakan produk

Indonesia dikategorikan sebagai pengobatan komplementer di negara

Singapura. Di Indonesia sendiri, jamu dikategorikan sebagai pengobatan

tradisional. Pengobatan tradisional yang dimaksud adalah pengobatan

yang sudah dari jaman dahulu digunakan dan diturunkan secara turun-

temurun pada suatu negara.

Terapi Komplementer adalah cara penanggulangan penyakit yang

dilakukan sebagai pendukung atau pendamping kepada pengobatan medis

konvensional atau sebagai pengobatan pilihan lain diluar pengobatan

medis yang konvensional. (Andriana, dana, 2013).

2. Tujuan Terapi Komplenter

Terapi komplementer bertujuan untuk memperbaiki fungsi dari

sistem-sistem tubuh, terutama sistem kekebalan dan pertahanan tubuh

agar tubuh dapat menyembuhkan dirinya sendiri yang sedang sakit,

karena tubuh kita sebenarnya mempunyai kemampuan untuk

menyembuhkan dirinya sendiri, asalkan kita mau mendengarkannya dan


memberikan respon dengan asupan nutrisi yang baik lengkap serta

perawatan yang tepat. (Ekstra Saputra, 2013).

3. Jenis -Jenis Terapi komplementer

Denis pelayanan pengobatan komplementer-alternatif berdasarkan

Permenkes RI nomor: 1109/Menkes/Per/2007 adalah:

1. Intervensi tubuh dan pikiran (mind and body interventions):

Hipnoterapi, meditasi, penyembuhan spiritual, doa dan yoga

2. Sistem pelayanan pengobatan alternative: akupuntur, akupresur,

naturopati, homeopati, aromaterapi, ayurveda

3. cara penyembuhan manual: chiropractice, healing touch, tuina, shiatsu

osteopati, pijat urut

4. Pengobatan farmakologi dan biologi: jamu, herbal, gurah

5. Diet dan nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan E diet makro

nutrient, mikro nutrient

6. Cara lain dalam diagnosa dan pengobatan: terapi ozon, hiperbarik,

EECP.

4. Terapi akupuntur
Suatu pengobatan dengan memanfaatkan rangsangan pada titik–titik

tertentu sehingga mempengaruhi peredaran bioenergi di dalam tubuh.

Secara tradisional sistem tersebut berdasarkan konsep keseimbangan

antara permukaan tubuh dengan organ melalui bentuk meridian yang

tegas. Titik akupunktur sebagai pintu masuk rangsangan berdasarkan

kualitas energi yang masuk dan diubah menjadi sinyal biologi (kombinasi

elektrik dan fibrasi fisik) dilanjutkan oleh deretan yang koherensinya

sama dengan titik meredian menuju organ yang dikehendaki (Wasito,

2010).
Akupunktur merupakan sebahagian penting dalam perobatan

tradisional Cina, pada permulaannya, akupunktur merupakan satu cara

ruwatan, kemudian berkembang menjadi satu cabang pelajaran. Ilmu

akupunktur adalah ilmu yang mengkaji teknik dan prinsip ruwatan

akupunktur.

a. Penjaruman

Penjaruman adalah cara terapi yang dipergunakan dalam ilmu

akupunktur. Jarum ditusukkan pada titik akupunktur terpilih dalam

pemilihan titik, sehingga menimbulkan ‘Te Ci’ atau ‘Needle Feeling’.

Te Ci adalah istilah yang diberikan pada saat dimana penjaruman,

sipasien merasakan timbulnya rasa tebal, kemang, ngilu atau bagaikan

terkena aliran listrik, dan bagi sipenusuk dirasakan jarum bagaikan

terpagut, seolah- olah umpan kail termakan oleh ikan pada saat

memancing. Dengan penjaruman dapat dicapai pula tujuan

pencegahan penyakit, baik dalam pencegahan sebelum sakit atau

pencegahan dalam sakit.

b. Jenis jarum

Jarum yang dipergunakan dalam penjaruman akupunktur-

moksibasi terdapat berbagai jenis:

1) Jarum halus

Jenis jarum akupunktur yang paling popular. Bahan jarum

adalah baja tahan karat. Ukuran jarum dinilai dari panjang dan

kehalusan. Panjang jarum dari ½ Cun samapai 6 Cun. Kehalusan

jarum ditentukan dengan nomor, dari nomor kecil kenomor besar,

makin besar nomor jarum makin halus. No. 34 adalah yang

terhalus. Jarum halus yang umum dipakai adalah ukuran: No. 28,

30 dan 32. panjang : ½ - 1 ½ Cun.


2) Jarum emas – jarum perak

Jenis jarum ini banyak digunakan dinegeri barat. Terutama

diperancis. Bahan jarum dibedakan dari emas dan perak. Emas

bersifat tonifikasi dan perak bersifat sedatifikasi. Ukuran jarum

seluruhnya sama, panjang ½ Cun dan garis tengan tebal jarum 2

mm. Jenis jarum ini ditusukkan tidak dalam, hanya superficial atau

intrakutan, paling dalam subkutan

3) Jarum kulit

Jenis jarum ini dibagi dalam 2 jenis Mei Hua Jen dan ci Sing

cen. Mei Hua cen atau jarum Mei Hua terdiri dari lima jarum,

sedangkan ci sing cen atau jarum bintang tujuh terdiri dari tujuh

jarum. Jarum- jarum itu ditanam mengumpul pada ‘muka’ jarum

kulit dan batang jarum kulit merupakan tangkai yang panjang.

4) Jarum prisma

Jenis harum yang mempunyai badan berbentuk prisma, hanya

bagian ujungnya yang digunakan pada penusukan.

5) Jarum dalam kulit

Terdapat dua macam jenis jarum ini yaitu yang berbentuk paku

payung dan yang berbentuk jarum halus dalam ukuran kecil dan

halus, jenis jarum yang membentuk paku payung banyak

digunakan dalam akupunktur telinga, karena itu disebut juga

sebagai jarum telinga. Dan karena penggunaannya dengan cara

penekanan maka disebut juga sebagai pressneedle atau jarum tekan.

c. Teknik penjaruman

Teknik penjaruman dibagi dalam dua jenis yaitu teknik

penguatan (tonifikasi, pu) yang menghasilkan rangsangan

penguatan dan teknik pelemahan (sedatifikasi, Sie) yang


menghasilkan rangsangan pelemahan. Beraneka ragam teknik-

teknik diungkapkan untuk masing- masing jenis teknik

penjaruman itu, secara garis besar dapat disimpulkan dan dapat

dilihat dari gambar dibawah ini:

1) Teknik pelemahan: penusukan dengan rangsangan/ tenaga

yang kuat, kasar, teknik penguatan: penusukan dengan

rangsangan / tenaga yang lemah, lembut.

2) teknik penguatan: arah jarum penusukan mengikuti aliran Ci-

meridian, seolah- olah jarum menghantarkan kepergian Ci-

meridian, teknik pelemahan: arah jarum. Penusukan melawan

aliran Ci- meridian, seolah- olah jarum menyambut kedatangan

Ci- meridian.

3) Teknik pelemahan: jarum ditinggalkan untuk waktu yang lama,

lebih dari 10 menit. Kadang- kadang sampai setengah jam.

Teknik penguatan: jarum tidak ditinggal atau ditinggal kurang

dari 10 menit (Kiswojo dan Kusuma, 1978:157-161).

B. Vertigo

1. Definisi Vertigo

Vertigo adalah gejala klasik yang dialami ketika terjadi disfungsi yang

cukup cepat dan asimetris system vestibuler perifer (telinga dalam)

(Smeltzer & Bare, 2012).


Vertigo adalah sensasi berputar atau pusing yang merupakan suatu

gejala, penderita merasakan benda-benda di sekitarnya bergerak-gerak

memutar atau bergerak naik-turun karena gangguan pada sistem

keseimbangan (Sherwood, 2010).

Vertigo berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya memutar

merujuk pada sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan

seseorang, umumnya disebabkan oleh gangguan pada sistim keseimbangan

( Labuguen, 2011).

2. ETIOLOGI

Vertigo merupakan suatu gejala, penyebabnya antara lain akibat

kecelakaan, stres, gangguan pada telinga bagian dalam, obat-obatan,

terlalu sedikit atau banyak aliran darah ke otak, dan lain-lain. Tubuh

merasakan posisi dan mengendalikan keseimbangan melalui organ

keseimbangan yang terdapat di telinga bagian dalam. Organ ini memiliki

saraf yang berhubungan dengan area tertentu di otak. Vertigo bisa

disebabkan oleh kelainan di dalam telinga, di dalam saraf yang

menghubungkan telinga dengan otak dan di dalam otaknya sendiri

(Mardjono, 2011).

Keseimbangan dikendalikan oleh otak kecil yang mendapat informasi

tentang posisi tubuh dari organ keseimbangan di telinga tengah dan mata.

Penyebab umum dari vertigo (Marril KA,2012):

a. Keadaan lingkungan : mabuk darat, mabuk laut.

b. Obat-obatan : alkohol, gentamisin.

c. Kelainan telinga : endapan kalsium pada salah satu kanalis

semisirkularis di dalam telinga bagian dalam yang menyebabkan

benign paroxysmal positional.


d. Vertigo, infeksi telinga bagian dalam karena bakteri, labirintis,

penyakit maniere.

e. Peradangan saraf vestibuler, herpes zoster.

f. Kelainan Neurologis : Tumor otak, tumor yang menekan saraf

vestibularis, sklerosis multipel, dan patah tulang otak yang disertai

cedera pada labirin, persyarafannya atau keduanya.

g. Kelainan sirkularis : Gangguan fungsi otak sementara karena

berkurangnya aliran darah ke salah satu bagian otak ( transient

ischemic attack ) pada arteri vertebral dan arteri basiler.

3. PATOFISIOLOGI / PATHWAYS

Vertigo timbul jika terdapat ketidakcocokan informasi aferen yang

disampaikan ke pusat kesadaran. Susunan aferen yang terpenting dalam

sistem ini adalah susunan vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus

menerus menyampaikan impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain

yang berperan ialah sistem optik dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang

menghubungkan nuklei vestibularis dengan nuklei nervus III, IV dan VI,

susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis.

Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap

oleh reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler

memberikan kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul

kemudian reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah

proprioseptik. Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di

pusat integrasi alat keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler,

visual dan proprioseptik kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika

semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar, akan diproses lebih lanjut.
Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak

tubuh dalam keadaan bergerak.

Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap

lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau

sentral dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang

gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi

akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom; di

samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga

muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness,

ataksia saat berdiri/berjalan dan gejala lainnya (Price & Wilson, 2012).

4. MANIFESTASI KLINIS

Perasaan berputar yang kadang-kadang disertai gejala sehubungan

dengan reak dan lembab yaitu mual, muntah, rasa kepala berat, nafsu

makan turun, lelah, lidah pucat dengan selaput putih lengket, nadi lemah,

puyeng (dizziness), nyeri kepala, penglihatan kabur, tinitus, mulut pahit,

mata merah, mudah tersinggung, gelisah, lidah merah dengan selaput tipis

(Smeltzer & Bare, 2012).

5. PENATALAKSANAAN

a. Penatalaksanaan medis.
Terapi menurut Kang (2010), terdiri dari :
1) Terapi Kausal adalah pengobatan dengan cara meniadakan atau

memusnahkan penyebab penyakitnya, misalnya sulfonamid,

antibiotika, obat malaria, dan sebagainya

2) Terapi Simptomatis adalah pengobatan untuk menghilangkan atau

meringankan gejala penyakit, sedangkan penyebab yang lebih


mendalam tidak dipengaruhi, misalnya pemberian analgetik pada

reumatik atau sakit kepala

3) Terapi Subtitusi adalah pengobatan dengan cara menggantikan zat-

zat yang seharusnya dibuat oleh organ tubuh yang sakit, misalnya

insulin pada penderita diabetes dan tiroksin pada penderita

hipotiroid.

Langkah-langkah untuk meringankan atau mencegah gejala vertigo :


1) Tarik napas dalam-dalam dan pejamkan mata.

2) Tidur dengan posisi kepala yang agak tinggi.

3) Buka mata pelan-pelan, miringkan badan atau kepala ke kiri dan ke

kanan.

4) Bangun secara perlahan dan duduk dulu sebelum beranjak dari

tempat tidur.

5) Hindari posisi membungkuk bila mengangkat barang.

6) Gerakkan kepala secara hati-hati.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan CT-scan atau MRI kepala dapat menunjukkan kelainan

tulang atau tumor yang menekan saraf. Jika diduga infeksi maka bisa

diambil contoh cairan dari telinga atau sinus atau dari tulang belakang.

b. Pemeriksaan angiogram, dilakukan karena diduga terjadi penurunan

aliran darah ke otak. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat adanya

sumbatan pada pembuluh darah yang menuju ke otak.

c. Pemeriksaan khusus : ENG, Audiometri dan BAEP, psikiatrik.

d. Pemeriksaan tambahan : EEG, EMG, EKG, laboratorium, radiologik.

e. Pemeriksaan fisik : mata, alat keseimbangan tubuh, neurologik,

otologik, pemeriksaan fisik umum (Kang 2010).


KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Aktivitas / Istirahat

a. Letih, lemah, malaise

b. Keterbatasan gerak

c. Ketegangan mata, kesulitan membaca

d. Insomnia, bangun pada pagi hari dengan disertai nyeri kepala

e. Sakit kepala yang hebat saat perubahan postur tubuh, aktivitas

(kerja) atau karena perubahan cuaca.

b. Sirkulasi

a. Riwayat hypertensi

b. Denyutan vaskuler, misal daerah temporal

c. Pucat, wajah tampak kemerahan.

c. Integritas Ego

a. Faktor-faktor stress emosional/lingkungan tertentu.

b. Perubahan ketidakmampuan, keputusasaan, ketidakberdayaan

depresi.

c. Kekhawatiran, ansietas, peka rangsangan selama sakit kepala.

d. Mekanisme refresif/dekensif (sakit kepala kronik)

d. Makanan dan cairan

a. Makanan yang tinggi vasorektiknya misalnya kafein, coklat,

bawang, keju, alkohol, anggur, daging, tomat, makan berlemak,

jeruk, saus, hotdog, MSG (pada migrain).

b. Mual/muntah, anoreksia (selama nyeri)

c. Penurunan berat badan


e. Neurosensoris

a. Pening, disorientasi (selama sakit kepala)

b. Riwayat kejang, cedera kepala yang baru terjadi, trauma, stroke.

c. Aura ; fasialis, olfaktorius, tinitus.

d. Perubahan visual, sensitif terhadap cahaya/suara yang keras,

epitaksis.

e. Parastesia, kelemahan progresif/paralysis satu sisi tempore.

f. Perubahan pada pola bicara/pola pikir

g. Mudah terangsang, peka terhadap stimulus.

h. Penurunan refleks tendon dalam

i. Papiledema.

f. Nyeri/ kenyamanan

a. Karakteristik nyeri tergantung pada jenis sakit kepala, misal

migrain, ketegangan otot, cluster, tumor otak, pascatrauma,

sinusitis.

b. Nyeri, kemerahan, pucat pada daerah wajah

c. Fokus menyempit

d. Fokus pada diri sndiri

e. Respon emosional/perilaku tak terarah seperti menangis, gelisah.

f. Otot-otot daerah leher juga menegang, frigiditas vokal.

g. Keamanan

a. Riwayat alergi atau reaksi alergi

b. Demam (sakit kepala)

c. Gangguan cara berjalan, parastesia, paralisis

d. Drainase nasal purulent (sakit kepala pada gangguan sinus)


h. Interaksi sosial

Perubahan dalam tanggung jawab/peran interaksi sosial yang

berhubungan dengan penyakit.

i. Penyuluhan / pembelajaran

a. Riwayat hypertensi, migrain, stroke, penyakit pada keluarga

b. Penggunaan alcohol/obat lain termasuk kafein.

c. Kontrasepsi oral/hormone, menopause.

B. DIAGNOSA

1. Gangguan rasa nyaman : nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan

peningkatan tekanan intrakranial, stress dan ketegangan, iritasi/tekanan

saraf, vasopressor.

2. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidak-adekuatan

relaksasi, metode koping tidak adekuat.

3. Defisiensi pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan keterbatasan kognitif, tidak mengenal sumber

informasi, kurang kemampuan mengingat.

C. INTERVENSI

1. Gangguan rasa nyaman : nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan

peningkatan tekanan intrakranial, stress dan ketegangan, iritasi/tekanan

saraf, vasopressor.

Tujuan:

Nnyeri hilang atau berkurang

Kriteria hasil :

a. Klien mengungkapkan rasa nyeri berkurang atau hilang.


b. Tanda-tanda vital normal.

c. Klien tampak rileks.

Intervensi dan rasional :

1. Pantau tanda-tanda vital, intensitas/skala nyeri.

Rasional : Mengenal dan memudahkan dalam melakukan tindakan

keperawatan.

2. Anjurkan klien istirahat ditempat tidur.

Rasional : istirahat untuk mengurangi intesitas nyeri

3. Atur posisi pasien senyaman mungkin.

Rasional : posisi yang tepat mengurangi penekanan dan mencegah

ketegangan otot serta mengurangi nyeri.

4. Ajarkan teknik relaksasi dan napas dalam.

Rasional : relaksasi mengurangi ketegangan dan membuat perasaan

lebih nyaman.

5. Kolaborasi untuk pemberian analgetik.

Rasional : untuk mengurangi nyeri sehingga pasien menjadi lebih

nyaman.

2. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidak-adekuatan

relaksasi, metode koping tidak adekuat.

Tujuan :

Koping individu menjadi lebih adekuat.

Kriteria hasil :

a. Klien mengidentifikasi perilaku yang tidak efektif.

b. Klien mengungkapkan kesadaran tentang kemampuan koping yang

dimiliki.

c. Mengkaji situasi saat ini yang akurat.


d. Menunjukkan perubahan gaya hidup yang diperlukan/situasi yang

tepat.

Intervensi dan rasional :

1. Kaji kapasitas fisiologis yang bersifat umum.

Rasional : Mengenal sejauh dan mengidentifikasi penyimpangan

fungsi fisiologis tubuh dan memudahkan dalam melakukan

tindakan keperawatan.

2. Sarankan klien untuk mengekspresikan perasaannya.

Rasional : klien akan merasakan kelegaan setelah mengungkapkan

segala perasaannya dan menjadi lebih tenang.

3. Berikan informasi mengenai penyebab sakit kepala, penenangan

dan hasil yang diharapkan.

Rasional : agar klien mengetahui kondisi dan pengobatan yang

diterimanya, dan memberikan klien harapan dan semangat untuk

pulih.

4. Dekati pasien dengan ramah dan penuh perhatian, ambil

keuntungan dari kegiatan yang dapat diajarkan.

Rasional : membuat klien merasa lebih berarti dan dihargai.

3. Defisiensi pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan keterbatasan kognitif, tidak mengenal sumber

informasi, kurang kemampuan mengingat.

Tujuan :

Klien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur, dan

proses pengobatan.

Kriteria hasil :
1 Melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari

suatu tindakan.

2 Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam

regimen perawatan.

Intervensi dan rasional :

1 Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.

Rasional: megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan

keluarga tentang penyakitnya.

2 Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya

sekarang.

Rasional: dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan

keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.

3 Diskusikan penyebab individual dari sakit kepala bila diketahui.

Rasional : untuk mengurangi kecemasan klien serta menambah

pengetahuan klien tetang penyakitnya.

4. Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah

diberikan.

Rasional : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta

menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.

5. Diskusikan mengenai pentingnya posisi atau letak tubuh yang normal.

Rasional : agar klien mampu melakukan dan merubah posisi/letak tubuh

yang kurang baik.

6. Anjurkan pasien untuk selalu memperhatikan sakit kepala yang dialaminya

dan faktor-faktor yang berhubungan.


Rasional : dengan memperhatikan faktor yang berhubungan klien dapat

mengurangi sakit kepala sendiri dengan tindakan sederhana, seperti

berbaring, beristirahat pada saat serangan.


DAFTAR PUSTAKA

Aryando, T. 2008. Kemajuan dalam penelitian Penangganan dan Deteksi Dini


penderita Kanker Payudara dengan Perhatian Khusus pada Kualitas
Hidup. (Thesis). Universitas Gajah Mada. Yogyakarta

Doenges, M. E., 2000. Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk


perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta.

Kang. L. S., 2010. Pengobatan Vertigo dengan Akupunktur, Cermin Dunia


Kedokteran No. 144, Jakarta.

Labuguen, R.H., 2011. Initial Evaluation of Vertigo ini Journal American Family
Physician January 15, Volume 73, Number 2.

Mardjono M. & Sidharta P., 2010. Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta.

Marril KA. Central Vertigo. WebMD LLC. 21 Januari 2011. Diunduh tanggal 14
November 2019. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/794789-clinical#a0217

Price, S. A. & Wilson, L. M., 2012. Patifisiologi: Konsep klinis proses-proses


penyakit.Vol, EGC, Jakarta.

Sherwood, L., 2010. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem, Edisi 2, EGC, Jakarta.

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G., 2012. Buku ajar keperawatan medical-bedah
Brunner & Suddarth, vol:3, EGC, Jakarta.

Wasito, B. 2010. Teknologi Pengobatan komplementer Alternatif untuk Penyakit


Diabetes melitus. (Riset Terapan). Badan Penelitian Dan Pengembangan
Kesehatan Departemen Kesehatan, R.I.

Anda mungkin juga menyukai