Anda di halaman 1dari 22

Pengenalan pada Kasus Pneumothoraks dan

Penatalaksanaannya

SMF Radiologi

Rs Mardi Rahayu

Disusun Oleh :

Jonathan Rambang - 112015269

Pembimbing : dr. Bambang, Sp.Rad

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2016

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................3

Pendahuluan..4

Anatomi.........4

Fisiologi.........7

Epidemiologi.............9

Diagnosis..............12

Tatalaksana.......15

Rehabilitasi...19

Prognosis. ................19

DiagnosisBanding.........19

Komplikasi........................................................................................19

Kesimpulan...19

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah yang
dilimpahkanNya, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan Referat dengan topik
Kolelitiasis dan koledokolitiasis

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan.Oleh karena itu, dengan hati terbuka penulis menerima segala kritik dan saran
yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan makalah ini.

Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dr.Bambang,Sp.Rad yang telah memberikan ilmu dan bimbingannya selama siklus
kepaniteraan Ilmu radiologidi RS.Mardi Rahayu sejak tanggal 27Juni 9 Juli 2016

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi para pembacanya.

Jakarta, 5 Juli 2016

Penulis

3
PENDAHULUAN

Pnemothoraks adalah terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura akibat robeknya pleura
atau suatu keadaan dimana udara terkumpul didalam cavum pleura sehingga memisahkan
rongga visceralis dari pleura parietal.1

Pneumothoraks terjadi karena ada hubungan terbuka antara rongga dada dan dunia luar.
Hubungan mungkin melalui luka di dinding dada yang menembus pleura parietalis atau
melalui luka dijalan nafas yang sampai ke pleura visceralis. Jika luka penyebab tetap terbuka
maka paru-paru akan menguncup karena karena jaringan paru bersifat elastis dan karena tidak
ada tekanan negaatif yang menyedotnya (disebut kollaps).2

Masuknya udara kedalam rongga pleura, dapat dibedakan menjadi:2

1. Pneumothoraks Spontan : timbul sobekan subpelural dari bulla sehingga udara saluran
pernafasan masuk kedalam rongga pleura melalui satu lubang robekan atau katup.
2. Melalui mediastinum yang biasanya disebabkan trauma pada trakea atau esofagus
akibat tindakan pemeriksaan dengan alat-alat (endoskopi) atau benda asing tajam yang
tertelan.
3. Udara berasal dari subdiagfragma dengan adanya robekan lambung akibat suatu trauma
atau abses subdiagfragma dengan kuman pembentuk gas.

Udara dapat masuk keruang pleural dengan melalui lapisan parietal atau viscera, beberapa
agen diantaranya dapat memberi respon.3 Pneumothoraks berkembang diikuti dari
penyebaran kebocoran jarum trachoetomi, luka traumatik pada paru-paru dan adanya
penetrasi zat-zat asing ke paru-paru, cabang bronchial dan kadang-kadang esofagus, cacat
bawaan dan kelemahan lapisan pleura dianggap menjadi penyebab sebagian orang mudah
terserang pneumothoraks, khususnya selama masa awal kelahiran dan setelah masuknya
udara kedalam mediastinum yang disebabkan oleh tracheotomy.3

ANATOMI

Paru-paru merupakan organ pernapasan dalam tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung (alveoli). Alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel.4 Jika dibentangkan
luas permukaannya 90m2. Banyaknya alveoli paru-paru ini kurang lebih 700 juta buah.4

4
Gambar 1. Gambar Anatomi Paru

Paru-paru terbagi menjadi dua, yaitu paru kanan dan paru kiri. Paru kanan (pulmo dekstra)
terdiri dari tiga lobus, lobus pulmo dekstra superior, lobus media dan lobus inferior.4 Paru-
paru kiri (pulmo sinistra), terdiri dari dua lobus, pulmo sinistra lobus superior dan lobus
inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang lebih kecil bernama segmen.4 Paru-paru
kanan mempunyai sepuluh segmen, yaitu lima buah segmen pada lobus superior, dua buah
segmen pada lobus medial, dan tiga buah segmen pada lobus inferior.4 Paru-paru kiri
mempunyai sepuluh segmen, yaitu lima buah segmen pada lobus superior, dan lima buah
segmen pada inferior.4 Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan
yang bernama lobulus.

5
Gambar 2. Bagian-bagian Paru

Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh
darah getah bening dan saraf, dalam tiap-tiap lobulus terdapat sebuah bronkeolus. Di dalam
lobulus, bronkeolus ini bercabang-cabang yang disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus
alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2 0,3 mm.4

Letak paru-paru di rongga dada, menghadap ke tengah rongga dada/kavum mediastinum.


Pada bagian tengah terdapat bagian tampuk paru-paru yang disebut hilus. Pada mediastinum
depan terdapat jantung.4

Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi dua :
a. Pleura visceral, yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru.

b. Pleura parietal, yaitu selaput yang melapisi rongga dada luar.

Gambar 3. Lapisan Pleura

Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura. Pada keadaan
normal, kavum pleura ini hampa udara dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang

6
berguna untuk meminyaki permukaan pleura, menghindari gesekan antara paru-paru dan
dinding dada sewaktu ada gerakan bernafas.3

Gambar 4. Kavum pleura

Karena tidak ada ruangan yang sesungguhnya memisahkan pleura parietalis dan pleura
viseralis, maka apa yang disebut rongga pleura atau kavitas pleura hanyalah suatu ruangan
potensial saja.4 Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, mencegah
kolaps paru. Bila terserang penyakit, pleura dapat mengalami peradangan, udara atau cairan
dapat masuk ke dalam rongga pleura, menyebabkan paru-paru tertekan atau kolaps. 3
FISIOLOGI

Fungsi paru paru ialah untuk pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida. Pada pernapasan
melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen di ambil melalui hidung dan mulut pada
waktu bernapas. Oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat
berhubungan erat dengan darah di dalam kapiler pulmonaris.4 Hanya satu lapis membran,
yaitu membran alveoli-kapiler, yang memisahkan oksigen dari darah.4

Oksigen menembus membran ini dan diambil oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa
ke jantung. Dari sini dipompa di dalam arteri ke semua bagian tubuh. Darah meninggalkan
paru paru pada tekanan oksigen 100 mm Hg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95
persen jenuh oksigen.4

Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan metabolisme, menembus
membran alveoler-kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronkial dan
trakea, dinapaskan keluar melalui hidung dan mulut.4

Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner atau pernapasan eksterna :

1. Ventilasi pulmoner, atau gerak pernapasan yang menukar udara dalam alveoli dengan
udara luar.

7
2. Arus darah melalui paru paru

3. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah tepat dapat
mencapai semua bagian tubuh

4. Difusi gas yang menembus membran pemisah alveoli dan kapiler. CO2 lebih mudah
berdifusi daripada oksigen.

Gerakan Pernapasan

a) Inspirasi
Adalah proses aktif yang diselenggarakan kerja otot. Kontraksi diafragma meluaskan
rongga dada dari atas sampai ke bawah.4 Penaikan iga-iga dan sternum, yang
ditimbulkan kontraksi otot interkostalis , meluaskan rongga dada kedua sisi dan dari
belakang ke depan. Paru-paru yang bersifat elastis mengembang dan terisi udara
melalui saluran pernapasan. Otot interkostal eksterna diberi peran sebagai otot
tambahan, hanya bila inspirasi menjadi gerak sadar.4

Gambar 5. Gerakan Pernapasan


b) Ekspirasi
Udara dipaksa keluar oleh pengenduran otot dan karena sifat elastis dari paru-paru.
Gerakan ini adalah proses pasif. Ketika pernapasan sangat kuat, gerakan dada
bertambah. Otot leher dan bahu membantu menarik iga-iga dan sternum ke atas. Otot
sebelah belakang dan abdomen juga dibawa bergerak, dan alae nasi (cuping atau
sayap hidung) dapat kembang kempis. 4

Fungsi mekanis pleura adalah meneruskan tekanan negative thorax kedalam paru-
paru yang elastic dapat mengembang. Tekanan pleura pada waktu istirahat (resting
pressure) dalam posisi tiduran adalah -2 sampai -5 cmH2O; sedikit bertambah
negative di apex sewaktu posisi berdiri. Sewaktu inspirasi tekanan negative
meningkat menjadi -25 sampai -35 cmH2O.4 Selain fungsi mekanis, seperti telah
disinggung diatas, cavum pleura steril karena mesothelial bekerja melakukan
fagositosis benda asing; dan cairan yang diproduksinya bertindak sebagai lubrikans.4

8
Cairan cavum pleura sangat sedikit, sekitar 0,3 ml/ kg, bersifat hipoonkotik dengan
kosentrasi protein 1g/ dl. Gerakan pernafasan dan gravitasi kemungkinan besar ikut
mengatur jumlah produksi dan resorbsi cairan cavum pleura.4 Resorbsi terjadi
terutama pada pembuluh limfe pleura parietalis, dengan kecepatan 0,1 sampai 0,15
ml/kg/jam.1

EPIDEMIOLOGI

Insidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak diketahui.
Namun dari sejumlah penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa pneumotoraks
lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun. Laki-laki lebih
sering daripada wanita, dengan perbandingan 5:1.4

Di Amerika Serikat, insidens pneumotoraks spontan primer pada laki-laki adalah 7,4 kasus
per 100.000 orang tiap tahunnya sementara pada wanita insidensnya adalah 1,2 kasus per
100.000 orang.5 Sedangkan insidens pneumotoraks spontan sekunder pada laki-laki adalah
6,3 kasus per 100.000 orang dan wanita 2,0 per 100.000 orang.5 Pneumotoraks traumatik
lebih sering terjadi daripada pneumotoraks spontan dengan laju yang semakin meningkat .

Pneumotoraks spontan primer terjadi pada usia 20 30 tahun dengan puncak insidens pada
usia awal 20-an sedangkan pneumotoraks spontan sekunder lebih sering terjadi pada usia 60
65 tahun.

Pneumothorax pada wanita dapat terjadi saat menstruasi dan sering berulang. Keadaan ini
disebut pneumothorax katamenial yang disebabkan oleh endometriosis di pleura. Kematian
akibat pneumothorax lebih kurang 12%.4

Pneumothoraks dapat terjadi secara spontan atau traumatik dan klasifikasi pneumothoraks
berdasarkan mekanisme kejadian adalah sebagai berikut :
a. Pneumothoraks Spontan
Pneumothoraks yang terjadi tiba-tiba tanpa adanya suatu penyebab trauma atau
iatrogenik, ada 2 jenis yaitu :
Pneumothoraks Spontan Primer (PSP)
Suatu pneumothoraks yang terjadi tanpa riwayat penyakit paru yang mendasari
sebelumnya, umumnya pada indivisu sehat, dewasa muda, tidak berhubungan dengan
aktifitas fisik yang berat tetapi justru pada saat istirahat dan sampai sekarang belum
diketahui penyebabnya.4
Mekanisme yang diduga mendasari terjadinya PSP adalah ruptur bleb subpleura pada
apeks paru-paru. Udara yang terdapat di ruang intrapleura tidak didahului oleh trauma,
tanpa disertai kelainan klinis dan radiologis.5 Riwayat keluarga dengan kejadian serupa
dan kebiasaan merokok meningkatkan resiko terjadinya pneumotoraks ini.5
Faktor yang saat ini diduga berperan dalam patomekanisme PSP adalah terdapat sebagian
parenkim paru-paru yang meningkat porositasnya. Peningkatan porositas menyebabkan

9
kebocoran udara viseral dengan atau tanpa perubahan emfisematous paru-paru. Hubungan
tinggi badan dengan peningkatan resiko terjadinya PSP adalah karena gradien tekanan
pleura meningkat dari dasar ke apeks paru. Akibatnya, alveoli pada apeks paru-paru orang
bertubuh tinggi rentan terhadap meningkatnya tekanan yang dapat mendahului proses
pembentukan kista subpleura.6
PSP umumnya dapat ditoleransi dengan baik oleh penderitanya karena tidak adanya
penyakit paru-paru yang mendasari.5 Pada sebagian besar kasus PSP, gejala akan
berkurang atau hilang secara spontan dalam 24-48 jam.6
Pneumothoraks Spontan Sekunder (PSS)
Pnumothoraks yang terjadi karena penyakit paru yang mendasari. PSS paling banyak
disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Secara umum udara pada PSS
memasuki rongga pleura melalui alveoli yang melebar atau rusak.5 PSS lebih berbahaya
daripada PSP dikarenakan fungsi paru yang lebih buruk daripada pasien PSP. Hampir
semua pasien PSS harus dilakukan thorakostomi.
Untuk penangan PSS, ACCP (American College of Chest Physicians) merekomendasikan
pemasangan chest tube atau thorakostomi untuk setiap pasien PSS, dan pleurodesis pada
episode pertama PSS guna mencegah rekurensi.5 Sebagian besar pasien membutuhkan
drainase melalui chest tube. Pelepasan chest tube dilakukan setelah terjadi re-ekspansi
paru dan resolusi kebocoran udara. Pleurodesis merupakan terapi pilihan terakhir dan
dilakukan pada pasien dengan kebocoran udara yang tidak teratasi dan mengalami
pneumotoraks rekuren.6
b. Pneumothoraks Traumatik
Pneumothoraks yang terjadi akibat suatu trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan,
yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru. Pneumothoraks
traumatik dibagi menjadi 2 yaitu:
Pneumothoraks Traumatik Iatrogenik
Suatu pneumothoraks yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumothoraks
jenis inipun masih dibedakan menjadi 2 yaitu:5
a) Pneumothoraks Traumatik Iatrogenik Aksidental yaitu penumothoraks yang terjadi
akibat tindakan medis karena kesalahan/komplikasi tindakan medis tersebut
b) Pneumothoraks Traumatik Iatrogenik Artifisial yaitu penumothoraks yang sengaja
dilakukan dengan cara mengisi udara ke dalam rongga pleura melalui jarum dengan suatu
alat Maxwell box.4
Pneumothoraks Traumatik bukan Iatrogenik
Penumothoraks yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada
baik terbuka maupun tertutup.4
Pneumotoraks jenis ini terjadi akibat trauma tumpul atau tajam yang merusak pleura
viseralis atau parietalis. Pada trauma tajam, luka menyebabkan udara dapat masuk ke
rongga pleura langsung ke dinding toraks atau menuju pleura viseralis melalui cabang-
cabang trakeobronkial. Luka tusuk atau luka tembak secara langsung melukai paru-paru

10
perifer menyebabkan terjadinya hemothoraks dan pneumotoraks di lebih dari 80% lesi di
dada akibat benda tajam.5
Pada trauma tumpul pneumotoraks terjadi apabila pleura viseralis terobek oleh fraktur
atau dislokasi costae. Kompresi dada tiba-tiba menyebabkan peningkatan tekanan
alveolar secara tajam dan kemudian terjadi ruptur alveoli. Saat alveoli ruptur udara masuk
ke rongga intersisiel dan terjadi diseksi menuju pleura viseralis atau mediastinum.
Pneumotoraks terjadi saat terjadi ruptur pada pleura viseralis atau mediastinum dan udara
masuk ke rongga pleura.4
Pneumotoraks traumatik bukan iatrogenik juga dapat terjadi akibat barotrauma. Pada suhu
konstan, volume massa udara berbanding terbalik dengan tekanannya, sehingga apabila
ditempatkan pada ketinggian 3050 m, volume udara yang tersaturasi pada tubuh
meningkat 1,5 kali lipat daripada saat di ketinggian permukaan laut. Pada peningkatan
tekanan tersebut, udara yang terjebak dalam bleb dapat mengalami ruptur dan
menyebabkan pneumotoraks.5 Hal ini biasanya terjadi pada kru pesawat terbang.
Sedangkan pada penyelam, udara yang terkompresi dialirkan ke paru-paru harus melalui
regulator dan sewaktu naik ke permukaan barotrauma dapat terjadi seiring dengan
penurunan tekanan secara cepat sehingga udara yang terdapat di paru-paru dapat
menyebabkan pneumotoraks.5
Klasifikasi Pneumotoraks Berdasarkan Jenis Fistula
a. Pneumothoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada
dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam
rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif
karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum
mengalami reekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di
dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan
udara di rongga pleura tetap negatif. Misal terdapat robekan pada pleura viseralis dan
paru atau jalan nafas atau esofagus, sehingga masuk kavum pleura karena tekanan
kavum pleura negative.8

b. Pneumothoraks Terbuka (Open Pneumothorax)

11
Gambar 6. Pneumothoraks Terbuka

Pneumotoraks terbuka yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga


pleura dengan bronkus karena terdapat luka terbuka pada dada.5 Dalam keadaan ini
tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka
tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan
tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan. Pada saat inspirasi tekanan
menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan menjadi positif. Selain itu, pada
saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi
mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking wound).6

c. Pneumothoraks Ventil (Tension Pneumothorax)

Gambar 7. Pneumothoraks Ventil


Pneumotoraks ventil adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif
dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang
bersifat ventil (1 arah).4 Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus
serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka.
Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar. Akibatnya tekanan
di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer.
Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering
menimbulkan gagal napas.2,3

DIAGNOSIS

Anamnesis
a) Nyeri dada hebat yang tiba-tiba pada sisi paru terkena khususnya pada saat
bernafas dalam atau batuk.
b) Sesak, dapat sampai berat, kadang bisa hilang dalam 24 jam, apabila sebagian paru
yang kolaps sudah mengembang kembali
c) Mudah lelah pada saat beraktifitas maupun beristirahat.
d) Warna kulit yang kebiruan disebabkan karena kurangnya oksigen (cyanosis).
Gejala tersebut dapat berdiri sendiri maupun kombinasi. Derajat gangguannya bisa mulai dari
asimptomatik atau menimbulkan gangguan ringan sampai berat.5
Pemeriksaan Fisik

12
a) Inspeksi: dapat terjadi pergeseran trakea, pencembungan dan pada waktu
pergerakan nafas, tertinggal pada sisi yang sakit.
b) Palpasi: Pada sisi yang sakit ruang sela iga dapat normal atau melebar, iktus
jantung terdorong kesisi thoraks yang sehat. Fremitus suara melemah sampai
menghilang.
c) Perkusi: Suara ketok hipersonor sampai timpani, batas jantung terdorong ke
thoraks yang sehat.
d) Auskultasi: suara nafas melemah sampai menghilang, nafas dapat amforik apabila
ada fistel yang cukup besar.
Pemeriksaan Penunjang

1. Foto Rongent Thorax

Gambar 8. Pneumothoraks pada Paru Kanan

13
Gambar 9. Paru Kanan yang Collapsed

Gambaran radiologis yang tampak pada foto rontgen kasus pneumotoraks antara lain:
a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan
tampak garis yang merupakan tepi paru/ terlihat garis pleura. Tidak adanya
gambaran vaskular marking perifer dari garis pleura. Kadang-kadang paru yang
kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan
lobus paru.2
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang
berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali.
Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang
dikeluhkan.2
c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals
melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan
jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi
pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.3

2. CT scan

CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan
pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrboraks. CT Scan
merupakan pemeriksaan yang paling dipercaya namun tidak direkomendasikan untuk
mendiagnosis pneumothoraks. CT scan thoraks lebih spesifik untuk membedakan
antara emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra
dan ekstrapulmoner dan untuk mendeteksi pneumothoraks yang ukurannya kecil.2

14
Gambar 10. Pneumothoraks Kanan tampak pada CT Scan

Gambar 11. Pneumothoraks pada Paru Kiri

3. BGA (Blood Gas Arteri)

Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada
kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang
berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.

PENATALAKSANAAN

Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara dari rongga
pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi.6 Pada prinsipnya,

15
penatalaksanaan pneumotoraks adalah adalah sama seperti penanganan trauma, yaitu dengan
melakukan tindakan ABCDE, yang kemudian diikuti tindakan sebagai berikut:6

1. Observasi pemberian O2

Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah menutup, maka
udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan diresorbsi. Laju resorbsi
tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan O2. Observasi dilakukan dalam
beberapa hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari.
Tindakan ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka.

2. Tindakan dekompresi

Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang luasnya
>15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra pleura
dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara :
1) Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura, kemudian
infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan dimasukkan ke
botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung
udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di dalam botol.
2) Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan kanula.
Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di ICS 2 mid-klavikularis
sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal.
Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini
selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat
dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang
berada di dalam botol.
3) Pipa water sealed drainage (WSD)
WSD adalah merupakan suatu system yang digunakan untuk mengalirkan
cairan atau udara dari torak dengan tujuan untuk mempertahankan tekanan
negatif yg normal dalam cavum pleura, sehingga akan dapat mengembalikan
dan atau mempertahankan pengembangan paru.

16
Gambar 12. Water Sealed Drainage

Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan
troakar atau dengan bantuan klem penjepit (Kelly forceps). Pemasukan troakar dapat
dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4
pada linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat pula
melalui sela iga ke-2 di garis mid klavikula.5

Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke rongga pleura dan
kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal di
rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di dada dan pipa kaca
WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada
di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara
dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut.4,5

Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura tetap positif.


Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O,
dengan tujuan agar paru cepat mengembang.4 Apabila paru telah mengembang
maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif kembali, maka sebelum dicabut
dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk
selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura kembali menjadi positif maka
pipa belum bisa dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam
keadaan ekspirasi maksimal.4

17
Gambar 13. Pencabutan WSD
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan
demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi
negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut.4
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil

1. Torakoskopi

Toraskopi adalah suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks
dengan alat bantu toraskop. Tindakan ini dilakukan apabila :

tindakan aspirasi maupun WSD gagal


paru tidak mengembang setelah 3 hari pemasangan tube toraskostomi
terjadinya fistula bronkopleura
timbulnya kembali pneumothoraks setelah tindakan pleurodesis

2. Torakotomi
Tindakan torakotomi dilakukan bila :
1. Kebocoran paru yang massif sehingga paru tak dapat mengembang (bullae /
fistel Bronkhopleura).
2. Pneumotoraks berulang.
3. Adanya komplikasi (Empiema, Hemotoraks, Tension pneumothorax).
4. Pneumotoraks bilateral.
5. Indikasi sosial (pilot, penyelam, penderita yang tinggal di daerah terpencil)
Torakotomi dilakukan dengan cara:
a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari lubang
yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit
b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang menyebabkan
paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan dekortikasi.
c. Dilakukan reseksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan atau
terdapat fistel dari paru yang rusak
d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian
kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.

18
REHABILITASI

Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan pengobatan


secara tepat untuk penyakit dasarnya.
Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin terlalu
keras.
Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah laksan
ringan.
Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk, sesak
napas.

PROGNOSIS

Lebih dari 50 % pasien dengan panumothorak dapat kambuh kembali. Kekambuhan jarang
terjadi pada pasien-pasien pneumothorak yang dilakukan torakotomi terbuka. Pasien-pasien
yang penatalaksanaannya cukup baik, umumnya tidak dijumpai komplikasi.

DIAGNOSA BANDING

Emfisema Paru
Asma Bronchial

KOMPLIKASI

1. Tension Pneumothoraks

2. Emfisema Subkutis dan Emfisema Mediastinum

3. Syok kardiogenik.

KESIMPULAN

Pneumotoraks merupakan suatu keadaan dimana rongga pleura terisi oleh udara, sehingga
menyebabkan pendesakan terhadap jaringan paru yang menimbulkan gangguan dalam
pengembangannya terhadap rongga dada saat proses respirasi. Oleh karena itu, pada pasien
sering mengeluhkan adanya sesak napas dan nyeri dada.

Berdasarkan penyebabnya, pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun


traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan
pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik. Dan menurut fistel
yang terbentuk, maka pneumotoraks dapat bersifat terbuka, tertutup dan ventil (tension).

Dalam menentukan diagnosa pneumotoraks seringkali didasarkan pada hasil foto rntgen
berupa:
1. Tampak bayangan hiperlusen baik bersifat lokal maupun general

19
2. Pada gambaran hiperlusen ini tidak tampak jaringan paru, jadi avaskuler.
3. Bila pneumotoraks hebat sekali dapat menyebabkan terjadinya kolaps dari paru- paru
sekitarnya, sehingga massa jaringan paru yang terdesak ini lebih padat dengan
densitas seperti bayangan tumor.
4. Biasanya arah kolaps ke medial
5. Bila hebat sekali dapat menyebabkan terjadinya perdorongan pada jantung misalnya
pada pneumotoraks ventil atau apa yang kita kenal sebagai tension pneumothorax
6. Juga mediastinum dan trakea dapat terdorong kesisi yang berlawanan.

Dari hasil rntgen juga dapat diketahui seberapa berat proses yang terjadi melalui luas area
paru yang terkena pendesakan serta kondisi jantung dan trakea.

Pada prinsipnya, penanganan pneumotoraks berupa observasi dan pemberian O2 yang


dilanjutkan dengan dekompresi. Untuk pneumotoraks yang berat dapat dilakukan tindakan
pembedahan. Sedangkan untuk proses medikasi disesuaikan dengan penyakit yang
mendasarinya. Tahap rehabilitasi juga perlu diperhatikan agar pneumotoraks tidak terjadi
lagi.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Asril Bahar, 1999, Penyakit-penyakit Pleura, Buku Ajar Penyakit Dalam, Jilid II,
Balai Penerbit FKUI, Jakarta
2. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata.
Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2006. p. 1063
3. Kahar Kusumawidjaja, 2000, Pleura dan Mediastinum, Radiologi diagnositik, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta.
4. Joten H.J., Andrew B.C., 1993, Essentials of Radiologic Imaging, Ed. 6, Paul and
Juhl, Clippincott-Raven, Philadelphia.
5. David Sutton, 1987, A Textbook of Radiology and Imaging, Ed. 4, Churchill
Livingstone, Edinburgh, london, Melbourne and New York.
6. Peter Amstrong, Martin L.W., 1986, X-Ray Diagnosis, Economy Edition, PG Asian.

21
22

Anda mungkin juga menyukai