Anda di halaman 1dari 31

TUGAS PERENCANAAN PAJAK

PERENCANAAN PAJAK PADA AKTIVA TETAP

Oleh :

Irsyad Harvidiyan NIM 041411331189


Aditya Pratama P NIM 041411331245
Andara Yahya P NIM 041411333010
Ria Hanifah F NIM 041411333012
Keri Zuroida F NIM 041411333056
Paula Paramita A NIM 041411333057
Rizqi Akbar D NIM 041411333065
Maria Goretti Eka Y NIM 041411333070
Taufiqi Agmalina NIM 041411333073
Dynanda Atikah P NIM 041411333074

KELAS L
Program Studi S1 Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Airlangga
Surabaya
2017
A. PERTIMBANGAN INVESTASI PADA AKTIVA TETAP SECARA TUNAI,
KREDIT BANK, LEASING, DAN ANGSURAN
Perlakuan Pajak Sisi Beli Tunai

Pembelian atas barang modal secara tunai dapat digolongkan ke dalam


pengeluaran modal karena pengeluaran kas oleh perusahaan digunakan untuk
menambah atau meningkatkan nilai guna barang modal. Setiap pengeluaran modal
yang terjadi yang terjadi dalam kaitannya dengan kegiatan atau usaha mendapatkan,
menagih dan memelihara penghasilan akan dikurangkan dari penghasilan bruto atau
dibebankan sebagai biaya fiskal dalam beberapa tahun melalui proses penyusutan.

Alternatif pembelian dengan menggunakan biaya sendiri atau tunai tidak ada
kandungan bunga atau biaya untuk angsuran utang. Berdasarkan keadaan yang ada,
maka dalam alternatif pembelian tunai perhitungan yang dilakukan adalah perhitungan
untuk biaya penyusutan sebagai komponen biaya yang dapat atau diperbolehkan
sebagai pengurang dalam laba atau rugi fiskal.

Jadi, Konsekuensi perusahaan ketika melakukan keputusan pembelian asset


dengan menggunakan model ini yaitu:

Karena ada transaksi penyerahan BKP, maka bagi perusahaan pembeli akan
membayarkan PPN Masukan (Pasal 1A Undang-Undang PPN Nomor 42 Tahun 2009)
Transaksi jual-beli ini tidak dikenakan Pajak Penghasilan apapun selama pembelian
asset ini tidak melalui pialang atau dilakukan secara langsung dengan PKP penjual aset
Beban depresiasi atas asset tersebut dapat diakui guna untuk mengurangkan pajak
penghasilan badan

Melalui ketentuan Pasal 9 ayat (2), UU PPh secara tegas menyatakan bahwa
pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan
sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11A.

Perlakuan Pajak Sisi Kredit Bank


Harnanto (2003: 340) menyatakan bahwa pembelian barang modal melalui
kredit bank dapat dikategorikan sebagai pengeluaran modal yang bermanfaat dalam
kegiatan atau usaha untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan lebih
dari satu tahun pajak. Bila perusahaan memilih meminjam uang dan kemudian membeli
barang modal atau membeli barang modal secara angsuran, maka telah terjadi
pengalihan hak atas barang awal. Hak kepemilikan barang tersebut telah beralih kepada
pembeli sejak barang tersebut diterima oleh pembeli. Karena barang tersebut telah
menjadi hak milik perusahaan, maka secara akuntansi barang tersebut diakui sebagai
aset perusahaan dan dalam hal ini perusahaan dapat membebankan biaya penyusutan
atas barang modal tersebut, beban atas bunga dan administrasi atas pinjaman pada bank.
Perlakuan akuntansi ini sejalan dengan perlakuan perpajakannya.

Pengadaan aktiva mobil pick up secara angsuran terdapat biaya bunga dan biaya
penyusutan yang dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto. Apabila
pembelian secara angsuran dibandingkan dengan pembelian secara tunai maka
pembelian aktiva secara angsuran memiliki komponen biaya yang lebih banyak,
sehingga besarnya biaya yang dikeluarkan dan diakui menurut ketentuan perpajakan
Indonesia akan lebih besar juga. Dengan biaya yang lebih besar, maka penghasilan kena
pajak akan menjadi lebih kecil dan selanjutnya akan diperoleh PPh terutang yang lebih
kecil. Hal inilah yang menjadikan pembelian secara angsuran akan lebih menghemat
pajak dibanding dengan pembelian secara tunai.

Perlakuan Pajak Sisi Leasing

Leasing atau Sewa-guna-usaha didefinisikan sebagai kegiatan pembiayaan


dalam bentuk penyediaan barang modal, baik secara sewa-guna-usaha dengan hak opsi
(finance lease) maupun sewa-guna-usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk
digunakan oleh lessee (penyewa guna usaha) selama jangka waktu tertentu berdasarkan
pembayaran secara berkala.

Dalam transaksi leasing ada beberapa pihak yang terlibat, antara lain lessor,
lessee, supplier, dan disamping itu transaksi leasing juga sering melibatkan bank dan
perusahaan asuransi.
Di Indonesia dikenal 2 jenis leasing yaitu Financial Lease (Capital Lease) dan
Operating Lease.

Yang pertama, Financial Lease (Capital Lease) adalah setiap kegiatan


pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk
digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka waktu tertentu berdasarkan
pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih (hak opsi) bagi
perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau
memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati
bersama.

Sesuai Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991


tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing), sewa-guna-usaha dengan hak opsi
ditetapkan sebagai kegiatan lembaga keuangan lainnya.

Dalam Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan tersebut disebutkan bahwa


kegiatan sewa-guna-usaha digolongkan sebagai sewa-guna-usaha dengan hak opsi
apabila memenuhi semua kriteria berikut :

1. Jumlah pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha pertama


ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan
barang modal dan keuntungan lessor.

2. masa sewa-guna-usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk Barang


Modal Golongan I, 3 (tiga) tahun untuk Barang Modal Golongan II dan III dan 7
(tujuh) tahun untuk Golongan bangunan.

3. Perjanjian sewa-guna-usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.

Yang kedua, Operating Lease adalah suatu sistem penyewaan dimana pihak
yang menyewakan menyediakan jasa-jasa tertentu seperti asuransi atau pemeliharaan,
syarat-syarat kontraknya biasanya tidak menjamin pihak lessor memperoleh
pengembalian penuh ongkos-ongkos barang modal dan lain sebagainya (non full payout
lease) dan ia menanggung resiko ekonomi dari kepemilikannya itu. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa jenis sewa-guna-usaha ini adalah kontrak sewa-menyewa biasa.
Pihak lessor menyediakan barang modal untuk digunakan oleh lessee selama masa
sewa, dan pihak lessee berkewajiban membayar uang sewa. Pada waktu berakhirnya
masa kontrak, lessee berkewajiban mengembalikan barang modal tersebut.

Sewa Guna Usaha Dalam Hak Opsi

1. Atas penyerahan jasa dari lessor kepada lessee, dikecualikan dari pengenaan PPN.
2. Tidak ada pemotongan PPh Pasal 23

Perlakuan PPh Bagi Lessor Pada Sewa Guna Usaha Tanpa Hak Opsi (Pasal 17
Ayat (1) KMK-1169/KMK.01/1991)

1. seluruh pembayaran sewa-guna-usaha tanpa hak opsi yang diterima atau diperoleh
lessor merupakan obyek Pajak Penghasilan
2. lessor membebankan biaya penyusutan atas barang modal yang disewa-guna-usahakan
tanpa hak opsi, sesuai dengan ketentuan Pasal 11 Undang-undang Pajak Penghasilan
1984 beserta peraturan pelaksanaannya.

Perlakuan PPh Bagi Lessee Pada Sewa Guna Usaha Tanpa Hak Opsi (Pasal 17
Ayat (2) KMK-1169/KMK.01/1991)

1. pembayaran sewa-guna-usaha tanpa hak opsi yang dibayar atau terutang oleh lessee
adalah biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
2. lessee wajib memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas pembayaran sewa-guna-
usaha tanpa hak opsi yang dibayarkan atau terutang kepada lessor.

Perlakuan PPN Pada Sewa Guna Usaha Tanpa Hak Opsi

Atas penyerahan jasa dalam transaksi sewa-guna-usaha tanpa hak opsi dari lessor
kepada lessee, terhutang Pajak Pertambahan Nilai. (Pasal 18 KMK-
1169/KMK.01/1991).

PPN Untuk Operating Lease

Karena operating lease dipersamakan dengan jasa sewa-menyewa biasa, maka otomatis
operating lease juga menjadi objek pengenaan PPN. Dalam hal ini yang wajib
memungut PPN adalah lessor, terutama bila lessor sudah menjadi Pengusaha Kena
Pajak (PKP). Jadi, lessor harus menambahkan PPN 10% dari nilai angsuran bulanan
yang ditagihkan kepada lessee. Di samping itu, lessor juga harus membuat Faktur
Pajak atas setiap pemungutan PPN tersebut.

Pemotongan PPh Operating Lease

Menurut KMK Nomor 1169/KMK.01/1991, pemotongan PPh atas transaksi atau


kegiatan leasing hanya akan timbul jika leasing yang dilakukan adalah leasing tanpa
hak opsi (operating lease). Dalam hal ini, operating lease dianggap sama seperti
persewaan harta atau aktiva biasa. Dan karena merupakan jasa persewaan, maka
transaksi atau kegiatan operating lease ini menjadi objek pemotongan PPh (withholding
tax).

Jenis PPh yang harus dipotong lessee bisa berupa PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 4 ayat
(2). Itu bergantung pada bentuk barang modal yang di-leasing-kan. Bila barang modal
yang di-leasing berbentuk tanah atau bangunan, maka jenis PPh yang harus dipotong
adalah PPh Final Pasal 4 ayat (2). Sementara jika selain tanah maupun bangunan,
PPh yang harus dipotong adalah PPh Pasal 23.

Konsekuensi perusahaan ketika melakukan keputusan pembelian asset dengan


menggunakan model financial lease ini yaitu:

Berdasarkan UU PPN Pasal 4 ayat (3), jasa Sewa-Guna-Usaha bukan merupakan Jasa
Kena Pajak, jadi perusahaan peminjam (Lessee) tidak perlu membayarkan PPN atas
jasa leasing (Tidak perlu PPN Masukan)
Lessee mengakui adanya PPN Masukan ketika pembelian asset dari lessor. Hal ini
dikarenakan BKP tersebut dianggap diserahkan secara langsung dari supplier oleh PKP
Pemasok kepada Lessee
Karena bersifat financial lease, maka asset dapat diakui menjadi milik Lessee, namun
menurut Pasal 14 KMK-1169/KMK.01/1991, depresiasi atas asset tersebut tidak boleh
dikurangkan untuk mengurangi nilai PPh badan yang terhutang
Transaksi ini ini tidak melibatkan PPh pasal 23 mengenai pengenaan atas pemberian
atas suatu jasa
Jika melakukan operating lease, maka kesimpulannya adalah Konsekuensi perusahaan
ketika melakukan keputusan pembelian asset dengan menggunakan model ini yaitu:

Berdasarkan Pasal 17 ayat (2) KMK-1169/KMK.01/1991, maka pembayaran atas sewa


guna usaha model ini adalah merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto
Transaksi ini mewajibkan lessee untuk memotong PPh pasal 23 atas pembayaran jasa
sewa guna usaha atau terutang kepada lessor
Berdasarkan Pasal 18 KMK-1169/KMK.01/1991, atas penyerahan jasa dalam transaksi
sewa guna usaha model ini, maka akan terhutang PPN (PPN Masukan)
Tidak dapat mengakui asset, sehingga tidak mungkin ada biaya depresiasi

Perlakuan Pajak Sisi Angsuran

Menurut Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor Se - 31/Pj.3/1985


Tentang Masalah Bunga Angsuran Piutang Dalam Pajak Pertambahan Nilai (Seri-Ppn
44). Dalam praktek sering dijumpai penyerahan/penjualan Barang Kena Pajak yang
dilakukan dengan pembayaran cicilan/angsuran dan biasanya atas harga jualnya
diperhitungkan bunga karena pembayaran tidak dilakukan dengan tunai.

1. Dalam Pasal 11 ayat (1) undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dicantumkan
bahwa pajak yang terhutang dalam Masa Pajak terjadi pada saat penyerahan Barang
Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak atau pada saat impor Barang Kena Pajak. Jadi
pemungutan Pajak Pertambahan Nilai menganut prinsip dasar akrual (accrual basis),
artinya pajak sudah terhutang pada saat penyerahan meskipun atas penyerahan
tersebut belum atau belum sepenuhnya diterima pembayarannya.
2. Perhitungan bunga yang terjadi dalam penjualan dengan cicilan/angsuran (atau beli-
sewa) pada hakekatnya timbul karena pembayaran tidak dilakukan dengan tunai.
Perhitungan bunga tersebut timbul karena adanya perjanjian pinjaman uang yang
diberikan oleh si penjual kepada pembeli yang dikaitkan dengan penyerahan Barang
Kena Pajak yang bersangkutan.
3. Mengingat Pajak Pertambahan Nilai sudah terhutang pada saat penyerahan,
sepanjang perhitungan bunga tidak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
harga jual, maka Dasar Pengenaan Pajak untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai
yang terhutang adalah harga jual tunai sebelum diperhitungkan bunga angsuran.
Jadi syarat yang harus dipenuhi adalah bahwa dalam perjanjian jual-beli dengan
cicilan/angsuran atau perjanjian beli-sewa harus dinyatakan dengan jelas harga
penjualan tunai dari Barang Kena Pajak yang bersangkutan dan perhitungan bunga atas
pinjaman yang diberikan oleh penjual. Dalam rencana pembayaran cicilan/angsuran
(bulanan/triwulan dsb.) agar dicantumkan dengan jelas hutang pokok dan perhitungan
bunganya. Kalau dalam perjanjian jual-beli cicilan/angsuran atau beli-sewa tersebut
tidak dapat dipisahkan jumlah Harga Jual dan perhitungan bunganya, maka bunga
tersebut dianggap sebagai bagian dari Harga Jual, dan Dasar Pengenaan Pajak adalah
Harga Jual termasuk bunga.

B. PENENTUAN HAK PENYUSUTAN DALAM KEPEMILIKAN AKTIVA


Dalam menjalankan kegiatan bisnis, perusahaan umumnya memiliki asset
berupa bangunan, mesin, mobil dinas, komputer dan asset berwujud lainnya yang
memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun. Selain karena penyetoran modal dalam
bentuk aset (inbreng), hibah dan hasil pemindahtanganan lainnya, kepemilikan asset
dapat terjadi karena adanya pembelian. Perolehan asset tersebut akan dicatat sebagai
aktiva dineraca dan biaya perolehannya tidak dapat dibebankan sekaligus. Sejalan
dengan operasional perusahaan, asset tersebut akan mengalami penurunan nilai.
Penurunan nilai atas asset ini adalah konsekuensi dari penggunaan asset tersebut yang
lazim disebut sebagai penyusutan atau depresiasi. Penyusutan atau depresiasi
merupakan salah satu unsur pengurang dalam menghitung laba/rugi perusahaan
Definisi
Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang mempunyai masa manfaat
lebih dari 1 (satu) tahun harus dibebankan sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan dengan cara mengalokasikan pengeluaran tersebut selama
masa manfaat harta tersebut melalui penyusutan
Metode yang digunakan untuk menghitung penyusutan harta berwujud
Metode penyusutan yang dibolehkan berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2008
Pasal 11 (1)) adalah :

a. Metode garis lurus (straight-line method) yaitu metode yang digunakan untuk
menghitung penyusutan yang dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama
masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut.
Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan atau
perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan,
hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan,
menagih dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu (1)
tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang
ditetapkan bagi harta tersebut.

b. Metode saldo menurun (declining-balance method) yaitu metode yang digunakan untuk
menghitung penyusutan dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan
tarif penyusutan atas nilai sisa buku dan nilai sisa buku pada akhir masa manfaat harus
disusutkan sekaligus.
Metode ini tidak dapat digunakan untuk menghitung penyusutan atas bangunan.

Penggunaan metode penyusutan tersebut harus dilakukan secara taat azas.


Waktu penyusutan mulai dilakukan
Penyusutan aktiva dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran kecuali untuk
harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan
selesainya pengerjaan harta tesebut. Penyusutan pada tahun pertama dihitung secara
pro-rata.
Dengan persetujuan Dirjen Pajak, wajib pajak dapat melakukan penyusutan
mulai pada bulan digunakannya harta tersebut untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan atau pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan.
Contoh 1:
Pengeluaran untuk pembangunan sebuah gedung adalah sebesar
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pembangunan dimulai pada bulan Oktober
2009 dan selesai untuk digunakan pada bulan Maret 2010. Penyusutan atas harga
perolehan bangunan gedung tersebut dimulai pada bulan Maret tahun pajak 2010.
Contoh 2 :
Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Juli 2009 dengan harga
perolehan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Masa manfaat dari mesin
tersebut adalah 4 (empat) tahun. Kalau tarif penyusutan misalnya ditetapkan 50% (lima
puluh persen), maka penghitungan penyusutannya adalah sebagai berikut.
Harta yang tidak boleh disusutkan Menurut Ketentuan Fiskal
Harta yang tidak digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan tidak boleh disusutkan secara fiskal. Misalnya; kendaraan perusahaan yang
dikuasai dan dibawa pulang oleh karyawan, rumah dinas karyawan yang tidak terletak
di daerah terpencil.
Dalam hal harta yang tidak boleh disusutkan secara fiskal tersebut dijual
(dialihkan), keuntungannya merupakan obyek PPh, yang dihitung dari selisih antara
harga jual (nilai pasar) dengan harga perolehan. Dalam hal selisihnya negatif (rugi),
kerugian tersebut tidak dapat dikurangkan sebagai biaya.
Dasar penyusutan atas harta yang telah dilakukan penilaian kembali (revaluasi)
Dasar penyusutan atas harta yang telah dilakukan penilaian kembali (revaluasi)
adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut.
Sejak bulan dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap perusahaan berlaku
ketentuan sebagai berikut :Dasar penyusutan fiskal aktiva tetap yang telah memperoleh
persetujuan penilaian kembali adalah nilai pada saat penilaian kembali.Masa manfaat
fiskal aktiva tetap yang telah dilakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan
disesuaikan kembali menjadi masa manfaat penuh untuk kelompok aktiva tetap
tersebut. Perhitungan penyusutan dimulai sejak bulan dilakukannya penilaian kembali
aktiva tetap perusahaan.
Untuk bagian tahun pajak sampai dengan bulan sebelum bulan dilakukannya
penilaian kembali aktiva tetap perusahaan berlaku ketentuan sebagai berikut :
1. Dasar penyusutan fiskal aktiva tetap adalah dasar penyusutan fiskal pada awal tahun
pajak yang bersangkutan.
2. Sisa masa manfaat fiskal aktiva tetap adalah sisa manfaat fiskal pada awal tahun
pajak yang bersangkutan.
3. Perhitungan penyusutannya dihitung secara prorata sesuai dengan banyaknya bulan
dalam bagian tahun pajak tersebut.
Penyusutan fiskal aktiva tetap yang tidak memperoleh persetujuan penilaian kembali
aktiva tetap perusahaan, tetap menggunakan dasar penyusutan fiskal dan sisa manfaat
fiskal semula sebelum dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap perusahaan.
Masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud
Masa manfaat dan tarif penyusutan aktiva untuk masing-masing kelompok telah
ditetapkan sebagai berikut :
Yang dimaksud dengan bangunan tidak permanen adalah bangunan yang
bersifat sementara dan terbuat dari bahan yang tidak tahan lama atau bangunan yang
dapat dipindah-pindahkan, yang masa manfaatnya tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun.
Misalnya barak atau asrama yang terbuat dari kayu untuk karyawan.
Contoh penggunaan metode garis lurus:
Sebuah gedung yang harga perolehannya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) dan masa manfaatnya 20 (dua puluh) tahun, penyusutannya setiap tahun adalah
sebesar Rp50.000.000,00 (Rp1.000.000.000,00 : 20).
Contoh penggunaan metode saldo menurun:
Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Januari 2009 dengan
harga perolehan sebesar Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). Masa
manfaat dari mesin tersebut adalah 4 (empat) tahun. Kalau tarif penyusutan misalnya
ditetapkan 50% (lima puluh persen), penghitungan penyusutannya adalah sebagai
berikut:
Tata Cara Permohonan dan Penetapan Masa Manfaat yang Sesungguhnya Atas
Harta Berwujud Bukan Bangunan Untuk Keperluan Penyusutan
Jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan yang tidak tercantum dalam
Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, dan Lampiran IV, Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 96/PMK.03/2009, untuk kepentingan penyusutan digunakan masa manfaat
dalam Kelompok3.
Dalam hal Wajib Pajak dapat menunjukkan masa manfaat yang sesungguhnya
dari suatu harta berwujud bukan bangunan tidak dapat dimasukkan ke dalam kelompok
3, Wajib pajak harus mengajukan permohonan untuk penetapan kelompok harta
berwujud bukan bangunan tersebut sesuai dengan masa manfaat yang sesungguhnya
kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak yang membawahi KPP tempat Wajib Pajak yang bersangkutan terdaftar.
Permohonan harus disampaikan dengan menggunakan formulir Lampiran 1
Peraturan Direktur Jenderal Pajak No 20/PJ/2014 dan dilampiri:
1. penjelasan terperinci mengenai aktiva;
2. spesifikasi aktiva dari produsen;
3. perkiraan umur aktiva/masa manfaat ekonomis dari Penilai Publik; dan
4. dokumen teknis pendukung dari produsen mengenai masa manfaat aktiva.
5. keputusan penetapan kelompok harta berwujud bukan bangunan untuk
keperluan penyusutan yang sudah pernah diperoleh.
C. PENYUSUTAN SEBAGAI ALTERNATIF ALOKASI BIAYA DAN
KONSEKUENSINYA PADA PAJAK
Pada umumnya, perusahaan dalam kegiatan usahanya melakukan pemotongan
pajak yang disebabkan karena adanya pengeluaran kas. Salah satunya adalah jasa yang
digunakan dalam kegiatan operasional yang harus dibeli terlebih dahulu seperti gedung,
mesin dan tanah. Pengeluaran kas untuk pengeluaran tersebut memberikan manfaat
lebih dari satu periode. Untuk kepentingan pajak, perlakuan terhadap pengeluaran
semacam ini dapat menimbulkan masalah dalam penentuan pajak penghasilan.
Dalam Undang Undang nomor 7 tahun 1983 stdtd Undang Undang No. 36
Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), beberapa hal tentang penyusutan
diatur dalam :
Pasal 6 ayat (1)b dikatakan Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak
dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto
dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan,
termasuk penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan
amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 (Penyusutan) dan Pasal 11A (Amortisasi).
Pasal 9 ayat (2) dikatakan Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun
tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui
penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal
11A.
Pengertian Penyusutan
Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aset yang dapat disusutkan sepanjang
masa manfaat yang diestimasi. Penyusutan perlu dilakukan karena manfaat yang
diberikan dari aset tersebut semakin berkurang. Pengurangan nilai aset dibebankan
secara bertahap. Kebijakan pajak untuk penyusutan harus mempertimbangkan tiga hal
yaitu keadilan pajak, kebijakan ekonomi dan administrasi.
Karakteristi dari Aset yang dapat Disusutkan
1. Digunakan dalam kegiatan usaha.
2. Nilainya menurun secara bertahap.
3. Aset berwujud dan tidak berwujud yang mempunyai manfaat lebih dari satu
periode.
4. Pihak yang berhak melakukan penyusutan adalah pihak yang menggunakan aset
tersebut dan pemilik.
5. Saat dilakukan penyusutan adalah saat digunakan.
6. Dasar melakukan penyusutan adalah harga perolehan, harga penggantian dan
revaluasi.
Penyusutan Berdasarkan Peraturan Perpajakan
Saat Mulainya Penyusutan Fiskal
Undang-undang pajak penghasilan secara khusus dan eksplisit menetapkan saat
dimulainya penyusutan fiskal adalah pada bulan perolehan. 11 ayat (3) & (4) Undang
Undang nomor 7 tahun 1983 stdtd Undang Undang No. 36 Tahum 2008 tentang Pajak
Penghasilan (UU PPh)
Harta/Aset dalam Pengerjaan
Untuk harta/aset tetap dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada tahun
selesainya pekerjaan tersebut.
Persetujuan Dirjen Pajak
Wajib pajak dapat mengajukan permohonan kepada Dirjen Pajak, apabila tidak
mengikuti prinsip umum penyusutan. Misalnya penyusutan baru dilakukan pada tahun
harta/aset tersebut menghasilkan.
Pengelompokan Harta Berwujud
Sesuai dengan ketentuan pasal 11 ayat (6) Undang Undang nomor 7 tahun 1983 stdtd
Undang Undang No. 36 Tahum 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) dikatakan
Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud
ditetapkan sebagai berikut:

1. Harta berwujud kelompok bukan bangunan

Kelompok Bukan Bangunan Masa Manfaat

Kelompok 1 4 tahun
Kelompok 2 8 tahun

Kelompok 3 16 tahun

Kelompok 4 20 tahun

2. Harta berwujud kelompok berupa bangunan

Kelompok Bangunan Masa Manfaat

Bangunan permanen 20 tahun

Bangunan tidak permanen 10 tahun

Untuk melihat jenis-jenis harta berwujud menurut kelompok/golongannya dapat


dilihat pada Peraturan Menteri Keuangan nomor 96/PMK.03/2009 tentang jenis-jenis
harta yang termasuk dalam kelompok harta berwujud bukan bangunan untuk keperluan
penyusutan.

Metode dan Tarif Penyusutan Fiskal


Berdasarkan penjelasan pasal 11 ayat (1 dan 2) Undang Undang nomor 7 tahun
1983 stdtd Undang Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh)
dikatakan bahwa metode penyusutan yang dibolehkan berdasarkan ketentuan ini
dilakukan:
1. dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi
harta tersebut (metode garis lurus atau straight-line method); atau
2. dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas
nilai sisa buku (metode saldo menurun atau declining balance method).

Tarif Penyusutan untuk Aset Tetap Bukan Bangunan


Tarif Penyusutan

Kelompok Bukan Bangunan Metode Garis Lurus Metode Saldo Menurun

Kelompok 1 25,00% 50,00%

Kelompok 2 12,50% 25,00%

Kelompok 3 6,25% 12,50%

Kelompok 4 5,00% 10,00%

Tarif Penyusutan untuk Aset Tetap Berupa Bangunan

Kelompok Bangunan Tarif Penyusutan (Metode Garis Lurus)

Bangunan permanen 5%

Bangunan tidak permanen 10%

Contoh Soal Perencanaan Pajak Atas Penyusutan

PT. Abadi membeli aset tetap berupa mesin, dengan harga perolehan Rp 1.000.000.000,00.
Mesin tersebut dalam aset tetap kelompok 1. Besarnya beban penyusutan dapat dilihat pada
tabel berikut :

Tahun Metode Penyusutan


Garis Lurus Saldo Menurun

1 250.000.000 500.000.000

2 250.000.000 250.000.000

3 250.000.000 125.000.000

4 250.000.000 125.000.000

Akum. Penyusutan 1.000.000.000 1.000.000.000

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa besarnya beban penyusutan per tahun berbeda-beda tetapi pada
akhir masa manfaat (tahun ke-4) jumlah akumulasi penyusutan adalah sama. Sehingga dalam
perpajakan perbedaan besarnya beban penyusutan ini dikenal dengan istilah beda waktu/beda
sementara (timing difference/temporary difference). Walaupun berdasarkan nilai nominal pada
akhir masa manfaat besarnya akumulasi beban penyusutan sama, namun jika ditinjau dari nilai
tunai (present value) jumlahnya akan menjadi berbeda.

Dalam contoh ini, untuk mengetahui nilai tunai (present value) tingkat diskon yang digunakan
adalah 20%. (Lihat tabel).

Metode Penyusutan

Garis Lurus Saldo Menurun


Tingkat
Diskon
Tahun Nominal PV PV Nominal PV PV (20%)

1
208.333 500.000.0 416.6 0,83
250.000.000 .333,30 00,00 66.667 3333

173.611 250.000.0 173.6 0,69


2 250.000.000 .111,10 00,00 11.111 4444

144.675 125.000.0 72.33 0,57


3 250.000.000 .925,90 00,00 7.963 8703

120.563 125.000.0 60.28 0,48


4 250.000.000 .271,60 00,00 1.636 2253

1.000.0 722.8
00.000 647.183.642 1.000.000.000,00 97.377

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa mesin yang pada saat perolehannya sebesar Rp
1.000.000.000,00 dan pada akhir masa manfaat (tahun ke-4) dengan discount factor 20%
jumlah nilai tunai (present value) dari akumulasi beban penyusutan mesin dengan
menggunakan metode garis lurus sebesar Rp 647.183.642,00 dan menggunakan metode saldo
menurun sebesar Rp 722.897.76,50

Tabel (Perbandingan besar penghematan pajak antara metode garis lurus dan metode saldo
menurun dengan tingkat diskonto 20%).

Garis Lurus Saldo Menurun

Keterangan Nominal PV PV Nominal PV PV


Harga Perolehan 1.000.000.000,00 1.000.000.000,00 500.000.000 416.666.666,70

Biaya Penyusutan 1.000.000.000,00 647.183.641,98 1.000.000.000 722.897.376,54

PPh 30% 300.000.000,00 194.115.092,59 300.000.000 216.869.212,96

Penghematan Pajak = 216.869.212,96 194.155.092,59 = 22.714.120,37

Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh besarnya penghematan pajak yang dapat dilakukan
jika perusahaan memilih metode saldo menurun dalam menghitung besarnya beban peyusutan.
Tarif pajak yang digunakan adalah tarif pajak tertinggi yaitu 30% karena diasumsikan bahwa
perusahaan telah mencapai laba di atas Rp 100.000.000. Dengan tingkat diskon 20% besar
penghematan pajak adalah Rp 216.869.212,96 Rp 194.115.092,59 = Rp 22.714.120,37

D. Pemanfaatan Fasilitas Penilaian Kembali Aktiva Tetap


Pada dasarnya penilaian kembali aset tetap dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai
wajar aset tetap tersebut pada saat penilaian dengan menggunakan metode peneliian yang lazim
berlaku di Indonesia dan dilakukan oleh perusahaan penilai atau penilai yang diakui oleh
Pemerintah. Jika nilai wajar yang ditetapkan oleh perusahaan penilai atau penilai yang diakui
oleh Pemerintah tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya maka Direktur Jenderal Pajak
akan menetapkan kembali nilai pasar atau nilai wajar asset yang bersangkutan.
Hal yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan revaluasi aset tetap yaitu
pembayaran PPh sebesar 10% atas selisih lebih nilai wajar atau nilai pasar dikurangi nilai buku
fiskal. Aset yang telah direvaluasi tak dapat dialihkan dalam waktu lima tahun, jika dialihkan
maka akan dikenakan PPh tambahan 15% lagi dari selisih revaluasi yang telah dikenakan pajak
kecuali dialihkan kepada pemerintah untuk menggabungkan, peleburan, dan pemekaran usaha.

Revaluasi aset tetap berdasarkan standar akuntansi keuangan


PSAK No 16 menyebutkan bahwa penilaian kembali aset tetap pada umumnya tidak
diperkenankan karena Standar Akuntansi Keuangan (SAK) menganut penilaian aset
berdasarkan harga perolehan atau harga pertukaran. Namun penyimpangan ini diperbolehkan
berdasarkan ketentuan pemerintah.
Revaluasi aset tetap berdasarkan undang-undang pajak
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 384/KMK.04/1998 tanggal 14 Agustus
1998 dan Surat Edaran Dirjen Pajak No. 29/Pj.42/1998, menjelaskan hal-hal sebagai
berikut:
1. Wajib Pajak yang dapat melakukan revaluasi adalah WP Badan dalam negeri yang
terletak atau berada di Indonesia. Wajib Pajak Badan dalam negeri adalah sekumpulan
orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun
yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam
bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, dana persekutuan, perkumpulan,
yayasan, organisasi masa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis,
lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.
2. Telah memenuhi semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir
sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali. Kewajiban pajak yang dimaksud
terdiri dari:
a. Pajak Penghasilan (PPh);
b. Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM);
c. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);
d. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan

Aset tetap yang dapat direvaluasi, yaitu:


1. Aset tetap berwujud dalam bentuk tanah, kelompok bangunan, dan bukan bangunan
yang tidak dimaksudkan untuk dialihkan atau dijual.
2. Aset tersebut terletak atau berada diwilayah Indonesia.
3. Penilaian kembali dapat dilakukan terhadap seluruh aset tetap (revaluasi total) atau
terhadap sebagian aset tetap (revaluasi parsial) yang dimiliki perusahaan.
4. Penilaian kembali aset tetap dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar aset tetap
pada saat penilaian dilakukan, yang ditetapkan oleh perusahaan penilai atau penilai
yang diakui oleh pemerintah.
5. Dalam hal nilai pasar atau nilai wajar yang ditetapkan oleh perusahaan penilai atau
penilai yang diakui oleh pemerintah ternyata kemudian tidak mencaerminkan keadaan
yang sebenarnya, Dirjen Pajak akan menetapkan kembali nilai pasar atau nilai wajar
yang bersangkutan.
6. Selisih antara niali pasar atau nilai wajar dengan nilai buku fiskal aset tetap yang dinilai
kembali wajib dikompensasikan terlebih dahulu dengan kerugian fiskal tahun berjalan
dan sisa kerugian fiskal tahun-tahun sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan.
7. Selisih lebih karena penilaian kembali setelah dilakukan kompensasi kerugian
dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final, sesebesar 10%
8. Bagi WP yang melakukan penggabungan usaha, pajak penghasilan yang terhutang
sebesatr 10% diatas, dapat dibayar dalam jangka waktu paling lama 5 tahun terhitung
sejak tahun dilakukannya penilaian kembali aset tetap perusahaan.
9. Pajak penghasilan yang harus dilunasi untuk setiap tahun paling sedikit sebesar 20%
dari jumlah pajak yang terutang, kecuali pelunasan untuk tahun terakhir.
10. Apabila WP melakukan penilaian kembali aset tetap sebelum akhir tahun pajak, maka
kerugian fiskal pada tahun buku yang bersangkutan, diperhitungkan sampai dengan
dilakukannya revaluasi aset tetap tersebut.
11. Nilai pasar atau nilai wajar merupakan dasar penyusutan aset mulai tahun pajak
dilakukannya penilaian kembali aset tetap tersebut penyusutan dilakukan sesuai dengan
Pasal 11 UU Pajak Penghasilan.
12. Aset tetap yang telah dilakukan penilaian kembali dan telah dikenakan Pajak
Penghasilan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain sebelum lewat jangka waktu 5
tahun setelah dilakukannya penilaian kembali.
13. Apabila WP mengalihkan aset tetap tersebut sebelum lewat jangka waktu 5 tahun, maka
atas selisih penilaian aset tetap tersebut tetap dikenakan Pajak Penghasian yang terutang
sebesar 10% dan tambahan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 15%.
14. Dikecualikan dari jangka waktu 5 tahun jika aset tetap tersebut dialihkan kepada
pemerintah atau dialihkan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran
usaha.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan revaluasi


A. Revaluasi Parsial atau Menyeluruh
Objek revaluasi adalah aset berwujud dalam bentuk tanah, kelompok bangunan, dan
bukan bangunan yang tidak dimaksudkan untuk dialihkan atau dijual atau bukan barang
dagangan.Revaluasi parsial berarti perusahaan hanya melakukan revaluasi atas
sebagian asset tetap yang ada sesuai pertimbangan perusahaan.Bagi perusahaan
tertentu, misalnya perusahaan perkebunan, revaluasi atas tanah tidak menarik. Hal ini
disebabkan adanya pembayaran PPh sebear 10% atas selisih lebih penilaian kembali
aset padahal tanah tidak disusutkan, sehingga tambahan beban penyusutan tahun-tahun
mendatang hanya dari selisih lebih revaluasi ata asset tetap selain tanah, padahal asset
tanah nilainya paling besar dibandingkan dengan yang lainnya. Dengn demikian,
perusahaan dapat melakukan revaluasi parsial sepanjang yang tidak direvaluasikan
adalah asset tetap berupa tanah yang tidak disusutkan
B. Pembayaran PPh Sebesar Sepuluh Persen yang Bersifat Final
Bagi perusahaan yang akan melakukan revaluasi perlu melakukan penghitungan
apakah membayar PPh 10% itu lebih menguntungkan dibanding dengan tariff PPh
badan sebesar 25%. Aktiva tetap yang sudah direvaluasi dan biaya penyusutan akan
mengurangi Penghasilan Kena Pajak (PKP). Umur aktiva akan kembali seperti semula,
meskipun sebenarnya telah digunakan lebih dari separuh umur.

Perencanaan Pajak terhadap Revaluasi Aset Tetap


Kapan suatu perusahaan sebaiknya melakukan revaluasi? Pertimbangan yang harus
diperhatikan yaitu kondisi perusahaan yang bersangkutan, seperti :
1. Kondisi perusahaan dalam keadaan laba atau rugi?
2. Jika laba, berapa labanya? Apakah sudah mencapai lapisan kena pajak degan tarif
tertinggi?
3. Bagaimana dampak revaluasi terhadap beban pajak tahun berjalan dan tahun-tahun
yang akan datang?

KASUS
1 Januari 2009, PT. XYZ membeli aset mesin produksi dengan harga perolehan
keseluruhan Rp 800.000.000,-. Untuk kepentingan pelaporan fiskal, mesin dikategorikan
kelompok 2 dengan masa manfaat 8 tahun, dan selama ini perusahaan melakukan penyusutan
dengan metode straight line method.
Setelah disusutkan selama 4 tahun , pada awal Januari 2013 perusahaan merencanakan
akan mengajukan nilai revaluasi ke kantor Pajak atas aset mesin tersebut. Berdasarkan hasil
penilaian, harga mesin dipasaran meningkat menjadi Rp 1.000.000.000,-. Dengan asumsi
bahwa untuk tahun 2013 dan seterusnya perusahaan mampu mencetak laba fiskal, perusahaan
sedang memilih apakah akan melakukan revaluasi atas mesin atau tidak?
Data umum Revaluasi Tidak
revaluasi

Nilai perolehan asset 2009 800.000.000 800.000.000

Depresiasi 4 tahun 2009 s.d 2013 400.000.000 400.000.000

Nilai buku 400.000.000 400.000.000

Nilai asset setelah Revaluasi 1000.000.000

Kenaikan Nilai Aset (Nilai Revaluasi Nilai Buku Fiskal sebelum 600.000.000
revaluasi)

PPh Final yang harus dibayar 10 % dari kenaikan nilai asset. 60.000.000

Dasar Penyusutan Baru (masa manfaat baru revaluasi 8 tahun) 1000.000.000 400.000.000

Penyusutan per tahun 125.000.000 100.000.000

Manfaat yang diterima dengan adanya revaluasi adalah adanya kenaikan biaya penyusutan
Rp 600.000.000,- dengan masa manfaat baru 8 tahun. Biaya penyusutan per tahun Rp 75.000.000,-
mulai tahun 2013 sampai dengan tahun 2020. Mengingat tarif pajak yang dikenakan adalah 25 %, maka
penghematan pajak dengan adanya revaluasi dari kenaikan biaya penyusutan adalah 25 % dari biaya
penyusutan setiap tahun.

Perhitungan NPV (Asumsi Discount Rate = 20%)


TAHUN Penyusutan Discount rate (20%) NPV

2013 75.000.000 0,833 62.475.000,00

2014 75.000.000 0.694 52.050.000,00

2015 75.000.000 0.579 43.425.000,00

2016 75.000.000 0,482 36.150.000,00

2017 75.000.000 0,402 30.150.000,00


2018 75.000.000 0,335 25.125.000,00

2019 75.000.000 0,279 20.925.000,00

2020 75.000.000 0,233 17.475.000,00

Total 600.000.000 287.775.000,00

Penghematan Pajak yang didapat dengan adanya revaluasi 71.943.750,00


= 25 % x Rp 287.775.000,-

Nilai tunai yang dibayar untuk PPh 10 % 60.000.000,00

Selisih 11.943.750,00

Karena nilai NPV dari penghematan pajak untuk 8 tahun kedepan lebih besar dari pajak
atas revaluasi maka PT. XYZ disarankan untuk melakukan revaluasi.

LAMPIRAN
TUNAI
Diketahui: Harga Perolehan Rp. 100.000.000
Metode Garis Lurus

Tahun ke Beban Penyusutan Present Value

1 Rp. 25.000.000 Rp. 23.474.178,40

2 Rp. 25.000.000 Rp. 22.041.482,07


3 Rp. 25.000.000 Rp. 20.696.227,30

4 Rp. 25.000.000 Rp. 19.433.077,27

Total Rp. 100.000.000 Rp. 85,644,965

Metode Saldo Menurun

Tahun Nilai Buku Beban Akumulasi Nilai Buku Present Value


ke Penyusutan Penyusutan Akhir Tahun

0 Rp. 100.000.000

1 Rp. 100.000.000 Rp. 50.000.000 Rp. 50.000.000 Rp. Rp.


50.000.000 46.948.356,81

2 Rp. 50.000.000 Rp. 25.000.000 Rp. 75.000.000 Rp. Rp.


25.000.000 22.041.482,07

3 Rp. 25.000.000 Rp. 12.500.000 Rp. 87.500.000 Rp. Rp.


12.500.000 10.348.113,65

4 Rp. 12.500.000 Rp. 12.500.000 Rp. Rp. 0 Rp.


100.000.000 9.716.538,64

Total Rp. Rp. 89.054.491


100.000.000

BI Rate 6,5%

Tahun PV

1 0,93896713

2 0,88165928

3 0,82784909

4 0,77732309
Tarif PPh Badan 25%

Metode Penyusutan Tarif PPh Badan

Garis Lurus Rp. 85.644.965 25% Rp. 21.411.241,26

Saldo Menurun Rp. 89.054.491 25% Rp. 22.263.622,79

KREDIT BANK
Diketahui: Harga Aktiva Tetap Rp 100.000.000
Bunga Pinjaman 10%
PPN 10%
Jangka Waktu Pinjaman 2 Tahun

Tabel Angsuran
Bulan Angsuran Angsuran Total Angsuran Sisa pinjaman
Bunga Pokok

0 0 0 0 Rp 110.000.000,00

1 Rp 916.666,67 Rp 4.159.275,23 Rp 5.075.941,90 Rp 105.840.724,77

2 Rp 882.006,04 Rp 4.193.935,86 Rp 5.075.941,90 Rp 101.646.788,91

3 Rp 847.056,57 Rp 4.228.885,32 Rp 5.075.941,90 Rp 97.417.903,59

4 Rp 811.815,86 Rp 4.264.126,03 Rp 5.075.941,90 Rp 93.153.777,56

5 Rp 776.281,48 Rp 4.299.660,42 Rp 5.075.941,90 Rp 88.854.117,14

6 Rp 740.450,98 Rp 4.335.490,92 Rp 5.075.941,90 Rp 84.518.626,22

7 Rp 704.321,89 Rp 4.371.620,01 Rp 5.075.941,90 Rp 80.147.006,20

8 Rp 667.891,72 Rp 4.408.050,18 Rp 5.075.941,90 Rp 75.738.956,03

9 Rp 631.157,97 Rp 4.444.783,93 Rp 5.075.941,90 Rp 71.294.172,10

10 Rp 594.118,10 Rp 4.481.823,80 Rp 5.075.941,90 Rp 66.812.348,30

11 Rp 556.769,57 Rp 4.519.172,33 Rp 5.075.941,90 Rp 62.293.175,97

12 Rp 519.109,80 Rp 4.556.832,10 Rp 5.075.941,90 Rp 57.736.343,87

13 Rp 481.136,20 Rp 4.594.805,70 Rp 5.075.941,90 Rp 53.141.538,18

14 Rp 442.846,15 Rp 4.633.095,75 Rp 5.075.941,90 Rp 48.508.442,43


15 Rp 404.237,02 Rp 4.671.704,88 Rp 5.075.941,90 Rp 43.836.737,55

16 Rp 365.306,15 Rp 4.710.635,75 Rp 5.075.941,90 Rp 39.126.101,80

17 Rp 326.050,85 Rp 4.749.891,05 Rp 5.075.941,90 Rp 34.376.210,75

18 Rp 286.468,42 Rp 4.789.473,47 Rp 5.075.941,90 Rp 29.586.737,28

19 Rp 246.556,14 Rp 4.829.385,75 Rp 5.075.941,90 Rp 24.757.351,53

20 Rp 206.311,26 Rp 4.869.630,63 Rp 5.075.941,90 Rp 19.887.720,89

21 Rp 165.731,01 Rp 4.910.210,89 Rp 5.075.941,90 Rp 14.977.510,00

22 Rp 124.812,58 Rp 4.951.129,31 Rp 5.075.941,90 Rp 10.026.380,69

23 Rp 83.553,17 Rp 4.992.388,72 Rp 5.075.941,90 Rp 5.033.991,96

24 Rp 41.949,93 Rp 5.033.991,96 Rp 5.075.941,90 Rp -0,00

Total Rp Rp Rp
11.822.605,53 110.000.000,00 121.822.605,53

Sumber : http://www.simulasikredit.com/simulasi_bunga_anuitas.php

Present Value Angsuran Bunga

Bulan Angsuran Bunga PV Angsuran Bunga Penghematan Pajak

0 0 0

1 Rp 916.666,67 Rp 909.093,9177 IDR 227,273.48

2 Rp 882.006,04 Rp 867.493,4055 IDR 216,873.35

3 Rp 847.056,57 Rp 826.236,4487 IDR 206,559.11

4 Rp 811.815,86 Rp 785.320,2159 IDR 196,330.05

5 Rp 776.281,48 Rp 744.741,8895 IDR 186,185.47

6 Rp 740.450,98 Rp 704.498,6572 IDR 176,124.67

7 Rp 704.321,89 Rp 664.587,8025 IDR 166,146.95

8 Rp 667.891,72 Rp 625.006,5242 IDR 156,251.63

9 Rp 631.157,97 Rp 585.752,1258 IDR 146,438.03

10 Rp 594.118,10 Rp 546.821,8976 IDR 136,705.47


11 Rp 556.769,57 Rp 508.213,1716 IDR 127,053.29

12 Rp 519.109,80 Rp 469.923,2846 IDR 117,480.82

13 Rp 481.136,20 Rp 431.949,6061 IDR 107,987.40

14 Rp 442.846,15 Rp 394.289,5194 IDR 98,572.38

15 Rp 404.237,02 Rp 355.940,4402 IDR 89,235.11

16 Rp 365.306,15 Rp 319.899,7984 IDR 79,974.95

17 Rp 326.050,85 Rp 283.165,0332 IDR 70,791.26

18 Rp 286.468,42 Rp 246.733,6357 IDR 61,683.41

19 Rp 246.556,14 Rp 210.503,0901 IDR 52,650.77

20 Rp 206.311,26 Rp 174.770,9149 IDR 43,692.73

21 Rp 165.731,01 Rp 139.234,6466 IDR 34,808.66

22 Rp 124.812,58 Rp 103.991,8278 IDR 25,997.96

23 Rp 83.553,17 Rp 69.040,04953 IDR 17,260.01

24 Rp 41.949,93 Rp 34.376,90029 IDR 8,594.23

TOTAL IDR
2,750,671.21

LEASING
Diketahui: Harga mesin Rp 100.000.000
Bunga deposit 7,5%
Bunga pinjaman 6,5% (digunakan untuk diskonto)
Bunga sewa usaha 10%
Jangka waktu sewa 2 tahun
Jaminan Rp. 10.000.000
Nilai sewa guna usaha Rp. 90.000.000
PV = Rp. 90.000.000
Tingkat bunga perbulan = 0,83%
Tingkat diskon per bulan = 0,5416%

Metode Garis Lurus


A B C D E F
Periode Nilai Tunai
Angsura Angsuran Per Angsuran Angsuran Sisa Tingkat Biaya Sewa
n Bulan Bunga Pokok Pinjaman Diskon Guna Usaha
0 90000000
1 4153043.37 750000 3403043.37 86596956.63 1 4153043.37
2 4153043.37 721641.3052 3431402.065 83165554.56 0.938967136 3899571.24
3 4153043.37 693046.288 3459997.082 79705557.48 0.881659283 3661569.239
4 4153043.37 664212.979 3488830.391 76216727.09 0.827849092 3438093.182
5 4153043.37 635139.3924 3517903.978 72698823.11 0.777323091 3228256.509
6 4153043.37 605823.5259 3547219.844 69151603.27 0.729880837 3031226.769
7 4153043.37 576263.3606 3576780.01 65574823.26 0.685334119 2846222.319
8 4153043.37 546456.8605 3606586.51 61968236.75 0.643506215 2672509.219
9 4153043.37 516401.9729 3636641.397 58331595.35 0.604231188 2509398.328
10 4153043.37 486096.6279 3666946.742 54664648.61 0.567353228 2356242.561
11 4153043.37 455538.7384 3697504.632 50967143.98 0.532726036 2212434.33
12 4153043.37 424726.1998 3728317.171 47238826.81 0.50021224 2077403.127
13 4153043.37 393656.8901 3759386.48 43479440.33 0.469682854 1950613.265
14 4153043.37 362328.6694 3790714.701 39688725.62 0.441016765 1831561.751
15 4153043.37 330739.3802 3822303.99 35866421.63 0.414100249 1719776.292
16 4153043.37 298886.847 3854156.523 32012265.11 0.388826524 1614813.42
17 4153043.37 266768.8759 3886274.494 28125990.62 0.365095328 1516256.732
18 4153043.37 234383.2551 3918660.115 24207330.5 0.342812515 1423715.241
19 4153043.37 201727.7542 3951315.616 20256014.89 0.321889685 1336821.823
20 4153043.37 168800.124 3984243.246 16271771.64 0.302243836 1255231.759
21 4153043.37 135598.097 4017445.273 12254326.37 0.283797029 1178621.369
22 4153043.37 102119.3864 4050923.984 8203402.382 0.266476083 1106686.732
23 4153043.37 68361.68651 4084681.684 4118720.698 0.250212285 1039142.471
24 4153043.37 34322.67248 4118720.698 0 0.234941113 975720.6303
Jumlah 99673040.89 9673040.889 90000000 53034931.68

Nilai asset Rp. 100.000.000


Umur asset 4 tahun
Metode Saldo Menurun

Nilai Beban Nilai Tunai Beban


Tahun Buku Penyusutan Saldo Tingkat Diskon Penyusutan
Tahun 1-2 tidak ada penyusutan karena sewa guna usaha
3 1000000 5000000 50000000 0.881659283 4408296.414
4 5000000 2500000 50000000 0.827849092 2069622.73
5 2500000 1250000 12500000 0.777323091 971653.8636
6 1250000 1250000 0 0.729880837 912351.0457
Jumlah 10000000 8361924.053

Jika perusahaan menggunakan penyusutan saldo menurun maka nilai perolehan mesin
adalah 109673040.9 dan total nilai tunai yang dapat dibiayakan adalah 61396855,73

Sewa Guna Usaha dengan Bunga


10%
Keterangan Nominal PV
Harga Perolehan
Biaya Sewa 99673040.9 53034931.68
Biaya opsi 10000000 10000000
Harga Mesin
Jumlah 109673040.9 63034931.68

Jumlah yang boleh


dibiayakan
Biaya Sewa 99673040.9 53034931.68

Beban Penyusutan 10000000 8361924.053


Jumlah 109673040.9 61396855.73
PPh 25% SGU 27418260.225 15349213.9325

ANGSURAN
Diketahui: Harga perolehan Rp. 100.000.000
BI rate 6,5%
Suku bunga angsuran 10%
Diangsur 2 tahun = 24 bulan
Angsuran per bulan ($4.614.308,02)
Total ($110.743.392,39)
Bln Angsuran Bunga Pokok Saldo

0 IDR 100.000.000

1 ($4.614.308,02) IDR 833.000,000 ($3.781.308,02) IDR 96.218.691,98

2 ($4.614.308,02) IDR 801.501,704 ($3.812.806,31) IDR 92.405.885,67

3 ($4.614.308,02) IDR 769.741,028 ($3.844.566,99) IDR 88.561.318,68

4 ($4.614.308,02) IDR 737.715,785 ($3.876.592,23) IDR 84.684.726,45

5 ($4.614.308,02) IDR 705.423,771 ($3.908.884,25) IDR 80.775.842,21

6 ($4.614.308,02) IDR 672.862,766 ($3.941.445,25) IDR 76.834.396,96

7 ($4.614.308,02) IDR 640.030,527 ($3.974.277,49) IDR 72.860.119,47

8 ($4.614.308,02) IDR 606.924,795 ($4.007.383,22) IDR 68.852.736,24

9 ($4.614.308,02) IDR 573.543,293 ($4.040.764,72) IDR 64.811.971,52

10 ($4.614.308,02) IDR 539.883,723 ($4.074.424,29) IDR 60.737.547,23

11 ($4.614.308,02) IDR 505.943,768 ($4.108.364,25) IDR 56.629.182,98

12 ($4.614.308,02) IDR 471.721,094 ($4.142.586,92) IDR 52.486.596,06

13 ($4.614.308,02) IDR 437.213,345 ($4.177.094,67) IDR 48.309.501,39

14 ($4.614.308,02) IDR 402.418,147 ($4.211.889,87) IDR 44.097.611,52

15 ($4.614.308,02) IDR 367.333,104 ($4.246.974,91) IDR 39.850.636,60

16 ($4.614.308,02) IDR 331.955,803 ($4.282.352,21) IDR 35.568.284,39

17 ($4.614.308,02) IDR 296.283,809 ($4.318.024,21) IDR 31.250.260,18

18 ($4.614.308,02) IDR 260.314,667 ($4.353.993,35) IDR 26.896.266,83

19 ($4.614.308,02) IDR 224.045,903 ($4.390.262,11) IDR 22.506.004,72


20 ($4.614.308,02) IDR 187.475,019 ($4.426.833,00) IDR 18.079.171,72

21 ($4.614.308,02) IDR 150.599,500 ($4.463.708,52) IDR 13.615.463,21

22 ($4.614.308,02) IDR 113.416,809 ($4.500.891,21) IDR 9.114.572,00

23 ($4.614.308,02) IDR 75.924,385 ($4.538.383,63) IDR 4.576.188,37

24 ($4.614.308,02) IDR 38.119,649 ($4.576.188,37) IDR 0,00

($100.000.000,0
Tot ($110.743.392,39) $10.743.392,39 0)

Penghematan Pajak

Bln Pv bunga 25% x pv bunga

1 IDR 826.118,43 0,991739 IDR 206.529,61

2 IDR 788.313,70 0,983546 IDR 197.078,42

3 IDR 750.821,27 0,975421 IDR 187.705,32

4 IDR 713.638,58 0,967362 IDR 178.409,65

5 IDR 676.763,06 0,959371 IDR 169.190,77

6 IDR 640.192,18 0,951445 IDR 160.048,04

7 IDR 603.923,42 0,943585 IDR 150.980,85

8 IDR 567.954,27 0,93579 IDR 141.988,57

9 IDR 532.282,28 0,928059 IDR 133.070,57

10 IDR 496.904,98 0,920393 IDR 124.226,24

11 IDR 461.819,94 0,912789 IDR 115.454,98


12 IDR 427.024,74 0,905248 IDR 106.756,18

13 IDR 392.516,99 0,89777 IDR 98.129,25

14 IDR 358.294,31 0,890353 IDR 89.573,58

15 IDR 324.354,36 0,882998 IDR 81.088,59

16 IDR 290.694,79 0,875703 IDR 72.673,70

17 IDR 257.313,29 0,868469 IDR 64.328,32

18 IDR 224.207,56 0,861294 IDR 56.051,89

19 IDR 191.375,32 0,854179 IDR 47.843,83

20 IDR 158.814,31 0,847123 IDR 39.703,58

21 IDR 126.522,30 0,840124 IDR 31.630,57

22 IDR 94.497,05 0,833184 IDR 23.624,26

23 IDR 62.736,38 0,826301 IDR 15.684,09

24 IDR 2531.238,08 0,819475 IDR 7.809,52

Tot $9.998.321,59 $2.499.580,40

Anda mungkin juga menyukai