Anda di halaman 1dari 294

Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (Association of Southeast Asian

Nations/ASEAN) terbentuk pada tanggal 8 Agustus 1967. Sepuluh Negara anggota


ASEAN terdiri dari Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia,
Myanmar, Philipina, Singapura, Thailand dan Vietnam. Sekretariat ASEAN berada
di Jakarta, Indonesia.

Untuk keterangan lebih lanjut, dapat menghubungi :


Sekretariat Direktorat Jenderal Kerja sama ASEAN
Lt. 9 Gedung Utama Kementerian Luar Negeri
Jl. Taman Pejambon No. 6 Jakarta Pusat
Telp. (62-21) 3509059, 3441508 ext. 4417
Faks : (62-21) 3509050

Informasi umum mengenai ASEAN dapat dilihat di www.deplu.go.id

Edisi pertama tahun 1982 dan telah diperbaharui sampai edisi ke-19 tahun 2010.
Edisi Ke-1 - 1982
Edisi Ke-2 - 1983
Edisi Ke-3 - 1984
Edisi Ke-4 - 1985
Edisi Ke-5 - 1986
Edisi Ke-6 - 1987
Edrsi Ke-7 - 1988
Edisi Ke-8 - 1990
Edisi Ke-8 (Celak Ulang Pertama) - 1990
Edisi Ke-8 (Cetak Ulang Kedua} - 1990
Edisi Ke-8 (Cetak Ulang Ketiga) - 1991
Edisi Ke-9 - 1992
Edisi Ke-10 - 1995
Edisi Ke-11 - 1996
Edisi Ke-12 - 1997
Edisi Ke-13 - 1998
Edisi Ke-14 - 1993
Edisi Ke-15 - 2000
Edisi Ke-16 - 2005
Edisi Ke-16 (Cetak Ulang) - 2006
Edisi Ke-17 - 2007
Edisi Ke-18 - 2008
Edisi Ke-18 (Cetak Ulang Pertama) - 2009
Edisi Ke-18 (Celak Ulang Kedua) - 2009
Edisi Ke-19 - 2010
KATAKATA
PENGANTAR
PENGANTAR

Pada
Pada tanggal
tanggal 88Agustus
Agustus2010,2010, ASEAN
ASEAN
memasukimemasuki
usia 43 tahun.usia Di43haritahun.
ulang tahunnya
tersebut
Di ASEAN tahunnya
hari ulang menghadapi perkembangan
tersebut
kawasan dan global yang
ASEAN menghadapi perkembangan sangat dinamis. Proses
globalisasi yang ditandai semakin meningkatnya
kawasan dan antarbangsa
ketergantungan global yangdansangat dipastikan tidak
dinamis.
ada satu punProses negaraglobalisasi
yang mampu yangmenghadapi
ditandai
perubahan semakin
global meningkatnya
tersebut sendiri. Untuk
menghadapi tantangan
ketergantungan kawasan dan
antarbangsa dan global
tersebut, kita
dipastikan harus
tidak dapat
ada satumerealisasikan
pun negara komunitas
ASEAN pada tahun 2015.
yang mampu menghadapi perubahan
global Selama
tersebut sendiri.
43 tahun, ASEAN telahUntukmemberikan
menghadapi
manfaat yang nyata tantangan kawasan
bagi kawasan Asia Tenggara.
ASEAN
dan globaltelah memberikan
tersebut, kita harus sumbangan
dapat besar
terhadap terciptanya suasana damai yang kondusif
merealisasikan komunitas ASEAN
bagi pembangunan politik, ekonomi, dan sosial
Djauhari Oratmangun
Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN
pada
budayatahun
di 2015.
Asia Tenggara. Oleh karena itu,
Sumber: www.deplu.go.id komunitas ASEAN diharapkan dapat menjadi bagian
Selama 43 tahun, ASEAN daritelah
solusimemberikan
untuk menjawabmanfaat yang
berbagai permasalahan
nyata bagi kawasan Asia Tenggara. kawasan dan ASEAN
global.telah memberikan
sumbangan besar terhadap terciptanya suasana damai yang
Sejak
kondusif bagiPiagam ASEAN ditandatangani
pembangunan oleh para
politik, ekonomi, dan Kepala Negara/Pemerintahan
sosial budaya di
ASEAN pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-13 di Singapura tanggal 20
Asia Tenggara. Oleh karena itu, komunitas ASEAN diharapkan
November 2007, organisasi ASEAN terus melakukan pembenahan untuk
dapat
menjadi bagianberbagai
mengantisipasi dari solusi untuk menjawab
perubahan yang telah berbagai
dicetuskanpermasalahan
dalam Piagam ASEAN.
kawasan
Dalam hal dan global. ASEAN akan berfungsi sebagai instrumen dasar hukum atau
ini, Piagam
kerangka kerja legal ASEAN sehingga mekanisme kerja sama ASEAN berdasarkan

pada Sejak
asas Piagamhukum.
landasan ASEAN ditandatangani oleh para Kepala Negara/
Pemerintahan ASEAN pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN
ke-13 Kerja sama ASEAN kini menuju tahapan baru yang lebih integratif dan
di Singapura tanggal 20 November 2007, organisasi ASEAN
berwawasan ke depan dengan pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015.
terus melakukan pembenahan
Piagam ASEAN yang mulai berlaku tanggal untuk 15mengantisipasi berbagai landasan
Desember 2008 merupakan
perubahan
hukum yang
dan jati diritelah
ASEAN.dicetuskan dalam Piagam
Piagam ASEAN ASEAN.
disusun secara Dalamnamun
singkat, hal lengkap,
ini, Piagam
dan ASEAN
ditulis dalam akanyang
bahasa berfungsi
mudahsebagai
dipahami.instrumen dasar
Selanjutnya, hukum
Piagam ASEAN tidak
hanya berfungsi kerja
atau kerangka sebagai landasan
legal ASEAN hukum atau konstitusional,
sehingga tetapi sama
mekanisme kerja juga diharapkan
dapat memperkuat kerja sama ASEAN agar dapat beradaptasi dengan berbagai
ASEAN berdasarkan pada asas landasan hukum.
perubahan, tantangan, dan peluang, serta transformasi ASEAN sebagai organisasi yang
solid dan kuat. Selain itu, Piagam akan mendorong ASEAN berorientasi pada
Kerja sama ASEAN kini menuju tahapan baru yang lebih integratif
kepentingan masyarakat (people-oriented).
dan berwawasan ke depan dengan pembentukan Komunitas ASEAN
pada tahun 2015.itu,
Oleh karena Piagam
ASEANASEAN yangCetak
juga memiliki mulaiBiru
berlaku
sebagaitanggal 15(road map)
peta jalan
untuk membentuk Komunitas ASEAN 2015. Pembentukan Komunitas ASEAN 2015
dilandaskan pada 3 (tiga) pilar Cetak Biru, yaitu Cetak Biru Komunitas Politik Keamanan
ASEAN (ASEAN Political-Security Community Blueprint), Cetak Biru Komunitas


ii
Desember 2008 merupakan landasan hukum dan jati diri ASEAN.
Piagam ASEAN disusun secara singkat, namun lengkap, dan ditulis
dalam bahasa yang mudah dipahami. Selanjutnya, Piagam ASEAN
tidak hanya berfungsi sebagai landasan hukum atau konstitusional,
tetapi juga diharapkan dapat memperkuat kerja sama ASEAN agar
dapat beradaptasi dengan berbagai perubahan, tantangan, dan
peluang, serta transformasi ASEAN sebagai organisasi yang solid
dan kuat. Selain itu, Piagam akan mendorong ASEAN berorientasi
pada kepentingan masyarakat (people-oriented).

Oleh karena itu, ASEAN juga memiliki Cetak Biru sebagai


peta jalan (road map) untuk membentuk Komunitas ASEAN 2015.
Pembentukan Komunitas ASEAN 2015 dilandaskan pada 3 (tiga)
pilar Cetak Biru, yaitu Cetak Biru Komunitas Politik Keamanan
ASEAN (ASEAN Political-Security Community Blueprint), Cetak
Biru Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community
Blueprint), dan Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN
(ASEAN Socio-Cultural Community Blueprint).

Selama ini terdapat persepsi di kalangan masyarakat bahwa


ASEAN adalah organisasi yang cenderung bersifat eksklusif dan
berorientasi elite. Untuk itu, ASEAN perlu mengambil langkah-
langkah terukur dan terencana agar persepsi tersebut tidak tetap.
ASEAN harus relevan bagi masyarakatnya termasuk bagi rakyat
Indonesia. ASEAN harus memfokuskan dirinya untuk dapat
menjalin kerja sama yang dapat memberikan manfaat langsung
bagi masyarakat.

Pembangunan komunitas ASEAN harus melibatkan seluruh


komponen masyarakat negara-negara ASEAN. ASEAN juga harus
mampu menampung aspirasi luas seluruh kelompok kepentingan
yang ada. Untuk menyukseskan cita-cita ASEAN, negara-negara
ASEAN harus dapat menyadari agar solidaritas, kohesivitas, dan
efektivitas kerja sama dapat ditingkatkan. ASEAN harus dapat
melakukan pelbagai penyesuaian seiring dengan perkembangan
yang pesat di bidang politik, keamanan, ekonomi, sosial budaya,
teknologi, dan pengetahuan, serta bidang-bidang lain.

Sejalan dengan hal tersebut, Direktorat Jenderal Kerja


Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri RI telah melaksanakan

ii
kewajibannya memberikan informasi dan pemahaman tentang
perkembangan kerja sama ASEAN kepada masyarakat. Berbagai
kegiatan telah dilakukan, seperti mengadakan seminar, sarasehan,
ceramah, dan diskusi. Kegiatan yang secara langsung melibatkan
masyarakat seperti penyelenggaraan festival, pemilihan Duta Muda
ASEAN-Indonesia, dan pencerahan kepada siswa-siswi sekolah
menengah melalui kegiatan ASEAN Masuk Sekolah (ASEAN Goes
to School). Kegiatan-kegiatan tersebut tidak hanya memberikan
pemahaman tetapi juga untuk mendapatkan masukan dan tanggapan
dari masyarakat. Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan tersebut
menandakan adanya kepedulian masyarakat terhadap ASEAN
yang pada gilirannya diharapkan dapat menyukseskan perwujudan
Komunitas ASEAN pada tahun 2015.

Bagi Indonesia, evolusi ASEAN menuju komunitas yang lebih


terbuka terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan asas pemerintahan
yang baik sangat diperlukan untuk memastikan tidak adanya
keterputusan atau kesenjangan transformasi yang telah terjadi di
Indonesia dan di tataran kawasan.

Pada tataran kawasan yang lebih luas, kita menyaksikan


timbulnya pembahasan tentang tata arsitektur kawasan Asia Timur
atau Asia Pasifik. Bagi Indonesia, komunitas Asia Timur ataupun
Asia Pasifik tidak dapat terwujud tanpa adanya Komunitas ASEAN
sebagai fondasi utama. Meskipun demikian, kita harus menekankan
dan memastikan bahwa di tingkat nasional, di dalam batas-batas
wilayah kita sendiri, Indonesia dapat memanfaatkan sepenuhnya
berbagai upaya pembangunan komunitas di tingkat kawasan ini.

Pada tahun 2011 mendatang Indonesia telah diberi kepercayaan


untuk menjadi Ketua ASEAN. Hal ini merupakan kesempatan
yang baik bagi kita semua untuk memberikan kontribusi terhadap
pencapaian komunitas ASEAN tahun 2015. Sebagai tuan rumah
dalam berbagai pertemuan ASEAN, kita memiliki kesempatan untuk
menunjukkan identitas dan citra kita sebagai bangsa yang sedang
bergerak maju di berbagai bidang.

Buku Selayang Pandang Edisi ke-19 ini telah disesuaikan


dengan perkembangan ASEAN terkini sehingga buku ini diharapkan
dapat memberikan gambaran pemahaman menyeluruh tentang

iii
ASEAN. Semoga buku ini dapat berguna bagi masyarakat dalam
menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara, serta berupaya
menuju pembentukan masyarakat ASEAN yang damai dan
sejahtera.

Jakarta, Agustus 2010

Djauhari Oratmangun
Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................. i


DAFTAR ISI ......................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
A. Latar Belakang dan Sejarah ............................................. 1
B. Pembentukan Komonitas ASEAN .................................... 3
BAB II PIAGAM ASEAN DAN CETAK BIRU KOMUNITAS ............... 7
ASEAN 2015
A. Perkembangan Pembentukan Piagam ASEAN ................. 7
B. Tujuan dan Prinsip ASEAN ............................................... 10
C. Prosedur Keanggotaan ASEAN ........................................ 13
D. Struktur Organisasi ASEAN ............................................... 13
E. Sekretariat ASEAN ........................................................... 15
F. Keuangan Sekretariat ASEAN .......................................... 18
G. Cetak Biru Komunitas ASEAN 2015 ................................. 20
BAB III PERKEMBANGAN KOMUNITAS ASEAN ............................... 31
A. Komunitas Politik-Keamanan ........................................ 31
1. Pertemuan Para Menteri Luar Negeri ASEAN ............. 32
(ASEAN Foreign Ministers Meeting/AMM)
2. Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara ................. 36
(Commission on the Southeast Asia Nuclear
Weapon-Free Zone/SEANWFZ Commission)
3. Deklarasi Kawasan Damai, Bebas, Dan Netral ........... 39
(Zone of Peace, Freedom And Neutrality
Declaration/ZOPFAN)
4. Pertemuan Para Menteri Pertahanan ASEAN ............. 41
(ASEAN Defence Ministers Meeting/ADMM &
ADMM Plus)
5. Pertemuan Para Menteri bidang Hukum ASEAN ......... 47
(ASEAN Law Ministers Meeting/ALAWMM)


6. Pertemuan Para Menteri yang menangani .................. 48
Kejahatan Lintas-Negara ASEAN
(ASEAN Ministerial Meeting on Transnational
Crime/AMMTC)
7. Forum Regional ASEAN ............................................. 50
(ASEAN Regional Forum/ARF)
8. Dewan Komunitas Politik Keamanan ASEAN ............ 53
(ASEAN Political Security/APSC Council) & Dewan
Koordinasi/ASEAN Coordinating Council/ACC)
B. Komunitas Ekonomi ........................................................ 54
1. Pertemuan Para Menteri Ekonomi ASEAN ................. 58
(ASEAN Economic Ministers Meeting/AEM)
2. Dewan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN ........... 68
(ASEAN Free Trade Area Council/ AFTA)
3. Dewan Kawasan Investasi ASEAN ............................. 91
(ASEAN Investment Area Council/ AIA)
4. Pertemuan Para Menteri Keuangan ASEAN ............... 94
(ASEAN Finance Ministers Meeting/AFMM)
5. Pertemuan Para Menteri ASEAN bidang Pertanian ..... 95
dan Kehutanan
(ASEAN Ministers Meeting on Agriculture and
Forestry/AMAF)
6. Pertemuan Para Menteri Energi ASEAN ..................... 107
(ASEAN Ministers on Energy Meeting/AMEM)
7. Pertemuan Para Menteri Mineral ASEAN .................... 111
(ASEAN Ministerial Meeting on Minerals/AMMIN)
8. Pertemuan Para Menteri Ilmu Pengetahuan dan ........ 113
Teknologi ASEAN
(ASEAN Ministerial Meeting on Science and
Technology/AMMST)
9. Pertemuan Para Menteri Telekomunikasi dan ............ 113
Informasi ASEAN
(ASEAN Telecommunications and Information
Technology Ministers Meeting/TELMIN)
10. Pertemuan Para Menteri Transportasi ASEAN ........... 115
(ASEAN Transport Ministers Meeting/ATM)

vi
11. Pertemuan Para Menteri Pariwisata ASEAN .............. 120
(Meeting of the ASEAN Tourism Ministers/M-ATM)
12. Kerja Sama Pembangunan Mekong Basin ASEAN ..... 120
(ASEAN Mekong Basin Development Cooperation/
AMBDC)
13. Dewan Komunitas Ekonomi ASEAN ............................ 121
(ASEAN Economic Community Council/AEC Council)
C. Komunitas Sosial dan Budaya ....................................... 122
1. Pertemuan Para Menteri ASEAN Yang Bertanggung ... 126
Jawab di Bidang Informasi
(ASEAN Ministers Responsible for Information/AMRI)
2. Pertemuan Para Menteri ASEAN Yang Bertanggung ... 127
Jawab di Bidang Budaya dan Seni
(ASEAN Ministers Responsible for Culture
and Arts/AMCA)
3. Pertemuan Para Menteri di bidang Pendidikan ............ 130
(ASEAN Education Ministers Meeting/ASED)
4. Pertemuan Para Menteri terkait Penanganan .............. 132
Bencana
(ASEAN Ministerial Meeting on Disaster
Management/AMMDM)
5. Pertemuan Para Menteri Lingkungan ........................... 134
(ASEAN Ministerial Meeting on the Environment/
AMME)
6. Konferensi Para Pihak terhadap Perjanjian ASEAN .... 136
tentang Pencemaran Asap Lintas Batas
(Conference of the Parties (COP) to the ASEAN
Agreement on Transboundary Haze Pollution)
7. Pertemuan Para Menteri Ilmu Pengetahuan dan ......... 137
Teknologi
(ASEAN Ministerial Meeting on Science and
Technology/AMMST)
8. Pertemuan Para Menteri Kesehatan ........................... 138
(ASEAN Health Ministers Meeting/AHMM)

vii
9. Pertemuan Para Menteri Tenaga Kerja ....................... 140
(ASEAN Labour Ministers Meeting/ALMM)
10. Pertemuan Para Menteri yang menangani .................. 142
Pembangunan Pedesaan dan Pengentasan
Kemiskinan
(ASEAN Ministers Meeting on Rural Development
and Poverty Eradication/AMRDPE)
11. Pertemuan Para Menteri yang Menangani .................. 143
Kesejahteraan Sosial dan Pembangunan
(ASEAN Ministerial Meeting on Social Welfare and
Development/AMMSWD)
12. Pertemuan Para Menteri di bidang Kepemudaan ....... 145
(ASEAN Ministerial Meeting on Youth/AMMY)
13. Konferensi ASEAN Masalah-masalah Kepegawaian ... 148
Negeri Sipil
(ASEAN Conference on Civil Service
Matters/ACCSM)
14. Komite ASEAN Terkait Perempuan ............................. 149
(ASEAN Committee on Women/ACW)
15. Pertemuan Pejabat Senior ASEAN Terkait Narkoba .... 151
(ASEAN Senior Officials on Drugs/ASOD)
16. Yayasan ASEAN (ASEAN Foundation) ....................... 154
17. Konferensi Koordinasi Komunitas Sosial Budaya ....... 156
ASEAN
(Coordinating Conference on the ASEAN
Socio-Cultural Community/SOC-COM)
18. Komite Pejabat-pejabat Senior Terkait Komunitas ....... 156
Sosial Budaya ASEAN
(Senior Official Committee on ASEAN
Socio-Cultural Community/SOCA)
19. Badan Komunitas Sosial Budaya ASEAN ................... 157
(ASEAN Socio-Cultural Community Council/ASCC)
BAB IV KERJA SAMA EKSTERNAL ASEAN ...................................... 159
A. Pendahuluan ..................................................................... 159
B. Kerja Sama ASEAN dengan Mitra Wicara Penuh ............. 161

viii
C. Kerja Sama ASEAN dengan Mitra Wicara Sektoral ........... 203
D. Kerja Sama ASEAN dengan Organisasi Internasional ...... 205
dan Kawasan
BAB V KERJA SAMA ASEAN DAN PERKEMBANGAN TERKINI ..... 217
A. Komisi Antar-Pemerintah ASEAN tentang HAM ................ 217
(ASEAN Inter-Governmental Commission on Human
Rights/AICHR)
B. Persetujuan Keistimewaan dan Kekebalan ASEAN ........... 218
(Agreement on Privileges and Immunities of ASEAN)
C. Komite Wakil Tetap untuk ASEAN ..................................... 219
(Committee of Permanent Representative/CPR to ASEAN)
D. ASEAN Security Outlook (ASO) ......................................... 220
E. Forum Maritim ASEAN (ASEAN Maritime Forum/AMF) ..... 221
F. Konektivitas ASEAN (ASEAN Connectivity) ...................... 222
G. Inisiatif untuk Integrasi ASEAN .......................................... 223
(Initiative for ASEAN Integration/IAI)
H. Komite ASEAN untuk Pemajuan dan Perlindungan ........... 225
Hak-hak Perempuan dan Anak
(ASEAN Commission on the Promotion and Protection
of the Rights of Women and Children/ACWC)
I. Komite ASEAN untuk Tenaga Kerja Migran ....................... 226
(ASEAN Committe on Migrant Workers)
J. Perubahan Iklim ............................................................... 227
K. Penanggulangan Bencana ................................................ 229
L. Arsitektur Kawasan ........................................................... 230
M. Keketuaan Indonesia dalam KTT 2011 .............................. 234
BAB VI PENUTUP ................................................................................ 237
LAMPIRAN
1. Identitas ASEAN ............................................................... 241
2. Profil Negara-negara ASEAN ............................................ 243
3. ASEAN Anthem ................................................................. 253
4. Singkatan ........................................................................... 254
5. Panitia Penyusun ............................................................... 275

ix

BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Sejarah


A. Latar Belakang dan Sejarah

Kawasan
Kawasan AsiaAsia Tenggara
Tenggara secara
secara
geopolitik
nilai
geopolitik
dan geoekonomi
strategis. Kondisi
mempunyaidan
tersebut
geoekonomi
menyebabkan kawasan mempunyai
ini menjadi
nilaipersaingan
ajang strategis.
pengaruh Kondisi
kekuatan
pada era Perang Dingin antara Blok
tersebut
Barat dan Blok Timur.menyebabkan
Salah satu bukti
persaingan
kawasan antarnegara
ini adidayaajang
menjadi dan
kekuatan besar pada waktu itu adalah
persaingan
Perang pengaruh
Vietnam antara Vietnam Utara ke-
yang didukung kekuatan Komunis dan
kuatan
Vietnam
pada
Selatan
era
yang
Perang
didukung
Dingin Barat
kekuatan antara Blok Amerika
pimpinan Barat
Serikat. Persaingan dua blok tersebut
dan Blok Timur.
menyeret negara-negara di kawasan
Salah
satu menjadi
ASEAN bukti persaingan
basis kekuatan militer
Blok Komunis dan Barat. Blok Komunis
antarnegara adidaya
di bawah komando Uni Soviet
dan
kekuatan besar
menempatkan pangkalanpada waktu
militernya di
Vietnam, sedangkan Blok Barat di
itu adalah Perang
bawah komando Amerika Serikat
Vietnam
Peta negara-negara anggota ASEAN. Sumber: antara Vietnam
menempatkan pangkalanUtara
militernyayang di
www.ogi12.wordpress.com
Filipina.
didukung kekuatan Komunis
dan Selain
Vietnam Selatan diyang
terjadi persaingan didukung
bidang ideologi kekuatan
antara kekuatan Barat Barat pimpinan
dan kekuatan Timur,
juga terjadi konflik
Amerika militer di
Serikat. kawasan Asia Tenggara
Persaingan dua yangtersebut
blok melibatkan tiga negara, yaitu
menyeret Laos,
negara-
Kamboja, dan Vietnam konflik bilateral, seperti konflik antara Indonesia dan Malaysia, Kamboja
negara
dan Vietnam;didan
kawasan ASEAN
konflik internal, seperti dimenjadi basis dan
Kamboja, Thailand, kekuatan
Indonesia. militer Blok
Komunis dan Barat. Blok Komunis di bawah komando Uni Soviet
Situasi persaingan pengaruh ideologi dan kekuatan militer yang dapat menyeret negara-
menempatkan
negara di kawasan Asiapangkalan
Tenggara kemiliternya di bersenjata
dalam konflik Vietnam, yangsedangkan
menghancurkanBlok
itu
membuat para pemimpin negara-negara di kawasan ASEAN sadar bahwa perlu ada suatu kerja
Barat di bawah komando Amerika Serikat menempatkan pangkalan
sama yang dapat meredakan sikap saling curiga di antara negara anggota serta mendorong
militernya
usaha di Filipina.
pembangunan bersama di kawasan.

Untuk mewujudkan gagasan para pemimpin tersebut beberapa inisiatif yang telah
Selain terjadi persaingan di bidang ideologi antara kekuatan
dilakukan, antara lain, adalah pembentukan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara
Barat dan
(Association kekuatan
of Southeast AsiaTimur, juga terjadi konflik militer
(ASA), MalayaPhilippinaIndonesia di kawasan
(MAPHILINDO), Traktat
Organisasi Asia Tenggara (South East Asia Treaty Organization)/SEATO), dan Dewan Asia-
Asia Tenggara yang melibatkan
Pasifik (Asia and Pacific Council/ASPAC). tiga negara, yaitu Laos, Kamboja,
dan Vietnam konflik bilateral, seperti konflik antara Indonesia dan
Meskipun mengalami kegagalan, upaya dan inisiatif tersebut telah mendorong para
Malaysia,
pemimpin Kamboja
di kawasan dan Vietnam;
untuk membentuk dan konflik
suatu organisasi internal,
kerja sama di kawasanseperti
yang lebihdi
Kamboja, Thailand, dan Indonesia.
1

Situasi persaingan pengaruh ideologi dan kekuatan militer


yang dapat menyeret negara-negara di kawasan Asia Tenggara ke
dalam konflik bersenjata yang menghancurkan itu membuat para


pemimpin negara-negara di kawasan ASEAN sadar bahwa perlu
ada suatu kerja sama yang dapat meredakan sikap saling curiga
di antara negara anggota serta mendorong usaha pembangunan
bersama di kawasan.

Untuk mewujudkan gagasan para pemimpin tersebut


beberapa inisiatif yang telah dilakukan, antara lain, adalah
pembentukan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara
(Association of Southeast Asia (ASA), MalayaPhilippinaIndonesia
(MAPHILINDO), Traktat Organisasi Asia Tenggara (South East Asia
Treaty Organization/SEATO), dan Dewan Asia-Pasifik (Asia and
Pacific Council/ASPAC).

Meskipun mengalami kegagalan, upaya dan inisiatif tersebut


telah mendorong para pemimpin di kawasan untuk membentuk
suatu organisasi kerja sama di kawasan yang lebih baik. Untuk itu,
Menteri Luar Negeri Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan
Thailand melakukan berbagai pertemuan konsultatif secara intens
sehingga disepakati suatu rancangan Deklarasi Bersama (Joint
Declaration) yang isinya mencakup, antara lain, kesadaran perlunya
meningkatkan saling pengertian untuk hidup bertetangga secara
baik dan membina kerja sama yang bermanfaat di antara negara-
negara di kawasan yang terikat oleh pertalian sejarah dan budaya.

Untuk menindaklanjuti deklarasi tersebut, pada tanggal 8


Agustus 1967, bertempat di Bangkok, Thailand, lima Wakil Negara/
Pemerintahan negara-negara Asia Tenggara, yaitu para Menteri Luar
Negeri Indonesia Adam Malik, Wakil Perdana Menteri merangkap
Menteri Pertahanan dan Menteri Pembangunan Nasional Malaysia
Tun Abdul Razak, Menteri Luar Negeri Filipina Narciso Ramos,
Menteri Luar Negeri Singapura S. Rajaratnam, dan Menteri Luar
Negeri Thailand Thamat Khoman melakukan pertemuan dan
menandatangani Deklarasi ASEAN (The ASEAN Declaration) atau
Deklarasi Bangkok (Bangkok Declaration).

Deklarasi Bangkok tersebut menandai berdirinya suatu


organisasi kawasan yang diberi nama Perhimpunan Bangsa-Bangsa
Asia Tenggara (Association of Southeast Asian Nations/ASEAN).
Organisasi ini pada awalnya bertujuan mempercepat pertumbuhan
ekonomi, mendorong perdamaian dan stabilitas wilayah, dan


membentuk kerja sama di berbagai bidang kepentingan bersama.

Lambat laun organisasi ini mengalami kemajuan yang cukup


signifikan di bidang politik dan ekonomi, seperti disepakatinya
Deklarasi Kawasan Damai, Bebas, dan Netral (Zone of Peace,
Freedom, and Neutrality Declaration/ZOPFAN) yang ditandatangani
tahun 1971. Kemudian, pada tahun 1976 lima negara anggota
ASEAN itu juga menyepakati Traktat Persahabatan dan Kerjasama
(Treaty of Amity and Cooperation/TAC) yang menjadi landasan
bagi negara-negara ASEAN untuk hidup berdampingan secara
damai. Hal ini mendorong negara-negara di Asia Tenggara lainnya
bergabung menjadi anggota ASEAN.

Proses penambahan keanggotaan ASEAN sehingga


anggotanya 10 negara adalah sebagai berikut:
a. Brunei Darussalam resmi menjadi anggota ke-6 ASEAN pada
tanggal 7 Januari 1984 dalam Sidang Khusus Menteri-Menteri
Luar Negeri ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting/AMM) di
Jakarta, Indonesia.
b. Vietnam resmi menjadi anggota ke-7 ASEAN pada tanggal
29-30 Juli 1995 dalam Pertemuan para Menteri Luar Negeri
ASEAN ke-28 di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam.
c. Laos dan Myanmar resmi menjadi anggota ke-8 dan ke-9
ASEAN tanggal 23-28 Juli 1997 dalam pada Pertemuan para
Menteri Luar Negeri ASEAN ke-30 di Subang Jaya, Malaysia.
d. Kamboja resmi menjadi anggota ke-10 ASEAN dalam Upacara
Khusus Penerimaan pada tanggal 30 April 1999 di Hanoi,
Vietnam.

Dengan diterimanya Kamboja sebagai anggota ke-10 ASEAN,


cita-cita para pendiri ASEAN yang mencakup sepuluh negara di
kawasan Asia Tenggara (visi ASEAN-10) telah tercapai.

B. Pembentukan Komunitas ASEAN

Menjelang abad ke-21, ASEAN bersepakat untuk


mengembangkan suatu kawasan yang terintegrasi dengan
membentuk suatu komunitas negara-negara Asia Tenggara yang
terbuka, damai, stabil dan sejahtera, saling peduli, dan diikat bersama


dalam kemitraan
yang dinamis
di tahun 2020.
Harapan tersebut
dituangkan dalam
Visi ASEAN 2020
yang ditetapkan
oleh para Kepala
Negara/Peme-
rintahan ASEAN
pada Konferensi
Tingkat Tinggi
(KTT) ASEAN
di Kuala Lumpur tanggal 15 Desember 1997. Selanjutnya, untuk
merealisa-sikan harapan tersebut, ASEAN mengesahkan Bali
Concord II pada KTT ASEAN ke-9 di Bali tahun 2003 yang me-
nyepakati pembentukan Komunitas ASEAN (ASEAN Community).

Komunitas ASEAN terdiri atas 3 (tiga) pilar, yaitu Komunitas


Politik-Keamanan ASEAN (ASEAN Political-Security Community/
APSC), Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/
AEC), Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural
Community/ASCC). Indonesia menjadi penggagas pembentukan
Komunitas Politik dan Keamanan ASEAN serta memainkan peran
penting dalam perumusan dua pilar lainnya.

Pada KTT ASEAN ke-10 di Vientiane, Laos, tahun 2004,


konsep Komunitas ASEAN mengalami kemajuan dengan
disetujuinya tiga Rencana Aksi (Plan of Action/ PoA) untuk masing-
masing pilar yang merupakan program jangka panjang untuk
merealisasikan pembentukan Komunitas ASEAN. KTT tersebut
juga mengintegrasikan ketiga Rencana Aksi Komunitas ASEAN
ke dalam Vientiane Action Programme (VAP) sebagai landasan
program jangka pendekmenengah untuk periode 20042010.

Upaya kesepakatan pembentukan Komunitas ASEAN


semakin kuat dengan ditandatanganinya Deklarasi Cebu mengenai
Percepatan Pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015
(Cebu Declaration on the Acceleration of the Establishment of an
ASEAN Community by 2015) oleh para Pemimpin ASEAN pada


KTT ke-12 ASEAN di Cebu, Filipina, tanggal 13 Januari 2007.
Dengan ditandatanganinya Deklarasi tersebut, para Pemimpin
ASEAN menyepakati percepatan pembentukan Komunitas ASEAN
dari tahun 2020 menjadi tahun 2015.
Seiring dengan upaya perwujudan Komunitas ASEAN, ASEAN
juga menyepakati untuk menyusun semacam konstitusi yang akan
menjadi landasan dalam penguatan kerja sama. Dalam kaitan
ini, proses penyusunan Piagam ASEAN dimulai sejak tahun 2006
melalui pembentukan Kelompok Ahli (Eminent Persons Group/EPG)
dan kemudian dilanjutkan oleh Gugus Tugas Tingkat Tinggi (High
Level Task Force) untuk melakukan negosiasi terhadap draf Piagam
ASEAN.
Pada usia ke-40 tahun ASEAN, para Kepala Negara/
Pemerintahan ASEAN pada KTT ke-13 ASEAN di Singapura bulan
November 2007 telah menandatangani Piagam ASEAN (ASEAN
Charter) yang mengubah ASEAN dari organisasi yang longgar (loose
association) menjadi organisasi yang berdasarkan hukum (rules-
based organization) dan menjadi subjek hukum (legal personality).
Piagam ASEAN mulai diberlakukan pada tanggal 15 Desember
2008 setelah semua negara anggota ASEAN menyampaikan ratifikasi
kepada Sekretaris Jenderal ASEAN. Peresmian mulai berlakunya
Piagam ASEAN tersebut dilakukan oleh Presiden RI Susilo Bambang
Yudhoyono di Sekretariat ASEAN. Untuk Indonesia, pemberlakuan
Piagam ASEAN ini disahkan melalui Undang-Undang RI Nomor 38
Tahun 2008 tentang Pengesahan Piagam Perhimpunan Bangsa-
Bangsa Asia Tenggara (Charter of The Association of Southeast
Asian Nations). Implementasi Piagam ASEAN mulai ditegaskan
pada KTT ASEAN ke-14 di Hua Hin, Thailand, pada tanggal 28
Februari1 Maret 2009.
Dalam Piagam ASEAN tersebut tercantum ketetapan ASEAN
untuk membentuk komunitas ASEAN tahun 2015. Komunitas
ASEAN tersebut terdiri atas 3 pilar yaitu Komunitas Politik Keamanan
ASEAN, Komunitas Ekonomi ASEAN, dan Komunitas Sosial Budaya
ASEAN.
Untuk mencapai terbentuknya Komunitas ASEAN 2015,
ASEAN menyusun Cetak Biru (Blue Print) dari ketiga pilar tersebut.


Cetak Biru Komunitas ASEAN tersebut merupakan pedoman arah
pembentukan Komunitas ASEAN di tiga pilar. Dari ketiga pilar
tersebut, Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN disahkan pada
KTT ASEAN ke-13 tahun 2007 di Singapura. Selanjutnya Cetak Biru
Komunitas Politik Keamanan ASEAN dan Cetak Biru Komunitas
Sosial Budaya ASEAN disahkan pada KTT ASEAN ke-14 tahun 2009
di Cha Am Hua Hin, Thailand. Di samping itu, pada KTT tersebut
para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN juga menandatangani
Deklarasi Cha-am Hua Hin Mengenai Peta Jalan Pembentukan
Komunitas ASEAN 2009-2011 [Cha-am Hua Hin Declaration on the
Roadmap for an ASEAN Community (2009-2011)].


BAB II
PIAGAM ASEAN DAN CETAK BIRU
KOMUNITASBAB
ASEAN
II 2015
PIAGAM ASEAN DAN CETAK BIRU KOMUNITAS ASEAN 2015

A. Perkembangan
A. Perkembangan Pembentukan
Pembentukan Piagam ASEAN
Piagam ASEAN

Penyusunan Piagam ASEAN


(selanjutnya
Penyusunan Piagam
disebut Piagam) diawali
ASEAN
pada tahun(selanjutnya disebut
2006 dengan disepakatinya
Deklarasi Kuala Lumpur Tentang
Piagam) diawali
Pembentukan Piagam ASEANpada tahun(Kuala
2006
Lumpur dengan disepakatinya
Declaration on the
Establishment of ASEAN Charter) pada
Deklarasi
KTT ASEAN Kuala
ke-11. Lumpur
Berdasarkan
Tentang Pembentukan
deklarasi tersebut, penyusunan Piagam
ASEAN mulai dilakukan melalui
Piagam
pembentukan ASEAN
Kelompok Ahli (Kualatentang
Lumpur
Piagam ASEANDeclaration
(Eminent on Persons
the
Group on the ASEAN Charter/EPG)
Establishment of ASEAN
yang tugasnya menyusun rekomendasi
Charter)
pembentukan pada
PiagamKTT ASEAN
tersebut.
negara mengirimkan satu orang wakil
Setiap

ke-11. Berdasarkan
dan Indonesia diwakili olehdeklarasi
Duta Besar
Ali Alatas, mantan Menlu RI. Pada
tersebut, penyusunan Piagam
pertemuan EPG tersebut, Indonesia
ASEAN
menyampaikan mulai
proposaldilakukan
rekomendasi
awal yang dikenal dengan Alatas Paper
melalui pembentukan Kelom-
Sekjen ASEAN DR. Surin Pitsuwan dan Piagam ASEAN sebagai basis pembahasan EPG.
Sumber: Sekretariat ASEAN pok Ahli tentang
Kelompok ahli ini Piagam
kemudian
ASEAN
mengadakan(Eminent Persons
pertemuan-pertemuan
dan menyampaikan rekomendasi mengenai hal-hal yang dianggap perlu dimuat dalam
Group on the
Piagam kepada ASEAN
para Charter/EPG) yang
Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN. tugasnya menyusun
rekomendasi pembentukan Piagam tersebut. Setiap negara
Selanjutnya, pada KTT ASEAN ke-12 di Cebu, Filipina, melalui Deklarasi Cebu
mengirimkan
mengenai Cetak satu orang ASEAN
Biru Piagam wakil dan
para Indonesia diwakili oleh Duta
Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN
kemudian menginstruksikan para Menteri Luar Negeri negara-negara ASEAN untuk
Besar Ali Alatas, mantan Menlu RI. Pada pertemuan EPG
membentuk Gugus Tugas Tingkat Tinggi mengenai penyusunan Piagam ASEAN (High
tersebut,
Indonesia
Level Task menyampaikan proposal
Force on the drafting rekomendasi
of the awal yang dikenal
ASEAN Charter/HLTF), yang akan
menindaklanjuti hasil rekomendasi EPG menjadi suatu draf Piagam ASEAN. Dalam
dengan Alatas Paper sebagai basis pembahasan EPG. Kelompok
perundingan tersebut Indonesia diwakili oleh Dian Triansyah Djani, Direktur Jenderal
ahli ini ASEAN
Kerja Sama kemudian mengadakan
Departemen Luar Negeri. pertemuan-pertemuan dan
menyampaikan rekomendasi mengenai hal-hal yang
Indonesia menjadi tuan rumah untuk pembahasan konsep Piagam padadianggap perlu
dimuat
pertemuan dalam
EPG dan Piagam
HLTF.kepada para Kepala
Pada pertemuan EPG ke-3Negara/Pemerintahan
di Ubud, Bali, tahun 2006,
dilangsungkan konsultasi dengan masyarakat madani (civil cociety), Organisasi Non-
ASEAN.
Pemerintah, akademisi, dan perwakilan dari Majelis Antar-Parlemen ASEAN (ASEAN
Inter-Parliamentary Assembly/AIPA) dan pada pertemuan HLTF ke-7 di Jimbaran, Bali,
tahun Selanjutnya,
2007, dilakukanpada KTT dengan
konsultasi ASEANKomisi
ke-12Nasional
di Cebu, Filipina,
HAM
ASEAN yang membahas gagasan pembentukan Badan HAM ASEAN.
melalui
dari empat negara

Deklarasi Cebu mengenai Cetak Biru Piagam ASEAN para Kepala


Negara/Pemerintahan ASEAN kemudian menginstruksikan para
Menteri Luar Negeri negara-negara ASEAN untuk membentuk 5
Gugus Tugas Tingkat Tinggi mengenai penyusunan Piagam ASEAN


(High Level Task Force on the drafting of the ASEAN Charter/HLTF),
yang akan menindaklanjuti hasil rekomendasi EPG menjadi suatu
draf Piagam ASEAN. Dalam perundingan tersebut Indonesia diwakili
oleh Dian Triansyah Djani, Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN
Departemen Luar Negeri.

Indonesia menjadi tuan rumah untuk pembahasan konsep


Piagam pada pertemuan EPG dan HLTF. Pada pertemuan EPG
ke-3 di Ubud, Bali, tahun 2006, dilangsungkan konsultasi dengan
masyarakat madani (civil cociety), Organisasi Non-Pemerintah,
akademisi, dan perwakilan dari Majelis Antar-Parlemen ASEAN
(ASEAN Inter-Parliamentary Assembly/AIPA) dan pada pertemuan
HLTF ke-7 di Jimbaran, Bali, tahun 2007, dilakukan konsultasi
dengan Komisi Nasional HAM dari empat negara ASEAN yang
membahas gagasan pembentukan Badan HAM ASEAN.

Setelah melewati perundingan yang panjang, pada KTT


ASEAN ke-13 tanggal 20 November 2007 di Singapura negara-
negara anggota ASEAN menandatangani Piagam ASEAN. Piagam
terdiri atas Mukadimah, 13 Bab, 55 Pasal, dan lampiran-lampiran
yang menegaskan kembali diberlakukannya semua nilai, prinsip,
peraturan, dan tujuan ASEAN seperti yang tercantum dalam berbagai
perjanjian, deklarasi, konvensi, traktat, dan dokumen-dokumen
dasar lain. Agar Piagam tersebut dapat berlaku, kesepuluh negara
ASEAN perlu untuk meratifikasi dan menyampaikan notifikasi
kepada Sekretariat ASEAN.

Selanjutnya, Piagam diratifikasi setelah melalui proses internal


di masing-masing negara anggota dan disampaikan instrumen
ratifikasinya kepada Sekretaris Jenderal ASEAN. Tiga puluh
hari setelah penyerahan kesepuluh instrumen ratifikasi, Piagam
mulai berlaku, yaitu pada tanggal 15 Desember 2008. Indonesia
merupakan negara ke-9 yang menyampaikan instrumen ratifikasinya
melalui Undang-undang Nomor 38 Tahun 2008.

Dalam Piagam ASEAN terdapat lima prioritas kegiatan untuk


mempersiapkan transformasi ASEAN, yaitu penyusunan Kerangka
Acuan (Term of Reference/ToR) pembentukan Perutusan Tetap untuk
ASEAN (Permanent Representatives to ASEAN), penyusunan Aturan
dan Prosedur Dewan Koordinasi ASEAN dan Dewan Komunitas


ASEAN (Rules and Procedures ASEAN Coordinating Council and
ASEAN Community Councils), penyusunan Protokol Tambahan
tentang Mekanisme Penyelesaian Sengketa (Supplementary
Protocols on Dispute Settlement Mechanism), penyusunan
Perjanjian Negara Tuan Rumah (Host Country Agreement/HCA),
dan penyusunan ToR pembentukan Badan HAM ASEAN.

Untuk mencapai prioritas tersebut, pada Pertemuan


Tingkat Menteri ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting/AMM) ke-
41 di Singapura, 21 Juli 2008, para Menlu ASEAN sepakat untuk
membentuk Panel Tingkat Tinggi tentang Badan Hak Asasi Manusia
ASEAN (High Level Panel on the ASEAN Human Rights Body/HLP)
yang akan menyusun ToR pembentukan Badan HAM ASEAN.
Beberapa elemen penting yang dibahas dalam pertemuan ini
antara lain kebutuhan HLP melakukan konsultasi dengan pemilik
kepentingan serta batas waktu penyerahan konsep pertama ToR
kepada Menlu ASEAN sebelum KTT ASEAN ke-14 di Bangkok,
Desember 2008, dan konsep final pada pertemuan Menlu ASEAN
tahun 2009.

Para Menlu ASEAN juga memutuskan untuk membentuk


Kelompok Ahli Hukum Tingkat Tinggi tentang Tindak Lanjut Piagam
ASEAN (High Level Legal Experts Group on the follow up to the
ASEAN Charter/HLEG) yang akan menyusun instrumen terkait
subjek hukum (legal personality) ASEAN, mekanisme penyelesaian
sengketa khususnya terkait dengan mekanisme arbitrase serta
penyusunan instrumen hukum lain yang diperlukan Piagam
ASEAN.

Dengan disepakatinya ToR CPR, negara-negara anggota


ASEAN akan menunjuk atau mengangkat Wakil Tetap (Watap)
ASEAN setingkat Duta Besar di Jakarta. Tugas utama Watap tersebut
adalah untuk menggantikan tugas-tugas Komite Tetap ASEAN
(ASEAN Standing Committee) serta membantu pelaksanaan tugas
Dewan Koordinasi ASEAN (ASEAN Coordinating Council/ACC) dan
memfasilitasi koordinasi antara Dewan Komunitas ASEAN (ASEAN
Community Councils) dan Badan Kementerian Sektoral (Sectoral
Ministerial Bodies). Para Menlu menyepakati bahwa Komite ini
dibentuk pada tanggal 1 Januari 2009.


B. Tujuan dan Prinsip ASEAN

Tujuan ASEAN yang tertuang dalam Piagam ASEAN adalah


sebagai berikut.
1. Memelihara dan meningkatkan perdamaian, keamanan, dan
stabilitas, serta lebih memperkuat nilai-nilai yang berorientasi
pada perdamaian di kawasan.
2. Meningkatkan ketahanan kawasan dengan memajukan kerja
sama politik, keamanan, ekonomi, dan sosial budaya yang
lebih luas.
3. Mempertahankan Asia Tenggara sebagai Kawasan Bebas
Senjata Nuklir dan bebas dari semua jenis senjata pemusnah
massal.
4. Menjamin bahwa rakyat dan Negara-Negara Anggota ASEAN
hidup damai dengan dunia secara keseluruhan di lingkungan
yang adil, demokratis, dan harmonis.
5. Menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang stabil,
makmur, sangat kompetitif, dan terintegrasi secara ekonomis
melalui fasilitasi yang efektif untuk perdagangan dan investasi,
yang di dalamnya terdapat arus lalu lintas barang, jasa-jasa
dan investasi yang bebas; terfasilitasinya pergerakan pelaku
usaha, pekerja profesional, pekerja berbakat dan buruh; dan
arus modal yang lebih bebas.
6. Mengurangi kemiskinan dan mempersempit kesenjangan
pembangunan di ASEAN melalui bantuan dan kerja sama
timbal balik.
7. Memperkuat demokrasi, meningkatkan tata kepemerintahan
yang baik dan aturan hukum, dan memajukan, serta melindungi
hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan fundamental
dengan memperhatikan hak dan kewajiban dari Negara-
Negara Anggota ASEAN.
8. Menanggapi secara efektif, sesuai dengan prinsip keamanan
menyeluruh, segala bentuk ancaman, kejahatan lintas-negara
dan tantangan lintas-batas.
9. Memajukan pembangunan berkelanjutan untuk menjamin
perlindungan lingkungan hidup di kawasan, sumber daya

10
alam yang berkelanjutan, pelestarian warisan budaya, dan
kehidupan rakyat yang berkualitas tinggi.
10. Mengembangkan sumber daya manusia melalui kerja sama
yang lebih erat di bidang pendidikan dan pembelajaran
sepanjang hayat, serta di bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi, untuk pemberdayaan rakyat ASEAN dan penguatan
Komunitas ASEAN.
11. Meningkatkan kesejahteraan dan penghidupan yang layak bagi
rakyat ASEAN melalui penyediaan akses yang setara terhadap
peluang pembangunan sumber daya manusia, kesejahteraan
sosial, dan keadilan.
12. Memperkuat kerja sama dalam membangun lingkungan yang
aman dan terjamin bebas dari narkotika dan obat-obat terlarang
bagi rakyat ASEAN.
13. Memajukan ASEAN yang berorientasi kepada rakyat yang
di dalamnya seluruh lapisan masyarakat didorong untuk
berpartisipasi dalam, dan memperoleh manfaat dari, proses
integrasi dan pembangunan komunitas ASEAN.
14. Memajukan identitas ASEAN dengan meningkatkan kesadaran
yang lebih tinggi akan keanekaragaman budaya dan warisan
kawasan.
15. Mempertahankan sentralitas dan peran proaktif ASEAN
sebagai kekuatan penggerak utama dalam berhubungan dan
bekerja sama dengan para mitra eksternal dalam arsitektur
kawasan yang terbuka, transparan, dan inklusif.

Sementara itu, dalam mencapai tujuan tersebut di atas,


negara-negara anggota ASEAN memegang teguh prinsip-prinsip
dasar berikut:
1. Menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesetaraan, integritas
wilayah, dan identitas nasional seluruh Negara-Negara Anggota
ASEAN.
2. Memiliki bersama dan tanggung jawab kolektif dalam
meningkatkan perdamaian, keamanan, dan kemakmuran di
kawasan.

11
3. Menolak agresi dan ancaman atau penggunaan kekuatan
atau tindakan-tindakan lainnya dalam bentuk apa pun yang
bertentangan dengan hukum internasional;
4. Mengedepankan penyelesaian sengketa secara damai.
5. Memegang teguh prinsip tidak mencampuri urusan dalam
negeri negara-negara Anggota ASEAN.
6. Menghormati hak setiap Negara Anggota untuk menjaga
eksistensi nasionalnya bebas dari campur tangan eksternal,
subversi, dan paksaan.
7. Meningkatkan konsultasi mengenai hal-hal yang secara serius
mempengaruhi kepentingan bersama ASEAN.
8. Memegang teguh pada aturan hukum, tata kepemerintahan
yang baik, prinsip-prinsip demokrasi dan pemerintahan yang
konstitusional.
9. Menghormati kebebasan fundamental, pemajuan dan
perlindungan hak asasi manusia, dan pemajuan keadilan
sosial.
10. Menjunjung tinggi Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan
hukum internasional, termasuk hukum humaniter internasional,
yang disetujui oleh Negara-Negara Anggota ASEAN.
11. Memegang teguh prinsip tidak turut serta dalam kebijakan atau
kegiatan apa pun, termasuk penggunaan wilayahnya, yang
dilakukan oleh Negara Anggota ASEAN atau Negara non-
ASEAN atau subjek non-negara mana pun, yang mengancam
kedaulatan, integritas wilayah atau stabilitas politik dan ekonomi
Negara-Negara Anggota ASEAN.
12. Menghormati perbedaan budaya, bahasa, dan agama yang
dianut oleh rakyat ASEAN dengan menekankan nilai-nilai
bersama dalam semangat persatuan dalam keanekaragaman.
13. Mengutamakan sentralitas ASEAN dalam hubungan eksternal
di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya, dengan
tetap berperan aktif, berpandangan ke luar, inklusif dan
nondiskriminatif.
14. Memegang teguh prinsip berpegang teguh pada aturan
perdagangan multilateral dan rezim yang didasarkan pada

12
aturan ASEAN untuk melaksanakan komitmen ekonomi secara
efektif dan mengurangi secara progresif ke arah penghapusan
semua jenis hambatan menuju integrasi ekonomi kawasan
dalam ekonomi yang digerakkan oleh pasar.

C. Prosedur Keanggotaan ASEAN

Prosedur pengajuan dan penerimaan keanggotaan ASEAN


wajib diatur oleh Dewan Koordinasi ASEAN dengan kriteria:
letaknya secara geografis diakui berada di kawasan Asia Tenggara,
pengakuan oleh seluruh negara anggota ASEAN, dan kesepakatan
untuk terikat dan tunduk kepada Piagam ASEAN dan kesanggupan
serta keinginan untuk melaksanakan kewajiban keanggotaan. Di
samping itu, penerimaan anggota baru wajib diputuskan secara
konsensus oleh KTT ASEAN berdasarkan rekomendasi Dewan
Koordinasi ASEAN. Negara Pemohon wajib diterima ASEAN pada
saat penandatanganan aksesi Piagam ASEAN.

Hingga saat ini keanggotaan ASEAN terdiri atas sepuluh


negara, yaitu Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos,
Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam.

Negara-negara anggota ASEAN memiliki hak dan kewajiban


yang sama yang diatur dalam Piagam ASEAN. Dalam kaitan ini,
negara-negara anggota ASEAN wajib mengambil langkah yang
diperlukan, termasuk pembuatan legislasi dalam negeri yang sesuai,
untuk melaksanakan ketentuan yang ada dalam Piagam ASEAN
secara efektif dan mematuhi kewajiban-kewajiban keanggotaan.
Jika terjadi suatu pelanggaran serius atau ketidakpatuhan negara
anggota ASEAN terhadap Piagam, penyelesaiannya merujuk ke
KTT untuk diputuskan sebagaimana tercantum dalam Pasal 20
Piagam ASEAN. Dalam perkembangannya, terdapat keinginan dari
beberapa negara untuk menjadi anggota ASEAN, antara lain, Timor
Leste dan Papua Nugini.

D. Struktur Organisasi ASEAN

Struktur organisasi ASEAN yang selama ini berdasarkan


Deklarasi Bangkok mengalami perubahan setelah penandatanganan

13
Piagam ASEAN. Struktur organisasi sesuai Deklarasi Bangkok
atas: Konferensi Tingkat Tinggi (KTT), Pertemuan Para Menteri
Luar Negeri ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting/AMM), Pertemuan
Kementerian Sektoral (Sectoral Bodies Ministerial Meeting), dan
Sidang Komite Tetap ASEAN (ASEAN Standing Committee/ASC).

Struktur organisasi ASEAN yang baru sesuai dengan Piagam


ASEAN sebagai berikut.
1. Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN (KTT) sebagai pengambil
keputusan utama, yang melakukan pertemuan 2 kali setahun
termasuk pertemuan KTT ASEAN dan KTT ASEAN terkait
lainnya.
2. Dewan Koordinasi ASEAN (ASEAN Coordinating Council)
yang atas para Menteri Luar Negeri ASEAN dengan
tugas mengkoordinasi Dewan Komunitas ASEAN (ASEAN
Community Councils).
3. Dewan Komunitas ASEAN (ASEAN Community Councils)
dengan ketiga pilar komunitas ASEAN, yakni Dewan
Komunitas Politik-Keamanan ASEAN (ASEAN Political-
Security Community Council), Dewan Komunitas Ekonomi
ASEAN (ASEAN Economic Community Council), dan
Dewan Komunitas Sosial-Budaya (ASEAN Socio-Cultural
Community Council).
4. Badan-badan Sektoral tingkat Menteri (ASEAN Sectoral
Ministerial Bodies).
5. Komite Wakil Tetap untuk ASEAN yang terdiri dari Wakil Tetap
negara ASEAN, pada tingkat Duta Besar dan berkedudukan di
Jakarta.
6. Sekretaris Jenderal ASEAN yang dibantu oleh 4 (empat)
orang Wakil Sekretaris Jenderal dan Sekretariat ASEAN.
7. Sekretariat Nasional ASEAN yang dipimpin oleh pejabat
senior untuk melakukan koordinasi internal di masing-masing
negara ASEAN.
8. Badan HAM ASEAN (ASEAN Human Rights Body) yang akan
mendorong perlindungan dan promosi HAM di ASEAN.

14
9. Yayasan ASEAN (ASEAN Foundation) yang akan membantu
Sekjen ASEAN dalam meningkatkan pemahaman mengenai
ASEAN, termasuk pembentukan identitas ASEAN.
10. Entitas yang berhubungan dengan ASEAN (Entities
associated with ASEAN).
Gambaran Umum Kerangka Organisasi ASEAN,
Dewan Koordinasi ASEAN (ACC) dan Koordinator Dewan Komunitas

KTT
Gambaran Umum Kerangka Organisasi ASEAN, Garis Pelaporan
ASEAN
Dewan Koordinasi ASEAN (ACC) dan Koordinator Dewan Komunitas Garis Koordinasi

DEWAN KOORDINASI
ASEAN

SekretarisJenderalASEAN/SekretariatASEAN
(para Menteri Luar Negeri) KTT
Garis Pelaporan
ASEAN Garis Koordinasi

DEWAN KOORDINASI
ASEAN
DEWAN KOMUNITAS DEWAN KOMUNITAS DEWAN KOMUNITAS

SekretarisJenderalASEAN/SekretariatASEAN
(para Menteri Luar Negeri) POLITIK-KEAMANAN EKONOMI SOSIAL-BUDAYA
SekretariatNasionalASEAN

ASEAN ASEAN ASEAN


(Menko Polhukam) (Menko Perekonomian) (Menko Kesra)
KomiteWakilTetapASEAN

DEWAN KOMUNITAS DEWAN KOMUNITAS DEWAN KOMUNITAS


POLITIK-KEAMANAN EKONOMI SOSIAL-BUDAYA
SekretariatNasionalASEAN

PARA MENTERI
ASEAN BADANASEAN
BADANASEAN BADAN
LUAR
(Menko NEGERI
Polhukam) (Menko Perekonomian) KEMENTERIAN
(Menko Kesra) KEMENTERIAN
KEMENTERIAN
ASEAN SEKTORAL SEKTORAL
KomiteWakilTetapASEAN

SEKTORAL
ASEAN ASEAN
ASEAN

PARA MENTERI BADAN


BADAN BADAN
LUAR NEGERI AICHR KEMENTERIAN KEMENTERIAN
KEMENTERIAN Pertemuan Pertemuan Pertemuan
ASEAN SEKTORAL SEKTORAL
SEKTORAL Pejabat Tinggi Pejabat Tinggi Pejabat Tinggi
ASEAN ASEAN
ASEAN sektoral sektoral sektoral
YAYASAN
ASEAN
AICHR Pertemuan Pertemuan Pertemuan 7
Pejabat Tinggi Pejabat Tinggi Pejabat Tinggi
sektoral sektoral sektoral
YAYASAN

E. Sekretariat ASEAN
ASEAN
7

E. Sekretariat
E. Sekretariat ASEAN ASEAN
Dalam dasawarsa
pertama sejak
Dalam Dalamdasawarsaberdirinya ASEAN pada
dasawarsa
e r t a m a tahun
p pertama s e sejak
jak 1967,
berdirinya ASEAN peningkatan
pada program
berdirinya
tahun
ASEAN
kerja 1967,sama telah
padapeningkatantahunmendorong
1967,
program berdirinya
p kerja
e n i n sama g ksebuah
a t telah
a n sekretariat
mendorong
program kerjaberdirinya
bersama.
sama Sekretariat ini
sebuah sekretariat
berfungsi untuk
telah
bersama.mendorong
Sekretariat
membantu ini negara-
berdirinya
berfungsi sebuah
negara untuk
anggota ASEAN
membantu bersama.
sekretariat negara-
dalam mengelola dan
negara anggota ASEAN mengkoordinasikan
Sumber: Sekretariat ASEAN
Sekretariat
Gedung Sekretariat ASEAN berlokasi di Jl. Sisingamaraja 70A Jakarta, Indonesia.
dalam mengelola berbagai
ini
dan kegiatan
Gedung Sekretariat ASEAN berlokasi di Jl. Sisingamaraja 70A Jakarta, Indonesia.
berfungsi untuk
mengkoordinasikan
ASEAN serta
melakukan kajian-kajian yang dibutuhkan.
Sumber: Sekretariat ASEAN
membantu
berbagai negara-
kegiatan
ASEAN serta
negara anggota yang
melakukan kajian-kajian
ASEAN dalam mengelola dan mengkoordinasikan
Pada KTTdibutuhkan.ke-1 ASEAN di Bali, tahun 1976, para Menteri Luar Negeri ASEAN
berbagai kegiatan ASEAN
menandatangani Persetujuan serta melakukan
Pembentukan kajian-kajian
Sekretariat yang
ASEAN (Agreement on the
dibutuhkan.
PadaEstablishment
KTT ke-1 ASEAN of thediASEAN Bali, tahun 1976, para
Secretariat). Menteri Luar
Sekretariat ASEAN Negeri ASEAN
berfungsi sejak tanggal 7
menandatangani Persetujuan
Juni 1976, dikepalai Pembentukan
oleh seorang Sekretariat
SekretarisASEAN Jenderal, (Agreement on the di Jakarta.
dan berkedudukan
Establishment
Pada of the
Pada KTT ASEAN
mulanya ke-1 Secretariat).
kantorASEAN Sekretariat
di Bali,
Sekretariat ASEAN ASEAN
tahun berfungsi
1976, para
bertempat disejak tanggal 7 Luar Negeri
Menteri
Departemen
Juni 1976, dikepalai
RepublikASEAN oleh seorang
Indonesia, Sekretaris
kemudian Jenderal,
setelah selesaidandibangun
berkedudukan pindahdike Jakarta.
gedung Sekretariat
PadaLuar Negeri
mulanyaASEAN kantor Sekretariat
di Jakarta,
menandatangani
tahunASEAN
Persetujuan
1981. bertempat di Departemen Luar Negeri
Pembentukan
Republik Indonesia, kemudian setelah selesai dibangun pindah ke gedung Sekretariat
ASEAN di Jakarta, tahun Pada 1981.awalnya, Sekretariat ASEAN berfungsi sebagai badan administratif yang
membantu koordinasi kegiatan ASEAN dan menyediakan jalur komunikasi 15 antara
Padanegara-negara
awalnya, Sekretariat anggota ASEANASEAN berfungsi
dengansebagai berbagai badan badan administratif
dan komite yangdalam ASEAN,
membantu koordinasi kegiatan ASEAN dan menyediakan
serta antara ASEAN dan negara-negara (Mitra Wicara ASEAN) atau organisasi lainnya. jalur komunikasi antara
negara-negara anggota ASEAN untuk
Selanjutnya dengan berbagai badan
memperkuat dan komite
Sekretariat ASEAN, dalam
paraASEAN,
Menteri Luar Negeri
serta antara ASEAN
ASEAN dan negara-negara (Mitra
mengamandemen Wicara ASEAN)
Persetujuan tentang atau organisasi
Sekretariat lainnya.
ASEAN melalui sebuah
Sekretariat ASEAN (Agreement on the Establishment of the
ASEAN Secretariat). Sekretariat ASEAN berfungsi sejak tanggal
7 Juni 1976, dikepalai oleh seorang Sekretaris Jenderal, dan
berkedudukan di Jakarta. Pada mulanya kantor Sekretariat ASEAN
bertempat di Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, kemudian
setelah selesai dibangun pindah ke gedung Sekretariat ASEAN di
Jakarta, tahun 1981.

Pada awalnya, Sekretariat ASEAN berfungsi sebagai badan


administratif yang membantu koordinasi kegiatan ASEAN dan
menyediakan jalur komunikasi antara negara-negara anggota
ASEAN dengan berbagai badan dan komite dalam ASEAN, serta
antara ASEAN dan negara-negara (Mitra Wicara ASEAN) atau
organisasi lainnya.

Selanjutnya untuk memperkuat Sekretariat ASEAN, para


Menteri Luar Negeri ASEAN mengamandemen Persetujuan tentang
Sekretariat ASEAN melalui sebuah protokol di Manila, tahun 1992.
Protokol tersebut menaikkan status Sekretariat Jenderal sebagai
pejabat setingkat menteri dan memberikan mandat tambahan
untuk memprakarsai, memberikan nasihat, melakukan koordinasi,
dan melaksanakan kegiatan-kegiatan ASEAN. Sekretaris Jenderal
ASEAN yang juga menjabat sebagai Kepala Administrasi ASEAN
dipilih dari negara anggota ASEAN berdasarkan rotasi secara
alfabetis dan diangkat oleh KTT ASEAN untuk masa jabatan 5 (lima)
tahun dan tidak dapat diperbaharui. Sekretaris Jenderal ASEAN
bertangggung jawab kepada KTT ASEAN, AMM, dan membantu
ASC.

Sejak ditandatanganinya Piagam pada tahun 2007, Sekretariat


ASEAN lebih difungsikan sebagai tempat dilaksanakannya
sidang-sidang ASEAN sehingga lingkup tugas Sekretariat ASEAN
semakin luas. Untuk itu, Sekretariat ASEAN menambah jumlah pos
jabatan Deputi Sekretariat Jenderal ASEAN yang semula 2 (dua)
menjadi 4 (empat) orang Deputi untuk membantu tugas Sekretaris
Jenderal. Dua deputi dipilih berdasarkan rotasi alfabetis dan
bertugas selama 3 (tiga) tahun dan tidak diperpanjang, sedangkan
dua deputi lainnya direkrut secara terbuka dan bertugas selama
3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 3 (tiga)
tahun berikutnya.

16
Pada tahun-tahun selanjutnya jumlah staf Sekretariat ASEAN
bertambah secara signifikan. Perekrutan staf Sekretariat dilakukan
secara terbuka. Selain itu, diperkirakan terdapat sedikitnya 50--70
orang staf dari negara-negara anggota ASEAN yang akan bertugas
untuk membantu sekretariat dalam melayani Dewan Komunitas
Menteri (Ministerial Community Councils), Dewan Koordinasi
(Coordinating Council), dan Komite Perutusan Tetap (Committee of
Permanent Representatives). Sesuai dengan hasil Special ASEAN
Directors-General Meeting on the Restructuring of the ASEAN
Secretariat pada tanggal 18--19 September 2008 di Halong Bay,
Vietnam diperkirakan akan terdapat peningkatan sebanyak 33%
staf profesional sampai dengan tahun 2011.
Pada tahun 2008 Sekretariat ASEAN memiliki 230 staf dan
pada tahun 2010, staf Sekretariat ASEAN berjumlah 292 dengan
rincian 265 posisi telah terisi dan 27 posisi masih kosong. 265 posisi
yang telah terisi terdiri atas Sekretaris Jenderal, 4 Deputi Sekjen,
73 orang Openly Recruited Staff (ORS) dan 187 orang pegawai
setempat (Locally Recruited Staff/LRS). Indonesia menempatkan
Duta Besar Bagas Hapsoro sebagai Deputi Sekretaris Jenderal
untuk Urusan Komunitas dan Korporasi (Deputy Secretary General
for Community and Corporate Affairs) pada 7 Desember 2009.
Berikut adalah nama-nama Sekretaris Jenderal ASEAN hingga
tahun 2010.
1. Hartono Rekso Dharsono (Indonesia), 7 Juni 1976 18
Februari 1978;
2. Umarjadi Notowijono (Indonesia), 19 Februari-30 Juni 1978;
3. Datuk Ali Bin Abdullah (Malaysia), 10 Juli 1978-30 Juni 1980;
4. Narciso G. Reyes (Filipina), 1 Juli 1980-1 Juli 1982;
5. Chan Kai Yau (Singapura), 18 Juli 1982-15 Juli 1984;
6. Phan Wannamethee (Thailand), 16 Juli 1984-15 Juli 1986;
7. Roderick Yong (Brunei Darussalam), 16 Juli 1986-16 Juli
1989;
8. Rusli Noor (Indonesia), 17 Juli 1989-1 Januari 1993;
9. Datuk Ajit Singh (Malaysia), 1 Januari 1993-31 Desember
1997;

17
10. Rodolfo C. Severino (Filipina),1 Januari 1998-31 Desember
2002;
11. Ong Keng Yong (Singapura), 1 Januari 2003 31 Desember
2007;
12. DR. Surin Pitsuwan (Thailand), sejak 1 Januari 2008.

Dalam rangka menyongsong era globalisasi khususnya di


bidang informasi, Sekretariat ASEAN menyediakan jaringan
informasi ASEAN atau ASEANWEB yang dapat diakses melalui
internet dengan alamat http://www.aseansec.org. ASEANWEB
dimaksudkan untuk menyediakan informasi mengenai
berbagai hal yang menyangkut ASEAN bagi masyarakat yang
membutuhkannya.

F. Keuangan Sekretariat ASEAN


Masalah keuangan dan operasional Sekretariat ASEAN diatur
dalam Bab IX Piagam ASEAN tentang anggaran dan keuangan
Budget and Finance yang terdiri atas 2 (dua) pasal, yaitu Pasal 29
tentang General Principles dan Pasal 30 tentang Anggaran dan
Keuangan Operasional Sekretariat ASEAN (Operational Budget
and Finances of the ASEAN Secretariat).
Sumber-sumber keuangan yang diperlukan oleh Sekretariat
ASEAN diatur pada pasal 30 Piagam ASEAN yang mewajibkan
negara-negara anggota ASEAN untuk memberikan kontribusi
tahunan yang setara dan dibayarkan tepat waktu. Sekretaris
Jenderal ASEAN wajib menyiapkan anggaran operasional tahunan
untuk mendapatkan persetujuan dari Dewan Koordinasi ASEAN
berdasarkan rekomendasi Komite Wakil Tetap. Sekretariat ASEAN
bekerja sesuai dengan aturan dan prosedur keuangan yang
ditetapkan oleh Dewan Koordinasi ASEAN berdasarkan rekomendasi
Komite Wakil Tetap.
Pasal 29 Piagam mengatur pemberian mandat ASEAN untuk
menyusun aturan dan prosedur keuangan (financial rules and
procedures) yang memenuhi standar internasional. ASEAN juga
harus menerapkan kebijakan dan praktik manajemen keuangan
yang sehat dan disiplin anggaran. Pertanggungjawaban keuangan
harus melalui proses audit internal dan eksternal.

18
Aturan dan Regulasi Keuangan ASEAN (ASEAN Financial
Rules and Regulations/AFRP) diadopsi oleh ACC pada rangkaian
KTT ASEAN di Hanoi, April 2010. Hal penting yang dimuat
dalam AFRP ini adalah sumber Anggaran Operasional Tahunan
Sekretariat ASEAN meliputi kontribusi tahunan negara anggota dan
Pendapatan Dana Tambahan (Extra Budgetary Income/EBI) lain,
termasuk kontribusi sukarela dan sumbangan dari semua pihak,
tidak termasuk Dana Abadi (Trust Funds) dan Dana Proyek (Project
Funds). Pengelolaan anggaran pada Dana Abadi dan Dana Proyek
akan diatur dalam ToR setiap program kerja sama, kegiatan atau
proyek pada masing-masing Dana Abadi.

Proposal anggaran operasional tahunan harus diajukan


Sekretariat ASEAN kepada Subkomite Anggaran (Sub Committee
on Budget/SCB) untuk dievaluasi dan diajukan kepada CPR akhir
September tahun anggaran berjalan. SCB merupakan bagian dari
CPR yang bertugas pokok untuk mengevaluasi proposal anggaran
yang diajukan Sekretariat ASEAN. Sekretaris Jenderal juga wajib
menyerahkan laporan kuartal kepada CPR tentang pelaksanaan
anggaran. Laporan disampaikan pada bulan April, Juli, Oktober dan
Januari tahun anggaran berikut.

AFRP juga memiliki aturan tentang Pengadaan dan Akuisisi


(Procurement and Acquisitions) yang mengharuskan Sekretariat
ASEAN untuk menyusun rencana pengadaan barang dan jasa yang
disesuaikan dengan besar anggaran yang disetujui dan juga harus
sejalan dengan Perkiraan Rencana Pengadaan Tahunan (Annual
Procurement Plan Estimation/APPE). APPE tersebut juga harus
disetujui CPR. Pelaksanaannya harus dilakukan melalui mekanisme
Subkomite Tender (Sub-Committee on Tender/SCT) yang terdiri
atas wakil-wakil Perutusan Tetap dan Sekretariat ASEAN. Untuk
penghapusan barang modal, mekanismenya melalui Badan Survei
(Board of Survey/BOS), antara lain, melalui proses lelang.

Dengan telah diadopsinya AFRP ini, penyusunan, pelaksanaan,


dan pengawasan anggaran ASEAN diharapkan akan dapat dilakukan
lebih transparan dan sesuai standar etik yang ada.

19
Sekretariat ASEAN. Untuk penghapusan barang modal, mekanismenya melalui Badan
Survei (Board of Survey/BOS), antara lain, melalui proses lelang.

Dengan telah diadopsinya AFRP ini, penyusunan, pelaksanaan, dan


pengawasan anggaran ASEAN diharapkan akan dapat dilakukan lebih transparan dan
sesuai standar etik yang ada.

G. Cetak
G. CetakBiru Komunitas
Biru Komunitas ASEAN
ASEAN 2015 2015

1. Cetak Biru Komunitas Politik Keamanan ASEAN (ASEAN


1. Cetak Biru Komunitas Politik Keamanan ASEAN (ASEAN Political-Security
Political-Security Community/APSC Blueprint)
Community/APSC Blueprint)

Komunitas
Komunitas PolitikPolitik
Keamanan ASEAN dibentuk
K e atujuan
dengan m amempercepat
n a n
ASEAN dibentuk
kerja sama politik keamanan
di ASEAN untuk
dengan tujuan di
mewujudkan perdamaian
m e m p termasuk
kawasan, e r c e pdengan
at
masyarakat internasional.
kerja
Sesuai
sama
Rencana
politikAksi
keamanan di
Komunitas Politik Keamanan
ASEAN, Komunitas
ASEAN bersifat
untuk
terbuka, menggunakan
m e w u j u d keamanan
pendekatan kan
KTT ASEAN ke-13 tahun 2007 di Singapura. Sumber: presidensby.info perdamaian
komprehensif di ka-
dan tidak
wasan, termasuk
ditujukan untuk membentuk
suatu pakta pertahanan/aliansi militer maupun kebijakan luar negeri bersama (common
dengan masyarakat internasional. Sesuai Rencana Aksi
foreign policy).
Komunitas Politik Keamanan ASEAN, Komunitas bersifat
Penggunaan istilah Komunitas Keamanan ASEAN (ASEAN Security
terbuka, menggunakan pendekatan keamanan komprehensif
Community/ASC) sebagaimana dicantumkan di dalam Rencana Aksi Vientianne
dan tidak Action
(Vientianne ditujukanPlan/VAP) untuk membentuk
kemudian diubah menjadisuatuKomunitas
pakta pertahanan/
Politik-Keamanan
ASEAN (ASEAN
aliansi militer maupun kebijakan
Political-Security luar negerisebagaimana
Community/APSC) dipakai dalam
bersama (common
Piagam ASEAN. Pemakaian istilah baru ini didasari pengertian bahwa kerja sama
foreign
ASEAN dipolicy).
bidang ini tidak terbatas pada aspek-aspek politik semata, tetapi juga pada
aspek-aspek keamanan.
Penggunaan istilah Komunitas Keamanan ASEAN
Konsep Cetak Biru APSC disusun berdasarkan kesepakatan KTT ASEAN ke-13
(ASEAN
tahun 2007 Security Community/ASC)
di Singapura sebagaimana
untuk menggantikan VAP dicantumkan
2004-2010. Konsep tersebut telah
di dalam
disahkan padaRencana
KTT ASEAN Aksi Vientianne
ke-14 (Vientianne
di Thailand, tahun 2009, danAction
dituangkanPlan/
dalam
Deklarasi Cha-am, Hua Hin, tentang Peta Jalan Komunitas ASEAN (Cha-am, Hua Hin
VAP) kemudian diubah menjadi Komunitas Politik-Keamanan
Declaration on the Roadmap for the ASEAN Community). Cetak Biru APSC tersebut
ASEAN
terdiri atas (ASEAN Political-Security
3 karakteristik, tindakan. Tiga karakteristikseba-
11 elemen, dan 137Community/APSC) tersebut
adalah:
gaimana dipakai dalam Piagam ASEAN. Pemakaian istilah
baru ini didasari pengertian bahwa kerja sama ASEAN di
bidang ini tidak terbatas pada aspek-aspek politik semata, 13
tetapi juga pada aspek-aspek keamanan.

Konsep Cetak Biru APSC disusun berdasarkan ke-


sepakatan KTT ASEAN ke-13 tahun 2007 di Singapura
untuk menggantikan VAP 2004-2010. Konsep tersebut telah
disahkan pada KTT ASEAN ke-14 di Thailand, tahun 2009,
dan dituangkan dalam Deklarasi Cha-am, Hua Hin, tentang
Peta Jalan Komunitas ASEAN (Cha-am, Hua Hin Declaration
on the Roadmap for the ASEAN Community). Cetak Biru

20
APSC tersebut terdiri atas 3 karakteristik, 11 elemen, dan 137
tindakan. Tiga karakteristik tersebut adalah:
a. Komunitas Berbasis Aturan dengan Nilai dan Norma
Bersama (A Rules-based Community of Shared Values
and Norms) terdiri dari 2 elemen dan dijabarkan dalam 58
tindakan;
b. Sebuah Wilayah Terpadu, Damai dan Tangguh dengan
Tanggung Jawab Bersama untuk Keamanan Menyeluruh
(A Cohesive, Peaceful, Stable and Resilient Region
with Shared Responsibility for Comprehensive Security)
terbagi dalam 6 elemen dan 71 tindakan; dan
c. Kawasan yang Dinamis dan Berpandangan Keluar
dalam Dunia yang Semakin Terintegrasi dan Saling
Bergantung (A Dynamic and Outward Looking Region
in an Increasingly Integrated and Interdependent World)
yang dijabarkan dalam 3 elemen dan 8 tindakan.

Semuanya itu diimplementasikan oleh 6 Badan Sektoral di


ASEAN, yakni:
a. Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN (ASEAN
Foreign Ministers Meeting/AMM) dengan instansi yang
bertanggung jawab (focal point) Kementerian Luar
Negeri;
b. Pertemuan Menteri Pertahanan ASEAN (ASEAN Defense
Ministers Meeting/ADMM) dengan focal point Kementerian
Pertahanan;
c. Pertemuan Menteri Hukum ASEAN (ASEAN Law Ministers
Meeting/ALAWMM) dengan focal point Kementerian
Hukum dan HAM;
d. Pertemuan Tingkat Menteri urusan Kejahatan Lintas
Negara (ASEAN Ministerial Meeting on Transnational
Crime/AMMTC) dengan focal point Kepolisian RI;
e. Forum Regional ASEAN (ASEAN Regional Forum/ARF)
dengan focal point Kementerian Luar Negeri, Kementerian
Pertahanan dan Markas Besar TNI; dan
f. Komisi Kawasan Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara
(Southeast Asian Nuclear Weapon-Free Zone

21
Commission/SEANWFZ) dengan focal point Kementerian
Luar Negeri.

Dalam penyusunan APSC, Indonesia memainkan


peranan penting. Usul-usul Indonesia yang diterima dalam
APSC, antara lain:
a. mendorong pengamatan pemilihan umum sukarela
(voluntary electoral observations);
b. membentuk Komisi Pemajuan dan Perlindungan Hak
Perempuan dan Anak;
c. memasukkan elemen memerangi korupsi dan pemajuan
prinsip demokrasi;
d. menggagas pembentukan ASEAN Institute for Peace and
Reconciliation;
e. menggagas pembentukan ASEAN Maritime Forum;
f. membentuk Kerja sama penanganan illegal fishing; dan
g. menyusun instrumen ASEAN tentang Hak Pekerja
Migran.

Kerja sama dalam kerangka APSC, sebagaimana


termuat dalam cetak birunya, dielaborasi lebih spesifik dalam
kerja sama bidang politik, keamanan, dan hukum yang
mencakup spektrum yang luas dari permasalahan tradisional
dan nontradisional, dari upaya untuk memajukan tata
kepemerintahan yang baik (good governance), menangani
masalah terorisme, menanggulangi bencana alam, dan
memberantas korupsi.
a. Kerja sama Bidang Politik mencakup:
1) memajukan pemerintahan yang baik;
2) memajukan prinsip-prinsip demokrasi;
3) memajukan kedamaian dan stabilitas kawasan;
4) menjamin implementasi SEANWFZ dan Rencana
Aksinya;
5) memajukan kerja sama maritim ASEAN;
6) mewujudkan resolusi konflik dan penyelesaian
sengketa secara damai;

22
7) memperkuat sentralitas ASEAN; dan
8) memajukan hubungan dengan pihak eksternal.

b. Kerja sama Bidang Keamanan mencakup:


1) pencegahan konflik/upaya-upaya membangun ke-
percayaan (Confidence Building Measures/CBM);
2) penguatan proses ARF;
3) penanganan isu keamanan non-tradisional (bajak
laut, perompakan terhadap kapal, pembajakan dan
penyelundupan, dll).
4) penguatan kerja sama ASEAN dalam penanganan
bencana dan tanggap darurat; dan
5) pemajuan transparansi dan pemahaman mengenai
kebijakan pertahanan dan persepsi keamanan.

c. Kerja sama Bidang Hukum mencakup:


1) pencegahan dan pemberantasan korupsi;
2) pemajuan dan Perlindungan HAM;
3) pengembangan pengaturan hukum untuk memerangi
narkotika;
4) pembentukan kerja sama penanganan kejahatan
lintas batas;
5) peratifikasian atas Konvensi ASEAN tentang
Kontra-Terorisme (ASEAN Convention on Counter
Terrorism);
6) pembentukan kerja sama dalam isu ekstradisi; dan
7) peratifikasian Traktat tentang Bantuan Hukum
Terkait Masalah-masalah Kriminalitas (Treaty on
Mutual Legal Assistance in Criminal Matters/MLAT).

Terkait dengan Cetak Biru APSC, beberapa isu yang saat


ini dalam pembahasan adalah: (1) penandatanganan konsep
Protokol Ketiga tentang Amandemen Traktat Persahabatan
dan Kerja Sama (Third Protocol to amend the Treaty of
Amity and Cooperation/TAC) dan rencana aksesi Uni Eropa,
Kanada dan Turki terhadap TAC; (2) penyelesaian masalah-

23
masalah hukum yang tertunda (pending legal issues) dalam
Piagam ASEAN; (3) persiapan konsep Kesepahaman tentang
Kegiatan SEANWFZ (Memorandum on Activities under the
SEANWFZ) untuk Konferensi Kaji Ulang PBB tentang Traktat
Non-Proliferasi Nuklir (UN Review Conference on Nuclear
Non-Proliferation Treaty); (4) pembahasan Laut China Selatan
dan Deklarasi mengenai Aturan Para Pihak Laut Cina Selatan
(Declaration on the Conduct of Parties to the South China Sea/
DOC); dan (5) Program Kerja ASEAN tentang Kejahatan Lintas
Negara (ASEAN Work Programme on Transnational Crime);
dan menjadikan MLAT sebagai Perjanjian ASEAN.

2. Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic


2. Cetak Biru Komunitas
Community/AEC Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC)
Blueprint)
Blueprint)

Pada
Pada Pertemuan
Pertemuan Menteri
Menteri
Ekonomi Ekonomi
ASEAN (ASEAN
Economic Ministers/AEM) ke-39
ASEAN (ASEAN
tahun 2007 disepakati mengenai
Economic
naskah Cetak Ministers/
Biru Komunitas
Ekonomi ASEAN
AEM) ke-39 beserta
tahun jadwal
stategis yang mencakup inisiatif-
2007
inisiatif barudisepakati
serta peta jalan
mengenai
yang jelas untuk naskahmencapai
pembentukan AEC tahun 2015.
Cetak Biru Komunitas
Ekonomi ASEAN be-
Berkaitan dengan
disepakatinya konsep Cetak Biru
serta jadwal stategis
Komunitas Ekonomi ASEAN,
Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN.
Sumber: http://ditjenkpi.depdag.go.id yang
Pertemuan mencakupke-39 AEM
menyepakati Peta Jalan
inisiatif-inisiatif baruuntuk
Integrasi Sektor Jasa Logistik ASEAN (Roadmap for ASEAN Integration of the Logistics
serta peta
Services jalansebagai
Sector) yang jelas sektoruntuk mencapai
prioritas pembentukan
ke-12 untuk AEC dan
integrasi ASEAN
tahun 2015. Protokol untuk Mengamandemen Pasal 3 Perjanjian Kerangka Kerja
menandatangani
ASEAN untuk Sektor Integrasi Prioritas (Protocol to Amend Article 3 of the ASEAN
Agreement for the Integration of the Priority Sectors). 12 sektor prioritas
Framework
Berkaitan
dimaksud dengan disepakatinya
adalah produk-produk berbasis pertanian, konsep
perjalanan Cetak Biru e-
udara, otomotif,
Komunitas
ASEAN, elektronik,Ekonomi
perikanan, ASEAN, Pertemuan
kesehatan, produk karet danke-39 AEM
turunannya, tekstil,
pariwisata, produk Peta
menyepakati kayu, dan jasa logistik.
Jalan untuk Integrasi Sektor Jasa Logistik
ASEAN Cetak (Roadmap forEkonomi
Biru Komunitas ASEAN Integration
ASEAN of the pada
kemudian disahkan Logistics
Rangkaian
Services
Pertemuan KTT ke-13sebagai
Sector) sektor
ASEAN. Cetak prioritas
Biru ke-12
ini bertujuan untuk
untuk integrasi
menjadikan kawasan
ASEAN lebih stabil, sejahtera dan sangat kompetitif, memungkinkan bebasnya lalu lintas
ASEAN dan menandatangani Protokol untuk Mengamandemen
barang, jasa, investasi dan aliran modal. Selain itu, juga akan diupayakan kesetaraan
Pasal 3 Perjanjian
pembangunan Kerangka kemiskinan
ekonomi dan pengurangan Kerja ASEAN untuk sosial
serta kesenjangan Sektor
ekonomi
pada tahun 2015.
Integrasi Prioritas (Protocol to Amend Article 3 of the ASEAN
Framework Agreement
Cetak Biru Komunitas forASEAN
Ekonomi the Integration
merupakan rancangof the
utamaPriority
(master plan)
untuk membentuk Komunitas ASEAN tahun 2015 dengan mengidentifikasi langkah-
langkah integrasi ekonomi yang akan ditempuh melalui implementasi berbagai
komitmen yang rinci dengan sasaran dan jangka waktu yang jelas.
24
Dalam kaitan ini, ASEAN telah mengembangkan mekanisme Scorecard sebagai
alat untuk mengukur tingkat implementasi komitmen ekonomi ASEAN dan alat
komunikasi dengan para pemilik kepentingan. Scorecard memberikan gambaran
komprehensif mengenai kemajuan ASEAN dalam mengimplementasikan Cetak Biru
Sectors). 12 sektor prioritas dimaksud adalah produk-produk
berbasis pertanian, perjalanan udara, otomotif, e-ASEAN,
elektronik, perikanan, kesehatan, produk karet dan turunannya,
tekstil, pariwisata, produk kayu, dan jasa logistik.
Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN kemudian
disahkan pada Rangkaian Pertemuan KTT ke-13 ASEAN.
Cetak Biru ini bertujuan untuk menjadikan kawasan ASEAN
lebih stabil, sejahtera dan sangat kompetitif, memungkinkan
bebasnya lalu lintas barang, jasa, investasi dan aliran modal.
Selain itu, juga akan diupayakan kesetaraan pembangunan
ekonomi dan pengurangan kemiskinan serta kesenjangan
sosial ekonomi pada tahun 2015.
Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN merupakan
rancang utama (master plan) untuk membentuk Komunitas
ASEAN tahun 2015 dengan mengidentifikasi langkah-langkah
integrasi ekonomi yang akan ditempuh melalui implementasi
berbagai komitmen yang rinci dengan sasaran dan jangka
waktu yang jelas.
Dalam kaitan ini, ASEAN telah mengembangkan
mekanisme Scorecard sebagai alat untuk mengukur tingkat
implementasi komitmen ekonomi ASEAN dan alat komunikasi
dengan para pemilik kepentingan. Scorecard memberikan
gambaran komprehensif mengenai kemajuan ASEAN dalam
mengimplementasikan Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN.
Negara-negara ASEAN telah menyepakati 4 bentuk AEC
Scorecard, yaitu untuk Kepala Negara/Pemerintah, Menteri,
Pejabat Senior, dan Masyarakat Umum.
Proses penyempurnaan Scorecard hingga saat ini
masih terus dilakukan oleh ASEAN bekerja sama dengan
Institut Penelitian Ekonomi ASEAN dan Asia Timur (Economic
Research Institute for ASEAN and East Asia/ERIA). ERIA
merupakan lembaga riset yang membantu ASEAN dalam
mempromosikan integrasi ekonomi ASEAN dan Asia Timur
yang lebih luas.
Pada Pertemuan AEM Retreat ke-16 di Putra Jaya,
Malaysia, tanggal 27--28 Februari 2010, atas rekomendasi

25
Gugus Tugas Tingkat Tinggi mengenai Integrasi Ekonomi (High
Level Task Force on Economic Integration/HLTF-EI), AEM
menyetujui usulan ERIA terkait dengan cakupan Scorecard,
yaitu fasilitasi dan liberalisasi investasi, fasilitasi perdagangan
(khususnya terkait efektifitas bea cukai termasuk National Single
Window dan ASEAN Single Window), transportasi dan jasa
logistik. Disamping itu, ERIA juga diminta untuk fokus pada
langkah-langkah yang dapat ditindaklanjuti (implementable
measures) dan hasil-hasil yang memiliki dampak tinggi (high
impact outcomes), serta mengelaborasi isu terkait standardisasi
dan penyelarasan (standards and conformances), dan sektor
jasa yang mendukung peningkatan kualitas Scorecard.
Total langkah (measures) individual Indonesia menuju
pembentukan AEC 2015 adalah sebanyak 316 measures,
adapun pengukuran target (target measures) untuk periode 1
Januari 2008-31 Agustus 2009 adalah sebanyak 107 measures
dengan total score 80,37% yang merupakan penilaian atas
pelaksanaan sejumlah 86 measures. Total scorecard ASEAN
adalah 72,38%. Adapun urutan negara anggota ASEAN dalam
pencapaian scorecard yaitu Singapura (93,52%), Myanmar
(85,05%), Kamboja (83,33%), Laos (82,57%), Malaysia
(82,24%), Vietnam (81,31%), Indonesia (80,37%), Filipina
(80,19%), Thailand (78,90%), Brunei (74,58%).
Selain itu, ASEAN juga memiliki mekanisme Kaji Ulang
Paruh Waktu Komprehensif (Comprehensive Mid-Term
Review) atas AEC Blueprint. Dalam pertemuan AEM Retreat
ke-16, para menteri sepakat untuk meningkatkan perhatian
pada pelaksanaan measures yang memiliki hasil berdampak
kuat (high impact outcomes), antara lain, inisiatif fasilitasi
perdagangan (trade facilitation initiatives) termasuk ASEAN
Trade Repository (ATR), penghapusan hambatan non tarif
(Non-Tariff Barriers/NTBs), efisiensi kepabeanan, harmonisasi
atau saling pengakuan atas produk dan peraturan teknis.
Untuk menyeimbangkan capaian scorecard, prioritas juga
diarahkan pada implementasi Pilar ke-2 AEC Blueprint yang
dinilai memiliki dampak yang besar, khususnya dalam bidang
Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights/IPR),
kebijakan kompetisi (competition policy), dan pengembangan

26
dan pembiayaan infrastruktur (infrastructure development and
financing).

Saat ini ASEAN masih terus membahas peningkatan


mekanisme pelaksanaan kaji ulang (review) ini, antara lain,
terkait dengan ruang lingkup, prinsip umum, metodologi, dan
rencana aksi.

Berkaitan dengan upaya untuk meningkatkan kesadaran


Komunitas Ekonomi ASEAN (AEC Awareness), para Menteri
Ekonomi ASEAN mengesahkan Rencana Komunikasi
Komunitas Ekonomi ASEAN (AEC Communication Plan)
dan menekankan pentingnya untuk melibatkan berbagai
stakeholders dalam proses komunikasi, yaitu Badan-badan
sektoral ASEAN, sektor swasta, otoritas di tingkat lokal dan
nasional di negara-negara ASEAN, kalangan akademi serta
tokoh-tokoh masyarakat.

Sehubungan dengan itu, Pemerintah Indonesia melalui


Kementerian Luar Negeri khususnya telah menyelenggarakan
berbagai kegiatan seperti ASEAN Goes to School (AGTs),
pemilihan Duta Muda ASEAN dari kalangan mahasiswa/i
dari seluruh Indonesia, Seminar ataupun Kuliah Umum untuk
dosen, guru, mahasiswa dan pengusaha serta lomba simulasi
sidang ASEAN di seluruh kota se-Jawa Barat dan beberapa
kota lainnya di Indonesia.

3. Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN


Socio-Cultural Community Blueprint /ASCC Blueprint)

Sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan terbentuknya


ASEAN Socio-Cultural Community (ASSC), ASEAN telah
menyusun suatu Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya
ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community Blueprint) yang
akan disahkan pada KTT ASEAN ke-14 di Thailand (Februari
2009). Penyusunan rancangan Cetak Biru Komunitas Sosial
Budaya ASEAN ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman
(guidelines) bagi negara anggota ASEAN dalam persiapan
menyongsong terbentuknya Komunitas ASEAN tahun 2015
melalui pilar sosial budaya.

27
KTT ASEAN ke-14 di Thailand (Februari 2009). Penyusunan rancanga
Komunitas Sosial Budaya ASEAN ini dimaksudkan untuk memberik
(guidelines) bagi negara anggota ASEAN dalam persiapan menyongsong
Komunitas ASEAN tahun 2015 melalui pilar sosial budaya.
Cetak bir
untuk
kontribusi
memperkuat
ASEAN yan
pada masyara
centred)
memperkokoh
solidaritas, ke
rasa
KTT ASEAN ke-14 di HUa-Hin, Thailand 28 Februari 2009. masyarakat (
Sumber: presidensby.info
terhadap
Rancangan
Cetak biru Cetak Biru Komunitas
diarahkan Sosial Budaya
untuk memberikan ASEAN
kontribusi dalammemuat enam e
(Core Element)
memperkuat & 348
integrasi ASEAN Rencana Aksi (Action-lines).
yang berpusat pada masyarakat Struktur Cetak Bir
Sosial Budaya ASEAN
(people-centred) adalah sebagai
serta memperkokoh berikut. solidaritas,
kesadaran,
kemitraan, dan rasa kebersamaan masyarakat (We Feeling)
a. Pengantar
terhadap ASEAN.(Introduction)
Rancangan Cetak Biru Komunitas Sosial
Budaya ASEAN memuat enam elemen utama (Core Element)
&b. 348
Karakteristik
Rencanadan AksiElemen (Characteristic
(Action-lines). andCetak
Struktur Elements)
Biru
1) Pembangunan
Komunitas Sosial Budaya Manusia
ASEAN(Human berikut. terdiri dari 60 action
Development),
adalah sebagai
2) Perlindungan dan Kesejahteraan Sosial (Social Welfare and Prote
a. Pengantar (Introduction)
dari 94 action lines
b. 3)Karakteristik
Hak-Hak dan Keadilan
dan Elemen Sosial (Social
(Characteristic andJustice and Rights), terdiri d
Elements)
lines
4)1) Memastikan
Pembangunan Manusia (Human
Pembangunan yang Development),
Berkelanjutan (Ensuring E
terdiri dari 60 action lines
Sustainability), terdiri dari 98 action lines
5)2) Membangun
Perlindungan dan Kesejahteraan
Identitas ASEAN (Building Sosial (Social
ASEAN Identity), terdiri d
Welfare and Protection), terdiri dari 94 action lines
lines
6)3) Mempersempit
Hak-Hak dan Jurang Keadilan Pembangunan
Sosial (Social(Narrowing
Justice and the Developmen
dari 8 action lines
Rights), terdiri dari 28 action lines
4) Memastikan
c. Pelaksanaan Pembangunan
dan Kaji Ulang Cetakyang Berkelanjutan
Biru ASCC (Implementation and R
(Ensuring
ASCC Blueprint) Environmental Sustainability), terdiri dari
98 action lines
1) Mekanisme Pelaksanaan (Implementation Mechanism)
2)5) Mobilisasi
Membangun Sumber Daya (Resource
Identitas Mobilisation)
ASEAN (Building ASEAN
3) Strategi Komunikasi
Identity), terdiri dari(Communication
50 action lines Strategy)
4) Mekanisme Review (Review Mechanism)
6) Mempersempit Jurang Pembangunan (Narrowing
the Development Gap), terdiri dari 8 action lines

28
c. Pelaksanaan dan Kaji Ulang Cetak Biru ASCC
(Implementation and Review of the ASCC Blueprint)
1) Mekanisme Pelaksanaan (Implementation
Mechanism)
2) Mobilisasi Sumber Daya (Resource Mobilisation)
3) Strategi Komunikasi (Communication Strategy)
4) Mekanisme Review (Review Mechanism)

Setelah disahkan, Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya


ASEAN tersebut diharapkan dapat segera diintegrasikan ke
dalam perencanaan pembangunan di masing masing negara
ASEAN dan diimplementasi di tingkat nasional dan daerah.
Kesuksesan implementasi ASCC Blueprint tentu memerlukan
dukungan kuat dan keterlibatan seluruh pemilik kepentingan,
mulai dari Pemerintah, Masyarakat Madani, atau anggota
masyarakat secara luas.

29
30
BAB III
PERKEMBANGAN KOMUNITAS
BAB III ASEAN
PERKEMBANGAN KOMUNITAS ASEAN

A. Komunitas Politik-Keamanan
A. Komunitas Politik-Keamanan

Selama
Selama 43 43 tahun
pendiriannya, ASEAN telah
tahun

pendiriannya, ASEAN telah


berhasil mengembangkan dan
mempertahankan stabilitas dan
berhasil perdamaian
mengembangkan
di kawasan Asia
Tenggara, serta menumbuhkan
dan mempertahankan
saling percaya diantara negara
stabilitasanggotanya
dan perdamaian
dan para Mitra
Wicara ASEAN. ASEAN juga
di kawasantelah Asia Tenggara,
berkontribusi kepada
keamanan dan kestabilan
serta menumbuhkan saling
kawasan secara lebih luas di
percaya Asia diantara
Regional ASEAN
negara
Pasifik melalui Forum
(ASEAN
anggotanya danForum/ARF)
Regional para Mitra sejak
1994. ARF mewadahi dialog
Wicara danASEAN. pertukaran ASEAN
informasi
juga telahmengenai berkontribusi
masalah-masalah Kerja sama pertahanan juga dilakukan di antara negara-negara anggota
keamanan di Asia Pasifik. ASEAN. Sumber: arhyblog.blogspot.com
kepada keamanan dan
Walaupun terdapat
kestabilan kawasan
keberagaman secara
kondisi politik, lebih
ekonomi,luas di Asia
dan budaya Pasifik
diantara melaluianggotanya,
negara-negara Forum
RegionalASEANASEAN (ASEAN
telah menumbuhkan Regional Forum/ARF)
tujuan dan arah sejak
kerja sama, khususnya 1994.
dalam ARF
mempercepat
integrasi kawasan. Hal ini terlihat semakin jelas dengan disepakatinya Visi ASEAN 2020 di
mewadahi Kualadialog dan1997pertukaran
Lumpur tahun dan Deklarasi Baliinformasi mengenai
Concord II di Bali masalah-
tahun 2003 mengenai upaya
perwujudan Komunitas ASEAN dengan ketiga pilarnya (politik-keamanan, ekonomi, dan sosial
masalahbudaya).
keamanan di Asia Pasifik.
Komunitas Politik Keamanan ASEAN (ASEAN Political Security Community/APSC)
Walaupun
ditujukan untuk terdapat
mempercepatkeberagaman kondisidi ASEAN
kerja sama politik keamanan politik, ekonomi,
dalam mewujudkan
dan budayaperdamaian diantara negara-negara
di kawasan, anggotanya,
termasuk dengan masyarakat ASEAN
internasional. Komunitastelah
Keamanan ASEAN bersifat terbuka, berdasarkan pendekatan keamanan komprehensif dan
Politik

menumbuhkan
tidak ditujukantujuan dan arah
untuk membentuk kerja
suatu pakta sama, khususnya
pertahanan/aliansi dalam
militer maupun kebijakan luar
negeri bersama (common foreign policy). Komunitas Politik Keamanan ASEAN juga mengacu
mempercepat integrasi kawasan. Hal ini terlihat semakin jelas
kepada berbagai instrumen politik ASEAN yang telah ada seperti Zona Bebas Senjata Nuklir
dengan Asiadisepakatinya
Tenggara (Zone of Visi
Peace,ASEAN
Freedom and2020 di KualaTraktat
Neutrality/ZOPFAN), Lumpur tahun
Persahabatan
Kerja Sama Negara-negara ASEAN (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia/TAC),
dan

1997 dan dan Deklarasi


Zona Bebas SenjataBaliNuklir
Concord II di(Treaty
Asia Tenggara Baliontahun
Southeast2003 mengenai
Asia Nuclear Weapon-
Free Zone/SEANWFZ) selain menaati Piagam PBB dan prinsip-prinsip hukum internasional
upaya perwujudan
terkait lainnya. Komunitas ASEAN dengan ketiga pilarnya
(politik-keamanan, ekonomi, dan sosial budaya).
Indonesia, selaku pemrakarsa Komunitas Politik Keamanan ASEAN, memelopori
penyusunan Rencana Aksi Komunitas Politik Keamanan ASEAN, yang disahkan pada KTT ke-
Komunitas Politik Keamanan ASEAN (ASEAN Political Security
Community/APSC) ditujukan untuk mempercepat kerja sama politik20
keamanan di ASEAN dalam mewujudkan perdamaian di kawasan,
termasuk dengan masyarakat internasional. Komunitas Politik
Keamanan ASEAN bersifat terbuka, berdasarkan pendekatan
keamanan komprehensif dan tidak ditujukan untuk membentuk
suatu pakta pertahanan/aliansi militer maupun kebijakan luar negeri

31
bersama (common foreign policy). Komunitas Politik Keamanan
ASEAN juga mengacu kepada berbagai instrumen politik ASEAN
yang telah ada seperti Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara
(Zone of Peace, Freedom and Neutrality/ZOPFAN), Traktat
Persahabatan dan Kerja Sama Negara-negara ASEAN (Treaty of
Amity and Cooperation in Southeast Asia/TAC), dan Zona Bebas
Senjata Nuklir Asia Tenggara (Treaty on Southeast Asia Nuclear
Weapon-Free Zone/SEANWFZ) selain menaati Piagam PBB dan
prinsip-prinsip hukum internasional terkait lainnya.

Indonesia, selaku pemrakarsa Komunitas Politik Keamanan


ASEAN, memelopori penyusunan Rencana Aksi Komunitas Politik
Keamanan ASEAN, yang disahkan pada KTT ke-10 ASEAN
di Vientiane, Lao PDR, November 2004. Dalam Rencana Aksi
Komunitas Politik Keamanan ASEAN, telah ditetapkan rencana
kegiatan untuk mewujudkan Komunitas Politik Keamanan ASEAN
yang terdiri atas 6 komponen: Political Development, Shaping and
Sharing of Norms, Conflict Prevention, Conflict Resolution, Post-
Conflict Peace Building, dan Implementing Mechanism. Rencana
Aksi tersebut telah diintegrasikan ke dalam Program Aksi Vientiane
(Vientiane Action Programme/VAP) yang ditandatangani para Kepala
Negara ASEAN dalam KTT ke-10 ASEAN. VAP merupakan acuan
pencapaian Komunitas ASEAN untuk kurun waktu 2004-2010.

Mekanisme koordinasi antar badan-badan sektoral ASEAN


yang menangani Komunitas Politik Keamanan ASEAN dilakukan
melalui ASEAN Security Community Coordinating Conference
(ASCCO). Sampai dengan tahun 2008, telah diselenggarakan
sebanyak tiga kali dan terus mengkoordinasikan langkah bersama
untuk mencapai Komunitas Politik Keamanan ASEAN 2015.

1. Pertemuan Para Menteri Luar Negeri ASEAN (ASEAN


Foreign Ministers Meeting/AMM)

Pertemuan Para Menteri Luar Negeri ASEAN (ASEAN


Foreign Ministers Meeting/AMM) pertama kali diadakan pada
tahun 1967. Pertemuan ini diadakan setiap satu tahun sekali,
termasuk beberapa pertemuan informal dan retreat di sela-
selanya.

32
Pertemuan AMM Retreat dan Pertemuan Para Menteri
Luar Negeri lainnya (Other Ministerial Meetings) telah
diadakan pada tanggal 13-14 Januari 2010, di Da Nang,
Vietnam. Pada pertemuan tersebut telah dibahas mengenai
berbagai inisiatif dan isu yang menjadi perhatian ASEAN.
Pertemuan memfokuskan pokok bahasan pada upaya untuk
membangun Komunitas ASEAN dengan ketiga pilarnya, yaitu
politik-keamanan, ekonomi, serta sosial dan budaya. Selain
itu, para Menlu juga melakukan tukar pandangan mengenai
prioritas ASEAN pada tahun 2010 serta isu-isu regional dan
internasional lainnya. Sebelum pertemuan AMM dengan
tema ASEAN Community 2015: From Vision to Action, telah
dilakukan Pertemuan Dewan Komunitas Politik-Keamanan
ke-3 (3rd Meeting of the ASEAN Political Security Community
Council/APSC Council) dan Dewan Koordinasi ASEAN (ASEAN
Coordinating Council/ACC).
Sebagai Ketua ASEAN dan tuan rumah pertemuan,
Vietnam mengusulkan beberapa isu yang patut menjadi
perhatian khusus Negara Anggota ASEAN, termasuk di
antaranya rencana penyelenggaraan KTT ASEAN ke-16 pada
bulan April 2010, Pertemuan Tingkat Menteri ASEAN pada
bulan Juli 2010, dan KTT ASEAN ke-17 pada bulan Oktober
2010. Isu-isu lain yang menjadi perhatian adalah pembangunan
Komunitas ASEAN, evolusi arsitektur regional di kawasan
Asia Pasifik, sentralitas ASEAN, kerjasama dengan negara-
negara Mitra Wicara, dan program outreach di antara negara-
negara ASEAN. Sebagai bagian dari upaya perwujudan
Komunitas ASEAN, para Menlu juga bertukar pandangan
mengenai Konektivitas ASEAN (ASEAN Connectivity) sebagai
tindak lanjut dari Pernyataan Para Pemimpin ASEAN tentang
Konektivitas ASEAN (ASEAN Leaders Statement on ASEAN
Connectivity) yang ditandatangani pada saat KTT ASEAN ke-
15 di Cha-am Hua Hin, Thailand.
Dalam kapasitasnya sebagai Dewan Koordinasi ASEAN
(ASEAN Coordinating Council/ACC), para Menlu telah
mengesahkan Kerangka Acuan Satuan Tugas Tingkat Tinggi
tentang Konektivitas ASEAN (Terms of Reference of the High
Level Task Force on ASEAN Connectivity) yang memberi

33
mandat kepada para Pemimpin ASEAN untuk menyusun
rekomendasi bagi langkah-langkah penciptaan konektivitas di
antara negara-negara ASEAN pada KTT ASEAN ke-17 di Hanoi
tahun 2010. Indonesia memandang positif pengembangan
Konektivitas ASEAN guna mendukung program konektivitas
nasional melalui pembangunan infrastruktur di dalam negeri,
karena bagaimanapun pembangunan ekonomi memerlukan
dukungan kerjasama infrastruktur, komunikasi dan mobilitas
masyarakat.

Topik lainnya yang didiskusikan termasuk laporan


perkembangan Kelompok Ahli Tingkat Tinggi tentang Tindak
Lanjut terhadap Piagam ASEAN (High Level Legal Experts
Group on the Follow-up to ASEAN Charter [HLEG]), terutama
dalam hal pembentukan berbagai instrumen hukum untuk
mengimplementasikan Piagam ASEAN. Hal ini menunjukkan
konsolidasi dan proses yang berkesinambungan dalam
mewujudkan ASEAN sebagai organisasi berdasarkan hukum
(rules-based organisation).

Selain itu, para Menlu juga bertukar pandangan mengenai


perkembangan Komisi Antar Pemerintah ASEAN tentang HAM
(ASEAN Inter-Governmental Commission on Human Rights/
AICHR) dan menegaskan kembali status AICHR sebagai
institusi HAM yang menyeluruh (overarching human rights
institution) mengingat adanya upaya paralel dan saling mengisi
untuk mengembangkan institusi-institusi yang berhubungan
dengan perlindungan dan promosi hak-hak perempuan, anak-
anak, dan pekerja migran.

Para Menlu sepakat akan terus mengembangkan makna


hubungan kerja sama ASEAN dengan mitra wicara, seperti
Uni Eropa, Amerika Serikat, Rusia, Selandia Baru, Dewan
Kerjasama Negara-negara Teluk (Gulf Cooperation Council/
GCC), dan Southern Common Market (Mercado Comn del
Sur/Mercosur) guna mendukung perwujudan Komunitas
ASEAN tahun 2015. Menyikapi beberapa inisiatif baru dari
Australia dan Jepang, pertemuan AMM juga membahas
perkembangan arsitektur regional. Dalam hal ini, ASEAN
berpandangan bahwa perkembangan arsitektur regional tidak

34
hanya perlu mengakui pentingnya ASEAN sebagai kekuatan
pendorong (driving force) dalam proses tersebut, tetapi juga
penekanan terhadap pembangunan Komunitas ASEAN sebagai
bagian dari proses dimaksud. Pada bagian yang sama, upaya
pengembangan Komunitas ASEAN juga perlu dilaksanakan
melalui program-program nasional, sehingga pada akhirnya
mampu meningkatkan sentralitas ASEAN.

Terkait dengan isu-isu regional dan internasional yang


menjadi kepentingan bersama, para Menlu antara lain bertukar
pandangan mengenai perkembangan di Myanmar, aksesi
negara-negara non-ASEAN pada Traktat Persahabatan dan
Kerja Sama Negara-negara ASEAN (Treaty of Amity and
Cooperation/TAC), serta tindak lanjut Konferensi ke-15 Para
Pihak Konferensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan
Iklim (COP-15 United Nations Framework Convention on
Climate Change/UNFCCC) di Kopenhagen.

Para Menlu menyambut baik penjelasan Myanmar


mengenai persiapan pemilu di tahun 2010 dan sepakat
untuk memfokuskan pengembangan upaya nasional terlebih
dahulu sebelum melangkah bersama di ASEAN dalam hal isu
perubahan iklim. Pada kesempatan pertemuan tersebut, para
Menlu ASEAN juga berpartisipasi dalam Familiarization Trip
of ASEAN Foreign Ministers on ASEAN Connectivity dengan
melakukan perjalanan darat melalui Koridor Ekonomi Timur-
Barat (East-West Economic Corridor/EWEC) yang melintasi
Thailand, Laos, dan Vietnam. EWEC merupakan salah satu
bagian dari inisiatif Konektivitas ASEAN yang bertujuan untuk
membangun kerjasama infrastruktur, terutama transportasi,
yang akan menghubungkan negara-negara ASEAN melalui
jalur darat, udara, maupun laut.

Rangkaian Pertemuan Para Menteri ASEAN ke-43


diselenggarakan pada tanggal 19-20 Juli 2010 di Hanoi,
Vietnam, dan dihadiri oleh para Menlu ASEAN, kecuali Filipina.
Tatanan regional (regional architecture) menjadi salah satu
topik pembahasan utama pada rangkaian pertemuan tersebut.
Dalam kerangka ini, modalitas yang dipilih oleh para Menlu
ASEAN adalah perluasan Konferensi Tingkat Tinggi Asia Timur

35
(East Asia Summit/EAS) yang juga sejalan dengan pemikiran
yang dikembangkan oleh Indonesia, yaitu mengundang
Amerika Serikat (AS) dan Rusia dalam mekanisme EAS. Bagi
Indonesia, masuknya kedua negara sejalan dengan strategi
geopolitik Indonesia mengenai keseimbangan yang dinamis
(dynamic equilibrium) di kawasan Asia Pasifik. Dengan
perluasan EAS, ASEAN secara fleksibel mempertahankan
sentralitasnya dan tidak ada kekuatan yang mendominasi.

Modalitas dan waktu partisipasi kedua pemimpin dari AS


dan Rusia akan diputuskan dalam KTT ke-17 ASEAN bulan
Oktober 2010. Apabila disepakati pada tingkatan ASEAN
Leaders, maka pada pertemuan EAS pada tahun 2011 akan
menjadi 18 negara, termasuk AS dan Rusia.

Dalam pembahasan konektivitas ASEAN (ASEAN


connectivity), beberapa negara anggota ASEAN telah
menyampaikan sejumlah gagasan konkret, khususnya
terkait pembangunan infrastruktur transportasi darat yang
menghubungkan wilayah di daratan Mekong dengan China
dan India. ASEAN juga tengah mendorong negara mitra
wicara di ASEAN+3 dan EAS untuk turut berkontribusi
dalam pengembangan konektivitas ASEAN. Dukungan
konkret diperoleh dari ASEAN+3 yang merencanakan untuk
membentuk suatu Dana Pembangunan Infrastruktur ASEAN
(ASEAN Infrastructure Development Fund). Dalam kerangka
EAS, akan dikembangkan konektivitas yang dibangun oleh
ASEAN bekerjasama dengan negara-negara anggota EAS.

Para Menlu juga bertukar pandangan mengenai isu-isu


regional seperti perkembangan pemilu di Myanmar, situasi di
Timur Tengah, khususnya Palestina, dan Semenanjung Korea,
terutama terkait dengan kasus tenggelamnya kapal Republik
Korea, Cheonan.

2. Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (South-East Asia


Nuclear Weapon Free Zone/SEANWFZ)

Pada KTT ASEAN di Bangkok, 15 Desember 1995, para


Pemimpin ASEAN menandatangani Traktat Zona Bebas

36
Senjata Nuklir Asia Tenggara (Southeast Asia Nuclear-
Weapon-Free Zone/SEANWFZ). Sebagai komponen penting
dari Deklarasi Kawasan Damai, Bebas, dan Netral (Zone of
Peace, Freedom and Neutrality/ZOPFAN), Traktat SEANWFZ
mengekspresikan tekad ASEAN untuk member sumbangan
terhadap upaya menuju perlucutan senjata nuklir secara
lengkap dan umum, serta mendorong perdamaian dan
keamanan internasional. Selain itu, Traktat ini juga bertujuan
untuk melindungi kawasan dari pencemaran lingkungan dan
bahaya yang disebabkan oleh sampah radio aktif dan bahan-
bahan berbahaya lainnya.

Traktat SEANWFZ mulai berlaku sejak 27 Maret 1997.


Saat ini, ASEAN tengah merundingkan isu tersebut dengan 5
(lima) negara pemilik senjata nuklir (Nuclear-Weapon States/
NWS) mengenai waktu (terms) aksesi mereka kepada protokol
yang merupakan dasar komitmen mereka dibawah Perjanjian.

ASEAN telah menetapkan Komisi dan Komite Eksekutif


SEANWFZ untuk mengawasi implementasi dari ketentuan-
ketentuan Traktat dan menjamin kepatuhan negara-negara
tersebut. Komisi dan Komite dimaksud telah mengesahkan
peraturan-peraturan yang mengatur keuangan dan prosedur
kerja badan-badan traktat (treaty bodies) pada Pertemuan
Komisi SEANWFZ ke-2 di Bangkok, Juli 2000.

Sebagai langkah untuk menjamin agar negara-negara


ASEAN mampu merealisasikan SEANWFZ, telah disusun
Rencana Aksi (Plan of Action/PoA) untuk memperkuat
implementasi dari Perjanjian SEANWFZ (2007-2012), sebagai
hasil pertemuan Komisi SEANWFZ di Manila tanggal 29 Juli
2007.

POA berisi langkah yang dibagi ke dalam 4 (empat)


bidang, dengan status perkembangan hingga tanggal 22 Juni
2009, adalah sebagai berikut:
a. Kepatuhan terhadap pelaksanaan Traktat SEANWFZ
(Compliance with the undertakings in the SEANWFZ
Treaty). PoA menyebutkan bahwa Negara Pihak
diharapkan antara lain; melengkapi aksesi pada

37
perjanjian perlindungan dan Konvensi Pemberitahuan
Awal Kecelakaan Nuklir Badan Tenaga Atom Internasional
(International Atomic Energy Agency (IAEA) safeguards
agreements and the Convention on Early Notification of
Nuclear Accident), mempertimbangkan untuk mengakses
instrumen internasional lainnya, mengimplementasikan
suatu sistem pengendalian (control system) untuk
memverifikasi ketaatan pada kewajiban Negara Pihak di
bawah Traktat SEANWFZ, dan membentuk suatu rejim
keamanan nuklir kawasan. Terkait mengenai aksesi
Konvensi Pemberitahuan Awal Kecelakaan Nuklir Badan
Tenaga Atom Internasional, seluruh Negara Anggota
ASEAN kecuali Brunei Darussalam, Kamboja, dan Laos
telah mengaksesinya (per tanggal 19 Juni 2009).
b. Aksesi oleh Negara pemilik Senjata Nuklir (Accession
by Nuclear Weapon States). Keinginan ASEAN agar
Perancis, Rusia, Amerika Serikat dan Inggris (P4)
mengaksesi Traktat SEANWFZ masih terkendala pada
4 (empat) isu mengenai hak transit dan kunjungan pada
pelabuhan/lapangan udara (transit rights and Port/Airfield
Visits), kedaulatan, (sovereignty), zona aplikasi (zone of
application) dan Negative Security Assurance.
Salah satu kendala yang dihadapi adalah adanya
perbedaan antar Negara Pihak yang berkaitan dengan
hak transit dan kunjungan pada pelabuhan, yaitu
ketentuan mengenai hak prerogatif Negara Pihak
untuk mengijinkan pesawat atau kapal laut memasuki
wilayah perairan maupun teritorialnya. Hak prerogatif ini
menimbulkan perdebatan karena dalam implementasinya
akan bertentangan dengan Pasal 3.2 (a) dan (b) Traktat
SEANWFZ yang melarang Negara Pihak mengijinkan
kapal dan pesawat terbang yang mengembangkan,
memproduksi dan membawa senjata nuklir memasuki
wilayah teritorialnya.
Mengenai kedaulatan, pihak NWS masih memerlukan
klarifikasi mengenai kesepakatan Negara Pihak dengan
China mengenai penghormatan atas kedaulatan. Intinya
tidak ada keberatan mengenai formulasi paragraf dalam

38
Traktat, tetapi NWS berhati-hati untuk menyetujui berbagai
ketentuan yang mengarah pada isu kedaulatan.
Mengenai zona penerapan, NWS menolak Zone Ekslusif
Ekonomi (ZEE) sebagai wilayah penerapan Traktat
SEANWFZ, dan mengusulkan landas batas kontinen
sebagai zona penerapannya. Menurut NWS, ZEE
hanya diperuntukkan bagi kepentingan ekonomi dan
pemanfaatan sumber daya alam.
Terkait negative security assurance, untuk menjamin
bahwa NWS tidak menggunakan atau mengancam
menggunakan senjata nuklir terhadap negara non-nuklir,
permasalahan terletak pada daerah penerapannya,
sebagaimana isu mengenai Zona Penerapan.

c. Kerja sama dengan IAEA dan mitra lainnya (Cooperation


with the IAEA and other partners). Perluasan kerja sama
ini dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas Negara
Pihak dalam mengimplementasikan Traktat SEANWFZ.
Tujuan lainnya adalah untuk menjajaki pembentukan
suatu resolusi mengenai Traktat SEANWFZ di Komite
Satu Majelis Umum PBB (First Committee UN General
Assembly). ASEAN saat ini tengah menjajaki kemungkinan
pembentukan suatu rejim keamanan nuklir kawasan.
Pembahasan dilakukan dalam mekanisme Jaringan Sub-
sektor Keamanan Energy Nuklir ASEAN (ASEAN Nuclear
Energy Safety Sub-Sector Network/NES-SSN) dengan
mengundang IAEA sebagai pengamat (observer).

d. Pengaturan Kelembagaan (Institutional Arrangements).


Badan sektoral ASEAN dapat mengembangkan program
kerja/proyek sebagaimana tertuang dalam POA.

3. Deklarasi Kawasan Damai, Bebas, Dan Netral (Zone of


Peace, Freedom And Neutrality Declaration/ZOPFAN)

ZOPFAN merupakan kerangka perdamaian dan kerja sama


yang tidak hanya di Asia Tenggara melainkan juga mencakup
kawasan Asia Pasifik yang lebih luas, temasuk kekuatan besar
(major powers) dalam bentuk serangkaian tindak pengekangan

39
diri secara sukarela (voluntary self-restraints). Dengan
demikian, ZOPFAN tidak mengesampingkan peranan kekuatan
besar, tetapi justru memungkinkan keterlibatan mereka secara
konstruktif dalam penanganan masalah-masalah keamanan
kawasan.

Pedoman pelaksanaan ZOPFAN dirumuskan lebih lanjut


pada April 1972, sebagai berikut:
a. Ketaatan pada Piagam PBB, Deklarasi Promosi
Perdamaian Dunia, dan Kerja Sama Deklarasi Bandung
1955, Deklarasi Bangkok 1967, dan Deklarasi Kuala
Lumpur 1971
b. Saling menghormati kemerdekaan (independence),
kedaulatan, persamaan, integritas teritorial, dan identitas
nasional semua bangsa di dalam dan di luar kawasan
c. Hak setiap negara untuk mengelola eksistensi nasionalnya
tanpa gangguan eksternal , subversi, dan paksaan
(coercion)
d. Tidak ikut campur dalam urusan internal masing-masing
negara.
e. Menahan diri terhadap ajakan atau dorongan intervensi
dari kekuatan eksternal dalam urusan domestik atau
regional masing-masing negara.
f. Penyelesaian perbedaan atau perselisihan melalui cara-
cara damai sejalan dengan Piagam PBB
g. Menolak ancaman atau penggunaan kekerasan dalam
menjalin hubungan internasional
h. Menahan diri dari penggunaan angkatan bersenjata
untuk alasan apapun dalam menjalankan hubungan
internasional, kecuali bagi individu atau pembelaan diri
kolektif yang sejalan dengan Piagam PBB.
i. Menolah keterlibatan dalam konflik kekuatan diluar
yurisdiksi masing-masing negara termasuk keterlibatan
dalam setiap persetujuan yang berlawanan dengan tujuan
masing-masing negara.
j. Bebas dari pangkalan militer asing di kawasan

40
k. Larangan memakai, menyimpan, mempertukarkan
maupun melakukan pencobaan senjata nuklir dan
komponen terkaitnya di kawasan
l. Hak untuk berdagang secara bebas dengan setiap negara
atau lembaga internasional terlepas dari perbedaan
sistem budaya dan politik
m. Hak untuk mendapat bantuan secara bebas untuk
maksud memperkuat ketahanan nasional, kecuali jika
bantuan tersebut tidak sesuai dengan tujuan pencapaian
kawasan.
n. Kerja sama regional yang efektif di antara masing-masing
negara.

4. Pertemuan Para Menteri Pertahanan ASEAN (ASEAN


Defence Ministers Meeting/ADMM) & ADMM Plus

Pertemuan Para Menteri Pertahanan ASEAN (ASEAN


Defence Ministers Meeting/ADMM) pertama kali disepakati
di Malaysia pada 9 Mei 2006. ADMM bertujuan untuk
mendorong perdamaian dan stabilitas kawasan serta kerja
sama pertahanan dan keamanan, memberikan arahan pada
pertemuan pejabat senior pertahanan, meningkatkan saling
percaya dan transparansi dalam kaitan isu pertahanan dan
keamanan, dan memberikan sumbangan terhadap perwujudan
Komunitas Politik-Keamanan ASEAN.

Pertemuan ke-2 ADMM di Singapura, tanggal 14


November 2007 menyepakati Program Kerja 3 Tahunan ADMM
(ADMM 3 Year Work Programme) periode 2008-2010. Program
Kerja 3 Tahunan ADMM tersebut bertemakan: Building the
foundation and setting the direction for defense dialogues and
cooperation.

Program Kerja ADMM menetapkan 5 (lima) area kerja


sama, yaitu promosi Pertahanan Regional dan Kerja Sama
Keamanan (Promoting Regional Defense and Security
Coperation) melalui pemajuan pemahaman mengenai
kebijakan, struktur, sistem, dan pengembangan pertahanan
dan keamanan, serta membangun interaksi dan kerja sama

41
saat ini dan di masa mendatang. Kegiatannya antara lain
adalah meningkatkan transparansi dan keterbukaan melalui
voluntary briefing mengenai kebijakan pertahanan dan
keamanan nasional masing-masing Negara Anggota ASEAN.
Pembentukan dan Pembagian Norma (Shaping and
Sharing Norms) melalui dukungan pada pengembangan
dan adopsi norma untuk memajukan perdamaian dan
keamanan regional serta memajukan kerjasama ASEAN
bidang pertahanan dan keamanan. Kegiatannya antara lain
mendukung implementasi Piagam ASEAN, mendukung aksesi
TAC, implementasi Deklarasi pada Perilaku Partai di Laut
China Selatan (Declaration on the Conduct (DOC) of Parties in
the South China Sea), penandatanganan Traktat SEANWFZ,
implementasi Konvensi Kontra Terorisme ASEAN (ASEAN
Convention on Counter Terrorism/ACCT), memajukan kerja
sama bidang Keamanan Maritim ASEAN (ASEAN maritime
security), serta isu-isu lintas batas negara (trans-boundary).
Pencegahan Konflik (Conflict Prevention) melalui
memajukan mutual trust and confidence serta memperkuat
confidence building measures (CBM). Kegiatannya antara lain
bertukar pandangan mengenai tantangan dan isu-isu pertahanan
dan keamanan di kawasan, memajukan transparansi dan
keterbukaan dengan saling tukar informasi dan memajukan
kerja sama bidang penanggulangan bencana.
Resolusi Konflik (Conflict Resolution) melalui pemajuan
pembentukan mekanisme bagi penyelesaian sengketa secara
damai (peaceful settlement of disputes) serta memajukan kerja
sama regional untuk menjaga perdamaian dan stabilitas.
Pembangunan Perdamaian Pasca Konflik (Post Conflict Peace
Building) melalui pemberian bantuan kemanusiaan di wilayah
konflik.
Pertemuan ke-3 ADMM di Pattaya, Thailand, tanggal 25-
26 Februari 2009, menyepakati 3 (tiga) dokumen yang akan
menjadi rujukan kerjasama konkrit dalam kerangka ADMM,
yaitu Kertas Konsep mengenai Pengunaan Aset Militer ASEAN
dan Kapasitas Bantuan Kemanusiaan dan Penanggulangan

42
Bencana (Concept Paper on the Use of ASEAN Military
Assets and Capacities in Humanitarian Assistance and
Disaster Relief/HADR), Paparan Konsep mengenai Pendirian
Pertahanan ASEAN dan Organisasi Masyarakat Sipil terhadap
Keamanan Non-tradisional (Concept Paper on ASEAN
Defence Establishments and Civil Society Organizations
[CSOs] Cooperation on Non-Traditional Security), dan Paparan
Konsep mengenai ADMM Plus: Prinsip Keanggotaan (Concept
Paper on ADMM-Plus: Principles for Membership).

Terdapat tiga (3) kerja sama yang telah dilaksanakan


dalam konteks ADMM yaitu :
a. Kerja sama dalam penanggulangan bencana alam yang
merupakan usulan Indonesia yang diformulasikan dalam
Kertas Konsep mengenai Penggunaan Aset Militer ASEAN
dan Kapasitas Bantuan Kemanusiaan dan Bencana
(Concept Paper on the Use of ASEAN Military Assets
and Capacities in Humanitarian Assistance and Disaster
Relief/HADR). Dalam konteks ini, Indonesia telah menjadi
tuan rumah Workshop mengenai Penggunaan Aset Militer
ASEAN dan Kapasitas HADR di Jakarta, tanggal 6-8
Oktober 2009.
Workshop mengesahkan peta jalan (roadmap) mengenai
Penggunaan Aset Militer ASEAN dan Kapasitas HADR
yang memaparkan tahapan proses untuk menyusun
Standar Prosedur Operasional (SOP) dalam penggunaan
kapasitas milisi dalam penanggulangan bencana.
Selanjutnya, Komite Kerja Sama Bersama (Joint
Cooperation Committee/JCC) akan dibentuk sebagai
implementasi dari Kerangka kerja Pertemuan Informal
Para Kepala Angkatan Pertahanan ASEAN (Workplan of
the ASEAN Chief of Defence Forces Informal Meeting /
ACDFIM). JCC mempunyai peran a.l. untuk melakukan
kegiatan yang terkait dengan keterlibatan militer dalam
HADR.
Beberapa kegiatan yang menjadi tindak lanjutnya antara
lain penyelenggaraan Table Top Exercise (TTEx) ARF di
Bandung tanggal 4-7 Agustus 2010, penyelenggaraan

43
ADMM Table Top Exercise on HADR yang akan
diselenggarakan Indonesia bekerja sama dengan
Singapura pada awal 2011, Latihan Penanggulangan
Bencana ARF (ARF Disaster Relief Exercise/ARF DiREx)
tahun 2011 di Manado. Kegiatan-kegiatan tersebut juga
akan digunakan sebagai referensi guna mengisi Bab VI
terkait penggunaan kapasitas militer dalam Perjanjian
Penanggulangan Bencana dan Tanggapan Keadaan
Darurat ASEAN (ASEAN Agreement on Disaster
Management and Emergency Response/AADMER).
b. Kegiatan terkait dengan kerja sama masyarakat madani
(Civil Society Organizations/CSOs) dengan institusi
pertahanan dalam penanggulangan masalah keamanan
non-tradisional yang digagas Thailand. Melalui Kertas
Konsep mengenai Pendirian Pertahanan ASEAN dan
Organisasi Masyarakat Sipil terhadap Keamanan Non-
tradisional, Thailand, bekerja sama dengan Malaysia, telah
menyelenggarakan dua (2) kali Workshop yaitu Workshop
mengenai Pendirian Pertahanan ASEAN dan Organisasi
Masyarakat Sipil terhadap Keamanan Non-tradisional:
Bantuan Kemanusiaan dan Bencana (International
Workshop on ASEAN Defense Establishments and Civil
Society Organizations Cooperation on Non-Traditional
Security: Humanitarian Assistance and Disaster Relief)
tanggal 7-10 Juni 2009, serta Workshop ke-2 pada
28-29 Juli 2010 di Bangkok. Workshop tersebut telah
menghasilkan rekomendasi dan meningkatkan jejaring
bagi upaya bersama menanggulangi ancaman keamanan
non-tradisional.
c. Kerjasama industri pertahanan ASEAN yang digagas
Malaysia melalui Paparan Konsep mengenai Promosi
Kerja Sama Industrial antar Negara Anggota ASEAN
(Concept paper on Promoting Defence Industrial
Cooperation amongst ASEAN Member States).
Usulan dimaksudkan selain untuk membangun
jejaring dan kerja sama industri pertahanan di antara
negara-negara ASEAN, juga upaya mempromosikan
potensi ASEAN dalam mencukupi kebutuhan alat-alat

44
pertahanan yang mandiri. Dalam kaitan ini, Malaysia telah
menyelenggarakan Dialog Industri Pertahanan ke-1 (the
1st ASEAN Defence Industry Dialogue) yang diadakan
pada tanggal 22 April 2010 di Kuala Lumpur.
Penyelenggaraan dialog tersebut dimaksudkan mem-
peroleh perspektif tentang kemungkinan kerja sama di
bidang industri pertahanan ASEAN. Dari dialog tersebut,
muncul gagasan untuk mendirikan Dewan Industri
Pertahanan ASEAN (ASEAN Defence Industry Council)
disamping pembentukan Kelompok Kerja Industri
Pertahanan (Joint Working Group on Defence Industries)
untuk mendorong upaya pengembangan kerja sama
industri pertahanan di ASEAN.
Untuk pengembangan selanjutnya dari upaya tersebut,
Malaysia bersama Indonesia akan bersama-sama
mengembangkan Kertas Konsep Promosi Kerja Sama
Pertahanan Industri antar Negara Anggota ASEAN
(Concept Paper Promoting Defence Industrial Cooperation
amongst ASEAN Member States) yang akan menjadi
bahan pada Pertemuan ADMM tahun 2011 di Indonesia.
Sejalan dengan Keketuaan Indonesia di ASEAN tahun
2011, maka Indonesia juga akan menjadi Ketua pada
rangkaian pertemuan ADMM sepanjang tahun 2011.
Dalam kaitan ini, Indonesia telah merencanakan berbagai
kegiatan dan merancang jadwal pertemuan seperti
ASEAN Defence Senior Official (ADSOM), ADSOM
Working Group, ADMM, termasuk kemungkinan bila ada
usulan pertemuan ADMM Plus Retreat, ADSOM Plus,
maupun Pertemuan Kelompok Kerja Ahli (Expert Working
Group). Jadwal tentatif resmi pertemuan dalam kerangka
ADMM 2011 ini akan disirkulasikan setelah KTT ASEAN
bulan Oktober 2010.

Terkait ADMM Plus, gagasan ini pertama kali


dikemukakan oleh Singapura saat Inagurasi ADMM (Inaugural
ADMM) di Kuala Lumpur, tanggal 9 Mei 2006. ADMM Plus
dimaksudkan untuk meningkatkan penanganan isu keamanan
lintas negara (transnational security issues) di kawasan untuk

45
menciptakan kawasan yang damai dan stabil. Melihat pada
sensitivitasnya, Negara Anggota ASEAN menyepakati bahwa
proses pembentukan ADMM Plus harus nyaman bagi semua
(comfortable to all) dan ASEAN harus tetap menjadi kekuatan
pendorong (driving force).
Pada Pertemuan ke-4 ADMM yang dilaksanakan pada
tanggal 10-13 Mei 2010, di Hanoi, Vietnam, telah membahas
konsep ADMM Plus dan menyepakati serta mengesahkan
revisi konsep konfigurasi dan komposisi ADMM Plus. Selain
itu, Pertemuan mendukung penyelenggaraan inagurasi ADMM
Plus di Vietnam. Lebih lanjut, Pertemuan menyepakati dan
mengesahkan revisi paparan konsep mengenai modalitas dan
prosedur ADMM Plus.
Konsep ADMM Plus yang disepakati sementara mencakup
8 (delapan) negara, yaitu Australia, Cina, India, Jepang,
Selandia Baru, Republik Korea, Rusia dan Amerika Serikat.
Mitra Dialog ASEAN lainnya dapat dipertimbangkan apabila
mereka memenuhi syarat keanggotaan dalam ADMM Plus
sebagaimana telah dirumuskan pada Pertemuan ke-3 ADMM
tahun 2009. Pertemuan juga mencatat dukungan negara-
negara kepada Vietnam yang berharap dapat melaksanakan
peresmian/inagurasi ADMM Plus yang dijadwalkan pada bulan
Oktober 2010.
Pertemuan ke-4 ADMM menyepakati antara lain:
Paparan Konsep mengenai ADMM Plus: Konfigurasi dan
Komposisi (Concept Paper on ADMM Plus: Configuration
and Composition); Paparan Konsep mengenai ADMM Plus:
Modalitas dan Prosedur (Concept Paper on ADMM Plus:
Modalities and Procedures), dan Deklarasi Bersama ADMM
ke-4 (Joint Declaration of the 4th ADMM).
Pertemuan ADMM Plus menurut rencana akan
dilaksanakan pada 12 Oktober 2011. Pertemuan ini akan
dilakukan back-to-back dengan ADMM Retreat yang
dijadwalkan pada 11 Oktober 2010 di Hanoi, Vietnam.

Untuk pelaksanaan ADMM Plus tersebut beberapa


dokumen telah dipersiapkan antara lain:

46
a. Kertas Konsep ADMM Plus: Prinsip Keanggotaan (Concept
Paper on ADMM Plus: Principles for Membership)
b. Kertas Konsep ADMM Plus: Konfigurasi dan Komposisi
(Concept Paper on ADMM Plus : Configuration and
Composition)
c. Kertas Konsep ADMM Plus: Modalitas dan Prosedur
(Concept Paper on ADMM Plus: Modalities and
Procedures)
d. Kertas Diskusi mengenai Potensi, Prospek, dan Arah
Kerja Sama Praktis dalam Kerangka ADMM Plus
(Discussion Paper on the Potential, Prospect, and
Direction of Practical Cooperation in the Framework of
the ADMM Plus)
e. Konsep Deklarasi Bersama mengenai Pertemuan
Inagurasi ADMM Plus (Draft Joint Declaration on the
inaugural meeting of the ADMM Plus).

Untuk mendukung kegiatan ADMM Plus, juga telah


disepakati pembentukan modalitas kelembagaan tambahan
seperti ADSOM Plus dan Kelompok Kerja Ahli mengenai
isu-isu tertentu (Expert Working Group on certain issues).
Untuk itu, maka pada ADSOM Retreat di Hanoi 4-6 Agustus
2010 disepakati perlunya pembuatan protokol atau aturan
tambahan untuk operasionalisasi modalitas tersebut. Vietnam
dan Singapura yang akan menyusun Konsep Protokol untuk
Prosedur dan Modalitas (Draft Protocol for Procedures
and Modalities) ADMM-Plus. Protocol diharapkan dapat
memperkokoh keberadaan ADMM Plus dan lebih penting,
menguatkan prinsip-prinsip dasar ASEAN (seperti sentralitas
ASEAN dan Non-Interference).

5. Pertemuan Para Menteri bidang Hukum ASEAN (ASEAN


Law Ministers Meeting/ALAWMN)

Pertemuan Para Menteri ASEAN Bidang Hukum (ASEAN


Law Ministers Meeting /ALAWMM) dibentuk pada 12 April 1986
di Bali, Indonesia. Pembentukan ALAWMM didasarkan kepada

47
adanya keragaman sistem hukum yang ada di kawasan Asia
Tenggara dan untuk itu harus dlakukan kerja sama di bidang
hukum, terutama menyangkut permasalahan yang menjadi
keprihatinan bersama. Kerja sama di bidang hukum ini meliputi
tiga aspek, yaitu:
a. Pertukaran bahan-bahan mengenai masalah kriminal;
b. Kerjasama di bidang peradilan; dan
c. Pendidikan dan riset di bidang hukum.

Dengan mulai berlakunya Piagam, ASEAN telah berubah


menjadi organisasi yang berbasis pada hukum. Untuk itu
diperlukan peningkatan pemahaman mengenai sistem hukum
khusus bagi penerapan Piagam di negara-negara ASEAN
yang semakin diperlukan. Implementasi Piagam ASEAN
memerlukan peningkatan kerja sama di bidang hukum
antara lain melalui tukar-menukar informasi mengenai sistem
hukum nasional negara-negara ASEAN. Dalam pertemuan
terakhir di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam, 20-
21 Oktober 2008, telah dilakukan penandatanganan MLAT
yang dinilai sebagai terobosan dalam upaya kerja sama di
bidang hukum. Perkembangan ini melengkapi penandatangan
ACCT pada tahun 2007 yang dimaksudkan sebagai kerangka
penanganan permasalahan terorisme yang pada gilirannya
akan mendukung penegakan hukum di kawasan. Pertemuan
ALAWMM berikutnya akan digelar pada tahun 2011.

6. Pertemuan Para Menteri yang menangani Kejahatan


Lintas-Negara ASEAN (ASEAN Ministerial Meting on
Transnational Crime/AMMTC)

Pertemuan para Menteri yang menangani Kejahatan


Lintas-Negara ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting on
Transnational Crime/AMMTC) dibentuk pada tahun 1997
dan bertemu setiap dua tahun. AMMTC merupakan badan
pengambil keputusan tertinggi dalam kerjasama ASEAN
memberantas Kejahatan Lintas Batas (transnational crime/
TC) dengan mekanisme Pertemuan Pejabat Tingkat Tinggi
bidang Kejahatan Lintas-Negara (Senior Official Meeting

48
on Transnational Crime/SOMTC) sebagai sub-ordinasinya.
Pertemuan dibentuk dalam upaya menangani kejahatan lintas
batas yang mempengaruhi kawasan Asia Tenggara, seperti
terorisme, perdagangan narkotika, penyelundupan senjata,
pencucian uang, perdagangan manusia dan pembajakan, yang
berpotensi untuk mengganggu perdamaian, kemakmuran dan
kemajuan ASEAN..

Negara-negara ASEAN telah menyetujui disusunnya


Rencana Aksi ASEAN untuk menanggulangi Kejahatan Lintas
Batas (ASEAN Plan of Action to Combat Transnational Crime)
yang merupakan upaya untuk memerangi kejahatan lintas
batas di kawasan ASEAN serta memperkuat komitmen dan
kapasitas guna mencapai maksud tersebut. Rencana Aksi
tersebut akan membentuk strategi kawasan yang kohesif
untuk ; mencegah, mengendalikan, menetralisir kejahatan
lintas batas; meningkatkan kerja sama kawasan dalam bidang
investigasi, pendakwaan dan yudisial termasuk dalam upaya
rehabilitasi pada pelaku; meningkatkan koordinasi di antara
badan-badan di negara-negara ASEAN yang menangani
kejahatan lintas batas; memperkuat kapasitas dan kapabilitas
kawasan dalam menanggulangi bentuk-bentuk kejahatan
lintas batas yang semakin canggih; serta mengembangkan
perjanjian-perjanjian di tingkat kawasan dan sub-kawasan
mengenai kerja sama dalam bidang keadilan di bidang
kriminal, termasuk bantuan hukum dan ekstradisi.

Dalam pertemuan AMMTC di Siem Reap, Kamboja, 17


November 2009, Pertemuan menyepakati untuk menyelesaikan
beberapa komponen di dalam Program Kerja Pertemuan
Pejabat Senior Mengenai Kejahatan Lintas Batas (Senior
Officials Meeting on Transnational Crime Work Programme)
dan menyambut baik dibentuknya Sekretariat Kepala
Kepolisian Nasional ASEAN (ASEAN Chiefs of National Police/
ASEANAPOL) pada bulan Januari 2010. Pertemuan AMMTC
juga menyepakati Rencana Aksi Komprehensif tentang Kontra
Terorisme (ASEAN Comprehensive Plan of Action on Counter
Terrorism/ACPoA on CT). Hasil penting lain yang disepakati
dalam Pertemuan AMMTC ke-7 tersebut adalah disepakatinya

49
Memorandum Kesepakatan ASEAN-China tentang Kerja
Sama Isu Keamanan Non-tradisional (ASEAN-China MOU for
Cooperation in Non-Traditional Security Issues). ACPoA on
CT diharapkan dapat menjadi kerangka kerja implementasi
Konvensi Kontra Terorisme ASEAN (ASEAN Convention on
Counter Terrorism/ACCT) yang masih dalam proses ratifikasi
oleh negara ASEAN. Negara-negara ASEAN yang telah
meratifikasi ACCT adalah Singapura, Thailand, Filipina dan
Kamboja. Indonesia saat ini masih dalam proses ratifikasi.
Pertemuan AMMTC berikutnya akan diadakan pada 11
November 2011 di Bali, Indonesia.

Sebagai lead shepherd pemberantasan terorisme


di ASEAN, telah memprakarsai Pertemuan ke-5 SOMTC
ke-5 Working Group on Counter Terrorism (WG on CT)
yang diselenggarakan di Bali pada 24-25 Februari 2010
guna menyelesaikan Program Kerja SOMTC di bidang
pemberantasan terorisme (draft of counter terrorism component
of the SOMTC Work Programme) periode 2010-2012.
Pertemuan ke-5 SOMTC WG on CT ini merupakan pertemuan
pertama setelah pengesahan Rencana Aksi Komprehensif
tentang Kontra Terorisme (ASEAN Comprehensive Plan of
Action on Counter Terrorism/ACPOA on CT). Penyelesaian
program kerja tersebut merefleksikan komitmen yang tinggi
dari negara-negara ASEAN dalam meningkatkan kerjasama
penanggulangan isu terorisme.

7. Forum Regional ASEAN (ASEAN Regional Forum/ARF)

Forum Regional ASEAN (ASEAN Regional Forum/ARF])


disepakati pada 23-25 Juli 1993 di Singapura, pada saat
penyelenggaraan Pertemuan para Menteri Luar Negeri dan
Pertemuan dengan Mitra Wicara ASEAN (ASEAN Ministerial
Meeting and Post Ministerial Conference/AMM-PMC) yang ke-
26. Selanjutnya ARF diresmikan di Bangkok pada tahun 1994.

Tujuan dari pembentukan ARF seperti yang tercantum


pada Pernyataan Ketua ARF yang pertama (1994) adalah:

50
a. Meningkatkan dialog dan konsultasi yang konstruktif
mengenai isu politik dan keamanan yang menjadi
kepentingan dan keprihatinan bersama; dan
b. Untuk menghasilkan kontribusi yang signifikan terhadap
upaya menuju peningkatan kepercayaan (confidence
building) dan diplomasi pencegahan (preventive
diplomacy) di kawasan Asia-Pasifik.

Pertemuan AMM yang ke-27 (tahun 1994) menyatakan


bahwa ARF dapat menjadi suatu forum konsultasi Asia-Pasifik
yang efektif untuk memajukan dialog terbuka mengenai kerja
sama politik dan keamanan di kawasan. Dalam konteks ini,
ASEAN dapat bekerja sama dengan mitra-mitranya di ARF
untuk menciptakan suatu pola hubungan antar negara di
Asia Pasifik yang lebih dapat diprediksi dan juga bersifat
konstruktif.

Pada tahun kesepuluh setelah pembentukan ARF, para


menteri negara-negara yang terlibat dalam ARF bertemu di
Phnom Penh pada tanggal 18 Juni 2003 dan menyatakan
bahwa di tengah perbedaan yang besar antara negara-
negara anggotanya, forum tersebut telah berhasil memperoleh
sejumlah pencapaian yang berpengaruh terhadap pemeliharaan
perdamaian, keamanan dan kerja sama di kawasan. Pernyataan
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Peranan ARF yang berguna sebagai tempat untuk
dialog dan konsultasi multilateral maupun bilateral serta
pembentukan prinsip-prinsip dialog dan kerja sama yang
efektif, yang meliputi penyusunan kebijakan dengan dasar
konsensus, non-intervensi, kemajuan yang bertahap serta
dapat diterima oleh semua negara anggota
b. Keinginan diantara para peserta ARF untuk membicarakan
mengenai sejumlah isu keamanan di dalam secara
multilateral
c. Rasa saling percaya yang dibangun secara bertahap
melalui kerja sama
d. Pemupukan kebiasaan untuk mengadakan dialog dan
konsultasi mengenai isu politik dan keamanan

51
e. Pemajuan transparansi melalui kegiatan pertukaran
informasi terkait kebijakan pertahanan serta publikasi
buku putih pertahanan tiap negara
f. Membangun jaringan antar pejabat-pejabat keamanan,
pertahanan dan militer di tingkat nasional masing-masing
negara peserta ARF

Negara-negara peserta ARF adalah sebagai berikut:


Amerika Serikat, Australia, Bangladesh, Brunei Darussalam,
Cina, Filipina, India, Indonesia, Jepang, Kamboja, Kanada,
Korea Selatan, Korea Utara, Laos, Malaysia, Mongolia,
Myanmar, Pakistan, Papua Nugini, Rusia, Singapura, Selandia
Baru, Sri Lanka, Thailand, Timor Leste, Uni Eropa dan
Vietnam.
Salah satu aktifitas yang dilakukan dalam konteks ARF
adalah pada penanganan bencana. ARF pada tahun 2010
sedang mempersiapkan ARF Disaster Relief Exercise (DiREx)
yang akan diselenggarakan di Manado, Indonesia tahun 2011.
Pada Pertemuan Tingkat Menteri ARF ke-16 dilaksanakan
pada tanggal 23 Juli 2009 di Phuket, Thailand, Menlu RI telah
menyampaikan maksud Indonesia untuk menyelenggarakan
suatu latihan lapangan dalam bidang penanganan bencana
di Indonesia. Menanggapi hal itu, Jepang menyatakan
kesiapannya untuk menjadi co-chair dan co-sponsor pada
latihan yang direncanakan berlangsung di Manado, Maret 2011.
Salah satu kegiatan untuk persiapan ARF DiREx 2011 adalah
penyelenggaraan Initial Planning Conference (IPC) pada
tanggal 23-27 Agustus 2010. Selain itu, juga diselenggarakan
Konferensi Perencanaan Final/Survei Tempat (Final Planning
Conference/Site Surveys [FPC/SS]) pada bulan Desember 2010
di Manado. Tujuan dari FPC/SS ini adalah untuk memastikan
kelancaran pembangunan infrastruktur dan fasilitas bagi DiREx
2011.
Kerja sama dalam konteks ARF selain dalam bidang
penanganan bencana alam, juga dalam bidang keamanan
maritim (maritime security), kontra terorisme dan kejahatan
lintas negara, non-proliferasi senjata nuklir, serta dalam konteks
confidence-building measures and preventive diplomacy.

52
8. Dewan Komunitas Politik Keamanan ASEAN (ASEAN
Political Security Council/APSC Council) dan Dewan
Koordinasi (ASEAN Coordinating Council)

Dewan Komunitas Politik-Keamanan ASEAN mengada-


kan pertemuan pertama pada 10 April 2009 di Pattaya,
Thailand. Pertemuan Dewan Komunitas Politik-Keamanan
ASEAN diadakan sekurang-kurangnya dua kali setahun. Pada
pertemuan ini, Indonesia diketuai oleh Menteri Koordinator
Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan dengan Menteri Luar
Negeri sebagai wakilnya. Dewan Komunitas Politik-Keamanan
ASEAN didukung oleh para pejabat tinggi di bidang politik-
keamanan.

Dalam rangka mewujudkan tujuan-tujuan dari Komunitas


Politik-Keamanan ASEAN, Dewan Komunitas Politik-
Keamanan ASEAN bertugas untuk: a) menjamin pelaksanaan
keputusan-keputusan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN di
bidang politik-keamanan; b) mengoordinasikan kerja dari
berbagai sektor yang berada di lingkup kerja sama politik-
keamanan, dan isu-isu lintas Dewan Komunitas lainnya; dan c)
menyerahkan laporan-laporan dan rekomendasi-rekomendasi
kepada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN mengenai hal-hal
terkait dengan perkembangan politik-keamanan.

Dewan Koordinasi ASEAN (ASEAN Coordinating Council)


terdiri dari Menteri Luar Negeri ASEAN dan bertemu sekurang-
kurangnya dua kali setahun dengan tugas mengoordinasikan
Dewan Komunitas ASEAN (ASEAN Community Councils).
Dewan Koordinasi ASEAN didukung oleh pejabat-pejabat
tinggi yang relevan.

Dewan Koordinasi ASEAN bertugas antara lain untuk:


a) menyiapkan pertemuan-pertemuan Konferensi Tingkat
Tinggi ASEAN; b) mengoordinasikan pelaksanaan perjanjian-
perjanjian dan keputusan-keputusan Konferensi Tingkat Tinggi
ASEAN; c) berkoordinasi dengan Dewan-Dewan Komunitas
ASEAN untuk meningkatkan keterpaduan kebijakan, efisiensi,
dan kerja sama antar-mereka; d) mengoordinasikan laporan-
laporan Dewan-Dewan Komunitas ASEAN kepada Konferensi

53
Dewan Koordinasi ASEAN (ASEAN Coordinating Council) terdiri dari Menteri Luar
Negeri ASEAN dan bertemu sekurang-kurangnya dua kali setahun dengan tugas
mengoordinasikan Dewan Komunitas ASEAN (ASEAN Community Councils). Dewan
Koordinasi ASEAN didukung oleh pejabat-pejabat tinggi yang relevan.
Tingkat Tinggi ASEAN; e) mempertimbangkan laporan
Dewan Koordinasi ASEAN bertugas antara lain untuk: a) menyiapkan pertemuan-
tahunan Sekretaris Jenderal mengenai hasil kerja ASEAN; f)
pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN; b) mengoordinasikan pelaksanaan perjanjian-
mempertimbangkan
perjanjian dan keputusan-keputusanlaporanKonferensi
Sekretaris Jenderal
Tingkat Tinggi mengenai
ASEAN; c) berkoordinasi
dengan Dewan-Dewan Komunitas ASEAN untuk meningkatkan ASEAN
fungsi-fungsi dan kegiatan-kegiatan Sekretariat keterpaduan kebijakan,
serta
efisiensi, danbadan-badan relevan lain;
kerja sama antar-mereka; g) menyetujui pengangkatan
d) mengoordinasikan laporan-laporan Dewan-Dewan
Komunitas
dan ASEAN kepada Konferensi
pengakhiran para Deputi Tingkat Tinggi ASEAN;
Sekretaris e) mempertimbangkan
Jenderal ASEAN laporan
tahunan Sekretaris Jenderal mengenai hasil kerja ASEAN; f) mempertimbangkan laporan
berdasarkan rekomendasi Sekretaris Jenderal; dan h)
Sekretaris Jenderal mengenai fungsi-fungsi dan kegiatan-kegiatan Sekretariat ASEAN serta
menjalankan
badan-badan tugas-tugas
relevan lain; g) menyetujuilain yang diatur
pengangkatan dalam Piagam
dan pengakhiran para Deputi Sekretaris
ASEAN
Jenderal ASEAN atau fungsi-fungsi
berdasarkan lainnya Sekretaris
rekomendasi seperti yang ditetapkan
Jenderal; dan h)oleh
menjalankan tugas-
tugas lain yang diatur
Konferensi dalam Tinggi
Tingkat PiagamASEAN.
ASEAN atau fungsi-fungsi lainnya seperti yang ditetapkan
oleh Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN.

B. Komunitas
B. Komunitas Ekonomi
Ekonomi

Bersamaaan
Bersamaaan dengan dengan ditandatanganinya
dASEAN
i t a n dCharter,
a t a n gpara a n pemimpin
i n y a ASEAN juga
menandatangani
ASEAN Charter, Cetak para Biru Komunitas
Ekonomi ASEAN yang merupakan master plan
pemimpin ASEAN juga
bagi ASEAN menuju terbentuknya Komunitas
menandatangani
Ekonomi ASEAN (KEA) Cetak
pada tahun 2015.
Biru
Cetak Komunitas
Biru Ekonomi
tersebut mengidentifikasikan
langkah-langkah
ASEAN yang integrasi
merupakan ekonomi yang akan
ditempuh melalui implementasi berbagai
master plan bagi ASEAN
komitmen yang rinci dengan sasaran dan target
menuju
waktu yang jelas.terbentuknya
Target waktu tersebut terbagi
Komunitas
dalam 4 (empat) fase Ekonomi
yaitu 2008-2009, 2010-
2011, 2012-2013
ASEAN (KEA) dan pada 2014-2015.
tahun
2015. Cetak Biru tersebut
ASEAN berperan dalam mengembangkan usaha Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN
kecil dan menengah. Sumber:
m e n g i d4 e(empat)
memiliki n t i f i kkarakteristik
a s i k a n utama, yakni
www.mediaindonesia.com langkah-langkah
untuk mewujudkan ASEAN integrasi
sebagai:
ekonomi yang akan
1. Pasar tunggal
ditempuh melaluidan implementasi
basis produksi, dengan
berbagai 5 (lima) elemen utama
komitmen yang yaitu:
rinci (i) aliran bebas
barang, (ii) aliran bebas jasa, (iii) aliran bebas investasi, (iv) aliran bebas tenaga kerja
dengan sasaran
terampil, dan (iv)dan target
aliran modalwaktu yangbebas.
yang lebih jelas.DiTarget
sampingwaktukelima tersebut
elemen tersebut, pasar
terbagi dalam
tunggal 4 (empat)
dan basis produksi fase yaitu 2008-2009,
juga mencakup 2010-2011,
2 (dua) komponen penting 2012-
lainnya, yaitu Sektor
2013 dan 2014-2015.
Integrasi Prioritas (Sectors Integration Priority/PIS) dan kerjasama di bidang pangan,
pertanian, dan kehutanan.
2.
Kawasan
Cetak ekonomi yang berdaya
Biru Komunitas saing tinggi,
Ekonomi ASEAN dengan 6 (enam)
memiliki elemen utama yaitu : (i)
4 (empat)
karakteristik utama, yakni untuk mewujudkan ASEAN sebagai: kekayaan intelektual
kebijakan persaingan usaha, (ii) perlindungan konsumen, (iii) hak atas
(HKI), (iv) pembangunan infrastruktur, (v) perpajakan, dan (vi) e-commerce.
3.
1. Kawasan
Pasar dengan pembangunan
tunggal dan basis ekonomi
produksi,yangdengan
setara, dengan
5 (lima)2 (dua) elemen utama yaitu:
elemen
(i) pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM), dan (ii) inisiatif integrasi ASEAN
utama yaitu: (i) aliran bebas barang, (ii) aliran bebas jasa,
(Inisiative for ASEAN Integration/IAI).
(iii) aliran bebas investasi, (iv) aliran bebas tenaga kerja
33

54
terampil, dan (iv) aliran modal yang lebih bebas. Di samping
kelima elemen tersebut, pasar tunggal dan basis produksi
juga mencakup 2 (dua) komponen penting lainnya, yaitu
Sektor Integrasi Prioritas (Sectors Integration Priority/PIS) dan
kerjasama di bidang pangan, pertanian, dan kehutanan.
2. Kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi, dengan 6
(enam) elemen utama yaitu : (i) kebijakan persaingan usaha,
(ii) perlindungan konsumen, (iii) hak atas kekayaan intelektual
(HKI), (iv) pembangunan infrastruktur, (v) perpajakan, dan (vi)
e-commerce.
3. Kawasan dengan pembangunan ekonomi yang setara, dengan
2 (dua) elemen utama yaitu: (i) pengembangan usaha kecil dan
menengah (UKM), dan (ii) inisiatif integrasi ASEAN (Inisiative
for ASEAN Integration/IAI).
4. Kawasan yang terintegrasi ke dalam ekonomi global, dengan
2 (dua) elemen utama yaitu: (i) pendekatan terpadu terhadap
ekonomi di luar kawasan, dan (ii) peningkatan partisipasi dalam
jaringan pasokan global.

Keempat karakteristik di atas memiliki kaitan erat dan saling


memperkuat satu sama lain. Untuk mewujudkan ASEAN sebagai
pasar tunggal dan basis produksi, ASEAN harus memiliki daya saing
ekonomi yang tinggi, baik secara individu antar negara anggota
maupun sebagai kawasan dalam persaingan dengan kawasan atau
negara lain. Untuk menciptakan kawasan yang berdaya saing tinggi,
kesenjangan pembangunan antar negara anggota harus diperkecil
sehingga setiap individu negara anggota ASEAN memiliki tingkat
perkembangan ekonomi yang setara. Pencapaian atas ketiga hal
tersebut sangat diperlukan untuk menjadikan ASEAN sebagai
kawasan yang siap terintegrasi secara penuh ke dalam ekonomi
global.

Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN juga memuat


pedoman umum yang dituangkan dalam jadwal strategis, yakni
tahapan pencapaian dari masing-masing karakteristik utama KEA.
Untuk membentuk Komunitas Ekonomi ASEAN, ASEAN wajib
melaksanakan kebijakan sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi
yang terbuka (open), berwawasan ke luar (ourward-looking), inklusif

55
(inclusive), dan berorientasi pada pasar (market-driven) sesuai
dengan aturan-aturan multilateral serta memperhatikan perbedaan
tingkat pembangunan dan kesiapan masing-masing negara
anggota ASEAN melalui penerapan formulasi ASEAN minus X.
Selain itu, ASEAN harus patuh terhadap sistem berdasarkan aturan
hukum (rules-based systems) agar pemenuhan dan implementasi
komitmen-komitmen ekonomi dapat berjalan efektif.

Dalam rangka memantau implementasi Cetak Biru Komunitas


Ekonomi ASEAN, ASEAN telah mengembangkan mekanisme
Scorecard sebagai alat untuk mengukur tingkat implementasi
komitmen ekonomi ASEAN dan sekaligus sebagai alat komunikasi
dengan para pemilik kepentingan mengenai keseriusan ASEAN
dalam mewujudkan Komunitas Ekonomi ASEAN pada tahun
2015. Scorecard dimaksud memberikan gambaran komprehensif
mengenai kemajuan yang telah dicapai ASEAN dalam
mengimplementasikan Cetak Biru KEA pada tahun 2015. Negara-
negara ASEAN telah menyepakati 4 bentuk AEC Scorecard yaitu
untuk Kepala Negara/Pemerintah, Menteri, Pejabat Senior dan
Masyarakat Umum.

Proses penyempurnaan scorecard hingga saat ini masih terus


dilakukan oleh ASEAN bekerjasama dengan Institut Penelitian
Ekonomi untuk ASEAN dan Asia Timur (Economic Research
Institute for ASEAN and East Asia/ERIA), sebuah lembaga riset
yang membantu ASEAN dalam mempromosikan integrasi ekonomi
ASEAN dan integrasi ekonomi Asia Timur yang lebih luas.

Pada Pertemuan AEM Retreat ke-16 di Putra Jaya, 27-28


Februari 2010, atas rekomendasi Gugus Tugas Tingkat Tinggi
mengenai Integrasi Ekonomi (High Level Task Force on Economic
Integration/HLTF-EI), AEM menyetujui usulan ERIA terkait dengan
penajaman cakupan AEC Scorecard, yakni meliputi fasilitasi dan
liberalisasi investasi, fasilitasi perdagangan (khususnya menyangkut
efektivitas bea cukai termasuk implementasi National Single
Window/NSW dan ASEAN Single Window/ASW), transportasi dan
jasa logistik. Di samping itu, ERIA juga diminta untuk memfokuskan
kajiannya pada langkah-langkah yang dapat dimplementasikan
(implementable measures) dan hasil-hasil yang memiliki dampak
tinggi (high impact outcomesi), serta mengelaborasi isu-isu terkait

56
dengan standardisasi dan kesesuaian (standards and conformances),
dan sektor jasa yang mendukung terhadap peningkatan kualitas
AEC Scorecard.

Terkait dengan capaian AEC Scorecard, Indonesia merupakan


satu-satunya negara anggota ASEAN yang telah memformalkan
Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN ke dalam perangkat hukum
nasional melakui Inpres Nomor 5/2008. Namun demikian, Indonesia
mendapatkan capaian terendah dalam AEC Scorecard untuk
periode 2008-2009 dibandingkan dengan negara-negara anggota
ASEAN lainnya. Urutan capaian AEC Scorecard periode 2008-2009
adalah Singapura (93,52%), Vietnam (92,53%), Malaysia (90.66%),
Thailand (89%), Brunei Darussalam (85,96%), Kamboja (84,26%),
Laos (83,49%), Philipina (81,14%) dan Indonesia (80,38%).

Permasalahan yang dihadapi Indonesia dalam implementasi


komitmen Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN periode 2008-
2009 antara lain banyaknya persetujuan yang belum diratifikasi,
kurang konsistennya Pemerintah RI dalam pemenuhan berbagai
komitmen, dan masih banyak komitmen yang belum tertuang dalam
Inpres Nomor 5 Tahun 2008.

Pada akhir Mei 2010, Pemerintah RI akan menerbitkan Inpres


baru mengenai Koordinasi Pelaksanaan Komitmen Cetak Biru
Komunitas Ekonomi ASEAN periode 2010-2011 sebagai kelanjutan
dari Inpres Nomor 5/2008 tentang Fokus Program Ekonomi periode
2008-2009 yang telah habis masa berlakunya pada akhir 2009.
Penerbitan Inpres fase ke-2 tersebut dimaksudkan untuk melihat
sejauhmana Indonesia mengimplementasikan langkah-langkah
(action lines) yang diamanatkan dalam AEC Blueprint pada periode
2010-2011.

Penerbitan Inpres merupakan bentuk keseriusan Pemerintah


RI untuk melaksanakan komitmen dalam Cetak Biru Komunitas
Ekonomi ASEAN sesuai dengan jadwal strategis yang telah
ditetapkan. Namun demikian, rendahnya capaian scorecard
Indonesia harus mendapatkan perhatian yang lebih serius,
khususnya dari instansi-instansi teknis yang hingga saat ini belum
menindaklanjuti langkah-langkah (action lines) yang menjadi ruang
lingkup tugasnya.

57
1. Pertemuan Para Menteri Ekonomi ASEAN (ASEAN
Economic Ministers Meeting /AEM)
AEM merupakan badan tertinggi dalam menentukan kebijakan
kerja sama ekonomi ASEAN. AEM bertugas untuk mewujudkan
ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi, kawasan
ekonomi yang berdaya saing tinggi dan kawasan yang terintegrasi
penuh dengan ekonomi global.
AEM mengadakan pertemuan pertama pada bulan November
1975 di Jakarta. Sidang AEM diadakan sekali dalam setahun.
Selain itu diadakan pula AEM Retreat (dua kali dalam setahun atau
sesuai kebutuhan) dan Preparatory AEM menjelang pelaksanaan
KTT. AEM didukung oleh Pertemuan Para Pejabat Tinggi Ekonomi
ASEAN (ASEAN Senior Economic Officials Meeting atau SEOM)
yang pertemuanya diadakan dua kali dalam setahun. Selain itu,
AEM didukung oleh Gugus Tugas Integrasi Ekonomi ASEAN (High
Level Task Force on Economic Integration atau HLTF-EI) dan
Dewan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade
Area Council).
Lingkup pembahasan dalam AEM mencakup isu-isu seperti
perindustrian, perdagangan barang, perdagangan jasa dan
investasi.

a. Kerjasama di Sektor Industri

Kerjasama di sektor industri merupakan salah satu sektor


utama yang dikembangkan dalam kerjasama ekonomi ASEAN.
Kerjasama tersebut ditujukan untuk meningkatkan arus
investasi, mendorong proses alih teknologi dan meningkatkan
keterampilan negara negara ASEAN, termasuk dalam bentuk
pertukaran informasi tentang kebijaksanaan perencanaan
industri nasional masing masing. Kerjasama ASEAN di sektor
perindustrian diarahkan untuk menciptakan fasilitas produksi
baru dalam rangka mendorong perdagangan intra ASEAN
melalui berbagai skema kerjasama yang dikembangkan
berdasarkan konsep resource pooling dan market sharing.

ASEAN Industrial Cooperation (AICO) yang


ditandatangani pada bulan April 1996 dan berlaku efektif

58
pada bulan Nopember 1999 merupakan inisiatif kerjasama
di sektor industri yang saat ini terus dikembangkan.
AICO merupakan skema kerjasama antara dua atau lebih
perusahaan di kawasan ASEAN dalam pemanfaatan berbagai
sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing perusahaan,
dalam rangka memproduksi suatu barang yang bertujuan
meningkatkan daya saing perusahaan ASEAN. AICO
menyediakan prasarana untuk menerapkan prinsip economic
of scale and scope yang didukung oleh pajak yang rendah
untuk meningkatkan transaksi di ASEAN, menumbuhkan
kesempatan investasi dari dalam dan luar ASEAN, serta
menciptakan pasar regional yang lebih besar. Perusahaan-
perusahaan yang memanfaatkan skema kerjasama ini antara
lain akan mendapatkan preferensi berupa pengenaan bea
masuk hingga 5%.

AICO diharapkan akan mendorong kerjasama industri


antar negara ASEAN dan mendorong investasi pada industri
berbasis teknologi dan kegiatan yang memberikan nilai tambah
pada produk industri. AICO juga memberikan kesempatan
luas kepada perusahaan di negara ASEAN untuk saling
bekerjasama guna menghasilkan produk dengan menikmati
preferensi tarif. Insentif lain yang juga diberikan kepada
perusahaan yang bekerjasama dalam payung AICO berupa
akreditasi kandungan lokal serta insentif non-tarif lainnya yang
dapat diberikan oleh masing-masing negara anggota.

AICO tidak hanya diperuntukkan bagi perusahaan-


perusahaan industri, tetapi juga untuk trading companies
yang membantu pemasaran produk-produk industri kecil.
Pada 21 April 2004 para Menteri Ekonomi ASEAN telah
menandatangani Protocol to Amend the AICO Agreement yang
mengatur perubahan/penurunan tarif preferensi yang diberikan
untuk proyek-proyek AICO yang disetujui.

Mempertimbangkan urgensi dari skim AICO yang


berlaku hanya sampai tahun 2009, AEM telah sepakat untuk
memperpanjang masa berlaku skim AICO hingga tahun 2012.
Namun demikian, mengingat adanya potensi masalah hukum
di antara ketentuan dalam AICO Basic Agreement, CEPT

59
Agreement dan ATIGA, Legal Experts on ATIGA di bawah
koordinasi Coordinating Committee for the Implementation of
CEPT Scheme for AFTA (CCCA) telah menyusun konsep the
Second Protocol to Amend the Basic Agreement on ASEAN
Industrial Cooperation Scheme and its Protocol dan saat ini
masih menunggu konfirmasi persetujuan dari beberapa Negara
anggota.

b. Kerjasama di Bidang Jasa

Bidang jasa memiliki peran strategis dalam perekonomian


negara-negara ASEAN mengingat rata-rata 40% - 50%
dari Produk Domestik Bruto (PDB) negara-negara ASEAN
disumbang oleh bidang ini. Bidang jasa juga merupakan sektor
yang paling cepat pertumbuhannya di kawasan.

Dalam upaya meningkatkan kerjasama ekonomi melalui


liberalisasi perdagangan di bidang jasa, Negara-negara ASEAN
telah menyepakati dan mengesahkan ASEAN Framework
Agreement on Services (AFAS) pada tanggal 15 Desember
1995 di Bangkok, Thailand. Selanjutnya untuk menindaklanjuti
kesepakatan tersebut, telah dibentuk Coordinating Committee
on Services (CCS) yang memiliki tugas menyusun modalitas
untuk mengelola negosiasi liberalisasi jasa dalam kerangka
AFAS yang mencakup 8 (delapan) sektor, yaitu: Jasa
Angkutan Udara dan Laut, Jasa Bisnis, Jasa Konstruksi,
Jasa Telekomunikasi, Jasa Pariwisata, Jasa Keuangan, Jasa
Kesehatan dan Jasa Logistik.

Indonesia mendorong liberalisasi bidang jasa melalui


Tim Koordinator Bidang Jasa (TKBJ) di bawah Kementerian
Perdagangan yang telah dibentuk melalui Keputusan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia No. 288/M-DAG/KEP/3/2010,
tanggal 5 Maret 2010. Sejak penandatangan AFAS hingga
saat ini, Negara-negara anggota ASEAN telah menyepakati
7 (tujuh) paket komitmen liberalisasi jasa. KTT ASEAN ke-14
di Cha-am, Thailand pada Februari 2009 telah menyepakati
pengesahan paket ke-7 tersebut sebagai kelanjutan liberalisasi
jasa di bawah AFAS. Prinsip, strategi dan modalitas untuk

60
liberalisasi jasa tersebut ditujukan guna mewujudkan realisasi
bebasnya arus perdagangan jasa ASEAN dalam rangka
pembentukan kawasan ekonomi terintegrasi Komunitas
Ekonomi ASEAN tahun 2015. Integrasi perdagangan jasa
ASEAN akan dilaksanakan dengan mengacu pada Cetak Biru
Pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN yang juga telah
disepakati pimpinan ASEAN pada kesempatan KTT ASEAN
ke-13 di Singapura, November 2007.

Pertemuan CCS ke-56 pada tanggal 30 31 Oktober


2008 di Medan mencatat komitmen Negara-negara Anggota
ASEAN dalam peningkatan offer pemenuhan komitmen
paket ke-7 AFAS yang akan menggunakan parameter W/120
Universe list. Pertemuan CCS ke-57 telah diselenggarakan di
Kuala Lumpur, pada 9 11 Februari 2009, yang membahas
mengenai penandatangan Protocol to Implement the 7th
Package Commitment under AFAS yang akhirnya disepakati
dan ditandatangani pada KTT ASEAN ke-14 di Cha-am,
Thailand pada Februari 2009.

Pembahasan modalitas dan besaran fleksibilitas


merupakan isu yang penting terkait kendala Negara Anggota
ASEAN dalam memenuhi threshold AFAS-7, sehubungan
dengan hal tersebut pertemuan pertemuan melanjutkan
pembahasan mengenai fleksibilitas yang ditetapkan dalam
ASEAN Economic Community Blueprint sebesar 15%. Pada
Pertemuan Khusus CCS di Bali, telah disepakati penerapan
overall flexibilities berdasarkan persentase atas total Modes
of Supply dan W/120 Universal List, namun belum disepakati
mengenai besaran presentase yang akan digunakan.

Pertemuan CCS ke-58 di Bagan, Myanmar, telah


memberikan beberapa rekomendasi yaitu: (i) presentase
fleksibilitas overall flexibilities sebesar 15%, (ii) fleksibilitas
tersebut akan digunakan pada AFAS paket ke-8, dan (iii)
presentase fleksibilitas tersebut akan di review kembali
pada 2011. Untuk modalitas pertemuan mencatat bahwa
penerapannya tidak hanya digunakan pada Modes of Supply
tertentu saja.

61
Pokok bahasan Pertemuan CCS ke-59 di Vientiene,
Laos November 2009 antara lain meliputi penyelesaian
Komitmen AFAS 7 pada akhir 2009, pemenuhan Komitmen
AFAS 8 pada akhir 2010, penetapan Fleksibilitas Liberalisasi
Jasa, parameter for liberalisation of the remaining limitation,
free flow of skilled labour, private sector engagement, study
of legal inconsistencies, priority integration service (PIS) dan
matters related to services element in Free Trade Agreements
Negotiations with Dialogue Partners.

Pertemuan CCS ke-60 di Brunei Darussalam, Maret


2010, membahas opsi parameter liberalisasi jasa yang akan
diguanakan untuk Mode 3 (commercial presence) National
Treatment, sedangkan untuk Mode 4 (presence of natural
persons) masih belum dibahas lebih jauh. Hingga saat
pertemuan, Negara ASEAN yang belum memenuhi threshold
AFAS 7 adalah Filipina. Vietnam telah menyampaikan
pemenuhan thresholdnya pada saat CCS ke-60, sementara
Filipina berjanji menyelesaikannya sebelum KTT ASEAN ke-
16, April 2010.

1) Integrasi Sektor Jasa Prioritas

ASEAN telah menetapkan 5 (lima) sektor jasa prioritas


dari 12 sektor prioritas integrasi barang dan jasa yang
akan diliberalisasi menjelang pembentukan Komunitas
Ekonomi ASEAN 2015, yaitu: Jasa Kesehatan, Jasa
Pariwisata, e-ASEAN, Jasa Logistik dan Jasa Transportasi
Udara.

Target penghapusan hambatan dalam perdagangan


bidang jasa di empat sektor prioritas bidang jasa adalah
tahun 2010 untuk jasa perhubungan udara, e-ASEAN,
kesehatan, dan pariwisata dan tahun 2013 untuk jasa
logistik. Adapun liberalisasi bidang jasa seluruhnya
ditargetkan pada tahun 2015.

Masing-masing sektor prioritas tersebut telah dilengkapi


peta kebijakan (roadmaps) yang mengkombinasikan
inisiatif-inisiatif khusus dengan inisiatif yang lebih luas

62
secara lintas sektor seperti langkah-langkah fasilitasi
perdagangan.

Pada saat ini, Indonesia telah meratifikasi perjanjian


payung, yaitu ASEAN Framework Agreement on the
Priority Integration Sectors dan protokol-protokol
perubahan dari perjanjian payung tersebut melalui
Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2009, tanggal 11
Juni 2009.

Jasa logistik telah ditetapkan sebagai sektor prioritas


kedua belas yang akan diliberalisasikan oleh ASEAN.
Roadmap for Integration of Logistics Services telah
ditandatangani pada Pertemuan ke-39 ASEAN Economic
Ministers di Makati City, Filipina, pada tanggal 24 Agustus
2007.

Saat ini pemerintah Indonesia c.q. Kementerian


Perdagangan telah membuat sebuah cetak biru
liberalisasi sektor logistik Indonesia.Sebagai bagian dari
upaya Pemri mempersiapkan liberalisasi di sektor logistik,
Pemri dibawah koordinasi Kementerian Koordinasi
Bidang Perekonomian telah menerapkan National Single
Window (NSW) yang mensinergikan kerjasama seluruh
instansi terkait seperti Kemhub, Kemdag, Kemkominfo,
dan Bea Cukai.

2) Pengaturan Saling Pengakuan (Mutual Recognition


Arrangements/MRA) di Bidang Jasa

Salah satu perkembangan yang relatif baru dalam


integrasi ASEAN di bidang jasa adalah Pengaturan
Saling Pengakuan (Mutual Recognition Arrangements/
MRA). ASEAN Framework Agreement on Services
(AFAS) menegaskan pentingnya MRA dalam keseluruhan
integrasi bidang jasa,

Pada KTT ASEAN ke-7 di Brunei Darussalam pada 5


November 2001, para pemimpin ASEAN memberikan
mandat untuk memulai negosiasi MRA guna memfasilitasi

63
pergerakan penyedia jasa profesional di kawasan ASEAN.
Selanjutnya pada Juli 2003, Coordinating Committee
on Services (CCS) membentuk Ad-hoc Expert Group
on MRA di bawah Kelompok Kerja Jasa Bisnis untuk
mengkoordinasikan negosiasi MRA dimaksud.

Secara umum MRA (Mutual Recognition Arrangement)


diartikan sebagai suatu kesepakatan saling pengakuan
terhadap produk-produk tertentu antar dua atau beberapa
negara untuk mempermudah kegiatan perdagangan
impor maupun ekspor tanpa melalui dua atau beberapa
kali pengujian.

Sementara dalam konteks kerjasama jasa ekonomi


ASEAN, MRA merupakan kesepakatan untuk mengakui
kualifikasi pendidikan, kualifikasi professional dan
pengalaman. MRA dipergunakan untuk memudahkan
perpindahan tenaga profesional antar negara-negara
ASEAN, khususnya dalam rangka integrasi pasar
dengan tetap mempertahankan kekhususan masing-
masing negara. Kesepakatan ini juga dipergunakan untuk
pertukaran informasi mengenai best-practice dalam
standar dan kualifikasi.

Dalam ASEAN Economic Community Blueprint


disebutkan bahwa salah satu upaya yang perlu dilakukan
untuk mendukung liberalisasi sektor jasa adalah dengan
pembentukan MRA. Dengan kata lain, untuk mendorong
liberalisasi di bidang jasa, khususnya yang terkait dengan
Moda 4 (Presence of Natural Person), maka dilakukan
perundingan MRA untuk mendorong mobilitas tenaga
kerja yang lebih bebas di kawasan ASEAN.

Tujuan pembentukan MRA adalah untuk menciptakan


prosedur dan mekanisme akreditasi untuk mencapai
kesamaan/kesetaraan serta mengakui perbedaan antar
negara dalam hal pendidikan dan latihan, pengalaman,
serta persyaratan lisensi untuk praktek profesi. Dengan
tercapainya kesepakatan MRA, Negara-negara Anggota
ASEAN akan memperoleh beberapa manfaat berupa:

64
ASEAN, khususnya dalam rangka integrasi pasar dengan tetap mempertahankan
kekhususan masing-masing negara. Kesepakatan ini juga dipergunakan untuk pertukaran
informasi mengenai best-practice dalam standar dan kualifikasi.

Dalam ASEAN Economic Community Blueprint disebutkan bahwa salah satu upaya yang
perlu dilakukan untuk mendukung liberalisasi sektor jasa adalah dengan pembentukan
MRA. Dengan kata lain, untuk mendorong liberalisasi di bidang jasa, khususnya yang
pengurangan
terkait dengan biaya,
Moda 4 (Presence kepastian
of Natural Person),akses pasar, perundingan
maka dilakukan peningkatanMRA
untuk mendorong mobilitas tenaga kerja yang lebih bebas di kawasan ASEAN.
daya saing, serta aliran perdagangan yang lebih leluasa.
Tujuan pembentukan MRA adalah untuk menciptakan prosedur dan mekanisme akreditasi
Pengaturan
untuk mencapai MRA untuk
kesamaan/kesetaraan berbagai
serta mengakui bidang
perbedaan profesional
antar di
negara dalam hal
pendidikan dan latihan, pengalaman, serta persyaratan lisensi untuk praktek profesi.
negara-negara
Dengan tercapainya ASEAN
kesepakatan pada prinsipnya
MRA, Negara-negara bersifat
Anggota ASEAN terbuka,
akan memperoleh
beberapa manfaat berupa: pengurangan biaya, kepastian akses pasar, peningkatan daya
sepanjang MRA profesi tersebut dipandang perlu dan
saing, serta aliran perdagangan yang lebih leluasa.
dapat dilakukan.
Pengaturan MRA untuk berbagai bidang profesional di negara-negara ASEAN pada
prinsipnya bersifat terbuka, sepanjang MRA profesi tersebut dipandang perlu dan dapat
Hingga saat ini terdapat 8 kesepakatan MRA di bidang
dilakukan.
jasa yang telah ditandatangani oleh Negara Anggota
Hingga saat ini terdapat 8 kesepakatan MRA di bidang jasa yang telah ditandatangani oleh
ASEAN:
Negara Anggota ASEAN:

Tempat dan Tanggal


No MRA
Penandatanganan
1 MRA on Engineering Services Kuala Lumpur, 9 Desember 2005
2 MRA on Nursing Services Cebu, Filipina, 8 Desember 2006
3 MRA on Architectural Services Singapura, 19 November 2007
4 Framework Arrangement for Mutual Singapura, 19 November 2007
Recognition on Surveying Qualification

5 MRA on Tourism Professional Hanoi, Vietnam, 9 Januari 2009


6 MRA on Accountancy Services Cha-am, Thailand, 26 Februari 2009

7 MRA on Medical Practitioners Cha-am, Thailand, 26 Februari 2009

8 MRA on Dental Practitioners Cha-am, Thailand, 26 Februari 2009

c. Kerja sama ASEAN di Bidang Usaha Kecil dan Menengah39

Usaha skala kecil dan menengah (UKM) mencakup 90


persen dari keseluruhan perusahaan di ASEAN. Kontribusi
terhadap keseluruhan pembangunan ekonomi negara-
negara anggota ASEAN sangat besar terutama dalam hal
pendayagunaan pekerja dan penggerakkan pendapatan.
Kerjasama ASEAN di bidang Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
telah dirintis sejak tahun 1995, ditandai dengan dibentuknya
Kelompok Kerja Badan UKM ASEAN (ASEAN Working Group
on Small and Medium-size Enterprises Agencies). Dijadwalkan
pertemuan working group dilakukan dua kali dalam setahun
secara bergiliran. Dalam pertemuan pertamanya di Jakarta
tanggal 24 April 1995 telah disahkan Rencana Aksi ASEAN
bagi pengembangan UKM. Pertemuan ini juga menyepakati

65
bahwa pada tahap awal kerjasama ASEAN di bidang UKM
akan terfokus pada sektor manufaktur.
Sidang ke-31 AEM di Singapura tanggal 27 September
2 Oktober 1999 telah menyepakati kerangka kerjasama
yang melibatkan UKM dalam ASEAN Industrial Cooperation
(AICO). Kerangka kerjasama ini didasari oleh pemahaman
bahwa UKM sebagian besar melaksanakan fungsinya sebagai
industri pendukung bagi perusahaan besar, di samping untuk
memberikan kesempatan kepada UKM untuk berpartisipasi
secara langsung dalam perdagangan intra ASEAN.
ASEAN Policy Blueprint for SMEs Development (APBSD)
2004-2014 telah disahkan pada Sidang ke-36 AEM di Jakarta,
3 September 2004. Policy blueprint tersebut bertujuan untuk
menjamin adanya transformasi UKM ASEAN yang memiliki daya
saing, dinamis, inovatif dalam rangka menuju integrasi ekonomi
ASEAN. Tujuan tersebut telah dituangkan dalam aktivitas
ASEAN Small and Medium Enterprise Agencies Working Group
(SMEWG) guna merealisasikan tujuan yang hendak dicapai
dalam APBSD. Pada pertemuan ke-22 SMEWG di Singapura,
27-28 Mei 2008, telah dibahas beberapa hal yang mencakup
pembentukan common curriculum for entrepreneurship in
ASEAN oleh Indonesia dan Singapura, rencana penyusunan
ASEAN SME White Paper, dan implementasi SME Section
dalam AEC Blueprint, serta kerja sama dengan mitra wicara.
Hal ini dapat diwujudkan melalui suatu cooperative
framework yang melibatkan secara aktif peran sektor swasta
di ASEAN disamping meningkatkan budaya wirausaha, inovasi
dan networking di kalangan UKM, memberikan fasilitas kepada
UKM untuk memperoleh akses informasi, pasar, SDM, kredit
dan keuangan serta teknologi modern. Berdasarkan cetak biru
tersebut telah dipilih lima bidang kerjasama strategis dalam
pengembangan UKM ASEAN, yaitu pembangunan sumber
daya manusia, dukungan dalam bidang pemasaran, bantuan
dalam bidang keuangan, pengembangan teknologi, dan
penerapan kebijakan yang kondusif.

Dalam perkembangannya, kerja sama ASEAN di sektor


UKM lebih difokuskan pada tindak lanjut proyek peningkatan

66
kapasitas dan daya saing UKM di bawah payung Vientiane
Action Plan dan ASEAN Policy Blueprint for SMEs Development
(APBSD) 2004-2014, kerjasama dengan negara mitra wicara,
serta hal berkaitan dengan prospek pengembangan UKM di
tengah kemajuan kerja sama ekonomi ASEAN. Dari 20 proyek
yang disepakati dalam APBSD, sembilan proyek di antaranya
telah selesai, tiga sedang berjalan, tujuh dalam persiapan dan
satu tidak dapat dilaksanakan. Proyek APBSD 2004-2014 yang
belum dapat dilaksanakan pada umumnya disebabkan oleh
belum jelasnya pendanaan bagi proposal yang telah masuk
serta adanya permintaan sejumlah Mitra Wicara agar usulan
proyek baru dapat dikaitkan dalam kerangka FTA dengan
ASEAN.
Pada pertemuan ke-23 SMEWG yang telah berlangsung
di Vientiane, Lao PDR bulan Nopember 2008, telah disepakati
bahwa draft common curriculum for entrepreneurship
in ASEAN akan diujicobakan di Myanmar dan Vietnam
sebelum diterapkan di seluruh negara ASEAN. Pada
pertemuan 25th ASEAN SMEWG disepakati bahwa common
curriculum yang telah disusun tersebut sebagai referensi
dalam rangka pengembangan kewirausahaan di masing-
masing negara ASEAN. Sebagai langkah awal, masing-
masing negara diharapkan mengembangkan pilot project
untuk mengimplementasikan common curriculum tersebut
untuk pengembangan kewirausahaan baik di kalangan
dunia pendidikan maupun bagi UKM yang ada. Dalam
rangka menindaklanjuti common curriculum ini sidang juga
menyepakati untuk mendapatkan dukungan dari Jepang untuk
melatih para dosen atau Training of Trainers dari Jepang.
Pertemuan tersebut juga menghasilkan beberapa persetujuan
yang diamanatkan oleh Menteri Ekonomi ASEAN dan para
pemimpin ASEAN di antaranya adalah ASEAN SMEs Strategic
Plan of Action. Dalam Strategic Plan ini terdapat beberapa
rencana aksi yang wajib ditindaklanjuti kedepan oleh masing-
masing negara yang meliputi:
(1) Access to finance. Beberapa rencana aksinya adalah CRS,
fasilitas pembiayaan bagi UMKM, dan pengembangan
regional development fund for ASEAN SMEs;

67
(2) Promotion. Berkaitan dengan promosi, rencana aksinya
antara lain (a) penetapan 1000 UKM terbaik di kawasan
ASEAN di mana masing-masing negara menetapkan 100
UKM terbaiknya setiap tahun; (b) pemberian penghargaan
kepada UKM inovatif yang menempati 5 rangking terbaik
di masing-masing negara ASEAN; (c) pengembangan
virtual exhibition SME portal;
(3) Facilitation. Beberapa rencana aksi yang berkaitan
dengan facilitation adalah (a) mengembangkan SMEs
Service Desk atau SMEs Service Centre dan diharapkan di
masa mendatang SMEs Service Centre ini harus menjadi
jejaring yang bisa diakses secara online oleh setiap UKM di
kawasan ASEAN; (b) penyebarluasan informasi kegiatan
pameran kepada seluruh negara anggota ASEAN dan
memfasilitasi UKM untuk berpartisipasi dalam pameran
tersebut;
(4) Access to Technology Development. Rencana aksi yang
disepakati antara lain adalah (a) sharing informasi bidang
teknologi untuk SME di ASEAN; (b) pengembangan UKM
inovatif dan (3) pengembangan incubator technology;
dan
(5) Pengembangan Sumberdaya Manusia. Beberapa rencana
aksi terkait dengan pengembangan SDM adalah program
pedampingan kepada UMKM (Business Development
Services) dan pengembangan kewirausahaan.

2. Dewan Kawasan Perdangan Bebas ASEAN (ASEAN Free


Trade Area /AFTA) Council

Pelaksanaan tugas AEM juga didukung oleh Dewan Kawasan


Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area/AFTA)
Council, yang dibentuk pada 11 September 1992. Lembaga ini
bertanggung jawab untuk mengawasi, melaksanakan koordinasi,
dan memberikan penilaian terhadap pelaksanaan Skema Tarif
Preferensi Efektif Bersama (Common Effective Preferential Tarrif/
CEPT) menuju Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN. AFTA
Council juga bertugas untuk membantu mencari penyelesaian

68
terhadap berbagai sengketa perdagangan yang terjadi di antara
negara-negara ASEAN.

a. Penghapusan Tarif

Pada Januari 1992, ASEAN telah menandatangani Persetujuan


Skema Common Effective Preferential Tariff for ASEAN Free
Trade Area (CEPT-AFTA) yang mengatur penurunan tarif bagi
banyak produk yang diperdagangkan di kawasan sebesar 0-
5% pada 2003 dan penghapusan tarif bagi seluruh produk
dalam Inclusion List (IL) pada 2010 untuk ASEAN-6 dan 2015
untuk Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam. Saat ini ASEAN-
6 telah memberlakukan penghapusan tariff sejak 1 Januari
2010.

Berkaitan dengan perdagangan barang, AEM telah


menandatangani ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA)
pada KTT ke-14 di Cha-am, Hua Hin, Thailand. ATIGA
mengintegrasikan semua inisiatif ASEAN yang berkaitan
dengan perdagangan barang ke dalam suatu comprehensive
framework, menjamin sinergi dan konsistensi di antara berbagai
inisiatif. ATIGA akan meningkatkan transparansi, kepastian dan
meningkatkan AFTA-rules-based system yang merupakan hal
yang sangat penting bagi komunitas bisnis ASEAN.

b. Fasilitasi Perdagangan

Dalam upaya meningkatkan perdagangan, ASEAN telah


menandatangani Protocol 1-Designation of Tansit Transport
Routes and Facilities. Implementasi Protocol dimaksud akan
memfasilitasi transportasi barang-barang di kawasan serta
tidak merintangi akses dan pergerakan kendaraan yang
mengangkut barang-barang tersebut di kawasan ASEAN.

Terkait dengan fasilitasi perdagangan, Indonesia juga


telah melakukan pembentukan Nasional Single Window
(NSW) dan prototype dari ASEAN Single Window (ASW) yang
merupakan salah satu upaya fasilitasi perdagangan di tingkat
nasional dan ASEAN yang telah disepakati dalam Bali Concord
II tahun 2003 untuk mempermudah dan mempercepat arus

69
perdagangan dalam rangka mendukung proses pembentukan
Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community).

Indonesia telah mulai mengoperasikan sistem NSW


melalui tahap uji coba pada bulan Nopember 2007. Dari hasil
evaluasi yang dilakukan menunjukan hasil positif, yaitu waktu
layanan menjadi lebih transparan, penggunaan sistem NSW
telah mampu menyederhanakan prosedur dan mengefektifkan
pelayanan, adanya kepuasan tingkat layanan dari pelaku
usaha yang terlibat. Di samping itu, sistem NSW juga mulai
diujicobakan dengan ASW pada Agustus 2008 ditandai adanya
pertukaran dokumen kepabeanan.

Untuk impor, NSW dilaksanakan pada 5 pelabuhan dan


1 bandara yaitu Pelabuhan Batam, Tanjung Priok, Tanjung
Perak, Tanjung Emas, dan Belawan, serta Bandara Soekarno
Hatta. Dengan adanya NSW proses perizinan ekspor impor rit
dipercepat dari 40 hari menjadi 17 hari. Selain itu, masalah
perizinan yang selama ini berada di 30 kementerian/lembaga
telah diserahkan kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal
(BKPM) dalam rangka one-single window management.
Sedangkan untuk ekspor sudah dimulai pada Juli 2009 di
Pelabuhan Tanjung-Perak, Surabaya.

Sedianya NSW diharapkan mulai dapat beroperasi pada


akhir 2008 di negara-negara ASEAN+6, namun hingga kini baru
Indonesia dan Singapura yang siap dan telah melaksanakan
NSW. Sedangkan Malaysia, Thailand dan Philipina masih
terus menyempurnakan kesiapan NSW-nya secara penuh.
Brunei baru setengah siap. Sementara itu, untuk negara-
negara CLMV, diharapkan NSW sudah dapat terbentuk pada
2012. Terkait hal itu, Vietnam saat ini sudah membuat master
plan NSW dan mengaktifkan Working Group on NSW.

Sedangkan untuk ASW, sebagaimana telah disepakati


bahwa ASW hanya dapat dioperasikan apabila masing-masing
AMS sudah memiliki National Single Window (NSW). Dalam
rangka menyiapkan ASEAN Single Window (ASW), ASW
Steering Committee (ASW-SC) membentuk 2 Working Groups,
yaitu ASW Working Group for Technical Matters (TWG) dan

70
ASW Working Group for Legal and Regulatory Matters (LWG).
Dua Working Group tersebut bekerja atas arahan ASW-SC
dan melaporkan hasilnya kepada ASW-SC;

Pada April 2009, TWG telah sukses membuat prototype


dari ASW, yaitu berupa sistem Exchange Gateway beserta
aplikasi perantara clientnya dengan metode Tersentralisasi
(Federated). Prototype tersebut secara sukarela dibangun oleh
Indonesia untuk dipergunakan oleh seluruh negara ASEAN.
Exchange Gateway tersebut sudah diujicoba oleh Indonesia
dan Malaysia untuk pertukaran data hampir 35000 data CEPT
Form D (Certificate of Origin).

Dalam upaya pembangunan ASW, TWG juga telah


menyiapkan proposal pilot project untuk meminta bantuan dari
USAID dalam penyediaan linkage 10 negara ASEAN, berupa
penyediaan infrastruktur yang terdiri dari 1 (satu) unit Gateway
Server dan 10 (sepuluh) unit Satellite Server yang ditempatkan
di masing masing negara.

Terkait dengan perkembangan penerapan sistem NSW


di negara-negara anggota ASEAN, Indonesia termasuk yang
paling maju dan menjadi negara pertama yang berhasil
menerapkan secara live sistem NSW sesuai dengan ASW
Technical Guide. Terkait dengan pengembangan ASW,
Indonesia-Malaysia telah sukses melaksanakan uji coba
ASW dengan pendekatan federated dan merencanakan
pengembangan uji coba tersebut ke AMS lainnya.

Pertemuan ASW-SC di Hanoi pada Pebruari 2010 sepakat


untuk melaksanakan ASW Pilot Project dengan menggunakan
federated approach. ASW Pilot Project akan diikuti oleh 6
negara yaitu Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapore
dan Vietnam. Sedangkan Kamboja, Laos, dan Myanmar
sebagai observer; Thailand mempertimbangkan kembali
keikutsertaannya. MoU on ASW Pilot Project telah disepakati
dan akan ditandatangani secara referendum oleh pejabat
setingkat Direktur Jenderal.

71
c. Realisasi AFTA

Terkait pilar single market dan production base yang


merupakan pilar inti dari kerjasama ekonomi ASEAN, capaian
ASEAN cukup signifikan dalam bidang arus perdagangan
barang bebas yaitu penurunan rata-rata tarif dalam kerangka
CEPT-AFTA dari 4.43% pada tahun 2000 menjadi 1.32%
pada tahun 2008 dan selanjutnya pada tahun 2010 sekitar
99,11% dari produk yang masuk dalam Inclusion List (IL)
sudah dihapuskan. Dengan ketentuan ini, maka tarif rata-rata
Indonesia untuk CEPT-AFTA sudah mencapai 0,9% jauh lebih
rendah dari tarif Most-Favoured Nation (MFN) Indonesia yang
tercatat rata-rata sebesar 7,49%.

Sejak implementasi penuh CEPT-AFTA pada tahun


2002, perdagangan intra ASEAN meningkat cukup pesat.
Total perdagangan Indonesia dan ASEAN akhir-akhir ini juga
meningkat pesat dari US$ 188,5 milyar pada tahun 2007
menjadi sebesar US$ 266,2 milyar pada tahun 2008. Pada
tahun 2008, ekspor Indonesia ke ASEAN mengalami kenaikan
sebesar 20,1 persen.

AFTA telah mulai berlaku penuh sejak tanggal 1 Januari


2010 dengan dihapuskannya seluruh tarif atas produk-produk
dalam Inclusion List (IL). Mengenai legal enactment Indonesia
untuk tariff CEPT-AFTA, Pemri telah mengeluarkan Peraturan
Menteri Keuangan mengenai tariff CEPT-AFTA yang berlaku
efektif 1 Januari 2010.

Mengenai implementasi ASEAN Cosmetic Directives


(ACD), saat ini Pemri masih terus mendorong UKM
sektor kosmetik yang merupakan mayoritas pelaku usaha
kosmetik Indonesia untuk dapat memenuhi persyaratan
Good Manufacturing Process (GMP) agar dapat bersaing
dengan produk kosmetik negara ASEAN lainnya. Penundaan
implementasi ACD adalah sebagai bagian dari upaya instansi-
instansi teknis terkait untuk melindungi UKM dan konsumen
kosmetik di Indonesia.

72
d. Comprehensive Revised CEPT Rules of Origin

Sejak 1 Agustus 2008, ASEAN telah mengimplemen-


tasikan Comprehensive revised CEPT Rules of Origin
yang mencakup revisi terhadap teks CEPT ROO serta
komponennya seperti Operational Certification Procedures,
Product Specific Rules (PSRs) dan Certificate of Origin (CO)
Form D. Revisi CEPT ROO termasuk revisi general rule of
the CEPT Rules of Origin dari riteria single Regional Value
Content of 40 percent (RVC(40) menjadi alternative co-equal
rules of Regional Value Content of 40 percent or Change in
Tariff Headings (RVC(40) or CTH).

e. Kerja sama Kepabeanan

Selama 3 (tiga) tahun terakhir, ASEAN Customs


Administrations terus melakukan upaya-upaya untuk
mengimplementasikan Strategic Plan of Customs Development
(SPCD) 2005-2010, khususnya dalam bidang cargo clearance,
risk management, e-customs, facilitation of goods in transit,
customs enforcement and human resource development.
Disamping itu, ASEAN juga mengupayakan penyelesaian
mengenai finalisasi Protocol 2 (Designation of Frontier Posts)
dan Protocol 7 (Customs Transit Systems) guna memungkinkan
implementasi penuh Framework Agreement on Facilitation of
Goods in Transit and the establishment of the ASEAN Customs
Transit System.

Sebagaimana diamanatkan dalam AEC Blueprint,


dalam rangka menyederhanakan, mengharmonisasikan dan
menstandardisasikan proses, prosedur, dan aplikasi ICT
perdagangan dan kepabeanan, Negara Anggota sepakat untuk
membentuk ASEAN Single Window (ASW) dimana 10 National
Single Window (NSW) yang sudah beroperasi terintegrasi
dalam ASW.

Kelompok Kerja Tehnik (Technical Working Group/


TWG) pembentukan ASW sudah menghasilkan prototype
dari ASW, yaitu berupa sistem Exchange Gateway dengan
aplikasi perantara clientnya dengan metode terdesentralisasi

73
(federated). Exchange Gateway tersebut sudah diujicoba oleh
Indonesia dan Malaysia untuk pertukaran hampir 35000 data
CEPT Form D (Certificate of Origin). Pada awal terbentuknya
Exchange Gateway, negara-negara seperti Filipina, Brunei,
dan Singapura telah berkesempatan mengujicobanya untuk
berkomunikasi.

Dalam upaya pembangunan ASW, saat ini TWG juga telah


menyiapkan proposal pilot project untuk meminta bantuan dari
USAID dalam penyediaan linkage 10 negara ASEAN, berupa
penyediaan infrastruktur yang terdiri dari 1 (satu) unit Gateway
Server dan 10 (sepuluh) unit Satellite Server yang ditempatkan
di masing masing negara. ASW Steering Committee (ASW-
SC) telah sepakat untuk melaksanakan ASW Pilot Project
dengan menggunakan pendekatan desentraslisasi (federated
approach), project ini akan diikuti oleh 6 negara yaitu Brunei
Darussalam, Indoensia, Malaysia, Filipina, Signapura dan
Vietnam. Thailand hingga saat ini sedang mempertimbangkan
kembali keikutsertaannya. Sedangkan Kamboja, Laos dan
Myanmar akan iktu serta sebagai observer. Prototype pilot
project tersebut secara sukarela telah dibangun oleh Indonesia
untuk dipergunakan oleh seluruh negara ASEAN.

f. Standards, Technical Regulations and Conformity


Assessment Procedures (STRACAP)

Dalam rangka memfasilitasi implementasi priority


sectors, ASEAN telah mengimpelementasikan sejumlah
ASEAN Sectoral Mutual Recognition Arrangement (MRA).
Hingga tahun 2009, di bidang produk barang, Indonesia telah
menandatangani 3 (tiga) MRAs, yaitu di bidang Cosmetics,
Electrical and Electronic Equipment serta Pharmaceutical
dan Good Manufacturing Practice (GMP) Inspection of
Manufacturers of Medicinal Products. Sedangkan untuk
bidang jasa, Indonesia telah menandatangani 9 (sembilan)
MRAs yaitu Engineering, Nursing, Architectural, Surveying
Qualification, Tourism Professional, Dental Practitioners,
Medical Practitioners, dan Accountancy.

74
g. Perkembangan Pembentukan FTA ASEAN Dengan Negara-
negara Mitra Wicara

1. ASEANChina Free Trade Agreement (ACFTA)

Framework Agreement on Comprehensive Economic


Cooperation between The Association of Southeast
Asian Nations and The Peoples Republic of China
ditandatangani pada KTT ASEAN ke-10 di Phnom Penh,
Kamboja tanggal 4 November 2002.

Tujuan Framework Agreement ini adalah untuk (a)


memperkuat dan meningkatkan kerjasama perdagangan
kedua pihak; (b) meliberalisasikan perdagangan barang
dan jasa melalui pengurangan atau penghapusan tariff;
(c) mencari area baru dan mengembangkan kerjasama
ekonomi yang saling menguntungkan kedua pihak; (d)
memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dengan
negara anggota baru ASEAN dan menjembatani gap
yang ada di kedua belah pihak.

Sebagai tindak lanjut dari Framework Agreement


tersebut, Agreement on Trade in Goods of the Framework
Agreement on Comprehensive Economic Co-operation
ditandatangani oleh para Menteri Ekonomi ASEAN
di Vientiane, Lao PDR, tanggal 29 November 2004,
bersamaan dengan ditandatanganinya Dispute Settlement
Mechanism Agreement. Perjanjian Trade in Goods
tersebut mencakup pengurangan atau penghapusan
tariff barang yang dibagi dalam dua kategori yaitu Normal
Track dan Sensitive Track.

Perjanjian ASEAN-China ini akan menjadikan potensi


pasar yang sangat besar bagi 1,9 milyar jumlah penduduk
dengan GDP mencapai sebesar USD 6 trilyun. Perjanjian
ini dapat memberikan signal positif bagi dunia internasional
bahwa ASEAN dan China bekerjasama dalam mengatasi
krisis keuangan global.

Menurut Statistik Sekretariat ASEAN, nilai perdagangan


ASEAN-China pada tahun 2008 mencapai sebesar USD

75
192,5 milyar. Sedangkan menurut data statistik China,
nilai perdagangan ASEAN-China pada tahun yang
sama mencapai sebesar USD 231 milyar atau tumbuh
sebesar 14 persen. Dengan pertumbuhan tersebut,
China merupakan partner dagang ketiga terbesar ASEAN
dengan share perdagangan mencapai 11 persen dari total
perdagangan ASEAN. Pada periode yang sama, nilai
Investasi Asing Langsung (FDI) ASEAN-China tercatat
lebih dari USD 60 milyar.

Volume perdagangan bilateral Indonesia-China dari


tahun ke tahun mengalami peningkatan. Share ekspor
Indonesia ke China dari total ekspor Indonesia mengalami
peningkatan dari 6,43 persen pada tahun 2004 menjadi
sebesar 9,87 pada tahun 2009. Pada periode yang sama
share impor dari China ke Indonesia juga meningkat dari
8,81% menjadi sebesar 12,02 persen. Ekspor komoditas
unggulan seperti minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/
CPO), kakao, dan gelas terus mengalami peningkatan
seiring pemberlakuan penghapusan tarif. Sejalan dengan
meningkatnya perdagangan bilateral kedua negara, arus
investasi langsung dari China ke Indonesia mengalami
peningkatan yang cukup berarti. Begitupula dengan
investasi dari Indonesia ke China.

Indonesia tetap konsisten melaksanakan komitmen


yang telah disepakati sesuai dengan jadwal yang telah
ditetapkan dan juga menyepakati perlunya melakukan
upaya perlindungan terhadap produk-produk dalam
negeri yang mengalami defisit. Dalam rangka melindungi
industri dalam negeri, pemerintah telah membentuk tim
teknis yang dipimpin oleh Menko Perekonomian. Tim
teknis ini terdiri dari berbagai instansi terkait, pelaku
usaha dan akademisi yang akan bertugas menangani
secara khusus hal terkait dengan 3 (tiga) strategi non-
tarif, yaitu: pengamanan pasar domestik, pengamanan
pasar ekspor, dan penyelesaian isu-isu domestik.

Selain itu, ASEAN dan China juga telah menandatangani


Memorandum of Understanding between ASEAN and

76
the Government of the Peoples Republic of China on
Strengthening Sanitary and Phytosanitary Cooperation
oleh Sekjen ASEAN atas nama negara anggota
ASEAN dan Minister General Administration of Quality
Supervision, Inspection and Quarantine, China di sela-
sela KTT ASEAN ke-13.

Sementara itu, Agreement on Trade in Services dan


Second Protocol to Amend the Framework Agreement
ditandatangani pada bulan Januari 2007 di Cebu, Filipina.
Hingga saat ini baru 6 negara yang telah meratifikasi
termasuk Indonesia yang meratifikasi melalui Keppres
Peraturan Presiden No. 18 Tahun 2008 tanggal 26
Pebruari 2008.

Pertemuan Konsultasi SEOM-MOFCOM di sela-sela


SEOM 2/41 di Bali, 22-26 Maret 2010 membahas
Protokol Persetuuan Barang mengenai revisi Operational
Certification Procedures (OCP) serta Protokol Persetujuan
Jasa paket ke-2 yang rencananya akan ditandatangani
pada Agustus 2010.

Sementara itu, Persetujuan Investasi ASEAN-


Cina ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2009
pada pertemuan ke-41 AEM di Bangkok, Thailand.
Persetujuan ini merupakan persetujuan utama ke-3 yang
ditandatangani oleh kedua belah pihak dalam kerangka
ASEAN-China Framework Agreement on Comprehensive
Economic Cooperation setelah Agreement on Trade in
Goods of the Framework Agreement on Comprehensive
Economic Cooperation yang ditandatangani pada 2004
dan ASEAN-China Agreement on Trade in Services yang
ditandatangani pada 2007. Persetujuan ini dimaksudkan
untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi
peningkatan arus investasi dari kedua belah pihak
yang merupakan emerging economies dengan prospek
ekonomi yang kuat.

Pada KTT ASEAN ke-13 para Pemimpin ASEAN


menekankan pentingnya kerjasama ASEAN-China yang

77
tentunya akan memberikan manfaat bagi pertumbuhan
ekonomi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan
rakyat di kawasan Asia, khususnya ASEAN dan China.
Bukti nyata pertumbuhan ekonomi termaksud ditandai
dengan meningkatnya volume perdagangan ASEAN-
China dari US$ 160 miliar pada tahun 2006 menjadi US$
192,5 milyar pada 2008.
Dengan persetujuan ini diharapkan pasar bersama
sebesar 1,9 miliar orang dengan PDB gabungan sebesar
US$ 6 triliun dapat tercipta. Per Juni 2009 nilai kumulatif
investasi ASEAN-Cina tercatat sebesar US$ 60 miliar.
Investasi Cina di ASEAN saat ini mencapai 2,4% dari total
arus investasi asing langsung (Foreign Direct Investment
(FDI)) di ASEAN.
Selain itu, guna mendukung pembangunan infrastruktur
dan interkonektivitas di kawasan, khususnya di sektor
energi dan teknologi informasi, Cina telah mengeluarkan
komitmen dana sebesar US$ 10 miliar melalui
pembentukan ASEAN-China Investment and Cooperation
Fund yang dikelola oleh Bank Exim China. Terkait
penyelesaian prosedur internal pemberlakukan perjanjian
investasi ACFTA, instansi teknis terkait di pemerintah
Indonesia saat ini masih dalam proses ratifikasi perjanjian
dimaksud.

2. ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership


(AJCEP)
Pada tahun 2002 di Phnom Penh, para pemimpin ASEAN
dan Jepang telah menyepakati pembentukan ASEAN
Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP).
Kemitraan ini diperkuat dengan adanya penandatanganan
Framework for Comprehensive Economic Cooperation
between ASEAN and Japan pada tanggal 8 Oktober 2003
di di Bali. Framework for CEP ini merupakan dasar bagi
perundingan AJCEP.
AJCEP resmi dibentuk pada KTT ASEANJapan tahun
2007. AJCEP diharapkan dapat menciptakan peluang

78
dan memperkuat kerjasama ekonomi antara Jepang
dan ASEAN. Persetujuan AJCEP tersebut membahas
kerja sama ekonomi seperti perdagangan barang, jasa,
dan investasi. Akan tetapi, ketentuan perdagangan yang
spesifik yang dibahas pada AJCEP hanya perdagangan
barang berikut dengan timeline dari masing-masing pihak.
Ketentuan perdagangan jasa dan investasi didiskusikan
sesudahnya.

Pertemuan konsultasi ke-16 AEM dengan Kementerian


Ekonomi, Perdagangan dan Industri Jepang di sela-sela
pertemuan AEM ke-41, 15-16 Agustus 2009 di Bangkok,
batal dilaksanakan karena menteri Jepang berhalangan
hadir. Dalam kesempatan tersebut, ASEAN akhirnya
membahas beberapa hal terkait status pelaksanaan
Persetujuan AJCEP serta negosiasi sektor jasa dan
investasi antara ASEAN dan Jepang.

Produk yang diperdagangkan sebagaimana di dalam


Persetujuan AJCEP adalah semua komoditas yang
terklasifikasi di dalam sistem kodefikasi Harmonized
System (HS). Komoditas sebagaimana dalam kodefikasi
HS, di antaranya binatang hidup (animal) berikut produk
olahannya (susu, daging, dll), sayur-mayur dan produk
turunannya, foodstuff (daging olahan, minuman, makanan
siap olah, dll), produk mineral (timah, nikel, tembaga, dll),
bahan kimia, plastik dan karet berikut produk olahannya,
barang-barang dari kulit (raw hides, skins, leather, furs),
kayu dan produk dari kayu, tekstil, footwear/headgear,
barang-barang dari batu (stone/glass), besi, baja, dan
mesin-mesin (machinery/electrical), sarana transportasi,
produk manufaktur, hingga produk jasa. Seluruh komoditas
di dalam HS inilah yang berada dalam cakupan Perjanjian
AJCEP.

Jepang adalah salah satu mitra pembangunan bagi


ASEAN, dimana Jepang telah memberikan bantuan
teknik melalui berbagai kerangka kerjasama seperti

79
Japan ASEAN Exchange Programme (JAEP) dan
Japan ASEAN General Exchange Fund (JAGEF). Selain
itu, berbagai kerjasama pembangunan juga diberikan
untuk mendukung Initiative for ASEAN Integration (IAI),
sumber daya manusia, kepemudaan, dan pembangunan
Mekong Basin. Di bawah program IAI, Jepang membantu
pembangunan seperti sub regional Greater Mekong,
dimana Jepang akan meningkatkan ODA ke wilayah
Mekong sampai dengan tahun 2010, dan juga ke
kawasan pertumbuhan Brunei Darussalam Indonesia
Malaysia Philippines East ASEAN Growth Area (BIMP
EAGA).

Indonesia telah meratifikasi Perjanjian AJCEP dengan


Perpres No.50/2009 pada tanggal 19 November 2009 dan
menyampaikan notifikasi pada 22 Desember 2009. Akan
tetapi, perjanjian AJCEP yang semestinya berlaku pada
tanggal 1 Maret 2010 ditunda implementasinya, karena
Indonesia dan Jepang belum menuntaskan perundingan
mengenai transposisi tarif.

3. ASEANKorea Free Trade Agreement

Hubungan kerjasama ASEAN-ROK dimulai melalui dialog


sektoral pada November 1989 dan Korea mendapatkan
status sebagai mitra wicara penuh pada ASEAN Ministerial
Meeting (AMM) ke-24 di Kuala Lumpur Juli 1991. Dengan
semakin meningkatnya kemitraan ASEAN-ROK, statusnya
kemudian ditingkatkan menjadi mitra ASEAN tingkat KTT
pada 1997 di Kuala Lumpur. Sejak itu, hubungan ASEAN
- ROK semakin meluas dan mendalam.

Hubungan tersebut mencapai tahapan baru dengan


ditandatanganinya Joint Declaration on Comprehensive
Cooperation Partnership pada KTT ASEAN-ROK ke-
8 di Vientiane pada 30 November 2004, serta 2 (dua)
perjanjian penting yakni Framework Agreement on
Comprehensive Economic Cooperation dan Dispute

80
Settlement Mechanism under the Framework Agreement
on Comprehensive Economic Partnership di Kuala
Lumpur pada 13 Desember 2005.

Tujuan utama dari Framework Agreement tersebut adalah


untuk memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi,
perdagangan dan investasi dengan meliberalisasikan
dan meningkatkan perdagangan barang dan jasa, serta
menciptakan rezim investasi yang transparan, bebas,
dan fasilitatif. Persetujuan tersebut juga bertujuan untuk
memperluas cakupan kerjasama dan mengembangkan
langkah-langkah dalam mempererat kerjasama dan
integrasi ekonomi; memfasilitasi integrasi Negara-negara
Anggota ASEAN yang baru dan menjembatani perbedaan
tingkat pembangunannya; serta mengembangkan
kerangka kerjasama untuk lebih meningkatkan hubungan
ekonomi antara ASEAN dan Korea.
ASEAN-Korea Agreement on Trade in Goods (TIG) under
the Framework Agreement on Comprehensive Economic
Cooperation ditandatangani di Kuala Lumpur pada 24
Agustus 2006 oleh Korea dan seluruh negara anggota
ASEAN, kecuali Thailand. Tujuan dari perjanjian ini
adalah penghapusan tarif oleh setiap negara untuk hampir
seluruh produk. Korea akan menghapus tarifnya pada
2010. Jadwal penghapusan tarif untuk Brunei Darussalam,
Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand
akan diselesaikan pada 2010, dengan fleksibilitas sebesar
5% yang akan sepenuhnya dihapuskan pada 2012.
Vietnam dan Kamboja dijadwalkan untuk menyelesaikan
penghapusan tarif pada 2016 dengan fleksibilitas 5%
sampai dengan 2018, serta Lao PDR dan Myanmar
dijadwalkan untuk menghapus tarif pada 2018 dengan
fleksibilitas 5% sampai 2020.
ASEAN-ROK Agreement on Trade in Services (TIS)
under the Framework Agreement on Comprehensive
Economic Cooperation ditandatangani di Singapura
pada 21 November 2007 oleh Korea dan seluruh negara
anggota ASEAN, kecuali Thailand. Tujuan dari perjanjian

81
ini adalah untuk meliberalisasikan perdagangan jasa di
berbagai sektor antara Negara Anggota ASEAN dan
Korea. Tingkat komitmen liberalisasi dalam perjanjian ini
lebih tinggi dibandingkan dengan komitmen yang diberikan
dalam General Agreement on Trade in Services (GATS)
WTO. Oleh karenanya komitmen dalam perjanjian ini
dikenal dengan prinsip GATS Plus.

Selain dimaksudkan untuk meningkatkan perdagangan


di sektor jasa, Perjanjian ini juga diharapkan dapat
mendorong peningkatan investasi di kawasan, terutama di
11 sektor jasa yang telah disepakati komitmennya, antara
lain : jasa bisnis; komputer; penelitian dan pengembangan;
jasa telekomunikasi; konstruksi; distribusi; pendidikan;
lingkungan; keuangan; pariwisata dan perjalanan; serta
transportasi.

Thailand masuk menjadi participating country AKFTA


dengan menandatangani the Protocols on Accession of
Thailand into the Trade in Goods Agreement and Trade in
Services Agreement pada 27 Februari 2009 di Hua Hin,
Thailand.

ASEAN dan Korea telah menandatangani Agreement


on Investment under the Framework Agreement on
Comprehensive Economic Cooperation among the
Government of Republic of Korea and the Member
Countries of the Association of Southeast Asian Nations
pada saat ASEAN-Korea Commemorative Summit di
Jeju Island, Korea pada tanggal 1 2 Juni 2009.

Sejak pertama kali dimulainya hubungan ASEAN


ROK melalui dialog sektoral pada 1989, kerjasama
kedua pihak terus mengalami peningkatan sehingga
menjadikan Korea sebagai salah satu Mitra Wicara
ASEAN yang paling dinamis. Penandatanganan Joint
Declaration on Comprehensive Cooperation Partnership
pada November 2004 dan Framework Agreement on
Comprehensive Economic Cooperation pada Desember
2005 merupakan platform bagi ASEAN dan Korea untuk
mengkonsolidasikan kerjasama di berbagai bidang.

82
Selanjutnya ASEAN Korea memiliki sebuah platform
baru sebagai landasan untuk lebih memperkokoh
kerjasamanya, yakni ASEAN-ROK Centre yang secara
resmi didirikan di Seoul pada 13 Maret 2009. Pendirian
ASEAN-ROK Centre ini merupakan tonggak penting
(milestones) yang akan menempatkan ASEAN Korea
sebagai mitra strategis ke jenjang hubungan yang lebih
tinggi, khususnya dalam rangka meningkatkan volume
perdagangan, investasi, pariwisata dan pertukaran budaya
antara Korea dengan 10 negara Anggota ASEAN.

4. ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area


(AANZFTA)

Terkait dengan ASEAN-Australia-New Zealand FTA


(AANZ FTA), setelah dilakukan perundingan sejak 3
(tiga) tahun terakhir sudah dapat dikatakan selesai kecuali
berkaitan dengan market access untuk sektor otomotif.
Dalam kaitan ini, Australia mengharapkan agar jika
market access dimaksud belum dapat disepakati maka
AANZ FTA dapat ditandatangani pada bulan Desember
mendatang. Sedangkan isu-isu bilateral yang belum
dapat diselesaikan akan diselesaikan setelah AANZ FTA
ditandatangani.

Dalam kaitan ini, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah


konsekwensi hukum ditandatanganinya AANZ FTA
apabila belum dapat disepakati/diselesaikannya komitmen
bilateral dengan Australia dan New Zealand, mengingat
offer dan request Australia serta New Zealand kepada
Indonesia belum disepakati.

Di samping itu, AANZ FTA menyisakan permasalahan


lain, yaitu menyangkut 2 (dua) MOU mengenai labour
dan environment yang diharapkan oleh New Zealand
dapat ditandatangani oleh Indonesia dan New Zealand
sebelum ditandatanganinya AANZ FTA. Kedua MOU
tersebut masih dibahas dan dipelajari lebih lanjut oleh
pihak Depnaker serta Kementerian Lingkungan Hidup.

83
a. Transposisi AANZFTA Tariff Reduction Schedule
ke dalam HS 2007.
Hingga saat ini baru Australia, New Zealand, Thailand,
Vietnam, dan Philippines yang telah menyelesaikan
proses transposisi, dan dapat diterima seluruh pihak
setelah melalui proses verifikasi.
Indonesia masih melakukan konsultasi trilateral
dengan Australia dan New Zealand guna
memverifikasi transposisi ke dalam HS 2007. Sejauh
ini terdapat 335 pos tarif hasil transposisi Indonesia
yang belum dapat diterima Australia dan New
Zealand. Ke tiga negara telah sepakat untuk secara
bersama mencari solusi terhadap masalah ini.

b. Ratifikasi AANZFTA
Negara anggota ASEAN yang sedang dalam proses
penyelesaian ratifikasi adalah Kamboja, Indonesia,
Laos, dan Malaysia.

c. AANZFTA Economic Cooperation Work


Programme (AECWP)
AECWP akan terdiri dari dua komponen yaitu (i)
pembentukan, operasionalisasi, dan penyediaan
dukungan dana bagi AANZFTA Support Unit di
Sekretariat ASEAN, dan (ii) penyediaan dana untuk
program kerjasama ekonomi tahunan yang telah
mendapatkan persetujuan FTA Joint Committee.
Pemerintah Australia mempersiapkan dana sekitar
A$ 20 juta untuk AECWP yang pencairannya
dilakukan secara tahunan selama lima tahun.
AANZFTA Support Unit dibentuk di Sekretariat
ASEAN pada bulan Januari 2010. Sementara
itu, telah disepakati pioritas program kerjasama
ekonomi pada tahun 2010 yaitu (i) ROO workshop on
chemical reaction rule, (ii) workshop on monitoring
the utilization of AANZFTA CO Form, (iii) workshop
on two-annex approach in scheduling of Reservation
List under the Investment Chapter, (iv) capacity

84
building in implementing commitments under the
Trade in Service Chapter, (v) public outreach to
enable the private sector especially the SMEs to
comply with the AANZFTA requirements.

5. ASEAN-India Free Trade Area (AIFTA)


Framework Agreement on Comprehensive Economic
Cooperation between ASEAN and India ditandatangani
pada tanggal 8 Oktober 2003. Indonesia sendiri masih
dalam proses meratifikasi perjanjian tersebut.
Di bawah payung perjanjian tersebut, ASEAN dan India
pada 2009 menyepakati: Agreement on Trade in Goods
under the Framework Agreement on Comprehensive
Economic Cooperation between the Association of
Southeast Asian Nations and the Republic of India;
Protocol to Amend the Framework Agreement on
Comprehensive Economic Cooperation between the
Association of Southeast Asian Nations and the Republic
of India; Agreement on Dispute Settlement Mechanism
under the Framework Agreement on Comprehensive
Economic Cooperation between the Association of
Southeast Asian Nations and the Republic of India;
dan Understanding on Article 4 of the Agreement on
Trade in Goods under the Framework Agreement on
Comprehensive Economic Cooperation between the
Association of Southeast Asian Nations and the Republic
of India.
ASEAN dan India saat ini sedang mengupayakan
penyelesaian perjanjian kerja sama di sektor jasa dan
investasi.

6. ASEAN-United States Trade and Investment


Framework Arrangement (TIFA)
Kerjasama ASEAN dengan Amerika Serikat (AS) dimulai
sejak tahun 1977 yang berfokus pada kerjasama di
bidang ekonomi, perdagangan, dan pembangunan.
Pada November 2002 di Manila dalam AEM-USTR

85
Informal Meeting disepakati gagasan Enterprise for
ASEAN Intiative (EAI) sebagai dasar pembentukan US
ASEAN Trade and Investment Framework Agreement
(TIFA) secara regional. Melalui TIFA, AS menawarkan
peningkatan kerja sama perdagangan dan investasi
dengan pembentukan FTA bilateral dengan negara
ASEAN yang mencakup sembilan sektor kerja sama,
yaitu Trade and Investment Facilitation; Agriculture, HRD
and Capacity Building, IPR, Standards, ICT, Customs,
SMEs, dan Biotechnology.

Pada pertemuan ke-38 AEM di Kuala Lumpur, 25 Agustus


2006, telah ditandatangani Trade and Investment
Framework Arrangement (TIFA) untuk mendorong kerja
sama perdagangan dan investasi. Selain itu, ASEAN-AS
sepakat membentuk Joint Council on Trade and Investment
dengan mengadakan pertemuan setidaknya setahun sekali
guna menindaklanjuti implementasi dari kesepakatan
tersebut, antara lain mengkaji ulang hubungan ASEAN-
AS dengan mengidentifikasi peluang untuk meningkatkan
perdagangan dan investasi, penyelesaian secara damai
mengenai isu yang mungkin timbul karena perbedaan
interpretasi dan implementasi, mendirikan program kerja
di bidang perdagangan, investasi dan isu-isu lainnya serta
memonitor perkembangan pelaksanaannya.

Di bulan Oktober 2007 USTR mengajukan kepada


Indonesia wilayah kerja sama baru, yaitu a) situs internet
mengenai iklim investasi regional dan database ASEAN;
b) Services Barriers Inventory; c) ASEAN Investment
Survey; d) Multi Chip Integrated Circuit Agreement.
Sebagai Koordinator Negara ASEAN (country coordinator),
Indonesia menyebarkan surat tersebut dua kali kepada
para kepala SEOM untuk dimintai pendapatnya namun
tidak mendapatkan tanggapan.

Hubungan AS-ASEAN dari tahun ke tahun mengalami


perkembangan signifikan. Faktor yang mempengaruhi
hal tersebut, antara lain kebijakan anti-terorisme AS dan
kemandegan dalam proses negosiasi Putaran Doha

86
(Doha Round). Dalam konteks kebijakan antiterorisme,
faktor stabilitas Asia Tenggara merupakan hal yang sangat
vital bagi kepentingan AS dalam strategi perang melawan
terorisme. AS senantiasa menekankan pentingnya
demokrasi dan sistem perdagangan bebas di kawasan
tersebut untuk mencapai kemakmuran, sekaligus sebagai
kunci stabilitas kawasan dalam mencegah terjadinya
failed states yang merupakan sarang bagi tumbuhnya
terorisme.
Pada pertemuan 1st ASEAN-US Joint Cooperation
Committee (JCC) diselenggarakan pada tanggal 16-
17 April 2009 di Washington Athletic Club, Seattle,
Washington, Amerika Serikat, Mr. Olivier Carduner,
Mission Director, USAID Regional Development Mission/
Asia, Bangkok, menegaskan komitmen AS terhadap
kerja sama ASEAN-AS. Untuk FY 2008, AS telah
mengalokasikan US$ 629,5 juta bagi kawasan ASEAN
yang difokuskan pada pengembangan infrastruktur
sumber daya manusia dan kebijakan, termasuk untuk
kerjasama bilateral. Dalam kerangka ADVANCE, antara
lain telah dilakukan ASW program di Indonesia dan
Malaysia untuk pelayanan custom clearance di pelabuhan
laut dan bandara yang hanya memerlukan waktu 30
menit. Jika ASW berhasil diterapkan di ASEAN, maka
akan menjadi yang pertama di dunia untuk organisasi
regional.
Indonesia menyampaikan bahwa kerja sama ASEAN-
AS telah mencapai kematangan, dan harus melangkah
lebih maju ke depan. Pendekatan program telah terbukti
efektif dan komprehensif dalam pelaksanaan PoA yang
mencakup Eight Enhanced Partnership Prioirities.
Perlu ditekankan bahwa kerja sama ASEAN-AS harus
mencerminkan perkembangan di ASEAN seiring
berlakunya Piagam dengan cetak biru ketiga pilarnya
guna mencapai pembentukan komunitas ASEAN 2015.
Di bidang perdagangan dan investasi, kegiatan di bawah
payung TIFA Work Programme yang meliputi ASW,

87
Pharmaceutical Regulatory Harmonisation, dan SPS
Standards Regulations telah berjalan dan berkembang
baik. ASW tampak menjadi salah satu perhatian utama AS.
US Agency for International Development (USAID) telah
memulai proyek 5 tahun khususnya dalam mendukung
implementasi ASW. Tercatat pelaksanaan program to
assist in development of ASW for custom clearance, legal
advisor to the ASW Implementation, working group dan
workshop terkait penerapan standar internasional untuk
ASW.

Dalam pertemuan ASW Working Group di Bandar


Seri Begawan, 10-15 Maret 2008, Sekretariat ASEAN
menyampaikan bahwa AS telah setuju untuk memberikan
bantuan teknik kepada ASEAN dalam rangka penerapan
ASW. Berdasarkan TOR untuk bantuan teknik, AS akan
menyediakan US$ 7-8 juta untuk 5 tahun (Januari 2008-
2012) dengan mempekerjakan 3 orang experts senior
dari AS.

Sementara di bidang kajian mengenai kolaborasi UKM


ASEAN dan perusahaan-perusahaan AS antara lain telah
diselesaikan options paper on SME development untuk
ASEC. Hingga saat ini belum terdapat kemajuan yang
berarti dari kerjasama dibidang UKM ini. Meski demikian,
kerjasama SMEs telah terlihat dengan adanya partisipasi
US-ASEAN Business Council dalam ASEAN Working
Group on SMEs.

7. ASEAN-Canada Trade And Investment Framework


Arrangement (TIFA)

Meskipun FTA ASEAN-Kanada masih merupakan tujuan


jangka panjang, kedua belah pihak mengakui mengenai
adanya suatu keperluan untuk lebih memformalkan
hubungan. Namun demikian, proses pertemuan konsultasi
dan negosiasi antara kedua pihak mengalami hambatan
karena keberatan Kanada terkait isu Myanmar. ASEAN
menyesalkan pembatalan secara sepihak atas rencana

88
pertemuan konsultasi ASEAN-Canada pada November
2007.

Draft ASEAN-Canada TIFA terdiri dari 6 sections berupa


Trade and Investment Cooperation Arrangement between
ASEAN Canada Work Plan, yaitu: Section I Objectives;
Section II Principles; Section III Expansion of Trade
and Investment; Section IV Joint Council on Trade and
Investment; Section V Final Clauses.

Pada pertemuan informal ASEAN-Canada di sela-sela


pertemuan SEOM 1/41 di Da Nang, Vietnam pada 21
Januari 2010, kedua belah pihak untuk pertama kalinya
bertemu dan membahas kembali draft ASEAN-Canada
TIFA yang sempat tertunda karena keberatan Kanada
terkait isu Myanmar. Kanada dalam pertemuan tersebut
mengusulkan agar TIFA ditandatangani oleh ASEAN
Country Coordinator ataupun Sekjen ASEAN mewakili
negara-negara anggota dengan pihiak Kanada. Kanada
juga mengusulkan untuk memasukkan isu Corporate
Social Responsibility untuk diakomodasi ke dalam TIFA.

Saat ini terdapat 5 outstanding issues dalam draft


ASEAN-Canada TIFA yaitu isu lingkungan (environment),
ketenagakerjaan (labour), Hak Asasi Manusia (HAM),
Corporate Social Responsibility (CSR) dan rencana
penandatanganan TIFA oleh wakil ASEAN dan Kanada,
yang hingga saat ini belum dapat disepakati bersama
oleh kedua belah pihak.

8. ASEAN-European Union Free Trade Agreement


(AEFTA)

Pertemuan ASEAN-European Union Commemorative


Summit di Singapura pada tanggal 22 November 2007,
berhasil menyepakati dua dokumen penting, yaitu Plan
of Action to Implement the Nuremberg Declaration
on an EU-ASEAN Enhanced Partnership dan Joint
Declaration of the ASEAN-EU Commemorative Summit.

89
Kedua dokumen tersebut memuat paragraf kesepakatan
peningkatan kerjasama ekonomi kedua kawasan.

Hingga saat ini, telah diadakan 6 kali pertemuan Joint


Committee on ASEAN-EU Free Trade Agreement
(JCAEFTA). Dalam pertemuan JCAEFTA ke-6 yang
berlangsung di Ha Noi, Vietnam pada tanggal 14-
17 Oktober 2008, masih terlihat keinginan dari pihak
UE (Uni Eropa) untuk memasukan isu nontradisional
seperti government procurement, competition policy, dan
sustainable development.

Dalam isu Trade in Goods, UE juga mengemukakan


penawaran dengan pendekatan country specific
adjustrment, yang mengindikasikan adanya offer yang
berbeda dari UE kepada setiap negara anggota ASEAN.
Namun, ASEAN tidak menyetujui tawaran EU tersebut
karena dikhawatirkan pendekatan ini akan menimbulkan
diskriminasi.

Terkait dengan modalitas ASEAN-EU Free Trade


Agreement (AEFTA), terdapat dua proposal tentang
working method (mekanisme perundingan) yang akan
digunakan dalam kerangka AEFTA. UE mengusulkan
agar working method dilakukan dengan menggunakan
mekanisme perundingan dual track, yakni perundingan
fast track yang dilakukan dengan beberapa negara
(kelompok kecil) terutama negara-negara yang memiliki
tingkat ambisi tinggi baik dalam hal cakupan isu yang
dirundingkan maupun ambisi yang cukup tinggi di masing-
masing isu, dan normal track yang dilakukan dengan
negara anggota ASEAN lainnya yang tingkat ambisinya
lebih rendah.

Berkenaan dengan proposal tersebut, Vietnam juga


mengusulkan pendekatan yang hampir sama dengan UE,
namun sifatnya sukarela. Di samping traditional issues
(trade in goods, services dan investment) kelompok
pertama dapat merundingkan non-traditional issues
(seperti competition policy, sustainable development dan

90
government procurement), namun sifatnya sukarela.
Sedangkan kelompok kedua hanya merundingkan
traditional issues.

3. Dewan Kawasan Investasi ASEAN (ASEAN Investment


Area/AIA) Council)
Di sektor investasi, kerjasama ASEAN diawali dengan
dikemukakannya gagasan pembentukan suatu kawasan investasi
ASEAN pada Pertemuan Pemimpin ASEAN di Bangkok pada 1995.
Untuk menindaklanjuti gagasan tersebut, pada 1996 dibentuk Komite
Kerja Kawasan Investasi ASEAN (Working Committee ASEAN
Investment Area / WC AIA) yang berada di bawah naungan SEOM
dengan mandat menyiapkan sebuah Persetujuan Kerangka Kerja
tentang Kawasan Investasi ASEAN (Framework Agreement on
ASEAN Investment Area /FA-AIA).
FAAIA ditandatangani di Makati City, Filipina, pada 1998
yang mencakup seluruh kegiatan investasi baik investasi asing
langsung (Foreign Direct Investment/FDI) ke ASEAN ataupun
investasi langsung antarnegara ASEAN, kecuali investasi portfolio
dan kegiatan investasi lainnya yang sudah tercakup pada perjanjian
ASEAN lainnya, seperti ASEAN Framework Agreement on Services.
Tujuan utama yang hendak dicapai adalah menciptakan Kawasan
Investasi ASEAN yang liberal dan transparan sehingga dapat
meningkatkan arus investasi ke kawasan. Liberalisasi investasi bagi
negara anggota ASEAN disepakati berlaku pada 2010, sedangkan
dengan negara nonASEAN disepakati untuk direalisasikan pada
2020.
FA-AIA mengikat negara anggota untuk menghapus hambatan
investasi, meliberalisasi peraturan dan kebijakan investasi, memberi
persamaan perlakuan nasional, serta membuka investasi di industri
terutama sektor manufaktur. Dengan menciptakan ASEAN sebagai
suatu kawasan investasi yang lebih berdaya saing dan terbuka,
Kawasan Investasi ASEAN (AIA) diharapkan dapat menarik arus
investasi langsung ke ASEAN.
FA-AIA bukanlah skema, melainkan suatu bentuk pengaturan
(arrangement) yang memiliki cakupan implikasi yang lebih luas

91
terkait dengan investasi. Arrangement terdiri dari sejumlah skema,
rencana aksi (action plan), dan program yang spesifik. Ada sejumlah
persetujuan ASEAN lainnya yang terkait dengan kegiatan investasi
asing (FDI), namun AIA Agreement merupakan instrumen utama
yang mengatur dan berusaha meningkatkan arus investasi di
kawasan.

Bersamaan dengan penandatanganan Persetujuan Kerangka


Kerja Investasi (Framework Agreement on ASEAN Investment
Area/FA-AIA) di Makati City, Filipina pada 1998, juga telah
disahkan pembentukan Dewan Kawasan Investasi ASEAN (ASEAN
Investment Area Council/AIA Council) tingkat menteri untuk
mengawasi implementasi Persetujuan Kerangka Kerja tersebut.
Dalam tugasnya, AIA Council dibantu oleh ASEAN Coordinating
Committee on Investment (CCI) di tingkat senior officials. Fungsi
AIA Council adalah:
a. Mengawasi implementasi Framework Agreement on the AIA;
b. Melakukan koordinasi dengan instansi-instansi terkait di
negara-negara anggota ASEAN dan Sekretariat ASEAN untuk
memastikan implementasi yang efektif dari Agreement;
c. Melakukan tinjauan reguler atas pelaksanaan Agreement dan
membuat rekomendasi untuk disampaikan kepada AEM dalam
upaya meningkatkan efektifitas implementasi Agreement;
d. Membantu AEM dalam hal-hal terkait dengan implementasi
Agreement dan langkah-langkah untuk meningkatkan efektifitas
Agreement;
e. Membantu penyelesaian secara damai atas berbagai
perbedaan yang terjadi antara negara-negara anggota terkait
penafsiran dan penerapan Agreement.

Pada pertemuan ke-40 Menteri Ekonomi ASEAN yang


berlangsung di Singapura bulan Agustus 2008, negara-negara
ASEAN sepakat untuk membentuk suatu rezim investasi
ASEAN yang lebih terbuka serta mendukung proses integrasi
ekonomi di Asia Tenggara. Rezim yang dimaksud adalah ASEAN
Comprehensive Investment Agreement (ACIA) yang merupakan
hasil revisi dan penggabungan dari ASEAN Investment Area (AIA)
dan ASEAN Investment Guarantee Agreement (ASEAN-IGA).

92
ACIA ditandatangani pada Februari 2009. Persetujuan tersebut
dijadwalkan berlaku pada 2010.

ACIA merupakan persetujuan yang mencakup liberalisasi,


proteksi, fasilitasi, dan promosi, termasuk ketentuan-ketentuan
baru dan perbaikan ketentuan-ketentuan AIA/IGA. Sifatnya
lebih komprehensif dibandingkan dengan AIA dan ASEAN IGA,
dikarenakan ACIA telah mengadopsi international best practices
dalam bidang investasi dengan mengacu kepada kesepakatan-
kesepakatan investasi internasional. Dengan ditandatanganinya
ACIA, ASEAN semakin percaya diri sebagai penerima utama aliran
FDI. Pada tahun 2008, aliran FDI ke wilayah ASEAN tetap elastis
walaupun dihadapkan pada kondisi global yang merugikan. Sejak
krisis finansial Asia, aliran FDI ke ASEAN menguat tiga kali lipat dari
US$ 23 milyar pada tahun 1998 menjadi USD69 milyar pada 2007.
Terlepas dari krisis ekonomi dan finansial global tahun 2008, aliran
FDI ke ASEAN tetap kuat pada posisi US$ 59 milyar.

Secara khusus, aliran FDI intra-ASEAN lebih kuat dari yang


diantisipasikan, peningkatan mencapai 13,4% tahun 2008 hingga
mencapai USD10,7 milyar. Peningkatan aliran di intraASEAN
merefleksikan usaha integrasi ASEAN yang baik dan kesuksesan
kebijakan investasi.

Beberapa isu utama yang menjadi perhatian Indonesia yaitu


penyelesaian Reservation List (RL). Hingga saat ini hanya Indonesia
yang belum dapat menyelesaikan RL yaitu untuk reservasi No.18
(sektor Manufacturing & Services incidental to Manufacturing), No.
19 (Agriculture & Services incidental to Agriculture), No. 20 (sektor
Forestry & Services incidental to Forestry), dan No. 21 (sektor Mining
and Quarrying & Services incidental to Mining and Quarrying). Hal ini
dikarenakan adanya kesenjangan antara RL dengan Daftar Negatif
Investasi (DNI) yang menjadi dasar hukum bagi Indonesia dalam
perundingan RL.

Indonesia perlu menyelesaikan Reservation List yang dapat


diterima oleh semua anggota ASEAN. Perpres No.111 tahun 2007
dianggap kurang memenuhi semangat liberalisasi investasi ASEAN
dan kurang berpihak pada investor asing.

93
4. Pertemuan Para Menteri Keuangan ASEAN (ASEAN
Finance Ministers Meeting/AFMM)

Pertemuan Menteri Keuangan ASEAN (ASEAN Finance


Ministers Meeting/AFMM), yang dilaksanakan satu kali dalam
setahun, merupakan lembaga yang mewadahi kerja sama di bidang
keuangan. AFMM dilaksanakan untuk pertama kali pada 1997.
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya, AFMM dibantu oleh
ASEAN Finance and Central Bank Deputies Meeting (AFDM) dan
ASEAN Directors General on Customs Meeting (Customs DG).

Salah satu tujuan utama kerja sama sektor keuangan adalah


mencapai integrasi sektor keuangan sesuai dengan ASEAN
Economic Community Blueprint, melalui perkuatan pengembangan
Pasar Modal (Capital Market Development), liberalisasi jasa
keuangan (Financial Services Liberalisation), dan liberalisasi
pergerakan modal.

Capaian terkini kerja sama sektor keuangan adalah


penandatangan Chiang-Mai Initiative Multilateralization (CMIM)
pada Desember 2009, yang disepakati untuk membantu mengatasi
kesulitan likuiditas jangka pendek dan neraca pembayaran negara-
negara di kawasan, serta mendukung kerangka kerja sama
keuangan internasional yang telah ada. Melalui CMIM, negara yang
mengalami kesulitan dapat menukar mata uangnya dengan dolar
Amerika Serikat (currency swap). CMIM berlaku sejak 24 Maret
2010.

Jasa Keuangan (Financial Services)

Di bidang jasa keuangan, Sidang ke-11 Menteri Keuangan


ASEAN (ASEAN Finance Ministers Meeting/AFMM) di Chiang Mai,
tanggal 4-5 April 2007 sepakat untuk menjadikan ASEAN sebagai
kawasan yang memiliki daya saing yang kuat sehingga dapat
memberikan kontribusi pada pertumbuhan dan kesejahteraan yang
seimbang pada negara-negara anggota.

Dalam kaitan ini, AFMM memfokuskan 4 (empat) prioritas kunci,


yaitu: a) Pengembangan pasar modal yang lebih terintegrasi dan
likuid.; b) Dukungan yang lebih besar bagi liberalisasi sektor keuangan

94
dimana AFMM berkomitmen untuk memfasilitasi perdagangan dan
investasi di kawasan ASEAN secara progresif dengan memperluas
liberalisasi jasa keuangan di antara negara-negara anggota
ASEAN; c) Pengembangan pembiayaan infrastruktur; d) Kerjasama
di bidang perpajakan dimana AFMM menyepakati kerjasama di
bidang perpajakan untuk mempercepat penyelesaian Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dan pencapaian kerjasama
regional di bidang perpajakan di tahun 2010.

Pertemuan Para Menteri Keuangan ASEAN dan ASEAN


Finance Minister Investors Seminar (AFMIS) diselenggarakan
di Dubai, Uni Emirat Arab pada tanggal 7-9 Oktober 2008. Para
Menteri menegaskan komitmennya untuk memperkuat kerja sama
ekonomi dan keuangan sekaligus memperkuat tingkat kompetensi
di pasar global. Pertumbuhan GDP regional diperkirakan akan
mengalami sedikit perlambatan dibandingkan tahun sebelumnya
yang mencapai 6,7 %.

Untuk merespon hal tersebut, ditegaskan perlunya upaya


kapitalisasi yang kuat pada sektor perbankan dan institusi keuangan
selain upaya untuk segera dapat mengimplementasikan Chiang Mai
Initiative Multilateralisation pada pertengahan tahun 2009 sejalan
dengan inisiatif regional yang lain dalam upaya kerjasama dan
integrasi regional.

Pada pertemuan ASEAN+3 Finance Ministers Meeting


(AFMM+3) ke-12, Nusa Dua, Bali 3 Mei 2009, telah difunalisasi
komponen-komponen utama dari Chiang Mai Initiative
Multilateralisastion (CMIM). dan memutuskan untuk segera
mengimplementasikan skema CMIM.

5. Pertemuan Para Menteri ASEAN bidang Pertanian dan


Kehutanan (ASEAN Ministerial Meeting on Agriculture and
Forestry/AMAF)

Pertemuan Menteri Pertanian dan Kehutanan ASEAN (Meeting


of ASEAN Ministers on Agriculture and Forestry/AMAF) yang
dilaksanakan satu kali dalam setahun, merupakan lembaga yang
mewadahi kerja sama di bidang pertanian dan kehutanan.

95
Kerja sama pertanian ASEAN sebenarnya telah dimulai sejak
1968 walaupun AMAF sendiri baru dilembagakan pada 1979.
Dalam mengembangkan tanggung jawabnya, AMAF didukung oleh
Pertemuan Tingkat Pejabat Senior AMAF (Senior Officials Meeting
of the ASEAN Ministers on Agriculture and Forestry atau SOM-
AMAF) dan Pertemuan Tingkat Pejabat Senior Kehutanan (ASEAN
Senior Officials on Forestry atau ASOF).

Tujuan dasar kerja sama pertanian dan kehutanan ASEAN


adalah untuk meningkatkan daya saing internasional produk
pertanian dan kehutanan ASEAN, meningkatkan perdagangan intra
dan ekstra ASEAN, memelihara ketahanan pangan di kawasan,
menggalang pendekatan bersama, mendorong alih teknologi,
serta mendorong kerja sama koperasi pertanian ASEAN guna
memberdayakan dan meningkatkan akses pasar produk pertanian.

Capaian-capaian terkini kerja sama pertanian dan kehutanan:


i. Disepakatinya Statement on Food Security in the ASEAN
Region, yang merefleksikan komitmen negara-negara ASEAN
untuk menempatkan ketahanan pangan sebagai prioritas
utama kebijakan mereka;
ii. Disahkannya ASEAN Integrated Food Security (AIFS)
Framework yang mengedepankan berbagai pendekatan
pragmatis yang dapat dilakukan ASEAN dalam menjaga
ketahanan pangan. AIFS kemudian dijabarkan lebih lanjut
dalam Strategic Plan of Action on Food Security in the ASEAN
Region (SPA-FS). Secara praktis, SPA-FS memuat berbagai
upaya untuk meningkatkan produksi pangan, mengurangi
resiko kegagalan panen, menciptakan pasar yang kondusif bagi
perdagangan produk pertanian, memastikan stabilitas pangan,
mendorong ketersediaan dan akses terhadap bahan pangan,
dan melaksanakan pengaturan regional bahan pangan untuk
situasi darurat;
iii. Penandatanganan MoU on ASEAN Cooperation in Agriculture
and Forest Products Promotion Scheme, sebagai kerangka
kerja sama sektor pertanian dan kehutanan ASEAN;
iv. Disepakatinya rencana pembentukan ASEAN Plus Three
Emergency Rice Reserve (APTERR), guna memastikan

96
ketersediaan bahan pangan (beras) dalam situasi bencana.
APTERR diharapkan dapat disetujui dalam waktu dekat; dan
v. Disepakatinya ASEAN Common Position Paper on Reducing
Emission from Deforestation and Forest Degradation (REDD),
yang kemudian diajukan pada UN Framework Convention on
Climate Change Conference of Parties ke-14 di Poznan.

a. Kerjasama Pertanian
1) Ketahanan Pangan (Food Security)
Secara umum situasi pangan ASEAN pada 2009
stabil. Data dari ASEAN Food Security Information
System (AFSIS) mengungkapkan bahwa pada 2009
produksi beras negara ASEAN secara keseluruhan
mencapai sekitar 125.45 juta ton, sementara total
konsumsi mencapai 107.87 juta ton. Dengan jumlah
cadangan beras di awal 2009 yang mencapai 20.59
juta ton, rasio ketahanan pangan (food security
ratio) terkait beras di ASEAN pada 2009 mencapai
19.09% dan dinilai cukup baik.
Walaupun demikian, negara-negara ASEAN
menyadari bahwa tantangan dalam menyediakan
pangan yang cukup dengan harga terjangkau akan
semakin berat di masa mendatang. Berangkat dari
pemikiran ini, para pemimpin ASEAN pada Maret
2009 menyepakati Statement on Food Security in the
ASEAN Region, yang antara lain memuat komitmen
bersama untuk menjadikan isu ketahanan pangan
sebagai kebijakan yang permanen dan berprioritas
tinggi. Statement tersebut juga menekankan antara
lain pentingnya alih teknologi di bidang pertanian
guna meningkatkan produksi pangan.
Para pemimpin ASEAN pada 2009 juga menyepakati
ASEAN Integrated Food Security (AIFS) Framework
yang mengedepankan berbagai pendekatan
pragmatis yang dapat dilakukan ASEAN dalam
menjaga ketahanan pangan. AIFS kemudian
dijabarkan lebih lanjut dalam Strategic Plan of Action

97
on Food Security in the ASEAN Region (SPA-FS).
Secara praktis, SPA-FS memuat berbagai upaya
untuk meningkatkan produksi pangan, mengurangi
resiko kegagalan panen, menciptakan pasar yang
kondusif bagi perdagangan produk pertanian,
memastikan stabilitas pangan, mendorong keter-
sediaan dan akses terhadap bahan pangan, dan
melaksanakan pengaturan regional bahan pangan
untuk situasi darurat.
ASEAN juga menyadari dampak terjadinya
perubahan iklim terhadap sektor pertanian,
perikanan, dan kehutanan; yang pada gilirannya
akan mempengaruhi upaya menjaga ketahanan
pangan. Dari pemikiran ini, pada 2009 ASEAN
menyepakati ASEAN Multi-Sectoral Framework on
Climate Change (AFCC) : Agriculture and Forestry
towards Food Security. AFCC mengedepankan
program-program lintas-sektor guna mengeratkan
koordinasi antar-instansi yang berwenang dan
mengefektifkan pembuatan kebijakan. Implementasi
AFCC akan diupayakan lewat kerja sama dengan
Sekretariat ASEAN dengan lembaga-lembaga donor
internasional.
Kerja sama ketahanan pangan juga dijalin dengan
RRC, Jepang, dan Korea Selatan (dikenal dengan
sebutan ASEAN Plus Three). Lewat skema tersebut,
dua proyek telah berhasil dilaksanakan yaitu East
Asia Emergency Rice Reserves (EAERR) dan
ASEAN Food Security Information System (AFSIS).
EAERR terutama difokuskan pada penyediaan
beras di saat situasi darurat, misalnya ketika terjadi
bencana alam. Selama 2008-2009, EAERR telah
membantu pengadaan beras untuk para korban
bencana taifun Nargis di Myanmar dan korban banjir
di Jawa Tengah dan Jawa Timur, Indonesia.
Pada 2009, ASEAN Plus Three sepakat untuk
mentransformasikan EAERR menjadi suatu lembaga
permanen guna lebih mengefektifkan pengumpulan

98
dan penyaluran beras saat situasi darurat. Lembaga
tersebut, ASEAN Plus Three Emergency Rice
Reserve (APTERR), diharapkan terbentuk dalam
waktu dekat.
Sementara itu, kegiatan AFSIS difokuskan pada
pengembangan jaringan informasi mengenai
ketahanan pangan dan pengembangan sumber
daya manusia. Sebuah website telah dibentuk
khusus untuk memberi informasi mengenai situasi
dan perencanaan kebijakan ketahanan pangan di
kawasan.

2) Tanaman Pangan (Crops)


Sejak 2006 2008, ASEAN telah membuat Daftar
Hama Endemik untuk beberapa komoditas pertanian
yang diperdagangkan di kawasan, yaitu padi giling,
jeruk (citrus), mangga, kentang, dan anggrek potong
dendrobium. Upaya harmonisasi phytosanitary untuk
komoditas-komoditas tersebut akan terus dilanjutkan
khususnya untuk pengembangan panduan impor.
ASEAN Plant Health Cooperation Network
(APHCN) telah dibentuk sebagai sarana untuk
berbagi informasi mengenai kesehatan tanaman di
negara-negara anggota ASEAN.
Salah satu upaya utama ASEAN saat ini adalah
harmonisasi Maximum Residue Limits (MRLs) untuk
pestisida sebagai upaya melindungi kesehatan
konsumen, mendorong pertumbuhan perdagangan
dengan meminimalisir penggunaan pestisida, serta
memastikan keamanan pangan dan mencegah
kerusakan lingkungan. Sampai dengan Mei 2009,
ASEAN telah melakukan 803 harmonisasi MRLs
untuk 63 pestisida. Pertemuan Menteri Pertanian
dan Kehutanan ASEAN yang diadakan pada
Oktober 2009 kemudian mengesahkan harmonisasi
tujuh MRLs untuk lima pestisida yaitu carbendazim
(anggur dan jeruk), chlorpyrifos (rambutan dan

99
leci), phosalone (durian), ethion (jeruk pumelo), dan
deltamethrin (cabai).
ASEAN juga terus mengupayakan harmonisasi
standar dan kualitas, jaminan keamanan pangan, dan
standarisasi sertifikasi perdagangan produk-produk
pertaniannya. Upaya tersebut ditunjukkan antara
lain dengan pengesahan ASEAN Good Agricultural
Practices (ASEAN GAP) untuk produksi, panen dan
pengolahan pasca panen buah dan sayuran segar.
Selain itu telah disepakati Standar ASEAN untuk
mangga, nanas, durian, pepaya, jeruk pumelo,
rambutan, jeruk mandarin, duku, jambu, manggis,
dan semangka. Standar ASEAN terakhir disepakati
pada Pertemuan Menteri Pertanian dan Kehutanan
ASEAN pada Oktober 2009, yaitu standar untuk
kelapa muda, pisang, bawang merah, dan bawang
putih.
Sebagai salah satu upaya dalam mengendalikan
penggunaan pestisida, ASEAN telah memiliki laman
untuk lembaga pengawasan pestisida aseanpest
(http://agrolink.moa.my/doa/aseanpest), sebagai
forum saling bertukar informasi dan database
serta diskusi penanganan masalah-masalah yang
berkaitan dengan pengelolaan dan pemanfaatan
pestisida.

3) Keamanan Pangan (Food Safety)


ASEAN telah sejak lama mengembangkan upaya
bersama dalam menjaga dan meningkatkan
keamanan produk pangan dan pertanian. Selain
untuk melindungi konsumen, upaya bersama
tersebut ditujukan untuk meningkatkan daya saing
produk-produk ASEAN di dunia internasional.
Beberapa kemajuan utama dalam kerja sama
keamanan pangan ASEAN antara lain pengesahan
ASEAN Good Agricultural Practices (ASEAN GAP)
for Fresh Fruit and Vegetables, dan pengembangan

100
laman ASEAN Food Safety Network (ASEAN FSN).
Laman ASEAN FSN disiapkan untuk menyediakan
berbagai informasi terkait keamanan pangan
kepada dunia usaha dan masyarakat umum.
Beberapa isu yang mendapat perhatian ASEAN
FSN seperti Sanitary and Phytosanitary (SPS),
keputusan-keputusan yang diambil oleh badan-
badan penetapan standar internasional (Codex, OIE,
dan IPPC), serta hasil kerja dari berbagai badan di
ASEAN terkait keamanan pangan.
Sejak 1998, ASEAN telah mengembangkan
ASEAN General Guidelines on the Preparation
and Handling of Halal Food. Guna mengefektifkan
pelaksanaan Guidelines tersebut, ASEAN secara
berkala memperbarui daftar zat-zat makanan
halal dan mengupayakan harmonisasi standar
produk makanan halal. Saat ini sedang diusahakan
pengembangan laman mengenai produk makanan
halal di ASEAN.

4) Agricultural Training and Extension


Tingginya kualitas sumber daya manusia
pertanian diyakini sebagai salah satu syarat dalam
meningkatkan produksi pertanian ASEAN. Upaya-
upaya pelatihan bagi petani di ASEAN salah satunya
dilaksanakan melalui program Pengelolaan Hama
secara Terpadu (Integrated Pest Management/
IPM). Lewat pelatihan yang dilaksanakan secara
berkesinambungan, ASEAN telah berhasil me-
ngembangkan modul pelatihan untuk durian,
sayuran kol dan kentang, beras, bawang merah,
jagung, mangga, jeruk pumelo, dan kedelai.
Guna lebih mengintensifkan pelaksanaan program
IPM, ASEAN membentuk ASEAN IPM Knowledge
Network. Jaringan ini telah mempunyai laman yang
memuat berbagai informasi mengenai IPM dan
penyakit-penyakit tanaman lainnya.

101
Sejumlah aktivitas untuk meningkatkan pengetahuan
pekerja dan petani telah pula dilaksanakan, di
antaranya adalah Regional Training on Edible
and Medicinal Mushroom Production Technology
for ASEAN Extension Workers and Farmers
yang dilaksanakan di Vietnam, serta pertukaran
pejabat, pelatih dan petani yang diselenggarakan di
Indonesia.

5) Penelitian dan Pengembangan di bidang


Pertanian
Kerjasama Penelitian dan Pengembangan di bidang
pertanian telah dimulai sejak 2005. Sejumlah
aktivitas telah dilakukan, termasuk pembentukan
ASEAN Agricultural Research and Development
Information System (ASEAN ARDIS), ASEAN
Directory of Agricultural Research and Development
Centres in ASEAN, dan Guidelines for the Use of the
Digital Information System.

6) Skema Promosi Produk Pertanian dan


Kehutanan
Untuk mendukung promosi produk pertanian dan
kehutanan, ASEAN telah memperpanjang masa
berlaku Memorandum of Understanding (MoU)
on ASEAN Cooperation in Agriculture and Forest
Products Promotion Schemes dari periode 2004-
2009 menjadi 2009-2014. MoU ini dinilai tetap
relevan sebagai basis kerja sama dalam promosi
bersama produk pertanian dan kehutanan ASEAN,
menggalang posisi bersama ASEAN terkait isu
pertanian dan kehutanan di fora regional dan
internasional, serta menjalin kemitraan yang lebih
erat antar berbagai pemilik kepentingan.
Dari berbagai produk pertanian dan kehutanan yang
dicakup dalam MoU tersebut, Indonesia menjadi
lead country untuk lada, teh, ikan tuna, dan produk
hutan.

102
7) Bioteknologi
ASEAN menyadari pentingnya bioteknologi
pertanian sebagai cara untuk meningkatkan
produktivitas pangan secara berkelanjutan. Namun
demikian, disadari masih terdapat kekhawatiran
publik terhadap penggunaan makanan hasil
modifikasi genetik (Genetically Modified Food /
GMF). Mempertimbangkan hal ini pada 1999 ASEAN
menyepakati Guidelines on the Risk Assessment of
Agriculture-related Genetically Modified Organisms
(GMOs).
Panduan ini menyediakan pendekatan dan
pemahaman bersama bagi negara-negara ASEAN
saat melakukan evaluasi ilmiah terhadap peluncuran
GMOs di bidang pertanian. Panduan ini memuat
prosedur notifikasi, persetujuan, dan registrasi
GMOs di bidang pertanian.
ASEAN juga telah mengembangkan Program
Kesadaran Publik terhadap GMOs. Dalam program
ini, Frequently Asked Questions (FAQs) mengenai
GMOs dari seluruh negara ASEAN akan dikumpulkan
dan diterbitkan untuk informasi publik.

b. Kerjasama Peternakan
Kerjasama ASEAN di bidang peternakan telah
berkembang pesat, meliputi antara lain penanganan
penyakit hewan, standar vaksin dan sistem registrasinya,
akreditasi lembaga pengetes vaksin, dan sistem
akreditasi peternakan. Dalam upaya mengatur produksi
dan pemanfaatan vaksin hewan, ASEAN telah menyetujui
untuk memperbaiki mekanisme yang ada serta prosedur
registrasi vaksin hewan yang diproduksi di dalam dan di
luar negara ASEAN.
Untuk tujuan ini, sebuah mekanisme tunggal akan dipakai.
Pada 2007 telah disepakati ASEAN Standard for Live
Infectious Bronchitis Vaccine dan Inactivated Infectious
Bronchitis Vaccine. Para Menteri Pertanian ASEAN juga

103
telah mengakreditasi ulang National Veterinary Drug
Assay Laboratory (NVDAL), Gunung Sindur, Indonesia
sebagai laboratorium pengetesan vaksin untuk sembilan
vaksin hewan selama periode tiga tahun.
Munculnya Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) di
beberapa Negara Anggota ASEAN sejak Desember 2003
memiliki dampak yang cukup besar terhadap perekonomian
kawasan. Salah satu kekhawatiran bersumber pada
kemampuan virus tersebut untuk menyebar dari unggas
ke manusia. Untuk menanganinya, dibentuk Regional
Framework for Control and Eradication of HPAI. ASEAN
telah menyelesaikan implementasi delapan komponen
dalam kerangka regional tersebut, bekerjasama dengan
organisasi internasional/mitra wicara. Guna lebih
mengintensifkan upaya pencegahan dan penanganan
HPAI, ASEAN telah menyetujui ASEAN Regional Strategy
for the Progressive Control and Eradication of HPAI 2008-
2010.
Beberapa kesepakatan utama ASEAN lainnya di bidang
peternakan antara lain Agreement for Establishment
of the ASEAN Animal Health Trust Fund (AHTF) untuk
mendukung aktivitas ASEAN mengendalikan dan
memberantas penyakit hewan di kawasan, Regularization
of Production and Utilization of Animal Vaccines, Promotion
of International Trade in Livestock and Livestock Products,
dan Strengthening Animal Diseases Control Programme.
Kesepakatan terakhir yang dicapai pada Pertemuan
Menteri Pertanian dan Kehutanan ASEAN, Oktober 2009,
adalah Accreditation of the Veterinary Biologics Assay
Division (VBAD), Pakchong, Thailand, dan ASEAN Criteria
for Accreditation of Milk Processing Establishment.

c. Kerja sama Perikanan


Pada Oktober 2008, ASEAN Fisheries Consultative
Forum (AFCF) dibentuk menggantikan ASEAN Regional
Fisheries Management Mechanism (ARFMM) dan
didukung dengan pembentukan ASEAN Fisheries
Consultative Forum Body (AFCFB) dibawah kerangka

104
ASEAN Working Group on Fisheries (ASWGFi). Upaya
meningkatkan kerjasama ASEAN dilakukan melalui
beberapa mekanisme kerjasama lainnya seperti
Pengembangan Budidaya Ikan (Development of
Aquaculture), ASEAN Network of Fisheries Postharvest
Technology (FPHT), dan Harmonisation of Fisheries
Sanitary and Phytosanitary Measures.
Sebelumnya pada tahun 1967 Jepang dan negara-
negara Asia Tenggara telah membentuk Southeast Asia
Fisheries Development Center (SEAFDEC) dengan
tujuannya mendorong pengembangan sektor perikanan
secara berkelanjutan. Beberapa kegiatan yang telah
dilaksanakan SEAFDEC antara lain ASEAN-SEAFDEC
Collaboration on Sustainable Fisheries Management in
the Southeast Asia Region, HACCP Training Programmes,
dan Regional Code of Conduct on Post-Harvest Practices
and Trade.
ASEAN juga menjalin kerja sama dengan SEAFDEC, di
bawah payung ASEAN-SEAFDEC Strategic Partnership
(ASSP), yang menghasilkan beberapa kegiatan seperti
ASEAN-SEAFDEC Conference on Sustainable Fisheries
for Food Security Towards 2020, dan ASEAN-SEAFDEC
Cooperation in the Implementation of ASEAN Integrated
Food Security Framework.
Guna mendukung budidaya perikanan secara
berkelanjutan, ASEAN telah mengembangkan Manual on
Good Shrimp Farm Management Practices, Harmonization
of Hatchery Production on Penaeus Monodon (tiger
prawn) in ASEAN, dan Manual on Practical Guidelines
for the Development of High-health Penaeus Monodon
Broodstoc. Ke tiga manual tersebut telah diterjemahkan ke
dalam bahasa nasional masing-masing negara ASEAN.

d. Kerja sama Kehutanan


Dalam AEC Blueprint, kerja sama kehutanan diarahkan
terutama untuk mendorong perdagangan produk hutan di
dalam dan di luar kawasan ASEAN, meningkatkan daya

105
saing produk hutan ASEAN, menggalang posisi bersama
ASEAN terkait masalah kehutanan serta mengintensifkan
alih teknologi sektor kehutanan.
ASEAN sebelumnya telah mengembangkan Regional
Framework on a Pan ASEAN Timber Certification guna
memastikan agar sertifikasi produk kayu ASEAN diterima
di pasar internasional. ASEAN telah menyepakati dokumen
panduan bersama untuk Phased Approach to Certification
(PACt), yang berisi petunjuk bertahap bagi negara-
negara ASEAN dalam mencapai Manajemen Hutan yang
Berkelanjutan (Sustainable Forest Management). Salah
satu unsur PACt adalah standar bersama keabsahan
kayu tebangan, yang telah disahkan pada 2009.
Beberapa dokumen kerja sama kehutanan ASEAN yang
telah disepakati antara lain :
1) ASEAN Criteria and Indicators for Sustainable
Management of Tropical Forests;
2) Monitoring, Asssesment and Reporting Format for
Sustainable Forest Management in ASEAN;
3) ASEAN Guidelines for the Implementation of IPF/IFF
proposals for Action;
4) ASEAN Criteria and Indicators for Legality of Timber;
dan
5) ASEAN Guideline on Phased Approach to Forest
Certification.

Kerja sama ASEAN dalam mencegah illegal logging


telah diperjuangkan oleh Indonesia selama bertahun-
tahun. Walaupun negara-negara tertentu sempat
menolak, ASEAN pada akhirnya menyepakati Ministerial
Statement on Strengthening Forest Law Enforcement
and Governance (FLEG) in ASEAN yang menyerukan
kerja sama ASEAN untuk memberantas illegal logging
and its associated trade. FLEG tersebut telah didukung
oleh pengesahan Work Plan for Strengthening FLEG in
ASEAN 2008 2015.

106
Di bawah program ASEAN-German Regional Forest
Program, ASEAN Forestry Clearing House Mechanism
(CHM) telah dibentuk untuk memberikan informasi
mengenai isu-isu sektor kehutanan yang menjadi
kepentingan bersama.
ASEAN juga menjalin kerja sama dalam menginventarisir
tanaman-tanaman obat di kawasan ASEAN. Hasil utama
kerja sama ini adalah penyelesaian volume pertama
Database on ASEAN Herbal and Medicinal Plants, yang
mendaftar 64 species tanaman. Saat ini ASEAN tengah
menyelesaikan volume kedua Database tersebut yang
diharapkan berisi 50 species.
ASEAN juga berkomitmen untuk bekerjasama secara
lebih proaktif dan intensif dalam melaksanakan
Convention on International Trade in Endangered
Species of Wild Fauna and Flora (CITES). Komitmen ini
antara lain tertuang dalam ASEAN Statement on CITES
yang disepakati pada 2004, dan pengesahan ASEAN
Regional Action Plan on Trade in Wild Fauna and Flora
2005-2010.

6. Pertemuan Para Menteri Energi ASEAN (ASEAN Ministers


on Energy Meeting/AMEM)

Kerjasama ASEAN di bidang energi ditandai dengan


dibentuknya ASEAN Economic Ministers Meeting on Energy
Cooperation (AEMMEC) dan Senior Officials Meeting on Energy
Cooperation (SOMEC). Pertemuan yang pertama diselenggarakan
di Bali, Indonesia, pada 29-30 September 1980.

Pada sidang AEMMEC ke-13 di Denpasar, 26 Oktober 1995,


disepakati untuk mengubah AEMMEC menjadi ASEAN Ministers on
Energy Meeting (AMEM) dan Senior Officials Meeting on Energy
(SOME). Pertemuan dilaksanakan satu kali setiap tahun. Koordinasi
berbagai implementasi kerja sama dilakukan dengan instansi terkait
yaitu Kementerian Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
(KESDM).

107
Tujuan kerjasama ASEAN di bidang energi di antaranya adalah:
a. Mengembangkan diversifikasi energi dan energi terbarukan;
b. Mengurangi ketergantungan kawasan terhadap minyak bumi
dan meningkatkan efisiensi energi; dan
c. Mengembangkan program bersama dalam menjaga ketahanan
energi di kawasan; menciptakan kebijakan energi regional yang
responsif yang secara bertahap akan mendorong reformasi
pasar; menciptakan program energi yang mendukung upaya
penjagaan lingkungan hidup, serta pelibatan sektor swasta
dalam upaya mengamankan cadangan energi regional.

Sejalan dengan AEC Blueprint, kerja sama energi ASEAN


diupayakan untuk menciptakan kawasan ekonomi yang berdaya
saing tinggi dengan mempercepat pengembangan infrastruktur.
Kerjasama tersebut diwujudkan ke dalam proyek pembangunan
ASEAN Power Grid (APG) dan Trans-ASEAN Gas Pipeline
(TAGP).

Beberapa capaian utama dalam kerja sama ASEAN di bidang energi


di antaranya adalah:
a. Pendirian ASEAN Centre for Energy (ACE) di Jakarta pada 1
Januari 1999;
b. Pengesahan New ASEAN Petroleum Security Agreement
(APSA) dan Annex on Coordinated Emergency Response
Measures (CERM) pada 1 Maret 2009; dan
c. Pengesahan ASEAN Plan of Action for Energy Cooperation
(APAEC) 2010-2015.

Kerja sama energi ASEAN ditujukan untuk menjamin


tersedianya energi dalam menghadapi ketidakstabilan harga minyak
dunia melalui diversifikasi sumber energi dengan pengembangan
energi terbarukan, seperti bio-fuels, dan mendorong perdagangan
terbuka serta investasi untuk mempercepat pembangunan di bidang
infrastruktur, seperti proyek pembangunan ASEAN Power Grid
(APG) dan Trans-ASEAN Gas Pipeline (TAGP).

Kerjasama energi yang merupakan implementasi ASEAN Plan


of Action for Energy Cooperation (APAEC) 2004-2009 diantaranya

108
adalah pembentukan ASCOPE Gas Centre, ASEAN Power Grid
Consultative Council, kerjasama batubara dengan mitra wicara, 19
proyek Energy Efficiency and Conservation (EE & C) dan 48 proyek
energi terbarukan, pelatihan bagi ASEAN engineers and technicians,
kompetisi tahunan di sektor EE&C dan renewable energy (RE), dan
pembentukan Regional Energy Policy and Planning Sub-sector
Network.

Di samping itu, sebagai kelanjutan dari rencana aksi tersebut


ASEAN telah menyepakati ASEAN Plan of Action for Energy
Cooperation (APAEC) 2010-2015 yang merupakan panduan
kerjasama ASEAN di sektor energi. Bidang-bidang kerjasama yang
tercakup dalam APAEC adalah ASEAN Power Grid, Trans-ASEAN
Gas Pipeline, Coal and Clean Technology, Renewable Energy,
Energy Efficiency and Conservation, Regional Energy Policy and
Planning, serta Civilian Nuclear Energy.

Dasar hukum yang menjadi rujukan kerjasama di bidang


energi, yaitu MoU on Trans ASEAN Gas Pipeline (MoU on TAGP),
MOU on ASEAN Power Grid (MoU on APG) dan New ASEAN
Petroleum Security Agreement (New APSA) dan Annex on
Coordinated emergency Response Measures (CERM). Perjanjian
APSA baru tersebut menegaskan kembali komitmen negara anggota
ASEAN dalam mengurangi ketergantungan pada minyak bumi dan
meningkatkan efisiensi penggunaan energi melalui diversifikasi
serta pengembangan dan konservasi sumber energi.

1) Kerjasama di bidang Energi dengan Mitra ASEAN


Kerjasama Energi dengan ASEAN-Rusia dilaksanakan melalui
dialog reguler di tingkat pejabat teknis yang melibatkan sektor
swasta. Kerjasama ASEAN-EU dilaksanakan dalam bentuk
penyelenggaraan seminar mengenai EE & C in Building and
Power Production, seminar tentang kajian kebijakan di sektor
bio-fuels, dan seminar mengenai keamanan energi dan
kerangka regulasi investasi terkait interconnection. Konsultasi
merupakan sarana kerjasama di bidang energi antara ASEAN-
AS, melalui pertemuan antara US Secreatry of Energy dengan
Menteri-Menteri Energi ASEAN dalam rangka meningkatkan
kerjasama energy security dan clean energy.

109
2) Kerja sama ASEAN Plus Three di bidang energi

Kerjasama keamanan energi ASEAN+3 muncul sebagai


akibat semakin meningkatnya kebutuhan energi baik di tingkat
regional maupun tingkat dunia. Pertemuan pertama ASEAN
Ministers on Energy Meeting (AMEM) + 3 berlangsung
pada tanggal 9 Juni 2004 di Manila, Filipina dan mensahkan
program kegiatan Energy Security Forum, Natural Gas Forum,
Oil Market Forum, Oil Stockpiling Forum dan Renewable
Energy Forum dan upaya bersama untuk mengatasi isu-isu
di pasaran minyak regional termasuk Asian Premium. Selain
itu, disetujui untuk mendorong penetapan harga spot minyak
berorientasi pasar dan diimplementasikan di bursa berjangka
untuk produk minyak mentah (crude oil) dan produk-produk
bahan bakar lainnya.

Pada pertemuan ke-5 AMEM + 3 di Bangkok, 2007, telah


disepakati kerjasama energi ASEAN + 3, yaitu energy security,
oil market, oil stockpiling, natural gas serta New Renewable
Energy (NRE) dan Energy Efficiency and Conservation (EE&C).
Sidang juga sepakat untuk memperluas kerjasama regional
dengan memasukkan kerjasama civilian nuclear energy. Dalam
kaitan ini juga telah disepakati Work Plan untuk Oil Stockpiling
Roadmap yang akan didasarkan kepada 4 (empat) prinsip,
yaitu voluntary dan tidak mengikat, saling menguntungkan,
saling menghormati, pendekatan tahap demi tahap dengan
perspektif jangka panjang.

Terkait dengan rencana perluasan kerjasama energi ASEAN+3,


khususnya dalam energi nuklir, para Menteri pada pertemuan
ke-6 AMEM+3 di Mandalay, Myanmmar pada Juli 2009 sepakat
melaksanakan inisiatif Korea Selatan untuk mengembangkan
kerjasama civilian nuclear energy capacity buliding program
yang sesuai dengan ASEAN+3 Cooperation Work Plan (2007-
2017).

3) Kerjasama East Asia Summit (EAS) di bidang energi

Pada Pertemuan Tingkat Menteri Energi ke-3 di Mandalay,


Myanmmar, tanggal 29 Juli 2009, para Menteri Energi ASEAN

110
membahas dampak krisis finansial dan ekonomi global serta
ketidakstabilan harga energi di kawasan Asia Timur. Negara-
negara EAS menggarisbawahi komitmennya ntuk mempererat
berbagai upaya kerjsama untuk meningkatkan energi,
penggunaan energi yang lebih bersih, termasuk sumber energi
alternatif dan terbarukan seperti bio-fuels, serta meningkatkan
integrasi pasar energi di kawasan. Hal ini tercermin dalam
berbagai kerjasama EAS Energy Cooperation Task Force
(ECTF) di bawah tiga kerangka kerja, yaitu Energy Efficiency
and Conservation, Bio-fuels for Transport and Other Purposes,
dan Energy Market Integration.

Dalam rangka mendukung pengambilan kebijakan, Economic


Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) telah
membuat serangkaian studi tentang East Energy Outlook yang
berisi tujuan efisiensi energi masing-masing negara. Guna
mendukung penyebaran informasi Asia Energy Efficiency and
Conservation Collaboration Center (AEEC) telah membuat
database mengenai kebijakan dan tindakan pengembangan
efisiensi energi. Selain itu Asia Biomass Energy Cooperation
Promoting Office juga tengah membuat database kegiatan
Research and Development.

7. Pertemuan Para Menteri Mineral ASEAN (ASEAN Ministerial


Meeting on Minerals /AMMIN)

Pertemuan Menteri Mineral ASEAN (ASEAN Ministerial


Meeting on Minerals/AMMin) pertama kali diselenggarakan di
Kuching, Malaysia, pada 4 Agustus 2005, merupakan lembaga yang
mewadahi kerja sama di bidang mineral. Jadwal pertemuan tingkat
menteri dilaksanakan minimal sekali dalam tiga tahun. Kerjasama
ini didukung oleh pertemuan tingkat pejabat senior dalam ASEAN
Senior Officials Meeting on Minerals (ASOMM) yang lebih intensif
bertemu.

Maksud dan tujuan pembentukan ASOMM adalah sebagai


wadah untuk membahas isu-isu bidang mineral di negara anggota
ASEAN yang meliputi semua aspek teknis dan kebijakan serta
pengaturan bidang sumber daya mineral termasuk aspek geologi

111
dan pertambangan yang dimulai dari survey umum, eksplorasi,
eksploitasi, pengolahan, transportasi termasuk pengembangan
sumber daya manusia/tenaga kerja, lingkungan, perdagangan dan
investasi. Koordinasi perencanaan dan implementasi kerjasama
dilakukan dengan instansi terkait yaitu Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral (KESDM).

Sejalan dengan AEC Blueprint, tujuan kerjasama ASEAN di


bidang mineral adalah meningkatkan perdagangan dan investasi
serta kerjasama dan kapasitas sektor geologi dan mineral untuk
pembangungan sektor mineral yang berkelanjutan di kawasan
ASEAN. Sama halnya dengan kerja sama energi, kerjasama di
bidang mineral diarahkan untuk menciptakan kawasan ekonomi
yang berdaya saing tinggi.

Tujuan tersebut diharapkan tercapai melalui beberapa tindakan


yaitu:
a. Memfasilitasi dan meningkatkan perdagangan dan investasi di
sektor mineral;
b. Meningkatkan pengembangan kelembagaan dan kapasitas
sumber daya manusia di sektor geologi dan mineral ASEAN;
c. Mendorong pembangunan sektor mineral yang berkelanjutan
dan ramah lingkungan; dan
d. Mendorong keterlibatan sektor swasta dalam pembangunan
sektor mineral.

Beberapa capaian utama dalam kerja sama ASEAN di bidang


mineral di antaranya adalah:
a. Manila Declaration on Intensifying ASEAN Minerals
Cooperation, Manila, 16 Oktober 2008;
b. ASEAN Minerals Cooperation Scorecard 2009-2011, 16
Oktober 2008, Manila;
c. Ministerial Understanding on ASEAN Cooperation in Minerals,
Kuching, 4 Agustus 2005; dan
d. ASEAN Minerals Cooperation Action Plan 2005-2010.
(AMCAP), Kuching, 4 Agustus 2005.

112
Untuk mendanai berbagai program, proyek, dan kegiatan di
bidang kerjasama mineral, ASEAN berencana membentuk ASEAN
Mineral Trust Fund yang Terms of Reference (TOR)nya telah
disahkan pada 2nd AMMin di Manila tanggal 16 Oktober 2008.

Dalam kerjasama dengan negara Plus Three, ASEAN telah


menyepakati Terms of Reference (TOR) ASEAN Plus Three
Consultation yang menjadi panduan bersama untuk meningkatkan
kerjasama ASEAN Plus Three dalam pengembangan sektor mineral.
Beberapa proyek yang telah diselenggarakan adalah ASEAN
Workshop on Corporate Social Responsibility in Mining Industry
pada 22 Juli 2008 di Bali, Indonesia; Seminar on Mineral Resources
Assessment and Management for Administration Department
Officials for ASEAN Countries pada 7-26 Mei 2008 di Beijing, China;
dan Minerals/Metals Recovery and Recycling Training Programme
pada 14 Januari 1 Februari 2008 di Tokyo, Jepang.

8. Pertemuan Para Menteri Ilmu Pengetahuan dan Teknologi


ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting on Science and
Technology/AMMST)

Pertemuan Menteri Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ASEAN


(ASEAN Ministerial Meeting on Science and Technology atau
AMMST) pertama kali diselenggarakan di Pattaya, Thailand, pada
27-28 Oktober 1980, merupakan lembaga yang mewadahi kerja
sama di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Pertemuan AMMST
didukung oleh pertemuan tingkat pejabat senior dalam Committee
on Science and Technology (COST). Dalam penyusunan Piagam
ASEAN, AMMST dan COST berada di bawah ASEAN Economic
Community (AEC) namun komponen science and technology
berada di bawah ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC).

9. Pertemuan Para Menteri Telekomunikasi dan Informasi


ASEAN (ASEAN Telecommunications and IT Ministers
Meeting/TELMIN)

ASEAN TELMIN pertama kali diselenggarakan di Kuala Lumpur


pada 13 14 Juli 2001, dan diadakan secara rutin 1 (satu) kali dalam
setahun. Pada tingkat Senior Official, perundingan kerja sama

113
telekomunikasi dan teknologi informasi ASEAN dilaksanakan oleh
ASEAN Telecommunications Senior Officials Meeting (TELSOM).

Tanggung jawab TELMIN mencakup perumusan kebijakan


dan teknologi program kerja e-ASEAN, sementara TELSOM
bertanggung jawab untuk mengembangkan, memperkuat serta
meningkatkan daya saing di bidang information and communication
technology (ICT); mengurangi kesenjangan digital di antara negara
anggota ASEAN; meningkatkan kerja sama antara sektor publik dan
swasta; serta mengembangkan infrastruktur informasi ASEAN.

Beberapa tonggak kerjasama telekomunikasi dan ICT ASEAN


antara lain:
a. Disepakatinya Siem Reap Ministerial Declaration on Enhancing
Universal Access on ICT Services in ASEAN pada sidang
ASEAN TELSOM/TELMIN ke-7 tahun 2007 di Siem Reap,
Kamboja;
b. Disepakatinya Vientiane Declaration on Promoting the
Realization of Broadband across ASEAN, pada 10th ASEAN
Telecommunications & Information Technology Senior Officials
Meeting (TELSOM-10) dan 9th ASEAN Telecommunications
& Informations Technology Ministers Meeting (TELMIN-9)
Oktober 2009 di Vientiane, Laos; dan
c. Disepakatinya ide untuk mengembangkan ASEAN ICT
Master Plan 2015 dengan visi Towards an Empowering
and Transformational ICT: Creating an Inclusive, Vibrant and
Integrated ASEAN pada 9th ASEAN Telecommunications
& Informations Technology Ministers Meeting (TELMIN-9)
Oktober 2009 di Vientiane, Laos.

Koordinasi dalam kerja sama ini dilakukan dengan Kementerian


Komunikasi dan Informatika, serta para pemilik kepentingan di bidang
telekomunikasi dan informasi seperti penyedia jasa komunikasi
dan informasi, perusahaan penyiaran, badan regulator penyiaran
dan ICT, serta sektor swasta lainnya di bidang telekomunikasi dan
informasi.
ASEAN menyadari pentingnya Teknologi Informasi dan
Komunikasi bagi seluruh lapisan masyarakat. Terkait hal ini telah
disepakati upaya sinergis untuk membangun infrastruktur komunikasi

114
melalui Siem Reap Ministerial Declaration on Enhancing Universal
Access on ICT Services in ASEAN yang disepakati dalam pertemuan
ASEAN Telecommunications & Information Technology Senior
Officials (TELSOM)/ ASEAN Telecommunications & Informations
Technology Ministers Meeting (TELMIN) ke-7 tahun 2007 di Siem
Reap, Kamboja.

9th ASEAN TELSOM dan 8th TELMIN dengan tema High


Speed Connection to Bridge ASEAN Digital Divide di Bali, pada
tanggal 25-29 Agustus 2008 telah membahas dan mengesahkan
indikator dan target dalam ICT Scorecard yang diperlukan untuk
mencapai proses integrasi dan pengembangan sektor ICT ASEAN
tahun 2008-2010.

Pada ASEAN TELSOM-10 dan ASEAN TELMIN-9 bulan


Oktober 2009, telah disepakati Vientiane Declaration on Promoting
the Realization of Broadband across ASEAN, serta ide untuk
mengembangkan ASEAN ICT Master Plan 2015 dengan visi
Towards an Empowering and Transformational ICT: Creating an
Inclusive, Vibrant and Integrated ASEAN.

10. Pertemuan Para Menteri Transportasi ASEAN (ASEAN


Transport Ministers Meeting/ATM)

Pertemuan Menteri Perhubungan ASEAN (ASEAN Transport


Ministers Meeting/ATM) pertama kali diselenggarakan di Bali pada
17 19 Maret 1996 dan rutin diadakan setiap tahun, merupakan
lembaga yang mewadahi kerja sama di bidang perhubungan. Untuk
tingkat Senior Official dilaksanakan oleh Senior Transport Officials
Meeting (STOM) yang bertemu 2 (dua) kali dalam setahun.

ATM bertanggung jawab untuk mewujudkan dan


mengembangkan harmonisasi dan integrasi sistem transportasi
guna menciptakan jaringan infrastruktur transportasi yang aman,
efisien dan inovatif; meningkatkan kerjasama sektor transportasi
di antara negara anggota ASEAN; menciptakan mekanisme
untuk koordinasi dan mengawasi proyek kerjasama dan kegiatan
di sektor transportasi; meningkatkan saling keterhubungan dan
kesesuaian operasionalisasi jaringan nasional dan akses dengan
mempertimbangkan perlunya untuk menghubungkan pulau-pulau,

115
daerah yang tidak berbatasan dengan laut dan daerah pinggiran
dengan ekonomi nasional dan global.

Capaian penting dalam kerjasama transportasi ASEAN antara


lain:
a. ASEAN Framework Agreement on the Facilitation of Goods in
Transit, tahun 1998;
b. ASEAN Memorandum of Understanding on Air Freight Services
di Jakarta bulan September 2002;
c. ASEAN Transport Roadmap for the Land Transport
Infrastructure Integration and Transport Facilitation of Goods,
tahun 2002;
d. Roadmap for Integration of Air Travel Sector (RIATS), November
2004;
e. ASEAN framework Agreement on Multimodal Transport, tahun
2005;
f. Roadmap Towards an Integrated and Competitive Maritime
Transport in ASEAN, Mei 2007;
g. Roadmap for Integration of Logistics Services, Agustus 2007;
h. ASEAN China Maritime Transport Agreement, November
2007; dan
i. ASEAN Multilateral Agreement on Full Liberalization of Air
Freight Services dan ASEAN Multilateral Agreement on Air
Services, tahun 2009.

Pada pertemuan ATM ke-15 dan STOM ke-28, telah


dibahas mengenai ASEAN Multilateral Agreement on the Full
Liberalisation of Passenger Air Services (MAFLPAS) dan ASEAN
China Air Transport Agreement (AC-ATA). Indonesia telah
menyusun Peraturan Menteri Perhubungan mengenai pemilahan
Bandara yang akan melayani penerbangan internasional untuk
mengantisipasi pemberlakuan persetujuan dimaksud.
Koordinasi dalam kerja sama transportasi ASEAN dilakukan
dengan Kementerian Perhubungan serta seluruh pemilik kepentingan
di bidang transportasi seperti maskapai penerbangan, asosiasi
pelayaran, perusahaan logistik, perusahaan pengelola bandara dan
pelabuhan, penyedia jasa angkutan, sektor swasta lainnya di bidang
transportasi.

116
a. Jasa Angkutan Udara (Air Transport Services)
Hingga saat ini, ASEAN telah mencapai kemajuan yang sangat
signifikan dalam upaya liberalisasi di bidang jasa melalui
serangkaian negosiasi ASEAN Framework Agreement on
Services, yang telah berhasil menyelesaikan 7th Package of
AFAS Commitments. Di samping itu juga, telah ditandatangani
ASEAN Multilateral Agreement on the Full Liberalization of Air
Freight Services and the ASEAN Multilateral Agreement on Air
Services pada Pertemuan ke-14 ASEAN Transport Ministers
Meeting, Mei 2009.
Adapun beberapa perjanjian lainnya yang belum ditandatangani
antara lain Multilateral Agreement on the Full Liberalization of
Passenger Air Services (MAFLPAS) beserta protokolnya dan
yang masih dalam tahap negosiasi adalah draft ASEAN-China
Air Transport Agreement (AC-ATA). Sedangkan untuk ASEAN
Single Aviation Market (ASAM) dan ASEAN Air Transport
Integration Project (AATIP) saat ini masih dalam tahap
persiapan untuk negosiasi.
Negosiasi kerjasama perhubungan udara ASEAN diwadahi
oleh sebuah Kelompok Kerja yang disebut dengan Air Transport
Working Group (ATWG) dan Air Transport Sectoral Negotiations
(ATSN). ATWG/ATSN akan melaporkan hasil negosiasi kepada
Senior Transport Official Meeting (STOM) yang kemudian akan
disahkan oleh ASEAN Transport Ministers (ATM).
Saat ini Senior Transport Officials Meeting (STOM) telah
mengadopsi the Guidelines for Liberalisation of the ASEAN
Air Transport Ancillary Services yang mencakup 7 (tujuh) jasa
pendukung baru di sektor perhubungan udara yang akan
dijadikan sebagai sub-sub sektor baru pada perundingan-
perundingan negosiasi dari tahun 2010-2015.

b. ASEAN Single Aviation Market (ASAM)

Pengembangan ASAM merupakan pekerjaan besar dan


memerlukan pembahasan menyeluruh oleh para ahli dari
seluruh Negara Anggota ASEAN. Tujuan akhir ASAM adalah
kesepakatan open-sky policy pada tahun 2015. Sehubungan

117
dengan hal tersebut, negara anggota ASEAN sepakat untuk
mengaktifkan kembali Air Transport Technical Cooperation dan
Air Transport Economic Cooperation Sub-Working Group untuk
mengkaji dan memfinalisasi ASAM. Konsep ToR dari kedua
Sub-Working Group dimaksud disampaikan pada STOM ke-29
di Brunei Daussalam, Juni 2010 .
Protocol to Implement the 6th Package of Air Transport
Services Commitments under ASEAN Framework Agreement
on Services (AFAS), telah ditandatangani pada Pertemuan
ATM ke-15 di Hanoi, Vietnam, Desember 2009. Negosiasi
untuk putaran berikutnya akan dilakukan setiap dua tahun
sekali untuk Paket ke-7 (2010-2011) dan Paket ke-8 (2012-
2013).

c. Kerjasama Maskapai Penerbangan ASEAN


Kerjasama maskapai penerbangan ASEAN diwadahi oleh
sebuah pertemuan rutin yang disebut dengan ASEAN Airlines
Meeting (AAM). Perkembangan terkini dari kerjasama tersebut
yang dibahas pada pertemuan AAM ke-17 di Singapura, Maret
2010 antara lain terkait rencana penerapan Emissions Trading
Scheme (ETS) oleh EU terhitung mulai Januari 2012, surat
resmi Sekretaris Jenderal ASEAN kepada Dubes Inggris untuk
ASEAN mengenai keberatan maskapai penerbangan ASEAN
atas penerapan UK Aviation Tax - Air Passenger Duty (APD),
dan permasalahan airport slots di China (Beijing, Guangzhou,
Kunming, Shenzen, Shanghai dan Xiamen) dan di Jepang
(Narita dan Haneda).

d. Jasa Angkutan Laut (Maritime Transport Services)


Isu umum yang terkait dengan jasa angkutan laut adalah isu
keselamatan dan keamanan bahari. Sehubungan dengan itu,
pada tahun 2007 ASEAN telah mengadakan beberapa proyek
kerjasama untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan
bahari regional. Empat proyek kerjasama International Maritime
Organisation (IMO) - ASEAN Follow Through Projects yang
dipimpin oleh Malaysia, Filipina, Singapura dan Vietnam, telah
berhasil diselesaikan selama tahun 2007.

118
Untuk lebih meningkatkan integrasi jasa perhubungan laut,
Pertemuan ASEAN Maritime Transport Working Group
(MTWG) ke-13 yang diselenggarakan di Bangkok, Thailand
pada Mei 2007 telah menyepakati draft teks Roadmap Towards
an Integrated and Competitive Maritime Transport in ASEAN
yang berisi peta jalan peningkatan kerjasama dan integrasi
subsektor jasa angkutan laut ASEAN untuk menunjang realisasi
komunitas ekonomi ASEAN 2015.

Sidang ke-16 ASEAN Maritime Transport Working Group


(MTWG) di Nha Trang, Vietnam tanggal 9-11 September
telah membahas langkah-langkah lebih lanjut dalam
mengimplementasikan Roadmap Towards an Integrated and
Competitive Maritime Transport. Terkait Roadmap Towards
an Integrated and Competitive Maritime Transport, Indonesia
ditunjuk bertanggung jawab sebagai lead coordinator untuk
measure (langkah kebijakan) no.11 Confirm the Principle of
Open Access to the International Maritime Trade of All ASEAN
Member States dan measure no.12 Develop the Strategies for
an ASEAN Single Shipping Market dari Roadmap dimaksud.

Pada pertemuan ke-18 ASEAN MTWG di Ho Chi Minh City,


Vietnam, Agustus 2009, Filipina selaku koordinator ASEAN
MoU on Cooperation Relating to Marine Casualty Investigation
menyampaikan status final draft kesepakatan tersebut yang
dilaporkan dan disetujui pada pertemuan STOM ke-28 yang
kemudian ditandatangani pada saat Sidang ATM ke-15 di Ha
Noi pada bulan Desember 2009.

Pada Pertemuan ke-2 Implementation Meeting on the ASEAN


China Maritime Transport AgreementI, 14 Agustus 2009 di Ho
Chi Minh City Vietnam, disampaikan bahwa draft MoU ASEAN
China on Maritime Consultation Mechanism akan dibahas
pada Pertemuan ke-5 ASEAN-China Maritime Consultation
Mechanism, 21-23 Oktober 2009 di Beijing China.

Selanjutnya pertemuan ke-5 ASEAN-China Maritime


Consultation Mechanism, 21-23 Oktober 2009 tersebut belum
menghasilkan kesepakatan mengenai isi draft persetujuan MoU
dimaksud, dan perlu melakukan konsultasi domestik terlebih

119
dahulu, terutama bagi Indonesia mengingat isu maritim yang
dirasakan cukup sensitif.

11. Pertemuan Para Menteri Pariwisata ASEAN (ASEAN


Tourism Ministers Meeting/M-ATM)

Pertemuan Para Menteri Pariwisata ASEAN (ASEAN


Tourism Ministers Meeting/M-ATM) yang diadakan di sela-sela
rangkaian ASEAN Tourism Forum (ATF) diselenggarakan satu
tahun sekali, merupakan lembaga yang mewadahi kerja sama di
bidang pariwisata. ASEAN National Tourism Organisations (NTOs)
merupakan pertemuan para senior officials pariwisata yang biasanya
diadakan dalam rangkaian ATF. Pertemuan pertama Para Menteri
Pariwisata ASEAN diselenggarakan di Cebu, Filipina, pada bulan
Januari 1998.

Beberapa capaian utama kerja sama pariwisata adalah


ditandatanganinya Mutual Recognition Arrangement (MRA)
di bidang profesi pariwisata pada 2009. Selain itu, juga telah
disepakati Initiative of the ASEAN National Tourism Organisations
yang ditujukan untuk memformulasikan ASEAN Tourism Strategic
Plan (ATSP) yang merupakan sebuah rencana strategis pariwisata
ASEAN 2011-2015 sebagai lanjutan dari Roadmap for integration of
Tourism Sector (RITS). ASEAN Tourism Strategic Plan (ATSP) 2011-
2015 diharapkan dapat selesai sebelum pelaksanaan Pertemuan
ke-14 Menteri Pariwisata ASEAN (M-ATM) pada bulan Januari 2011
di Kamboja.

Koordinasi untuk kerja sama pariwisata ASEAN adalah dengan


Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata serta berbagai pemilik
kepentingan di bidang pariwisata seperti asosiasi perhotelan,
asosiasi profesional pariwisata, biro perjalanan, dan sektor swasta
lainnya di bidang pariwisata.

12. Kerja sama Pembangunan Mekong Basin ASEAN (ASEAN


Mekong Basin Development Cooperation/AMBDC)

Basic Framework of ASEAN-Mekong Basin Development


Cooperation disepakati pada 17 Juni 1996, dengan tujuan antara

120
lain untuk mendorong pembangunan daerah Mekong yang ekonomis
dan berkelanjutan, mendorong proses dialog dan identifikasi proyek
umum yang bisa menghasilkan kemitraan ekonomi dan saling
menguntungkan, serta menguatkan interkoneksi dan hubungan
ekonomi antara negara-negara anggota ASEAN dengan negara-
negara di kawasan Mekong.

Pertemuan ke-11 Menteri AMBDC pada 16 Agustus 2009


mencapai kesepahaman bahwa AMBDC dapat menjadi salah satu
mekanisme dalam menjembatani kesenjangan pembangunan di
ASEAN. Para menteri secara prinsip kemudian menyepakati tiga
sektor pembangunan yang akan diprioritaskan, sejalan dengan
ASEAN Economic Community Blueprint, yaitu perdagangan dan
investasi, sumber daya manusia, dan infrastruktur transportasi.

13. Dewan Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic


Community Council/AEC Council)

Dewan Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic


Community Council) mengadakan pertemuan pertama pada 27
Februari 2009 di Cha-am, Thailand. Pertemuan Dewan Komunitas
Ekonomi ASEAN diadakan sekurang-kurangnya dua kali setahun
dan diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan
diwakili oleh Menteri Perdagangan sebagai alternate. Dewan
Komunitas Ekonomi ASEAN didukung oleh para pejabat-pejabat
tinggi di bidang ekonomi.

Dalam rangka mewujudkan tujuan-tujuan dari Komunitas


Ekonomi ASEAN, Dewan Komunitas Ekonomi ASEAN bertugas
untuk:
a. Menjamin pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi
Tingkat Tinggi ASEAN di bidang ekonomi;
b. Mengoordinasikan kerja dari berbagai sektor yang berada
di lingkup kerja sama ekonomi, dan isu-isu lintas Dewan
Komunitas lainnya; dan
c. Menyerahkan laporan-laporan dan rekomendasi-rekomendasi
kepada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN mengenai hal-hal
terkait dengan perkembangan ekonomi.

121
Dalam rangka mewujudkan tujuan-tujuan dari Komunitas Ekonomi ASEAN, Dewan
Komunitas Ekonomi ASEAN bertugas untuk:
a. Menjamin pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN di bidang
ekonomi;
b. Mengoordinasikan kerja dari berbagai sektor yang berada di lingkup kerja sama ekonomi,
dan isu-isu lintas Dewan Komunitas lainnya; dan
c. Menyerahkan laporan-laporan dan rekomendasi-rekomendasi kepada Konferensi Tingkat
Tinggi
C. ASEAN mengenai hal-hal
Komunitas Sosial terkait
dandengan perkembangan ekonomi.
Budaya

Pilar
C. Komunitas ketiga
Sosial dalam
dan Budaya Komunitas ASEAN adalah Pilar Komunitas
Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community/ASCC).
Pilar ketiga dalam Komunitas ASEAN adalah Pilar Komunitas Sosial Budaya ASEAN
Pilar ini kemudian dijabarkan dalam bentuk tindakan-tindakan yang
(ASEAN Socio-Cultural Community/ASCC). Pilar ini kemudian dijabarkan dalam bentuk
tertuang yang
tindakan-tindakan dalam Cetak
tertuang Biru
dalam Komunitas
Cetak Sosial
Biru Komunitas Budaya
Sosial Budaya ASEAN.
ASEAN.

Kerja sama
Kerjadi bidang
samasosial-budaya
di bidang
menjadi salah satu titik tolak utama untuk
sosial-budaya
meningkatkan integrasi menjadi salah
ASEAN melalui
satu titik
terciptanya a tolak
caring utama untuk
and sharing
community, yaitu sebuah masyarakat
meningkatkan integrasi
ASEAN yang saling peduli dan berbagi.
ASEAN
Kerja sama sosialmelalui terciptanya
budaya mencakup kerja
sama di abidang
caring and perempuan,
kepemudaan, sharing
perlindungan anak, kepegawaian,
community,
penerangan, yaitupendidikan,
kebudayaan, sebuah
ilmu masyarakat
pengetahuan ASEAN dan yang
teknologi,
lingkungan
saling hidup,
peduli danpenanggulangan
berbagi.
bencana alam, kesehatan, pembangunan
sosial, Kerja sama sosialkemiskinan,
pengentasan budaya
mencakup
ketenagakerjaan, kerja ASEAN.
dan Yayasan sama
di bidang
Komunitas Sosialkepemudaan,
Budaya ASEAN
perempuan, perlindungan
merupakan pilar yang saling terkait dan Penganugerahan Duta Muda ASEAN oleh Djauhari
saling anak, kepegawaian,
melengkapi dalam pene- Oratmangun,
kerangka Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN.
rangan, kebudayaan, Sumber: www.deplu.go.id

pendidikan, ilmu 71

pengetahuan dan teknologi, lingkungan hidup, penanggulangan


bencana alam, kesehatan, pembangunan sosial, pengentasan
kemiskinan, ketenagakerjaan, dan Yayasan ASEAN.

Komunitas Sosial Budaya ASEAN merupakan pilar yang


saling terkait dan saling melengkapi dalam kerangka pembentukan
komunitas ASEAN tahun 2015. Bersama-sama dengan Pilar
Komunitas Politik dan Keamanan ASEAN (ASEAN Political and
Security Community) dan Pilar Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN
Economic Community), Pilar Sosial Budaya ASEAN dibentuk dengan
tujuan untuk mempercepat proses pengintegrasian di ASEAN dalam
rangka mendukung upaya mewujudkan perdamaian di kawasan,
meningkatkan kesejahteraan serta memperkokoh persaudaraan di
kalangan masyarakat ASEAN.

Komunitas Sosial Budaya ASEAN bersifat terbuka dan


bergerak berdasarkan pendekatan kemasyarakatan (People-

122
Centered approach): dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk
masyarakat. Komunitas sosial budaya ASEAN mencakup kerja sama
yang sangat luas dan multi-sektor serta peningkatan kesadaran
masyarakat tentang keberadaan ASEAN (ASEAN Awareness).

Sebagai satu komunitas sosial budaya, masyarakat ASEAN


akan bersama-sama mengatasi berbagai tantangan pertumbuhan
penduduk dan kemiskinan, ketenagakerjaan dan kesejahteraan
masyarakat. Negara-negara ASEAN perlu meningkatkan kerja sama
untuk memperkuat daya saing kawasan dengan cara meningkatkan
kualitas sumberdaya manusia dan lingkungan hidupnya melalui
kerja sama pendidikan dan kebudayaan.

ASEAN juga membuka akses seluas-luasnya bagi


penduduknya dengan memperhatikan keseimbangan jender di
berbagai bidang, antara lain di bidang pendidikan, ilmu pengetahuan
dan teknologi serta berbagai pelatihan untuk pengembangan
sumber daya manusia, membangun kualitas hidup yang lebih
baik, meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat, serta terus
melakukan pengawasan penyebaran wabah penyakit, pengendalian
penyebarluasan penyalahgunaan dan penyelundupan narkoba,
penurunan kualitas lingkungan dan polusi lintas batas. Untuk dapat
mencapai kerja sama yang baik di seluruh sektor pemerintahan
ASEAN akan meningkatkan kualitas pelayanan publik melalui
peningkatan kapabilitas pegawai negeri dan good governance serta
meningkatkan keterlibatan masyarakat madani (civil society).

Guna mewujudkan semua itu, warga ASEAN harus menciptakan


rasa ke-kita-an (We Feeling) yang begitu penting bagi manusia
dalam membentuk sebuah komunitas. Masyarakat ASEAN juga
perlu menumbuhkan rasa saling menghormati dan solidaritas yang
lebih besar sehingga warga ASEAN akan berkembang menjadi
komunitas yang saling peduli dan berbagi. Dengan demikian,
masyarakat ASEAN akan lebih mengenali benang merah yang
ada di dalam budaya mereka yang sangat beragam dan akan lebih
mampu menghargai identitas nasional satu sama lain. ASEAN
diharapkan dapat menyelesaikan segala sengketa secara damai
dan bersahabat. Dengan rasa ke-kita-an tersebut, warga ASEAN
akan dapat mewariskan kepada generasi selanjutnya sebuah
kawasan Asia Tenggara yang sejahtera, aman dan damai, bukan

123
saja sebagai kawasan yang bebas tetapi juga mampu mengelola
sengketa dengan bijaksana.

Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-


Cultural Community Blueprint)

Sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan terbentuknya


ASEAN Socio-Cultural Community (ASSC), ASEAN telah menyusun
Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-
Cultural Community Blueprint) yang disahkan pada KTT ASEAN ke-
14 di Cha-am Hua Hin, Thailand tanggal 1 Maret 2009. Cetak Biru
Komunitas Sosial Budaya ASEAN dimaksudkan untuk memberikan
pedoman (guidelines) bagi negara-negara anggota ASEAN dalam
menyongsong terbentuknya Komunitas ASEAN tahun 2015 melalui
pilar sosial budaya.

ASEAN selalu berusaha mendekatkan diri kepada masyarakat. Sumber: www.deplu.go.id

Cetak
Cetak biru biru diarahkan
diarahkan untukkontribusi
untuk memberikan memberikan kontribusi
dalam memperkuat integrasidalam
ASEAN
memperkuat
yang berpusat padaintegrasi
masyarakat ASEAN yang
(people-centred) sertaberpusat
memperkokohpada masyarakat
kesadaran, solidaritas,
kemitraan dan rasa kepemilikan masyarakat (We Feeling) terhadap ASEAN. Cetak Biru
(people-centred)
Komunitas Sosial BudayasertaASEAN memperkokoh
memuat enam elemenkesadaran, solidaritas,
utama (Core Element) & 348
kemitraan
Tindakan dan rasa
(Action-lines). kepemilikan
Struktur masyarakat
Cetak Biru Komunitas (We Feeling)
Sosial Budaya terhadap
ASEAN adalah sebagai
berikut:

I. Pengantar (Introduction)
124Karakteristik dan Elemen-elemen (Characteristic and Elements)
II.
A. Pembangunan Manusia (Human Development), terdiri dari 60 tindakan;
B. Kesejahteraan Sosial dan Perlindungan Sosial (Social Welfare and Protection), terdiri
dari 94 tindakan;
C. Keadilan Sosial dan Hak-hak (Social Justice and Rights), terdiri dari 28 tindakan;
D. Penjaminan Kelestarian Lingkungan (Ensuring Environmental Sustainability), terdiri dari
ASEAN. Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN memuat
enam elemen utama (Core Element) & 348 Tindakan (Action-lines).
Struktur Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN adalah
sebagai berikut:

I. Pengantar (Introduction)

II. Karakteristik dan Elemen-elemen (Characteristic and


Elements)
A. Pembangunan Manusia (Human Development), terdiri
dari 60 tindakan;
B. Kesejahteraan Sosial dan Perlindungan Sosial (Social
Welfare and Protection), terdiri dari 94 tindakan;
C. Keadilan Sosial dan Hak-hak (Social Justice and Rights),
terdiri dari 28 tindakan;
D. Penjaminan Kelestarian Lingkungan (Ensuring
Environmental Sustainability), terdiri dari 98 tindakan;
E. Pembangunan Identitas ASEAN (Building ASEAN
Identity), terdiri dari 50 tindakan;
F. Pengurangan Kesenjangan Pembangunan (Narrowing
the Development Gap), terdiri dari 8 tindakan.

III. Implementasi dan Tinjauan Ulang Cetak Biru Komunitas Sosial


Budaya ASEAN (Implementation and Review of the ASCC
Blueprint)
A. Mekanisme Implementasi (Implementation Mechanism);
B. Mobilisasi Sumber Daya (Resource Mobilisation);
C. Strategi Komunikasi (Communication Strategy);
D. Mekanisme Peninjauan Ulang (Review Mechanism).

Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN yang telah


disahkan tersebut diharapkan dapat segera diintegrasikan kedalam
perencanaan pembangunan di masing masing negara ASEAN dan
diimplementasikan di tingkat nasional dan daerah. Kesuksesan
implementasi ASCC Blueprint tentu memerlukan dukungan kuat
dan keterlibatan seluruh pemilik kepentingan, mulai dari pemerintah,

125
kalangan masyarakat madani maupun anggota masyarakat secara
luas.

1. Pertemuan Para Menteri ASEAN Yang Bertanggung Jawab


di Bidang Informasi (ASEAN Ministers Responsible for
Information/AMRI)

AMRI dibentuk pada tahun 1989. Sidang AMRI diadakan


sebanyak sekali dalam 18 bulan, didahului oleh sidang pejabat
senior, yakni Pertemuan Pejabat Senior Yang Bertanggung
Jawab di Bidang Informasi (Senior Officials Meeting Responsible
for Information/SOMRI). Pertemuan terakhir, yakni 10th AMRI,
diadakan pada tanggal 2-7 November 2009 di Vientiane, Laos. AMRI
merupakan pertemuan tingkat menteri di bidang informasi yang
membahas masalah kebijakan di tingkat kawasan dan melakukan
evaluasi umum terhadap kegiatan kerja sama yang dilaksanakan.

Kerja sama di bidang informasi dilaksanakan melalui berbagai


proyek kerja sama seperti pertukaran berita atau program radio
atau pertukaran program televisi melalui Berita Televisi ASEAN atau
ASEAN Television News (ATN). Disamping itu juga dilaksanakan
proyek lainnya seperti beberapa kegiatan terkait yang ditujukan
untuk meningkatkan kesadaran akan ASEAN seperti misalnya
pertukaran berita televisi dan radio; penggunaan Lagu ASEAN
(ASEAN Anthem) dan moto ASEAN (ASEAN Motto One Vision,
One Identity, One Community) dalam program-program televisi;
Kuis Kawasan ASEAN (ASEAN Regional Quiz) untuk mengasah
pengetahuan para pemuda tentang ASEAN; Permainan Komputer
ASEAN (ASEAN Computer Game) untuk menumbuhkan identitas
kawasan melalui cara-cara yang menghibur; dan Proyek Pembuat
Berita ASEAN (ASEAN Newsmaker Project) untuk memajukan
pemahaman lintas budaya diantara pemuda ASEAN melalui media
digital.

Pertemuan tersebut juga memandang Portal Media ASEAN


(ASEAN Media Portal) dan Portal Informasi dan Kebudayaan ASEAN
(ASEAN Culture and Information Portal) sebagai landasan-landasan
penting untuk menciptakan Kesadaran ASEAN dan meningkatkan
kerja sama media.

126
Peran informasi dan media cukup penting dalam mendukung
upaya integrasi ASEAN dan mencapai tujuan ASEAN. Diharapkan
dari pertemuan ini semua negara anggota dapat memperoleh
peluang, mendiskusikan dan mengadopsi mekanisme teknik-teknik
baru, pengetahuan dan kerja sama informasi guna memenuhi
kebutuhan tuntutan global. Hal ini dibutuhkan untuk meningkatkan
kesadaran dan saling pengertian antara masyarakat di negara-
negara ASEAN di berbagai bidang.

Pertemuan AMRI ke-10 pada tanggal 5 November 2009


di Vientiane, Laos yang mengangkat tema Enhancing Media
Cooperation in ASEAN Community Building menegaskan peran
penting sektor informasi dalam menciptakan rasa saling memiliki
(sense of belonging) dan meningkatkan pemahaman mendalam
tentang budaya, sejarah, kepercayaan, dan peradaban negara-
negara anggota ASEAN. Untuk mewujudkan hal tersebut maka
diperlukan kerja sama media yang lebih dalam untuk mendukung
pembangunan komunitas melalui koordinasi yang lebih erat,
proyek-proyek, jaringan media, dan pengembangan sumber daya
manusia. Pada Pertemuan ke-10 tersebut AMRI menegaskan akan
mengembangkan Kerja Sama Penyiaran Digital ASEAN (ASEAN
Digital Broadcasting Cooperation) yakni menjadikan ASEAN sebagai
kawasan digital secara bertahap mulai tahun 2015 hingga 2020.

Di bidang informasi juga dikembangkan kerja sama dengan


negara-negara Plus Three yang untuk pertama kali diselenggarakan
sidang ASEAN+3 di bidang informasi, baik pada tingkat pejabat
senior maupun tingkat menteri. Sidang ini dilaksanakan bersama
dengan sidang ke-10 AMRI November 2009. Dalam pertemuan
tersebut kedua pihak berharap dapat mengembangkan kerja sama
yang saling mendukung dan menguntungkan terutama di sektor
media massa dan penyiaran serta pertukaran insan media.

2. Pertemuan Para Menteri ASEAN Yang Bertanggung Jawab


di Bidang Budaya dan Seni (ASEAN Ministers Responsible
for Culture and Arts/AMCA)

AMCA dibentuk pada tahun 2003. Sidang AMCA diadakan


sekali dalam dua tahun. Pertemuan terakhir, yakni 4th AMCA,

127
diadakan pada tanggal 22-26 Maret 2010 di Pampanga, Filipina.
Di tingkat pejabat senior, ada pula Pertemuan Pejabat Senior Yang
Bertanggungjawab di Bidang Kebudayaan dan Kesenian (Senior
Officials Meeting Responsible for Culture and Arts/SOMCA).

Dalam pertemuan pertama AMCA di Kuala Lumpur, Malaysia


pada 13-14 Oktober 2003, disepakati wilayah prioritas kerja sama
kebudayaan ASEAN, yaitu pengembangan sumber daya manusia di
bidang kebudayaan dan pengembangan UKM terkait kebudayaan
dan kesenian. Selanjutnya pada pertemuan kedua AMCA tahun
2005 di Bangkok, Thailand, untuk pertama kalinya diadakan pula
pertemuan dengan Cina, Jepang dan Republik Korea dalam
kerangka AMCA+3.

Pertemuan ketiga AMCA berlangsung pada tanggal 12 -13


Januari 2008 di Nay Pyi Taw, Myanmar. Agenda yang dibahas terkait
dengan penyusunan Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN
yaitu bagaimana rencana kerja yang disusun di tingkat teknis
SOMCA dapat bersinergi dengan Cetak Biru ASCC agar secara
signifikan kerja sama kebudayaan di bawah AMCA dapat memberi
kontribusi dalam pembentukan Komunitas Sosial budaya ASEAN
pada tahun 2015. Pertemuan juga menyepakati sejumlah kegiatan
seni budaya untuk meningkatkan kesadaran mengenai ASEAN dan
identitas ASEAN melalui Showcase of the best of ASEANs arts
and culture, ASEAN Cultural City/Capital dan Minggu Kebudayaan
ASEAN (ASEAN Cultural Week).

Pertemuan ke-empat AMCA diselenggarakan pada tanggal


26 Maret 2010 di Pampanga, Filipina. Pertemuan menyepakati
antara lain usaha peningkatan kerja sama ASEAN dalam bidang
budaya dan seni yang terfokus pada: (1) pengembangan sumber
daya manusia; (2) perlindungan, perawatan dan pemajuan warisan
budaya ASEAN; dan (3) pembangunan usaha-usaha budaya kecil
dan menengah. Untuk mewujudkan hal tersebut maka disepakati
Rencana Kerja Kelompok Kerja (Work Plans of the Working Groups)
untuk ketiga bidang tersebut.

Pertemuan juga mengevaluasi kegiatan Rangkaian


Pertunjukan Kesenian Terbaik ASEAN (Best of ASEAN Performing
Arts series) yang telah memasuki babak pertengahan sejak pertama

128
kali diusulkan oleh Sekretaris Jenderal ASEAN pada Pertemuan
AMCA ke-3. Kegiatan ini dianggap sebagai contoh sukses dalam
memajukan dan mengapresiasi kekayaan warisan budaya dari
Komunitas ASEAN serta menjembatani budaya di antara negara-
negara anggota ASEAN. Adapun beberapa usulan terkait perluasan
kegiatan ini diantaranya dengan memasukkan aspek-aspek budaya
seperti teater, musik, budaya, dan kerajinan; pengorganisasian
kegiatan secara rutin setiap tahun oleh negara anggota ASEAN
berdasarkan sistem rotasi; dan melibatkan partisipasi dari negara-
negara Plus Three (China, Republik Korea, dan Jepang).

Kelompok kerja yang dikembangkan di bawah kerja sama


kebudayaan adalah Kelompok Kerja ASEAN untuk Jejaring
Kerja Warisan Kebudayaan ASEAN (ASEAN Working Group on
Networking of ASEAN Cultural Heritage/NACH), Kelompok Kerja
SOMCA ASEAN untuk Usaha Kecil dan Menengah di Bidang
Kebudayaan (ASEAN SOMCA Working Group on Small and
Medium-Sized Cultural Enterprises/SMCEs) dan Kelompok Kerja
SOMCA ASEAN untuk Pengembangan Sumber Daya Manusia
dalam Konteks Kebudayaan (ASEAN SOMCA Working Group on
Human Resources Development (HRD) in the Cultural Context).

Proyek-proyek yang dikerjakan akhir-akhir ini adalah Pertunjukan


Kebudayaan Terbaik ASEAN (Best of ASEAN Performing Arts),
Kota Kebudayaan ASEAN (ASEAN City of Culture), Kuis ASEAN
(ASEAN Quiz), produksi DVD pernikahan tradisional, riset dan
pemetaan media baru ASEAN, people to people exchange, Camp
Pemuda ASEAN, Festival Kesenian dan Kebudayaan Kawasan
ASEAN untuk Membangun Komunitas ASEAN yang Madani dan
Peduli (ASEAN Regional Festival of Arts and Culture on Building
ASEAN Community of Caring Society), serta banyak lagi.

SOMCA juga mengembangkan kerja sama dengan negara


Plus Three (SOMCA+3) yang utamanya menekankan pada kerja
sama penciptaan jejaring warisan budaya, pertukaran jurnalis dan
kebudayaan. Proyek yang dikembangkan adalah Pelatihan ASEAN-
Cina untuk Perlindungan Warisan Tradisional Arsitektur Kayu
(ASEAN-Cina Workshop on Traditional Conservation of Wooden
Architectural Heritage).

129
3. Pertemuan Para Menteri di bidang Pendidikan (ASEAN
Education Ministers Meeting/ASED)

ASED dibentuk pada tahun 2006. Pertemuan ASED diadakan


sekali setahun. Pertemuan terakhir, yakni 4th ASED, diadakan pada
tanggal 5-8 April 2009 di Phuket, Thailand. Di tingkat pejabat senior,
ada pula Pertemuan Pejabat Senior di Bidang Pendidikan (Senior
Officials Meeting on Education/SOMED).

Kerja sama bidang pendidikan di wilayah Asia Tenggara dimulai


dengan pembentukan Organisasi Menteri-menteri Pendidikan Asia
Tenggara (South East Asian Ministers of Education Organizaton/
SEAMEO) tanggal 30 November 1965. Dalam kerangka ASEAN,
kerja sama pendidikan dilakukan oleh Komite ASEAN untuk
Pembangunan Sosial (ASEAN Committee on Social Development/
COSD), yang kemudian berubah menjadi Sub-Komite ASEAN untuk
Pendidikan (ASEAN Sub-Committee on Education/ASCOE), dan
berubah lagi menjadi Komite ASEAN untuk Pendidikan (ASEAN
Committee on Education), yang masih mempergunakan akronim
yang sama (ASCOE) pada sidang ke-9 ASCOE di Vientiane, Laos,
pada 26-27 September 2001.

Gagasan untuk mengadakan pertemuan ASED secara back-


to-back dengan pertemuan SEAMEO muncul pada pertemuan
SEAMEO di Bangkok tahun 2005. Pertemuan ASED pertama
dilaksanakan di Singapura pada bulan Maret 2006 menyepakati
strategi dasar dalam upaya mewujudkan Komunitas ASEAN
melalui kerja sama pendidikan guna meningkatkan kesadaran
dan saling pengertian. Kerja sama diwujudkan antara lain dengan
kegiatan pertukaran mahasiswa dan peningkatan kapasitas tenaga
pengajar.

Dalam SOMED di Bangkok pada 24 November 2006, disepakati


agar Sekretariat ASEAN, Sekretariat SEAMEO dan Sekretariat
Jejaring Universitas ASEAN (ASEAN University Network/AUN)
bekerja sama untuk mengembangkan kerangka kerja kawasan
(regional framework) guna mendukung pembentukan Komunitas
ASEAN, melalui pertukaran pelajar/mahasiswa dan akademisi, serta
kerja sama penelitian antara peneliti dengan akademisi. Kerangka
Kerja kawasan dimaksud akan difokuskan pada kegiatan-kegiatan

130
untuk memajukan kesadaran akan ASEAN di sekolah-sekolah,
termasuk mempromosikan Studi ASEAN di sekolah dasar dan
menengah.

Pertemuan kedua ASED berlangsung di Bali tanggal 16 Maret


2007, membahas antara lain hal-hal berikut:
a. Menghidupkan kembali Program Pertukaran Pelajar ASEAN
(ASEAN Student Exchange Programme) pada tahun 2008 dan
seterusnya sampai 2013;
b. Menegaskan pentingnya peran dunia pendidikan di ASEAN,
membangun identitas ASEAN dan lingkungan yang
multikultural; dan
c. Mengupayakan substansi pendidikan sebagaimana tercermin
dalam Piagam ASEAN, yang tidak hanya berada pada pilar
sosial budaya melainkan mencakup ketiga pilar Komunitas
ASEAN, yang dapat meningkatkan daya saing masing-masing
negara anggota maupun ASEAN sebagai organisasi regional.

Pertemuan ketiga ASED ketiga diselenggarakan di Kuala


Lumpur, 15 Maret 2008, membahas antara lain kerja sama dalam
peningkatan standar pengajaran, pelatihan bahasa Inggris,
penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam pendidikan,
serta pelatihan kejuruan dan teknis. Selain itu disepakati pula untuk
mengembangkan Program Beasiswa ASEAN (ASEAN Scholarship
Program), menggunakan common content untuk bahan-bahan
pelajaran mengenai ASEAN di sekolah dasar dan menengah
pertama, mengembangkan kerja sama yang lebih erat antara AUN
dengan SEAMEO-RIHED (Regional Centre for Higher Education
and Development), dan memfokuskan kerja sama ke depan dalam
upaya mencapai Pendidikan untuk Semua (Education For All/EFA)
pada tahun 2015.

Pertemuan ke-empat ASED pada tanggal 5 April 2009 di


Phuket, Thailand, menyambut baik pengembangan sebuah peta
jalan ASEAN (ASEAN roadmap) guna mendukung pencapaian
Millennium Development Goals (MDGs) dan tujuan EFA oleh negara-
negara anggota ASEAN di tahun 2015. Pertemuan juga menyepakati
bahwa rencana kerja 5 (lima) tahun harus dikembangkan untuk

131
memandu para pejabat pendidikan senior ASEAN (SOMED)
dalam memperkuat, memperdalam, dan memperluas kerja sama
pendidikan intra ASEAN dan dengan negara-negara Plus Three,
negara-negara East Asia Summit (EAS), dan mitra wicara ASEAN
lainnya. Dalam hal penguatan kerja sama pendidikan regional,
pertemuan ini mendukung keputusan SOMED untuk memanfaatkan
kerja sama di antara negara EAS seperti Australia, China, India,
Jepang, Republik Korea, dan Selandia Baru demi terwujudnya daya
saing dan pembangunan komunitas regional.

Pertemuan ASED ke-5 pada tanggal 28 Januari 2010 di Cebu


City, Filipina mengapresiasi diadopsinya Deklarasi Cha-Am Hua
Hin untuk Penguatan Kerja Sama dalam Bidang Pendidikan guna
Mencapai Komunitas ASEAN yang Peduli dan Berbagi (Cha-Am
Hua Hin Declaration on Strengthening Cooperation on Education
to Achieve an ASEAN Caring and Sharing Community) oleh para
pemimpin ASEAN pada KTT ke-15 ASEAN pada tanggal 24 Oktober
2009.

Para pejabat senior di bidang pendidikan ditugaskan


untuk menindaklanjuti implementasi deklarasi tersebut untuk
memperkuat peran sektor pendidikan dalam kontribusinya terhadap
pembentukan Komunitas ASEAN yang lebih memasyarakat dan
memiliki tanggung jawab sosial. Pertemuan ini mengevaluasi
pengembangan rencana kerja lima tahun, kerja sama pendidikan
dengan negara-negara EAS, dan perkembangan implementasi
kegiatan AUN, khususnya implementasi Sistem Transfer Kredit
ASEAN (ASEAN Credit Transfer System/ACTS); menelusuri
pembentukan Universitas Cyber ASEAN-Republik Korea (ASEAN-
ROK cyber university); serta menyambut tawaran Indonesia untuk
menjadi tuan rumah Olimpiade Olah Raga Sekolah Dasar ASEAN
(ASEAN Primary School Sport Olympiad/APSSO) ke-4 pada tahun
2010.

4. Pertemuan Para Menteri terkait Penanganan Bencana


(ASEAN Ministerial Meeting on Disaster Management /
AMMDM)

AMMDM merupakan pertemuan setingkat menteri dalam


kerangka kerja sama penanganan bencana. AMMDM dibentuk pada

132
tahun 2004. Sidang AMMDM diadakan sekali dalam dua tahun.
Pertemuan terakhir, yakni 1st AMMDM, diadakan pada tanggal
7-8 Desember 2004 di Phnom Penh, Kamboja. Di tingkat pejabat
senior, ada pula Pertemuan Pejabat Senior di Bidang Penanganan
Bencana (ASEAN committee on Disaster Management/ACDM).

Walaupun direncanakan untuk bertemu sekali dua tahun,


sejak pertemuan pertama di Kamboja sampai dengan saat ini masih
belum terselenggara pertemuan yang kedua. Seiring dengan telah
belakunya Persetujuan ASEAN untuk Penanggulangan Bencana
dan Tanggap Darurat (ASEAN Agreement on Disaster Management
and Emergency Response/AADMER) pada bulan Desember 2009
dan semakin berkembangnya kualitas dan kuantitas kerja sama
penanganan bencana, terdapat wacana untuk menyelenggarakan
AMMDM secara back to back dengan Conference of the Party
(COP) AADMER. Sesuai dengan Pasal 21 AADMER, pertemuan
pertama COP diharapkan dapat diselenggarakan maksimal satu
tahun setelah AADMER berlaku.

Pada Pertemuan ke-16 ACDM (special ACDM Meeting) di


Makati City, Filipina, tanggal 18-19 Mei 2010 telah dibahas beberapa
isu, antara lain (1) pembahasan Konsep Pusat Koordinasi ASEAN
untuk Bantuan Kemanusiaan untuk Penanganan Bencana (ASEAN
Agreement on the Establishment of the ASEAN Coordinating
Centre for Humanitarian Assistance on Disaster Management
(AHA Centre); (2) pembahasan konsep Persetujuan Negara Tuan
Rumah antara Pemerintah Republik Indonesia dan AHA Centre
(Host Country Agreement (HCA) between the Government of
the Republic of Indonesia and AHA Centre); (3) pembahasan
peran Sekjen ASEAN sebagai Koordinator bantuan Kemanusiaan
ASEAN (ASEAN Humanitarian Assistance Coordinator/AHAC); (4)
perkembangan penyusunan Standar Prosedur Operasi ASEAN
untuk Pengaturan Kesiagaan Kawasan dan Koordinasi Bantuan
Bencana Bersama serta Operasi tanggap Darurat (ASEAN
Standard Operating Procedure for Regional Standby Arrangements
and Coordination of Joint Disaster Relief and Emergency Response
Operation/ASEAN SASOP); (5) Pendirian Sistem Logistik Darurat
Bencana ASEAN (ASEANs Disaster Emergency Logistic System);
dan (6) pembahasan mengenai Konferensi Tingkat Tinggi Kawasan

133
untuk Penanggulangan Bencana (Regional Summit on Disaster
Management).

Terkait dengan perkembangan proses pendirian AHA Centre


yang berlokasi di Indonesia, Pemerintah Indonesia yang tergabung
dalam Gugus Tugas ACDM untuk Pendirian AHA Centre (ACDM
Task Force on the Establishment of the AHA Centre) bersama
dengan Filipina, Singapura, interim AHA Centre, dan Sekretariat
ASEAN telah mempersiapkan konsep Persetujuan Pendirian
AHA Centre (Agreement on the Establishment of the AHA Centre)
untuk ditandatangani oleh Para Menteri Luar Negeri ASEAN, dan
konsep Persetujuan Negara Tuan Rumah antara Pemerintah
Republik Indonesia dan AHA Centre (Host Country Agreement
between the Government of the Republic of Indonesia and the
AHA Centre) sebagai berkas yang akan mengatur AHA Centre.
Pusat penanganan bantuan bencana tersebut direncanakan mulai
beroperasi pada tahun 2011.

5. Pertemuan Para Menteri Lingkungan ASEAN (ASEAN


Ministerial Meeting on the Environment/AMME)

AMME dibentuk pada tahun 1981. Pertemuan formal AMME


diadakan sekali dalam tiga tahun, sementara pertemuan informalnya
diadakan setiap tahun. Pertemuan terakhir, yakni 11th AMME,
diadakan pada tanggal 29 Oktober 2009 di Singapura. Di tingkat
pejabat senior, ada pula Pertemuan Pejabat Senior di Bidang
Lingkungan (ASEAN Senior Officials on the Environment/ASOEN).

Seiring dengan makin luasnya permasalahan lingkungan di


kawasan, pada tahun 1990 negara-negara ASEAN sepakat untuk
secara teratur menyelenggarakan Pertemuan Menteri Lingkungan
dan pertemuan tingkat pejabat senior, untuk membahas dan
menyelesaikan permasalahan lingkungan di kawasan. Mekanisme
konsultasi formal dimaksud kemudian dilengkapi dengan lima
Kelompok Kerja (Pokja) yaitu: (a) Pokja Pembahasan Kesepakatan
Kerja Sama Lingkungan Hidup di Tingkat Multilateral; (b) Pokja
Bidang Konservasi Alam dan Keanekaragaman Hayati; (c) Pokja
Bidang Lingkungan Kelautan; (d) Pokja Bidang Pembangunan
Kawasan Kota dan Desa yang Berkelanjutan dan Berwawasan
Lingkungan (e) Pokja Bidang Manajemen Sumber Daya Air.

134
Misi utama yang ingin dicapai ASEAN dalam kerja sama
lingkungan adalah mewujudkan ASEAN sebagai kawasan yang
bersih dan hijau (creating clean and green ASEAN), dengan mengacu
pada prinsip-prinsip mekanisme pembangunan yang berkelanjutan,
ramah lingkungan serta melakukan pengelolaan sumber daya alam
secara arif dan lestari.

Untuk memaksimalkan upaya ASEAN dalam penanganan


isu perubahan iklim, Pertemuan ke-11 Tingkat Menteri Lingkungan
ASEAN di Singapura, tanggal 28 Oktober 2009, antara lain telah
mensahkan pembentukan Kelompok Kerja ASEAN untuk Perubahan
Iklim (ASEAN Working Group on Climate Change/AWGCC) dan
Inisiatif Perubahan Iklim ASEAN (ASEAN Climate Change Initiative/
ACCI). Dalam KTT ke-16 ASEAN di Hanoi, Vietnam, tanggal 8-9
April 2010, para Pemimpin ASEAN telah mengadopsi Pernyataan
Para Pemimpin ASEAN dalam Masalah Respons Bersama tterhadap
Perubahan Iklim (ASEAN Leaders Statement on Joint Response to
Climate Change).

Dokumen ini merupakan cerminan kesepakatan bersama


ASEAN dalam isu perubahan iklim, khususnya pasca COP 15/
CMP 5, dan merupakan langkah awal yang positif dalam rangka
memperkuat pemahaman bersama untuk mencapai posisi bersama,
serta sebagai langkah awal dijajakinya Rencana Aksi ASEAN untuk
Perubahan Iklim (ASEAN Action Plan on Climate Change). Selain
itu, untuk menunjang terbentuknya Kawasan ASEAN yang bersih
dan hijau, ASEAN telah melaksanakan beberapa program penting,
antara lain:
a. Penyelenggaraan pemilihan kota-kota terbaik di ASEAN yang
berwawasan lingkungan (ASEAN Environmentally Sustainable
City Award). Pemilihan ini bertujuan untuk mendorong agar
desa-desa dan kota di negara-negara ASEAN menerapkan
prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan di wilayahnya, dengan menciptakan
tanah yang bersih, udara yang bersih dan air yang bersih (clean
land, clean air dan clean water). Dalam kaitan ini, Indonesia
telah diwakili oleh Kotamadya Palembang.
b. Peluncuran Rencana Pendidikan mengenai Lingkungan
ASEAN 2008-2012 (ASEAN Environmental Education Plan

135
2008-2012), yang siap untuk disinergikan dengan program
nasional melalui kurikulum sekolah, agar isu kepedulian pada
lingkungan menjadi bagian dari pendidikan formal maupun non
formal.
c. Peluncuran buku panduan Kriteria Kualitas Air Laut ASEAN:
Pedoman dan Pengawasan Managemen (ASEAN Marine Water
Quality Criteria: Management Guidelines and Monitoring), yang
akan menjadi bahan referensi bagi masing-masing negara
dalam mendukung program konservasi dan pengelolaan
kawasan pantai dan sumber daya laut di tingkat nasional.

6. Konferensi Para Pihak terhadap Perjanjian ASEAN tentang


Pencemaran Asap Lintas Batas (Conference of the Parties
(COP) to the ASEAN Agreement on Transboundary Haze
Pollution)

COP dibentuk pada tahun 2003. Pertemuan COP diadakan


setiap tahun. Pertemuan terakhir, yakni COP-4, diadakan pada
tanggal 8 Oktober 2008 di Hanoi, Vietnam. Di tingkat pejabat senior,
ada pula Komite di Bawah Konferensi Para Pihak terhadap Perjanjian
ASEAN tentang Pencemaran Asap Lintas Batas (Committee Under
COP).

Salah satu kerja sama bidang lingkungan yang menjadi prioritas


ASEAN adalah memaksimalkan upaya bersama dalam penanganan
pencemaran kabut asap (haze) lintas batas yang ditimbulkan oleh
terjadinya kebakaran hutan dan lahan. ASEAN telah menyepakati
Persetujuan ASEAN dalam Masalah Pencemaran Asap Lintas Batas
(ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution/AATHP) yang
ditandatangani di Kuala Lumpur, Juni 2002.

Pada tahun 2006, atas inisiatif Pemerintah Indonesia, di Riau


telah diselenggarakan pertemuan khusus negara anggota ASEAN
untuk menuntaskan permasalahan pencemaran asap lintas batas
yang selama ini membawa dampak sosial dan ekonomi cukup besar
bagi masyarakat Indonesia. Pertemuan di Riau antara lain telah
menggulirkan pembentukan Komite Pengarah Para Menteri Sub-
Kawasan ASEAN untuk Pencemaran Asap Lintas Batas (the ASEAN
Sub-Regional Ministerial Steering Committee on Transboundary

136
Haze Pollution/MSC) yang beranggotakan lima negara sub-
kawasan ASEAN yang selama ini terkena dampak dari pencemaran
asap lintas batas, yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia,
Singapura dan Thailand.

Pertemuan Riau juga menghasilkan dokumen rencana aksi


untuk mengatasi masalah kabut asap lintas batas di kawasan Asia
Tenggara yang meliputi aspek-aspek: (a) pencegahan, pemantauan
dan penegakan hukum; (b) pengelolaan lahan gambut secara
berkelanjutan (peatland management); (c) pemadaman dan tanggap
darurat; (d) pengembangan sistem peringatan dini dan pemantauan;
serta (d) penguatan kerja sama regional dan internasional.

Rencana Aksi tersebut secara sinergis melibatkan tiga unsur


yang berperan dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan,
yaitu pemerintah, petani/peladang, masyarakat, serta pelaku bisnis
(perkebunan, HTI/HPH). Implementasi program aksi Indonesia
untuk penanganan pencemaran asap lintas batas dalam dua tahun
terakhir mulai menunjukkan perkembangan ke arah yang cukup
positif. Pada tahun 2006/2007, jumlah titik panas (hotspot) di
daerah rawan kebakaran hutan dan lahan di wilayah Sumatera dan
Kalimantan, berhasil ditekan dalam jumlah yang cukup substansial.
Sementara itu, kolaborasi antara Pemerintah Indonesia dengan
Malaysia dan Singapura dalam penanganan pencemaran asap di di
kawasan Jambi dan Riau, juga mulai diimplementasikan.

7. Pertemuan Para Menteri Ilmu Pengetahuan dan Teknologi


ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting on Science and
Technology/AMMST)

AMMST dibentuk pada tahun 2004. Sidang AMMST diadakan


setahun sekali. Pertemuan terakhir, yakni 13th AMMST, diadakan
pada tanggal 6 November 2009 di Singapura. Selain itu, ada pula
Informal AMMST (IAMMST) yang diselenggarakan secara silih
berganti setiap tahun. Untuk tingkat pejabat senior, ada juga Komite
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Committee on Science and
Technology/COST).

Pembahasan utama pertemuan terakhir AMMST di Singapura


adalah mengenai Kemajuan Program-program Utama Rencana Aksi

137
ASEAN dalam Bidang Ilmu pengetahuan dan Teknologi (Progress of
the ASEAN Plan of Action on S&T (APAST) Flagship Programmes),
terutama dalam hal peningkatan kerja sama dengan Jepang melalui
Komite Kerja Sama ASEAN-Jepang dalam Bidang Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi (ASEAN-Japan Cooperation Committee on Science
and Technology/AJCCST) dan Uni Eropa melalui Pertemuan
Pembicaraan ASEAN untuk Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(ASEAN Dialogue Meeting on Science and Technology). Selain hal
tersebut juga dibahas mengenai draf Persetujuan dalam Bidang
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ASEAN-Amerika Serikat (ASEAN-
US S&T Agreement) yang pembahasannya pada sektor teknis telah
diselesaikan dan tinggal menyelesaikan legal wording dari dokumen
dimaksud.

Terkait dengan konsep Persetujuan dalam Bidang Ilmu


Pengetahuan dan Teknologi ASEAN-Amerika Serikat, pada tanggal
20-21 Juli 2010 telah dilaksanakan pertemuan khusus COST di
Manila, Filipina. Pertemuan bertujuan untuk membahas draf pending
matters Persetujuan dalam Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
ASEAN-Amerika Serikat, utamanya pada isu-isu yang terkait dengan
Persetujuan Transfer Material (Material Transfer Agreement), Bagi
Hasil (Benefit Sharing), Perlindungan Sumber Daya Genetik dan Ilmu
Pengetahuan Tradisional (the Protection of Genetic Resources and
Traditional Knowledge), Hak-hak Kekayaan Intelektual (Intellectual
Property Rights), pemberian fasilitas pembebasan bea masuk dan
pembebasan pajak, serta fasilitas keimigrasian. Saat ini telah dicapai
consolidated draft dari seluruh negara anggota ASEAN yang akan
diserahkan oleh Filipina selaku negara koordinator kerja ASEAN-
Amerika Serikat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

8. Pertemuan Para Menteri Kesehatan ASEAN (ASEAN Health


Ministers Meeting/AHMM)

AHMM dibentuk pada tahun 1980. Sidang AHMM diadakan


sekali dalam dua tahun. Pertemuan terakhir, yakni 10th AHMM,
diadakan pada tanggal 22-23 Juli 2010 di Singapura. Untuk
tingkat pejabat senior, ada pula Pertemuan Pejabat Senior untuk
Pengembangan Kesehatan (Senior Official Meeting on Health
Development/SOMHD).

138
Kerja sama yang paling menonjol di bidang kesehatan adalah
upaya penanggulangan penyakit menular. Penanggulangan penyakit
menular di ASEAN dilakukan melalui mekanisme Kelompok ahli
ASEAN dalam Bidang Penyakit Menular (ASEAN Expert Group on
Communicable Diseases/AEGCD). Program utama dalam kerangka
AEGCD dilaksanakan melalui Program ASEAN+3 untuk Penyakit
Menular (ASEAN+3 Infectious Diseases Programme/ASEAN+3 EID
Programme). Fase kedua program tersebut (2006-2009), terdiri dari
sejumlah prioritas sebagai berikut:
a. Identifikasi dini penyakit menular/emerging infectious
diseases (termasuk HIV dan AIDS; SARS, AI), serta langkah
penanggulangannya,
b. Pembangunan kapasitas yang terkait dengan emerging
concerns di bidang kesehatan dan kesejahteraan sosial
c. Penyusunan kebijakan dan pendekatan terpadu dalam
penanganan kesehatan bagi para manula serta obat
tradisional.

Penanggulangan HIV dan AIDS melalui pelaksanaan Pogram


Kerja ASEAN untuk Pencegahan HIV dan AIDS (ASEAN Work
Programme (AWP) on HIV and AIDS Prevention) dilakukan sejak
tahun 1995 dan sampai saat ini memasuki tahap III (AWP III)
untuk periode 2006-2010. Dalam penanganan penyakit menular,
khususnya flu burung, ASEAN telah mencatat kemajuan dengan
adanya Proyek ASEAN-Jepang untuk Penyediaan Tamiflu (ASEAN-
Japan Project on stockpiles of Tamiflu) dan Peralatan Perlindungan
Personil terhadap Potensi Influenza Pandemik (Personel Protective
Equipment (PPE) against Potential Pandemic Influenza), yang
berlokasi di Singapura, sebagai bentuk kesiapsiagaan menghadapi
kemungkinan terjadinya pandemi flu burung di kawasan.

Pada Pertemuan ke-10 AHMM tahun 2010 di Singapura tanggal


22-23 Juli 2010, telah disepakati pentingnya memperluas keterlibatan
anggota East Asia Summit (EAS), disamping negara Plus Three,
dalam mendukung pembangunan kesehatan ASEAN, khususnya di
bidang penyakit menular dan akses terhadap perawatan kesehatan.
Pertemuan juga menyepakati pembentukan Rangka Kerja ASEAN
untuk Pembangunan Kesehatan (ASEAN Strategic Framework on
Health Development (2010-2015)) sebagai panduan utama dalam

139
implementasi kerja sama kesehatan ASEAN sebagaimana tercakup
dalam action lines Cetak Biru ASCC. Sidang juga menyepakati
penyelenggaraan Sidang SOMHD menjadi setahun sekali dan
masa kepemimpinan Ketua SOMHD yang diperpanjang menjadi
2 tahun, serta mencatat ASEAN akan memperingati Hari Demam
Berdarah (Dengue Day) setiap tanggal 15 Juni dan untuk pertama
kali Indonesia bersedia menjadi tuan rumah peresmian Hari Demam
Berdarah ASEAN tingkat kawasan pada tanggal 15 Juni 2011.
Sedangkan negara-negara ASEAN lainnya akan memperingati hari
demam berdarah pada tingkat nasional secara masing-masing.

9. Pertemuan Para Menteri Tenaga Kerja ASEAN (ASEAN


Labour Ministers Meeting/ALMM)
Pertemuan tingkat menteri tenaga kerja pertama kali dibentuk
pada tahun 1975. Pada pertemuan pertama tersebut disepakati
pertemuan ALMM akan dilaksanakan 2 (dua) tahun sekali.
Pertemuan terakhir adalah pertemuan ke-21 ALMM yang telah
diselenggarakan tanggal 24-25 Agustus 2010, di Hanoi, Vietnam.
Disamping pertemuan pada tingkat menteri, badan sektoral tenaga
kerja ini juga mempunyai Pertemuan tingkat Pejabat Senior (Senior
Labour Officials Meeting/SLOM).
Kerja sama di bidang ketenagakerjan ASEAN diarahkan pada
upaya untuk menggalang sikap bersama (common position) ASEAN
dalam menanggulangi isu-isu ketenagakerjaan, antara lain perbaikan
lingkungan kerja dan upaya perlindungan dan pemajuan (protection
and promotion) hak tenaga kerja migran (migrant worker).
Salah satu keberhasilan kerja sama ASEAN di bidang
ketenagakerjaan adalah dibentuknya pusat pelatihan dan informasi
mengenai perbaikan lingkungan kerja, yang dikenal dengan Jaringan
Keselamatan Kesehatan Kerja ASEAN (ASEAN Occupational
Safety on Health Network/ASEAN OSHNET) pada bulan Agustus
2000. ASEAN-OSHNET bertujuan meningkatkan daya saing dan
kompetensi tenaga kerja ASEAN, serta menciptakan jaringan
kelembagaan yang kuat. Sekretariat ASEAN-OSHNET yang pertama
kali bertempat di Indonesia untuk tahun 2000-2004. Selanjutnya
penempatan Sekretariat ASEAN-OSHNET digilir setiap tiga tahun
sekali untuk masing-masing negara anggota ASEAN.

140
Dalam bidang pekerja migran, KTT ASEAN Ke-12 di Cebu
telah menghasilkan Deklarasi ASEAN mengenai Perlindungan
dan Pemajuan Hak Pekerja Migran (Declaration on the Protection
and Promotion of the Rights of Migrant Workers) yang memuat
kewajiban negara pengirim, negara penerima maupun ASEAN
dalam memberikan perlindungan dan pemajuan hak pekerja migran.
Sebagai tindak lanjut, pada Pertemuan ke-40 AMM di Manila, tanggal
30 Juli 2007, telah dibentuk Komite ASEAN mengenai Implementasi
Deklarasi ASEAN mengenai Perlindungan dan Pemajuan Hak-
hak Tenaga Migran (ASEAN Committee on the Implementation of
the Declaration on the Protection and Promotion of the Rights of
Migrant Workers/ACMW), sebagai penanggung jawab pelaksana
ASEAN dalam mengkoordinasikan implementasi Deklarasi
serta memfasilitasi pengembangan instrumen perlindungan dan
pemajuan hak-hak pekerja migran, yang saat ini sedang disusun
oleh Tim Penyusun ACMW (ACMW-Drafting Team). Sementara
pada pertemuan SLOM Ke-5, tanggal 15-16 Mei 2007, telah dibentuk
Forum Tenaga Migran (Forum on Migrant Workers) sebagai forum
pertemuan seluruh pemiliki kepentingan di bidang tenaga migran.

Pada Pertemuan ke-21 ALMM di Hanoi, Vietnam tanggal 24 Mei


2010, telah disepakati Program Kerja Menteri Tenaga Kerja ASEAN
(ASEAN Labour Minister/ALM) Tahun 2010-2015 dan Pedoman
Praktik-praktik Baik Hubungan Kerja Sama Industri ASEAN (ASEAN
Guidelines on Industrial Relations Good Practices). Adapun
prioritas pada Program Kerja ALM (ASEAN Labor Ministers Work
Programme) mencakup: a) Pembangunan Tenaga Kerja/Sumber
Daya Manusia dalam konteks global (Employment generation/
human resource development/HRD in the context of globalization);
b) Perencanaan Pembangunan SDM dan Pengamatan Pasar
Tenaga Kerja (HRD Planning and Labour Market Monitoring); c)
Perluasan Mobilitas Tenaga Kerja (Enhancing Labour Mobility);
d) Penguatan Perlindungan Sosial/Jaminan Sosial (Strengthening
social security/social protection); dan e) Penguatan Kerja Sama
Tiga Pihak (Strengthening Tripartite Cooperation).

Berkaitan proses penyusunan instrumen ASEAN mengenai


perlindungan dan pemajuan hak pekerja migran, ALMM sepakat
mengenai perlu tetap diteruskannya pembahasan draft dimaksud

141
oleh ACMW-DT yang lebih khusus, guna diperoleh pandangan
umum dan pendekatan baru bagi pembentukan inisial penyusunan
draf dimaksud. Pertemuan ACMW-DT sudah dilaksanakan sebanyak
tiga kali namun belum dapat menghasilkan yang positif. Masih
terdapat perbedaan persepsi terkait pekerja migrant yang resmi dan
tidak resmi terutama terhadap perlindungan hak mereka.

10. Pertemuan Para Menteri ASEAN yang menangani


Pembangunan Pedesaan dan Pengentasan Kemiskinan
(ASEAN Ministers Meeting on Rural Development and
Poverty Eradication/AMRDPE)

Pertemuan tingkat menteri-menteri yang menangani


pembangunan pedesaan dan pengentasan kemiskinan dibentuk
tahun 1997. Pertemuan ini hanya dilaksanakan sekali dalam dua
tahun. Pertemuan terakhir adalah pertemuan keenam AMRDPE
tanggal 27-28 Mei 2009, di Hanoi, Vietnam. Selain itu pertemuan
tingkat pejabat senior disebut Pertemuan Pejabat Senior tentang
Pembangunan Pedesaan dan Pengentasan Kemiskian (ASEAN
Senior Officials Meeting on Rural Development and Poverty
Eradication/SOMRDPE).

Kerja sama ASEAN di bidang pembangunan pedesaan


dan pengentasan kemiskinan didasari oleh dokumen Ministerial
Understanding on Rural Development and Poverty Eradication
(RDPE), yang mengacu pada Declaration of ASEAN Concord
(Bali Concord I) 1976, menekankan kepedulian ASEAN pada
masalah penanggulangan kemiskinan, kelaparan, penyakit dan
buta huruf, serta memutuskan untuk meningkatkan kerja sama
di bidang pembangunan sosial dan ekonomi, khususnya dalam
rangka meningkatkan keadilan sosial dan perbaikan standar hidup
masyarakat ASEAN. Pada pertemuan KTT ASEAN ke-12 bulan
Januari 2007, Para pemimpin ASEAN antara lain telah menegaskan
kembali kesepakatannya untuk memberikan perhatian lebih besar
pada penanganan masalah kemiskinan, melalui berbagai program
pemberdayaaan masyarakat.

Guna menindaklanjuti kesepakatan yang telah dicapai di


dalam KTT ke-12 ASEAN, maka pada pertemuan ke-5 AMRDPE
yang berlangsung di Bangkok, pada bulan Januari 2007, antara

142
lain telah disahkan Kerangka Acuan pengembangan kerja sama
penanggulangan kemiskinan, antara ASEAN dengan negara
anggota Plus Three (Jepang, Cina dan Korea). Dalam Kerangka
Acuan telah diidentifikasikan bentuk-bentuk kerja sama yang akan
diprioritaskan untuk dikembangkan, yaitu meliputi antara lain: (1)
Forum Masyarakat (Peoples Forum), (2) Pembangunan Kapasitas
(Capacity Building), (3) Pembangunan Perusahaan Menengah Kecil
dan Sosial (SME and Social Enterprises Development), (4). Program
Dampak Perdagangan Bebas dan Pengurangan Kemiskinan (Impact
Trade Liberalization on Poverty Alleviation Programmes) dan (5)
Pendanaan Mikro (Micro Financing).

Sementara pada rangkaian pertemuan ke-6 AMRDPE bulan Mei


2009 telah membahas secara intensif kerja sama ASEAN di bidang
pembangunan pedesaan dan pengentasan kemiskinan termasuk
diantaranya upaya mencapai komunitas ASEAN 2015, MDGs di
ASEAN, menanggulangi dampak sosial dari krisis ekonomi global,
mendorong mempromosikan pada aktvitas yang mengarahkan
masyarakat untuk pengurangan jurang pembangunan, pembuatan
statistik kemiskinan regional serta kemitraan dengan negara-
negara Plus Three.

Pertemuan AMRDPE juga menggarisbawahi urgensi kerja


sama dalam menghadapi dampak krisis ekonomi global yang dapat
dilakukan melalui program-program dalam kerangka Kerangka Aksi
Pembangunan Pedesaan dan Pengentasan Kemiskinan 2004-
2010 (Framework Action Plans on Rural Development and Poverty
Eradication 2004-2010) dan Kerangka Kerja ASEAN Plus Three
(Cooperation Workplan) 2007-2017. Namun demikian, kesamaan
pandangan mengenai pengembangan kerja sama RDPE tersebut
perlu dicermati untuk menggali pengembangan kerja sama yang
kuat dengan melibatkan negara mitra wicara ASEAN.

11. Pertemuan Para Menteri ASEAN yang Menangani


Kesejahteraan Sosial dan Pembangunan (ASEAN
Ministerial Meeting on Social Welfare and Development /
AMMSWD)

Pertemuan tingkat menteri yang menangani masalah


kesejahteraan sosial dibentuk pada tahun 1979. Pertemuan ini

143
hanya diselenggarakan sekali dalam 3 tahun. Pertemuan terakhir
adalah pertemuan ke-6 AMMSWD, 7 Desember 2007, di Hanoi,
Vietnam. Sedangkan pertemuan pada tingkat pejabat senior disebut
Pertemuan Pejabat Senior yang Menangani Kesejahteraan Sosial
dan Pembangunan (Senior Official Meeting on Social Welfare and
Development/SOMSWD). Kerja sama di bidang pembangunan dan
kesejahteraan sosial dilakukan melalui AMMSWD dan SOMSWD
dengan memfokuskan pada program kesejahteraan sosial yang
meliputi antara lain kependudukan, anak-anak, penyandang cacat,
lansia dan keluarga.

Selain itu, guna mencapai tujuan dalam membentuk


komunitas ASEAN 2015, ASEAN juga telah memfokuskan kerja
sama pembangunan sosial melalui pendekatan yang tepat. Upaya
tersebut dimaksudkan agar seluruh pemilik kepentingan ASEAN
termasuk anak-anak, perempuan para manula dan juga penyandang
cacat dapat memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh
kesejahteraan.

Salah satu keberhasilan ASEAN di bidang promosi


kesejahteraan sosial dimaksud adalah pembentukan Komisi
Pemajuan dan Perlindungan Hak Perempuan dan Anak ASEAN
(ASEAN Commission on the Promotion and Promotion of the Rights
of Women and Children/ACWC) oleh Dewan Komunitas Sosial
Budaya ASEAN (setingkat Menteri) pada pertemuannya di sela-
sela pada Pertemuan KTT ke-16 ASEAN di Hanoi pada tanggal 7
April 2010. Indonesia merupakan satu-satunya negara ASEAN yang
menunjuk wakilnya dari kalangan anggota organisasi masyarakat
dalam ACWC, yakni Rita Serena Kolibonso (isu perempuan) dan
Ahmad Taufan Damanik (isu anak). Pembentukan ACWC yang
dilaksanakan sejalan dengan rencana aksi pada Cetak Biru ASCC
tersebut bertujuan mendorong upaya pemajuan dan perlindungan
hak wanita dan anak di ASEAN, antara lain melalui fungsi promosi/
pendidikan, penentuan standar, bantuan pelayanan jasa dan teknik,
dan perlindungan.

Disamping forum pemerintah dengan pemerintah (G to G)


tersebut, ASEAN juga menyelenggarakan kegiatan rutin ASEAN
GO-NGO Forum for Social Welfare and Development yang dihadiri
seluruh pemilik kepentingan di bidang isu-isu kesejahteraan rakyat

144
dan berlangsung secara bersamaan dengan Sidang SOMSWD dan
AMMSWD. Pada pertemuan SOMSWD terakhir di Singapura tanggal
11 14 Januari 2010, telah dibahas perkembangan dan tindak lanjut
kerja sama negara-negara ASEAN di bidang kesejahteraan sosial
dan pembangunan.

Hasil pokok pertemuan SOMSWD tersebut antara lain


disepakatinya Matriks Fase Prioritas Action Lines dan Sistem
Pengawasan Implementasi Action Lines Cetak Biru ASCC dalam
Bidang Kesejahteraan Sosial dan Pembangunan, Kerangka Acuan
GO-NGO Forum for Social Welfare and Development, disetujuinya
Kerangka Acuan Proyek Konsorsium Kegiatan Sosial ASEAN
(ASEAN Social Work Consortium), rencana penyelenggaraan
Forum Anak ASEAN (ASEAN Children Forum) dan upaya tindak-
lanjut kerja sama SOMSWD/SOMSWD+3 lainnya di bidang sosial
dan pembangunan kawasan.

12. Pertemuan Para Menteri di bidang Kepemudaan ASEAN


(ASEAN Ministerial Meeting on Youth/AMMY)

Pertemuan tingkat menteri di bidang kepemudaan dibentuk


pada tahun 1992 dan bertemu sekali dalam 2 (dua) tahun. Pertemuan
terakhir pertemuan ini adalah AMMY VI, tanggal 25-26 Juni 2009, di
Bangkok, Thailand. Di samping pertemuan tingkat menteri juga ada
pertemuan tingkat pejabat senior yang disebut Pertemuan Pejabat
Senior untuk Kepemudaan (Senior Official Meeting on Youth/
SOMY).

Kerja sama ASEAN di bidang kepemudaan dimulai sejak


diselenggarakannya Konferensi Pemuda ASEAN tanggal 15-
17 September 1975. Dalam perkembangannya, telah dibentuk
Kelompok Ahli mengenai Pemuda (Expert Group on Youth) dan
telah pula disepakati Deklarasi ASEAN Prinsip-prinsip Penguatan
Kolaborasi Pemuda (Declaration of Principles to strengthen ASEAN
Collaboration on Youth) pada tahun 1983. Tahun 1998 dibentuk pula
Kelompok Ahli Kepemudaan (Expert Group on Youth) yang kemudian
berubah nama menjadi Sub-Komite ASEAN untuk Kepemudaan
(ASEAN Sub-Committee on Youth/ASY). Selanjutnya pada tahun
2001, status ASY ditingkatkan menjadi ASEAN Senior Officials
Meeting on Youth (SOMY). Kegiatan dalam bidang kepemudaan juga

145
melibatkan LSM dengan dibentuknya Komite Kerja Sama Pemuda
ASEAN (Committee for ASEAN Youth Cooperation/CAYC).

Pelaksanaan program kerja sama pemuda ASEAN diselaraskan


dengan Program Kerja Persiapan Pemuda ASEAN untuk Pekerjaan
yang Berkelanjutan dan Menghadapi Tantangan-tantangan Lain
Globalisasi (Work Programme on Preparing ASEAN Youth for
Sustainable Employment and Other Challenges of Globalisation),
yang merupakan tindak lanjut dari Deklarasi Yangon Tahun 2000
untuk Mempersiapan Pemuda bagi Tantangan-tantangan Globalisasi
(Yangoon 2000 Declaration on Preparing ASEAN Youth for the
Challenges of Globalization). Dalam kaitan ini terdapat 4 bidang
prioritas, yaitu:
a. Kebijakan Pembangunan (Policy Development)
b. Promosi Pertanggungjawaban Sipil dan Kepedulian ASEAN/
Kepemimpinan Kepemudaan (ASEAN Awareness and Civic
Responsibility/Youth Leadership);
c. Promosi Mempekerjakan Pemuda (Promoting Employability of
Youth); dan
d. Isu-isu Lain (Information Exchange, Promoting NGO
Involvement and Other non-project activities).

Bidang prioritas tersebut kemudian juga tersirat dalam Program


Aksi Vientiane (Vientiane Action Programme/VAP) yang disepakati
oleh para Kepala Negara pada KTT ke-10 ASEAN tanggal 29-30
November 2004 di Vientiane, Laos. Tema utama VAP adalah untuk
mencapai komunitas sosial budaya ASEAN yang bertujuan untuk
nurturing human, cultural and natural resources for sustained
development in a harmonious and people-centred ASEAN dengan
jangka waktu 2004 -2010.

Prioritas utama kerja sama pemuda adalah Membangun


Komunitas Yang Peduli (Building a Community of Caring Societies)
dan Mengatur Dampak Sosial Integrasi Ekonomi (Managing the
Social Impact of Economic Integration) serta Promosi Identitas
ASEAN (Promoting an ASEAN Identity). VAP merekomendasikan
program kegiatan bagi pemuda antara lain untuk meningkatan
partisipasi pemuda dalam angkatan kerja, meningkatkan kesadaran,

146
dan meningkatkan identitas tentang ASEAN melalui program Camp
Pemuda dan pertukaran pemuda. Pelaksanaan kegiatan mengenai
pemuda sebenarnya menjadi tanggung jawab SOMY namun
mengingat kegiatan tersebut merupakan kegiatan lintas sektoral,
maka implementasi juga melibatkan badan sektoral lainnya
yang mulai dikoordinasi melalui Coordinating Conference for the
ASEAN Socio-Cultural Community (SOCCOM) sejak pertemuan di
Sekretariat ASEAN Jakarta, pada bulan November 2006.

Para Menteri Pemuda se-ASEAN dalam Sidangnya yang ke-5 di


Singapura, 25-26 April 2007, telah sepakat untuk mempertimbangkan
aspirasi para pemuda dalam pengambilan kebijakan dan keputusan
guna mencapai visi ASEAN. Sidang ke-5 para Menteri Pemuda
se-ASEAN yang bertema Youth: Creating Our Future Together
menghasilkan kesepakatan bahwa pemuda mempunyai peranan
penting menentukan masa depan kawasan ASEAN, oleh karena itu
sudah waktunya bagi para pemuda untuk menampilkan peranannya
mulai dari sekarang.

Untuk pertama kalinya pada Sidang ke-5 Para Menteri Pemuda


se-ASEAN diselenggarakan Kaukus Pemuda. Para pemuda ASEAN
yang tergabung dalam Kaukus Pemuda tersebut mengadakan
diskusi secara khusus, mengenai isu pendidikan, kewirausahaan,
lingkungan hidup serta keterlibatan pemuda dalam masyarakat.
Rekomendasi Kaukus Pemuda disampaikan secara langsung
kepada Para Menteri Pemuda se ASEAN pada Sidang tersebut.

ASEAN juga melibatkan kerja sama dengan Mitra Wicara


dalam upaya pemajuan pemuda di kawasan seperti dengan Cina,
Jepang dan Republic of Korea (RoK), dan juga India. Berbagai
program yang telah dilaksanakan diharapkan dapat berjalan secara
berkala antara lain:
a. ASEAN-Korea Youth Exchange Programme: ASEAN Youth
visit to Korea
b. ASEAN-Cina: ASEAN-Cina Youth Civil Servants Exchange
Programme
c. Program Kapal Pemuda ASEAN-Jepang
d. Japan East Asia Network for Exchange Programme
(JENESYS)

147
e. ASEAN-India: ASEAN Youth Visit to India
f. ASEAN Youth Day Meeting and ASEAN Youth Award
g. Cina ASEAN Young Enterpreneurship

13. Konferensi ASEAN dalam Bidang Kepegawaian Negeri Sipil


(ASEAN Conference on Civil Service Matters/ACCSM)

Pertemuan di bidang Kepegawaian Negeri Sipil dibentuk pada


tahun 1981 yang disebut dengan Konferensi ASEAN mengenai
Reformasi Kepegawaian Negeri Sipil (ASEAN Conference on
Reform in the Civil Service/ACRCS). Wadah ini kemudian berganti
nama menjadi Konferensi ASEAN dalam Bidang Kepegawaian
Negeri Sipil (ASEAN Conference on Civil Service matters/ACCSM).
Pertemuan ini dilaksanakan sekali dalam dua tahun. Pertemuan
terakhir merupakan pertemuan ke-15 ACCSM, tanggal 28-29 April
2009, di Vientiane, Laos. Pertemuan tingkat pejabat senior ini
biasanya dihadiri oleh pejabat tinggi pemerintahan maupun pakar
dalam bidang Kebijakan Kepegawaian Negeri Sipil di lingkungan
ASEAN.

Dibentuknya ACCSM bertujuan untuk bertukar pengalaman


kerja serta memperbaiki efisiensi dan efektivitas manajemen publik
yang dalam fungsinya memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Adapun mekanisme ACCSM meliputi kegiatan-kegiatan: konferensi/
seminar tingkat para pimpinan (pejabat tinggi pemerintahan)
maupun pakar dibidang pelayanan umum, pertukaran kunjungan
antara pejabat pemerintahan, pelatihan dan penelitian di bidang
administrasi publik dan hal lain yang berhubungan dengan kebijakan
kepegawaian negeri sipil di lingkungan ASEAN.

Pada pertemuan ke-14 ACCSM di Bali bulan Oktober 2007


dan pertemuan teknis dan pertemuan informal pada bulan Oktober
2008 di Bukittinggi, disadari bahwa pegawai negeri sipil memiliki
peranan penting dalam berbagai aspek pembangunan dan kerja
sama regional yang meliputi bidang politik dan keamanan, ekonomi,
sosial, kelembagaan dan pengembangan SDM. Oleh karena itu,
pertemuan menyepakati bahwa ACCSM dimasukkan dalam bagian
Komunitas Sosial Budaya ASEAN. Pertemuan telah mengesahkan
Rencana Kerja ACCSM (2008-2012) dan Komite Teknis bertugas

148
untuk menyusun langkah strategi melaksanakan Rencana Kerja
dimaksud. Pertemuan menyambut baik usulan Indonesia untuk
menjajaki kemungkinan menjalin kerja sama dengan negara-
negara Plus Three (Cina, Jepang dan Republik Korea) di bidang
kepegawaian negeri sipil dan mengesahkan proposal Indonesia dan
Singapura mengenai diadakannya Forum Akuntabilitas Pegawai Sipil
dan Pemerintahan Yang Baik (Forum on Civil Service Accountability
and Good Governance) yang diharapkan dapat dilakukan secara
rutin sebelum pelaksanaan konferensi utama atau pertemuan teknis
ACCSM setiap tahun.

14. Komite ASEAN Mengenai Perempuan (ASEAN Committee


on Women/ACW)

Pertemuan ASEAN yang menangani masalah perempuan


dibentuk pada tahun 1976 dengan sebutan Sub-Komite Perempuan
ASEAN (ASEAN Sub-Committee on Women/ASW). Pertemuan
ini diselenggarakan setahun sekali. Dalam perkembangannya
pertemuan ini berganti nama dengan Komite ASEAN mengenai
Perempuan (ASEAN Committee on Women/ACW). Pertemuan
terakhir ke-8 ACW dilaksanakan tanggal 2-4 November 2009 di
Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam. Pertemuan ini belum
memiliki pertemuan tingkat menteri.

Isu mengenai perempuan mulai diangkat pada Konferensi


Pemimpin Wanita ASEAN (ASEAN Women Leaders Conference)
di Jakarta pada bulan Desember 1975. Pertemuan pertama Komite
Pengarah ASEAN (ASEAN Standing Committee) di Manila tahun
1975 membentuk ASW. Selanjutnya pada Pertemuan ke-20 ASW
tahun 2001, ASW ditingkatkan statusnya menjadi ACW.

Dari sisi perkembangan kerangka kerja kebijakan kawasan,


terdapat tiga deklarasi penting ASEAN yang terkait dengan isu
perempuan dan telah disahkan, yakni:
a. Deklarasi Pemajuan Perempuan di ASEAN (Declaration on the
Advancement of Women in ASEAN), tahun 1988;
b. Deklarasi Melawan Perdagangan Manusia Khususnya
Perempuan dan Anak (The Declaration against Trafficking in
Persons Particularly Women and Children), tahun 2004; dan

149
c. Deklarasi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasu dan
Kekerasan terhadap Perempuan (The Declaration on the
Elimination of Al l Forms of Discrimination and Violence against
Women/DEVAW), tahun 2004.

Sejauh ini, terdapat dua Rencana Kerja yang telah disusun


dan disahkan sebagai tindak lanjut dari deklarasi-deklarasi yang
dihasilkan, yaitu:
a. Rencana Kerja Pemajuan Perempuan dan Persamaan Gender
(Work Plan on Womens Advancement and Gender Equality
(2005-2010)) sebagai tindak lanjut dari Deklarasi Tahun 1998
mengenai Pemajuan Perempuan di Kawasan ASEAN (1988
Declaration on the Advancement of Women in the ASEAN
Region); dan
b. Rencana Kerja untuk Mengoperasionalisasikan Deklarasi
Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan di ASEAN
(Work Plan to Operationalize the Declaration on the Elimination
of Violence against Women in ASEAN) sebagai tindak lanjut
dari DEVAW 2004.

Kerja sama ASEAN dalam bidang perempuan telah


menunjukkan perkembangan signifikan. Pertemuan ke-5 ACW
tahun 2006 di Singapura mengangkat tema Membangun
Kemitraan melalui Pemberdayaan Ekonomi Perempuan di
ASEAN. Hal ini menjadi perhatian utama negara-negara ASEAN
dalam meningkatkan upaya peranan perempuan pada usaha
kecil menengah (UKM). Beberapa hal pokok yang dibahas antara
lain: Laporan Ketiga tentang Pemajuan Perempuan di Kawasan
ASEAN (Third Regional Report on the Advancement of Women in
ASEAN); Dimensi Gender dari Globalisasi dan Integrasi Kawasan
(Gender Dimension of Globalisation and Regional Integration); serta
Pelaksanaan Rencana Kerja DEVAW.

Lebih lanjut, Sebagai suatu komitmen dalam Pemajuan dan


Perlindungan Hak Perempuan dan Anak di kawasan Asia Tenggara,
maka pada pada tanggal 3-4 April 2007 di Bangkok telah dilaksanakan
Konsultasi Kawasan untuk Pendirian ACWC (Regional Consultative
on the Establishment of ASEAN Commission on the Protection of
the Rights of Women and Children) yang bertujuan menghimpun

150
masukan dari unsur pemerintah dan non-pemerintah. Pembentukan
ACWC telah menjadi agenda ASEAN mulai dari Vientiane Action
Program 2004-2010 (VAP) tahun 2004 dan kemudian dilanjutkan
dengan tiga Cetak Biru Pembentukan Komunitas ASEAN 2015.
Pemajuan dan perlindungan hak Perempuan dan Anak tercantum
dalam Cetak Biru Komunitas Politik Keamanan ASEAN dan Cetak
Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN.

Menindaklanjuti mandat tersebut, selama tahun 2008-2009,


ACW sebagai organ ASEAN yang membawahi kerja sama di bidang
wanita, dan SOMSWD sebagai organ ASEAN yang membawahi
kerja sama di bidang anak, telah berhasil menyepakati Kerangka
Acuan ACWC.

Selama proses penyusunan Kerangka Acuan tersebut Indonesia


telah menunjukkan konsistensi untuk tetap mempertahankan
keseimbangan antara elemen pemajuan dan perlindungan hak
wanita dan anak, sesuai dengan arah politik luar negeri Indonesia
di bidang hak asasi manusia. Indonesia telah secara transparan
melakukan proses seleksi wakil-wakil Indonesia yang duduk
dalam ACWC. Berdasarkan seleksi tersebut telah terpilih Rita
Serena Kolibonso dari Mitra Perempuan/Womens Crisis Centre
(untuk masalah perempuan) dan Ahmad Taufan Damanik dari
Yayasan KKSP (untuk masalah anak). Inagurasi ACWC juga telah
dilaksanakan pada saat pertemuan KTT ke-16 ASEAN di Bangkok
pada tanggal 7 April 2010.

15. Pertemuan Pejabat Senior ASEAN Mengenai Narkoba


(ASEAN Senior Officials on Drugs/ASOD)

Pertemuan menteri yang menangani narkoba dibentuk sejak


ditandatanganinya Deklarasi ASEAN dalam hal Prinsip-prinsip
Memerangi Penyalahgunaan Narkoba (ASEAN Declaration of
Principles to Combat the Abuse of Narcotic Drugs) pada sidang
AMM di Manila pada tanggal 26 Juni 1976. Wadah ini disebut
dengan Pertemuan Pejabat Senior Mengenai Narkoba (ASEAN
Senior Officials on Drugs/ASOD) Pertemuan ini diselenggarakan
setahun sekali, sedangkan pertemuan terakhir adalah pertemuan
ke-30 ASOD, tanggal 30 Oktober 2009, di Phnom Penh, Kamboja.

151
Di samping ASOD juga terdapat pertemuan lainnya yang menangani
isu yang sama yakni Pertemuan Pejabat Senior Terkait Kejahatan
Transnasional (ASEAN Senior Official Meeting on Transnational
Crimes/SOMTC).

Penanganan kejahatan lintas batas di bidang narkoba


dibahas dalam ASOD, SOMTC serta Operasi Kerja Sama ASEAN
dan China sebagai Respons terhadap Obat Berbahaya (ASEAN
and China Cooperative Operations in Response to Dangerous
Drugs/ACCORD). Untuk bidang spesifik pencegahan, terapi dan
rehabilitasi, penegakan hukum, serta penelitian penyalahgunaan
dan pengedaran gelap narkoba, ASEAN memiliki forum ASOD yang
hingga kini masih berada di bawah koordinasi Pertemuan Menteri-
menteri ASEAN Terkait Kejahatan Transnasional (ASEAN Ministerial
Meeting on Transnational Crime/AMMTC).

Pada tanggal 25-26 Agustus 2008 diadakan Pertemuan ke-


29 ASOD di Bandar Seri Begawan, Brunei Darusssalam, yang
dilanjutkan dengan Pertemuan ke-4 SOMTC+3 Working Group
Meeting on Narcotics, Pertemuan ASOD+India Consultation dan
Pertemuan ke-5 ACCORD Joint Task Force. Rangkaian pertemuan
membahas berbagai proyek kerja sama untuk peningkatan kapasitas
dan kerja sama dalam Penanggulangan dan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Obat-obat
Terlarang (P4GN) serta peningkatan kerja sama dengan Jepang,
Republik Korea dan China (Plus Three). Dalam Pertemuan ini
dihasilkan sejumlah rekomendasi dari Kelompok Kerja, antara lain:
a. Working Group on Alternative Development (AD) dipimpin
Indonesia, merekomendasikan agar program AD yang
berkelanjutan difokuskan juga pada tanaman pengganti ganja,
bukan hanya pengganti opium; agar lebih banyak penelitian
kegiatan yang bernilai ekonomi; agar dilakukan pendekatan
menyeluruh untuk memperbaiki infrastruktur, pendidikan,
kesehatan, kredit usaha kecil, dan pelayanan sosial untuk
mengentaskan kemiskinan serta perlunya komitmen politis
untuk kesinambungan AD, pemasaran produk dan pertukaran
pengalaman.
b. Working Group on Preventive Education (PE) dipimpin Filipina
merekomendasikan agar Indonesia membagi pengalaman

152
dengan Negara anggota lainnya dalam kemitraan dengan
media. Agar ASOD mencari proyek mengenai pendidikan bagi
remaja sebagai inisiatif lintas sektoral.
c. Working Group on Treatment and Rehabilitation (TR) di-
pimpin Malaysia terutama merekomendasikan antisipasi
penyalahgunaan narkoba melalui dihirup dan agar industri
bahan kimiawi mendukung program TR dari pemerintah.
d. Working Group on Law Enforcement dipimpin Thailand mere-
komendasikan Workshop Legal Matters for Drug Control
bagi anggota ACCORD, agar perundang-undangan domestik
dan internasional lebih dipahami.
e. Working Group on Research dipimpin Singapura mere-
komendasikan penjajakan penggunaan cairan biologi selain
urine, misalnya keringat dan deteksi napas manusia untuk
menguji adanya zat Toluene dalam deteksi penyalahgunaan
narkoba dengan cara dihirup. Indonesia memberi rekomendasi
agar dilakukan kerja sama dengan pabrik pengguna zat Toluene
untuk mencari zat pengganti.

Sidang terakhir ASOD yang ke-30 di Phnom Penh, Kamboja,


telah menghasilkan Kelompok Kerja ASOD Terkait Usaha Memerangi
Pembuatan Ileggal dan Penyalahgunaan Narkoba (ASOD Work
Plan on Combating Illicit Drug Manufacturing Trafficking and Abuse
(2009-2015)) sebagai suatu suatu komitmen kuat ASEAN dalam
memerangi bahaya Narkoba, yang merupakan wujud implementasi
Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN element B6. Ensuring
a drug-free ASEAN.

Rencana Kerja dimaksud merupakan indikator kualitatif ASEAN


Bebas Narkoba 2015 (ASEAN Drugs Free 2015) yang merupakan
kombinasi dari tiga dokumen yaitu: Visi ASEAN Bebas Narkoba
(Adopted Vision of ASEAN Drug Free), Rencana Kerja Sekretariat
ASEAN (ASEAN Secretariat Work Plan) dan Cetak Biru Komunitas
Sosial Budaya ASEAN. Indikator kualitatif ASEAN Bebas Narkoba
2015 yang termuat dalam Rencana Kerja dimaksud dibagi ke dalam
tiga bagian kegiatan, yaitu:
a. Pengurangan Panen Ilegal Tanaman Penghasil Narkoba secara
Signifikan dan Berkelanjutan (Significant and sustainable
reduction in illicit crops cultivation),

153
b. Pengurangan Produksi Ilegal Narkoba dan Kejahatan
yang Berhubungan dengan Narkoba secara Signifikan dan
Berkelanjutan (Significant and Sustainable Reduction in Illicit
Manufacturing and Trafficking of Drugs and Drugs Related
Crime), dan
c. Pengurangan Popularitas Penggunaan Obat-obatan Ilegal
secara Signifikan dan Berkelanjutan (Significant and
Sustainable Reduction of the Prevalence of Illicit Drug Use).

Secara umum, inti dari kerja sama P4GN di tingkat regional


ASEAN diarahkan pada upaya realisasi komitmen Kawasan
Bebas Narkoba ASEAN 2015, yang dipertegas dalam Rencana
Aksi Komunitas Sosial-Budaya ASEAN. Upaya di tingkat kawasan
tersebut diselaraskan dengan langkah-langkah di tingkat nasional
yang menetapkan pencapaian Kawasan Bebas Narkoba Indonesia
2015.

16. Yayasan ASEAN (ASEAN Foundation)

Yayasan ASEAN didirikan pada tahun 1997. Badan ini


mengadakan pertemuan sebanyak dua kali setahun. Pertemuan
terakhir merupakan pertemuan ke-24 dari Dewan Penyantun (Board
of Trustees), pada tanggal 25 Mei 2010 di Jakarta.

Pembentukan Yayasan ASEAN merupakan tindak lanjut dari


keputusan para Pemimpin ASEAN pada KTT ke-5 di Bangkok
tahun 1995. Maksud pembentukan Yayasan ASEAN adalah untuk
meningkatkan posisi kerja sama sosial budaya yang diharapkan
dapat memberikan kemakmuran bagi ASEAN, melalui pembangunan
Sumber Daya Manusia, peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi
dan kesadaran sosial. Nota Kesepahaman pendirian Yayasan
ASEAN ditandatangani oleh para Menteri Luar Negeri ASEAN, pada
15 Desember 1997 di Kuala Lumpur.

Untuk dapat melaksanakan program dan kegiatannya, Yayasan


ASEAN didukung dengan dana abadi (endowment fund) dan dana
operasional (operational fund) yang didapat dari kontribusi negara-
negara anggota ASEAN, Mitra Wicara ASEAN yaitu pemerintah
Jepang melalui Dana Solidaritas Jepang-ASEAN (Japan-ASEAN

154
Solidarity Fund), Perancis, China, Republik Korea, Kanada
(International Development Research Centre), dan dari sektor
swasta yaitu Microsoft Indonesia dan Hewlett Packard Indonesia.

Dalam perkembangannya, Yayasan ASEAN telah melakukan


berbagai kegiatan yang ditujukan untuk mendorong adanya
kepedulian dan partisipasi yang luas dari masyarakat ASEAN. Hal
ini tercermin dari berbagai proyek kegiatan dan pelatihan-pelatihan
yang bersifat kawasan bagi masyarakat akar rumput ASEAN serta
proyek yang berkaitan dengan Inisiativ Integrasi ASEAN (Initiative
for ASEAN Integration/IAI). Dalam memperingati usia Yayasan
ASEAN yang ke-10 telah dilakukan survai kesadaran akan ASEAN
dikalangan mahasiswa berbagai universitas di negara anggota.
Berdasarkan hasil survai terbatas tersebut diketahui bahwa
masyarakat belum sepenuhnya menyadari keberadaan ASEAN.
Oleh karena itu maka perlu dilakukan berbagai upaya tambahan
untuk memasyarakatkan ASEAN.

Tantangan yang dihadapi oleh Yayasan ASEAN adalah


kemandirian dalam pembiayaan operasional Yayasan. Dana
operasional Yayasan ASEAN yang didapat dari bunga endowment
fund dan unrestricted fund diperkirakan hanya mampu mendukung
kegiatan-kegiatan operasional Yayasan ASEAN sampai dengan
akhir tahun 2012. Yayasan ASEAN diharapkan lebih proaktif dalam
mengadakan kegiatan penggalangan dana dan meningkatkan
ASEAN Awareness di masyarakat ASEAN serta dan lebih aktif
mengundang sektor swasta untuk berpartisipasi dalam kegiatan
Yayasan ASEAN. Pada waktu ini Direktur Eksekutif Yayasan
ASEAN melakukan inisiatif baru menjajaki kerja sama dengan
organisasi internasional seperti Asian Development Bank, United
Nations Economics and Social Commission for Asia and the Pacific
(UNESCAP), UNAIDS dan UNIFEM serta berbagai sektor swasta di
negara anggota ASEAN.

Dengan diberlakukannya Piagam ASEAN, akan dilakukan


penyesuaian terhadap Nota Kesepahaman, mengingat berdasarkan
Piagam ASEAN, Yayasan ASEAN akan berada di bawah koordinasi
Sekretariat ASEAN. Piagam ASEAN memberi mandat kepada
Yayasan ASEAN untuk mendukung pembangunan masyarakat
ASEAN dengan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai

155
identitas ASEAN, interaksi diantara masyarakat (people-to-people)
dan kolaborasi yang lebih erat dengan sektor swasta, masyarakat
madani, akademisi, dan pemilik kepentingan lain di kawasan.

17. Konferensi Koordinasi Komunitas Sosial Budaya ASEAN


(Coordinating Conference on the ASEAN Socio-Cultural
Community/SOC-COM)

Konferensi ini mulai dibentuk pada bulan November 2006.


Pertemuan ini diselenggarakan setiap sekali setahun. Pertemuan
terakhir adalah 6th SOC-COM. Pertemuan SOC-COM selalu
diselenggarakan di Jakarta. Mengingat meningkatnya kerja sama di
bidang sosial budaya terutama meningkatnya proyek-proyek yang
dilaksanakan, maka ASEAN menganggap perlu adanya sebuah
badan yang dapat mengkoordinir, memonitor dan mengevaluasi
semua pelaksanaan proyek-proyek di bidang sosial budaya.

SOC-COM menjadi landasan untuk melakukan koordinasi


perkembangan masing-masing badan sektoral yang jumlahnya
16 badan tersebut seperti tenaga kerja, lingkungan, pendidikan,
kebudayaan, kesehatan, perempuan dan anak, pemuda dan
sebagainya. Pada pertemuan SOC-COM ini dibahas perkembangan
proyek-proyek yang dilakukan oleh masing-masing badan sektoral
yang meliputi manfaat proyek dan penganggarannya.

18. Komite Pejabat-pejabat Senior Terkait Komunitas Sosial


Budaya ASEAN (Senior Official Committee on ASEAN
Socio-Cultural Community/SOCA)

Pertemuan pejabat tinggi yang bertanggung jawab terhadap


isu-isu sosial budaya mulai dibentuk dan aktif pada bulan April 2009.
Sesuai Piagam ASEAN, pertemuan ini dilaksanakan setidaknya dua
kali setahun. Pertemuan terakhir dilaksanakan di Danang, Vietnam
yang merupakan pertemuan ke-4 SOCA.

Pertemuan SOCA dilaksanakan sebagai wujud untuk


merealisasikan apa yang diamanatkan oleh Pasal 9 Piagam ASEAN.
Pertemuan SOCA ditujukan untuk membahas, mengkoordinasi,
memonitor dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan yang berada di

156
bawah Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN. Disamping itu
SOCA dapat pula menjadi tempat pembahasan dan mengajukan
dokumen/deklarasi/nota saling pengertian kepada para kepala
negara pemerintahan untuk disahkan/diadopsi/ditandatangani.
SOCA juga berfungsi untuk memonitor perkembangan kegiatan
yang sifatnya cross-cutting issues antara badan-badan sektoral.

19. Dewan Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-


Cultural Community Council/ASCC)

Pertemuan ASCC Council ini merupakan pertemuan tingkat


menteri koordinator bidang sosial budaya yang mulai dibentuk pada
bulan April 2009. Sama dengan SOCA pertemuan ini sesuai Piagam
ASEAN diselenggarakan setidaknya dua kali setahun. Pertemuan
ke-4 ASCC Council di Danang, Vietnam merupakan pertemuan
terakhir untuk tahun 2010. Pertemuan ini dipimpin oleh pejabat
setingkat menteri atau pejabat tinggi yang bertanggung jawab
terhadap kegiatan-kegiatan Pilar Komunitas Sosial Budaya ASEAN.
Dalam hal ini Indonesia diketuai oleh Menteri Koordinasi Bidang
Kesejahteraan Rakyat.

Pertemuan ini juga sebagai wujud dari Pasal 9 Piagam


ASEAN. ASCC Council berfungsi mengawasi dan mengevaluasi
aktivitas yang dilakukan oleh badan-badan sektoral. ASCC Council
harus dapat memastikan kemajuan yang dicapai oleh Cetak Biru
Komunitas Sosial Budaya ASEAN. Memonitor dan mengatur
kegiatan-kegiatan yang sifatnya cross-cutting issue maupun yang
bersifat cut across yaitu kerja sama yang melibatkan pilar-pilar
ASEAN lainnya seperti isu hak asasi dimana ditangani oleh Pilar
Komunitas Politik-Keamanan ASEAN dan juga Pilar Komunitas
Sosial Budaya ASEAN.

157
158
BAB IV
KERJA SAMA EKSTERNAL ASEAN

A. Pendahuluan

Dalam Deklarasi Bangkok tahun 1967, disebutkan bahwa


tujuan pembentukan ASEAN adalah untuk mewujudkan perdamaian,
kemajuan dan kemakmuran di kawasan Asia Tenggara. Pada
Paragraf 7 Deklarasi Bangkok, ASEAN juga bertujuan untuk
memelihara kerja sama yang erat dan bermanfaat dengan organisasi
kawasan dan internasional yang mempunyai kesamaan tujuan.
Dengan demikian, ASEAN sejak berdirinya telah menunjukkan sikap
berpandangan ke luar dan keinginan untuk aktif menjalin hubungan
dengan pihak-pihak di luar ASEAN. Sesuai semangat tersebut,
ASEAN telah menjalin hubungan dengan berbagai negara baik di
kawasan Asia, Pasifik, Amerika, dan Eropa.

Kerja sama ASEAN dengan mitra wicara secara penuh dimulai


sejak tahun 1974 dengan Australia. Kemudian diikuti Selandia Baru
(1975), Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Uni Eropa dan UNDP
(1977), Republik Korea (1991), India (1995), China dan Rusia
(1996). Selain itu, Pakistan menjadi Mitra Wicara Sektoral ASEAN
pada tahun 1997.

Sejak ditandatanganinya Piagam ASEAN, kerja sama ASEAN


dengan mitra wicara dan organisasi kawasan dan internasional
diatur dalam pasal 41 tentang Pelaksanaan Hubungan Eksternal.
Prinsip dasar dalam menjalin kerja sama dengan pihak eksternal
sesuai pasal 41 Piagam ASEAN, yang mengedepankan ASEAN
sebagai kekuatan pendorong terwujudnya Komunitas ASEAN 2015
dan mengutamakan peran sentral ASEAN.

Kriteria pemberian Status Dialog tersebut disahkan pada


Sidang ke-5 Panitia Tetap ASEAN (ASEAN Standing Committee/
ASC) di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam, tahun 1996.
Kriteria penetapan suatu negara menjadi calon Mitra Wicara antara
lain sebagai berikut:
1. Memiliki prinsip-prinsip dasar yang tercakup dalam dokumen-
dokumen dasar ASEAN, seperti: Deklarasi Bangkok,

159
Traktat Persahabatan dan Kerja sama (Treaty of Amity and
Cooperation/TAC), Wilayah Damai, Bebas dan Netral (Zone of
Peace, Freedom and Nutrality/ZOPFAN) dan Wilayah Bebas
Senjata Nuklir Asia Tenggara (Southeast Asia Nuclear Weapon
Free Zone/SEANWFZ). Calon negara Mitra Wicara dapat
memberikan bantuan teknis dan/atau pembangunan.

2. Memperhatikan pertimbangan politik antara lain: memiliki


perbatasan langsung dengan Negara-negara ASEAN, memiliki
perwakilan diplomatik di semua negara ASEAN dan sebaliknya,
memiliki kerja sama politik dan keamanan dengan salah satu
negara ASEAN, dan memiliki potensi menjadi aktor utama
dalam kawasannya.

3. Memperhatikan pertimbangan ekonomi antara lain: adanya


peningkatan hubungan perdagangan yang positif, adanya
peningkatan hubungan investasi yang positif, dan adanya
perjanjian investasi, pengaturan pajak ganda atau perjanjian
ekonomi lainnya antara ASEAN dengan negara terkait.

4. Memperhatikan pertimbangan hubungan sosial-budaya antara


lain: adanya pertukaran budaya, ilmu pengetahuan atau riset
dan pengembangan selama 5 tahun terakhir, adanya hubungan
antara Organisasi non-Pemerintah ASEAN dari negara terkait,
dan adanya warga negara ASEAN yang bekerja atau belajar di
negara tersebut atau sebaliknya.

Sejak tahun 1999, ASEAN memberlakukan kebijakan


penghentian sementara (moratorium) penambahan hubungan
kemitraan baru hingga waktu yang tidak ditentukan. Hal ini dengan
tujuan agar ASEAN dapat mengintensifkan dan mengkonsolidasikan
hubungannya dengan Mitra Wicara yang telah ada. Selain itu
juga dimaksudkan agar ASEAN dapat memfokuskan pada upaya
integrasi kawasan.

Sejak berlakunya Piagam ASEAN pada tangal 15 Desember


2008, terdapat pula kecenderungan meningkatnya keinginan negara
atau organisasi kawasan untuk menjadi mitra ASEAN. Sesuai pasal
44 Piagam ASEAN disebutkan para Menteri Luar Negeri ASEAN
dapat memberikan status formal Mitra Wicara Penuh, Mitra Wicara

160
Sektoral, Mitra Pembangunan, Pengamat Khusus, tamu atau status
lainnya. Pihak eksternal dapat diundang pada pertemuan-pertemuan
ASEAN atau kegiatan kerja sama ASEAN tanpa diberikan status
formal apapun, sesuai peraturan dan prosedur yang berlaku.

Mekanisme hubungan ASEAN dengan Mitra Wicara


dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu:
1. Pada tingkat Kepala Negara dilakukan melalui KTT ASEAN
dan KTT terkait lainnya.
2. Pada tingkat Menteri dilakukan melalui pertemuan tingkat
menteri ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting/AMM), pertemuan
dengan mitra wicara (Post Ministerial Conference/PMC), dan
pertemuan tingkat menteri di luar rangkaian PMC.
3. Pada tingkat Pejabat Tinggi ASEAN (Senior Officials Meeting/
SOM), mitra wicara, dan pertemuan di luar rangkaian SOM
seperti Senior Officials Consultations/SOC, Forum, dan
Consultation among Senior Officials.
4. Pada tingkat Direktur Jenderal seperti Working Group/WG,
Joint Cooperation Committee/JCC, Joint Planning Committee/
JPC, dan Japan-ASEAN Integration Fund /JAIF Management
Committee/JMC).
5. Pada tingkat kelompok ahli
6. Pada tingkat sektoral
7. Pada tingkat Komite Wakil Tetap (Committee of Permanent
Representatives/CPR)

B. Kerja sama ASEAN dengan Mitra Wicara Penuh

1. ASEAN-Amerika Serikat

Kerja sama ASEAN dan Amerika Serikat (AS) dimulai


sejak tahun 1977 yang pada perkembangannya kemudian
mendasarkan diri pada Pernyataan Visi Bersama Kemitraan
ASEAN-AS yang Diperluas (Joint Vision Statement on ASEAN
- US Enhanced Partnership) dengan Rencana Aksi (Plan
of Action 2006-2011) dan Prioritas Kerja Sama yang telah

161
direvisi dalam Kerangka Kemitraan ASEAN-AS yang Diperluas
(Revised Priorities for Cooperation under the ASEAN-US
Enhanced Partnership 2009).

Saat ini kerja sama ASEAN-AS memiliki payung kerja sama


dan rencana aksi yang komprehensif dengan prioritas antara
lain pada pilar politik dan keamanan, antara lain: kejahatan
lintas Negara, kontra terorisme, pembangunan kapasitas,
penegakan hokum, dan promosi hak-hak asasi manusia. Pada
pilar ekonomi, antara lain: perdagangan dan investasi, dan
kerja sama keuangan. Pada pilar sosial budaya antara lain:
ilmu pengetahuan dan teknologi, penanganan bencana alam,
lingkungan, perubahan iklim, keamanan pangan dan energy,
dan pendidikan termasuk beasiswa dan program pelatihan.

Kerja sama di bidang politik dan keamanan antara lain


dilakukan dengan dasar kepada Deklarasi ASEAN-AS untuk
Kerja sama Memerangi Terorisme Internasional pada tahun
2002 (ASEAN-US Declaration for Cooperation to Combat
International Terrorism). Selain itu, Pemerintah AS juga
menegaskan komitmennya sebagai partner strategis bagi
ASEAN yang direfleksikan antara lain melalui pengangkatan
H.E. Mr. Scot Marciel sebagai Duta Besar Amerika Serikat
untuk Urusan ASEAN pada tanggal 10 April 2008.

Landasan kerja sama bidang ekonomi dan perdagangan


adalah perjanjian TIFA yang ditandatangani pada tahun
2006 oleh Menteri Ekonomi Negara Anggota ASEAN dan
Wakil Perdagangan AS (United States Trade Representative/
USTR) khusus menangani kerja sama yang terkait dengan
perdagangan dan investasi, Visi Pembangunan ASEAN untuk
Memajukan Integrasi Ekonomi (ASEAN Development Vision to
Advance Economic Integration/ADVANCE).

Selain itu di bidang kerja sama ekonomi, Bantuan Teknis


dan Fasilitas Pelatihan ASEAN-AS di Sekretariat ASEAN telah
menyelesaikan program tahap I dengan berbagai pengkajian
dan workshop mengenai nomenklatur tarif dan Jendela Tunggal
ASEAN (ASEAN Single Window) dan berbagai workshop,
pelatihan dan kegiatan lain di bidang Hak Kekayaan Intelektual

162
yang diorganisir oleh Kantor Merek Dagang dan Paten AS (US
Patent and Trademark Office) dan akan diteruskan dengan
tahap II.
Pada Dialog ASEAN-AS ke-23 yang berlangsung di
Manila, Filipina, 6-8 Mei 2010, ASEAN dan AS juga membahas
kondisi ekonomi global yang antara lain menegaskan komitmen
bersama meningkatkan perdagangan dan kerja sama
ekonomi sebagai salah satu langkah pemulihan. ASEAN dan
AS perlu melihat peluang peningkatan kerja sama di bidang
perdagangan dan investasi guna menciptakan arsitektur
finansial internasional yang lebih berimbang dan mendorong
reformasi insitusi finansial internasional.
Mekanisme kerja sama di bidang pembangunan dan
ekonomi perdagangan ASEAN AS yang telah berlangsung
dengan baik antara lain adalah Rencana Kerja sama ASEAN-
AS (ASEAN-US Cooperation Plan/ACP). Sementara untuk
ADVANCE Pemerintah AS memberikan komitmen untuk
memberikan dana mendukung proyek-proyek kerja sama
selama 5 tahun. Sebagian besar dana implementasi ACP
dikoordinasikan melalui USAID sehingga pada dasarnya dana-
dana tersebut terikat pada ketentuan Bantuan Pembangunan
Luar Negeri AS (Overseas Development Assistance/ODA),
dimana yang dapat menerimanya hingga saat ini hanya 5
negara ASEAN yaitu Indonesia, Filipina, Laos, Kamboja dan
Viet Nam. Namun terdapat juga proyek-proyek khusus untuk
ASEAN yang biasanya ditujukan untuk penguatan Sekretariat
ASEAN dan mekanisme kerja sama ASEAN-AS.
Dalam kerja sama sosial budaya, ASEAN - AS telah
melaksanakan Program Kunjungan Ilmuwan ke ASEAN oleh
Fullbright untuk pejabat pemerintah, akademisi dan peneliti yang
ingin mengkaji isu-isu mengenai hubungan ASEAN-Amerika
Serikat. Di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, saat ini
ASEAN-AS masih dalam tahap penyelesaian draf Persetujuan
Kerja sama Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ASEAN-AS
(ASEAN-US Science and Technology Agreement).
Dalam forum dialog ASEAN-AS dilaksanakan pada
tingkat ahli sampai Kepala Negara/Kepala Pemerintahan.

163
Pada pertemuan Kelompok Kerja ke-1 ASEAN-AS dihasilkan
draft pengelompokan kembali prioritas kerja sama Kemitraan
ASEAN-AS yang Diperluas dalam 8 bidang sesuai ketiga pilar
dalam masyarakat ASEAN, yaitu: (1) kejahatan lintas negara,
termasuk kontra terorisme, (2) pembangunan kapasitas untuk
Pemerintahan yang Baik, penegakan hukum dan sistim hukum,
promosi hak-hak asasi manusia; (3) program ekonomi, (4)
kerja sama keuangan, (5) Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
(6) Penanganan Bencana Alam, (7) Lingkungan, perubahan
iklim, keamanan pangan dan energi, dan (8) Pendidikan,
termasuk program beasiswa dan pelatihan. Pertemuan ke-
2 Kelompok Kerja menghasilkan antara lain tindak lanjut
Pernyataan Bersama Pertemuan ke-1 Pemimpin ASEAN-AS,
pembentukan Kelompok Ahli ASEAN-AS (ASEAN-US EPG)
dan rencana penyelenggaraan Promosi Keliling ke AS.

Pada Pertemuan ke-23 Dialog ASEAN-AS di Manila,


Filipina pada bulan Mei 2010 dihasilkan komitmen pemimpin
ASEAN-AS untuk: (1) mengundang komisioner AICHR ke AS
pada awal November 2010, (2) mendirikan Pusat Sumber
HAM untuk ASEN (Human Rights Resources Center for
ASEAN/HRRCA) di UI di Jakarta, (3) Peningkatan bantuan
pembangunan AS melalui program ADVANCE sebesar US$
115 juta.

Dalam Pertemuan Tingkat Menteri dengan Mitra Wicara


(PMC) ke-42 tanggal 22 Juli 2009 di Phuket, Thailand, yang
dihadiri oleh Menteri Luar Negeri AS, Hillary Rodham Clinton,
pertemuan mencatat rencana AS untuk membuka Misi AS
untuk ASEAN di Jakarta serta rencana pelaksanaan KTT
Peringatan Hubungan ASEAN-AS di masa yang akan datang.
Pada pertemuan tersebut dilakukan penandatanganan
Instrumen Ekstensi Traktat Persahabatan dan Kerja sama di
Asia Tenggara (Instrument of Extension of the Treaty of Amity
and Cooperation in Southeast Asia/TAC) dan Deklarasi Aksesi
yang menandai aksesi AS terhadap TAC.

Pada tahun 2009, para Pemimpin Negara ASEAN dan AS


melakukan Pertemuan ke-1 Pemimpin ASEAN-AS di Singapura
pada tanggal 15 November 2009. Pertemuan ini merupakan

164
forum tertinggi dalam skema dialog kemitraan ASEAN-AS.
Pertemuan tersebut di atas menghasilkan Pernyataan Bersama
ASEAN-AS bagi Kemitraan yang Diperluas untuk Perdamaian
Langgeng dan Kemakmuran (ASEAN-US Joint Statement
Enhanced Partnership for Enduring Peace and Prosperity)
yang menegaskan posisi bersama ASEAN-AS terhadap isu-
isu global antara lain pembangunan tatanan ekonomi global,
non-proliferasi dan perlucutan senjata, perubahan iklim,
penanganan bencana alam, masalah kesehatan dan penyakit
pandemik, keamanan energi dan ketahanan pangan, dan kerja
sama penanggulangan kejahatan lintas negara.

2. ASEAN-Australia
Kerja sama ASEAN Australia yang dimulai pada tahun
1974, diawali dengan pembentukan Pertemuan Konsultatif
ASEAN-Australia (ASEAN - Australia Consultative Meeting/
AACM) yang kemudian diikuti dengan berbagai dialog ASEAN
Australia pada berbagai tingkatan antara lain: Forum Regional
ASEAN (ARF), PMC, Konsultasi Infromal antara Menteri
Ekonomi ASEAN dengan Menteri Negara-negara Hubungan
Ekonomi yang Lebih Dekat (Informal Consultations between
ASEAN Economic Ministers (AEM) dan Ministers from the Closer
Economic Relation (CER) Countries, Forum ASEAN-Australia,
Komite Perencanaan Bersama ASEWAN-Australia (ASEAN-
Australia Joint Planning Committee/JPC), Komite Koordinasi
Proyek (Project Coordination Committees/PCCs), Komite
ASEAN-Canberra dan berbagai kelompok kerja meliputi antara
lain di bidang perdagangan dan investasi, telekomunikasi,
pendidikan dan pelatihan, industri dan teknologi, lingkungan
hidup serta budaya dan informasi. Tahapan penting kerja sama
ASEAN-Australia adalah aksesi Australia kedalam TAC pada
tahun 2005.
Beberapa kerja sama ASEAN-Australia yang menonjol
terkait isu-isu transnasional adalah pertemuan kawasan
tingkat menteri mengenai penyelundupan manusia dan
kejahatan lintas Negara. Terkait isu terorisme, Australia telah
menandatangani Deklarasi Bersama ASEAN-Australia untuk
Kontra Terorisme (ASEAN-Australia Joint Declaration on

165
Counter Terrorism) pada pertemuan AMM/PMC/ARF ke-37,
Juli 2004 di Jakarta. Kerja sama ASEAN-Australia pada tahun
2007 mengalami perkembangan yang signifikan yaitu dengan
ditandatanganinya Deklarasi Bersama tentang Kemitraan
Komprehensif ASEAN-Australia (Joint Declaration on ASEAN-
Australia Comprehensive Partnership) tanggal 1 Agustus
2007 di Manila, Filipina. Selain itu, Australia telah mengangkat
Duta Besar Ms. Gillian Bird sebagai Duta Besar pertama
Australia untuk ASEAN pada tanggal 17 September 2008 yang
berkedudukan di Canberra.

Terkait Inisiatif Konektivitas ASEAN (ASEAN Connectivity


Initiative) Australia akan memberikan manfaat bagi kawasan
secara keseluruhan khususnya terkait peningkatan konektivitas
fisik dan upaya-upaya integrasi ASEAN. Kerja sama ASEAN-
Australia juga menggarisbawahi pentingnya peningkatan kerja
sama konkrit dalam kerangka ARF serta perubahan ARF
dari Langkah-Langkah Pembangunan Rasa Saling Percaya
(Confidence Building Measures/CBM) menjadi Preventive
Diplomacy.

Australia merupakan mitra dagang penting ASEAN.


Jumlah perdagangan ASEAN dengan Australia mengalami
sedikit penurunan meningkat dari US$ 51,4 milyar tahun 2008
menjadi US$ 43,85 milyar tahun 2009. Meskipun demikian,
terdapat koreksi dalam jumlah Investasi Asing Langsung
(Foreign Direct Investment/FDI) Australia ke ASEAN. Jumlah
FDI Australia ke ASEAN menurun dari US$ 919,7 miliar pada
tahun 2008 menjadi US$ 700,9 juta pada tahun 2009.

Kemajuan kerja sama ekonomi ASEAN-Australia ditandai


dengan ditandatanganinya Persetujuan Pasar Bebas ASEAN-
Australia-Selandia Baru (ASEAN-Australia-New Zealand
Free Trade Agreement/AANZFTA) pada bulan Februari
2009. AANZFTA mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010.
Ratifikasi Indonesia terhadap AANZFTA masih dalam proses
pelengkapan dokumen ratifikasi. Indonesia masih melakukan
proses verifikasi transposisi dari Harmonized System (HS)
2002 ke HS 2007 dan sejauh ini terdapat 185 pos tarif yang
perlu diselesaikan. Kerja sama ekonomi tersebut di atas

166
didukung oleh Program Kerja sama Pembangunan ASEAN-
Australia Tahap I (2002-2008) dengan dana sebesar A$ 45 juta
yang bertujuan untuk membantu integrasi ekonomi ASEAN.
Program AADCP I ini telah berakhir pada bulan Juni 2008 dan
Australia kemudian dilanjutkan dengan AADCP II (2008-2015)
dengan dana A$ 57 juta.
Australia terlihat mempunyai keinginan kuat untuk
melakukan kerja sama di bidang penanggulangan bencana
alam. Namun hingga saat ini, kerja sama penanggulangan
bencana alam tersebut baru berjalan melalui kerja sama
bilateral dengan Indonesia seperti mekanisme Fasilitas
Australia Indonesia bagi Pengurangan Bencana (Australia
Indonesia Facility for Disaster Reduction/AIFDR). Mekanisme
AIFDR antara lain akan diimplementasikan melalui Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dimana untuk
sementara Pusat Koordinasi Bantuan Kemanusiaan dan
Penanggulangan Bencana ASEAN (the ASEAN Co-ordinating
Centre for Humanitarian Assistance on Disaster Management/
AHA Centre) sekarang berlokasi. Untuk itu, potensi kerja sama
penanggulangan bencana alam tersebut dapat dikembangkan
di tingkat ASEAN.

3. ASEAN-China
Hubungan kerja sama ASEAN dengan China telah
dimulai secara informal pada tahun 1991. China dikukuhkan
menjadi mitra wicara penuh ASEAN pada Pertemuan Tingkat
Menteri ke-29 di Jakarta, tahun 1996. Kerja sama kemitraan
ASEAN dan China semakin meningkat yang ditandai dengan
pengesahan berbagai dokumen, antara lain: Deklarasi
Bersama para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN dan
Republik Rakyat China tentang Kemitraan Strategis bagi
Perdamaian dan Kemakmuran (Joint Declaration of the Heads
of State/Government of the Association of the Southeast Asian
Nations and the Peoples Republic of China on Strategic
Partnership for Peace and Prosperity) pada KTT ke-7 ASEAN-
China di Bali, tahun 2003; Rencana Aksi Deklarasi Bersama
ASEAN-China tentang Kemitraan Strategis bagi Perdamaian
dan Kemakmuran (Plan of Action of the ASEAN-China Joint

167
Declaration on Strategic Partnership for Peace and Prosperity/
PoA) di Vientiane, tahun 2004 serta Pernyataan Bersama
KTT Peringatan Hubungan ASEAN-China (Joint Statement
of ASEAN-China Commemorative Summit) di Nanning, tahun
2006.

Rencana Aksi Deklarasi Bersama ASEAN-China tentang


Kemitraan Strategis bagi Perdamaian dan Kemakmuran (PoA)
ditandatangani di Vientiane tahun 2004 akan segera berakhir
masa berlakunya pada tahun 2010. Untuk itu, ASEAN dan
China saat ini sedang menyusun draft PoA periode 2011-2015.
Diharapkan draft PoA yang baru dapat disyahkan pada KTT
ke-13 ASEAN-China di Ha Noi, Viet Nam bulan Oktober 2010.
ASEAN dan China memiliki 11 prioritas bidang kerja sama
yaitu: pertanian, energi, informasi dan teknologi komunikasi,
sumber daya manusia, investasi bersama, pembangunan
Mekong, transportasi, budaya, pariwisata, kesehatan publik
dan lingkungan hidup.

Di bidang politik dan keamanan, China merupakan


mitra wicara ASEAN pertama yang menandatangani TAC
pada KTT ke-7 ASEAN-China di Bali tahun 2003. Beberapa
landasan kerja sama ASEAN dan China di bidang politik dan
keamanan adalah Deklarasi Bersama ASEAN-China tentang
Kerja sama Bidang Isu-Isu Keamanan Non-Tradisional (Joint
Declaration of ASEAN and China on Cooperation in the Field
of Non-traditional Security Issues 2002) dan Declaration on the
Conduct of Parties in the South China Sea (DOC) (2002).

Sebagai tindak lanjut Deklarasi Bersama ASEAN-China


tentang Kerja sama Bidang Isu-Isu Keamanan Non-Tradisional
(2002), ASEAN-China menandatangani Nota Kesepahaman
Kerja sama Bidang Isu-isu Keamanan Non-Tradisional (MoU)
di Bangkok, Thailand tahun 2004 yang berlaku untuk lima
tahun. Pada pertemuan Informal ASEAN Ministerial Meeting
on Transnational Crime (AMMTC)+China Consultation di
Brunei Darusalam tahun 2007, ASEAN dan China sepakat
memperpanjang periode MoU selama satu tahun sampai

168
Januari 2010 untuk mempersiapkan revisi MoU tersebut.
Pada pertemuan pertama AMMTC+China Consultation
dalam rangkaian pertemuan ke-7 AMMTC di Siem Reap,
Kamboja tanggal 19 November 2009, ASEAN dan China telah
menandatangani ASEAN-China MoU on Cooperation in the
Field of Non-traditional Security Issues periode 2010-2014.

Sementara itu pada pertemuan PMC+China di Phuket,


Thailand tanggal 22 Juli 2009, disepakati perlunya melanjutkan
pembahasan draft Guidelines for the Implementation of the
Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea
(DOC) yang sempat terhenti sejak bulan Mei 2006. Sebagai
tindak lanjut, di Ha Noi, Viet Nam, pada bulan April 2010 telah
diselenggarakan ASEAN-China Working Group Meeting on
the Implementation of the Declaration of Conduct of Parties in
the South China Sea. Pertemuan kelompok kerja selanjutnya
direncanakan diselenggarakan di China pada akhir tahun 2010
dan diharapkan pertemuan ASEAN-China SOM on DOC dapat
dilaksanakan sebelumnya.

Pada PMC+ China tersebut, China kembali menyampaikan


keinginannya untuk mengaksesi Protokol Traktat Wilayah
Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (SEANWFZ). ASEAN dan
China juga sepakat untuk melakukan kerja sama memberantas
peredaran obat-obatan terlarang dalam ASEAN-China
Cooperative Operations in Response to Dangerous Drugs
(ACCORD) yang didirikan di Bangkok tahun 2000.

Di bidang ekonomi, kerja sama ASEAN dan China


juga mengalami peningkatan. Volume perdagangan ASEAN
dan China meningkat tiga kali lipat dari US$ 59,6 milyar di
tahun 2003 menjadi US$ 192,5 milyar di tahun 2008. Total
perdagangan ASEAN-China mencapai 11,3 % dari total
perdagangan ASEAN. Hal ini menempatkan China sebagai
mitra dagang ketiga terbesar ASEAN.

Pada bulan November 2002, ASEAN dan China


menandatangani Framework Agreement on Comprehensive
Economic Cooperation untuk mendirikan Wilayah Bebas
Perdagangan ASEAN-China (ACFTA) yang mulai berlaku sejak

169
tahun 2010 untuk Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia,
Filipina, Singapura, Thailand dan China, dan tahun 2015 untuk
Kamboja, Laos, Myanmar dan Viet Nam.

Sebagai tindak lanjut KTT ke-12 ASEAN-China di Cha am,


Hua Hin, Thailand bulan Oktober 2009, Forum Wilayah Bebas
Perdagangan ASEAN-China diselenggarakan di Nanning,
China pada tanggal 7-8 Januari 2010. Pada kesempatan
tersebut, portal bisnis ACFTA diluncurkan dan mulai beroperasi
sejak tanggal 7 Januari 2010 dengan alamat http://www.
asean-cn.org. China secara resmi menyampaikan inisiatif
pembentukan Dana Kerja sama Investasi ASEAN-China
dengan dana sebesar US$ 10 milyar untuk mendanai proyek-
proyek kerja sama investasi di bidang infrastruktur, sumber
daya alam dan energi. China juga menyampaikan rencananya
untuk memberikan pinjaman sejumlah US$ 15 milyar untuk
3-5 tahun yang akan datang termasuk di dalamnya pinjaman
sebesar US$ 6,7 milyar. ASEAN dan China menandatangani
Nota Kesepahaman tentang Dana Kerja sama Investasi
ASEAN-China di Nanning, China tanggal 7 Januari 2010. Pada
pertemuan Konsultasi Pejabat Senior ASEAN-China di Hue,
Viet Nam bulan April 2010, Negara-negara Anggota ASEAN
menyampaikan harapan agar Dana Kerja sama Investasi
ASEAN-China dapat membiayai pembangunan infrastruktur
konektivitas darat, udara, maritim, dan teknologi informasi dan
komunikasi untuk mendukung Konektifitas ASEAN.

Pada KTT ke-12 ASEAN-China, telah ditandatangani


tiga MoU yaitu: Nota Kesepahaman Pembentukan Pusat
ASEAN-China oleh para Menteri Luar Negeri ASEAN dan
China, serta Nota Kesepahaman Kerja sama di Bidang Hak
Kekayaan Intelektual dan MoU between ASEAN and China on
Strengthening Cooperation in the Field of Standards, Technical
Regulations and Conformity Assessment oleh para Menteri
Ekonomi ASEAN dan China. Ketiga MoU ini diharapkan akan
dapat meningkatkan hubungan kerja sama ekonomi ASEAN
dan China dan juga hubungan antar masyarakat.

Sebagai tindak lanjut penandatanganan Nota


Kesepahaman Pembentukan Pusat ASEAN-China, Badan

170
Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) telah ditunjuk
sebagai lembaga pemrakarsa. Pada KTT ke-13 ASEAN-China
di Ha Noi, Viet Nam bulan Oktober 2010 yang akan datang
diharapkan ASEAN dan China sepakat untuk meluncurkan
Pusat Virtual ASEAN-China sebagai tahap pertama pendirian
Pusat ASEAN-China di Beijing, China pada tahun 2011.

Terkait dengan sebelas prioritas kerja sama ASEAN-


China, kedua belah pihak telah menandatangani sejumlah MoU
antara lain: Nota Kesepahaman Kerja sama Trasportasi, Nota
Kesepahaman Kerja sama Kebudayan, Nota Kesepahaman
Kerja sama Sanitasi dan Phytosanitari, Nota Kesepahaman
Kerja sama Pertanian dan Nota Kesepahaman Kerja
sama Informasi dan Media. ASEAN dan China juga telah
menandatangani Deklarasi Beijing Menteri-Menteri Pemuda
ASEAN dan China tentang Kerja sama Pemuda ASEAN-China
yang menjadi cetak biru untuk memperkuat kerja sama di
bidang pemuda.

Berbagai kegiatan di bidang budaya, kesehatan publik,


lingkungan hidup, pengembangan sumber daya manusia, ilmu
pengetahuan dan teknologi, pendidikan, pemuda dan media
telah dilakukan, antara lain: Forum Industri Kebudayaan
ASEAN-China, Workshop ASEAN-China mengenai Praktek
Obat-obatan Tradisional Standar, Workshop tentang Manfaat
Obat-obatan Tradisional China dan Pengembangan Obat-
obatan Tradisional di ASEAN, Konperensi para Rektor ASEAN,
Pekan Kerja sama Pendidikan ASEAN-China, Workshop
Musim Panas Siswa Sekolah Atas ASEAN-China, Perkemahan
Pemuda ASEAN-China, Forum Wirausaha Muda ASEAN-
China, Program Pertukaran Wirausahawan Muda ASEAN-
China, Program Pertukaran Pegawai Negeri Muda ASEAN-
China, dan Seminar Kerja sama Media ASEAN-China.

Pada KTT ke-12 ASEAN-China antara lain disepakati:


pentingnya peningkatan kerja sama di bidang obat-obatan
tradisional sebagai suatu alternatif dalam kesehatan publik,
pelatihan 100 orang pejabat di bidang lingkungan hidup dari
Negara-negara Anggota ASEAN, dan peluncuran program
Double 100,000 Goal of Students Mobility in 2020.

171
Pada tanggal 31 Desember 2008, China telah menunjuk
H.E. Mrs. Xue Hanqin sebagai Duta Besar China untuk ASEAN.
Saat ini China tengah dalam proses membuka Kantor China
untuk ASEAN yang melekat dengan Perwakilan (Kedutaan
Besar RRC) bilateralnya di Jakarta.

4. ASEAN-India

India menjadi Mitra Wicara penuh ASEAN pada saat


KTT ke-5 ASEAN di Bangkok tanggal 14-15 Desember 1995
setelah sebelumnya menjadi mitra wicara sektoral sejak 1992.
Penyelenggaraan KTT ke-1 ASEAN-India tanggal 5 November
2002 di Phnom Penh, Kamboja memperkuat momentum
tersebut dengan ditegaskannya komitmen para Pemimpin
ASEAN dan India untuk meningkatkan kerja sama dalam
bidang perdagangan dan investasi, pengembangan sumber
daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi, teknologi
informasi dan hubungan antar masyarakat.

Selanjutnya, komitmen ASEAN dan India tersebut


dikukuhkan melalui penandatanganan ASEAN-India
Partnership for Peace, Progress and Shared Prosperity dan
Plan of Action to Implement the ASEAN-India Partnership for
Peace, Progress and Shared Prosperity (PoA) pada KTT ke-3
ASEAN-India di Vientiane, Laos tanggal 30 November 2004.
Kedua dokumen tersebut merupakan dokumen inti dari dasar
pelaksanaan kerja sama kemitraan ASEAN-India saat ini.
Bidang-bidang kerja sama yang diatur di dalam kedua dokumen
itu adalah bidang politik, ekonomi dan sosial budaya.

Pada KTT ke-7 ASEAN-India di Cha-am Hua Hin,


Thailand, bulan Oktober 2009, disepakati perlunya menyusun
PoA yang baru untuk diluncurkan sebelum penyelenggarakan
KTT ke-8 ASEAN-India di Ha Noi, Viet Nam bulan Oktober
2010. Sehubungan dengan itu, ASEAN dan India sedang
menyusun PoA yang baru untuk periode 2010-2015.

Kerja sama ASEAN-India dilakukan melalui mekanisme


KTT ASEAN-India, Pertemuan Tingkat Menteri Luar Negeri
ASEAN-India (PMC+India), Pertemuan Pejabat Senior ASEAN-

172
India (SOM), Komite Bersama Kerja Sama ASEAN-India,
Kelompok Kerja ASEAN-India, ARF dan berbagai konsultasi/
pertemuan sektoral di bidang politik dan keamanan, ekonomi
dan sosial budaya. Dalam kerja sama dengan ASEAN, India
menyatakan komitmennya untuk meningkatkan hubungan
ASEAN-India dengan memberikan kontribusi melalui Dana
Pembangunan ASEAN dan Dana ASEAN-India yang digunakan
untuk mendanai berbagai proyek kerja sama ASEAN-India.
Sejak tahun 1994, Pemerintah India secara rutin memberikan
kontribusi dana pada Dana ASEAN-India yang hingga sekarang
berjumlah total US$ 11.406.407,43.

Untuk lebih meningkatkan hubungan kemitraan ASEAN-


India, India telah menunjuk Duta Besar India untuk Indonesia,
H.E. Biren Nanda merangkap sebagai Duta Besar India untuk
ASEAN.

Di bidang politik dan keamanan, ASEAN dan India


terus menunjukkan komitmen untuk meningkatkan kerja
sama. Pada KTT ke-2 ASEAN-India di Bali bulan Oktober
2003, India mengaksesi TAC dan menandatangani Deklarasi
Bersama ASEAN-India untuk Kerja sama Memerangi
Terorisme Internasional. Sedangkan untuk kerja sama di
bidang penanganan kejahatan transnasional, ASEAN-India
telah melakukan pertemuan pertama ASEAN Senior Officials
on Drugs (ASOD)-India Consultation di Brunei Darussalam
pada bulan Agustus 2008. India menyampaikan persetujuan
untuk mendukung proposal proyek Workshop on Curbing ATS
Threat: Precursor Chemicals and Chemical Diversion Control.

Di bidang ekonomi, ASEAN dan India telah menanda-


tangani Persetujuan Kerangka Kerja sama Ekonomi
Komprehensif antara ASEAN dan Republik India pada KTT ke-2
ASEAN-India. Sesuai dengan Kerangka Persetujuan tersebut,
proses negosiasi perdagangan barang dalam kerangka
Persetujuan Perdagangan Bebas ASEAN-India (ASEAN-India
Free Trade Agreement/AIFTA) telah dimulai pada Januari 2004.
Persetujuan Perdagangan Barang ASEAN-India (ASEAN-India
Trade in Goods Agreement/AI-TIGA) telah ditandatangani oleh
para Menteri Ekonomi ASEAN dan India pada pertemuan ke-41

173
Meteri Ekonomi ASEAN bulan Agustus 2009 dan mulai berlaku
efektif pada 1 Januari 2010. Pertemuan ke-12 ASEAN-India
SOM, mencatat bahwa sejak penandatanganan AI-TIGA baru
lima negara yang telah menyelesaikan proses ratifikasi, yaitu
Vietnam, Malaysia, Singapura, Thailand dan India. Diharapkan
semua pihak dapat segera menyelesaikan proses ratifikasi agar
perjanjian tersebut dapat diimplementasikan secara efektif.
Saat ini ASEAN dan India sedang berupaya menyelesai-
kan negosiasi di bidang jasa dan investasi. Diharapkan
negosiasi di kedua bidang ini dapat diselesaikan pada tahun
2010. Volume perdagangan ASEAN-India pada tahun 2008 telah
mencapai US$ 48 milyar. Hal ini sejalan dengan target untuk
meningkatkan volume perdagangan ASEAN-India menjadi
US$ 50 milyar pada tahun 2010. Berdasarkan pencapaian
tersebut, pada KTT ke-7 ASEAN-India para Pemimpin sepakat
untuk meningkatkan target volume perdagangan ASEAN-India
menjadi US$ 70 milyar untuk dua tahun ke depan.
Sebagai tindak lanjut KTT ke-7 ASEAN-India, saat
ini ASEAN dan India sedang mempersiapkan rencana
penyelenggaraan Dewan Bisnis ASEAN-India (Business
Council/AIBC), KTT Bisnis ASEAN-India (ASEAN-India
Business Summit/AIBS), Pekan Bisnis ASEAN-India dan
Pameran Industri dan Perdagangan ASEAN. Kerja sama
ASEAN-India juga menekankan perlunya peningkatan kerja
sama pariwisata.
Kerja sama sosial-budaya ASEAN-India meliputi
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, teknologi informasi
dan komunikasi, bioteknologi, farmasi dan kesehatan,
pengembangan sumber daya manusia, pariwisata, budaya,
hubungan antar masyarakat, Kursus Khusus untuk Diplomat
Negara-negara ASEAN, Kunjungan 100 Mahasiswa ASEAN ke
India, Program Pertukaran Media ASEAN-India, kunjungan dan
pertukaran kelompok ahli di berbagai bidang, dan pelaksanaan
proyek di bawah Inisiatif Integrasi ASEAN (Initiative for ASEAN
Integration/IAI).
Dalam rangka meningkatkan kerja sama di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi, pada bulan November 2006,

174
telah diselenggarakan KTT Teknologi di India. Menindaklanjuti
pertemuan tersebut, pada KTT ke-5 ASEAN-India di Cebu,
Filipina tanggal 14 Januari 2007, PM India mengajukan proposal
untuk membentuk Dana Pengembangan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi ASEAN-India (ASEAN-India Science and
Technology Development Fund/AISTDF) dengan kontribusi
awal dari India sejumlah US$ 1 juta. Pertemuan ke-12 AIJCC
di Sekretariat ASEAN bulan Mei 2010 telah mengesahkan
Pedoman Manajemen AISTDF.

Pada KTT ke-6 ASEAN-India, PM India juga mengusulkan


pembentukan Jaringan ASEAN-India untuk Perubahan Iklim
yang akan didanai oleh Dana Hijau ASEAN-India. Untuk itu,
India menyatakan akan memberikan kontribusi awal sebesar
US$ 5 juta untuk mengembangkan teknologi mitigasi dan
adaptasi dampak dari perubahan iklim. India juga mendukung
program pengurangan kesenjangan pembangunan di antara
Negara-negara Anggota ASEAN melalui mekanisme IAI,
khususnya negara-negara Kamboja, Laos, Myanmar dan
Vietnam (CLMV).

ASEAN dan India telah menyepakati rencana pendirian


Pusat Pelatihan Bahasa Inggris di Indonesia. Indonesia telah
menunjuk Universitas Al-Azhar Indonesia sebagai pelaksana
proyek dimaksud yang akan bekerja sama dengan Universitas
Hyderabad di India. Diharapkan CELT tersebut dapat segera
terwujud, namun demikian pendirian Pusat Pelatihan Bahasa
Inggris tersebut masih perlu ditindaklanjuti dan dibahas lebih
lanjut dengan pihak India dan Sekretariat ASEAN.

Pada KTT ke-7 ASEAN-India, PM India mengusulkan


pembentukan gugus kerja guna menyusun Pernyataan Visi
yang menjabarkan arah kebijakan hubungan kemitraan ASEAN-
India hingga tahun 2020. Untuk itu akan dibentuk Kelompok
Ahli ASEAN-India untuk mengidentifikasi 20 tahun kerja
sama ASEAN-India dan merekomendasi untuk memperkuat
Kemitraan Strategis ASEAN-India.

175
5. ASEAN-Jepang
Kerja sama ASEAN dan Jepang mulai lakukan dialog
informal pada tahun 1973 dan hubungan formal mulai terbentuk
dengan terwujudnya Forum ASEAN-Jepang pada bulan Maret
1977. Hubungan ASEAN-Jepang pada awalnya ditekankan
pada hubungan kerja sama ekonomi. Pada tanggal 25 Mei 1981
berdiri Pusat Promosi Perdagangan, Investasi dan Pariwisata
berdasarkan persetujuan antara Negara-negara ASEAN dan
Jepang. Pusat ASEAN-Jepang (ASEAN-Japan Centre/AJC)
ini dalam perkembangannya memperluas fungsi dan aktivitas
sesuai keputusan KTT Peringatan Hubungan ASEAN-Jepang
pada tahun 2003. Berdasarkan rekomendasi Eminent Persons
Committee perjanjian AJC kemudian diamandemen dan
disahkan oleh Dewan Direktur AJC tanggal 20 November 2007.
Indonesia telah meratifikasi amandemen tersebut. Mekanisme
pertemuan ASEAN-Jepang terdiri atas: KTT ASEAN-Jepang,
PMC ASEAN-Jepang, ASEAN Japan Forum (tingkat SOM), the
Japan-ASEAN Integration Fund (JAIF) Committee/JMC. Namun
demikian, berbeda dengan mekanisme pertemuan ASEAN
dengan mitra wicara lainnya, ASEAN-Jepang tidak memiliki
mekanisme pertemuan di tingkat Direktur Jen dan tingkat
kelompok kerja. Untuk ASEAN-Jepang, pertemuan di tingkat
kelompok kerja adalah Japan-ASEAN Integration Fund (JAIF)
Management Committee (JMC) Meeting. Pertemuan pada
tingkat Direktur Jenderal dengan mitra wicara diselenggarakan
di Jakarta di bawah kerangka ASEAN Committee of Permanent
Representatives (CPR). Penyesuaian mekanisme ini mulai
diterapkan pada pelaksanaan the 6th Japan-ASEAN Integration
Fund (JAIF) Management Committee (JMC) Meeting pada
tanggal 12 April 2010 dengan merubah pertemuan tersebut
menjadi open ended dengan maksud agar dapat dihadiri
seluruh Negara Anggota ASEAN dan disebut expanded JMC
Meeting. Pada pertemuan ini juga disepakati untuk merubah
Guideline of JAIF dan Rules of Procedures JMC Meeting serta
membetuk 1 mekanisme baru yaitu pertemuan ASEAN-Japan
Joint Coordinating Committee.
Penguatan kerja sama ASEAN-Jepang ditandai dengan
pelaksanaan KTT Peringatan Hubungan ASEAN-Jepang, 11-

176
12 Desember 2003 di Tokyo dan ditandatanganinya Tokyo
Declaration for the Dynamic and Enduring ASEAN-Japan
Partnership in the New Millennium seta disahkannya Rencana
Aksi ASEAN-Japan yang merupakan cetak biru kerja sama
ASEAN-Jepang yang komprehensif. Pada KTT ASEAN-Jepang
ke-10 di Cebu tanggal 14 Januari 2007, disepakati usulan
Jepang untuk membentuk Kelompok Ahli guna mengelaborasi
9th ASEAN-Japan Summit Joint Statement on Deepening
and Broadening of ASEAN-Japan Strategic Partnership guna
mewujudkan kerja sama yang lebih nyata. Rekomendasi
Kelompok Ahli dalam bentuk Report of the ASEAN-Japan
Eminent Persons Group telah dilaporkan kepada para
Pemimpin pada KTT ASEAN-Jepang ke-12 di Hua Hin, Thailand
tanggal 24 Oktober 2009. Pada KTT ASEAN-Jepang ke-11
tanggal 21 November 2007 telah dikeluarkan Joint Statement
on the Conclusion of the Negotiations for the ASEAN-Japan
Comprehensive Economic Partnership Agreement (AJCEP)
yang mencakup perdagangan barang, perdagangan jasa,
investasi dan kerja sama ekonomi. Negosiasi Persetujuan
AJCEP telah selesai dan ditandatangani pada awal tahun
2008. Terkait AJCEP Jepang dan ASEAN akan melakukan
negosiasi di bidang jasa dan investasi setelah satu tahun
AJCEP diratifikasi semua negara. Dalam kerangka kerja sama
KTT Asia Timur (East Asia Summit/EAS), ASEAN-Jepang
memandang penting pertukaran di kalangan masyarakat.
Pada KTT ASEAN-Jepang ke-10, Jepang berkomitmen
melaksanakan program untuk mengundang 6000 pemuda dari
Negara-negara EAS per tahun selama lima tahun. Program
kunjungan ke Jepang Jaringan Pertukaran Siswa dan Pemuda
Jepang-Asia Timur (Japan-East Asia Network of Exchange
for Students and Youths/JENESYS) akan melibatkan banyak
siswa pelajar. Jepang juga akan mengundang guru-guru muda
sebagai upaya meningkatkan pengetahuan publik tentang
ASEAN dan Jepang. Selain itu Jepang merupakan penggagas
studi mengenai Institut Riset Ekonomi untuk ASEAN dan Asia
Timur (Economic Research Institute for ASEAN and East Asia/
ERIA). Sebagai tindak lanjut pada 3rd EAS, para pemimpin telah
menyepakati pembentukan ERIA untuk dapat diakomodasi
sementara di Sekretariat ASEAN, Jakarta. Kegiatan ERIA

177
akan dilaksanakan berdasarkan tiga pilar kebijakan penelitian
yakni memperdalam integrasi ekonomi, mempersempit jurang
perbedaan pembangunan, dan pembangunan ekonomi yang
berkelanjutan. ERIA saat ini berada di bawah payung kerja
sama EAS dan memiliki fokus pada kajian-kajian strategis guna
mendorong integrasi kawasan dan memperkuat kemitraan di
Asia Timur. Disamping itu, Jepang juga merupakan penggagas
studi mengenai Kemitraan Ekonomi Komprehensif di Asia
Timur (Comprehensive Economic Partnership in East Asia/
CEPEA) untuk menjajaki kemungkinan membentuk kerangka
kerja sama bagi integrasi ekonomi di Asia Timur. Pada KTT
ASEAN-Jepang ke-11 di Singapura tahun 2007 Jepang
telah mengusulkan pembentukan Dialog ASEAN-Jepang
untuk Kerja sama Lingkungan (ASEAN-Japan Dialogue on
Environmental Cooperation/AJDEC) yang bertujuan antara
lain untuk bertukar pandangan dan mengidentifikasi kerja
sama di bidang lingkungan dan memajukan proyek terkait
lingkungan. Dalam pertemuan ASEAN PMC ke-42 di Phuket,
Thailand, tanggal 22 Juli 2009, Indonesia secara resmi telah
menjadi Negara Koordinator hubungan kerja sama ASEAN-
Jepang mulai bulan Juli 2009 sampai Juli 2012 menggantikan
Lao PDR. ASEAM sepakat dengan komitmennya untuk lebih
meningkatkan kemitraan strategis ASEAN dan Jepang dalam
mengimplementasikan Joint Statement of the Ninth ASEAN-
Japan Summit: Deepening and Broadening of ASEAN-Japan
Strategic Partnership in the New Millennium. Negara-negara
Anggota ASEAN menyambut baik bantuan dan komitmen
Jepang terhadap proses integrasi ASEAN dan penanganan
krisis ekonomi melalui mekanisme Chiang Mai Initiative
Multilateralization (CMIM). Jepang melalui Japan-ASEAN
Integration Fund (JAIF) mendukung dana sebesar US$ 62 juta
untuk CMIM. Kerja sama ASEAN-Jepang dibiayai melalui Trust
Funds ASEAN-Jepang yaitu Japan ASEAN General Exchange
Fund (JAGEF), Japan ASEAN Exchange Project (JAEP)
Fund, dan Japan ASEAN Integration Fund (JAIF). Dalam
rangka intensifikasi kerja sama ASEAN-Jepang, disepakati
mengkonsolidasi trust funds tersebut kedalam Japan ASEAN
Integration Fund (JAIF) yang mulai efektif sejak Agustus 2008.
Dana JAIF 28 Februari 2010 sebesar lebih dari US$ 108 juta.

178
Pada pertemuan JAPANASEAN Integration Fund (JAIF)
Management Committee (JMC) pada tanggal 9-10 Februari
2009, Jepang menyatakan tetap memberikan prioritas
kerja sama ASEAN-Jepang pada lima bidang, yaitu: kontra
terorisme, lingkungan hidup, penanganan bencana alam,
Public Outreach, dan lainnya. Pada pertemuan ke-6 JMC pada
tanggal 12 April 2010, Jepang menambah prioritas kerja sama
yaitu menjadi: kemitraan ekonomi; lingkungan hidup dan
perubahan iklim; penanganan bencana alam, kontra terorisme,
kesehatan dan kesejahteraan; keamanan maritim termasuk
penanganan pembajakan laut; dan pertukaran masyarakat.
Disamping itu, Jepang menambah kontribusinya untuk JAIF
sebesar US$ 90 juta bagi program Economic Partnership
Agreement (EPA)-Japanese Language Training (US$14.3 juta),
Emergency Economic Assistance (US$61.9juta) dan Disaster
Management (US$ 13.3juta). Program EPA Language Training
lebih bersifat bilateral dan subkawasan bagi Negara-negara
ASEAN yang telah memiliki EPA dan ditujukan untuk pelatihan
bahasa Jepang bagi tenaga perawat. Indonesia menerima
paket EPA Language Training untuk tahun 2009, disusul oleh
Filipina. Program Emergency Economic Assistance akan
dialokasikan bagi kerja sama ASEAN Plus Three. Sementara
Disaster Management akan mendukung fasilitas ASEAN
Humanitarian Assistance Centre (AHA) di Jakarta dan Asian
Disaster Reduction Centre (ADRC) di Kobe. Kerja sama di
bidang politik Jepang telah mengaksesi TAC pada tanggal
2 Juli 2004 di Jakarta. Jepang pernah menyampaikan visi
untuk membangun suatu East Asia community (EAc). Jepang
berkomitmen mendukung terbentuknya Komunitas ASEAN
2015 dengan ASEAN sebagai kekuatan penggerak utama.
ASEAN menyambut baik Doktrin Fukuda dimana PM Yasuo
Fukuda menyebutkan ASEAN adalah mitra yang memiliki visi
yang sama dengan Jepang khususnya dalam konteks guliran
arsitektur kawasan. Jepang menunjuk Duta Besarnya untuk
ASEAN pada tanggal 17 Oktober 2008 yang berbasis di Tokyo,
namun kemudian tanggal 8 April 2010, Pemerintah Jepang
menempatkan Duta Besarnya untuk ASEAN di Jakarta. Para
Pemimpin ASEAN dan Jepang menegaskan komitmennya
dalam menghadapi ancaman terorisme melalui mekanisme

179
Partnership in the New Millennium dan dalam pelaksanaan Rencana Aksi ASEAN-
Jepang.

Dalam pertemuan tersebut Negara-negara Anggota ASEAN menyambut baik


bantuanDialog Kontra Jepang:
dan komitmen TerorismedalamASEAN-Jepang.
menghadapi ancaman Jepang juga
terorisme melalui
mekanisme Dialog Kontra
menyambut baikTerorisme ASEAN-Jepang,
terbentuknya ASEAN terhadap proses integrasi ASEAN
Inter-Governmental
dan penanganan krisis ekonomi melalui mekanisme Chiang Mai Initiative
Commission on Human Rights (AICHR).
Multilateralization (CMIM), tambahan bantuan dana melalui JAIF sebesar US$ 62 juta
serta inisiatif Perdana Menteri Jepang Taro Aso Growth Initiative towards Doubling the
Size of AsiasDalam pertemuan ASEAN PMC ke-42 di Phuket, Thailand,
Economy.
tanggal 22 Juli 2009, Indonesia secara resmi telah menjadi
Negara Koordinator
Jepang juga meminta ASEANhubungan kerja sama bantuan
untuk memanfaatkan ASEAN-Jepang
Jepang berupa
Bantuan Darurat Berkaitan dengan Krisis Keuangan di Wilayah
mulai bulan Juli 2009 sampai Juli 2012 menggantikan ASEAN sebesar
Lao US$
61,9 juta dalam upaya menangani krisis ekonomi dan keuangan.
PDR. Menteri Luar Negeri RI Hassan Wirajuda menyampaikan
komitmennya
Perdana Menteriuntuk lebihJepang
Hatoyama, meningkatkan
menyampaikankemitraan strategis
visi untuk membangun
suatu ASEAN
East Asia community
dan Jepang Terkait dengan
(EAc). dalam hal tersebut, Jepang mendukung
mengimplementasikan Joint
proses integrasi kawasan termasuk pencapaian Komunitas ASEAN pada tahun 2015.
Statement of the Ninth ASEAN-Japan Summit: Deepening and
Menjelang terpilihnya sebagai perdana menteri, Hatoyama selalu mendengung-
Broadening
dengungkan of ASEAN-Japan
pembentukan Strategic
EAc sebagai salah Partnership
satu bagian in the politik
dari kebijakan New luar
negeri Millennium dan didalam
Jepang termasuk pelaksanaan
pidatonya Rencana
pada salah satu Aksi ASEAN-
sesi di depan Sidang Majelis
UmumJepang.
PBB ke-64/2009 di New York.


PertemuanPertemuan
Dirjen Kerja Dirjen Kerja sama
sama ASEAN denganASEAN dengan
Wakil Menteri Wakil
Luar Menteri
Negeri JepangLuar Negeri
dalam rangka
Jepang dalamIndonesia
Coordinatorship untuk ASEAN-Jepang
rangka koordinasi 2009-2012.
Coordinatorship Sumber:untuk
Indonesia Ditjen ASEAN-Jepang
KS ASEAN
2009-2012. Sumber: Ditjen KS ASEAN
Pada pertemuan the First ASEAN Senior Economic Officials Meeting of the 41st
AEM (SEOM 1/41) tanggal 18-21 Januari 2010 di Da Nang, Vietnam, mencatat bahwa
Kamboja dan Indonesia telah meratifikasi ASEAN-Japan Economic Partnership
6. ASEAN-Kanada
Agreement (AJCEP), sehingga hanya Filipina yang belum meratifikasi. Ratifikasi
Indonesia mengenai persetujuan AJCEP tersebut ditetapkan melalui Peraturan Presiden

No. 5/2009 Kerja 19 sama
tanggal NovemberASEAN
2009. dan Kanada pertama kali
dilaksanakan melalui ASEAN Standing Committee (ASC) pada
bulan Februari 1977. Pada Pertemuan tersebut, Menteri Luar 107

180
Negeri Kanada saat itu menyampaikan komitmen bantuan
program pembangunan untuk ASEAN. Komitmen tersebut
kemudian diwujudkan dengan ditandatanganinya ASEAN-
Canada Economic Cooperation Agreement (ACECA) pada
tanggal 25 September 1981 di New York, Amerika Serikat.
Persetujuan tersebut diikuti dengan pembentukan ASEAN-
Canada Joint Cooperation Committee (JCC) pada tanggal 1
Juni 1982 yang berfungsi sebagai forum dialog bagi ASEAN
dan Kanada untuk membahas kerja sama di bidang-bidang
ekonomi, perdagangan, investasi, industri, dan kerja sama
pembangunan.

Pada tahun 2006, hubungan kerja sama ASEAN-Kanada


mengalami pertumbuhan yang signifikan dengan dicapainya
kesepakatan kedua belah pihak berupa Rencana Kerja Kerja
sama ASEAN-Kanada 2005-2007 pada tanggal 27 Juli 2006
dan Deklarasi Bersama ASEAN-Kanada untuk Kerja sama
Memerangi Terorisme Internasional pada 28 Juli 2006.

Bertepatan dengan 30 tahun hubungan kemitraan


ASEAN-Kanada pada tahun 2007, kedua pihak mengesahkan
2nd ASEAN-Canada Joint Cooperation Work Plan 2007-2010
(ACJCWP). Rencana Kerja tersebut diprioritaskan pada
kerja sama di bidang-bidang kontra terorisme dan kejahatan
lintas negara, ekonomi, keamanan kesehatan, dialog antar
keyakinan, dan bantuan teknis serta pengembangan kapasitas
Sekretariat ASEAN.

Di bidang kerja sama politik dan keamanan, ASEAN-


Kanada telah menyelenggarakan beberapa proyek di bidang
kontra terorisme antara lain ASEAN Workshop on Preventing
Bio-Terrorism tanggal 12-13 Juli 2007 dan ASEAN Workshop
on Forging Cooperation Among Anti-Terror Units tanggal 23-24
Januari 2008. Kedua workshop diadakan di Jakarta dan didanai
oleh Kanada dan merupakan tindak lanjut kesepakatan Sidang
ke-6 ASEAN Senior Officials Meeting on Transnational Crime
(SOMTC) tanggal 5-6 Juni 2006 di Bali dan implementasi
ASEAN-Canada Joint Declaration for Cooperation to Combat
International Terrorism yang ditandatangani pada tanggal 28
Juli 2006 di Kuala Lumpur, Malaysia.

181
Kegiatan prioritas dalam 2nd ACJCWP lainnya yang
telah diselenggarakan adalah ASEAN-Canada Dialogue
on Interfaith Initiatives pada tanggal 5-7 November 2008 di
Surabaya. Bersama Kanada, Indonesia merupakan ketua
bersama dialog tersebut. Dialog tersebut merupakan kegiatan
dialog antar keyakinan pertama di ASEAN maupun mitra
wicara. Dialog tersebut dihadiri seluruh Negara Anggota
ASEAN, Kanada dan Sekretariat ASEAN, yang terdiri atas
unsur-unsur pemerintahan, masyarakat madani, pendidikan,
dan media massa. Sedangkan di bidang Hak Asasi Manusia
(HAM), Kanada juga telah mendanai kegiatan Workshop on
Supporting the Establishment of a Regional Human Rights
Mechanism in ASEAN pada tanggal 15-17 Mei 2008 di Bali.

Di bidang kerja sama ekonomi khususnya bantuan


teknis dan pengembangan kapasitas Sekretariat ASEAN,
Kanada telah memberikan persetujuan atas proposal ASEAN-
Canada Cooperation on Technical Initiatives for the VAP
(ACTIV) sebagai fasilitas dukungan para ahli dari Kanada
melalui Sekretariat ASEAN. Kemudian pada KTT ke-14
ASEAN disyahkan Declaration on the Roadmap for an ASEAN
Community 2009-2015 yang kemudian ASEAN meminta
Kanada untuk menyetujui merevisi Terms of Reference (ToR)
on ASEAN-Canada Technical Initiatives yang sebelumnya
didasarkan atas Vientiane Action Program (VAP).

Guna meningkatkan kerja sama ASEAN-Kanada


di bidang ekonomi akan dibentuk pengaturan Trade and
Investment Framework Arrangement (TIFA). Pada 3rdh
ASEAN-Canada Senior Economic Officials Meeting (SEOM)
yang diselenggarakan untuk melanjutkan perundingan TIFA
yang tertunda sejak tahun 2007. Penundaan negosiasi ini
dikarenakan kondisi domestik Myanmar. Dalam pertemuan
the 1st ASEAN Senior Economic Officials Meeting of the 41st
AEM (SEOM 1/41) di kota Da Nang, Vietnam, pada tanggal 18-
21 Januari 2010, telah dibahas kembali perkembangan kerja
sama ekonomi ASEAN-Kanada. Adapun pokok-pokok yang
dibahas dalam pertemuan tersebut adalah finalisasi ASEAN-
Canada Trade and Investment Framework Arrangement (TIFA).

182
Pengaturan ini belum dapat diselesaikan namun kedua pihak
sepakat untuk segera menyelesaikan pengaturan tersebut.

Implementasi proyek-proyek kerja sama ASEAN-Kanada


tidak didanai melalui dana khusus tetapi melalui Canadian
International Development Agency (CIDA). Mekanisme CIDA
memiliki kendala, karena tidak semua negara ASEAN eligible
menerima ODA, yaitu Singapura, Brunei Darussalam dan
Malaysia. Sementara Myanmar tidak layak menerima ODA
karena alasan politis. Hal ini menyulitkan pelaksanaan program
yang diharapkan melibatkan seluruh anggota ASEAN.

Pada pertemuan ASEAN PMC ke-42 tanggal 22 Juli


2009 di Phuket, Thailand, telah diadopsi Joint Declaration
on ASEAN-Canada Enhanced Partnership sebagai landasan
kerja sama ASEAN-Kanada ke depan dan telah menugaskan
pejabat senior ASEAN dan Kanada untuk menyusun Work Plan
khusus di bidang pembangunan infrastruktur, kontra terorisme
dan kejahatan lintas negara, hak asasi manusia, dialog antar
keyakinan serta dialog antar kebudayaan. Menindaklanjuti
hal tersebut, pada 4tht ASEAN-Canada Informal Coordinating
Mechanism (ICM) di Sekretariat ASEAN Februari 2010 telah
dibahas implementasi 2nd ACJCWP dan penyusunan draft
Plan of Action to Implement the Joint Declaration on ASEAN-
Canada Enhanced Partnership. Disepakati untuk mempercepat
penyelesaian draft PoA. Pertemuan ICM CIDA menyampaikan
bahwa pendekatan Kanada di kawasan Asia Tenggara akan
difokuskan pada pemajuan HAM dan disaster reduction di luar
konteks bantuan kemanusiaan.

Berkaitan dengan keinginan Kanada untuk mengaksesi


TAC, pada pertemuan ASEAN Senior Officials Preparatory
Meeting di Hanoi ASEAN menyambut baik rencana tersebut.
Sekarang ini Kanada sedang dalam proses mengaksesi TAC.
Terkait perkembangan ASEAN sekarang ini, Kanada telah
menunjuk Duta Besarnya di Jakarta merangkap sebagai Duta
Besar Kanada untuk ASEAN mulai tanggal 24 Agustus 2009.

183
7. ASEAN-Republik Korea

Kemitraan ASEAN dan Republik Korea (ROK) pertama kali


terjalin pada bulan November 1989. ROK selanjutnya menjadi
mitra dialog penuh saat diselenggarakan ASEAN Ministerial
Meeting (AMM) ke-24 bulan Juli 1991 di Kuala Lumpur. Arah
kerja sama ASEAN-ROK saat ini berlandaskan pada Joint
Declaration on Comprehensive Cooperation Partnership yang
disahkan melalui KTT ASEAN-ROK ke-8 di Vientiane, tanggal
30 November 2004; Plan of Action (POA) to Implement the
Joint Declaration on Comprehensive Cooperation Partnership
yang ditandatangani pada KTT ASEAN-ROK ke-9 di Kuala
Lumpur, tanggal 13 Desember 2005; Joint Statement of the
ASEAN-ROK Commemorative Summit yang ditandatangani
pada saat ASEAN-ROK Commemorative Summit di Jeju
Island, ROK, tanggal 2 Juni 2009; dan Report of the ASEAN-
Republic of Korea Eminent Persons Group yang diserahkan
kepada Pemimpin ASEAN dan ROK pada KTT ke-12 ASEAN-
ROK di Hua Hin, Thailand, tanggal 24 Oktober 2009.

Peningkatan status kerja sama ASEAN-ROK dari


comprehensive partnership menjadi kemitraan strategis
merupakan usulan Kelompok Ahl ASEAN-ROK (EPG) yang
telah dicanangkan pada KTT ke-12 ASEAN-ROK. Untuk
peningkatan kerja sama ASEAN-ROK disepakati bahwa Joint
Declaration on Comprehensive Cooperation Partnership dan
Plan of Action (PoA) to Implement the Joint Declaration on
Comprehensive Cooperation Partnership tahun 2005 tidak
akan direvisi, melainkan ASEAN dan ROK akan menyusun
Joint Declaration for an ASEAN-ROK Strategic Partnership dan
Plan of Action to Implement the Joint Declaration on Strategic
Partnership yang diharapkan dapat disahkan pada KTT ke-13
ASEAN-ROK di Ha Noi, Viet Nam, bulan Oktober 2010.

Pada KTT Peringatan 20 tahun Hubungan ASEAN-


ROK di Jeju Island, ROK tanggal 1-2 Juni 2009 yang
bertema Partnership for Real, Friendship for Good. KTT
tersebut telah menghasilkan Joint Statement of the ASEAN-
Republic of Korea Commemorative Summit yang menjadi
dasar rencana kerja sama yang lebih erat ASEAN dan ROK.

184
Selain itu, Agreement on Investment under the Framework
Agreement on Comprehensive Economic Cooperation among
the Governments of the Member Countries of the Association
of Southeast Asian Nations and the Republic of Korea juga
ditandatangani melengkapi pembentukan ASEAN-ROK FTA
yang sebelumnya juga telah ditandatanganinya the Agreement
on Trade in Goods dan Agreement on Trade in Services.

Total nilai perdagangan ASEAN-ROK meningkat dua kali


lipat dalam lima tahun terakhir dari US$ 46.4 milyar pada tahun
2004 menjadi US$ 90.2 milyar pada tahun 2008. Perdagangan
ASEAN-ROK ditargetkan pada tahun 2015 naik dari US$ 90.2
(2008) menjadi US$ 150 milyar pada tahun 2015. Sedangkan
nilai investasi antara ASEAN dan ROK pada tahun 2008
mencapai US$ 6.8 milyar atau meningkat sebanyak lima kali
lipat dari nilai investasi pada tahun 2004, yakni US$ 1.3 milyar.
Kerja sama pembangunan ASEAN-ROK difokuskan pada
perdagangan, investasi, transportasi, pariwisata, pertanian,
ilmu pengetahuan dan teknologi, teknologi informasi dan
komunikasi, lingkungan hidup, kesehatan, pembangan
sumber daya manusia, kebudayaan, pertukaran masyarakat
dan pengungarangan jurang perbedaan pembangunan.
Proyek dan kegiatan dalam kerja sama ASEAN-ROK didanai
oleh the ASEAN-ROK Special Cooperation Fund (SCF) dan
Future Oriented Cooperation Project (FOCP) Fund. Pada KTT
Peringatan Hubungan ASEAN-ROK bulan Juni 2009, ROK
mengumumkan akan meningkatkan kontribusi tahunan untuk
Dana Kerja sama ASEAN-ROK dari US$ 3 juta menjadi US$ 5
juta setelah tahun 2010. Prioritas dana akan digunakan untuk
program terkait dengan pertukaran masyarakat dan budaya,
termasuk pertukaran pemuda dan personil perempuan,
memajukan pemahaman budaya dan lainnya. Kebijakan New
Asia Initiative yang dilontarkan oleh Presiden Lee Myung-bak
juga bertujuan untuk meningkatkan kerja sama ekonomi dan
pembangunan ASEANROK. Kerja sama lingkungan dengan
mengedepankan konsep Low Carbon, Green Growth serta
peningkatan Official Development Assistance (ODA) kepada
Negara-negara ASEAN dari US$ 155 juta menjadi US$ 395
juta pada tahun 2015.

185
ROK juga telah mengaksesi TAC pada ASEAN-ROK
Ministerial Meeting pada tanggal 27 November 2004. Hal ini
menunjukan komitmen ROK untuk memperkuat hubungan
politik dan keamanan dengan ASEAN. Pada tanggal 23
Desember 2008, Pemerintah ROK telah mengangkat Duta
Besar ROK untuk Indonesia merangkap sebagai Duta
Besar ROK untuk ASEAN. Sebagai wujud nyata kerja sama
ASEAN dan ROK pada KTT ke-11 ASEAN-ROK Desember
2007 di Singapura, para Menteri Luar Negeri ASEAN dan
ROK menandatangani MoU on Establishing the ASEAN-
Korea Centre (AKC) yang bertujuan untuk meningkatkan
perdagangan, mempermudah aliran investasi, mendorong
kunjungan pariwisata dan pertukaran misi kebudayaan antara
Negara Anggota ASEAN dan ROK. Seluruh Negara Anggota
ASEAN telah meratifikasi MoU dimaksud. Disamping itu juga
dibentuk ASEAN Forest Cooperation Organization (AFoCO)
atas dasar Joint Statement at the ASEAN-Republic of Korea
Commemorative Summit. Gagasan ROK mendapat dukungan
dari ASEAN Senior Officials on Forestry (ASOF) dengan
menyepakati agar masing-masing Negara Anggota ASEAN
dan ROK menunjuk pihak berkepentingan (focal point) untuk
menyusun draft Agreement on the Establishment of the
Asian Forest Cooperation (AFoCO). Pada pertemuan 2ndt
Ad-hoc Working Group for the Establishment of Asian Forest
Cooperation (AFoCO) Maret 2010 di Jeju Island, ROK setujui
permintaan ASEAN untuk mengganti kata Asian menjadi
ASEAN pada nama organisasi AFoCO.

8. ASEAN-Rusia
Kerja sama ASEAN-Rusia telah dimulai sejak tahun
1991. Rusia secara resmi menjadi mitra wicara ASEAN pada
pertemuan ke-29 AMM/PMC di Jakarta pada bulan Juli 1996.
Rusia menjadi mitra ASEAN karena pasar ekonomi Rusia
serta sumber daya alam yang dimilikinya merupakan peluang
bagi ASEAN. Kerja sama dengan Rusia dikembangkan di
sektor pembangunan, ilmu pengetahuan dan teknologi,
perdagangan, sumber daya manusia, investasi dan ekonomi,
lingkungan hidup, pariwisata, kebudayaan serta peningkatan

186
hubungan antar masyarakat. Kerja sama ASEAN-Rusia
secara komprehensif baru terbentuk tahun 2005 setelah
ditandatanganinya dokumen-dokumen sebagai berikut:
1) Joint Declaration of the Heads of State/Government of
ASEAN and Russian Federation on Progressive and
Comprehensive Partnership;
2) Comprehensive Programme of Action to Promote
Cooperation between ASEAN and Russian Federation
2005-2015;
3) Agreement between the Governments of the Member
Countries of the Association of Southeast Asian Nations
and the Government of the Russian Federation on
Economic and Development Cooperation.

Pada tanggal 3 November 2006 disepakati Terms of


Reference (TOR) of the ASEAN-Russia Joint Cooperation
Committee (ARJCC) untuk mengonsolidasikan kerja sama
ASEAN-Rusia, memberikan arahan, meninjau proses
implementasi kegiatan, dan mengidentifikasi arahan dan cara-
cara yang tepat untuk meningkatkan kerja sama ASEAN-Rusia
termasuk memonitor, memfasilitasi dan mengkoordinasikan
implementasi segala kegiatan terkait. Mulai tahun 2010
pertemuan ASEAN dengan mitra wicara pada tingkatan
kelompok kerja akan dilakukan oleh CPR dan bertempat di
Sekretariat ASEAN, Jakarta.

Guna meningkatkan kerja sama yang lebih konkrit maka


pada kesempatan Post Ministerial Conference Session (PMC)
dengan Russia Juli 2008 di Singapura telah diadopsi Roadmap
on the Implementation of Comprehensive Programme of Action
to Promote Cooperation between ASEAN and Russia 2005-
2015.

Di bidang politik beberapa kemajuan yang dicapai antara


lain dapat dilihat dengan adanya penandatanganan:

1) Joint Declaration on Partnership for Peace, Stability and


Security in the Asia-Pacific Region tahun 2003;

187
2) Joint Declaration on Cooperation to Combat International
Terrorism tahun 2004;
3) Aksesi Rusia pada Treaty of Amity and Cooperation (TAC)
in Southeast Asia tahun 2004.

Disamping itu, kerja sama politik ASEAN-Rusia


ditandai juga dengan ditandatanganinya ASEAN-Russia
Joint Declaration on Cooperation in Combating International
Terrorism sebagai bentuk kerja sama di bidang penanggulangan
kejahatan lintas negara. Menindaklanjuti deklarasi tersebut
disahkan juga TOR ASEAN-Russia Joint Working Group on
Counter Terrorism. TOR tersebut menjadi acuan bagi kerja
sama teknis penanggulangan terorisme dan kejahatan lintas
negara lainnya dalam kerangka SOMTC Working Group on
Counter Terrorism. Selanjutnya pada tanggal 15 Mei 2009
disahkan juga ASEAN-Russia Work Plan on Countering
Terrorism and Transnational Crime secara ad-referendum oleh
SOMTC.
Pada Joint Plenary of Meeting of the ASEAN-Russia
Joint Planning and Management Committee and the ASEAN-
Russia Joint Cooperation Committee di Myanmar, November
2009, Rusia mengusulkan bantuan teknis dalam memberantas
ekstremisme, kejahatan cyber dan perlindungan infrastruktur
penting, termasuk pelatihan dalam bentuk kontra terorisme.
Rusia mengusulkan untuk mengadakan pelatihan di salah
satu dari 3 regional Counter Terrorism Centres mengenai
penanggulangan terorisme.
Kerja sama ASEAN-Rusia juga berkembang lebih luas
dengan dicapaikan Memorandum of Understanding antara
Sekretariat ASEAN dan Sekretariat Shanghai Cooperation
Organization (SCO) tahun 2005 memberikan peluang bagi
upaya peningkatan kerja sama antara ASEAN dan SCO.
Di bidang ekonomi, ASEAN dan Rusia telah
menandatangani Agreement between the Governments
of the Member Countries of the Association of Southeast
Asian Nations and the Government of the Russian Federation
on Economic and Development Cooperation tanggal 10

188
Desember 2005 di Kuala Lumpur, Malaysia. ASEAN dan Rusia
juga menyepakati untuk mengaktifkan kembali forum ASEAN-
Russia Working Group on Trade and Economy (ARWGTEC)
dan SEOM-Russia Consultations sebagai wadah pembahasan
kerja sama ekonomi. Volume perdagangan Rusia dan
Negara-negara ASEAN pada tahun 2008 tercatat sebesar
US$10,2 milyar meningkat hampir 2 kali dibandingkan tahun
sebelumnya Nilai ekspor Rusia ke Negara-negara ASEAN
pada pertengahan 2009 mencapai US$ 2 milyar dan impor
Rusia dari Negara-negara ASEAN pada periode yang sama
senilai US$2,3 milyar.

Di bidang sosial budaya, kedua pihak menyadari perlunya


upaya-upaya meningkatkan kesadaran masyarakat ASEAN
dan Rusia guna mendorong kemitraan dan kerja sama ASEAN-
Rusia. Sejalan dengan itu, ditandatanganinya Memorandum
of Understanding on the Establishment of ASEAN Centre di
Moscow State University of International Relations (MGIMO)
oleh Sekretaris jenderal ASEAN dan Rektor MGIMO pada
tanggal 22 Juli 2009. Selanjutnya sebagai upaya mendorong
pemahaman budaya serta meningkatkan pertukaran budaya
antara ASEAN dan Rusia, kedua pihak telah menyusun draft
Agreement on Cultural Cooperation between the Governments
of the Member States of ASEAN and the Government of the
Russian Federation.

Di bidang penanganan bencana alam, Rusia mengajukan


proposal proyek Arrangement within the National Crisis
Management System in Russia yang akan mengintegrasikan
2 (dua) usulan proyek yaitu: ASEAN-Russia Workshop on
the Improvement of Disaster Management Monitoring and
Forecasting System for ASEAN Member Countries, ASEAN-
Russia Workshop on Arrangements within the National
Crisis Management Centre. Proyek ini direncanakan akan
diselenggarakan pada tahun 2011.

Proyek kerja sama ASEAN-Russia di bidang pariwisata


yang telah terlaksana adalah Russian Language Course for
ASEAN Tour Operators yaitu proses belajar Bahasa Rusia

189
untuk para operator pariwisata dari seluruh negara ASEAN.
Kegiatan ini dilakukan melalui 2 tahap, yaitu: e-learning course
dan in-class course dan kegiatan in-class cours.
Terkait keputusan para Kepala Negara/Pemerintahan
ASEAN yang mendorong Rusia dan Amerika Serikat untuk
mempererat hubungan mereka dalam perkembangan arsitektur
kawasan, termasuk kemungkinan keterlibatan mereka dengan
EAS melalui modalitas yang tepat. Rusia telah menunjuk
Dubes Rusia untuk Indonesia merangkap sebagai Duta Besar
Rusia untuk ASEAN. Penunjukan tersebut memperlihatkan
langkah politis yang positif dan diharapkan dapat mendorong
peningkatan kerja sama ASEAN-Rusia ke depan.
Pada bulan Mei 2009, Rusia memberikan tambahan
kontribusi sebesar US$ 750.000 pada ASEAN-Russia
Dialogue Partnership Financial Fund (DPFF). Total kontribusi
Rusia terhadap DPFF hingga saat ini telah mencapai
US$1.750.000.

Pembukaan Kursus Bahasa Rusia bagi para operator pariwisata ASEAN di Jakarta. Sumber: Ditjen KSA
Pembukaan Kursus Bahasa Rusia bagi para operator pariwisata ASEAN di Jakarta
Rusia telahSumber:
menunjuk H.E. Mr.
Direktorat Alexander
Jenderal A. Ivanov,
Kerja Sama ASEANDubes Rusia untuk
Indonesia sebagai Duta Besar Rusia untuk ASEAN. Selain itu, Rusia juga telah
mengirimkan staf baru dari Kemlu Rusia khusus untuk menangani kerja sama ASEAN-
Rusia. Penunjukan tersebut memperlihatkan langkah politis yang positif dan diharapkan
dapat mendorong peningkatan kerja sama ASEAN-Rusia ke depan.
190
9. ASEAN-Selandia Baru

Hubungan kerja sama ASEAN Selandia Baru telah berlangsung sejak tahun
1975 dengan dibentuknya ASEAN-New Zealand Dialogue Relations. Sejumlah kerja
9. ASEAN-Selandia Baru

Hubungan kerja sama ASEAN Selandia Baru telah


berlangsung sejak tahun 1975 dengan dibentuknya ASEAN-
New Zealand Dialogue Relations. Kerja sama dengan
Selandia Baru difokuskan pada upaya untuk meningkatkan
pembangunan sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi ASEAN.
Hubungan kemitraan ASEAN-Selandia Baru dilakukan melalui
berbagai mekanisme pada berbagai level, yaitu ASEAN
PMC+New Zealand yang merupakan sarana bagi para
Menteri Luar Negeri untuk mengevaluasi dan membahas
isu-isu politik, keamanan, ekonomi dan pembangunan yang
menjadi perhatian bersama. ASEAN-New Zealand Dialogue
dan Joint Cooperation Committee, yang merupakan pertemuan
berkala pada level Direktur Jenderal untuk membahas secara
mendalam kerja sama dibidang ekonomi dan fungsional. Dialog
juga dilakukan dalam kerangka ARF.

Kerja sama ASEAN-Selandia Baru di bidang politik


diperkuat dengan aksesi Selandia Baru pada TAC pada
ASEAN Ministerial Meeting ke-38 di Vientiane, Laos, bulan
Juli 2005. Seiring dengan meningkatnya kepentingan kedua
pihak, ASEAN Selandia Baru mempererat kerja samanya
dengan penandatanganan ASEAN-New Zealand Framework
for Cooperation 2006-2010, pada Juli 2006. Dokumen tersebut
meliputi kerja sama dibidang ekonomi, politik dan keamanan
serta pendidikan masyarakat dan hubungan kebudayaan.
Dalam kaitan ini atas masukan Indonesia, Framework tersebut
juga memuat penanganan bencana alam sebagai salah satu
kerja sama yang bisa dikembangkan.

Beberapa komitmen yang dihasilkan dalam framework


tersebut antara lain program kerja Joint Declaration to Combat
International Terrorism yang bertujuan untuk meningkatkan
pengembangan kapasitas dalam pemberantasan terorisme
dan aktifitas kejahatan lintas negara lainnya. Dengan
dukungan New Zealands Asia Security Fund yang dibentuk
tahun 2006. Kerja sama dalam menanggulangi terorisme juga
memanfaatkan mekanisme yang telah ada di ASEAN seperti
Jakarta Center for Law Enforcement Cooperation (JCLEC).

191
Pada ASEAN PMC+1 dengan Selandia Baru di Singapura
pada tanggal 23 Juli 2008, ASEAN dan Selandia Baru sepakat
melanjutkan implementasi ASEAN-New Zealand Framework
Cooperation 2006-2010 dengan mengembangkan kerja sama
di bidang kontra terorisme dan kejahatan linta negara, dialog
antar keyakinan, pengembangan sumber daya manusia,
pendidikan, dan pertukaran masyarakat. Berakhirnya ASEAN-
New Zealand Framework Cooperation 2006-2010, ASEAN
dan Selandia Baru telah menyiapkan kerangka kerja sama
baru yaitu Draft Joint Declaration for an AEAN-New Zealand
Comprehensive Partnership dan Draft ASEAN-New Zealand
Cooperation Plan of Action to Implement the Joint Declaration
for an ASEAN-New Zealand Comprehensive Partnership 2010-
2015. Kedua draft tersebut telah disyahkan oleh para Menteri
Luar Negeri ASEAN dengan Selandia Baru pada bulan Juli
2010 dan diharapkan dapat disahkan pada KTT Peringatan
Hubungan ASEAN-Selandia Baru 2010 pada bulan Oktober di
Ha Noi, Viet Nam.
Di bidang ekonomi, ASEAN-Selandia Baru berkomitmen
untuk terus meningkatkan kerja sama dalam bidang fasilitasi
perdagangan dan investasi dibawah Framework for AFTA-CER
Closer Economic Partnership yang telah disepakati di Brunei
Darussalam, September 2002, sebagai awal pembentukan
AFTA-CER FTA. Perkembangan terakhir kerja sama ekonomi
ASEAN-Selandia Baru adalah ditandatanganinya ASEAN-
Australia-New Zealand Free Trade Agreement (AANZFTA)
oleh menteri-menteri ekonomi negara ASEAN pada tanggal
26 Februari 2009 di sela-sela KTT ke-14 ASEAN, di Thailand.
AANZFTA dapat membuka pasar bagi 600 juta orang di wilayah
ASEAN, Australia dan Selandia Baru dengan total GDP sebesar
US$ 2,3 triliun.
Pada KTT Peringatan Hubungan ASEAN-Selandia Baru
di Vientiane, Laos pada bulan November 2004, para Pemimpin
ASEAN dan Selandia Baru sepakat untuk meningkatkan kerja
sama dalam bidang pengembangan sumber daya manusia
melalui pertukaran dan pemberian beasiswa bagi pelajar dan
pemuda, sekaligus pencegahan terhadap penyakit menular
seperti HIV/AIDS, SARS dan Avian Influenza.

192
Selandia Baru telah mengangkat Duta Besar Selandia
Baru untuk Indonesia Phillip Gibson merangkap sebagai Duta
Besar Selandia Baru pertama untuk ASEAN pada tanggal 17
Oktober 2008.

10. ASEAN-Uni Eropa

Kemitraan ASEAN-European Union (EU) secara


informal dimulai tahun 1972 dan memasukan kerja sama
formal pada tahun 1977. Pelembagaan hubungan dengan
European Economic Community (EEC) dilakukan melalui
penandatangan the EEC-ASEAN Cooperation Agreement
pada pertemuan ASEAN-EEC Ministerial Meeting ke-2 di Kuala
Lumpur tanggal 7 Maret 1980. Melalui perjanjian ini disepakati
pembentukan kerja sama pedagangan, ekonomi dan teknis,
serta pembentukan Joint Cooperation Committee (JCC) yang
bertugas untuk mengawasi kerja sama tersebut. Mekanisme
kerja sama ASEAN-EU dijalankan melalui 2 (dua) skema, yaitu,
Trans-Regional EU-ASEAN Trade Initiative (TREATI) untuk
bidang perdagangan dan investasi, yang diluncurkan tahun
2003; serta Regional EU-ASEAN Dialog Instrument (READI)
yang disepakati tahun 2005 untuk bidang non-perdagangan.

Kemitraan komprehensif ASEAN-EU terwujud tahun


2007 dengan ditandatanganinya beberapa perjanjian yakni
Nuremberg Declaration on an EU ASEAN Enhanced
Partnership pada Pertemuan ASEAN-EU ke-16 ASEAN-EU
Ministerial Meeting di Nuremberg, Jerman, bulan Maret 2007;
Joint Declaration of the ASEAN-EU Commemorative Summit
pada KTT ke-13 di Singapura bulan November 2007; dan Plan
of Action (PoA) to implement the Nuremberg Declaration on an
EU-ASEAN Enhanced Partnership pada KTT ke-13 ASEAN di
Singapura.

Di bidang politik, pada ASEAN-EU Commemorative


Summit tahun 2007, EU menyampaikan keinginannya untuk
mengaksesi TAC. Saat ini proses amandemen terhadap TAC
yang memungkinkan aksesi oleh UE masih berlangsung.
Sementara itu secara individual, Perancis menjadi salah satu

193
negara anggota UE yang telah mengaksesi TAC pada tahun
2007.

Peningkatan kerja sama ekonomi dilakukan dengan


mengupayakan penyelesaian perundingan ASEAN-EU Free
Trade Agreement (FTA) berdasarkan pendekatan region-to-
region approach, dan memperhatikan tingkat perekonomian
masing-masing Negara Anggota ASEAN. Selain itu dilakukan
pula upaya untuk mengintensifkan implementasi kegiatan di
bawah Trans-Regional EU-ASEAN Trade Initiative (TREATI)
dan Regional EU-ASEAN Dialog Instrument (READI).

Kerja sama pembangunan ASEAN-EU dilakukan di bawah


EC-ASEAN Regional Indicative Programme (RIP). Untuk tahun
2007-2010, RIP difokuskan pada: ASEAN-EU Programme on
Immigration and Border Management; ASEAN-EU Cooperation
on Statistic; EC-ASEAN Intellectual Property Rights Cooperation
Programme (ECAP) III; ASEAN Civil Aviation Cooperation
Project; Enhancing Economic Partnership/Support to ASEAN-
EU Free Trade Agreement (FTA) Negotiations Process; serta
Support to EU-ASEAN Sectoral Dialog (READI).

Secara keseluruhan, kontribusi EU dalam kerja sama


ASEAN difokuskan pada upaya mendukung integrasi dan
pembangunan masyarakat ASEAN. EU telah mengalokasikan
sebesar 70 juta untuk program ASEAN-EU periode 2007-2013,
diantaranya untuk bidang-bidang kerja sama pembangunan
tersebut di atas. Untuk proyek yang sedang berjalan, kontribusi
EU antara lain sebesar 7,3 juta pada proyek kerja sama
ASEAN-EU Program on Regional Integration Support Phase
II (APRIS II) periode 2006-2009; 6 juta pada proyek ASEAN
Centre for Biodiversity (ACB) periode 2005-2008.

Pada sidang ASEAN-EU Ministerial Meeting (AEMM) ke-


17 di Phnom Penh, Kamboja Mei 2009, telah dihasilkan dua
dokumen yaitu Joint Co-Chairmens Statement on the 17th
ASEAN-EU Ministerial Meeting dan Phnom Penh Agenda
for the Implementation of the ASEAN-EU Plan of Action
yang intinya kerja sama ASEAN-UE akan terus dilanjutkan
melalui implementasi inisiatif dan program yang terdapat di

194
dalam mekanisme TREATI, READI dan ASEAN Programme
for Regional Integration Support (APRIS) II. Capaian lainnya
adalah penandatanganan Declaration on Accession to the
TAC by the European Union and European Community dan
ASEAN Declaration of Consent to the Accession to the TAC
by the European Union and European Community serta upaya
penyelesaian amandemen Third Protocol dari TAC untuk
memungkinkan UE mengaksesi TAC.

Sementara itu, pada AEMM ke-18 di Madrid, Spanyol,


tanggal 26-27 Mei 2010 telah dibahas: (1) membangun
kemitraan komprehensif yang mencakup dukungan
terhadap peran kawasan ASEAN, pertukaran pandangan
perkembangan ASEAN dan UE, kerja sama dalam kerangka
ASEM, dan pertukaran pandangan mengenai isu-isu kawasan
dan internasional seperti arsitektur kawasan Asia Timur,
Afghanistan, Pakistan, proses perdamaian Timur Tengah, Iran,
perubahan iklim dan lingkungan, krisis ekonomi, tantangan
keamanan tradisional dan non-tradisional; dan (2) tinjauan kerja
sama yang tengah berlangsung di bidang politik-keamanan,
ekonomi dan sosial-budaya. UE menyatakan dukungannya
terhadap pencapaian Komunitas ASEAN 2015 serta sentralitas
ASEAN dalam pembentukan arsitektur kawasan atas dasar
kepentingan bersama.

Sebagai bentuk komitmen UE meningkatkan hubungan


kerja sama dengan ASEAN, Duta Besar Komisi Eropa (EC)
di Jakarta ditunjuk sebagai Duta Besar UE untuk ASEAN.
Beberapa Negara-negara anggota Uni Eropa juga telah
menunjuk Duta Besarnya untuk ASEAN (Inggris, Perancis,
Jerman, Republik Ceko, Finlandia, Belgia, Denmark, Yunani,
Rumania, Portugal, Luxemburg, Bulgaria, Austria, Italia dan
Belanda). Selain itu, Perwakilan EC juga menunjuk seorang
penasehat khusus untuk memperkuat kerja sama EU dengan
ASEAN.

11. ASEAN Plus Three (APT)

Hubungan kerja sama ASEAN Plus Three (APT) mulai


terbentuk sejak tahun 1997 yang melibatkan tiga negara

195
Asia Timur yakni Cina, Jepang, dan Korea. KTT APT ke-1
diselenggarakan pada bulan Desember 1997 di Kuala Lumpur
pada saat kawasan Asia sedang dilanda krisis ekonomi.
Selama 10 (sepuluh) tahun pertama 1997-2007 kerja sama
APT didasarkan kepada Joint Statement on East Asia
Cooperation, East Asia Vision Group Report dan Report of
the East Asia Study Group. China, Jepang, dan Korea Selatan
telah mengaksesi Treaty of Amity and Cooperation in Southeast
Asia (TAC) masing-masing pada tahun 2003 (China) dan tahun
2004 (Jepang dan Korea Selatan).

Kerja sama APT berdasar Joint Statement on East


Asia Cooperation (1997) mencakup perdagangan, investasi,
keuangan dan perbankan, transfer teknologi, teknologi
telematika, e-commerce, industri, pertanian, usaha kecil dan
menengah, pariwisata, pengembangan wilayah pertumbuhan,
jejaring dunia usaha, dan iptek. Di bidang ekonomi dan moneter
mencakup manajemen risiko makro ekonomi, monitoring aliran
modal kawasan, memperkuat sistem keuangan dan perbankan,
dan reformasi arsitektur keuangan internasional.

Untuk mewujudkan kerja sama yang nyata antar Negara-


negara ASEAN Plus Three, dibentuklah East Asian Vision
Group (EAVG) yang beranggotakan para intelektual ASEAN
Plus Three dan pada tahun 2001 telah menyampaikan
laporannya. Beberapa rekomendasi EAVG antara lain
pembentukan East Asia Free Trade Area, East Asia Investment
Information Network, fasilitas pendanaan kawasan, koordinasi
mata uang, dan KTT Asia Timur (East Asia Summi/EAS).

Rekomendasi EAVG ini dikaji lebih lanjut oleh East


Asia Study Group (EASG) yang beranggotakan para pejabat
senior Kementerian Luar Negeri ASEAN Plus Three. EASG
menyepakati 26 program kerja sama dari 57 program yang
diajukan oleh EAVG. Kerja sama ini terbagi menjadi 17 program
kerja sama jangka pendek, antara lain mengenai peningkatan
pemahaman mengenai Asia Timur di kawasan, pembentukan
jejaring lembaga kajian Asia Timur, transfer teknologi, dan
penciptaan iklim investasi yang menarik. Selain itu, terdapat

196
9 program kerja sama jangka menengah dan panjang yang
antara lain mengenai pembentukan East Asian Free Trade
Area, East Asia Investment Area, mekanisme mata uang di
kawasan yang lebih terkoordinasi, dan pelibatan LSM dalam
konsultasi dan koordinasi kebijakan.
Dalam konteks pelaksanaan East Asia Study Group
Measures, Indonesia telah memberikan komitmen untuk
menjadi prime-mover bagi pelaksanaan jangka pendek,
menengah dan panjang yang telah diwujudkan dengan program
kegiatan sebagai berikut: Promotion of Language Programme
untuk ASEAN Plus Three Junior Diplomat, masing-masing
tahun 2005 di Yogyakarta, tahun 2006 di Bandung, tahun 2007
dan 2008 di Yogyakarta, dan tahun 2009 di Jakarta; empat
kali melaksanakan ASEAN Plus Three Diplomatic Training
Course di Jakarta pada tahun 2007, 2008, 2009 dan 2010; dan
melaksanakan Workshop on Work Closely with NGOs in Policy
Consultation and Coordination to Encourage Civic Participation
and State-Civil Partnership in Tackling with Social Problems
pada tanggal 22-23 Oktober 2007 di Jakarta.
Dalam mengevaluasi kerja sama 10 tahun yang telah
lewat dan menyongsong kerja sama 10 tahun ke depan, para
pemimpin Pemerintahan APT telah mengesahkan the Second
Joint Statement on East Asia Cooperation beserta Work Plan
2007-2017 pada Special Ceremony 10 (sepuluh) tahun kerja
sama APT pada KTT ke-11 APT di Singapura tahun 2007.
Terdapat lima bidang kerja sama di dalam the Second Joint
Statement yaitu: politik dan keamanan; ekonomi dan keuangan;
energi, pembangunan, lingkungan hidup, perubahan iklim dan
pembangunan yang berkesinambungan; sosial-budaya dan
pembangunan; dan dukungan institusional dan hubungan
kerangka kerja sama yang lebih luas. The Second Joint
Statement juga menyepakati dibentuknya suatu ASEAN
Plus Three Cooperation Fund (APTCF) dengan kerangka
acuan dana awal APTCF US$ 3.000.000 dan proporsi 9:1
yaitu Negara-negara Plus Three sebesar US$ 2.700.000 dan
ASEAN secara keseluruhan sebesar US$ 300.000. Kerangka
acuan mendapatkan pengesahan para Menteri Luar Negeri

197
APT pada Pertemuan Tingkat Menteri APT. Dana APTCF akan
digunakan untuk mendukung implementasi proyek-proyek
yang telah ditetapkan dalam the Second Joint Statement on
East Asia Cooperation beserta Work Plan 2007-2017.

Salah satu hasil yang menonjol dalam kerja sama APT


adalah dibentuknya Chiang Mai Initiative (CMI) antara lain
berisikan skema bilateral Swap Arrangement antara Negara-
negara APT guna membantu likuiditas keuangan di kawasan
sehingga diharapkan krisis keuangan di kawasan dapat
dihindari. Secara politis, CMI merupakan keberhasilan yang
nyata dari kerja sama APT. Mengingat keberhasilan CMI
sebagai suatu mekanisme kerja sama keuangan, the Second
Joint Statement telah mencanangkan multilateralisasi Chiang
Mai Inititiative. Pada tanggal 22 Oktober 2008 di Beijing, di sela-
sela pertemuan ASEM para Leaders Negara-negara ASEAN
Plus Three bertemu guna membahas masalah krisis finansial
global. Pertemuan menghasilkan berbagai kesepakatan antara
lain mendukung upaya percepatan multilateralisasi Chiang Mai
Initiative.

Pertemuan Menteri Keuangan ASEAN Plus Three di


Phuket, Thailand, tanggal 22 Februari 2009, menyepakati antara
lain: (i) jumlah dana Chiang Mai Initiative Multilateralisation
(CMIM) dari US$ 80 milyar menjadi US$ 120 milyar dengan
rasio kontribusi ASEAN dan Plus Three adalah 20:80; (ii)
Regional Surveillance Unit yang independen akan dibentuk;
(iii) setelah berfungsinya mekanisme surveillance ini, jumlah
pinjaman yang dapat ditarik tanpa keterlibatan IMF dalam
CMIM dapat ditingkatkan di atas batas yang berlaku sekarang
sebesar 20%.

Pada KTT ke-12 ASEAN Plus Three di Thailand bulan


April 2009 sedianya akan membahas isu krisis keuangan
global, pangan dan keamanan energy dan meninjau dua
dokumen Statement on ASEAN Plus Three Cooperation on
Food Security and Bio-Energy Development dan Joint Press
Statement on ASEAN Plus Three Cooperation in Response
to the Global Economic and Financial Crisis. Kedua dokumen
tersebut adalah untuk mempertegas komitmen Negara-

198
negara ASEAN Plus Three untuk menjaga ketahanan pangan
dan energi di kawasan dalam skema pembangunan yang
berkelanjutan, dan komitmen untuk memperkuat kerja sama
kawasan dalam kerangka ASEAN Plus Three merespon
dampak krisis global. Namun karena situasi politik dalam
negeri Thailand pembahasan tersebut tidak jadi dilaksanakan.

Pertemuan ke-13 para Menteri Keuangan ASEAN Plus


Three di Tashkent, Uzbekistan pada tanggal 2 Mei 2010
mengumumkan bahwa CMIM Agreement telah berlaku sejak
tanggal 24 Maret 2010. Pertemuan juga telah menyepakati
seluruh elemen kunci untuk unit pengawasan makroekonomi
kawasan (CMIM regional macroeconomic surveillance unit)
yang diberi nama ASEAN+3 Macroeconomic Research
Office (AMRO). AMRO akan berkedudukan di Singapura dan
diharapkan sudah terbentuk pada awal tahun 2011. Selain
itu, pertemuan juga mengumumkan pembentukan Credit
Guarantee and Investment Facility (CGIF) berupa trust fund
yang disimpan oleh ADB (Asian Development Bank) dengan
modal awal (initial capital) sebesar US$ 700 juta.

Pertemuan ke-13 para Direktur Jenderal ASEAN Plus


Three di Seoul, tanggal 3 Juli 2009 secara prinsip telah
menyetujui Guideline for the Implementation of the Second
Joint Statement on East Asia Cooperation and the ASEAN Plus
Three Cooperation Work Plan. Guideline tersebut merupakan
panduan untuk melaksanakan ASEAN Plus Three Cooperation
Work Plan 2007-2017 agar dapat berjalan secara efektif dan
efisien. Untuk tahun 2010-2011, Pertemuan mengusulkan
agar pelaksanaan Work Plan ditekankan pada peningkatan
kegiatan yang terkait dengan ketahanan pangan, energi,
pemberantasan kemiskinan dan manajemen bencana alam.

KTT ke-12 ASEAN Plus Three di Cha-am Hua Hin,


Thailand pada tanggal 24 Oktober 2009. Pada KTT tersebut
disahkan Statement on ASEAN Plus Three Cooperation
on Food Security and Bio-Energy Development. Statement
tersebut mempertegas komitmen Negara-negara ASEAN
Plus Three untuk menjaga ketahanan pangan dan energi di
kawasan dalam skema pembangunan yang berkelanjutan.

199
Selain itu, KTT juga mencatat laporan akhir Phase II Feasibility
Study of the East Asia Free Trade Area (EAFTA). Laporan
tersebut merekomendasikan pembentukan EAFTA untuk
memperkuat ketahanan perekonomian kawasan Asia Timur
dan melakukan negosiasi EAFTA paling lambat pada tahun
2012. KTT juga mengharapkan agar Chiang Mai Initiative
Multilateralisation dapat beroperasi pada akhir tahun 2009
dan membahas perlunya pendirian Credit Guarantee and
Investment Mechanism (CGIM) dibawah kerangka Asian Bond
Market Initiative. KTT juga mendorong untuk mempercepat
pendirian ASEAN Plus Three Emergency Rice Reserve
(APTERR) untuk menjamin kelanjutan mekanisme kerja sama
ketahanan pangan di kawasan setelah berakhirnya East Asia
Emergency Rice Reserve Pilot Project pada bulan Februari
2010.

Pada pertemuan ke-14 para Direktur Jenderal ASEAN


Plus Three di Chiang Mai, Thailand tanggal 2-4 November
2009 telah disampaikan draft usulan Thailand, sebagai Lead
Shepherd, mengenai ASEAN Plus Three Plan of Action on
Education (2010-1017). Selain itu, Filipina dan Indonesia
mengindikasikan keinginan untuk menjadi Lead Shepherd
masing-masing dalam bidang kerja sama energi serta counter
terrorism, media dan budaya.

Di bidang kerja sama energi, terdapat beberapa


perkembangan yaitu: pengembangan Oil Stockpiling
Roadmap, finalisasi 2nd ASEAN+3 Energy Outlook, pengaktifan
ASEAN+3 Energy Communication System. Work Programme
SOME+3+AMEM+3 mencakup 5 bidang kerja sama yaitu:
keamanan energi, pasar minyak, cadangan minyak, energi
yang terbaharukan dan efisiensi energi konservasi energi, dan
gas alam serta dialog bisnis.

Kerja sama APT juga dikembangkan pada upaya


penyusunan Master Plan on ASEAN Connectivity, kajian fase
kedua gagasan pembentukan East Asia Free Trade Area
(EAFTA) dan Comprehensive Economic Partnership in East
Asia (CEPEA).

200
12. KTT Asia Timur (East Asia Summit/EAS)

KTT pertama Asia Timur (EAS) diselenggarakan pada


tanggal 14 Desember 2005 di Kuala Lumpur dan dihadiri oleh
para Pemimpin ASEAN, Jepang, China, Republik Korea, India,
Australia dan Selandia Baru. Atas undangan Malaysia selaku
Ketua ASEAN, Rusia juga hadir sebagai tamu.Pertemuan
tersebut menghasilkan dokumen utama yaitu Kuala Lumpur
Declaration on the KTT Asia Timur (East Asia Summit/EAS)
yang merupakan cerminan pandangan bersama bahwa EAS
dapat memainkan peranan penting dalam proses pembentukan
komunitas di kawasan dan Asia Summit Declaration on Avian
Influenza Prevention, Control and Response.

KTT ke-2 EAS dilaksanakan pada tanggal 15 Januari


2007 di Cebu, Philippina dan membahas keamanan energi
sebagai fokus utama. KTT menghasilkan Cebu Declaration
on East Asian Energy Security yang ditandatangani oleh
para pemimpin EAS. KTT ke-3 EAS dilaksanakan pada
tanggal 21 November 2007 di Singapura dan secara khusus
mendiskusikan masalah Energy, Environment, Climate
Change and Sustainable Development. KTT menghasilkan
Singapore Declaration on Climate Change, Energy and the
Environment. KTT ke-4 Asia Timur diselenggarakan di Thailand
pada tanggal 24 Oktober 2009 yang mengadopsi Cha-am Hua
Hin Statement on EAS Disaster Management dan Joint Press
Statement of the East Asia Summit on the Revival of Nalanda
University. Para Pemimpin EAS mempunyai kesamaan
pandangan bahwa peningkatan konektifitas intra-ASEAN akan
menguntungkan kawasan EAS secara keseluruhan. Para
Pemimpin EAS mendukung peningkatan keterhubungan baik
di dalam ASEAN maupun antara ASEAN dengan mitranya di
EAS, guna membantu memfasilitasi integrasi kawasan.

KTT ke-4 Asia Timur juga mendukung upaya ASEAN


untuk mengembangkan ASEAN Master Plan on regional
connectivity dan dana pembangunan infrastruktur ASEAN.
KTT ke-4 Asia Timur meminta Bank Pembangunan Asia dan
UN ESCAP agar mendukung upaya-upaya ASEAN untuk
meningkatkan konektifitas kawasan. KTT ke-4 Asia Timur

201
juga telah menugaskan para pejabat tinggi dan badan-badan
terkait penanggulangan bencana untuk membahas cara-
cara mengimplementasikan rekomendasi dari Cha-am Hua
Hin Statement on EAS Disaster Management, termasuk
pengembangan kapasitas yang terintegrasi dalam tanggap
bencana dan pengurangan dampak bencana di kawasan serta
mengkaji kemungkinan pembentukan suatu jejaring kawasan
dari para contact points penanggulangan bencana melalui
kerangka kerja dan mekanisme yang ada di ASEAN.

Selain itu, KTT ke-4 Asia Timur juga mencatat antara


lain: inisiatif Jepang untuk membangun suatu masyarakat
yang tahan bencana di Asia Timur; usulan Australia mengenai
pembentukan jejaring kawasan dari para Sherpa penanganan
bencana dan pengadaan dana kawasan sebagai upaya
untuk meningkatkan koordinasi dalam penanganan bencana
kawasan; tawaran China untuk memberikan 2.000 beasiswa
pemerintah dan 200 beasiswa MPA bagi negara-negara
sedang berkembang peserta EAS untuk 5 tahun ke depan;
tawaran Australia untuk bekerja sama dengan Sekretariat
ASEAN dalam membentuk gugus kerja pejabat senior dan
penyelenggaraan 2 workshop pada tahun 2010 di Jakarta and
ibukota Negara Anggota ASEAN lainnya; upaya Selandia Baru
dalam pengembangan proyek sumber pendidikan kawasan
dan Program Media Kawasan yang disponsori oleh Selandia
Baru dan Indonesia; pengembangan sumber energi baru,
khususnya sumber-sumber energi baru dan terbarukan, seperti
bio-fuels guna mengurangi ketergantungan pada bahan bakar
fosil.

Terkait dengan penanggulangan wabah flu A (H1N1),


KTT ke-4 Asia Timur menyepakati untuk meningkatkan upaya-
upaya penanggulangan penyebaran wabah tersebut melalui
peningkatan kerja sama saling berbagi informasi, penambahan
cadangan kawasan obat-obatan penting serta saling bantu
dalam mendapatkan obat-obatan murah dan vaksin influenza
tersebut. KTT ke-4 Asia Timur mendukung ASEAN Leaders
Statement on ASEAN Connectivity sebagai upaya mendukung
peningkatan keterhubungan baik di dalam ASEAN maupun

202
antara ASEAN dengan mitranya di EAS. KTT ke-4 Asia Timur
menyampaikan penghargaan terhadap kontribusi Economic
Research Institute from ASEAN and East Asia (ERIA) yang
telah memberikan rekomendasi mengenai penelitian dan
kebijakan praktis yang bermanfaat. KTT ke-4 Asia Timur
mendorong ERIA untuk bekerja sama dengan ADB and dan
Sekretariat ASEAN untuk untuk mempercepat penyelesaian
Comprehensive Asia Development Plan guna meningkatkan
konektifitas di kawasan.

C. Kerja sama ASEAN dengan Mitra Wicara Sektoral

Pakistan
Pakistan resmi menjadi mitra wicara sektoral ASEAN
pada Pertemuan Peresmian Pembentukan Hubungan Dialog
ASEAN-Pakistan November 1997. Pada pertemuan tersebut
disusun Terms of Reference tentang ASEAN-Pakistan Joint
Sectoral Cooperation Committee (APJSCC).
Pada pertemuan ke-11 ASEAN Regional Forum (ARF),
tanggal 2 Juli 2004, di Jakarta, Pakistan mengaksesi Traktat
Persahabatan dan Kerja sama (TAC) dan menjadi anggota ARF
ke-24. Pakistan juga telah menandatangani ASEAN-Pakistan
Joint Declaration for Cooperation to Combat Terrorism pada
AMM/PMC/ARF Juli 2005 di Vientiane, Lao PDR.
Pada pertemuan pertama ASEAN Senior Officials Meeting
on Transnational Crime (SOMTC) + Pakistan Consultation
bulan Juni 2007 di Vientiane, Lao PDR, menyepakati proposal
Pakistan untuk memulai kunjungan penegak hukum Negara-
negara ASEAN ke Islamabad, untuk mengidentifikasi kegiatan-
kegiatan yang dapat dilaksanakan sebagai implementasi dari
ASEAN-Pakistan Joint Declaration for Cooperation to Combat
International Terrorism.
Setelah pertemuan pertama APJSCC, dua kegiatan di
bidang perdagangan telah diadakan yaitu ASEAN-Pakistan
Business Council dan ASEAN-Pakistan Trade Facilitation
Workshop. Pada pertemuan Senior Economics Officials

203
Meeting (SEOM) Januari 2006 di Vientiane, diputuskan untuk
mengadakan ASEAN-Pakistan Feasibility Study on ASEAN
Pakistan Free Trade Area dan menyepakati ToR ASEAN-
Pakistan Free Trade Agreement Joint Feasibility Study.
Pertemuan SEOM-Pakistan Consultations yang diadakan Juli
2006 menyetujui implementasi joint study ASEAN-Pakistan
Free Trade Area yang akan dibiayai oleh ASEAN-Pakistan
Cooperation Fund (APCF).

Pakistan telah memilih Pakistan Institute of Development


Economics (PIDE) dan Malaysian Institute of Economic
Research (MIER) untuk melakukan penelitian tersebut. MIER
dan PIDE telah menyelesaikan Inception Report on Joint
Feasibility Study for ASEAN-Pakistan Free Trade Area (FTA)
pada Juli 2009. Terkait dengan itu, pertemuan SEOM pada
tahun 2009, memutuskan bahwa FTA ASEAN-Pakistan baru
akan dilaksanakan setelah pelaksanaan FTA ASEAN-GCC
dan FTA ASEAN-MERCOSUR. Keputusan tersebut telah
disampaikan kepada Pakistan.

Dalam kerja samaASEAN-Pakistan, Pakistan mengusulkan


beberapa bentuk kerja sama seperti: pembentukan Joint Task
Force on Industry untuk mengidentifikasi sub sektor/produk/
proses untuk integrasi industri yang menguntungkan antara
ASEAN dan Pakistan. Pakistan juga mengusulkan adanya
perumusan Action Plan for Industrial Cooperation with ASEAN
dan Action Plan di bidang investasi. Pakistan juga menaruh
minatnya untuk bekerjasama di bidang Clean Development
Technologies (CDM).

Pada pertemuan APJSCC yang ke-3, Pakistan


mengharapkan dukungan ASEAN untuk menyediakan pelatihan
bagi staf Pakistan Institute of Tourism and Hotel Management
(PITHOM) dan Pakistan-Austria Institute of Tourism and Hotel
Management (PAITHOM). Oleh karena itu, pada pertemuan
ke-9 ASEAN Task Force on Tourism Manpower Development
di Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam disepakati untuk
mengirimkan tenaga ahli dari Negara-negara Anggota ASEAN
ke Pakistan. Dua orang tenaga ahli dari Indonesia juga dikirim
untuk mengadakan pelatihan di PAITHOM di Guli Bagh, Swat,

204
Pakistan. Pakistan menawarkan 10 beasiswa penuh kepada
Negara-negara Anggota ASEAN untuk belajar pada institusi
pendidikan tinggi di Pakistan dalam bidang-bidang seperti
teknologi informasi, perbankan, teknik, dan kedokteran.
Pakistan juga menawarkan beasiswa tahunan kepada Negara-
negara Anggota ASEAN untuk belajar bahasa Inggris pada
English Language Training Programme at National University
of Modern Languages (NUML), Islamabad. Beasiswa ini akan
ditawarkan setiap tahunnya selama 5 tahun. Terkait dengan
keinginan Pakistan untuk membantu proses integrasi ASEAN.
Pakistan berencana menawarkan beasiswa khusus untuk
Negara-negara CLMV.

Pakistan telah menunjuk Duta Besarnya di Jakarta


merangkap sebagai Duta Besar Pakistan untuk ASEAN.

D. Kerja sama ASEAN dengan Organisasi Internasional dan


Kawasan

Di samping menjalin hubungan dan kerja sama dengan


Negara-negara Mitra Wicara, ASEAN juga menjalin dialog dan
kerja sama dengan beberapa organisasi kawasan dan internasional
seperti PBB, khususnya United Nations Development Programme
(UNDP), Gulf Cooperation Council (GCC), Mercado Comn del
Sur/Common Market of the South (MERCOSUR), Economic
Cooperation Organization (ECO), dan South Asian Association for
Regional Cooperation (SAARC). Selain itu, sebagian besar Negara
Anggota ASEAN juga secara aktif berpartisipasi dalam Asia-Pacific
Economic Cooperation (APEC), Asia-Europe Meeting (ASEM), dan
Forum East Asia-Latin America Cooperation (FEALAC).

Perkembangan terkini yang dapat dicermati dari kerja sama


ASEAN dengan organisasi kawasan dan internasional, khususnya
dengan UNDP, GCC dan MERCOSUR adalah sebagai berikut:

1. ASEAN-UNDP

Kerja sama dengan United Nations Development


Programme (UNDP) diawali dengan keterlibatan UNDP dalam

205
program-program kegiatan ASEAN pada awal tahun 1970-
an. Inisiatif-inisiatif kerja sama ASEAN-UNDP menjadi dasar
bagi kerja sama ASEAN selanjutnya di bidang pembangunan
industri, pertanian dan kehutanan, transportasi, keuangan,
jasa-jasa moneter dan asuransi. UNDP ditetapkan sebagai
mitra wicara ASEAN pada tahun 1977 dan sejauh ini adalah
satu-satunya badan PBB yang mempunyai status sebagai
mitra wicara ASEAN.

Kontribusi UNDP dalam kerja sama dengan ASEAN


terutama melalui bantuan teknis keahlian dan pengembangan
kapasitas. Secara keseluruhan nilai kontribusi UNDP terhadap
ASEAN sejak menjadi mitra wicara ASEAN hingga tahun
2006 lebih dari US$ 25 juta. Setelah selesai program bantuan
UNDP tahun 2006, pihak UNDP menyampaikan tidak lagi
memprioritaskan pembangunan Negara-negara ASEAN
karena keterbatasan dana dan ASEAN sudah dipandang maju
dalam pembangunannya.

Selain UNDP, sejumlah organisasi dan badan-badan


khusus PBB juga telah melakukan kerja sama dengan ASEAN,
yang mencakup kerja sama di bidang politik, ekonomi dan
fungsional/sosial-budaya. Beberapa specialized agencies
PBB tersebut antara lain UNESCO, UNESCAP, UNAIDS,
WHO, ILO, UNICEF, UNHCR, OCHA, dsb. Namun kegiatan-
kegiatan tersebut lebih bersifat ad-hoc dan insidentil serta
belum merupakan bagian dari kerangka program kerja sama
yang terstruktur dan berkesinambungan.

2. ASEAN-PBB

Untuk pertama kalinya KTT ASEAN-Perserikatan


Bangsa-Bangsa (PBB/United Nations/UN) diselenggarakan
pada tanggal 12 Februari 2000 di Bangkok. Pada kesempatan
tersebut Sekretaris jenderal PBB menyatakan ASEAN sebagai
mitra PBB yang terpercaya di bidang pembangunan dan
karenanya Sekretaris jenderal PBB menegaskan perlunya
memperluas dan memperdalam hubungan ASEAN dan PBB.
Sebagai tindak lanjut dari KTT ASEAN-UN tersebut telah
diselenggarakan rangkaian pertemuan UN-ASEAN Conference

206
on Conflict Prevention, Conflict Resolution and Peace Building
in Southeast Asia berturut-turut tahun 2001 hingga 2004.

Perlunya meningkatkan hubungan ASEAN-UN ditegaskan


kembali melalui Resolusi 57/35 dan 59/5 GA tanggal 22 Oktober
2004 mengenai Cooperation between the United Nations and
the Association of Southeast Asian Nations. Resolusi tersebut
menggarisbawahi perlunya dialog dan kerja sama antara
ASEAN dan PBB melalui pertemuan-pertemuan yang bersifat
regular.

Keinginan UN untuk lebih merangkul organisasi-


organisasi internasional dalam kerja sama dengan ASEAN,
mendorong diselenggarakannya Second ASEAN-UN Summit
pada tanggal 13 September 2005, di sela-sela SMU PBB di
New York. KTT tersebut menghasilkan Joint Communique
mengenai peningkatan kerja sama ASEAN-UN di berbagai
bidang kerja sama terkait dengan pembangunan komunitas,
isu-isu pembangunan terutama pengentasan kemiskinan
dalam Millennium Development Goals (MDGs), pencegahan
dan pengendalian penyakit menular, pengelolaan bencana, isu-
isu lintas batas negara, perdagangan, investasi, perdamaian
dan keamanan.

Pada tanggal 4 Desember 2006, Resolusi Majelis Umum


PBB No 61/46 memberikan status resmi ASEAN sebagai
observer pada Majelis Umum PBB. Melalui status tersebut,
ASEAN dapat berpartisipasi dalam sesi dan kegiatan Majelis
Umum PBB dalam kapasitas sebagai observer. Pada tahun 2007
ditandatangani MoU Between ASEAN and the UN on ASEAN-
UN Cooperation, yang bertujuan untuk membentuk kemitraan
ASEAN-UN yang meliputi kerja sama di bidang politik, ekonomi
dan sosial budaya. MoU tersebut mencakup bidang kerja sama
kemitraan ASEAN-UN yang menekankan pada kegiatan-
kegiatan: memperkuat kerja sama institusional dan upaya
merespon tantangan-tantangan jaman, khususnya pencapaian
MDGs dan upaya mengurangi kesenjangan pembangunan dan
mengatasi ancaman perubahan iklim; meningkatkan kegiatan
terkait yang menjadi kepentingan bersama; meningkatkan
pertukaran informasi dan keahlian; mengimplementasikan

207
proyek-proyek yang menjadi kepentingan bersama; dan
Sekretaris jenderal ASEAN dan Sekretaris jenderal PBB wajib
membuat pengaturan-pengaturan administratif yang layak
guna menjamin kerja sama yang efektif dan menghubungkan
sekretariat ASEAN dan PBB.

Kerja sama ASEAN dan PBB yang telah berjalan dengan


baik terlihat pula dalam penanganan korban bencana Cyclone
Nargis di Myanmar. Leadership ASEAN didukung UN dalam
penanganan bencana di Myanmar tersebut diharapkan dapat
menjadi dasar untuk meningkatkan kemitraan yang lebih baik.

Pada pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN


dengan Sekretaris jenderal PBB dan Presiden Sidang
Majelis Umum PBB (SMU/UNGA) ke-63 di sela-sela Sidang
Majelis Umum PBB tanggal 29 September 2008 di New York,
ditekankan harapan agar kerja sama PBB dan ASEAN lebih
diperkuat dan diperluas terutama untuk isu-isu terkait dengan
disaster management, ketahanan pangan, perubahan iklim dan
upaya mendorong pencapaian Millenium Development Goals
(MDGs). Sekretaris jenderal ASEAN dalam pertemuan tersebut
menekankan perlunya memperluas dan memperdalam kerja
sama ASEAN-UN termasuk meningkatkan status mitra wicara
ASEAN-UNDP menjadi ASEAN-UN. Terhadap usulan tersebut,
Sekretaris jenderal PBB menyampaikan akan membahas
terlebih dahulu dengan pejabat PBB terkait lainnya.

3. ASEAN-GCC

Para Menteri Luar Negeri ASEAN bertemu mitranya dari


Dewan Kerja sama Teluk (Gulf Cooperation Council/GCC)
pertama kali di sela-sela Sidang Umum PBB di New York tahun
1990. Pada pertemuan tersebut disepakati bahwa para Menteri
Luar Negeri dari kedua organisasi tersebut akan bertemu
secara rutin setiap tahun di New York.

Pada Pertemuan Tingkat Menteri (PTM) ASEAN-GCC


tahun 2004 di New York, kedua belah pihak sepakat untuk
mendorong Sekretariat ASEAN dan Sekretariat GCC untuk
melakukan kerja sama di bidang kesehatan, pariwisata,

208
sertifikasi makanan halal, penanggulangan terorisme dan
kejahatan lintas batas negara. PTM ASEAN-GCC di New York
September 2005 telah membahas kemungkinan kerja sama
untuk mengadakan seminar bersama mengenai perdagangan
dan investasi, mempromosikan inter-faith dialogue, dan
meningkatkan kerja sama institusional antara ASEAN-
GCC dalam bentuk MoU antara kedua belah pihak. Pada
pertemuan di sela-sela Sidang ke-61 Majelis Umum PBB di
New York, 20 September 2006, ASEAN dan GCC disepakati
mengembangkan potensi kerja sama kedua belah pihak di
berbagai bidang investasi dan perdagangan serta energi. Untuk
itu, disepakati perlunya menyelenggarakan pertemuan antara
Sekretaris jenderal ASEAN dan Sekretaris jenderal GCC guna
membahas modalitas bagi rencana Pertemuan Tingkat Menteri
Luar Negeri ASEAN-GCC. Sebagai tindak lanjut, Sekretaris
jenderal ASEAN mengadakan pertemuan dengan Sekretaris
jenderal GCC di Riyadh pada tanggal 17 September 2008 untuk
membahas modalitas kerja sama ASEAN-GCC. Pertemuan
tersebut yang juga dihadiri oleh ASEAN Riyadh Committee
menyepakati untuk melembagakan kerja sama ASEAN-GCC
dan meningkatkan hubungan pada tingkat menteri.
Menurut Catatan Sekretariat ASEAN, volume perdaga-
ngan kedua wilayah meningkat dari US$18,3 milyar pada
tahun 2002 menjadi US$57,1 milyar pada tahun 2006. Total
perdagangan kedua wilayah juga meningkat selama periode
5 tahun tersebut, yang mencapai US$160,1 milyar atau
mengalami pertumbuhan sebesar 213%.
Pertemuan Menteri ASEAN-GCC ke-1 diselenggarakan
tanggal 29-30 Juni 2009 di Manama, Bahrain. Pertemuan
diketuai bersama oleh Bahrain dan Thailand, dengan topik/
agenda utama yaitu Pertukaran Pandangan mengenai
Peningkatan Kemitraan Ekonomi (Informal Exchange of
Views on Enhancement of Economic Partnership). Pada
pembahasan pengembangan kerja sama ekonomi ASEAN-
GCC, dapat dicatat bahwa para Ketua Delegasi ASEAN dan
GCC sepakat untuk peningkatan kerja sama ekonomi dan
perdagangan antara dua organisasi. Beberapa area kerja
sama yang diusulkan untuk dikembangkan meliputi pengkajian

209
pembentukan wilayah perdagangan bebas ASEAN-GCC
dan pengembangan kerja sama keamanan pangan, energi,
keuangan, perbankan, perdagangan, investasi, pariwisata,
kesehatan, pertanian, hubungan antar masyarakat, tenaga
kerja, perubahan iklim, dialog antar kepercayaan, kebudayaan,
dan keamanan maritim.

Kesepakatan-kesepakatan yang dicapai pada pertemuan


tersebut di atas sejalan dengan pengembangan kerja sama
ASEAN mewujudkan Komunitas ASEAN melalui 3 pilar, yaitu
pilar politik dan keamanan yang dilakukan dalam bentuk
pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN dan GCC di sela-
sela Sidang Majelis Umum PBB di New York dan pertemuan
para Menteri Luar Negeri ASEAN-GCC; pilar ekonomi melalui
rekomendasi kerja sama ekonomi dan perdagangan; dan pilar
sosial budaya melalui rekomendasi kerja sama hubungan antar
masyarakat, pariwisata, pendidikan dan informasi.

Menindaklanjuti kemungkinan pembentukan FTA ASEAN-


GCC, Sekretariat ASEAN bekerja sama dengan lembaga
think tank ekonomi Centre for International Economics dari
Canberra, Australia telah melakukan riset studi kelayakan
pembentukan ASEAN-GCC FTA. Hasil rekomendasi kajian
tersebut disampaikan pada Pertemuan ASEAN Senior
Economic Officials Meeting (SEOM) 1/41 di Da Nang, tanggal
20-21 Januari 2010 yang isinya merekomendasi perlunya para
Menteri untuk melakukan pemahaman yang lebih baik dahulu
terhadap GCC dan mengusulkan hubungan dengan GCC
dirintis pada tingkat antar Sekretariat lebih dahulu.

Pada pertemuan ke-2 Menteri Luar Negeri ASEAN-GCC


kedua pihak membahas antara lain tindak lanjut Joint Press
Statement of the 1st ASEAN-GCC Ministerial Meeting yang
berlangsung di Manama, Bahrain tanggal 29-30 Juni 2009,
ASEAN dan GCC telah menyepakati Two-year Action Plan
2010-2012 yang mencakup kerja sama di bidang perdagangan
dan investasi; ekonomi dan pembangunan; pendidikan,
kebudayaan dan informasi; serta mekanisme pelaksanaan
Rencana Aksi. Menelusuri lebih dalam berbagai potensi bidang
kerja sama yang dapat dikembangkan seperti energi, sumber

210
daya manusia, pangan, perbankan, keuangan, dan investasi.
Mengembangkan lebih jauh antara Kelompok Kerja Energi
GCC dengan Kelompok Kerja dari ASEAN di Sekretariat GCC.
Menjajagi kerja sama baru seperti olah raga, penelitian dan
pengembangan energi, antar kepercayaan dan kerja sama
antar kebudayaan, serta infrastruktur.

Para Menteri GCC mengharapkan agar dapat dilakukan


Wilayah Bebas Perdagangan ASEAN-GCC agar ASEAN dapat
semakin diminati terutama oleh para pengusaha sektor swasta
untuk melakukan investasi di ASEAN. Sekretariat ASEAN telah
melakukan Studi Kelayakan Wilayah Bebas Perdagangan
ASEAN-GCC FTA dan memberikan rekomendasi khusus
pada ASEAN Economic Ministers Meeting Retreat ke-16
di Putrajaya, Malaysia bulan Februari 2010. Rekomendasi
tersebut menekankan perlunya dilakukan pendekatan
bertahap dan perlunya diadakan roundtable seminar yang akan
dikoordinir oleh kedua sekretariat guna menentukan kelayakan
usulan FTA, Trade and Investment Framework Agreement
(TIFA) dan beberapa bidang yang terkait dengan memfasilitasi
perdagangan ASEAN-GCC.

Para Menteri Luar Negeri ASEAN dan GCC juga telah


secara khusus membahas serangan yang dilakukan oleh
militer Israel pada tanggal 31 Mei 2010 terhadap kapal Mavi
Marmara yang sedang berada di perairan internasional
dan berisi bantuan kemanusiaan untuk warga Palestina di
Jalur Gaza. Pada kesempatan ini, Menteri Luar Negeri RI
menyampaikan beberapa hal: kutukan atas penyergapan
dan aksi kekerasan Israel terhadap kapal Mavi Marmara dan
terdapat 12 warganegara Indonesia di kapal tersebut; tindakan
Israel melanggar hukum internasional dan hukum kemanusiaan
internasional; perlunya segera dibebaskan para tawanan; dan
perlunya investigasi internasional terhadap tindakan Israel ini.

4. ASEAN-MERCOSUR

Kerja sma ASEAN dan Mercado Comn del Sur/Common


Market of the South (MERCOSUR) dimulai ketika para Menteri
Luar Negeri ASEAN dan MERCOSUR mengadakan informal

211
Breakfast Meeting di sela-sela the 3rd Foreign Ministers
Meeting of the Forum for East Asia-Latin America Cooperation
(FEALAC) pada tanggal 22 Agustus 2007 di Brasilia, Brazil.
Pada Pertemuan tersebut para Menteri Luar Negeri ASEAN
dan MERCOSUR sepakat untuk menggali berbagai upaya
memperkuat ikatan ASEAN-MERCOSUR.

Kesepakatan tersebut ditindaklanjuti dengan pertemuan


antara Sekretaris jenderal MERCOSUR dan Sekretaris
jenderal ASEAN pada Presidential Summit of MERCOSUR
pada tanggal 17-18 Desember 2007 di Montevideo, Uruguay,
yang mana Sekretaris jenderal ASEAN saat itu, Ong Keng
Yong, hadir selaku pengamat. Pertemuan Pertama Tingkat
Menteri ASEAN-MERCOSUR di Brasilia, tanggal 24 Nopember
2008 dimaksudkan untuk membangun suatu kerangka kerja
sama antara ASEAN dan MERCOSUR. Pada Pertemuan
tersebut telah dibahas antara lain isu-isu internasional (situasi
keuangan internasional, keamanan energi, keamanan pangan,
perkembangan WTO-Doha Round); tukar informasi tentang
perkembangan yang terjadi di ASEAN dan di MERCOSUR;
upaya peningkatan perdagangan, investasi dan ekonomi;
peningkatan kerja sama hubungan antar masyarakat;
serta kerja sama ASEAN-MERCOSUR di masa yang akan
datang. Pada pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN-
MERCOSUR tersebut mengeluarkan Press Statement
yang berisi kesepakatan bersama mengenai berbagai isu
internasional dan bentuk-bentuk kerja sama yang meliputi:
ekonomi, perdagangan, investasi, politik dan keamanan,
pertanian, energi, lingkungan hidup, kesehatan, pariwisata dan
hubungan antar masyarakat.

Permasalahan yang ada dalam hubungan ASEAN-


MERCOSUR adalah hingga saat ini belum ada kerja sama
yang spesifik antara ASEAN dengan MERCOSUR. Dalam
konteks hubungan perdagangan, dapat dikatakan hubungan
antara ASEAN dengan Negara-negara anggota MERCOSUR
masih rendah.

Terkait dengan rekomendasi kerja sama ekonomi,


khususnya mengenai kemungkinan pembentukan FTA bagi

212
ASEAN-MERCOSUR, Pertemuan Pertama ASEAN Senior
Economic Officials Meeting (SEOM) ke-41 di Da Nang, tanggal
20-21 Januari 2010 menyepakati untuk merekomendasikan
kepada para Menteri Ekonomi mengenai perlunya untuk
melakukan pemahaman yang lebih baik terlebih dahulu
terhadap MERCOSUR sebagai organisasi kawasan, termasuk
rejim perdagangan dan investasi. Hal yang dapat dilakukan
terlebih dahulu adalah dengan melakukan kerja sama antar
Sekretariat kedua organisasi serta kerja sama pada tataran
pejabat tinggi.

5. ASEAN-ECO

ECO (Economic Cooperation Organisation) merupakan


organisasi yang awalnya didirikan oleh Iran, Pakistan dan Turki
pada tahun 1985. Selanjutnya pada tanggal 28 November
1992, keanggotaan ECO bertambah dengan bergabungnya
Afghanistan, Azerbaijan, Kazakhstan, Kyrgyz, Tajikistan,
Turkmenistan dan Uzbekistan. Sekretariat ECO berada di Iran.
Tujuan didirikannya ECO adalah untuk meningkatkan kerja
sama ekonomi, teknis dan kebudayaan di antara anggotanya.
Proyek-proyek ECO meliputi kerja sama di bidang energi,
perdagangan, transportasi, pertanian dan pengendalian
narkoba.

Hubungan ASEAN-ECO dimulai tahun 1992, pada saat


ECO mengajukan usulan untuk membangun hubungan formal
antara kedua organisasi tersebut. Selanjutnya pada tahun
1993 disepakati adanya kontak antara Sekretariat ASEAN dan
Sekretariat ECO.

Setelah itu, Sekretaris jenderal ASEAN dan Sekretaris


jenderal ECO saling mengadakan konsultasi dan memandang
perlunya mengembangkan kerja sama di bidang perdagangan
dan investasi, transportasi dan komunikasi, energi,
pengembangan sumber daya manusia, serta pengendalian
narkoba.

Pertemuan Tingkat Menteri (PTM) ASEAN-ECO untuk


pertama kali diadakan pada bulan September 1995 di New

213
York. Para Menteri Luar Negeri kedua organisasi menyetujui
adanya kontak antara Sekretariat ASEAN dan Sekretariat ECO,
serta menyepakati untuk megembangkan modalitas pertukaran
informasi, studi bersama, dan pertukaran kunjungan. Disepakati
pula untuk diadakannya pertemuan tahunan para Menteri Luar
Negeri ASEAN dan ECO di sela-sela SMU PBB yang dihadiri
pula oleh Sekretaris jenderal kedua organisasi.

Pada tahun 2006 Sekretaris jenderal ASEAN dan


Sekretaris jenderal ECO menandatangani MOU kerja sama
di bidang perdagangan dan investasi, pengendalian narkoba,
UKM dan kepariwisataan. MOU ini menjadi platform untuk
membangun hubungan yang lebih erat antara kedua wilayah
melalui pertukaran informasi dan pengalaman pada 4 bidang
di atas.

Pada tanggal 26 September 2006 di sela-sela SMU


PBB ke-61 telah diadakan pertemuan Menteri Luar Negeri-
Menteri Luar Negeri ASEAN dengan Menteri Luar Negeri-
Menteri Luar Negeri Economic Cooperation Organization
(ECO). Secara umum pertemuan menggaris-bawahi harapan
untuk meningkatkan kerja sama ASEAN-ECO sesuai MOU
yang ditanda-tangani pada tanggal 18 Januari 2006, yakni
kerja sama di bidang perdagangan, investasi pengusaha kecil
dan menengah, penanggulangan narkotika dan parawisata.
Guna keperluan realisasi kerja sama disepakati keperluan
penajaman fokus pada bidang-bidang yang praktis dan dapat
dilaksanakan

6. ASEAN-SAARC

Pertemuan pertama para Menteri Luar Negeri ASEAN dan


menteri-menteri Perhimpunan Asia Selatan untuk Kerja sama
Kawasan (South Asia Association for Regional Cooperation/
SAARC) diselenggarakan di New York, tanggal 25 September
1998. Pertemuan tersebut diketuai bersama oleh Menteri luar
Negeri Singapura, yang pada saat itu sebagai Ketua Panitia
Tetap (ASEAN Standing Committee/ASC), dan Menteri Luar
Negeri Sri Lanka, selaku Ketua Dewan Menteri SAARC.
Pertemuan juga dihadiri oleh Sekretaris Jenderal ASEAN dan

214
Sekretaris Jenderal SAARC. Pertemuan menyepakati hal-hal
sebagai berikut:
1) Pertemuan ASEAN-SAARC akan diselenggarakan
setiap tahunan di New York di sela-sela sidang Majelis
Umum PBB. Pertemuan tersebut juga akan dihadiri
oleh Sekretaris jenderal ASEAN dan Sekretaris jenderal
SAARC;
2) ASEAN dan SAARC akan melakukan koordinasi posisi
mereka dalam persidangan WTO melalui Perwakilan
masing-masing di Jenewa. Untuk ASEAN, misi Negara-
negara Anggota ASEAN untuk PBB di Jenewa, yang
tergabung dalam Komite ASEAN Jenewa (ASEAN
Geneva Committee/AGC), akan bertemu secara regular
untuk membahas isu-isu PBB dan WTO yang menjadi
perhatian bersama;
3) Para Duta Besar Negara-negara anggota SAARC di
Jakarta akan didorong untuk membangun ataupun
meningkatkan kontak mereka dengan Sekretariat ASEAN.
Dari tujuh negara anggota SAARC, hanya Bhutan dan
Maladewa yang belum memiliki Kedutaan mereka di
Jakarta. Demikian pula, para Duta Besar ASEAN di
Kathmandu akan didorong untuk meningkatkan kontak
mereka dengan Sekretariat SAARC. Namun, Negara-
negara Anggota ASEAN yang memiliki Perwakilannya di
ibukota Nepal tersebut hanya Malaysia, Myanmar dan
Thailand;
4) ASEAN akan berbagi pengalaman dengan SAARC dalam
hal kerja sama ekonomi khususnya pembentukan FTA
serta semua langkah fasilitasi perdagangan lainnya yang
relevan;
5) Sekretaris jenderal dan Sekretariat dua organisasi tersebut
akan terus bekerja sama untuk membangun kerja sama
antara kedua pihak.

Sekretariat ASEAN dan Sekretariat SAARC telah


meningkatkan kontak dan kerja sama diantara mereka.
Sebagai contoh, pada tahun-tahun awal kerja sama, pejabat

215
dari kedua Sekretariat telah melakukan kontak langsung untuk
melakukan pertukaran informasi. Selain itu, pejabat ekonomi
dan perdagangan ASEAN dan SAARC telah melakukan
kunjungan ke Sekretariat ASEAN untuk mempelajari lebih
banyak tentang kerja sama ekonomi ASEAN, terutama skema
untuk membangun Pasar Bebas ASEAN.

Pertemuan Menteri ASEAN-SAARC bulan September


2002 memberikan mandat kepada kedua Sekretariat untuk
mengintensifkan konsultasi diantara mereka. Para Menteri
Luar Negeri juga mengidentifikasi empat bidang utama dimana
kedua Sekretariat dapat saling bertukar informasi dan best
practices. Empat bidang tersebut meliputi FTA, HIV/AIDS,
pariwisata dan pengentasan kemiskinan.

Seperti yang telah dimandatkan tersebut di atas,


Sekretaris jenderal ASEAN dan Sekretaris jenderal SAARC
telah melakukan pertemuan pada tanggal 1 Agustus 2003
di Sekretariat ASEAN untuk menjajagi berbagai kegiatan
bersama yang mungkin dapat dilakukan. Salah satu hasil utama
pertemuan tersebut adalah kesepakatan kedua Sekretariat
mengidentifikasi kegiatan-kegiatan dalam suatu workshop
perencanaan.

Beberapa kemajuan lain dari kerja sama ASEAN-


SAARC yakni pada pertemuan Menteri ASEAN-SAARC
tanggal 24 September 2003 di New York telah berhasil
mengesyahkan penyelenggaraan workshop perencanaan
untuk mengidentifikasi aktifitas bersama. Kemudian pada
tanggal 19-21 Januari 2004 juga diselenggarakan workshop
untuk saling bertukar informasi tentang kegiatan kerja sama
dan best practices di ASEAN dan SAARC. Dalam kesimpulan
workshop tersebut di atas, kedua Sekretariat menyepakati
the ASEAN-SAARC Secretariats Partnership Work Plan
(2004-2005) dan Guidelines for ASEAN-SAARC Secretariats
Partnership.

216
BAB V
KERJA SAMA ASEAN DAN PERKEMBANGAN TERKINI

A. Komisi Antar-Pemerintah ASEAN tentang HAM (Inter-


Governmental Commission on Human Rights/AICHR)

Salah satu perkembangan dan kemajuan dari pelaksanaan


Piagam ASEAN adalah pembentukan Komisi Antar-Pemerintah
ASEAN tentang HAM (Inter-Governmental Commission on Human
Rights/AICHR) atau Komisi HAM ASEAN. Pembentukan Komisi
HAM ASEAN merupakan amanat Pasal 14 Piagam ASEAN serta
komitmen ASEAN untuk membangun suatu komunitas yang berbasis
masyarakat (people-oriented). Pembentukan Komisi ini merupakan
kemajuan penting dalam evolusi menuju Komunitas ASEAN tahun
2015.

Komisi HAM ASEAN merupakan institusi HAM yang


menyeluruh (the overarching human rights institution in ASEAN)
yang bertanggung jawab untuk pemajuan dan perlindungan HAM di
ASEAN. Komisi ini juga sebagai badan konsultatif antar-pemerintah
(consultative intergovermental body) dan bagian integral dalam
struktur Organisasi ASEAN. Untuk memenuhi fungsinya dalam
rangka memajukan dan melindungi HAM, Komisi ini memiliki
mandat antara lain untuk: membentuk Deklarasi HAM ASEAN
(ASEAN Human Rights Declaration) dan instrumen hukum (legal
instrument) terkait dengan HAM; meningkatkan kesadaran publik
terhadap HAM; mendorong pembangunan kapasitas (capacity
building) Negara Anggota ASEAN untuk mengimplementasikan
kewajiban HAM secara efektif; memperkuat norma-norma HAM di
ASEAN; mendorong keikutsertaan Negara anggota ASEAN pada
berbagai fora HAM internasional; mendorong dialog dan konsultasi
serta kerjasama diantara Negara ASEAN yang melibatkan
institusi nasional, internasional dan pemilik kepentingan lainnya;
serta memberikan advisory service dan bantuan teknis (technical
assistance) untuk badan sektoral ASEAN.

Dalam rangka membangun rasa saling percaya dan pemaha-


man yang lebih baik satu sama lain, Indonesia mengusulkan untuk

217
mengadakan forum secara berkala dimana masing-masing negara
dapat menyampaikan praktik-praktik terbaik dan pengalaman dalam
hal penanganan penegakan HAM. Forum AICHR ini bersifat sukarela
dan tidak bersifat mengikat. Usulan ini didukung oleh negara-negara
lain di ASEAN. Indonesia selaku penggagas Komisi HAM ASEAN
menunjukkan penghargaannya atas independensi Komisi dengan
melakukan pemilihan terbuka bagi penunjukan wakil Indonesia yang
duduk di Komisi ini. Terpilihnya wakil dari LSM menunjukkan bahwa
Indonesia demokratis, lebih siap, serta lebih terbuka bagi pelibatan
unsur masyarakat madani untuk duduk sebagai wakil di Komisi ini.
Pengakuan dan dukungan Internasional atas keberadaan Komisi
HAM ASEAN ditandai dengan diterimanya undangan untuk bertukar
pikiran dan pengalaman dalam pelaksanaan HAM dari berbagai
belahan dunia, seperti dari Amerika, Eropa maupun Afrika.

AICHR telah melakukan beberapa kali pertemuan, baik


pertemuan informal maupun pertemuan formal yang dilakukan
sebanyak 2 (dua) kali dalam satu tahun. Pada pertemuan formalnya
yang ke-2, AICHR telah menyusun Rencana Kerja 5 Tahunan dan
Program Prioritas AICHR (AICHR Priority Programme)/Aktivitas
AICHR (Activities of AICHR) 2010-2011. Para Menlu ASEAN dalam
pertemuan ke-43 di Hanoi, Vietnam bulan Juli 2010, telah menyetujui
Program Prioritas AICHR/Aktivitas AICHR 2010-2011 serta meminta
AICHR untuk melengkapi anggaran indikatif untuk Rencana Kerja 5
Tahun AICHR.

B. Persetujuan Keistimewaan dan Kekebalan ASEAN


(Agreement on Privileges and Immunities of ASEAN/P&I)

Piagam ASEAN telah resmi berlaku pada tanggal 15 Desember


2008. Indonesia telah mengesahkan pemberlakuan Piagam ASEAN
tersebut melalui Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2008 tentang
Pengesahan Charter of the Association of Southeast Asian Nations
(Piagam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara). Pada
ASEAN Ministerial Meeting Retreat di Singapura, Maret 2008, para
Menlu ASEAN sepakat untuk membentuk kelompok yang terdiri
atas para ahli hukum dari masing-masing negara anggota untuk
melakukan kajian terhadap pasal-pasal yang terdapat di dalam
Piagam ASEAN. Pada rangkaian 41st ASEAN Ministerial Meeting

218
di Singapura, Juli 2008 secara resmi dibentuk dan dilakukan
pertemuan pertama High Level Legal Experts Group on the Follow-
up to the ASEAN Charter (HLEG).

HLEG telah menyelesaikan 19 kali pertemuan. Salah satu hasil


nyata dari rangkaian pertemuan HLEG ini adalah disepakatinya
Agreement on Privileges and Immunities Agreement of the
Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Persetujuan P&I
ASEAN ditandatangani oleh para Menlu ASEAN di Cha-am Hua Hin,
Thailand, bulan Oktober 2009 dalam rangkaian KTT ke-15 ASEAN.
Persetujuan P&I ASEAN ini dimaksudkan untuk mengatur hal-hal
dasar bagi pemberian hak-hak keistimewaan dan kekebalan yang
diperlukan bagi pejabat-pejabat dan tenaga ahli dalam menjalankan
kegiatan-kegiatan resmi ASEAN.

Untuk dapat diberlakukan, Persetujuan P&I tersebut saat ini


sedang dalam proses ratifikasi oleh negara-negara anggota ASEAN,
termasuk Indonesia. Dalam proses ratifikasi dan terutama pada saat
telah resmi diberlakukan nanti, Persetujuan P&I ini memerlukan
koordinasi di antara berbagai instansi terkait di Indonesia, antara
lain Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, Kemlu, Kementerian
Keuangan, dan Kementerian Hukum dan HAM, Pemerintah Daerah
DKI Jakarta, Kepolisian RI, dan lain-lain.

C. Komite Wakil Tetap untuk ASEAN (Committee of Permanent


Representative/CPR to ASEAN)

Pasal 12 Piagam ASEAN telah memandatkan negara anggota


untuk menunjuk seorang wakil tetap untuk ASEAN pada tingkat duta
besar yang berkedudukan di Jakarta. Para wakil tetap (permanent
representatives) negara-negara ASEAN secara kolektif tergabung
dalam Komite Wakil Tetap untuk ASEAN (Committee of Permanent
Representatives to ASEAN/CPR). Tugas-tugas CPR antara lain
adalah mendukung Dewan Komunitas ASEAN (ASEAN Community
Councils), Badan Sektoral Menteri ASEAN (ASEAN Sectoral
Ministerial Bodies), Sekretaris Jenderal ASEAN dan memfasilitasi
kerjasama ASEAN dengan mitra eksternal atau negara mitra wicara
ASEAN.

219
Pembentukan CPR merupakan jawaban ASEAN atas tantangan
dinamika perkembangan kerja sama yang makin pesat, luas, dan
berat di kawasan. Komite Wakil Tetap untuk ASEAN bertempat di
Jakarta dan akan menjadi jembatan antara Sekretariat ASEAN dan
negara-negara anggota ASEAN. Pertemuan pertama CPR telah
diselenggarakan di Sekretariat ASEAN, Jakarta, pada tanggal 21
Mei 2009

Hingga saat ini Wakil Tetap dan Kantor Perwakilan (Mission)


untuk ASEAN yang telah berakreditasi berjumlah 33 Negara
(sampai dengan Agustus 2010). Sementara itu dapat dicatat
bahwa masing-masing Negara-negara Uni Eropa menyatakan
akan mengakreditasikan Duta Besarnya untuk ASEAN. Sementara
negara-negara kawasan teluk (Gulf Country Cooperation/GCC)
memiliki kesepakatan dengan ASEAN bahwa secara resiprositas
masing-masing pihak akan mengakreditasikan Duta Besarnya untuk
ASEAN di Jakarta maupun GCC di Riyadh.

D. ASEAN Security Outlook (ASO)

Salah satu bagian dari implementasi Cetak Biru APSC (APSC


Blueprint), khususnya butir B.1.2, menegaskan fungsi ASEAN untuk
memajukan perdamaian dan stabilitas di kawasan. Dalam kaitan
ini, Indonesia dengan didukung Jepang telah menyelenggarakan
Pertemuan Pertama ASO di Bali tanggal 7-8 Juni 2010. Pertemuan
dimaksudkan untuk menyusun format/susunan (layout) ASO.

Pertemuan berhasil menyusun sebuah Format Standar ASO


(Standardized Format of ASO) serta Rencana Kerja (Work Plan for
the Implementation of ASO) untuk implementasi hasil-hasil Seminar
selanjutnya. Rencana Kerja bagi Implementasi ASO memuat
sejumlah butir antara lain: melaporkan hasil seminar pada ASEAN
SOM dan oleh Sekretariat ASEAN kepada Sektoral ASEAN terkait
lainnya; membentuk kelompok kerja (Working Group/WG) terdiri atas
unsur SOM dan ADSOM guna menyelesaikan format ASO. Hasil dari
WG tersebut dilaporkan kepada Dewan APSC melalui mekanisme
AMM dan ADMM. Isu utama yang mengemuka pada pertemuan
ASO adalah kesediaan negara anggota untuk memberikan informasi
tentang kebijakan dan kemampuan pertahanannya.

220
E. Forum Maritim ASEAN (ASEAN Maritime Forum/AMF)

Kompleksitas isu-isu maritim di Asia Tenggara menjadi salah


satu perhatian utama ASEAN. Declaration of ASEAN Concord II
(Bali Concord II) yang ditandatangani Pemimpin ASEAN di Bali pada
tanggal 7 Oktober 2003, menegaskan bahwa isu-isu maritim bersifat
lintas batas, dan karenanya harus ditangani secara regional dengan
pendekatan holistik, terintegrasi, dan komprehensif. Selanjutnya,
pendirian AMF adalah salah satu capaian penting dari langkah aksi
(action lines) dalam APSC Blueprint.

Sebagai tindak lanjut Cetak Biru APSC, Indonesia telah


mengambil inisiatif untuk menyelenggarakan Pertemuan pertama
AMF di Surabaya pada tanggal 28-29 Juli 2010. Pertemuan perdana
AMF dibuka oleh Wakil Menteri Luar Negeri Republik Indonesia dan
dipimpin oleh Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN, Kemlu RI.
AMF dihadiri oleh para pejabat senior (ASEAN SOM), perwakilan
dari CPR, pejabat senior Badan-badan Sektoral ASEAN (Senior
Officials of ASEAN Sectoral Bodies) terkait dengan isu maritim
serta Sekretariat ASEAN. Pakar-pakar isu keamanan dan maritim
juga hadir pada forum tersebut, di antaranya Dr. So Umezaki dari
Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA),
Bantarto Bandoro dari Universitas Indonesia, dan Robert C.
Beckman dari Center for International Law, National University of
Singapore. Selain menampilkan perspektif para ahli pada masing-
masing tema, beberapa negara ASEAN juga diminta memberikan
paparan/tanggapan terkait dengan isu yang disampaikan, disamping
tanggapan umum dari para peserta pertemuan. Pada pertemuan
tersebut juga dibahas mengenai Identifying Future Work of the
ASEAN Maritime Forum.

Pertemuan AMF membahas isu-isu terkait dengan maritim,


seperti konektivitas ASEAN (ASEAN Connectivity), memahami
tentang keamanan maritim (understanding maritime security
problems in the region), serta penanganan SAR (search and rescue
to assist persons and vessels in distress at sea).

Tema besar pada AMF merupakan cerminan pendekatan


komprehensif ASEAN terhadap isu maritim serta menjadi icon bagi
inagurasi pertemuan pertama AMF tersebut. Sementara sub tema

221
yang ada merefleksikan isu-isu lintas sektoral yang dihadapi oleh
masing-masing unit sektoral ASEAN.

Selain itu, pertemuan juga mendiskusikan dan mengidentifikasi


tindak lanjut dari hasil AMF, termasuk: memperbarui Kertas Paparan
AMF, mengidentifikasi topik dan perencanaan untuk AMF berikutnya,
mencari kemungkinan kerja sama maritim di masa datang.
Pertemuan pertama AMF menyepakati pelaksanaan AMF berikutnya
yang akan dilaksanakan pada bulan Agustus atau September 2011.
Hasil pertemuan, termasuk rekomendasi yang dihasilkan dalam
Pertemuan AMF tersebut selanjutnya akan menjadi masukan bagi
unit sektoral ASEAN serta pemilik kepentingan terkait. Pertemuan
AMF selanjutnya direncanakan pada bulan Agustus atau September
2011.

F. Konektivitas ASEAN (ASEAN Connectivity)

ASEAN berada pada suatu kawasan persimpangan dari berbagai


negara besar yang sedang mengalami pertumbuhan ekonomi yang
pesat, seperti India, China, Jepang, Republik Korea (RoK), Australia,
dan Selandia Baru. Lokasi yang strategis ini membuat ASEAN
berpotensi sebagai pusat pertemuan kawasan Asia Timur dan
Pasifik. Pembangunan dan peningkatan konektivitas atau ASEAN
Connectivity menjadi unsur penting untuk merealisasikan potensi
ini. Di samping itu, Konektivitas ASEAN membantu mengintensifkan
upaya bersama ASEAN dalam mencapai Komunitas ASEAN yang
berorientasi pada masyarakat (people-oriented ASEAN Community)
pada tahun 2015.

Pada KTT ke-15 ASEAN di Cha-am Hua Hin, Thailand,


Oktober 2009, para pemimpin ASEAN mengeluarkan Pernyataan
Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN tentang Konektivitas
ASEAN (Leaders Statement on ASEAN Connectivity). Pernyataan
tersebut didasari oleh semangat kuat para pemimpin ASEAN untuk
memaksimalkan hubungan masyarakat dan kerja sama ekonomi
di kawasan. Diharapkan kawasan Asia Tenggara mengalami
perkembangan di bidang infrastruktur, perdagangan, investasi,
pariwisata, transportasi, dan pembangunan. Konektivitas ASEAN
dapat menjadi pelengkap dan pendukung integrasi di ASEAN dan
kerangka kawasan yang lebih luas.

222
KTT ke-15 ASEAN juga menyepakati pembentukan Gugus
Tugas Tingkat Tinggi Konektivitas ASEAN (High Level Task Force
on ASEAN Connectivity/HLTF-AC). HLTF-AC tersebut terdiri dari
para ahli seluruh Negara Anggota ASEAN yang memiliki kapasitas
di bidang yang relevan dengan konektivitas. Mandat yang diberikan
para pemimpin ASEAN kepada HLTF adalah menyusun Kerangka
Induk Konektivitas ASEAN (ASEAN Master Plan on ASEAN
Connectivity/MP-AC).

HLTF-AC telah bertemu sebanyak 4 (empat) kali di Hanoi,


Jakarta, Bangkok, dan Singapura berhasil menyusun MP-AC.
Wakil Menteri Perhubungan, Bambang Susantono, telah ditunjuk
sebagai Kelompok Ahli (Eminent Person) yang mewakili Indonesia
dalam HLTF-AC. Menurut rencana, MP-AC akan diadopsi oleh para
Pemimpin ASEAN pada KTT ASEAN ke-17 di Hanoi, Vietnam bulan
Oktober 2010. MP-AC akan menjadi payung kerjasama multisektoral
terdiri atas: (1) pengembangan konektivitas fisik (physical
connectivity), seperti pembangunan transportasi, infrastruktur, ICT
dan energy; (2) konektivitas institusional (institutional connectivity)
seperti fasilitasi perdagangan dan investasi; dan (3) mobilitas
masyarakat (people-to-people connectivity), seperti pengembangan
pariwisata, pendidikan dan kebudayaan yang melibatkan beberapa
instansi.

Indonesia mendorong agar Perluasan Konektivitas ASEAN


(Enhanced ASEAN Connectivity) dibangun secara merata
(balanced) dan merepresentasikan kepentingan kolektif ASEAN.
Pembangunan konektivitas yang merata diyakini akan mendukung
Komunitas ASEAN yang berkelanjutan (sustainable).

G. Inisiatif untuk Integrasi ASEAN (Initiative for ASEAN


Integration/IAI)

Inisiatif untuk Integrasi ASEAN (Initiative for ASEAN


Integration/IAI) merupakan sebuah prakarsa yang diluncurkan oleh
para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN pada KTT Informal ke-
4 ASEAN pada bulan November 2000 di Singapura. IAI bertujuan
untuk mempersempit kesenjangan pembangunan (narrowing
development gap) di antara negara-negara anggota ASEAN,

223
yaitu antara ASEAN-6 dengan negara-negara CLMV (Cambodia,
Laos, Myanmar, Vietnam) untuk meningkatkan daya saing kolektif
ASEAN.
Fokus utama IAI adalah program-program yang berorientasi
pada pengentasan kemiskinan. Pelaksanaan proyek pada umumnya
mendapat pendanaan dari ASEAN-6, Mitra Wicara atau Lembaga
Internasional, dan ditujukan kepada CLMV baik dalam kerangka IAI
maupun secara bilateral.
ASEAN sepakat bahwa IAI merupakan program 6 tahunan.
Pelaksanaan proyek umumnya didanai oleh negara atau lembaga
internasional dan sebagian oleh salah satu negara ASEAN-6 yang
bertindak sebagai co-shepperd. Rencana Kerja (Work Plan) IAI I
(2002-2008) telah selesai dilaksanakan dan saat ini Rencana Kerja
(Work Plan) IAI II (2009-2015) telah mulai dilaksanakan.
Proyek-proyek Rencana Kerja IAI I difokuskan pada 7 (tujuh)
sektor yang telah disepakati, yaitu: infrastruktur (energi dan
transportasi), pengembangan SDM (peningkatan kemampuan
sektor publik, perburuhan dan tenaga kerja serta pendidikan tinggi),
teknologi informasi dan komunikasi, integrasi ekonomi regional
(perdagangan barang dan jasa, kepabeanan, standardisasi dan
investasi), pariwisata, kemiskinan dan kualitas hidup, dan General
Coverage Projects. Sedangkan proyek-proyek untuk Rencana Kerja
(IAI II 2009-2015) dilaksanakan berdasarkan Peta Jalan Komunitas
(Community Roadmap) dari masing-masing pilar komunitas ASEAN
2015.
Sampai saat ini program yang dilaksanakan lebih bersifat
pengembangan kapasitas (capacity building) khususnya dalam
rangka penguatan SDM. Metode utamanya adalah ASEAN-6
berupaya untuk membagi informasi dan kebiasaan yang berlaku
(practices) dalam berbagai bidang kepada negara-negara CLMV.
Sejauh ini pemilihan dan penentuan proyek lebih ditentukan oleh
negara-negara penyumbang (donor driven), khususnya pada
proyek-proyek yang menggunakan pendanaan dari mitra wicara
ASEAN.
Untuk menjamin keberlanjutan dan efektifitas proyek-proyek
IAI bagi CLMV, ASEAN telah menyepakati kriteria dan prosedur

224
pengajuan proposal proyek IAI yaitu proyek diajukan oleh Pengusul
Proyek IAI (IAI Project Proponents) dalam bentuk pelatihan
kerja (Training/Workshop) atau Penelitian (Research/Studies).
Pengawasan proyek-proyek IAI dilakukan melalui mekanisme
pelaporan dari ASEAN-6 dan CLMV.

Adapun kontribusi negara mitra wicara dan badan-badan


pembangunan berjumlah 15 proyek yang dibiayai melalui mekanisme
donor dari Jepang (Pemerintah Jepang, Japan-ASEAN General
Exchange Fund/JAGEF, Japan-ASEAN Solidarity Fund, Japan
Overseas Development Cooperation/JODC dan Japan-ASEAN
Integration Fund/JAIF), ROK, India, Norwegia, Uni Eropa, Denmark,
Selandia Baru, United Nations Development Programme/UNDP,
China, International labour Organization/ILO, World Bank, Hanss
Seidel Foundation, Australia, ASEAN Bankers Association/ABA
dan ASEAN University Network/AUN. Kontribusi Indonesia untuk
IAI cukup besar, baik dari sisi jumlah total pendanaan maupun dari
jumlah proyek.

H. Komite ASEAN untuk Pemajuan dan Perlindungan Hak-


hak Perempuan dan Anak (ASEAN Commission on the
Promotion and Protection of the Rights of Women and
Children/ACWC)

Pembentukan ACWC dimulai dari Vientiane Action Program


2004-2010 (VAP) tahun 2004 dan kemudian dilanjutkan dengan tiga
Cetak Biru Pembentukan Komunitas ASEAN 2015. Menindaklanjuti
mandat tersebut, selama tahun 2008-2009, ACW, sebagai organ
ASEAN yang membawahi kerja sama di bidang perempuan, dan
SOMSWD, sebagai organ ASEAN yang membawahi kerja sama di
bidang anak, telah berhasil menyepakati Kerangka Acuan ACWC.

Selama proses pembuatan kerangka acuan ACWC, Indonesia


telah menunjukkan konsistensi untuk tetap mempertahankan
keseimbangan antara elemen pemajuan dan perlindungan hak
wanita dan anak, sesuai dengan arah politik luar negeri Indonesia
di bidang hak asasi manusia. Indonesia telah secara transparan
melakukan proses seleksi wakil-wakilnya yang duduk dalam ACWC.
Berdasarkan seleksi tersebut, untuk isu perempuan telah terpilih Rita

225
Serena Kalibonso dari Mitra Perempuan (Womens Crisis Centre)
dan Ahmad Taufan Damanik dari Yayasan Kelompok Kerja Sosial
Perkotaan (KKSP) untuk Isu Anak.

Pada KTT ke-15 ASEAN di Hua Hin, Thailand tanggal 24


Oktober 2009, telah disepakati pembentukan ACWC. ACWC
kemudian diinagurasi pada tanggal 7 April 2010 dalam pertemuan
ASCC Council, yang diselenggarakan dalam rangkaian KTT ke-
16 ASEAN di Hanoi, Vietnam. Selama periode sementara ACWC
tersebut, pertemuan menyepakati beberapa hal:
a. Menunda pemilihan Ketua dan Wakil Ketua ACWC. Posisi
Ketua Sementara dipegang oleh Vietnam sebagai ketua
ASEAN;
b. Menunda undangan kepada AICHR untuk membahas modalitas
penyesuaian antara ACWC dan AICHR sebagai institusi HAM
yang menyeluruh di ASEAN;
c. Memulai pengumpulan masukan Negara Anggota untuk
mengidentifikasikan isu-isu bersama guna menyusun rencana
kerja. Untuk menyusun rencana kerja tersebut, beberapa
dokumen seperti concluding observations CEDAW dan
Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of Children/
CRC), kerangka aksi nasional, butir-butir presentasi UNIFEM
dan UNICEF, serta topik-topik khusus yang ingin dianggap
penting oleh Negara Anggota digunakan sebagai referensi.
d. Meminta Sekretariat ASEAN untuk mulai menyusun rules of
procedure.

Filipina meminta dukungan ACWC untuk membentuk suatu


unit yang khusus menangani masalah hak asasi manusia dalam
Sekretariat ASEAN, termasuk melakukan pengumpulan hukum dan
legislasi nasional yang terkait dengan perempuan dan anak.

I. Komite ASEAN untuk Tenaga Kerja Migran (ASEAN


Committee on Migrant Workers)

Kerjasama di bidang ketenagakerjan ASEAN diarahkan untuk


menggalang sikap bersama ASEAN dalam menanggulangi isu-

226
isu ketenagakerjaan, khususnya dalam menindaklanjuti ASEAN
Declaration on the Promotion of the Rights of Migrant Workers tahun
2007. Dalam kaitan ini, ASEAN telah membentuk ASEAN Committee
on Migrant Workers (ACMW) pada tahun 2008 sebagai focal point
ASEAN dalam mengkoordinasikan implementasi Deklarasi serta
menfasilitasi pengembangan instrumen perlindungan dan pemajuan
hak-hak pekerja migran.

Salah satu agenda utama ACMW adalah menyusun ASEAN


Instrument on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant
Workers, yang dilakukan melalui pembentukan ACMW-Drafting
Team (ACMW-DT) pada tahun 2009. Indonesia merupakan salah
satu dari 4 negara anggota ACMW-DT selain Filipina, Malaysia
dan Thailand. Kelak dengan hadirnya instrumen dimaksud, ASEAN
akan memiliki landasan hukum yang kuat dalam menangani isu-
isu perlindungan dan pemajuan hak-hak pekerja migran, yang
sesuai dengan visi ASEAN: a caring and sharing community. Dalam
kaitan ini, ACMW-DT telah melaksanakan tiga kali pertemuan
selama tahun 2009 guna membahas konsep instrumen dimaksud.
Pembahasan instrumen tersebut belum dapat diselesaikan karena
terdapat pandangan yang berbeda antara negara penerima dan
negara pengirim tenaga migran. Indonesia telah menjadi tuan rumah
pertemuan ke-2 ACMW Instrument Drafting Team di Bali, tanggal
25-26 Juni 2009 guna menyusun TOR dan Work-plan ACMW-DT.

J. Perubahan Iklim

Pada kesempatan KTT G-20, September 2009, Indonesia


mendorong ASEAN dan negara-negara berkembang lainnya untuk
melakukan aksi mitigasi secara sukarela, tidak sekedar rutinitas
biasa (business as usual). Indonesia juga mendorong penetapan
target mitigasi negara maju minimal 40% dari tingkat emisi di tahun
1990.

Indonesia mendorong agar ASEAN secara bertahap mem-


bangun pemahaman dan posisi bersama mengenai isu perubahan
iklim. Common understanding dan Common Position di lingkungan
internal ASEAN sangat diperlukan untuk memperkuat suara ASEAN
pada pertemuan terkait di tingkat global (UNFCCC maupun dalam

227
kerangka Kelompok-77 +Cina). Posisi dan pemahaman tersebut
diharapkan dapat memberikan nilai positif bagi komitmen ASEAN
terhadap isu perubahan iklim di fora internasional.

Indonesia mendorong agar pertemuan COP16 dapat


melaksanakan mandat Bali Action Plan (BAP) untuk menghasilkan
komitmen bersama,yang lebih adil bagi upaya global mengatasi
permasalahan perubahan iklim, dengan berlandaskan pada prinsip
historis common but differentiated responsibilities, and respective
capabilities. Dalam kaitan ini, negara maju dan berkembang
dapat memberikan kontribusi sesuai dengan kemampuan yang
dimilikinya.

Berkaitan dengan isu transfer of technology, Indonesia


berpandangan bahwa negara berkembang perlu dukungan
teknologi sehingga memungkinkan bagi mereka untuk melakukan
upaya adaptasi dan mitigasi. Disamping itu, Indonesia juga
menggarisbawahi bahwa isu HAKI hendaknya tidak menciptakan
hambatan atau pembatasan bagi proses alih teknologi. Lebih lanjut,
Indonesia mengusulkan adanya pemisahan antara pembahasan isu
HAKI & alih teknologi.

Indonesia mendorong agar isu kelautan dapat menjadi bagian


tak terpisahkan dalam pembahasan isu perubahan iklim. Indonesia
menekankan bahwa program adaptasi dan mitigasi juga harus
mencakup dimensi darat dan laut (terrestrial and ocean dimensions).
Indonesia mengharapkan agar isu kelautan juga menjadi bagian
dari program Capacity Building, serta mendorong ASEAN untuk
terus menyuarakan mengenai pentingnya isu pelestarian alam dan
keanekaragaman hayati.

Dalam menyikapi isu perubahan iklim, Indonesia menegaskan


pentingnya meningkatkan kapasitas bersama ASEAN dengan
kolaborasi dalam program adaptasi, pengembangan mekanisme
pembangunan bersih (Clean Development Mechanism), transfer
teknologi, serta dukungan finansial melalui kerjasama dengan
masyarakat internasional.

228
K. Penanggulangan Bencana

Kerjasama ASEAN di bidang penanggulangan bencana


memulai babak baru dengan diberlakukannya ASEAN Agreement
on Disaster Management and Emergency Response (AADMER)
pada tanggal 24 Desember 2009. AADMER bertujuan untuk
menyediakan mekanisme yang efektif untuk mengurangi kerugian
yang diakibatkan oleh bencana pada kehidupan dan hilangnya
aset sosial, ekonomi dan lingkungan. AADMER bertujuan mengatur
tanggap darurat bencana melalui kerja sama di tingkat nasional,
regional dan internasional. Indonesia telah meratifikasi AADMER
dengan Peraturan Presiden Nomor 32 tahun 2008 pada tanggal 15
Mei 2008.

Komponen-komponen penting dalam AADMER antara lain


ASEAN Standard Operating Procedure for Regional Standby
Arrangements and Coordination of Joint Disaster Relief and
Emergency Response Operations (SASOP) dan ASEAN
Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on Disaster
Management (AHA Centre).

Indonesia telah ditunjuk untuk menjadi tuan rumah (host) AHA


Centre pada pertemuan Tingkat Menteri Luar Negeri ke-40 ASEAN
di Manila, Filipina, Juli 2007. Meskipun AADMER sudah mulai
berlaku, dokumen-dokumen hukum pendirian AHA Centre seperti
Agreement on the Establishment of the AHA Centre dan Host
Country Agreement, masih dalam tahap pembahasan. Diharapkan
AHA Centre sudah dapat beroperasi pada awal 2011.

Guna memperkuat kerjasama penanganan bencana setelah


berlakunya AADMER, ACDM pada Pertemuan ke-14 di Bandung,
Desember 2009 telah menghasilkan konsep pertama AADMER
Work Programme (AWP) 2010-2015. AWP berisikan program/
aktivitas dalam kerjasama penanganan bencana yang menjadi
acuan kerjasama dengan mitra wicara ASEAN. Selanjutnya pada
Pertemuan ke-15 ACDM di Singapura, bulan Maret 2010 konsep
dimaksud telah disahkan.

229
L. Arsitektur Kawasan

Semenjak terbentuk mekanisme kerja sama ASEAN Plus Three


(APT) yang dimulai dengan pelaksanaan KTT di Kuala Lumpur pada
tahun 1997, wacana kerja sama Asia Timur, khususnya gagasan
pembentukan wadah baru kerja sama negara-negara Asia Timur
dengan melibatkan ASEAN terus mengemuka.

Keberhasilan APT membentuk mekanisme kerja sama


keuangan, yang dikenal dengan Inisiatif Chiang Mai (Chiang
Mai Initiative/CMI) antara negara-negara APT guna menghindari
terulangnya krisis di kawasan, telah mendorong munculnya gagasan
untuk menyelenggarakan pertemuan puncak antar negara-negara
Asia Timur dalam wadah KTT Asia Timur (East Asia Summit/EAS).

Secara prinsip gagasan pembentukan EAS disetujui oleh


para Pemimpin ASEAN pada KTT ASEAN di Vientiane, Lao PDR
tahun 2004. Namun demikian ditegaskan bahwa gagasan tersebut
perlu modalitas maupun keanggotaan yang jelas khususnya untuk
membedakan dengan mekanisme kerja sama yang sudah ada
dalam kerangka APT.

Pada ASEAN Foreign Ministers Retreat di Cebu, Philippina,


tanggal 11 April 2005, para Menlu ASEAN menyepakati tiga
persyaratan untuk Mitra Wicara (Dialogue Partners) yang akan
tergabung dalam EAS yaitu: (i) Berstatus Mitra Wicara penuh, (ii)
Telah melakukan aksesi terhadap TAC, dan (iii) Mempunyai kerja
sama yang substantif dengan ASEAN. Dari persyaratan tersebut di
atas, pada akhirnya terbentuklah forum EAS yang beranggotakan 10
negara ASEAN ditambah dengan China, Jepang, Korea, Australia,
Selandia Baru, dan India.

KTT pertama Asia Timur diselenggarakan pada tanggal 14


Desember 2005 di Kuala Lumpur dan dihadiri oleh para Pemimpin
ASEAN, Jepang, China, Republik Korea, India, Australia dan Selandia
Baru. Atas undangan Malaysia, Rusia hadir sebagai tamu (guest)
Ketua ASEAN, yaitu Malaysia. Pertemuan tersebut menghasilkan
dokumen utama yaitu Deklarasi Kuala Lumpur mengenai KTT
Asia Timur (Kuala Lumpur Declaration on the East Asia Summit)
yang merupakan cerminan pandangan bersama bahwa EAS dapat

230
memainkan peranan penting dalam proses pembentukan komunitas
di kawasan. Selain itu, para Pemimpin EAS juga menyepakati
Deklarasi KTT Asia Timur mengenai Pencegahan, Kontrol dan
Tanggapan terhadap Influenza Burung (Asia Summit Declaration on
Avian Influenza Prevention, Control and Response). Sampai saat ini
EAS telah berlangsung empat kali. Perkembangan secara lebih rinci
tentang East Asia Summit dapat dilihat pada Bab IV Kerja Sama
Eksternal.

Wacana pembentukan East Asia community (EAc) terkait


erat dengan perkembangan arsitektur kawasan di kawasan Asia
Timur, khususnya kerja sama APT, dan EAS. Dalam kaitan itu,
para penggagas EAc melihat bahwa untuk memajukan kerja
sama ekonomi diantara negara-negara Asia Timur, mekanisme
yang paling layak adalah pembentukan EAc. Pembentukan EAc
diusulkan oleh PM Jepang, Yukio Hatoyama. Untuk langkah awal
pembentukan EAc, diusulkan untuk menggabungkan berbagai FTA,
melakukan kerja sama dalam bidang keuangan, energi, lingkungan,
penanggulangan bencana alam, dan lain sebaginya. Meskipun
demikian, usulan tersebut masih belum menyampaikan bentuk
kongkrit dari cara pencapaian EAc tersebut.

Perkembangan lain yang ikut memberikan warna pada


guliran arsitektur kawasan di kawasan Asia Timur adalah gagasan
pembentukan Asia Pacific community (APc) yang diusulkan oleh
Perdana Menteri (PM) Australia, Kevin Rudd. Pada tanggal 4 Juni
2008, di Sydney, PM Kevin Rudd melontarkan visinya mengenai
APc, yaitu: (i) Suatu institusi kawasan yang mencakup kawasan
Asia-Pasifik, temasuk Amerika Serikat, Jepang, China, India,
Indonesia dan negara-negara lainnya di kawasan dan (ii) Suatu
institusi kawasan yang memungkinkan terjadinya dialog dan kerja
sama di bidang politik, keamanan dan ekonomi.

Menanggapi guliran gagasan pembentukan arsitektur kawasan


yang terus muncul tersebut di atas, pada ASEAN Foreign Ministers
Retreat di Da Nang, Viet Nam, tanggal 13-14 Januari 2010, para
Menlu ASEAN telah membahas perkembangan mengenai arsitektur
kawasan. Beberapa pandangan yang mengemuka pada pertemuan
tersebut, sebagai berikut: (1) bersikap proaktif dan memastikan
peran sentral ASEAN dan peran yang relevan dalam arsitektur-

231
arsitektur kawasan; (2) mempunyai posisi bersama; dan (3)
memfokuskan pada pengembangan proses-proses regional yang
telah ada, yang meliputi proses-proses pengembangan Komunitas
ASEAN, ASEAN+1, ASEAN+3, EAS dan ARF.

Guliran wacana arsitektur kawasan di Asia Timur juga menjadi


perhatian Amerika Serikat (AS). Dalam hal ini, Menlu AS, Hillary
Clinton di Hawai pada tanggal 12 Januari 2010 menyampaikan
pernyataan tentang in Asia: Principles and Priorities. Prinsip-prinsip
penting bagi AS yang dikemukakan oleh Menlu Clinton antara
lain: aliansi AS adalah sokoguru bagi AS untuk pengembangan
engagement dengan kawasan, institusi-institusi regional
seyogyanya memajukan tujuan bersama yang konkrit, dan bersifat
inklusif, fleksibel, dan transparan.

Pandangan AS terhadap guliran arsitektur kawasan di Asia


Timur semakin jelas ketika Wakil Menteri Luar Negeri AS (US
Assistant Secretary), Kurt Campbell berkunjung ke Jakarta dan
menyampaikan presentasi dalam sesi Roundtable Meeting between
Committee of Permanent Representatives to ASEAN (CPR) di
Sekretariat ASEAN. Dalam kesempatan tersebut, Kurt Campbell
menegaskan bahwa arsitektur kawasan harus menempatkan
ASEAN sebagai pusatnya (driving force) melalui kerja sama APT dan
EAS, dan berpandangan bahwa memaksimalkan institusi regional
yang ada merupakan pilihan yang lebih baik daripada membentuk
institusi baru.

Terkait dengan berbagai wacana yang mewarnai diskusi


tentang gagasan arsitektur kawasan, Indonesia bersikap terbuka
terhadap perkembangan kerja sama yang mendorong integrasi di
kawasan Asia Timur. Bagi Indonesia, EAS dan APT keduanya dapat
menjadi mekanisme yang saling mendukung satu dan lainnya dalam
upaya memperkuat kerja sama kawasan dengan ASEAN sebagai
kekuatan penggerak (driving force) dalam arsitektur kawasan di
kawasan Asia Timur.

Dalam pembahasan guliran arsitektur kawasan, selain


munculnya gagasan pembentukan EAc dan APC tersebut di atas,
juga menyangkut perluasan keanggotaan EAS. Mitra Wicara ASEAN
yang belum tergabung dalam EAS, seperti AS dan Rusia menaruh

232
perhatian terhadap perkembangan arsitektur kawasan. Menyusul
penguatan kemitraan ASEAN dan AS melalui aksesi AS ke dalam
TAC maupun penyelenggaraan 1st ASEAN-US Leaders Meeting, AS
semakin menunjukkan keinginannya untuk menjadi sebagai salah
satu pemilik kepentingan (stakeholder) yang memainkan peranan
yang penting dalam perkembangan di kawasan.

Rusia juga mengekspresikan perhatiannya terhadap dinamika


arsitektur kawasan. Dalam kaitan ini, Rusia berpandangan bahwa
keanggotaan EAS harus diperluas antara lain melalui penambahan
anggota seperti Rusia. Rusia beranggapan telah memenuhi kriteria
yang ditetapkan ASEAN untuk Mitra Wicara berpartisipasi dalam
EAS yaitu (1) menjadi mitra wicara penuh (full dialogue partner);
(2) telah mengaksesi TAC; (3) memiliki kemajuan kerja sama dengan
ASEAN yang substantif.

Pada KTT ke-16 ASEAN di Hanoi, Viet Nam, tanggal 9 April


2010, para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN mengakui dan
mendukung peran-peran APT, EAS dan ASEAN Regional Forum
(ARF) yang saling memperkuat dalam meningkatkan kerja sama
Asia Timur dan dialog terhadap pembangunan komunitas di Asia
Timur. Dalam kaitan ini, para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN
juga mendorong Rusia dan Amerika Serikat untuk mempererat
engagement mereka dalam perkembangan arsitektur kawasan,
termasuk kemungkinan keterlibatan mereka dengan EAS melalui
modalitas yang tepat, dengan memperhatikan EAS yang bersifat
Leaders-led, terbuka dan inklusif.

Terkait dengan keterlibatan Amerika Serikat dan Rusia ke dalam


EAS, para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN menugaskan para
Menlu ASEAN untuk membahas modalitas keterlibatan AS dan
Rusia pada EAS dalam ASEAN Coordinating Council (ACC).

Pada AMM ke-43 di Ha Noi, para Menlu ASEAN menyambut


baik keinginan Rusia dan AS untuk ikut serta dalam EAS. Para Menlu
ASEAN sepakat untuk merekomendasikan kepada para Pemimpin
ASEAN pada KTT ke-17 ASEAN di Ha Noi, Viet Nam, tanggal 28-30
Oktober 2010 untuk secara formal mengundang Rusia dan AS. Pada
KTT ke-17 di Ha Noi bulan Oktober 2010, para Pemimpin ASEAN
diharapkan membuat keputusan formal untuk mengundang Rusia

233
dan AS bergabung dalam EAS dengan pengaturan (arrangements)
dan waktu yang sesuai.

Apabila para Pemimpin ASEAN dan EAS dapat menerima


rekomendasi para Menlu ASEAN tentang keterlibatan AS dan
Rusia di EAS, maka diharapkan pada KTT ke-6 EAS tahun 2011
di Indonesia, AS dan Rusia dapat hadir sebagai anggota EAS.
Keanggotaan AS dan Rusia dalam EAS akan menciptakan suatu
keseimbangan dinamis (dynamic equilibrium) di kawasan Asia
Timur.

M. Keketuaan Indonesia dalam KTT 2011

Pada KTT ke-16 ASEAN bulan April 2010 di Hanoi, para


Pemimpin ASEAN telah menyetujui Indonesia untuk menjadi Ketua
ASEAN tahun 2011 bertukar tempat dengan Brunei Darussalam
yang akan menjabat sebagai Ketua ASEAN pada periode berikutnya
tahun 2013.

Tahun 2011 merupakan tahapan penting bagi ASEAN untuk


semakin memperkokoh komitmen politis guna memperkuat
landasan dalam mengimplementasikan secara penuh Cetak Biru
Politik-Keamanan, Ekonomi, dan Sosial Budaya menuju Komunitas
ASEAN 2015. Upaya ini tidak hanya untuk memperkuat aspek
internal ASEAN dan kerjasama eksternalnya dengan mitra wicara,
tetapi juga implementasinya di tingkat nasional. Dengan demikian
dapat memberikan manfaat konkrit bagi seluruh masyarakat
ASEAN.

Dari pemikiran tersebut, kepemimpinan Indonesia akan


diarahkan pada beberapa capaian implementasi Cetak Biru
Komunitas ASEAN yang fundamental untuk memperkuat kesatuan
(unity) ASEAN. Untuk itu, tahun 2011 diharapkan dapat menjadi
salah satu tahapan yang signifikan bagi persiapan tinggal landas
(launch pad) guna mencapai suatu Komunitas ASEAN yang kokoh
di tahun 2015.

Dalam rangka penyelenggaraan Pertemuan ASEAN-2011,


beberapa kegiatan yang dicanangkan antara lain: Pertemuan tingkat
Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN; dan Pertemuan Terkait

234
serta Pertemuan Tingkat Menteri. Pertemuan-pertemuan tersebut
juga akan didahului dengan pertemuan tingkat pejabat senior atau
Pertemuan Pejabat Tinggi (Senior Officials Meeting). Waktu dan
tempat pelaksanaan kedua KTT dan ASEAN Ministerial Meeting ke-
44 pada tahun 2011 diusulkan sebagai berikut:
1. KTT ASEAN ke-18 di Jakarta, pada minggu ketiga, bulan April
2011.
2. KTT ASEAN ke-19 dan KTT Terkait Lainnya di Bali, pada
minggu keempat, bulan Oktober 2011.
3. Rangkaian AMM ke-44 direncanakan akan diselenggarakan di
Bali pada bulan Juli 2010.

235
236
BAB VI

PENUTUP

Indonesia menerapkan politik luar negeri melalui pendekatan


strategis lingkaran konsentris yang menegaskan kedekatan geografis
dan lingkup pengaruh lingkungan eksternal yang dapat memberikan
dampak terhadap Indonesia. Pendekatan strategis lingkaran-
lingkaran konsentris tersebut menentukan perumusan kebijakan
dalam pelaksanaan polugri, terutama jika dikaitkan dengan isu-isu
utama global. Dalam kaitan itu, Asia Tenggara merupakan lingkaran
konsentris pertama kawasan terdekat Indonesia. Oleh karena itu,
Indonesia telah menetapkan Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia
Tenggara (Association of Southeast Asian Nations/ASEAN) sebagai
soko guru atau salah satu pilar utama dalam pelaksanaan politik luar
negerinya. Kawasan Asia Tenggara yang stabil, aman, damai, dan
kondusif merupakan modal dasar yang penting untuk pembangunan
nasional Indonesia.

ASEAN telah mengalami perkembangan pesat dan saat


ini tengah bertransformasi menjadi suatu organisasi yang lebih
terstruktur dan terintegrasi menuju perwujudan komunitas tunggal.
Perkembangan ini telah menandai jalinan kerja sama antar anggota
untuk menciptakan cara pandang dan visi yang semakin solid. Upaya
pembentukan Komunitas ASEAN merupakan upaya ASEAN untuk
lebih mempererat integrasinya dalam menghadapi perkembangan
konstelasi politik internasional. Selain itu, pembentukan Komunitas
ASEAN juga merupakan upaya ASEAN untuk menyesuaikan cara
pandang agar dapat lebih terbuka dalam membahas permasalahan
domestik yang berdampak pada kawasan.

Pencapaian Komunitas ASEAN terus ditingkatkan dan


diperkuat. Proses pembentukan komunitas yang dipercepat
menjadi tahun 2015 memerlukan suatu landasan hukum dan arahan
kegiatan yang jelas. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Piagam
ASEAN telah disusun dan diratifikasi oleh negara-negara anggota.
Selanjutnya, untuk melengkapi arahan menuju suatu komunitas,
ASEAN telah menyusun dan menyepakati cetak biru (blueprint),
yaitu APSC, AEC, dan ASCC.

237
Perwujudan Komunitas Keamanan ASEAN didasarkan pada
prinsip non-intervensi, konsensus, national and regional resilience,
kedaulatan, pencegahan penggunaan senjata dalam situasi konflik,
dan peaceful settlement of disputes. Prinsip-prinsip ini juga dianut
dalam Treaty of Amity and Cooperation (TAC) dan penyelesaian
konflik yang akan mempengaruhi perdamaian dan stabilitas
kawasan yang diarahkan pada penyelesaian secara politis. TAC
merupakan kunci code of conduct hubungan antarnegara dan
berfungsi sebagai instrumen diplomatik dalam mempertahankan
perdamaian dan stabilitas kawasan. Aksesi negara-negara di luar
ASEAN, khususnya negara-negara besar di kawasan Asia, telah
membuktikan penghargaan atas meningkatnya peran ASEAN di
kawasan.

Sebagai negara pemrakarsa Rencana Aksi Komunitas


Keamanan ASEAN, Indonesia memberi perhatian besar pada
implementasi butir-butir yang dimuat dalam Rencana Aksi
Komunitas Keamanan ASEAN tersebut. Selanjutnya, Indonesia
juga memberikan kontribusi yang signifikan dalam penyusunan
cetak biru APSC yang memuat berbagai kepentingan Indonesia.
Sehubungan dengan perkembangan Komunitas Ekonomi ASEAN,
telah disusun Cetak Biru ASEAN Economic Community (AEC) yang
berisi rencana kerja strategis dalam jangka pendek, menengah, dan
panjang hingga tahun 2015 menuju terbentuknya integrasi ekonomi
ASEAN.

Tujuan AEC yang digariskan dalam Visi ASEAN 2020, adalah


menciptakan sebuah kawasan ekonomi ASEAN yang stabil, makmur,
dan kompetitif, yang diiringi dengan kebebasan arus barang,
jasa, investasi, pekerja terampil, arus modal yang lebih bebas,
pembangunan ekonomi yang sederajat, dan pengurangan tingkat
kemiskinan, serta perbedaan tingkat sosial ekonomi. Pembentukan
AEC akan menjadikan ASEAN sebagai kawasan yang mempunyai
daya saing tinggi dan tingkat pembangunan ekonomi yang merata
serta terintegrasi dalam ekonomi global. Selain itu, pembentukan
AEC juga disepakati atas dasar kesamaan kepentingan untuk
memperdalam dan memperluas upaya-upaya ekonomi melalui
inisiatif-inisiatif yang ada atau inisiatif baru dengan tenggat waktu
yang jelas.

238
Dalam menghadapi hal tersebut, Indonesia perlu bersinergi
dengan seluruh pemilik kepentingan di tanah air agar memiliki
kesamaan pandangan dan langkah. Dengan demikian, Indonesia
diharapkan dapat menarik manfaat dari integrasi ekonomi kawasan
yang berdaya saing tinggi dan terintegrasi dalam ekonomi global
sehingga pada gilirannya akan memberikan manfaat ekonomi
secara luas bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dalam Komunitas Sosial Budaya, para Pemimpin ASEAN


menekankan upaya Caring and Sharing Community. Perwujudan
Caring and Sharing Community tersebut dilakukan dengan
membangun identitas kawasan yang lebih kuat; melaksanakan
ASEAN Strategic Framework for Social, Welfare and Family (2007-
2010); membuat instrumen untuk melindungi hak-hak pekerja
migran; mempercepat implementasi ASEAN Framework on Rural
Development and Poverty Eradication (2006-2010); memperhatikan
penanganan masalah lingkungan; serta penanggulangan bahaya
penyakit menular.

Perkembangan kerja sama ASEAN juga semakin meningkat


dalam kaitannya dengan negara atau organisasi internasional
yang menjadi mitra wicara ASEAN. Salah satu kegiatan puncak
yang dilaksanakan dengan mitra wicara adalah ASEAN-China
Commemorative Summit di Nanning, China, pada tanggal 30-31
Oktober 2006 yang menghasilkan Joint Statement of ASEAN-China
Commemorative Summit: Towards an Enhanced ASEAN-China
Cooperation. Deklarasi ini telah memuat arah perkembangan kerja
sama ASEAN-China di bidang politik-keamanan, ekonomi, dan
sosial-budaya untuk 15 tahun ke depan.

Sebagai langkah tindak lanjut dari KTT Asia Timur (East Asia
Summit), telah ditetapkan 5 sektor prioritas, yaitu energi, keuangan,
pendidikan, avian flu, dan disaster management. Namun, EAS tetap
merupakan Leaders Lead Forum yang membahas isu-isu strategis
dan kawasan. Dalam kaitan kerja sama dengan mitra wicara, ASEAN
tetap memainkan peran sentral.

Kerja sama ASEAN dengan negara mitra wicara melalui


format ASEAN+1 dan ASEAN+3 diarahkan untuk memberikan
dukungan dan bantuan terhadap upaya ASEAN dalam mewujudkan

239
Komunitas ASEAN 2015. Selain itu, kerja sama yang dikembangkan
juga dimaksudkan untuk memberikan kontribusi bagi pemeliharaan
perdamaian dan mendorong kesejahteraan di kawasan. Berbagai
perjanjian dan kesepakatan telah dilakukan dengan negara-negara
mitra wicara, tetapi masih banyak yang belum diimplementasikan
secara optimal.

240
LAMPIRAN 1
LAMPIRAN 1
IDENTITAS ASEAN
IDENTITAS ASEAN
1. Bahasa ASEAN adalah Bahasa Inggris
1. Bahasa ASEAN adalah Bahasa Inggris
2. Motto ASEAN: Satu Visi, Satu Identitas, Satu Komunitas (One Vision, One
2. Motto ASEAN: Satu Visi, Satu Identitas, Satu Komunitas (One
Identity, One Community)
Vision, One Identity, One Community)
3. Bendera dan Lambang ASEAN:
3. Bendera dan Lambang ASEAN:
Bendera Bendera
dan dan lambang
lambang ASEAN
menggambarkan ASEANASEAN yang stabil,
menggambarkan
damai, bersatu,ASEAN
dan dinamis. Warna-warna
yang stabil, damai,
yang tertuang dalam lambangbiru,
bersatu, dan dinamis. merah,
putih dan kuning-merupakan
Warna-warna yang warna-warna
tertuang
utama lambang-lambang Negara-negara
dalam lambangbiru,
Anggota ASEAN. Biru melambangkan
perdamaian merah,
dan putih dan kuning-
stabilitas, merah
menggambarkan merupakan warna-warna
keberanian dan
utama
dinamisme, putih lambang-lambang
menunjukkan kesucian,
Negara-negara
dan kuning melambangkan Anggota Ikatan
kemakmuran. ASEAN. Birupadimelambangkan
rumpun melambangkan
harapan para perdamaian dan ASEAN
tokoh-tokoh pendiri stabilitas, merah yang
agar ASEAN menggambarkan
beranggotakan
seluruh negarakeberanian
yang berada dandi dinamisme,
Asia Tenggara bersama-sama
putih menunjukkanterikat dalam
kesucian,
persahabatan dan
dan solidaritas. Lingkaran melambangkan
kuning melambangkan kemakmuran.kesatuan
Ikatan ASEAN.
rumpun padi
melambangkan harapan para tokoh-tokoh pendiri ASEAN agar
Bendera dan lambang ASEAN harus digunakan untuk mempromosikan ASEAN
ASEAN yang beranggotakan seluruh negara yang berada di
dan tidak dapat digunakan untuk tujuan politik yang merusak martabat ASEAN,
Asia Tenggara
dan tujuan komersial, kecuali bersama-sama
telah mendapatterikat
tujuandalam persahabatan
persetujuan dan
resmi sesuai
solidaritas.
dengan prosedur. Lingkaran melambangkan kesatuan ASEAN.


Negara anggota Bendera
ASEAN dandapatlambang ASEAN
menggunakan harusdandigunakan
bendera untuk
lambang ASEAN
mempromosikan ASEAN dan tidak dapat
pada acara resmi yang berhubungan dengan ASEAN. Lambang ASEAN digunakan untuk
tujuan kanan
diletakkan di sebelah politiksimbol
yang nasional
merusak martabat
negara ASEAN,
anggota ASEAN.dan tujuan
komersial, kecuali telah mendapat tujuan persetujuan resmi
sesuai dengan
4. Lagu ASEAN (ASEAN Anthem)prosedur.

Lagu ASEAN Negara anggotasebuah


dipilih melalui ASEANkompetisi
dapat menggunakan bendera
terbuka (Kompetisi dan
ASEAN
Anthem) yang lambang ASEAN
dilaksanakan pada
mulai acara
bulan Juniresmi yang
sampai berhubungan
dengan dengan
November 2008.
Pada putaran ASEAN.
final penjurian
LambangKompetisi ASEAN Anthem
ASEAN diletakkan tingkat
di sebelah ASEAN
kanan simboldi
Bangkok, Thailand, 20 November
nasional 2008, lagu
negara anggota berjudul The ASEAN Way karya
ASEAN.
Kittikhun Sodprasert, Sampao Triudom dan Payom Valaiphatchra dari Thailand
ditetapkan sebagai Lagu resmi ASEAN.

Lagu ASEAN dapat digunakan pada pertemuan resmi dan aktivitas terkait
241
ASEAN, termasuk dengan Mitra Wicara, yang dimaksudkan untuk
mempromosikan kepentingan ASEAN.
4. Lagu ASEAN (ASEAN Anthem)
Lagu ASEAN dipilih melalui sebuah kompetisi terbuka
(Kompetisi ASEAN Anthem) yang dilaksanakan mulai bulan
Juni sampai dengan November 2008. Pada putaran final
penjurian Kompetisi ASEAN Anthem tingkat ASEAN di
Bangkok, Thailand, 20 November 2008, lagu berjudul The
ASEAN Way karya Kittikhun Sodprasert, Sampao Triudom
dan Payom Valaiphatchra dari Thailand ditetapkan sebagai
Lagu resmi ASEAN.
Lagu ASEAN dapat digunakan pada pertemuan resmi dan
aktivitas terkait ASEAN, termasuk dengan Mitra Wicara, yang
dimaksudkan untuk mempromosikan kepentingan ASEAN.
Negara anggota ASEAN diharapkan dapat menerjemahkan
Lagu ASEAN ini dalam bahasa lokal guna mempromosikan
lagu tersebut dan meningkatkan kesadaran ASEAN di negara
masing-masing.

5. Hari ASEAN diperingati pada tanggal 8 Agustus setiap


tahunnya.

242
LAMPIRAN 2

LAMPIRAN 2
PROFIL NEGARA-NEGARA ASEAN
PROFIL NEGARA-NEGARA ASEAN

I. I. BRUNEI DARUSSALAM
BRUNEI DARUSSALAM

Nama Resmi
Nama ResmiNegara
Negara : Brunei Darussalam
: Brunei Darussalam
Tanggal Kemerdekaan : 1 Januari
Tanggal Kemerdekaan : 1 Januari19841984
Bentuk Pemerintahan : Monarki Konstitusional
Bentuk Pemerintahan : Monarki Konstitusional
GEOGRAFI
GEOGRAFI
Ibu Kota : Bandar Seri Begawan
Ibu
LuasKota
Wilayah KM2 Seri Begawan
: Bandar
: 5.765
Perbatasan
Luas Wilayah : Laut China Selatan dan Malaysia
: 5.765 KM2
Perbatasan : Laut China Selatan dan Malaysia
DEMOGRAFI
Jumlah Penduduk : 406.200 (2009)
DEMOGRAFI
Pertumbuhan Penduduk : 2,1 % (2009)
Jumlah
KelompokPenduduk
Etnis : 406.200
: Melayu 67 %,(2009)
China 15 %, lain-lain 18 %
Agama
Pertumbuhan : Islam
Penduduk : 2,1(agama
% (2009)resmi) 67 %, Budha 13 %,
Kelompok Etnis Kristen 10 %,
: Melayu 67lain-lain
%, China10 %15 %,
Bahasa : Melayu (bahasa resmi), Inggris, China
lain-lain 18 %
Agama
PEREKONOMIAN : Islam (agama resmi) 67 %,

Gross Domestic Budha 13 %, Kristen 10 %,
Product (GDP)
: USD $ 14.146
lain-lain 10juta
% (2009)
Pertumbuhan
Bahasa GDP : -0,5 % (2009)
: Melayu (bahasa resmi), Inggris,
GDP Perkapita : USD $ 34.827 (2009)
China

PEREKONOMIAN
Gross Domestic
Product (GDP) : USD $ 14.146 juta (2009)
Pertumbuhan GDP : -0,5 % (2009)
GDP Perkapita : USD $ 34.827 (2009)

243
II. KAMBOJA
II. KAMBOJA

Nama ResmiNegara
Nama Resmi Negara : Kingdom
: Kingdom of Cambodia
of Cambodia
Tanggal Kemerdekaan
Tanggal Kemerdekaan : 9: November 19531953
9 November
Bentuk Pemerintahan
Bentuk Pemerintahan : Monarki Konstitusional
: Monarki Konstitusional
GEOGRAFI
GEOGRAFI
Ibu Kota : Phnom Penh
Ibu
LuasKota
Wilayah : Phnom
: 181.035 KMPenh
2

Perbatasan
Luas Wilayah : Teluk Thailand,
: 181.035 KM2 Thailand, Laos, dan Viet Nam
Perbatasan : Teluk Thailand, Thailand, Laos,
DEMOGRAFI

Jumlah Penduduk
dan Viet Nam
: 14.957.800 (2009)
Pertumbuhan Penduduk : 2,1 % (2009)
DEMOGRAFI
Kelompok Etnis : Khmer 90 %, Viet Nam 5 %, China 1 %, lain 4 %
Jumlah
Agama Penduduk : 14.957.800
: Budha Theravada (2009)
95 %, lain-lain 5 %
Bahasa
Pertumbuhan : Khmer
Penduduk : (bahasa
2,1 % (2009)resmi) 95 %, Prancis, Inggris
Kelompok Etnis : Khmer 90 %, Viet Nam 5 %,
PEREKONOMIAN

Gross Domestic China 1 %, lain 4 %
Agama
Product (GDP) : Budha
: USD Theravada
$ 10.368 95 %,
juta (2009)

Pertumbuhan GDP : 0,1lain-lain
% (2009)5 %
GDP Perkapita
Bahasa : USD $ 693,2
: Khmer (2009) resmi) 95 %,
(bahasa
Prancis, Inggris

PEREKONOMIAN
Gross Domestic
Product (GDP) : USD $ 10.368 juta (2009)
Pertumbuhan GDP : 0,1 % (2009)
GDP Perkapita : USD $ 693,2 (2009)

244
III.
III. INDONESIA
INDONESIA

Nama Resmi Negara : Republic of Indonesia


Nama Resmi Negara : Republic of Indonesia
Tanggal Kemerdekaan : 17 Agustus 1945
Tanggal Kemerdekaan : Republik
Bentuk Pemerintahan : 17 Agustus 1945
Bentuk Pemerintahan : Republik
GEOGRAFI
Ibu Kota
GEOGRAFI : Jakarta
Luas Wilayah : 1.890.754 KM2
Ibu Kota : Jakarta
Perbatasan : Samudera India, Timor Leste, Australia, Papua New
Luas Wilayah : 1.890.754
Guinea, Filipina,KM2
Malaysia, Brunei Darussalam, dan
Perbatasan : Samudera
Singapura India, Timor Leste,
Australia, Papua New Guinea,
DEMOGRAFI
Filipina, Malaysia, Brunei
Jumlah Penduduk
: 231.369.500
Darussalam, (2009)
dan Singapura
Pertumbuhan Penduduk : 1,2 % (November 2007 est.)
Kelompok Etnis : Jawa 40,6 %, Sunda 15 %, Madura 3,3 %,
DEMOGRAFI Minangkabau 2,7 %, Betawi 2,4 %, Bugis 2,4 %,
Jumlah Penduduk : 231.369.500
Banten (2009)
2 %, Banjar 1,7 %, lain-lain 29,9 %
Pertumbuhan
Agama Penduduk : 1,288%%,
: Islam (November 2007 est.)
Kristen Protestant 5 %, Katholik 3 %,
Kelompok Etnis Hindu 2 %,
: Jawa Budha
40,6 %, dan lainnya
Sunda 1%
15 %,
Bahasa : Bahasa Indonesia (bahasa resmi), Inggris, berbagai
Madura 3,3 %, Minangkabau 2,7 %,
bahasa daerah
Betawi 2,4 %, Bugis 2,4 %,

PEREKONOMIAN Banten 2 %, Banjar 1,7 %,

Gross Domestic lain-lain 29,9 %
Product (GDP)
Agama : USD $ 546.527
: Islam 88 %,juta (2009)
Kristen Protestant 5 %,
Pertumbuhan
GDP : 4,5Katholik
% (2009) 3 %, Hindu 2 %,
GDP Perkapita : USD $ 2.362 (2009)
Budha dan lainnya 1 %
Bahasa : Bahasa Indonesia (bahasa resmi),
Inggris, berbagai bahasa daerah

PEREKONOMIAN
Gross Domestic
Product (GDP) : USD $ 546.527 juta (2009)
Pertumbuhan GDP : 4,5 % (2009)
GDP Perkapita : USD $ 2.362 (2009)

245
IV.
IV. LAO PDR
LAO PDR

Nama Resmi
Nama ResmiNegara
Negara : Lao Peoples
: Lao Democratic
Peoples Republic
Democratic Republic
Tanggal Kemerdekaan : 19 Juli 1949
Tanggal Kemerdekaan : 19 Juli 1949
Bentuk Pemerintahan : Republik Sosialis
Bentuk Pemerintahan : Republik Sosialis
GEOGRAFI
GEOGRAFI
Ibu Kota : Vientiane
LuasKota
Ibu Wilayah : 236.800 KM2
: Vientiane
Perbatasan
Luas Wilayah : Myanmar,
: 236.800Kamboja,
KM2 China, Thailand, dan Viet Nam
Perbatasan
DEMOGRAFI : Myanmar, Kamboja, China,

Jumlah Penduduk Thailand,
: 5.922.100 dan Viet Nam
(2009)
Pertumbuhan Penduduk : 2,8 % (2009)
Kelompok Etnis
DEMOGRAFI : Lao Loum 68 %, Lao Theung 22 %, Lao Soung
Jumlah Penduduk (Hmong danYao)
: 5.922.100 9 %, Viet Nam dan China 1 %
(2009)
Agama : Budha 65 %, animisme 32,9 %, Kristen 1,3%, lain-
Pertumbuhan Penduduk : 2,8 %
lain 0,8 %
(2009)
Kelompok
Bahasa Etnis : Lao
: Lao Loumresmi),
(bahasa 68 %,Prancis,
Lao Theung
Inggris22 %,
Lao Soung (Hmong danYao) 9 %,

PEREKONOMIAN Viet Nam dan China 1 %
Gross Domestic
Agama : Budha 65 %, animisme 32,9 %,
Product (GDP) : USD $ 5.579 juta (2009)
Kristen 1,3%, lain-lain 0,8 %
Pertumbuhan GDP : 7.6 % (2009)
Bahasa
GDP Perkapita : Lao (bahasa
: USD $ 942 (2009)resmi), Prancis,
Inggris

PEREKONOMIAN
Gross Domestic
Product (GDP) : USD $ 5.579 juta (2009)
Pertumbuhan GDP : 7.6 % (2009)
GDP Perkapita : USD $ 942 (2009)

246
V. V. MALAYSIA
MALAYSIA

Nama Resmi
Nama ResmiNegara
Negara : Malaysia
: Malaysia
Tanggal Kemerdekaan
Tanggal Kemerdekaan : 31 Agustus
: 31 19571957
Agustus
Bentuk Pemerintahan
Bentuk Pemerintahan : Monarki Konstitusional
: Monarki Konstitusional
GEOGRAFI
GEOGRAFI
Ibu Kota : Kuala Lumpur
2
Ibu
LuasKota
Wilayah : KualaKM
: 330.252 Lumpur
Perbatasan
Luas Wilayah : Brunei Darussalam,
: 330.252 KM2 Indonesia, Thailand, Singapura,
Perbatasan dan
: Filipina
Brunei Darussalam, Indonesia,
Thailand, Singapura, dan Filipina
DEMOGRAFI
DEMOGRAFI
Jumlah Penduduk : 28.306.700 (2009)
Pertumbuhan
Jumlah Penduduk : :
Penduduk 2,128.306.700
% (2009) (2009)
Kelompok EtnisPenduduk :
Pertumbuhan : Melayu
2,1 % 62%, China 24%, India 8 %, lain-lain 6 %
(2009)
Agama : Islam (60,4 %), Budha (19,2 %), Kristen (9,1 %),
Kelompok Etnis :Hindu
Melayu 62%, China 24%, India 8 %,
(6,3%), Konfusianisme (2,6%), lainnya 2,4 %

Bahasa lain-lain 6 %
: Bahasa Melayu (bahasa resmi), China, Inggris, Tamil
Agama : Islam (60,4 %), Budha (19,2 %),

PEREKONOMIAN Kristen (9,1 %), Hindu (6,3%),
Gross Domestic
Konfusianisme (2,6%), lainnya 2,4 %
Product (GDP) : USD $ 193.107 juta (Oktober 2007)
Bahasa : Bahasa Melayu (bahasa resmi),
Pertumbuhan GDP : -1,7 % (2009)

GDP Perkapita : USDChina, Inggris,
$ 6.822 Tamil
(2009)

PEREKONOMIAN
Gross Domestic
Product (GDP) : USD $ 193.107 juta
(Oktober 2007)
Pertumbuhan GDP : -1,7 % (2009)
GDP Perkapita : USD $ 6.822 (2009)

247
VI. MYANMAR
VI. MYANMAR

Nama Resmi Negara : Union of Myanmar


Nama
TanggalResmi Negara : 4: Januari
Kemerdekaan Union 1948
of Myanmar
Tanggal Kemerdekaan
Bentuk Pemerintahan : Junta Militer 1948
: 4 Januari
Bentuk Pemerintahan : Junta Militer
GEOGRAFI
Ibu Kota
GEOGRAFI : Naypyidaw
Luas Wilayah : 676.577 KM2
Ibu Kota
Perbatasan : Naypyidaw
: Bangladesh, China, India, Laos, Thailand, Laut
Luas Wilayah : 676.577dan
Andaman, KM2Teluk Bengala
Perbatasan : Bangladesh, China, India, Laos,
DEMOGRAFI
Thailand, Laut Andaman,
Jumlah Penduduk
: 59.534.300 (2009)
dan Teluk Bengala
Pertumbuhan Penduduk : 1,8 % (2009)
Kelompok Etnis : Burma 68 %, Shan 9 %, Karen 7 %, Rakhine 4 %,
DEMOGRAFI China 3 %, India 2 %, lain-lain 7 %
Jumlah
Agama Penduduk : 59.534.300
: Budha (2009)
89 %, Kristen 4 %, Islam 4 %, lainnya 3 %
Pertumbuhan
Bahasa Penduduk : 1,8 %
: Burma (2009)
(bahasa resmi), beberapa bahasa etnis
Kelompok Etnis minoritas
: Burma 68 %, Shan 9 %, Karen 7 %,
Rakhine 4 %, China 3 %, India 2 %,
PEREKONOMIAN

Gross Domestic lain-lain 7 %
Agama
Product (GDP) : Budha
: USD $ 24.972 89 %,
jutaKristen
(2009) 4 %,

Pertumbuhan GDP : 4,8Islam 4 %, lainnya 3 %
% (2009)
GDP Perkapita
Bahasa : USD $ 419,5
: Burma (2009) resmi), beberapa
(bahasa
bahasa etnis minoritas

PEREKONOMIAN
Gross Domestic
Product (GDP) : USD $ 24.972 juta (2009)
Pertumbuhan GDP : 4,8 % (2009)
GDP Perkapita : USD $ 419,5 (2009)

248
VII. FILIPINA
VII. FILIPINA

Nama ResmiNegara
Nama Resmi Negara : Republic
: Republic
of theofPhilippines
the Philippines
Tanggal Kemerdekaan : 4 Juli
Tanggal Kemerdekaan : 4 Juli 1946 1946
Bentuk Pemerintahan : Republik
Bentuk Pemerintahan : Republik
GEOGRAFI
GEOGRAFI
Ibu Kota : Manila
Ibu
LuasKota
Wilayah : Manila
: 300.000 KM2
Luas Wilayah
Perbatasan : 300.000 KM2 Laut Sulawesi, Laut Filipina, dan
: Laut China Selatan,
Perbatasan : Laut
Laut SuluChina Selatan, Laut Sulawesi,
Laut Filipina, dan Laut Sulu
DEMOGRAFI
Jumlah Penduduk : 92.226.600 (2009)
DEMOGRAFI
Pertumbuhan Penduduk : 2,0 % (2009)
Jumlah
KelompokPenduduk
Etnis : 92.226.600
: Tagalog 28,1 %, (2009)
Cebuano 13,1 %, Ilocano 9 %,
Pertumbuhan Penduduk : 2,0 % (2009)7,6 %, Hiligaynon Ilonggo 7,5 %,
Bisaya/ Binisaya
Kelompok Etnis : Tagalog
Bikol 28,13,4
6%, Waray %,%,Cebuano 13,1%%,
lain-lain 25,3
Agama
: Katholik
Ilocano819%,%,Kristen 9 %, Muslim7,6
Bisaya/Binisaya 5 %,
%,lain-lain 5 %
Bahasa : Filipino/Tagalog (bahasa resmi) dan Inggris
Hiligaynon Ilonggo 7,5 %, Bikol 6%,
Waray 3,4 %, lain-lain 25,3 %
Agama
PEREKONOMIAN : Katholik 81 %, Kristen 9 %,

Gross Domestic Muslim 5 %, lain-lain 5 %
Product (GDP)
Bahasa : USD $ 161.357 juta (2009)
: Filipino/Tagalog (bahasa resmi)
Pertumbuhan GDP
: 1,1dan
% (2009)
Inggris
GDP Perkapita : USD $ 1.749 (2009)

PEREKONOMIAN
Gross Domestic
Product (GDP) : USD $ 161.357 juta (2009)
Pertumbuhan GDP : 1,1 % (2009)
GDP Perkapita : USD $ 1.749 (2009)

249
VIII. SINGAPURA
VIII. SINGAPURA

Nama ResmiNegara
Nama Resmi Negara : Republic
: Republic of Singapore
of Singapore
Tanggal
Tanggal Kemerdekaan : 9 Agustus 19651965
Kemerdekaan : 9 Agustus
Bentuk Pemerintahan
Bentuk Pemerintahan : Republik
: Republik
GEOGRAFI
GEOGRAFI
Ibu Kota : Singapore
Ibu
LuasKota
Wilayah : Singapore
: 710,2 KM2
Luas Wilayah
Perbatasan : 710,2 KM2
: Malaysia dan Indonesia
Perbatasan : Malaysia dan Indonesia
DEMOGRAFI
Jumlah Penduduk : 4.987.600 (2009)
DEMOGRAFI
Pertumbuhan Penduduk : 3,1 % (2009)
Jumlah Penduduk
Kelompok Etnis : 4.987.600
: China (2009) 13,9 %, India 7,9 %, lain-lain
76,8 %, Melayu
Pertumbuhan Penduduk :1,4 3,1
% % (2009)
Kelompok
Agama Etnis : China
: Budha 76,8
42,5 %, Melayu
%, Islam 14,9 %,13,9 %,8,5 %, Hindu 4
Taoist
%,India Katholik
7,94,8
%,%, Kristen 1,4
lain-lain 9,8 %,
% lain-lain 0,7%, tidak
Agama beragama 14,8 %
: Budha 42,5 %, Islam 14,9 %,
Bahasa : Mandarin (bahasa resmi), Inggris, Melayu, Tamil
Taoist 8,5 %, Hindu 4 %,

PEREKONOMIAN Katholik 4,8 %, Kristen 9,8 %,

Gross Domestic lain-lain 0,7%, tidak beragama 14,8 %
Product (GDP)
Bahasa : USD $ 182.701(bahasa
: Mandarin juta (2009)
resmi),
Pertumbuhan GDP
: -1,3% (2009)Melayu, Tamil
Inggris,
GDP Perkapita : USD $ 36.631 (2009)
PEREKONOMIAN
Gross Domestic
Product (GDP) : USD $ 182.701 juta (2009)
Pertumbuhan GDP : -1,3% (2009)
GDP Perkapita : USD $ 36.631 (2009)

250
IX.
IX. THAILAND
THAILAND

Nama Resmi
Nama ResmiNegara
Negara : The Kingdom
: The of Thailand
Kingdom of Thailand
Tanggal Kemerdekaan
Tanggal Kemerdekaan : Tidak pernah
: Tidak dijajah
pernah dijajah
Bentuk Pemerintahan : Monarki Konstitusional
Bentuk Pemerintahan : Monarki Konstitusional
GEOGRAFI
GEOGRAFI
Ibu Kota : Bangkok
Luas
Ibu Wilayah
Kota : 513.155 km2 (sumber Thailand Govt)
: Bangkok
Perbatasan
Luas Wilayah : Laut Andaman,
: 513.155 km2 Teluk Thailand, Myanmar,
Kamboja, Laos, dan Malaysia
(sumber Thailand Govt)
Perbatasan
DEMOGRAFI : Laut Andaman, Teluk Thailand,

Jumlah Penduduk Myanmar,
: 66.903 (2009) Kamboja, Laos,

Pertumbuhan Penduduk : 0,6dan Malaysia
% (2009)
Kelompok Etnis : Thai 75 %, China 14 %, lain-lain 11 %
Agama : Budha 93-94%, Islam 5-6 %, Kristen 1 %, lain-
DEMOGRAFI
lain 0,1 %
Jumlah
Bahasa Penduduk : 66.903
: Thai (2009)
(bahasa resmi), Inggris
Pertumbuhan Penduduk : 0,6 % (2009)
Kelompok Etnis
PEREKONOMIAN : Thai 75 %, China 14 %,
Gross Domestic
lain-lain 11 %
Product (GDP)
Agama : USD $ 264.322
: Budha juta (2009)
93-94%, Islam 5-6 %,
Pertumbuhan GDP : -2,2 % (2009)

GDP Perkapita Kristen 1 %,
: USD $ 3.950 (2009)lain-lain 0,1 %
Bahasa : Thai (bahasa resmi), Inggris

PEREKONOMIAN
Gross Domestic
Product (GDP) : USD $ 264.322 juta (2009)
Pertumbuhan GDP : -2,2 % (2009)
GDP Perkapita : USD $ 3.950 (2009)

251
X. VIETNAM
X. VIETNAM

Nama Resmi
Nama Resmi Negara
Negara : Socialist Republic
: Socialist of
Republic Viet
of Nam
Viet Nam
Tanggal Kemerdekaan
Tanggal Kemerdekaan : 2: September 19451945
2 September
Bentuk Pemerintahan : Republik Sosialis
Bentuk Pemerintahan : Republik Sosialis
GEOGRAFI
GEOGRAFI
Ibu Kota : Ha Noi
Ibu Kota
Luas Wilayah : Ha Noi
: 329.560 KM2
Perbatasan
Luas Wilayah : Teluk Thailand,
: 329.560 KM2 Teluk Tonkin, Laut China
Perbatasan : Selatan, China, Laos, dan Kamboja
Teluk Thailand, Teluk Tonkin,

DEMOGRAFI Laut China Selatan, China, Laos,

Jumlah Penduduk dan Kamboja
: 86.024.600 (2009)
Pertumbuhan Penduduk : 1,2 % (2009)
Kelompok Etnis
DEMOGRAFI : Kinh (Viet) 86,2 %, Tay 1,9 %, Thai 1,7 %, Muong
Jumlah Penduduk : 1,5%, Khome 1,4
86.024.600 %, Hoa 1,1 %, Nun 1,1 %,
(2009)
Hmong 1 %, lain-lain 4,1 %
Pertumbuhan
Agama Penduduk : 1,2 %9,3
: Budha (2009)
%, Katholik 6,7 %, Hoa Hao 1,5 %, Cao
Kelompok Etnis : Dai
Kinh (Viet) 86,2 %,0,5%,
1,1 %, Protestant Tay Islam
1,9 %, 0,1 %, tidak
beragama Thai 1,780,8
%, Muong
% 1,5%,
Bahasa
: Viet Nam (bahasa
Khome 1,4 %, Hoaresmi),
1,1Inggris,
%, Perancis, China,
Khmer Nun 1,1 %, Hmong 1 %,

PEREKONOMIAN
lain-lain 4,1 %
Agama
Gross Domestic : Budha 9,3 %, Katholik 6,7 %,

Product (GDP) Hoa Hao
: USD $ 96.317 1,5juta
%,(2009)
Cao Dai 1,1 %,

Pertumbuhan GDP : 5.2 Protestant
% (2009) 0,5%, Islam 0,1 %,
GDP Perkapita
: USD $ 1.104
tidak (2009)80,8 %
beragama
Bahasa : Viet Nam (bahasa resmi),
Inggris, Perancis, China, Khmer

PEREKONOMIAN
Gross Domestic
Product (GDP) : USD $ 96.317 juta (2009)
Pertumbuhan GDP : 5.2 % (2009)
GDP Perkapita : USD $ 1.104 (2009)

252
LAMPIRAN
LAMPIRAN 3 3
ASEAN ANTHEM
ASEAN ANTHEM

253
LAMPIRAN 4

SINGKATAN KATA

AAA : ASEAN International Airports Association


AADC : ASEAN - Australian Business Council
AACM : ASEAN - Australian Consultation Meeting
AACPMS : ASEAN Australian Cooperation Programme on
Marine Science
AADCP : ASEAN Aquaculture Development and
Coordinating Programme
AAEC : Agreement on ASEAN Energy Cooperation
AAF : ASEAN - Australia Forum
AAF : ASEAN Automotive Federation (ASEAN-CCI)
AAECP : ASEAN - Australia Economic Cooperation
Programme
AAIC : ASEAN Aluminum Industry Club
AAMIP : ASEAN - Australia Media & Information
Programme
AAMLT : ASEAN Association of Medical Laboratory
Technologists
AAPH : ASEAN Association for Planning and Housing
AAPSIP : ASEAN - Australia Post Harvest System
Improvement Project
AAR : ASEAN Association for Radiologist
AARCB : ASEAN Agricultural Research Coordinating
Board (COFAF)
ABA : ASEAN Bankers Association
ABAC : ASEAN Business Advisory Council
ABC : ASEAN Banking Council

254
ABC : ASEAN Brussels Committee
ABF : ASEAN Bintulu Fertilizer
ABIS : ASEAN Business and Investment Summit
ABSNAT : ASEAN Benchmark Sites Network for Agro
technology Transfer
ACA : ASEAN Contractors Organization
ACAP : ASEAN Common Agricultural Policy (COFAF)
ACAT : ASEAN Centre for Appropriate Technology
(COST)
ACB : ASEAN Committee in Beijing
ACBC : ASEAN - Canada Business Council
ACC : ASEAN - Canberra Committee
ACCM : ASEAN - Canberra Consultative Meeting
ACCPMS : ASEAN - Canada Cooperative Programme on
Marine Science
ACCSM : ASEAN Cooperation in Civil Service Matters
ACCTC : ASEAN Center for Combating Transnational
Crime
ACC-WG : ASEAN - Canberra Committee Working Group
ACDM : ASEAN Committee on Disaster Management
ACE : ASEAN Confederation of Employers
ACE : ASEAN Centre for Energy
ACEDAC : ASEAN Centre for the Development of
Agricultural Cooperative
ACF : ASEAN Cardiologists Federation
ACF : ASEAN Constructors Federation
ACF : ASEAN Cultural Fund
ACIC : ASEAN Ceramic Industry Clubs (ASEAN-CCI)

255
ACITAR : ASEAN Customs Institute for Training and
Research
ACM : ASEAN Committee in Moscow
ACMB : ASEAN Compliance and Monitoring Body
ACMECS : Ayeyawady-Chao Phraya-Mekong Economic
Cooperation Strategy
ACO : ASEAN Cooperative Organization
ACPA : ASEAN Consumers Protective Agency
ACPL : ASEAN Cable ship Private Limited
ACPHP : ASEAN Crops Post Harvest Programme
ACRAQS : ASEAN Common Regional Animal Quarantine
Centre
ACRCS : ASEAN Conference on Reforms of Civil
Service
ACS : ASEAN College of Surgeons
ACS : ASEAN Committee in Seoul
ACT : ASEAN Committee in Tokyo
ACT : ASEAN Council of Teachers
ACT : ASEAN Consultation to Solve Trade and
Investment Issues
ACTT : ASEAN Communication Team for Tourism
ACTS : ASEAN Communication and Transport System
(COTAC)
ACTS : ASEAN Cargo Transportation Study
ACTU : ASEAN Council of Trade Union
ACU : ASEAN Cooperation Unit
ACW : ASEAN Committee in Wellington
ACWO : ASEAN Confederation of Women Organization
ADB : ASEAN Development Bank

256
ADBC : ASEAN Data Bank on Commodities
ADCF : ASEAN Development Cooperation Forum
ADCP : ASEAN - Australia Development Cooperation
Programme
ADE : Automated Data Exchange
ADEP : ASEAN Development Education Programme
(COSD)
ADF : ASEAN Development Fund
ADPC : Agriculture Development Planning Centre
(COFAF)
AEC : ASEAN Economic Community
AEC PoA : ASEAN Economic Community Plan of Action
AEGC : ASEAN Expert Group on Coal
AEGDM : ASEAN Experts Group on Disasters
Management
AEGE : ASEAN Expert Group on Environment
AEGND : ASEAN Expert Group on National Disasters
AEEMTRC : ASEAN-EC Energy Management, Training and
Research Centre
AEA : ASEAN Execute Agency
AEBF : ASEAN Energy Business Forum
AEM : ASEAN Economic Ministers
AEMEC : ASEAN Economic Ministers on Energy
Cooperation
AEMM : ASEAN - EC Ministerial Meeting
AEMMEC : ASEAN Economic Ministers Meeting on Energy
Cooperation
AEMTRC : ASEAN Energy Management Training and
Research Centre

257
AEROSAT : Aeronautical Satellite Programme (COTAC)
AERR : ASEAN Emergency Rice Reserve
AFA : ASEAN Federation of Accountants
AFAA : ASEAN Federation of Automotive Association
AFAMM : ASEAN Federation of Agricultural Machinery
Manufacturers
AFAS : ASEAN Framefork Agreement on Services
AFC : ASEAN Finance Corporation
AFC : ASEAN Food Conference
AFCB : ASEAN Fisheries Consultative Body
AFCM : ASEAN Federation of Cement Manufacturers
(ASEAN-CCI)
AFDC : ASEAN Fisheries Development Centre
AFDM : ASEAN Finance Deputies Meeting
AFEEC : ASEAN Federation of Electrical Engineering
Contractors
AFEO : ASEAN Federation of Engineering Organization
AFF : ASEAN Film Festival
AFF : ASEAN Fisheries Federation
AFF : ASEAN Football Federation
AFFMA : ASEAN Federation of Furniture Manufacturers
Association
AFFPI : ASEAN Federation of Food Processing Industries
(ASEAN-CCI)
AFGM : ASEAN Federation of Glass Manufacturers
(ASEAN-CCI)
AFHB : ASEAN Food Handling Bureau (COFAF)
AFJ : ASEAN Federation of Jurists

258
AFMA : ASEAN Federation of Mining Association
AFMM : ASEAN Finance Ministers Meeting
AFOC : ASEAN Forum on Coal
AFPMH : ASEAN Federation of Psychiatric and Mental
Health
AFSIP : ASEAN Food Safety Implementation Plan
AFSIS : ASEAN Food Security Information System
AFSO : ASEAN Food Standard Office
AFSR : ASEAN Food Security Reserve (COFAF)
AFSRB : ASEAN Food Security Reserve Board (COFAF)
AFTA : ASEAN Free Trade Area
AFTA-CER FTA : AFTA-Closer Economic Relation Free Trade
Area
AFTEX : ASEAN Federation of Textile Industries
AGC : ASEAN Geneva Committee
AGCC : ASEAN Gas Consultative Council
AGPP : ASEAN Grain Post-Harvest Programme
AGROTECH : ASEAN Small-scale Agro-Engineering Post-
harvest Technology Project
AHIPSA : Animal Health and Production Information
System for ASEAN
AHPADA : ASEAN Handicraft Promotion and Development
Association
AHPP : ASEAN Heads of Population Programme
AHRDP : ASEAN Human Resources Development
Programme
AHTF : ASOEN Haze Technical Task Force
AHTN : ASEAN Harmonised Tariff Nomenclature

259
AIA : ASEAN Investment Area
AIC : ASEAN Islamabad Committee
AIC : ASEAN Industrial Complementation
AIC : ASEAN Industrial Council
AICO : ASEAN Industrial Cooperation
AICs : ASEAN Insurance Commissioners
AIFM : ASEAN Institute of Forest Management
AII : ASEAN Information Infrastructure
AIJVs : ASEAN Industrial Joint Ventures
AIMS : ASEAN Interconnection Master Plan Study
AIP : ASEAN Industrial Projects
AIPO : ASEAN Inter-Parliamentary Organization
AIREP : ASEAN Routine Weather Report From Aircraft in
Flight Programme
AISIF : ASEAN Iron and Steel Industry Federation
AISP : ASEAN Integration System of Preference
AJDF : ASEAN - Japan Development Fund
AJSTD : ASEAN Journal on Science and Technology for
Development
AJVP : ASEAN Joint Venture Project
ALA : ASEAN Law Association
ALC : ASEAN - London Committee
ALINE : ASEAN Labor Information Network
ALMM : ASEAN Labor Ministers Meeting
APBSD : ASEAN Policy Blueprint for SMEs Development
AMA : ASEAN Mining Association
AMAF : ASEAN Ministers on Agriculture and Forestry

260
AMBDC : ASEAN Mekong Basin Development
Cooperation
AMPC : ASEAN Minerals Plan Cooperation
AME : ASEAN Ministers of the Environment
AMEM : ASEAN Ministers on Energy Meeting
AMIA : ASEAN Music Industry Association
AMIS : ASEAN Mineral Information System
AMM : ASEAN Ministerial Meeting
AMMH : ASEAN Ministerial Meeting on Haze
AMMM : ASEAN Ministerial Meeting on Minerals
AMMTC : ASEAN Ministerial Meeting on Transnational
Crime
AMPCC : ASEAN Marine Pollution Control Centre
AMPPA : ASEAN Motion Picture Producers Association
AMST : ASEAN Ministers of Science and Technology
AMTIC : ASEAN Materials Technology Information
Centre
ANDC : ASEAN New Delhi Committee
ANDEX : ASEAN Network of Development Education
Centres (COSD)
ANDIN : ASEAN Natural Disasters Information Network
ANEX : ASEAN News Exchange
ANS : ASEAN Neurological Society
ANWRA : ASEAN Network of Water Resources Agencies
ANYC : ASEAN New York Committee
ANZAP : ASEAN - New Zealand A forestation Project
ANZCERTA : Australian - New Zealand Closer Economic
Relation Trade

261
AOA : ASEAN Orthopedic Association
AOC : ASEAN Ottawa Committee
AOFSCN : ASEAN Optical Fiber Submarine Cable Network
APA : ASEAN Puppetry Association
APA : ASEAN Peoples Assembly
APAA : ASEAN Port Authorities Association
APAEC : ASEAN Plan of Action for Energy Cooperation
APC : ASEAN Promotion Centre on Trade, Investment
and Tourism
APC : ASEAN Paris Committee
APC-HRD : ASEAN -Pacific Cooperation on Human
Recourse
APCU : ASEAN Populations Coordinating Unit (COSD)
APDRTC : ASEAN Poultry Disease Research and Training
Centre
APEX : ASEAN Post-Harvest Exchange Regional
Information Newt
APF : ASEAN Pediatric Federation
APFME : Agricultural Project Formulation, Monitoring and
Evaluation
APHCN : ASEAN Plant Health Cooperation Network
APIRLAS : ASEAN Programmes on Industrial Relations and
Labour Stud
APLAC : Asia-Pacific Laboratory Accreditation
Cooperation
APP : ASEAN Population Programme (COSD)
APPS : ASEAN Pioneer Project Scheme
APSA : ASEAN Petroleum Security Agreement
APPIC : ASEAN Paper and Pulp Industry Club (ASEAN-
CCI)

262
ARC : ASEAN Reinsurance Corporation
ARCBC : ASEAN Regional Centre of Biodiversity
Conservation
ARCIE : ASEAN Resource Centre on Information
Exchange
ARDCMR : ASEAN Regional Development Centre in Mineral
Resources
ARF : ASEAN Regional Forum
ARGMC : ASEAN Railway General Managers
Conference
ARSMC : ASEAN Regional Specialized Meteorological
Centre
ARSPP : ASEAN Regional Studies Promotion
Programme
ASC : ASEAN Standing Committee
ASC : ASEAN Steel Committee
ASC : ASEAN Security Community
ASC PoA : ASEAN Security Community Plan of Action
AScC : ASEAN Socio-cultural Community
AScC PoA : ASEAN Socio-cultural Community Plan of
Action
ASCH & N : ASEAN Sub-Committee, on Health & Nutrition
ASCCARS : ASEAN Sub-Committce on Civil Aviation and
Related Services
ASCLA : ASEAN Sub-Committee on Labour Affairs
ASCOE : ASEAN Sub-Committee on Education
ASCOPE : ASEAN Council on Petroleum
ASCW : ASEAN Sub-Committee on Women
ASDF : ASEAN Social Development Fund

263
ASEAN : Association of South East Asian Nations
ASEAN-CCI : ASEAN Chambers of Commerce and Industry
ASEANCOM : ASEAN Council of Museum
ASEANTA : ASEAN Tourism Association
ASEAN NTOs : ASEAN National Tourism Organizations
ASEP : ASEAN Environmental Programme
ASF : ASEAN Science Fund
ASLOM : ASEAN Senior Law Official Meeting
ASMC : ASEAN Specialized Meteorological Centre
ASO : Annual Security Outlook
ASOD : ASEAN Senior Officials on Drug Matters
ASOEN : ASEAN Senior Officials on Environment
ASOF : ASEAN Senior Officials on Forestry
ASOMM : ASEAN Senior Official Meeting on Minerals
ASP-ATMPH : ASEAN Scholarship Programme for Applied
Tropical Medicine
ASP : ASEAN Surveillance Process
ASPR : ASEAN Surveillance Process Report
ASSC : ASEAN Schools Sport Council
ASTNET : ASEAN Science and Technology Network
ASTP : Australian System of Trade Preferences
ASTW : The ASEAN Science and Technology Week
ASW : ASEAN Sub Committee on Women
ASY : ASEAN Sub-Committee on Youth
ATA : ASEAN Tourism Agreement
ATC : ASEAN Training Centre
ATEC : ASEAN Treaty of Economic Cooperation

264
ATF : ASEAN Tourism Forum
ATIC : ASEAN Tourism Information Centre
ATC : ASEAN Timber Technology Centre
ATM : ASEAN Tourism Ministers
ATRC : ASEAN Telecommunications Regulators
Council
ATUC : ASEAN Trade Union Council
ATWG : ASEAN Technical Working Group
AUN : ASEAN University Networking
AUCPMS : ASEAN-US Cooperation Programme on Marine
Science
AUI : ASEAN-US Initiative
AUSC : ASEAN-US University Sport Council
AVA : ASEAN Values Association
AVIST : ASEAN Virtual Institute of Science and
Technology
AVRDC : ASEAN-Asia Vegetable Research and
Development Center
AWC : ASEAN Washington Committee
AWGCM : ASEAN Working Group on Customs Matters
AWGCME : ASEAN Working Group on Coastal and Marine
Etivironm
AWGMEA : ASEAN Working Group on Multilateral
Environmental Agreements
AWGNCB : ASEAN Working Group on Nature Conservation
and Biodiversity
AWGTM : ASEAN Working Group on Tax Matters
AWP : ASEAN Womens Programme (COSD)
BAAIC : Basic Agreement on ASEAN Industrial
Complementation

265
BAAIJV : Basic Agreement on ASEAN Industrial Joint
Ventures
BAC : Bonn ASEAN Committee
BADC : Brackisliwater Aquaculture Development Centre
BBC : Brand-to-Brand Complementation
BCM : Business Council Meeting
BIMP-EAGA : Brunei, Indonesia, Malaysia, Philippines East
ASEAN Growth Area
BOP : Board of Planners
BRMM-CT : Bali Regional Ministerial Meeting on Counter
Terrorism
BSA : Bilateral Swap Arrangement
BSE : Bovine Spongiform Encephalophaty
BTS : Brokers Telegraph System
CADEX : Council of ASEAN Directors on Agricultural
Extension
CAJ : Confederation on ASEAN Journalists
CAYC : Committee on ASEAN Youth Cooperation
CBMs : Confidence Building Measures
CBWM : Common Border Whole Sale Market
CCC : Customs Cooperation Council
CCCA : Coordinating Committee on CEPT for AFTA
CCCN : Customs Cooperation Council Nomenclature
CCOP : Coordinating Committee for Coastal and Offshore
Geoscience Programmes in East and Southeast
Asia
CCS : Coordinating Committee on Services
CCEM : CEPT Concession Exchange Manual

266
CEPs : Closer Economic Partnerships
CEPT : Common Effective Preferential Tariff
CERTs : Computer Emergency Response Teams
CEVEST : Centre for Vocational and Extension Service
Training
CGC : Coordinating Group on Crops
CGDK : Coalition Government of Democratic
Kampuchea
CGFI : Coordinating Group on Fisheries
CGFO : Coordinating Group on Forestry
CGL : Coordinating Group on Livestock
CIAST : Centre for Instructors and Advanced Skills
Training
CIDA : Canadian International Development Agency
CISMA : Centre for Irrigation System Management for
ASEAN
CITES : Convention on International Trade in Endangered
Species of Wild Fauna and Flora
CLV : Cambodia, Laos, Vietnam
CLMV : Cambodia, Laos, Myanmar, and Viet Nam
CMI : Chiang Mai Initiative
CMO : Comprehensive Multidisciplinary Outline
COCI : Committee on Culture and Information
COFAB : Committee on Finance and Banking
COFAF : Committee on Food, Agriculture and Forestry
COIME : Committee on Industry, Minerals and Energy
COSD : Committee on Social Development
COST : Committee on Science and Technology

267
COTAC : Committee on Transportation and
Communications
COTT : Committee on Trade and Tourism
CR : Conflict Resolution
CRC : Convention on the Rights of the Child
CRM : Customs Reform and Modernisation
DOC : Declaration on the Conduct of Parties in the
South China Sea
DSM : ASEAN Dispute Settlement Mechanism
EABC : East ASEAN Business Council
EAS : East Asia Summit
EE&C-SSN : Energy Efficiency and Conservation - Sub Sector
Network
EEZ : Exclusive Economic Zones
EID : Emerging Infectious Diseases
ESI : Electric Supply Industry
FA-AIA : Framework Agreement on ASEAN Investment
Area
FDI : Foreign Direct Investment
FFRT : The Fift Freedom Rights of Traffic
FLEG : Forest Law Enforcement and Governance
FMD : foot and mouth diseases
GE : General Exception
GMS : Greater Mekong Sub-region
HAPUA : Heads of ASEAN Power Utilities/Authorities
HLTF : High Level Task Force
HPA : Hanoi Plan of Action
HS : Harmonised System

268
AHTTF : ASOEN Haze Technical Task Force
IAEA : International Atomic Energy Agency
IAI : Initiative for ASEAN Integration
ICT : Information and CommunicationTechnologies
IL : Inclusion List
ILAC : International Laboratory Accreditation
Cooperation
IMO : International Maritime Organisation
IMS-GT : Indonesia, Malaysia, Singapore-GrowthTriangle
IMT-GT : Indonesia, Malaysia,Thailand-Growth Triangle
IPM : Integrated Pest Management
IPR : Intellectual Property Rights
ISIC : International Standard Industrial Classification
for All Economic Activities
ISIS : ASEAN Institute for Strategic and International
Studies
ISM : Intersessional Meeting
ISM on CT-TC : ISM on Counter-Terrorism and Transnational
Crime
ISM-DR : ISM on Disaster Relief
ITS : International Trade in Services
JCLEC : Jakarta Center for Law Enforcement
Cooperation
JCM : Joint Consultative Meeting
JMM : Joint Ministerial Meeting
LSEs : Large-Scale Enterprises
MOP : Margin of Preferences
MRAs : Mutual Recognition Arrangements

269
NEAC : National Economic Action Council
NFPWGFPPS : National Focal Points Working Group for Forest
Products Promotion Scheme
NRSE-SSN : New and Renewable Sources of Energy -Sub
Sector Network
NSM : National Secretariats Meeting
NTBs : Non-Tariff Barriers
NTMs : Non-Tariff Measures
PCA : Customs Post Clearance Audit
PD : Preventif Diplomasi
PoA : Plan of Action
PSI : Pollutant Standard Index
PTA : Preferential Trading Arrangement
RIA : Roadmap for the Integration of ASEAN
ROO : Scheme Rules of Origin
ROP : Rule of Procedures
RTAs : Regional Trading Arrangements
SAARC : South Asian Association for Regional
Cooperation
SCB : Sub-Committee on Biotechnology
SCC : Sub-Committee on Climatologic
SCCAN : Special Coordinating Committee of ASEAN
SCCARS : Sub-Committee on Civil Aviation and Related
Service
SCFST : Sub-Committee on Food Science & Technology
SCIRD : Sub-Committee on S & T Instructure and
Resources Development
SCLT : Sub-Committee on Land Transportation

270
SCMG : Sub-Committee on Meteorology & Geophysics
SCMIT : Sub-Committee on Microelectronic and
Information Technology
SCMS : Sub-Committee on Marine Sciences
SCMST : Sub-Committee on Materials Science &
Technology
SCNCER : Sub-Committee on Non Conventional Energy
Research
SCOE : Sub-Committee of Education
SCOP : Sub-Committee on Protein
SCOT : Sub-Committee on Tourism
SCPT : Sub-Committee on Posts and
Telecommunication
SCSP : Sub-Committee on Shipping and Ports
SDFZ : Specific Disease Free Zone
SEAFDEC : Southeast Asian Fisheries Development Center
SEAMEO : South East Asian Ministers of Education
Organization
SEAMEO-RELC: South East Asian Ministers of Education
Organization Regional English Language
Centre
SEANWFZ : South East Asia Nuclear Weapon Free Zone
SEASEE : Southeast Asia Association on Seismology and
Earthquake Engineering
SEOM : Senior Economic Officials Meeting
SFM : Sustainable Forest Management
SIAP : ASEAN Strategic Investment Action Plan
SICT : Standard International Trade Classification
SKRL : Singapore-Kunming Rail Link

271
SL : Sensitive List
SLOM : Senior Legal Officials Meeting
SLOM : Senior Labour Officials Meeting
SME : Small and Medium Enterprises
SMEs : Small and Medium Enterprises
SMI : Small and Medium Industry
SNOC : Singapore National Oil Company
SOER : ASEAN State of the Environment Report
SOM : Senior Officials Meeting
SOMEC : Senior Officials Meeting on Energy Cooperation
SOME : Senior Officials Meeting on Energy
SOMHD : Senior Officials Meeting on Health Development
SOMRDPE : Senior Officials Meeting on Rural Development
and Poverty Eradication
SOMSWD : Senior Officials Meeting on Social Welfare and
Development
SOMY : Senior Officials Meeting on Youth
SPS : Sanitary and Phytosanitary
SRFA : Sub - Regional Fire Fighting Arrangements
STABEX : Stabilization of Export
STOM : Senior Transport Officials Meeting
STO-MTN : Senior Trade Officials on Multilateral Trading
Negotiations
TAC : Treaty of Amity and Co-operation
TAGP : Trans-ASEAN Gas Pipeline
TCPHC : Training Centre for Primary Health Care
TELs : Temporary Exclusion Lists
TELSOM : Telecommunication Senior Officials Meeting

272
TIPP : Trade and Investment Promotion Programme
TNC : Trade Negotiation Committee
TPNG : Trade Preference Negotiating Group (COTT)
TWG : Timber Working Group
TWG : Technical Working Group
UAP : Unprocessed Agriculture Product
UN : United Nations
UNCED : United Nations Conference on Environment and
Development
UNDCP : United Nations Drug Control Programme
UNDP : United Nations Development Program
UNFPA : United Nations Fund for Population Activities
UNINET : University Networking
VAC : Visit ASEAN Campaign
VADP : Veterinary Administration Development
Programme
VAP : Vientiane Action Programme
VAY : Visit ASEAN Year
WCO : World Customs Organisation
WGEFMMP : Working Group on Environment-Friendly Mining
and Mineral Processing
WGFAF : Working Group on Food, Agriculture and
Forestry
WGIC : Working Group on Industrial Cooperation
WGMD : Working Group on Mineral Data Base
WGTIM : Working Group on Trade and Investment in
Minerals
WGTM : Working Group on Training in Mineral

273
WTO : World Trade Organization
ZOPFAN : Zone of Peace, Freedom and Neutrality
WG-FTRD : Working Group on Food Technology Research
and Development Projects
WGMST : Working Group on Material Science and
Technology
WG-NCGR : Working Group on Non-Conventional Research
Project

274
TIM PENYUSUN
BUKU ASEAN SELAYANG PANDANG 2010
EDISI KE-19


PELINDUNG : Djauhari Oratmangun
Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN

PENASEHAT : 1. Foster Gultom


Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN
2. Irmawan Emir Wisnandar
Direktur Kerja Sama Fungsional ASEAN
3. Ade Padmo Sarwono
Direktur Politik-Keamanan ASEAN
4. Jose Tavares
Direktur Mitra Wicara dan Antar Kawasan

KETUA : Edi Yusuf


Plt. Sekretaris Ditjen Kerja Sama ASEAN

KOORDINATOR : Adek Triana Yudhaswari

ANGGOTA : Wisnu Edi Pratignyo, Heru Subolo, Andi D.


Yudyachandra, Arif Suyoko, Andri Jufri Said,
Nur Rokhmah Hidayah, R. Dhany Rachmat
Mulia, Anggi Sazika Jenie, Mustika Hanum
Widodo, Mia Rachelia, John R. Purba

PENYELIA BAHASA : Dr. Fairul Zabadi


Kasubid Pembakuan dan Kodifikasi
Pusat Bahasa, Kementerian Pendidikan
Nasional

PEMBANTU UMUM : Sutarman, Kasirun, Susilo, Umar,


Tb. Ramadhan, Tuwuh Ismail, Ishak
Iskandar

275

Anda mungkin juga menyukai