Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI 1

STUDI KASUS
HEMATOMESIS MELENA &
SUSPEK GASTRITIS EROSIF

Kelompok D2
Disusun Oleh :
Hanif Hafiidh S.N. (G1F009013)
Anisa Widastika (G1F009033)
Retna Pancawati (G1F009034)
Perdani Adnin M. (G1F009035)
Lia Nadia Fitriyani (G1F009036)
Tita Pristi D. C. (G1F009069)
Tyas Putu Sasih (G1F009070)
Awal Anggi Wibowo (G1F009071)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMUILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2011
HEMATOMESIS MELENA &
SUSPEK GASTRITIS EROSIF

A. Data Base Pasien


Nama Pasien : Tn. Mu
Jenis Kelamin : Laki-laki
No.RM : 876036
Alamat : Sidareja
Umur : 53 th
Tgl. MRS : 10-11-2011
Tgl. KRS : 13-11-2011
Dx : Hematoemesis, Melena & Suspek Gastritis Erosif
Riwayat Penyakit saat MRS : perut sakit bagian ujung hati, kepala pusing, mual,
muntah, susah makan, minum hanya 2 gelas / hari.
B. Data Klinik dan Laboratorium
1. Data Klinik
Data 11/11 12/11 13/11 Normal

Tek. Darah 100/70 90/60 90/60 120/80

Nadi 84 88 72 60-100

Respirasi 24 20 20 16-20 / menit

Suhu 36,2 37,3 36,3 37 0C

2. Data Laboratorium

Data Nilai Normal Hasil


Leukosit 5000-10000 L 10660 L
Hematokrit 40-48 vol % 27
Eritrosit 4,5-5,5 jt/uL 3,2 106/ L
Trombosit 150.000-400.000/ uL 459.000
MHC 27-31 pg 28,3
MCV 82-92 FI 85,1
RDW 11,5-14,5 17,7
MPV 7,4-10,4 7,9 g/dL
Hemoglobin 14,-17,4 9,1
Basofil 0,0-1,0 % 0,1
Eosinofil 1,0-3,0 % 2,0
Batang 2,0-6,0 % 0,00
Segmen 50,0-70,0 % 81,9
Limfosit 20,0-40,0 % 7,7
Monosit 2,0-8,0 % 8,3
SGOT 1147 IU/L 16
SGPT 753 IU/L 20
Ureum 8-25 mg/dL 67
Kreatinin 0.51.7 mg/dl 0,83

Keterangan data laboratorium :


Hb (Hemoglobin), yaitu metaloprotein (protein yang mengandung zat besi) di
dalam sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-
paru ke seluruh tubuh.
Eritrosit (Sel darah merah), dari data laboratorium kadar eritrosit turun karena
pada thalasemia umur sel darah merah lebih pendek.
MPV (Mean Platelet Volume) yaitu ukuran rata-rata platelet/trombosit. Dari
data laboratorium MPV negative merupakan indikasi penurunan jumalah
trombosit (trombositopenia).
SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase), yaitu enzim yang secara
normal berada di sel hati dan organ lain. SGOT normal berarti tidak ada
kerusakan hati.
SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase), yaitu enzim yang terdapat di
hati.
Trombosit
Berkurang karena :
Trombositopenia, yaitu meningkatnya penghancuran trombosit atau
berkurangnya produksi trombosit.
Splenomegali (lien yang membesar ) dapat mengurangi sirkulasi trombosit
yang tersedia.
MCV (Mean Corpuscular Volum) = Volum Eritrosit rata-rata
MCV < 81 => sel mikrositik.
MCV yang rendah ini menunjukkan anemia defisiensi besi, anemia
hiprokomik mikrositik, dan thalasemia.
MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin) = Hb eritrosit rata-rata
MCH yang rendah menunjukkan anemia defisiensi besi.
MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Consentration = Konsentrasi Hb
eritrosit rata-rata.
MCHC < 30 gr/100 ml => hipokromik
MCHC yang rendah menunjukkan anemia defisiensi besi, anemia hiprokomik
mikrositik, dan thalasemia.
RDW (Red Cell Width) = Volum abnormal dalam ukuran RBC
RDW naik menunjukkan anemia defisiensi besi. Anisositosis merupakan tanda
awal ADB, peningkatan anisositosis ditandai dengan naiknya RDW.
Basofil
Basofil menimbulkan peradangan pada jaringan.
Basofil naik dikarenakan :
Gangguan proliferatif dari sel-sel pembentuk darah Misalnya pada
thalasemia dan malaria.
Infeksi.
Kerusakan sel darah merah.
Monosit
Berfungsi sebagai fagosit, membuang sel-sel cedera dan mati serta,
mikroorganisme.
Monosit naik pada infeksi kronis. Misal pada malaria.
Eosinofil
Berfungsi pada freaksi antigen atibodi, sebagai fagosit lemah. Eosinofil turun
pada infeksi parasit tertentu. Leukosit turun, maka eosinofil turun karena
eosinofil sebagai fagosit lemah.
C. Patofisiologi Penyakit
1) Hematomesis Melena
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran
feses atau tinja yang berwarna hitam seperti ter yang disebabkan oleh adanya
perdarahan saluran makan bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada
lamanya hubungan atau kontak antara drah dengan asam lambung dan besar
kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-
merahan dan bergumpal-gumpal.
Biasanya terjadi hematemesis bila ada perdarahan di daerah
proksimal jejunun dan melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama
dengan hematemesis. Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml,
baru dijumpai keadaan melena. Banyaknya darah yang keluar selama
hematemesis atau melena sulit dipakai sebagai patokan untuk menduga besar
kecilnya perdarahan saluran makan bagian atas. Hematemesis dan melena
merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan perawatan segera di
rumah sakit.
Penyebab Perdarahan Saluran Makan Bagian Atas
Kelainan esofagus: varise, esofagitis, keganasan.
Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung dan duodenum,
keganasan dan lain-lain.
Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation),
purpura trombositopenia dan lain-lain.
Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.
Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat,
kortikosteroid, alkohol, dan lai-lain.
Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal perdarahan
saluran makan bagian atas, karena terdapat perbedaan usaha penanggulangan
setiap macam perdarahan saluran makan bagian atas. Penyebab perdarahan
saluran makan bagian atas yang terbanyak dijumpai di Indonesia adalah
pecahnya varises esofagus dengan rata-rata 45-50 % seluruh perdarahan
saluran makan bagian atas (Hilmy, 1971).
Anamnesis, Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Dilakukan anmnesis yang teliti dan bila keadaan umum penderita
lamah atau kesadaran menurun maka dapat diambil aloanamnesis. Perlu
ditanyakan riwayat penyakit dahulu, misalnya hepatitis, penyakit hati
menahun, alkoholisme, penyakit lambung, pemakaian obat-obat ulserogenik
dan penyakit darah seperti: leukemia dan lain-lain. Biasanya pada perdarahan
saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus tidak
dijumpai adanya keluhan rasa nyeri atau pedih di daerah epigastrium dan
gejala hematemesis timbul secara mendadak. Dari hasil anamnesis sudah
dapat diperkirakan jumlah perdarahan yang keluar dengan memakai takara
yang praktis seperti berapa gelas, berapa kaleng dan lain-lain.
Pemeriksaan fisik penderita perdarahan saluran makan bagian atas
yang perlu diperhatikan adalah keadaan umum, kesadaran, nadi, tekanan
darah, tanda-tanda anemia dan gejala-gejala hipovolemik agar dengan segera
diketahui keadaan yang lebih serius seperti adanya rejatan atau kegagalan
fungsi hati. Disamping itu dicari tanda-tanda hipertensi portal dan sirosis
hepatis, seperti spider naevi, ginekomasti, eritema palmaris, caput medusae,
adanya kolateral, asites, hepatosplenomegali dan edema tungkai.
Pemeriksaan laboratorium seperti kadar hemoglobin, hematokrit, leukosit,
sediaan darah hapus, golongan darah dan uji fungsi hati segera dilakukan
secara berkala untuk dapat mengikuti perkembangan penderita.
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram untuk
daerah esofagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double contrast pada
lambung dan duodenum. emeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi
terutama pada daerah 1/3 distal esofagus, kardia dan fundus lambung untuk
mencari ada/tidaknya varises. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan,
dianjurkan pemeriksaan radiologik ini sedini mungkin, dan sebaiknya segera
setelah hematemesis berhenti.
Pemeriksaan Endoskopik
Adanya berbagai macam tipe fiberendoskop, maka pemeriksaan secara
endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat tempat
asal dan sumber perdarahan. Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik
adalah dapat dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan,
dan biopsi untuk pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan saluran makan
bagian atas yang sedang berlangsung, pemeriksaan endoskopik dapat
dilakukan secara darurat atau sedini mungkin setelah hematemesis berhenti.
Pemeriksaan Ultrasonografi dan Scanning Hati
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi
penyakit hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab
perdarahan saluran makan bagian atas. Pemeriksaan ini memerlukan peralatan
dan tenaga khusus yang sampai sekarang hanya terdapat dikota besar saja.
2) Gastritis Erosif
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa
lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus atau lokal. Dua jenis gastritis
yang sering terjadi adalah :
1. Gastritis superfisilis akut
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya
bersifat jinak dan swasirna, merupakan respon mukus lambung terhadap
berbagai iritan lokal. Endokrin bakteri, kafein, alkohol, dan aspirin merupakan
agen pencetus yang lazim. Infeksi H pylori lebih sering dianggap sebagai
penyebab gastritis akut. Organisme tersebut melekat pada epitel lambung dan
menghancurkan lapisan mukosa pelindung, meninggalkan daerah epitel yang
telah gundul. Obat lain juga terlibat, misalnya antiinflamasi non steroid,
sulfonamid, steroid dan digitalis, asam empedu, enzim pankreas dan etanol
juga diketahui mengganggu sawar mukoso lambung ( Sylvia, 2005 ).
Penyakit yang serius ini akan dianggap sebagai ulkus akibat stres,
karena keduanya memiliki banyak persamaan. Destruksi sawar mukosa
lambung diduga merupakan mekanisme patologik yang menyebabkan cidera.
Pada gastritis superfisial, mukosa memerah, edema, dan ditutupi oleh mukus
yang melekat, juga sering terjadi erosi kecil dan perdarahan. Derajat
peradangan sangat bervariasi. Menifestasi gastritis akut bervariasi dari keluhan
abdomen yang tidak jelas seperti anoreksia, bersendawa atau mual, sampai
gejala yang lebih berat seperti nyeri epigastrium, muntah, perdarahan, dan
hematemesis ( Sylvia, 2005 ).
2. Gastritis atropik kronik
Gastritis atropik kronis ditandai oleh atrofi progestif epitel kelenjar
disertai kehilangan sel parietal dan chief sel. Dinding lambung menjadi tipis
dan mukosa mempunyai permukaan yang rata. Gastritis kronik digolongkan
menjadi dua kategori
a. Gastritis kronis tipe A ( atropik atau fundal )
Gastritis kronik tipe A merupakan suatu penyakit autoimun yang
disebabkan oleh autoantibodi terhadap sel pankreas kelenjar lambung dan
faktor intrinsik dan berkaitan dengan tidak adanya sel parietal dan chief sel,
yang menurunkan sekresi asam dan menyebabkan tingginya kadar gastrin.
Anemia permisiosa sering dijumpai.
b. Gastritis kronik tipe B ( antral )
Umumnya mengenai daerah antrum lambung dan lebih sering terjadi
dibandingkan gastritis kronis tipe A. Bentuk gastritis ini memiliki sekresi asam
yang normal dan tidak berkaitan dengan anemia permisiosa. Kadar gastrin
serum yang rendah sering terjadi. Penyebab utama gastritis kronis tipe B adalah
infeksi oleh H pylori. Faktor etiologi gastritis kronik lainnya adalan asupan
alkohol yang berlebihan, merokok, dan refluk empedu kronis dengan kofaktor
H pylori ( Sylvia, 2005 ).
D. Komposisi Terapi
1. Terapi Awal

Terapi 11/11 12/11 13/11

Inf. FD RL 20 TPM
Inj. Ranitidin 2x1 amp
Inj. Kalnex 3x500 mg
Inj. Cefotaxim 2x1 gram
Sanmol 3x1
Protransfusi PRC 2 kolf -
Inpepsa 3x1 tab.
Vit. K 1x1 - -

2. Terapi Terpilih

Terapi 11/11 12/11 13/11

Inf. RL 20 TPM
Omeprazol
Inj. Kalnex 2x250 mg
Inj. Cefotaxim 2x1 gram
Sanmol 3x1
Protransfusi PRC 2 kolf -
Inpepsa 3x1 tab.
Vit. K 1x1 - -
E. Pembahasan Terapi yang Diberikan
1) Sanmol 3x 1
a) Efek Teraupetik Obat/Indikasi Obat
Sanmol adalah nama dagang dari parasetamol yang berfungsi sebagai
analgesic-antipiretik. Indikasi pada rasa sakit termasuk sakit kepala, gigi,
demam disertai influenza dan demam setelah imunisasi (Tatro, 2003).
b) Hubungan Umur Pasien dan Obat
Tidak ada hubungan antara umur pasien dengan obat. Obat ini boleh
digunakan.
c) Hubungan Pengobatan dengan Data Klinik dan Laboratorium.
Berdasarkan data klinik diketahui bahwa pasien mengalami suatu
peradangan pada lambung yang biasanya akan diikuti dengan naiknya
suhu tubuh pasien dan pasien juga mengeluhkan sakit kepala sehingga
obat ini diperlukan.
d) Hubungan Pengobatan dengan Riwayat Pasien, Penyakit dan Riwayat
Pengobatan.
Tidak ada hubungan antara pengobatan dengan riwayat pasien, penyakit,
dan riwayat pengobatan.
e) Dosis Obat
Dosis dewasa sanmol (500 mg/ tablet) adalah 3-4 x sehari 1-2 tablet setiap
4-6 jam (sudibyo, 2002). Dosis pemberiannya adalah 3xsehari 1 tab. Jadi
dosis ini boleh diberikan karena tidak terjadi over dosis.
f) Interaksi Obat-Obat, Obat-Makanan dan Obat-Jamu
Tidak ada interaksi antara sanmol dengan obat-obat dalam terapi yang
diberikan.
g) Efek Samping Obat
Efek samping yang ditimbulkan antara lain hepatotoksik, gangguan GI,
trombositopenia, erupsi kulit, alergi. Pada penggunaan jangka panjang dari
3-4 gram sehari dapat terjadi kerusakan hati dan pada dosis di atas 6 gram
mengakibatkan necrosis hati yang tidak reversible (Lacy, 2006).
h) Aturan Pemakaian
Sanmol diberikan 3x sehari 1 tab diminum setelah makan (Sudibyo,2002).
i) Lama Penggunaan Obat
Sanmol diberikan selama pasien mengalami demam/panas.
j) Harga Obat
Sanmol (brand name) adalah nama dagang dari parasetamol.
2) Transfusi PRC
a) Efek Teraupetik Obat/Indikasi Obat
Penggantian sel darah merah pada pasien anemia:
- Hb <7 g/dL.
- Hb <10 g/dL dengan gejala anemia dan atau tanda vital tidak stabil
(Anonim,2009).
b) Hubungan Umur Pasien dan Obat
Tidak ada hubungan umur pasien dan obat.
c) Hubungan Pengobatan dengan Data Klinik dan Data Laboratorium
Berdasarkan data klinik dan laboratorium nilai Hb pasien adalah 9 gr/dl (<
10 gr/dl) sehingga tranfusi PRC inidibutuhkan oleh pasien (Anonim,2009).
d) Hubungan Pengobatan dengan Riwayat Pasien, Penyakit dan Riwayat
Pengobatan
Tidak ada hubungan antara pengobatan dengan riwayat pasien, penyakit,
dan riwayat pengobatan.
e) Dosis Obat
Sesuai kebutuhan.
f) Interaksi Obat-Obat, Obat-Makanan dan Obat Jamu
Tidak ada interaksi antara obat dengan obat, makanan, dan jamu.
g) Efek Samping Obat
Masih cukup banyak plasma, lekosit, dan trombosit yang tertinggal
sehingga masih bisa terjadi sensitisasi yang dapat memicu timbulnya
pembentukan antibodi terhadap darah donor
h) Aturan Pemakaian Obat
Golongan darah ABO dan Rh antara pasien dan donor harus
kompatibel/cocok.
Transfusi 1 unit PRC diselesaikan maksimal dalam 4 jam.
Untuk memperlancar aliran transfusi, dapat ditambahkan normal saline
(50-100 mL) menggunakan set infuse Y-pattern (Anonim,2009).
Tidak boleh menambahkan obat dalam kantong darah.
i) Lama Penggunaan Obat
Bila diperlukan.
j) Harga Obat
Generik (Tatro, 2003).
3) Injeksi kalnex 2x250 mg
a) Efek Teraupetik Obat/Indikasi Obat
Fibrinolisis lokal seperti epitaksis, prostatektomi, konisasi serviks, edema
angioneurotik herediter, perdarahan abnormal pada pasca op (Dexamedica,
2009).
b) Hubungan Umur Pasien dan Obat
Tidak ada hubungan umur pasien dan obat.
c) Hubungan Pengobatan dengan Data Klinik dan Data Laboratorium
Berdasarkan data klinik diketahui bahwa pasien mengalami gastritis
erosive serta hematomesis dan melena. Jadi kalnex digunakan untuk
menghentikan perdarahan yang terjadi pada lambung pasien.
d) Hubungan Pengobatan dengan Riwayat Pasien, Penyakit dan Riwayat
Pengobatan
Tidak ada hubungan antara pengobatan dengan riwayat pasien, penyakit,
dan riwayat pengobatan.
e) Dosis Obat
Dosis dewasa adalah 250 mg 1 2 ampul per hari (Dexamedica, 2009).
f) Interaksi Obat-Obat, Obat-Makanan dan Obat Jamu
Tidak ada interaksi antara obat dengan obat, makanan, dan jamu.
g) Efek Samping Obat
Gangguan GI, mual, pusing, muntah, anoreksia, eksatema, dan sakit kepala
(Dexamedica, 2009).
h) Aturan Pemakaian Obat
Kalnex diberikan dalam ampul sebanyak 1 2 ampul per hari dengan
dosis 250 mg.
i) Lama Penggunaan Obat
Digunakan selama masih mengalami perdarahan.
j) Harga Obat
Brandname
4) Injeksi cefotaxim 2x1 gr
a) Efek Teraupetik Obat/Indikasi Obat
Pengobatan infeksi saluran nafas bawah, saluran urin, kulit, tulang dan
sendi, pengobatan baktericema / septicema, infeksi CNS, infeksi
intraabdominal, dan infeksi ginekologi (Tatro,2003).
b) Hubungan Umur Pasien dan Obat
Tidak ada hubungan umur pasien dan obat.
c) Hubungan Pengobatan dengan Data Klinik dan Data Laboratorium
Berdasarkan data klinik diketahui bahwa pasien mengalami gastritis erosif
atau peradangan pada lambung yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi
oleh bakteri. Sehingga cefotaxime diberikan untuk mencegah terjadinya
infeksi.
d) Hubungan Pengobatan dengan Riwayat Pasien, Penyakit dan Riwayat
Pengobatan
Tidak ada hubungan antara pengobatan dengan riwayat pasien, penyakit,
dan riwayat pengobatan.
e) Dosis Obat
Dosis dewasa adalah 1 gr tiap 12 jam atau 2 x 1 gr per hari (Tatro, 2003).
f) Interaksi Obat-Obat, Obat-Makanan dan Obat Jamu
Tidak ada interaksi antara obat dengan obat, makanan, dan jamu.
g) Efek Samping Obat
Nyeri perut, nausea, muntah, dan diare (Tatro, 2003).
h) Aturan Pemakaian Obat
Diberikan setiap 12 jam sekali dengan dosis 1 gr (Tatro,2003).
i) Lama Penggunaan Obat
Digunakan selama masih ada infeksi.
j) Harga Obat
Generik (Tatro, 2003).
5) Omeprazol 1x sehari 20 mg
a) Efek Teraupetik Obat/Indikasi Obat
Pengobatan jangka pendek ulkus duodenum tukak lambung, esofagitis
termasuk ulkus yang resisten, sindrom zollinger elison. Mensupresor asam
lambung dan menghambat karbonat anhidrase mukosa lambung (Goodman
dan Gillman, 2001).
b) Hubungan Umur Pasien dan Obat
Tidak ada hubungan umur pasien dan obat.
c) Hubungan Pengobatan dengan Data Klinik dan Data Laboratorium
Dari data klinik dan data laboratorium terdapat sakit uluhati, mual dan
muntah yang dapat disebabkan oleh meningkatnya sekresi asam lambung.
Omeprazl berfungsi menghambat sekresi asam lambung secara selektif
dan irreversible dengan memblokade H+/K+ ATPase pada sel parietal
lambung (Goodman dan Gillman, 2001).
d) Hubungan Pengobatan dengan Riwayat Pasien, Penyakit dan Riwayat
Pengobatan
Tidak ada hubungan antara pengobatan dengan riwayat pasien, penyakit,
dan riwayat pengobatan.
e) Dosis Obat
Kapsul 20 mg 1 x sehari (Goodman dan Gillman, 2001).
f) Interaksi Obat-Obat, Obat-Makanan dan Obat Jamu
Tidak ada interaksi antara obat dengan obat, makanan, dan jamu.
g) Efek Samping Obat
Menghambat aktivitas beberapa enzim CYP 450 di hati dan oleh
karenanya menurunkan bersihan benzodiazepine, warfarin, dan fenitoin.
Mual, muntah, nyeri abdomen, konstipase, dan diare adalah efek yang
lebih sering (Goodman dan Gilman, 2001).
h) Aturan Pemakaian Obat
Kapsul diminum 1x sehari @20 mg (Goodman dan Gilman, 2001).
i) Lama Penggunaan Obat
Untuk gastritis digunakan 20-40 mg selama 4-8 minggu. Untuk gastritis
erosive digunakan 20 mg sekali sehari untuk mengurangi asam lambung
hingga 95% dalam 7 hari. Berkembangnya kondisi hipergastrin
menimbulkan kececnderungan bagi pasien untuk mengalami hipersekresi
asam lambung kembali setelah terapi dihentikan (Goodman dan Gilman,
2001).
j) Harga Obat
Generik (Tjay dan Rahardja, 2007).
6) Infus FD RL 20 tpm
a) Efek Teraupetik Obat/Indikasi Obat
Diberikan kepada pasien yang kekurangan cairan sebagai penambah atau
pelengkap cairan, mengatasi deplesi volum atau hipovolemik berat saat
tidak dapat diberikan rehidrasi oral dan juga dapat menstabilkan tekanan
darah.
b) Hubungan Umur Pasien dan Obat
Tidak ada hubungan umur pasien dan obat.
c) Hubungan Pengobatan dengan Data Klinik dan Data Laboratorium
Dari data klinik dan data laboratorium disebutkan bahwa pasien
mengalami mual dan muntah, dimana pasien akan kehilangan banyak
cairan dan elektrolit. Juga disebutkan pasien susah makan dan hanya
sedikit minum, jadi terapai infuse FD RL cocok untuk pasien yang
membutuhkan asupan gizi, cairan dan elektrolit.
d) Hubungan Pengobatan dengan Riwayat Pasien, Penyakit dan Riwayat
Pengobatan
Tidak ada hubungan antara pengobatan dengan riwayat pasien, penyakit,
dan riwayat pengobatan.
e) Dosis Obat
Infuse FD RL ini diberikan 20 tpm dimana 1 cc untuk 20 tetes/ menit,
setiap kemasan sebanyak @500ml. infuse habis pada jam 500ml/60 menit
= 8,33 jam.
f) Interaksi Obat-Obat, Obat-Makanan dan Obat Jamu
Tidak ada interaksi antara obat dengan obat, makanan, dan jamu.
g) Efek Samping Obat
Hiperglikemia, pada pemberian pH rendah dapat menyebabkan interaksi
penyumbatan pembuluh darah (trombikinesis)
h) Aturan Pemakaian Obat
Sesuai kebutuhan dan kondisi pasien.
i) Lama Penggunaan Obat
Sesuai kebutuhan pasien.
j) Harga Obat
Generik (Tjay dan Rahardja, 2007).
7) Inpepsa 3x1 tab
a) Efek Teraupetik Obat/Indikasi Obat
Tukak lambung, tukak duodenum, dan gastritis kronis (Tjay dan Rahardja,
2007).
b) Hubungan Umur Pasien dan Obat
Tidak ada hubungan umur pasien dan obat.
c) Hubungan Pengobatan dengan Data Klinik dan Data Laboratorium
Dari data klinik terdapat gejala perut sakit dan didiagnosa susp gastritis
erosife sehingga inpepsa sudah tepat digunakan.
d) Hubungan Pengobatan dengan Riwayat Pasien, Penyakit dan Riwayat
Pengobatan
Tidak ada hubungan antara pengobatan dengan riwayat pasien, penyakit,
dan riwayat pengobatan.
e) Dosis Obat
3x1 gr sehari sampai 4x1 gr sehari. Dosis Maksimal 8 gr/hari (Tatro,
2003). Jadi dosis yang diberikan sudah sesuai dan tidak OD.
f) Interaksi Obat-Obat, Obat-Makanan dan Obat Jamu
Tidak ada interaksi antara obat dengan obat, makanan, dan jamu.
g) Efek Samping Obat
Konstipasi, diare, mulut kering, gatal-gatal, pusing, mengantuk (Tatro,
2003).
h) Aturan Pemakaian Obat
Obat diminum 3-4x1 gr/hari, baik diminum 1 jam sebelum makan dan
menjelang tidur malam.
i) Lama Penggunaan Obat
4-6 minggu, untuk kasus yang resisten digunakan selama 12 minggu
(Sudibyo, 2002).
j) Harga Obat
Brandname.
Mekanisme kerja sulkrafat dalam Inpepsa :
Sukralfat adalah suatu kompleks yang dibentuk dari sukrosa oktasulfat
dan polialuminium hidroksida. Aktivitas sukralfat sebagai anti ulkus merupakan
hasil dari pembentukan kompleks sukralfat dengan protein yang membentuk
lapisan pelindung menutupi ulkus serta melindungi dari serangan asam lambung,
pepsin dan garam empedu. Percobaan laboratorium dan klinis menunjukkan
bahwa sukralfat menyembuhkan tukak dengan 3 cara:
1. Membentuk kompleks kimiawi yang terikat pada pusat ulkus sehingga
merupakan lapisan pelindung.
2. Menghambat aksi asam, pepsin dan garam empedu.
3. Menghambat difusi asam lambung menembus lapisan film sukralfat-albumin.
Penelitian menunjukkan bahwa sukralfat dapat berada dalam jangka
waktu lama dalam saluran cerna sehingga menghasilkan efek obat yang panjang.
Sukralfat sangat sedikit terabsorpsi di saluran pencernaan sehingga menghasilkan
efek samping sistemik yang minimal.
8) Vitamin K
a) Efek Teraupetik Obat/Indikasi Obat
Membantu menyembuhkan luka. Inflamasi, infeksi, dan sebagai
hemostatik (Tatro, 2003).
b) Hubungan Umur Pasien dan Obat
Tidak ada hubungan umur pasien dan obat.
c) Hubungan Pengobatan dengan Data Klinik dan Data Laboratorium
Dari data klinik terdapat gejala sakit perut yang disebabkan oleh gastritis
erosif sehingga pemberian vitamin K sudah tepat untuk menyembuhkan
lukanya.
d) Hubungan Pengobatan dengan Riwayat Pasien, Penyakit dan Riwayat
Pengobatan
Tidak ada hubungan antara pengobatan dengan riwayat pasien, penyakit,
dan riwayat pengobatan.
e) Dosis Obat
1x1 tablet sehari. Jadi dosis vitamin K yang diberikan sudah tepat.
f) Interaksi Obat-Obat, Obat-Makanan dan Obat Jamu
Ada interaksi dengan obat yang mengandung antikoagulan, pada terapi ini
dapat berinteraksi dengan PRC, karena PRC mengandung antikoagulan.
Jadi pemberian vitamin K dan PRC tidak boleh bersamaan karena dapat
menyebabkan koagulasi (Sudibyo, 2002).
g) Efek Samping Obat
Gangguan GI ringan.
h) Aturan Pemakaian Obat
Ditelan utuh tidak boleh dikunyah, tidak diminum dengan kopi atau teh
diminum 1x1 tablet/hari.
i) Lama Penggunaan Obat
Digunakan sampai kondisi pasien membaik atau sampai luka di lambung
sembuh.
j) Harga Obat
Generik
F. Monitoring
Tujuan dari monitoring efek pengobatan antara lain :
Mengamati perubahan kondisi pasien.
Monitoring heart rate dan respirasi.
Jika timbul efek samping dosis segera diturunkan atau diganti obatnya.
Dilakukan pengamatan terhadap perkembangan penyakit pasien.
Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) yang harus diberikan kepada pasien :
Jika timbul gejala nyeri pada perut segera periksa ke dokter agar dapat
ditangani lebih lanjut.
Antasida dapat digunakan untuk mengurangi gejala tetapi pemakaiannya
harus dipantau secara teratur.
Perbanyak makan buah dan sayuran, namun hindari sayur dan buah yang
bersifat asam.
Hindari makanan dan minuman yang dapat menyebabkan dispepsia atau
yang dapat menyebabkan penyakit tukak seperti makanan pedas, kafein, dan
alkohol.
Hindari penggunaan obat obat golongan NSAID.
Makan makanan secara teratur.
Hindari konsumsi minuman bersoda.
Jagalah berat badan ideal untuk mencegah heartburn, kembung, dan
konstipasi.
Jangan berbaring setelah makan.
Istirahat yang cukup.
G. Daftar Pustaka
Anonim, 2009. Blood Usage in Obstetric Hemorrhage, www.lancastergeneralcollege.edu.
Anonim, 2010. ISO Indonesia Volume 45. Jakarta : ISFI.
Anonim. 2010. Hematomesis-Melena. http://kumpulan-asuhan-
keperawatan.blogspot.com/. Diakses tanggal 24 November 2011.
Bresland K.1998.Transfusion reactions In Critical care, Murphy (ed), Science
Press, pp 184-191.
Corwin, EJ. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Cote CJ, Dsida RM. 2001. Strategies for Blood Product Management and Transfusion
Reduction in : A Practice of Anesthesia for Infant and Children. Third Edition.
W.B Saunders Company, Philadelphia.pp: 235-56.
Dexamedica. 2009. Tranexid Kapsul - Tablet Salut Selaput.
http://www.dexagroup.com/. Diakses tanggal 23 November 2011.
DR. Nursalam, M.Nurs, dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta :
Salemba Medika.
Ganiswarna. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : UI Press.
Hewitt PE, Wagstaff W. Donor darah dan Uji Donor darah. Dalam : Contreras M,Ed.
Petunjuk Penting Transfusi (ABC of Transfusion), edisi ke-2; alih bahasa Oswari
J. Jakarta : EGC,1995;1-4.
Hoffbrand, A.V., et al. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Junadi, P. et all. 1984. Kapita Selekta-Media Aesculapius. Jakarta : FK-UI.
Lacy,C.F,dkk. 2006. Drug Information Handbook,14th Edition. North American:
APA.
Mansjoer A, Triyanti K,Savitri R, Wahyu IW dan setiowulan W. 2001 . Kapita
Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius.
Perkins JT, Vender JS. 1996. Transfusion Therapy in Physiologic and Pharmacologic
Bases of Anesthesia, Collins VJ (ed) Edisi , Williams & Wilkins, Baltimore,
1996, pp:194-211.
Price,Evelyn.2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Para Medis. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.
Sylvia, A.P dan L.M Wilson. 2005. Patofisiologi. EGC, Jakarta.
Smeltzer, S.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth
Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC.
Sudoyo, A.W., Dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II ed. IV. Jakarta
: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Tatro, 2003. A to Z. e-Book.
Tjay.T.H., dan Rahardja K. 2002. Obat-Obat Penting. Jakarta : Elex Media
Komputindo.

Anda mungkin juga menyukai