Anda di halaman 1dari 16

PEMILIHAN SUMBER PEMBIAYAAN

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
Manajemen Perpajakan

Oleh

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2016

A. ANJAK PIUTANG
Berdasarkan

Peraturan

Menteri

Keuangan

Nomor

84/PMK.012/2006 Tentang Perusahaan Pembiayaan pasal 1 (e) bahwa Anjak


Piutang (Factoring) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang
dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut.
Berdasarkan Pasal 4 Kegiatan Anjak Piutang dilakukan dalam bentuk pembelian
piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang
tersebut. Kegiatan Anjak Piutang dapat dilakukan dalam bentuk Anjak Piutang
tanpa jaminan dari Penjual Piutang (Without Recourse) dan Anjak Piutang dengan
jaminan dari Penjual Piutang (With Recourse). Anjak Piutang tanpa jaminan dari
Penjual Piutang (Without Recourse) adalah kegiatan Anjak Piutang dimana
Perusahaan Pembiayaan menanggung seluruh risiko tidak tertagihnya piutang
sedangkan anjak piutang dengan jaminan dari Penjual Piutang (With Recourse)
adalah kegiatan Anjak Piutang di mana Penjual Piutang menanggung risiko tidak
tertagihnya sebagian atau seluruh piutang yang dijual kepada Perusahaan
Pembiayaan.

Keterangan :
a. Penjual (klien) menjual barang kepada pembeli (customer) secara kredit
dengan jangka waktu pendek.

b. Untuk kepentingan dana segar (cash flow), Penjual (klien) meminta


persetujuan kepada pembeli (customer) untuk menjual piutang tersebut
kepada perusahaan lembaga pembiayaan (yang dalam hal ini perusahan
factoring) kepada factor.
c. Pembeli (customer) menyetujui perpindahan hak menagih dari penjual (klien)
kepada factor
d. Data mengenai piutang yang berasal dari jual beli tersebut oleh penjual
(klien) diteruskan/dipindahkan kepada factor.
e. Atas dasar itu, maka dibuatlah perjanjian factoring antara penjual (klien) dan
factor.
f. Factor membayar kepada klien penjualan piutangnya dengan harga diskonto
tertentu.
g. Pembeli (customer) setelah jangka waktu jatuh temponya perjanjian jaul beli
kredit membayar utangnya kepada factor.
Anjak Piutang tanpa jaminan dari Penjual Piutang (Without Recourse)
Jika piutang dijual tanpa jaminan dari penjual piutang (without recourse),
maka pembeli menanggung risiko ketertagihan piutang dan setiap kerugian kredit.
Dalam transaksi seperti dalam penjualan aktiva, penjual mendebet Kas untuk hasil
yang diterima dan mengkredit Piutang Usaha sebesar nilai nominal piutang.
Selisihnya, yang dikurangi dengan setiap provisi untuk penyesuaian piutang yang
mungkin (diskon, retur, pengurangan harga, dan sebagainya), diakui sebagai
Kerugian atas Penjualan Piutang. Penjual menggunakan akun Terhutang dari
Factor (dilaporkan sebagai piutang) untuk mencatat hasil yang ditahan oleh faktor
untuk menutupi diskon penjualan, retur penjualan, dan pengurangan harga.
Ilustrasi:
PT LMNTRIX melakukan anjak piutang tanpa jaminan dari penjual piutang
sebesar Rp 150.000.000 kepada DMOB Factors, Inc. atas perjanjian anjak ini, PT
LMNTRIX dikenakan beban pembiayaan sebesar 8% dari jumlah piutang usaha
dan menahan sebesar 10% dari jumlah piutang usaha. Ayat jurnal untuk mencatat
transfer piutang usaha tersebut adalah sebagai berikut:
PT LMNTRIX

DMOB Factors, Inc

Kas
Terutang dari
Factor
Kerugian atas

123.000.000
15.000.000*
12.000.000**

Penjualan
Piutang
Piutang Usaha
*5% x Rp 150.000.000

Piutang Usaha
Terutang kepada

150.000.000
15.000.000

PT LMNTRIX
Pendapatan

12.000.000

Pembiayaan
150.000.000

Kas

123.000.000

**3% x Rp 150.000.000
Dalam mengakui penjualan piutang, PT LMNTRIX mencatat kerugian sebesar
Rp12.000.000. Laba bersih faktor adalah selisih antara pendapatan pembiayaan,
RP12.000.000, dengan jumlah setiap piutang yang tidak dapat ditagih.
Apabila periode telah berakhir maka DMOB Factors, Inc akan mengembalikan hasil
yang ditahan oleh faktor, dengan asumsi tidak ada penyesuaian piutang yang
mungkin, maka:

PT LMNTRIX
Kas Rp. 15.000.000
Terutang dari Faktor Rp. 15.000.000

DMOB Factors, Inc.


Terutang kepada
Faktor
Rp. 15.000.000
Kas

Rp. 15.000.000

Anjak Piutang dengan jaminan dari Penjual Piutang (With Recourse)


Jika piutang dijual dengan jaminan dari penjual piutang (with resource),
maka penjual menjamin pembayaran kepada pembeli seandainya debitor tidak
mampu membayar.

Ilustrasi
PT LMNTRIX melakukan anjak piutang dengan jaminan dari penjual piutang
sebesar $500.000 kepada DMOB Factors, Inc. DMOB Factors, Inc. mengenakan
beban pembiayaan sebesar 8% dari jumlah piutang usaha dan menahan sebesar
10% dari jumlah piutang usaha. Telah ditentukan bahwa jaminan dari penjual

piutang memiliki nilai wajar sebesar Rp10.000.000,00 Untuk menghitung


kerugian atas penjualan piutang oleh PT LMNTRIX, hasil bersih dari penjualan
itu dihitung sebagai berikut:
Ayat jurnal untuk mencatat penjualan piutang dengan jaminan dari penjual piutang
adalah sebagai berikut:
Kas
Terutang

PT LMNTRIX
123.000.000
dari 15.000.000

Factor
Finance Charge
12.000.000
Utang kepada
150.000.000

DMOB Factors, Inc.


Piutang Usaha
150.000.000
Terutang
kepada
15.000.000
PT LMNTRIX
Finance Revenue
Kas

12.000.000
123.000.000

Faktor
Dalam kasus ini, risiko dan reward masih tetap pada PT LMNTRIX sehingga transfer
ini disebut pinjaman karena piutang yang ditransfer tidak berpindah kepemilikan. PT
LMNTRIX terus mengakui piutang itu ada pembukuannya dan transaksinya
diperlakukan sebagai pinjaman. Apabila terjadi risiko kegagalan pembayaran oleh
pihak ketiga maka PT LMNTRIX yang akan menanggung risiko tersebut. Apabila
terdapat penerimaan dari pihak ketiga atas piutang tersebut, PT LMNTRIX akan
mengurangi langsung pada akun utang kepada faktor pada keadaan yang sama akun
piutang usaha pada DMOB Factor Inc juga akan berkurang.
Apabila periode telah berakhir maka DMOB Factors, Inc akan mengembalikan hasil
yang ditahan oleh faktor, dengan asumsi tidak ada penyesuaian piutang yang
mungkin, maka:

PT LMNTRIX
Kas Rp. 15.000.000
Terutang dari Faktor Rp. 15.000.000

DMOB Factors, Inc.


Terutang kepada
Faktor
Rp. 15.000.000
Kas

Rp. 15.000.000

Aspek Perpajakan
Perlakuan pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai yang berlaku
saat ini atas transaksi anjak piutang yang dilakukannya adalah sebagai berikut:

Pajak Penghasilan dari Sisi Client. Berdasarkan Surat Direktur Jendral Pajak No.
S- 78/PJ-311/1996 tanggal 19 April 1996 perihal Pembebasan PPh Pasal 23 atas
Penghasilan yang diperoleh perusahaan anjak piutang, ditegaskan bahwa
penghasilan dari perusahaan anjak piutang yang dilakukan perusahaan
pembiayaan baik yang diterima berupa diskon, service charge dan provisi tidak
dikenakan pemotongan PP Pasal 23 oleh perusahaan yang membayarkan. Lebih
lanjut dalam PMK No. 141/PMK.03/2015 tentang Jenis Jasa Lain Sebagaimana
Dimaksud dalam Pasal 23 ayat 1 huruf C angka 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun
1983 Sebagaimana Telah Beberapa kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008, tidak disebutkan bahwa jasa anjak piutang termasuk jasa
yang dikenai PPh Pasal 23. Hal ini berarti Client tidak boleh memotong Pajak
Penghasilan Pasal 23 yang terhutang oleh factor serta bagi client peraturan ini
tidak mempunyai pengaruh apapun.
Pasal 4 A ayat (3) Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
seperti yang tercantum pada Buku PPN versi 2015, dijelaskan bahwa jasa anjak
piutang merupakan salah satu jasa yang tidak dikenai PPN.
B. FINANCE LEASE
Dari Sisi Lessee
Pada tanggal 1 Januari 2015, PT LMNTRIX (Lesses) menandatangani
kontrak sebuah mesn selama 4 tahun dengan PT DMOB (Lessor). Nilai wajar
mesin saat awal sewa sebesar Rp 150.000.000, tanpa nilai residu. PT LMNTRIX
mulai menggunakan mesin tersebut pada tanggal 2 Januari 2015. Pada akhir masa
sewa, mesin dikembalikan ke PT DMOB yaitu pada tanggal 31 Desember 2018.
PT DMOB menetapkan pembayaran sewa dilakukan secara tahunan tiap awal
periode mulai 2 Januari 2015 sebesar Rp 41.933.445. PT LMNTRIX membayar
biaya langsung awal sebesar Rp 10.000.000 di luar pembayaran sewa. Tingkat
bunga implisit yang ditetapkan PT DMOB sebesar 8% (diketahui oleh PT
LMNTRIX) sedangkan tingkat bunga inkremental bagi PT LMNTRIX adalh

sebesar 10%. Umur ekonomik mesin diestimasikan sebesar 5 tahun. Metode


penyusutan yang digunakan kedua perusahaan adalah garis lurus.
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah melakukan analisis atas jenis sewa,
yaitu sebagai berikut:
1. Perjanjian sewa menyatakan adanya pengalihan kepemilikan aset kepada lesse
pada akhir masa sewa. Kriteria ini tidak terpenuhi karena aset dikembalikan ke
PT DMOB pada akhir masa sewa
2. Lesse memiliki opsi untuk membeli aset pada harga yang cukup rendah
dibandingkan nilai wajar pada tanggal opsi mulai dapat dilaksanakan, sehingga
pada awal sewa dapat dipastikan bahwa opsi akan dilaksanakan. Kriteria ini
juga tidak terpenuhi karena tidak ada opsi untuk membeli aset yang ditawarkan
kepada PT LMNTRIX dalam perjanjian sewa.
3. Masa sewa mencakup sebagian besar umur ekonomis aset meskipun hak milik
tidak dialihkan. Kriteria ini terpenuhi karena masa sewa (4 tahun) meliputi
sebagian besar umur ekonomis aset sewaan (5 tahun)
4. Pada awal sewa, nilai kini dari jumlah pembayaran sewa, minimum secara
subtansial mendekati nilai wajar aset sewaan. Kriteria ini terpenuhi dengan
perhitungan sebgai berikut:
Pembayaran sewa minimum
Faktor nilai kini anuitas due of 1 (n=4,i = 8%)
Nilai kini pembayaran sewa minimum
Nilai wajar aset

Rp 41.933.445
3,5770969
Rp150.000.000
Rp150.000.000

5. Aset sewaan bersifat khusus dan hanya lessee yang dapat menggunakannya
tanpa perlu modifikasi secara material. Karena ini tidak terpenuhi karena tidak
terdapat informasi terkait.
Maka jurnalnya yaitu:
2 januari 2015

Aset Sewa Pembiayaan

160.000.000

Liabilitas Sewa Pembiayaan


150.000.000
Kas
10.000.000
Jika tidak terdapat biaya langsung awal, maka nilai aset yang diakui sama
dengan nilai liabilitasnya. Perlu diperhatikan bahwa pengakuan aset dilakukan
pada awal masa sewa yaitu tanggal 2 januari 2015, sedangkan tanggal 1 januari

2015 adalah awal sewa. Untuk memudahkan pencatatan selanjutnya,


sebaliknya menggunakan tabel amortisasi, yaitu:
Tabel Amortisasi bagi Lessee-Tanpa Nilai Residu
Tanggal
2/1/15
2/1/15
2/1/16
2/1/17
2/1/18

Penerimaan

Pendapatan

Pengurangan

Sewa

Bunga (8%)

Pokok Piutang

41.933.445
41.933.445
41.933.445
41.933.445

8.645.324
5.982.275
3.106.181

41.933.445
33.288.121
35.951.170
38.827.264

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa tanggal 2 januari 2015 ada 2 baris
karena pembayaran sewa pertama dilakukan langsung di awal masa sewa,
sehingga seluruh pembayaran merupakan pelunasan pokok. Beban bunga
dihitung dari 8% dikali labilitas sewa pada tangggal pembayaran sebelumnya.,
sehingga tidak ada beban bunga yang diakui pada tanggal 2 januari 2015.
Beban bunga belum terjadi jika waktu belum berjalan dar awal masa sewa.
Pengurangan pengurangan pokok liabilitas diperoleh dari selisih antara
pembayaran sewa dengan beban bunga. Atas pembayaran tersebut PT
LMNTRIX mencatat jurnalnya sebagai berikut:
2 januari 2015

Liabilitas Sewa Pembiayaan

41.933.445

Kas
41.933.445

Pada akhir tahun 2015, PT LMNTRIX mencatat penyusutan atas aset


sewaan sebesar Rp40.000.000 (Rp160.000.000/4). Aset disusutkan selama 4
tahun bukan 5 tahun karena PT LMNTRIX mengembalikan aset ke PT DMOB
pada akhir masa sewa. Maka jurnal penyusutannya yaitu:
31 Desember 2015

Beban Penyusutan

40.000.000

Akumulasi Penyusutan
40.000.000
Pembayaran sewa berikutnya adalah tanggal 2 januari 2016. Namun,
sesuai prinsip akrual, pada akhir tahun 2010 PT LMNTRIX harus mengakui

Piutang
Sewa
150.000.000
108.066.555
74.778.434
38.827.264
0

beban bunga terkait jumlah yang akan dibayar pada awal tahun 2011 dengan
jurnal:
31 Desember 2015

Beban Penyusutan

8.645.324

Utang Bunga
8.645.324
Pada saat pembayaran tanggal 2 januari 2016. PT LMNTRIX tinggal
menghapus utang bunga yang sudah diakui pada akhir tahun lalu (asumsi tidak
ada jurnal pembalik), yaitu:
2 januari 2016

Aset Sewa Pembiayaan


Utang Bunga

33.288.121
8.645.324

Kas
41.933.445
Untuk selanjutnya, jurnal yang dicatat sama dan nilainya mengacu pada
tanggal selanjutnya dalam tabel. Sedangkan pada akhir masa sewa, PT
LMNTRIX mengembalikan aset sewaa kepada PT DMOB dan menghentikan
pengakuan, yaitu:
31 Desember 2018

Akumulasi Penyusutan

160.000.000

Aset Sewa Pembiayaan


160.000.000

Dari Sisi Lessor


Mengacu pada soal sebelumnya, nilai pembayaran sewa yang ditentukan oleh
lessor berasal dari perhitungan berikut:
Nilai wajar aset sewaan
150.000.000
Jumlah kini atas nilai residu
0
Jumlah yang akan diperoleh kembali melalui pembayaran sewa
150.000.000
Faktor nilai kini anuitas due of 1 (n=4,i = 8%)
3,5770969

Rp

Rp

Nilai pembayaran sewa tahunan (150.000.000/3,5770969

Rp

41.933.445
Karena perhitungan pembayaran sewa berdasarkan nilai wajar sewa aset
sewaan maka nilai piutang atau nilai kini dari jumlah pembayaran sewa
minimum yang akan diterima lessor berdasarkan sewa pembiayaan ditambah
nilai residu (jika ada) akan sama dengan nilai wajar aset sewaan. Berdasarkan
analisis perjanjian sewa dikategorikan sebagai sewa pembiayaan. Pada awal
masa sewa lessor akan mencatat sebagai berikut:
2 januari 2015

Piutang Sewa Pembiayaan

150.000.000

Aset
150.000.000
Untuk memudahkan pencatatan selanjutnya, sebaiknya menggunakan tabel
amortisasi seperti pada tabel di bawah. Pada dasarnya nilai tabel yang berada di
bawah sama dengan tabel yang telah dijelaskan di atas, karena tingkat bunga
yang digunakan keduanya sama yaitu 8%. Perbedaannya hanya pada istilah
pembayaran, beban, dan liabilitas yang diganti dengan penerimaan,
pendapatan, dan piutang.
Tabel Amortisasi bagi Lessor-Tanpa Nilai Residu
Tanggal
2/1/15
2/1/15
2/1/16
2/1/17
2/1/18

Penerimaan

Pendapatan

Pengurangan

Sewa

Bunga (8%)

Pokok Piutang

41.933.445
41.933.445
41.933.445
41.933.445

8.645.324
5.982.275
3.106.181

41.933.445
33.288.121
35.951.170
38.827.264

Berdasarkan perjanjian sewa, pembayaran swa pertama dilakukan


langsung di awal masa sewa. Atas penerimaan sewa tersebut PT DMOB
mencatat jurnal sebagai berikut:
2 januari 2015

Kas

41.933.445

Piutang
Sewa
150.000.000
108.066.555
74.778.434
38.827.264
0

Piutang Sewa Pembiayaan


41.933.445
Penerimaan sewa berikutnya adalah tanggal 2 januari 2016. Namun, sesuai
prinsip akrual pada akhir tahun 2010 PT DMOB harus mengakui pendapatan
sewa pembiayaan (pendapatan bunga) terkait jumlah yang akan diterima pada
awal tahun 2016 dengan jurnal sebagai berikut:
31 Desember 2015

Piutang Bunga

8.645.324
Pendapatan Sewa Pembiayaan
8.645.324
Piutang bunga pada jurnal di atas juga dapat menggunakan akun piutang sewa
pembiayaan. Penggunaan akun piutang bunga bertujuan agar dapat dibedakan
dengan poko piutang sewanya. Pada saat pembayaran tanggal 2 januari 2016,
PT DMOB tinggal menghapus piutang bunga yang sudah diakui pada akhir
tahun lalu (asumsi tidak ada jurnal pembalik), sebagai berikut:
31 Desember 2016

Kas

41.933.445
Piutang Sewa Pembiayaan

33.288.121
Putang Bunga
8.645.324

OPERATING LEASE
Berdasarkan soal diatas, apabila dikategorikan sebagai sewa operasi maka,
jurnalnya:
Dari sisi lessee
2 januari 2015

Beban Sewa
Kas

Dari sisi lessor

41.933.445
41.933.445

2 januari 2015

Kas

41.933.445
Pendapatan Sewa

41.933.445

ASPEK PAJAK FINANCE LEASE


Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991, kegiatan
sewa guna usaha digolongkan sebagai Sewa Guna Usaha (SGU) dengan hak opsi
apabila memenuhi kriteria berikut:
1. Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama
di tambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga
perolehan barang modal dan keuntungan lessor
2. Berdasarkan ketentuan Pasal 3 huruf b KMK No. 1169/KMK.01/1991 masa
sewa guna usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 tahun untuk barang modal
Golongan I, 3 tahun untuk barang modal golongan II dan III, serta 7 tahun
untuk Golongan Bangunan.

Pajak Penghasilan (PPh)


1. Finance lease dengan masa yang lebih singkat karena default
Lesse
Lessor
Membetulkan SPT Tahunan yang telah Membetulkan SPT Tahunan yang telah
dimasukkan dengan melakukan pembetulan dimasukkan dengan melakukan pembetulan
atas penghasilan atau biaya sebagai akibat atas penghasilan atau biaya sebagai akibat
perubahan perlakuan dari SGU finance lease perubahan perlakuan dari SGU finance lease
menjadi operating lease
menjadi operating lease
Tidak boleh melakukan penyusutan atas harta Melakukan penyusutan atas harta leasing
leasing
Atas masa SGU yang telah lewat, lesse harus
memotong PPh Pasal 23 sebesar pembayaran
bruto berupa sewa (lease payment)
2. Finance lease dengan masa lebih singkat karena sebab ekonomis
Lesse
Lessor
Membetulkan SPT Tahunan yang telah Membetulkan SPT Tahunan yang telah

dimasukkan dengan melakukan pembetulan dimasukkan dengan melakukan pembetulan


atas penghasilan atau biaya sebagai akibat atas penghasilan atau biaya sebagai akibat
perubahan perlakuan dari SGU finance lease perubahan perlakuan dari SGU finance lease
menjadi operating lease, sampai dengan saat menjadi operating lease, sampai dengan saat
opsi

dilaksanakan.

pelaksanaan

opsi

Perlakuan
adalah

PPh

sama

atas opsi dilaksanakan. Perlakuan PPh atas

dengan pelaksanaan

opsi

adalah

sama

dengan

perlakuan atas jual-beli aktivitas bisnis.


perlakuan atas jual-beli aktivitas bisnis.
Melakukan penyusutan atas harta tersebut Melakukan penyusutan atas harta leasing
sejak opsi dilakukan dan dasar penyusutan sampai dengan opsi dilakukan oleh lessee
adalah nilai perolehan yang terdiri dari
akumulasi atas angsuran penalty dan harga
residu yang harus dibayar
Atas masa SGU yang telah lewat, lesse harus
memotong PPh Pasal 23 sebesar pembayaran
bruto berupa sewa (lease payment)
Perhitungan PPh 23 atas bunga
PPh 23

= 15 Bunga
=

15 8.645 .324

= 1.296.799 (dibulatkan)
Jurnal untuk mencatat PPh pasal 23 dari sisi lessee adalah sebagai berikut:
2 januari 2015

Kas

1.296.799
Utang PPh 23

1.296.799
Sedangkan, dari sisi lessor:
2 januari 2015

Beban PPh 23
Kas

1.296.799
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

1.296.799

Menurut pasal 15 KMK No. 1169/KMK.01/1991, atas penyerahan jasa dalam


transaksi SGU dengan hak opsi dari lessor kepada lessee merupakan jasa finance
lease yang dikecualikan dari pengenaan PPN, dengan demikian lessor bukan
merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Perhitungan Pajak
PPN

= 10 Barang Kena Pajak


=

10 150.000 .000

= 15.000.000
Dari sisi lesse
2 januari 2015

PPN Masukan

15.000.000

Kas
15.000.000
Dari sisi lessor
(No entry)
ASPEK PAJAK OPERATING LEASE
Pajak Penghasilan (PPh)
Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 23 huruf (b) poin 1
menyatakan bahwa sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta dikenai pajak sebesar 2% dari jumlah bruto.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
1. Dalam pasal 1 ayat 4 dan 5 Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-05/PJ/1994,
penyerahan jasa dalam transaksi SGU tanpa hak opsi dari lessor kepada lessee
adalah penyerahan jasa yang terutang PPN, karena lessor sebagai perusahaan
jasa persewaan barang dengan demikian Pengusaha Kena Pajak (PKP).
2. Pengalihan barang dalam transaksi SGU tanpa hak opsi bukan merupakan
penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) karena pengalihan barang tersebut
adalah dalam rangka persewaan biasa.

3. Besarnya PPN yang terutang adalah 10% dari Nilai Penggantian sebagaimana
dimaksud dalam pasal 1A ayat 1 huruf (b) UU PPN yang menyatakan bahwa
yang termasuk dalam pengertian penyerahan barang kena pajak salah satunya
adalah pengalihan barang kena pajak karena suatu perjanjian sewa beli dan
atau perjanjian sewa guna usaha (leasing).
4. PPN yang dimaksud merupakan pajak keluaran bagi lessor dan merupakan
pajak masukan bagi lessee dalm hal lessee adalah PKP. PPN yang dibayar saat
perolehan BKP yang disewa gunakan merupakan PPN Masukan yang dapat
dikreditkan dengan PPN Keluaran lessor.
Perhitungan Pajak
PPh Pasal 23 = 2 Nilai Bruto
= 2 150.000.000
= 3.000.000

PPN

= 10 Barang Kena Pajak


=

10 150.000 .000

= 15.000.000
Dari sisi lesse
2 januari 2015

PPN Masukan

15.000.000

Kas
15.000.000
Dari sisi lessor
2 januari 2015

Beban Pajak PPh Pasal 23

3.000.000

Kas
3.000.000

2 januari 2015

Kas

15.000.000

PPN Keluaran
15.000.000

Anda mungkin juga menyukai