Deskripsi Singkat
Beberapa model pelayanan kesehatan remaja yang memenuhi kebutuhan dan selera remaja
telah diperkenalkan dengan sebutan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja atau disingkat
PKPR. Pelayanan meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Sesuai
permasalahannya, aspek yang perlu ditangani lebih intensif adalah aspek promotif dan
preventif, tetap dengan cara peduli remaja . Berbagai aspek dan komponen penting yang
perlu diperhatikan dalam pengembangannya dibahas dalam modul ini.
Tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran umum
Setelah mempelajari modul ini, peserta mampu menerapkan pedoman Pelayanan Kesehatan
Peduli Remaja di puskesmas
POKOK BAHASAN
1) Gambaran umum, permasalahan serta situasi pelayanan kesehatan remaja di Indonesia
2) Pedoman PKPR di puskesmas dengan sub pokok bahasan:
a. Pengertian PKPR
b. Tujuan PKPR di puskesmas
c. Ciri khas atau karakteristik PKPR.
d. Strategi pelaksanaan dan pengembangan PKPR di puskesmas
e. Langkah-langkah pembentukan dan pelaksanaan PKPR di Puskesmas.
f. Alur dan langkah pelaksanaan PKPR pada klien.
g. Jenis kegiatan dalam PKPR
h. monitoring dan evaluasi PKPR
i. Pencatatan dan pelaporan
PROSES PEMBELAJARAN
1) Penjajagan terhadap pengetahuan peserta mengenai masalah kesehatan remaja dan
pemahaman peserta tentang PKPR secara utuh menggunakan pendekatan VIPP
(Visualization in Participatory Program).
2) Berdasarkan hasil penjajagan dijelaskan secara sistematis apa yang tercakup dalam pokok
bahasan, dengan menggunakan materi presentasi.
3) Evaluasi pemahaman peserta tentang materi yang disampaikan.
4) Rangkum hal-hal yang pokok dari materi yang telah disajikan.
URAIAN MATERI
Kelompok remaja, yaitu penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun, di Indonesia memiliki
proporsi kurang lebih 1/5 dari jumlah seluruh penduduk. Ini sesuai dengan proporsi remaja di
dunia dimana jumlah remaja diperkirakan 1,2 miliar atau sekitar 1/5 dari jumlah penduduk
dunia (WHO, 2003).
Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan pesat baik fisik,
psikologis maupun intelektual. Pola karakteristik pesatnya tumbuh kembang ini menyebabkan
remaja dimanapun ia menetap, mempunyai sifat khas yang sama yaitu mempunyai rasa
keingintahuan yang besar, menyukai petualangan dan tantangan serta cenderung berani
menanggung risiko atas perbuatannya tanpa didahului oleh pertimbangan yang matang. Sifat
tersebut dihadapkan pada ketersediaan sarana di sekitarnya yang dapat memenuhi
keingintahuan tersebut. Keadaan ini sering kali mendatangkan konflik batin dalam diriya.
Apabila keputusan yang diambil dalam menghadapi konflik tidak tepat, mereka akan jatuh ke
dalam perilaku berisiko dan mungkin harus menanggung akibat lanjutnya dalam bentuk
berbagai masalah kesehatan fisik dan psikososial, yang bahkan mungkin harus ditanggung
seumur hidupnya.
Pada awal dekade yang lalu penyalahgunaan NAPZA (Narkotik, Psikotropik dan Zat adiktif
lainnya) pada remaja belum semarak seperti saat ini dan infeksi HIV/AIDS masih amat langka.
Perilaku seksual berisiko di kalangan remaja belum terungkap dalam angka yang
menghawatirkan. Kesehatan remaja pada masa itu belum menjadi prioritas. Keadaan tersebut
berangsur berubah, terjadi kecenderungan peningkatan perilaku tidak sehat pada remaja.
Berdasarkan survei yang dilakukan Depkes di Jawa Barat pada tahun 1996 terungkap bahwa
sekitar 7,5% remaja perempuan di kota dan 1,3 % di desa telah merokok sementara di Bali
berturut-turut 1,5% dan 0,6% (Kristanti &Depkes,1996). Survei lain pada 8084 remaja laki-laki
dan perempuan 15-24 tahun di 20 kabupaten dan empat propinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur dan Lampung) menemukan bahwa 8% remaja perempuan dan 81,9% remaja laki-
laki telah merokok, 1% remaja perempuan dan 2,7% remaja laki-laki pernah minum alkohol,
serta sebesar 0,6% remaja perempuan dan 10,7 % remaja laki-laki pernah menggunakan obat
terlarang (LDUI & BKKBN, 1999).
Data tentang perilaku hubungan seks pranikah pada pelajar terutama di kota besar beberapa
tahun terakhir ini cukup signifikan. Survei kecil yang dilakukan Yayasan Pelita Ilmu di Plaza dan
Mall Jakarta menemukan bahwa 42% dari 117 remaja 13-20 tahun pernah berhubungan seks
dan lebih dari separuh diantaranya masih aktif berhubungan seks dalam 1-3 bulan terakhir
(Conrad,2000). Sebuah survei terhadap pelajar SMA di Manado mendapatkan persentase 20%
pada remaja laki-laki melakukan seks pranikah dan 6% pada pada remaja perempuan (Utomo
dkk, 1998).
Tingginya infeksi HIV/AIDS di kalangan remaja dapat dilihat pada angka kejadian HIV/AIDS
sampai dengan bulan September 2004 dilaporkan sebanyak 5701 kasus dimana persentase
tertinggi kasus AIDS 51, 7 % diderita oleh sekelompok umur 20-29 tahun (laporan triwulan
Subdit. AIDS dan PMS Depkes, Oktober 2004). Selain itu beberapa rumah sakit di Jakarta,
misalnya RSKO mencatat tentang tingginya komplikasi berupa HIV AIDS selain Hepatitis B dan
C akibat penggunaan jarum suntik yang bergantian/tidak steril pada pencandu NAPZA di
kalangan remaja.
Sementara itu dari hasil beberapa survei dapat disimpulkan bahwa pengetahuan remaja
tentang kesehatan reproduksi masih rendah. Salah satu contoh: 46,2% remaja masih
menganggap bahwa perempuan tidak akan hamil hanya dengan sekali melakukan hubungan
seks. Kesalahan persepsi ini sebagian besar diyakini oleh remaja laki-laki (49,7%) dibandingkan
dengan remaja putri (42,3%) (LDUI & BKKBN,1999) Dari survei yang sama juga terungkap
bahwa hanya 19,2% remaja yang menyadari peningkatan risiko untuk tertular Infeksi Menular
Seksual (IMS) bila memiliki pasangan lebih dari satu. 51% mengira bahwa mereka akan
berisiko tertular HIV hanya bila berhubungan seks dengan pekerja seks komersial.
Tingginya perilaku berisiko pada remaja yang ditunjukkan dalam data-data diatas merupakan
resultante dari sifat khas remaja, pengetahuan remaja tentang kesehatan, nilai moral yang
dianut serta ada tidaknya kondisi lingkungan yang kondusif.
Faktor lingkungan yang menyebabkan perilaku berisiko pada remaja adalah kondisi lingkungan
yang permisif terhadap perilaku berisiko (ketersediaan fasilitas/sarana yang mendukung
perilaku berisiko, ketiadaan penegakan hukum terkait kesehatan) atau bahkan mendorong
perilaku berisiko (melalui informasi yang salah, iklan).
Perilaku berisiko yang mereka lakukan dapat mengakibatkan terjadinya kehamilan tak
diinginkan, terinfeksinya penyakit menular seksual, terpaparnya tindak kekerasan, serta
timbulnya komplikasi akibat penyalahgunaan NAPZA.
Semua keadaan yang disebutkan di atas menunjukkan besarnya masalah kesehatan pada
remaja saat ini, dan mengisyaratkan perlunya penanganan dengan segera secara lebih
bersungguh-sungguh.
Melihat kebutuhan remaja dan memperhitungkan tugas puskesmas sebagai barisan terdepan
pemberi layanan kesehatan kepada masyarakat, seharusnya Puskesmas memberikan
pelayanan yang layak kepada remaja sebagai salah satu kelompok masyarakat yang
dilayaninya. Pelayanan kesehatan remaja di puskesmas amat strategis dan dapat
dilaksanakan dengan efektif dan efisien mengingat ketersediaan tenaga kesehatan dan
kesanggupan jangkauan Puskesmas ke segenap penjuru Indonesia seperti halnya keberadaan
remaja sendiri, dari daerah perkotaan hingga terpencil perdesaan.
A. Pengertian PKPR
Pelayanan kesehatan yang ditujukan dan dapat dijangkau oleh remaja, menyenangkan,
menerima remaja dengan tangan terbuka, menghargai remaja, menjaga kerahasiaan, peka
akan kebutuhan terkait dengan kesehatannya, serta efektif dan efisien dalam memenuhi
kebutuhan tersebut.Singkatnya, PKPR adalah pelayanan kesehatan kepada remaja yang
mengakses semua golongan remaja, dapat diterima, sesuai, komprehensif, efektif dan efisien.
Tujuan Khusus:
1. Meningkatkan penyediaan pelayanan kesehatan remaja yang berkualitas.
2. Meningkatkan pemanfaatan Puskesmas oleh remaja untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan.
3. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan remaja dalam pencegahan masalah
kesehatan khusus pada remaja.
4. Meningkatkan keterlibatan remaja dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
pelayanan kesehatan remaja.
6. Partisipasi/keterlibatan remaja.
Remaja mendapat informasi yang jelas tentang adanya pelayanan, cara mendapatkan
pelayanan, kemudian memanfaatkan dan mendukung pelaksanaannya serta menyebar
luaskan keberadaannya.
Remaja perlu dilibatkan secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian
pelayanan. Ide dan tindak nyata mereka akan lebih mengena dalam perencanaan dan
pelaksanaan pelayanan karena mereka mengerti kebutuhan mereka, mengerti bahasa
mereka, serta mengerti bagaimana memotivasi sebaya mereka. Sebagai contoh ide
tentang interior design dari ruang konseling yang sesuai dengan selera remaja, ide
tentang cara penyampaian kegiatan pelayanan luar gedung hingga diminati remaja, atau
cara rujukan praktis yang dikehendaki.
7. Keterlibatan masyarakat.
Perlu dilakukan dialog dengan masyarakat tentang PKPR ini hingga masyarakat:
Mengetahui tentang keberadaan pelayanan tersebut dan menghargai nilainya.
Mendukung kegiatannya dan membantu meningkatkan mutu pelayanannya.
Metoda kajian adalah dengan mengambil data sekunder dari berbagai sumber,
pemerintah dan swasta, dan wawancara dengan sasaran langsung (remaja) atau tidak
langsung (orang tua, guru, pengurus asrama remaja dan sebagainya).
Hasil kajian ini diperlukan sebagai bahan perencanaan lanjutan untuk menentukan:
a. Materi KIE yang digunakan untuk remaja sesuai dengan tingkat pendidikan dan
permasalahan yang dihadapi.
b. Penekanan materi dalam pelatihan petugas sesuai besaran masalah remaja di
wilayah kerja.jenis pelayanan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan remaja di
wilayahnya
c. Kelompok sasaran prioritas yang akan diintervensi.
d. Terobosan dan inovasi kegiatan.
e. Strategi advokasi sebelum dilaksanakannya PKPR.
f. Strategi menjalin kemitraan.
g. Data dasar untuk menilai dampak keberhasilan PKPR di kemudian hari.
Dengan advokasi ini diharapkan akan menghasilkan tim atau jejaring kerjasama di
wilayah kerja untuk mendapatkan dukungan semua pihak hingga dapat mempercepat
keberhasilan pembentukan dan pelaksanaan PKPR.
c. Pembentukan Tim.
Tim terdiri dari dokter Puskesmas, paramedis (bidan dan perawat), petugas UKS,
petugas penyuluhan, petugas Gizi, dan petugas lain yang dibutuhkan.
Ruang konseling dapat disiasati dengan memanfaatkan ruang dokter, ruang KIA atau
ruang lain seusai jam kerja, atau membuat sekat tersendiri/merubah tata letak
ruangan dan menyisihkan ruang untuk konsultasi dengan memilih lokasi yang kira-
kira diminati remaja: tidak mencolok, dan ada kesan privasi serta bernuansa remaja.
Bila kerjasama forum yang dibina oleh Camat berjalan dengan baik, diharapkan
masyarakat dapat aktif berpartisipasi dan membantu pengadaan sarana dan
prasarana PKPR ini.
4. Sosialisasi eksternal.
Sosialisasi eksternal dapat dilakukan di setiap kesempatan tempat dan waktu, baik
dalam forum resmi ataupun tidak resmi. Pelibatan pers setempat dari media cetak
ataupun elektronik dapat membantu mempercepat sosialisasi. Sosialisasi dapat pula
dilakukan di tempat remaja berada antara lain di sekolah, komunitas/organisasi remaja:
karang taruna, sanggar seni atau gelanggang remaja dalam bentuk pampangan poster,
selebaran, leaflet atau informasi verbal di sela-sela ceramah / KIE berkaitan dengan
masalah remaja.
5. Pelaksanaan PKPR.
Perlu dipahami, penyelenggaraan PKPR di Puskesmas ini penting segera
dilaksanakan, meskipun pemenuhan sarana dan prasarana belum sempurna.
Penyempurnaan dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Kegiatan KIE di
dalam dan di luar gedung perlu ditingkatkan dengan tidak melupakan pelayanan medis
dan konseling
F. Alur dan langkah pelaksanaan PKPR pada klien
Anamnesa
Identitas
Apa yang sudah diketahui:
Tentang KRR
Perubahan fisik dan psikis
Masalah yang mungkin timbul dan cara menghadapinya
Tentang perilaku hidup sehat pada remaja
o Pemeliharaan kesehatan (gizi, personal hygiene)
o Hal-hal yang perlu dihindari (Napza, Seks bebas)
o Pergaulan sehat antara laki-laki dan perempuan
Tentang persiapan berkeluarga
o Kehamilan, KB, IMS, HIV/AIDS
Masalah yang dihadapi antara lain
o Fisik, Psikis
o Kekerasan,
o Pergaulan antara laki-laki dan perempuan,
Pemeriksaan Fisik
o Tanda-tanda anemi, KEK
o Tanda-tanda kekerasan terhadap perempuan/KtP
Pelayanan Konseling
Berkaitan dengan alur pemikiran komprehensif yang telah disebutkan terdahulu, dalam
memberikan pelayanan, petugas perlu selalu menganalisa tentang keterkaitan perilaku,
gangguan fisik yang diakibatkannya, serta mengacu kepada standar penanganan masing-
masing kasus.
Contoh dibawah ini alur pemikiran akibat lanjut remaja seksual aktif dan penanganannya,
menggambarkan pelayanan yang terintegratif dari paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi
Esensial (PKRE) yang terdiri dari komponen KB, KIA, Pencegahan dan Penanggulangan
Infeksi Menular Seksual serta Kesehatan Reproduksi Remaja, tetap terpelihara.
Remaja seksual aktif
Kemungkinan terjadi
atau akibat lanjutan Ibu: Bayi:
Selamat/meninggal Selamat
Penanganan Persalinan macet BBLR
Eklamsi Prematur
Perdarahan Cacat
Kegiatan dalam PKPR sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya, dilaksanakan di dalam
gedung atau di luar gedung, untuk sasaran perorangan atau kelompok, dilaksanakan oleh
petugas Puskesmas atau petugas lain di institusi atau masyarakat, berdasarkan
kemitraan. Jenis kegiatan meliputi :
3. Konseling
Konseling adalah hubungan yang saling membantu antara konselor dan klien hingga
tercapai komunikasi yang baik, dan pada saatnya konselor dapat menawarkan
dukungan, keahlian dan pengetahuan secara berkesinambungan hingga klien dapat
mengerti dan mengenali dirinya sendiri serta permasalahan yang dihadapinya dengan
lebih baik dan selanjutnya menolong dirinya sendiri dengan bantuan beberapa aspek
dari kehidupannya.
Konseling merupakan kegiatan yang dapat mewakili PKPR. Sebab itu langkah
pelaksanaannya perlu dijadikan standar dalam menilai kualitas pelaksanaan PKPR. VCT
(Voluntary Counseling and Testing for HIV/AIDS) adalah konseling khusus diikuti oleh
pemeriksaan laboratoriun untuk HIV/AIDS atas dasar sukarela. VCT memerlukan
keterampilan dan sarana khusus, dan hanya dilakukan oleh petugas terlatih khusus
untuk penanggulangan HIV/AIDS.
Contoh yang jelas bahwa peningkatan keterampilan psikososial ini dapat memberi
kontribusi yang berarti dalam kehidupan keseharian adalah keterampilan mengatasi
masalah perilaku yang berkaitan dengan ketidak sanggupan mengatasi stres dan
tekanan dalam hidup dengan baik. Keterampilan psikososial di bidang kesehatan
dikenal dengan istilah PKHS. PKHS dapat diberikan secara berkelompok di mana saja,
di sekolah, Puskesmas, sanggar, rumah singgah dan sebagainya.
b. Pemecahan masalah
Masalah yang tak terselesaikan yang terjadi karena kurangnya keterampilan
pengambilan keputusan akan menyebabkan stres dan ketegangan fisik.
c. Berpikir kreatif
Membantu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. Berpikir kreatif
terealisasi karena adanya kesanggupan untuk menggali alternatif yang ada dan
mempertimbangkan sisi baik dan buruk dari tindakan yang akan diambil. Meski
tanpa ada keputusan, berpikir kreatif akan membantu cara merespons segala situasi
dalam keseharian hidup secara fleksibel.
d. Berpikir kritis
Merupakan kesanggupan untuk menganalisa informasi dan pengalaman secara
objektif, dengan demikian akan membantu mengenali dan menilai faktor yang
mempengaruhi sikap dan perilaku misalnya tata-nilai, tekanan teman sebaya, dan
media.
e. Komunikasi efektif
Membuat remaja dapat mengekspresikan dirinya baik secara verbal maupun non-
verbal, sesuai dengan budaya dan situasi dalam cara menyampaikan keinginan,
pendapat, kebutuhan dan kekhawatirannya. Hal ini akan mempermudah remaja
untuk meminta nasihat atau pertolongan bilamana membutuhkan.
f. Hubungan interpersonal.
Membantu berhubungan dengan cara positif dengan orang lain, sehingga dapat
meciptakan persahabatan dan mempertahankan hubungan, hal yang penting untuk
kesejahteraan mental. Dapat meningkatkan hubungan baik sesama anggota
keluarga, untuk mendapatkan dukungan sosial. Keahlian ini diperlukan juga agar
terampil dalam mengakhiri hubungan yang tidak sehat dengan cara yang positif.
g. Kesadaran diri
Merupakan keterampilan pengenalan terhadap diri, sifat, kekuatan dan kelemahan,
pengenalan akan hal yang disukai dan dibenci. Kesadaran diri akan
mengembangkan kepekaan pengenalan dini akan adanya stres dan tekanan yang
harus dihadapi. Kesadaran diri ini harus dipunyai untuk menciptakan komunikasi
yang efektif dan hubungan interpersonal yang baik, serta mengembangkan empati
terhadap orang lain.
h. Empati
Dengan empati, meskipun dalam situasi yang tidak di kenal dengan baik, remaja
mampu membayangkan bagaimana kehidupan orang lain. Empati melatih remaja
untuk mengerti dan menerima orang lain yang mungkin berbeda dengan dirinya, dan
juga membantu menimbulkan perilaku positif terhadap sesama yang menderita.
i. Mengendalikan emosi
Keterampilan mengenali emosi diri dan orang lain, serta mengetahui bagaimana
emosi dapat mempengaruhi perilaku, memudahkan menggali kemampuan
merespons emosi dengan benar. Mengendalikan dan mengatasi emosi diperlukan
karena luapan emosi kemarahan atau kesedihan dapat merugikan kesehatan bila
tidak disikapi secara benar.
j. Mengatasi stres
Pengenalan stres dan mengetahui bagaimana pengaruhnya terhadap tubuh
membantu mengontrol stres dan mengurangi sumber penyebabnya. Misalnya
membuat perubahan di lingkungan sekitar atau merubah cara hidup (lifestyle). Disini
diajarkan pula bagaimana bersikap santai sehingga tekanan yang terjadi oleh stres
yang tak terhindarkan tidak berkembang menjadi masalah kesehatan yang serius.
PKHS dapat dilaksanakan dalam bentuk drama, main-peran (role play), diskusi dll.
Contoh aplikasi keterampilan ini dalam kehidupan sehari-hari adalah cara menolak
ajakan atau tekanan teman sebaya untuk melakukan perbuatan berisiko, dan menolak
ajakan melakukan hubungan seksual di luar nikah.
Dengan menerapkan ajaran PKHS, remaja dapat mengambil keputusan segera untuk
menolak ajakan tersebut, merasa yakin akan kemampuannya menolak ajakan tersebut,
berpikir kreatif untuk mencari cara penolakan agar tidak menyakiti hati temannya dan
mengerahkan kemampuan berkomunikasi secara efektif dan mengendalikan emosi,
sehingga penolakan akan berhasil dilaksanakan dengan mulus.
6. Pelayanan rujukan.
Sesuai kebutuhan, Puskesmas sebagai bagian dari pelayanan klinis medis, melaksanakan
rujukan kasus ke pelayanan medis yang lebih tinggi. Rujukan sosial juga diperlukan dalam
PKPR, sebagai contoh penyaluran kepada lembaga keterampilan kerja untuk remaja pasca
penyalah-guna napza, atau penyaluran kepada lembaga tertentu agar mendapatkan
program pendampingan dalam upaya rehabilitasi mental korban perkosaan. Sedangkan
rujukan pranata hukum kadang diperlukan untuk memberi kekuatan hukum bagi kasus
tertentu atau dukungan dalam menindaklanjuti suatu kasus. Tentu saja kerjasama ini harus
diawali dengan komitmen antar institusi terkait, yang dibangun pada tahap awal sebelum
PKPR dimulai.
Monitoring oleh tatanan administrasi yang lebih tinggi dilakukan melalui analisa laporan rutin
yang dikirimkan oleh Puskesmas dikombinasikan dengan pengamatan langsung di
lapangan.
Sistem monitoring adalah proses pengumpulan dan analisa secara teratur dari seperangkat
indikator. Sistem akan menyuguhkan data yang dapat digunakan untuk menilai:
Apakah program berjalan dengan benar, dan bagaimana kemajuannya, adakah
penyimpangan atau masalah.
Apakah input dan proses yang dilakukan menghasilkan perbaikan ke arah target yang
direncanakan.
Apakah umpan balik tentang output dan proses dikaitkan dengan input.
Adakah faktor lingkungan atau eksternal (masyarakat, geografis, kebijakan setempat,
dll) dan faktor internal (provider, saran, dll) yang mempengaruhi pelaksanaan PKPR.
Monitoring dibedakan dengan evaluasi dari rutinitas pengumpulan data dan lingkup fokus
sasarannya. Evaluasi fokusnya luas namun waktunya terbatas. Monitoring dilakukan
berkesinambungan dengan demikian kesenjangan yang ditemukan pada suatu waktu dapat
dibandingkan dengan hasil yang ditemukan pada kali berikut.
Monitoring terhadap akses dan kualitas PKPR diawali dengan melihat kepatuhan terhadap
standar PKPR yang diwakili oleh pelaksanaan konseling dan kelengkapan sarana, berlanjut
dengan melihat jangkauan pelayanan dari jumlah kunjungan dan kasus yang ditangani baik
di dalam maupun di luar gedung. Meskipun demikian kegiatan PKPR lainnya seperti PKHS
dan pelatihan calon pendidik sebaya harus dicatat, untuk melihat sejauh mana lingkup
kegiatan dilaksanakan.
Berikut standar dan indikator terpilih yang diperlukan untuk mengevaluasi kualitas dan
akses PKPR :
Kualitas:
Kompetensi petugas: kesesuaian langkah-langkah pelaksanaan konseling dengan
standar.
Sarana institusi: pemenuhan kriteria sarana untuk menjamin kerahasiaan dan
kenyamanan klien.
Kepuasan klien: terhadap kualitas sarana dan kompetensi petugas.
Kelengkapan jaringan pelayanan rujukan.
Akses:
Jumlah pelaksanaan KIE dan konseling kasus lama dan kasus baru, jumlah
kunjungan klien, klien lama dan baru, di dalam gedung dan di luar gedung.
Frekuensi petugas Puskesmas berperan menjadi narasumber atau fasilitator
kegiatan remaja.
Jumlah kader (pendidik/konselor) sebaya yang dilatih oleh Puskesmas.
Jumlah rujukan masuk dari masyarakat.
Instrumen monitoring dapat dipelajari oleh pihak Puskesmas untuk mengingatkan kembali
unsur yang harus diperhatikan dalam meningkatan akses dan kualitas PKPR. Wawancara
pasca pelayanan (exit interview) pada klien yang akan meninggalkan Puskesmas
dilakukan oleh petugas lain, menggambarkan tingkat kepuasan klien remaja tentang
pelayanan yang didapat. Komentar yang lebih jujur, kritik, saran dapat diperoleh melalui
kotak saran yang disediakan, karena diberikan secara anonimus.
Dalam monitoring PKPR, pengumpulan data dilakukan berkaitan dengan input (struktur),
proses (apakah pelayanan sesuai dengan standar) dan output (hasil pelayanan).
Input:
Berupa sumber daya meliputi sarana, dana dan fasilitas lainnya yang dibutuhkan dan
tersedia untuk melakukan PKPR
Proses
Berupa data kegiatan yang dilakukan agar tujuan PKPR dapat tercapai. Data yang
dikumpulkan meliputi jenis kegiatan, bagaimana melakukannya, dilakukan oleh siapa,
siapa sasarannya, kapan dan dimana kegiatan dilaksanakan
Output
Merupakan hasil kegiatan
Register kunjungan sebaiknya dicatat dan disimpan khusus di ruang pelayanan remaja,
demikian juga status kesehatan serta catatan konseling, untuk menjaga kerahasiaannya.
Pada tahap awal pelaksanaan PKPR pendaftaran dapat dilakukan di tempat kunjungan
umum namun catatan medis/catatan konseling tetap disimpan tersendiri. Contoh
rekapitulasi catatan konseling terlampir. Buku catatan kegiatan dan kunjungan sebaiknya
dibuat sedemikian rupa sehingga pada saat diperlukan dapat diketahui data kegiatan PKPR
dengan segera. Format standar pencatatan kegiatan PKPR dan kewajiban untuk
melaporkannya sebaiknya perlu disepakati dan disusun setempat secara bersama antara
pihak Dinas Kesehatan Propinsi, dan Kabupaten/Kota serta perwakilan Puskesmas.
Remaja yang merupakan kelompok berusia 10-19 tahun amat penting kedudukannya
karena mereka akan menjadi orang tua atau pendidik bagi generasi sesudahnya dan akan
menjadi pemegang kendali pemeritahan di masa depan. Di tangan mereka tingkat
kesejahteraan kita sebagai bangsa di kemudian hari dipertaruhkan. Dengan demikian
amat penting untuk dapat menyediakan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan remaja,
dan mengupayakan agar dimanfaatkan oleh mereka. Penyediaan dan pemanfaatan ini
dapat tercapai bila pelayanannya berkualitas, memenuhi kebutuhan dan selera remaja
sesuai dengan sifat khusus remaja, yaitu menginginkan privasi, diakui, diperlakukn secara
dewasa dan dihargai.
Kesehatan remaja di wilayah kerjanya, menjadi tanggung jawab Puskesmas. Untuk itu perlu
penerapan PKPR sesuai dengan kebutuhan remaja setempat. Pemenuhan sarana dan
prasarana dilaksanakan secara bertahap sesuai kemampuan dengan sumber daya
setempat. Keberhasilan PKPR amat ditentukan oleh kualitas pelayanan dan ketepatan
strategi dalam upaya meningkatkan akses kepada remaja dan pemanfaatan fasilitas
pelayanan oleh remaja setempat.
DAFTAR PUSTAKA
Deskripsi Singkat
Program kesehatan yang dilaksanakan oleh sektor kesehatan seharusnya berkaitan dan
memiliki sinergi dengan kegiatan lain terkait yang dikembangkan oleh sektor lain di luar sektor
kesehatan. Dalam pembinaan kesehatan remaja, diketahui bahwa kegiatan yang dilakukan oleh
masing-masing sektor yang terkait dengan komponen remaja berjalan sendiri-sendiri dan tidak
terkait satu dengan lainnya. Berdasar pengalaman beberapa daerah yang telah menerapkan
PKPR dengan baik, keberhasilan ini didukung adanya jejaring kerja sama antar lintas sektor,
LSM dan media massa.
Tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran umum
Setelah mempelajari modul ini, peserta mampu menerapkan jejaring kerja sama antar lintas
sektor, LSM dan media massa
POKOK BAHASAN :
1) Peran lintas sektor termasuk LSM, serta jejaring antara institusi kesehatan dan non
kesehatan dalam PKPR.
2) Pengertian dan manfaat jejaring.
3) Karakteristik jejaring dan mekanisme pengembangan kemitraan.
4) Fungsi Prime Mover
5) Proses pembentukan kemitraan dan memfungsikan jejaring.
PROSES PEMBELAJARAN
1) Review tentang jejaring kerja sama antar lintas sektor, LSM dan media massa
menggunakan metode curah pendapat dengan pendekatan VIPP (Visualization in
Participatory Program).
2) Klarifikasi sesuai pokok bahasan menggunakan materi presentasi.
3) Tanya jawab tentang materi yang disampaikan.
4) Umpan balik dan apresiasi.
URAIAN MATERI
Masalah kesehatan remaja pasti tidak dapat diselesaikan hanya oleh sektor Pemerintah.
Keterlibatan dan kontribusi semua pemangku terkait seperti sektor swasta, organisasi non-
pemerintahan serta LSM sangat penting. Bahkan keterlibatan dari para remaja sendiri sering
sekali sangat menentukan keberhasilan serta kesinambungan program. Tiap-tiap stakeholder
memiliki peran dan fungsi sendiri. Oleh karena itu, peran, fungsi dari berbagai sektor tersebut
perlu diatur serta disepakati sehingga menjadi upaya sinergis yang saling menguatkan, dan
bukan malah menjadi competitor satu dengan lainnya. Salah satu pendekatan yang dapat
membantu pelaksanaan hal ini adalah dengan pendekatan kemitraan.
Disini jelas bahwa bentuk kerjasama, dilandasi oleh kedudukan setara antara pihak-pihak
dalam suatu kemitraan didasarkan kepada kepemilikan sumberdaya sehingga bisa saling
berbagi dan bekerjasama untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai dari suatu kemitraan. Dari
sisi lain, suatu kemitraan dibangun sebagai upaya untuk melibatkan berbagai sektor, kelompok
masyarakat, lembaga pemerintahan, untuk bekerjasama dalam mencapai suatu tujuan bersama
berdasarkan atas kesepakatan prinsip dan peranan masing-masing. Hubungan kemitraan jauh
berbeda dan sangat berlawanan dengan hubungan struktural antara atasan dengan yang
dibawahkan atau hubungan patron-klien (juragan-pegawai).
Sebagai mahluk sosial, manusia memiliki naluri untuk berinteraksi dan bekerjasama antar
sesamanya. Kesadaran antar pentingnya bekerjasama dilandasi bahwa setiap individu tidak
dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Terlebih lagi di era global dewasa ini, dimana semakin
luas dan beragamnya dimensi kebutuhan manusia. Bahkan perkembangan sosial dewasa ini
mengarah kepada kolaborasi antar berbagai institusi, organisasi dan kepentingan dengan
pertimbangan penyelesaian urusan dan mencapai tujuan semakin efisien dan efektif.
Beberapa pertimbangan individu untuk meningkatkan kerjasama antar sesama dalam berbagai
bentuknya diantaranya adalah :
a. Kesadaran akan keterbatasan manusia, sehingga tidak bisa memenuhi seluruh kebutuhan.
b. Kesadaran bahwa dengan bekerjasama, kegiatan yang dilakukan bias lebih efisien dan
efektif
c. Manfaat lebih besar yang akan diperoleh, termasuk efek ganda yang bisa ditimbulkan dari
suatu mergerisasi atau kolaborasi
d. Kesadaran terhadap berbagai sektor atau bidang kehidupan yang membutuhkan upaya
percepatan dalam pencapaian tujuan.
Kemitraan merupakan salah satu bentuk dari kerjasama. Sedangkan kerjasama merupakan
satu dari empat bentuk interaksi utama antar manusia.
Kemitraan dalam kesehatan remaja sebagai bentuk kerjasama antar mitra bersifat dinamis, dan
tidak terbebas dari kompetisi dan potensi konflik di dalamnya. Oleh karena itu, barbagai bentuk
akomodasi berikut ini dapat dilakukan untuk mempertahankan keberhasilan dan
keberlangsungan kemitraan dalam kesehatan remaja.
e. Koersif, merupakan suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan oleh adanya
paksaan. Koersi merupakan bentuk akomodasi dimana salah satu pihak berada pada
posisi lemah sekali dibanding pihak lainnya.
f. Kompromi, adalah bentuk akomodasi dimana masing-masing pihak mengurangi tuntutannya
agar tercapai suatu penyelesaian terhadap penyelisihan yang ada.
g. Arbitrasi, merupakan cara untuk mencapai kompromi apabila masing-masing pihak yang
berhadapan tidak sanggup untuk mencapainya sendiri. Perselisihan diselesaikan oleh
pihak ketiga.
h. Mediasi hampir menyerupai artibrasi. Pada mediasi pihak ketiga yang netral diundang
untuk menyelesaikan perselisihan. Namun pada mediasi, pihak ketiga hanya bertindak
sebagai penasehat dan tidak sebagai pengambil keputusan.
i. Konsiliasi adalah usaha untuk memkpertemukan keinginan pihak-pihak yang berselisih bagi
tercapainya suatu persetujuan bersama. Konsiliasi sifatnya lebih lunak dari koersi, dan
membuka peluang bagi fihak yang berselisih untuk mengadakan asimilasi.
j. Toleransi merupakan suatu bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formil, kadang-
kadang muncul secara tidak sadar dan tanpa direncanakan.
Indikator Kemitraan
Indikator keberhasilan kemitraan adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan
tingkat pencapaian suatu tujuan kemitraan yang telah ditetapkan (SekJen DepKes, 2003).
Indikator kemitraan ini bisa diukur dengan menggunakan pendekatan sistim yaitu : input
kemitraan, proses kemitraan dan output kemitraan.
Ketiga pola dasar interaksi tersebut terkait dengan kemampuan pihak yang satu dalam
memimpin, mempengaruhi dan mengarahkan pihak lain. Individu yang berada dalam posisi
memimpin dan mengarahkan disebut pemimpin. Kemampuan yang lebih tinggi dari individu
atau pihak dalam mengarahkan, mempengaruhi maupun memimpin individu lain atau pihak lain
berakibat yang bersangkutan berada pada status yang lebih tinggi dalam masyarakat tertentu.
Gambaran sosiometri secara sederhana dapat dilihat pada gambar berikut.
Contoh sosiogram (pola interaksi antara beberapa orang atau pihak dalam suatu
jejaring) disajikan pada Gambar 1. pada gambar ini terlihat mitra A, B, dan C pada posisi yang
setara, dan superior terhadap mitra D, E, dan F. Sementara itu sebaliknya bahwa mitra D, E,
dan F menjadi subordinate dari mitra A, B, dan C.
A B C
D
F
Untuk menjadi seorang anggota prime mover, ada sejumlah kriteria ideal yang perlu dipenuhi
yaitu:
a. Memiliki sifat kepemimpinan dan managerial.
b. Senang berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain, bersifat terbuka dan rendah
hati.
c. Dapat menggerakkan/ memotivasi orang lain.
d. Memiliki jiwa Alturisme, mau dan berani berkorban untuk kepentingan orang lain.
e. Mampu melihat relasi manusia sebagai investasi jangka panjang tanpa menuntut
keuntungan material dalam jangka pendek.
f. Tertarik dengan masalah remajadan permasalahannya.
Penentuan prime mover pada suatu jejaring kesehatan remaja di wilayah sangat tergantung
kepada jejaring itu sendiri. Yang penting semua anggota mengetahui keuntungan dan kerugian
masing-masing serta yang penting bahwa forum kesehatan remaja harus tetap berjalan, Pihak
Pemerintah dan LSM perlu saling mengingatkan
Manfaat Jejaring
Program kesehatan remaja memerlukan keterlibatan berbagai sektor baik Pemerintah, maupun
non-pemerintah termasuk sector swasta LSM dan organisasi profesi. Pemerintah tidak
mungkin menyelesiakan permasalahan kesehatan remaja dengan bekerja sendiri, bahkan
keterlibatan kelompok remaja sendiri merupakan kunci keberhasilan program.
Dengan membentuk suatu jejaring kesehatan remaja akan diperoleh manfaat berikut:
a. Keterlibatan berbagai mitra memungkinkan daya jangkau kesehatan remaja semakin luas.
b. Keterlibatan berbagai mitra (pemerintah, non-pemerintah dan swasta) membuat
pelaksanaan dan pencapaian program kesehatan remaja semakin efektif dan efisien karena
tidak terjadi tumpang tindih dan ada saling control pengguna dana.
c. Koordinasi, sinkronisasi dan harmonisasi pelaksanaan program kesehatan remaja antar
berbagai mitra jejaring akan mempercepat pencapaian tujuan program kesehatan remaja.
d. Identifikasi sumber daya yang dimilki antar mitramemungkinkan perencanaan program lebih
terintegrasi dan komprehensif.
e. Adanya efek sinergi dan simbiose mutualisme antar mitra jejaring kesehatan remaja
sehingga dampak ganda (multiplier effect) positif dari lingkungan manajemen dan interaksi
antar mitra lebih terjamin.
f. Beban kerja pencapaian tujuan program kesehatan remaja menjadi lebih ringan.
g. kegiatan mitra menjadi lebih terfokus dan professional serta adanya optimalisasi sumber
daya mitra yang bergabung dalam jejaring kesehatan remaja.
Contoh :
Model Jejaring PKPR di Tingkat Kabupaten: Studi Kasus Kab. Trenggalek
Sebagai contoh model jejaring di sini, diuraikan model jejaring PKPR di Kabupaten Trenggalek,
dimana unsur-unsur yang terkait dengan kegiatan PKPR baik unsur yang telah ada maupun
potensial telah dimasukkan. Dari rencana seminar pembentukan jejaring yang diundang 30
orang telah diperluas menjadi hampir 50 orang. Dari sektor kesehatan, terdapat RSUD dan 4
Puskesmas yang terlibat dalam KKR. Dari Dinas BKKB, selain tenaga Pendidikan Sebaya (PS)
atau Konselor Sebaya (KS) yang diundang juga dari Pusat Informasi Remaja (PIR) TIKAR.
Selain itu juga akan diundang wakil-wakil LSM dan LSOM seperti Pramuka, PKBI, GRANAT,
NU, Aisyiyah dan PKK yang berkecimpung di dunia remaja. Ada beberapa kelompok profesi
yang akan diundang yaitu dari IBI, PGRI dan PPNI yang dapat membantu sektor Pemerintah
dalam mengembangkan PKPR ini. Sedangkan dari sektor pendidikan diundang SLTPN 1 dan
SMUN 2 yang guru dan siswa telah dilatih KRR. Selain dari sumber daya yang telah ada, Kab.
Trenggalek juga merencanakan untuk melibatkan sektor media massa dalam hal ini radio, yang
diundang dan hadir dari Arena Duta Swara, Jwalita, Fatamorgana dan dari media massa
diundang media Wedang Jahe.
PS
PS KS Kelompok
PPR PPR
Remaja Watulimo
Gandusari
KS
Radio Radio
Kelompok Jwalita FM
PKBI
Remaja Suara Alam
Persada FM
PKK
Muslimat
Radio
IDI
Kamajaya FM
GRANAT
PKPR Pusk
PPNI Bodag
IBI SMUN 2
TIKAR
Aisyiah
Kelompok
Remaja PP NU
POLRES PGRI
Bahan Pustaka :
1. Ndraha, Taliziduhu. 1990. Pembangunan Masyarakat. Mempersiapkan Masyarakat Tinggal
Landas. Rineka Cipta. Jakarta.
2. Northouse, Peter Guy dan Northouse, Laurel Lindhout. 1985. Health Communication. A
Handbook for Health Professionals. Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey.
3. Heriandi. 2004. Laporan Tugas Khusus Telaah Kemitraan Program Akademi Fantasi
Indosiar (AFI), Program Pasca Sarjana, Kesehatan Masyarakat, FKM UI.
4. Pratomo, Hadi. 2004. Laporan Akhir Pengembangan Jejaring Pelayanan Kesehatan Peduli
Remaja (PKPR) dan Rujukannya di Tingkat Kabupaten di Propinsi Jawa Tengah dan Jawa
Timur, Laporan Konsultan Proyek SMPFA), Depkes RI.
5. ---------, 2003. Jejaring Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Tidak Menular
(PTM). Pusat Promosi Kesehatan, Departemen Kesehatan RI.
6. -----------, 2003. Kemitraan Menuju Indonesia Sehat 2010. Sekretariat Jenderal, Departemen
Kesehatan RI.
LAMPIRAN 1
INSTRUMEN MONITORING DAN EVALUASI
Rendah - tinggi
No Pertanyaan
1 2 3 4 5
1 Kesetaraan
Berikan penilaian Anda, tingkat kesetaraan antar
mitra dalam jejaring
2 Manfaat dirasakan
Berikan penilaian Anda, tingkat manfaat yang Anda
rasakan dari keikutsertaan dalam jejaring
3 Keterbukaan
Berikan penilaian Anda, tingkat keterbukaan antar
mitra dalam jejaring
4 Sharing SDM
Berikan penilaian Anda mengenai tingkat saling
berbagi SDM antar mitra dalam kegiatan jejaring
5 Sharing Informasi
Berikan penilaian Anda mengenai tingkat saling
berbagi informasi antar mitra dalam kegiatan jejaring
6 Sharing Finansial
Berikan penilaian Anda mengenai tingkat saling
berbagi finansial kegiatan jejaring antar mitra
7 Komitmen
Berikan penilaian Anda, tingkat komitmen mitra
jejaring secara umum
8 Fungsi & Peran Mitra
Berikan penilaian Anda tentang kejelasan fungsi dan
peran mitra dalam jejaring kesehatan remaja
9 Dorongan Berkarya
Berikan penilaian Anda apakah lingkungan Jejaring
memberikan dorongan agar anda berpartisipasi aktif
dalam kegiatan jejaring?
10 Fasilitasi Kegiatan
Berikan penilaian anda, sejauh mana jejaring
memfasilitasi kegiatan yang anda rencanakan?
11 Manajemen
Berikan penilaian tingkat kepuasan anda terhadap
manajemen (kepengurusan/koordinasi) jejaring?
Contohnya kegesitas, respon terhadap keadaan atau
tuntutan dsb)
12 Keluasan & Keragaman Program
Berikan penilaian anda, apakah jejaring membuata
jangkauan program kesehatan remaja menjadi luas
dan beragam
13 Efektifitas
Berikan penialaian anda, tingkat efektifitas
pencapaian tujuan program kesehatan remaja
melalui jejaring
14 Efisiensi
Berikan penilaian anda, tingkat efisiensi pencapaian
tujuan program kesehatan remaja melalui jejaring
15 Percepatan
Berikan penilaian Anda, tingkat sumbangan jejaring
terhadap percepatan upaya pencapaian tujuan
program kesehatan remaja