Anda di halaman 1dari 25

Pendekatan Klinis pada Pasien dengan Keluhan Batuk Berdarah

Kelompok PBL E8
Rullyn Suzana Saputri Mandar 102010243

Raena Sepryana 102012309

Robert Tupan Us Ubatan 102012335

Ayu Asmarita 102013390

Elva Patabang 102014029

Aldesy Yustika Indriani 102014076

Try Satrio Wicaksono 102014140

Yosepha Vebrianti 102014147

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Alamat Korespondensi Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 1151

Pendahuluan

Batuk darah adalah darah atau dahak bercampur darah yang dibatukkan yang berasal
dari saluran pernafasan bagian bawah (mulai glotis ke arah distal). Sebetulnya sudah ada
penyakit dasar tetapi keluhan penyakit tidak mendorong berobat ke dokter. Berdasarkan
etiologi maka dapat digolongkan : (1) Batuk darah idiopatik, yaitu batuk darah yang tidak
diketahui penyebabnya. (2) Batuk darah sekunder, yaitu batuk darah yang diketahui
penyebabnya, oleh karena tuberculosis, bronkiektasis, abses paru, pneumonia, bronkitis,
karsinoma.

Dalam makalah ini saya akan membahas etiologi, epidemiologi, gejala klinis,
patogenesis dan penatalaksanaan pada tuberkulosis paru, kanker paru, bronkiektasi,
pneumonia, mikosis paru, PPOK (bronkitis kronik), dan abses paru.

Anamnesis

Anamnesis Sebelum melakukan pemeriksaan terhadap pasien akan lebih baik


melakukan anamnesis terlebih dahulu karena anamnesis mempunyai peran yang sangat
penting untuk mengetahui diagnosis awal suatu penyakit. Pertanyaan mencakup identitas

1
pasien, keluhan utama, keluhan penyerta, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat penggunaan obat, dan riwayat sosial. Pertanyaan
yang diajukan berkaitan dengan keluhan yang didapatkan dan riwayat penyakit sekarang.
Penyakit sistem pernapasan salah satunya menimbulkan gejala batuk. Berikut hal yang dapat
ditanyakan.1

Apakah batuk kering atau produktif?


Jika produktif, apa warna sputum? Apakah hijau dan purulen? Apakah batuk
berdarah? Apakah berkarat atau merah muda dan berbusa?
Apakah terjadi setiap musim dingin atau merupakan gejala yang baru timbul?
Apakah ada sesak dan nyeri dada?
Apakah ada penurunan berat badan?
Perlu ditanyakan pula mengenai riwayat penyakit dahulu.1
Apakah pasien sebelumnya memiliki kelainan pernapasan? Asma? Penyakit paru
obstruktif kronis? TB atau terpajan TB?
Apakah pasien pernah masuk rumah sakit karena sesak napas?
Apakah pasien pernah memerlukan ventilasi?
Adakah kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan foto rontgen toraks?
Apakah pasien mengalami imunosurpresi (kortikosteroid/HIV)?
Obat apa yang sedang dikonsumsi pasien?
Adakah alergi obat/antigen lingkungan?
Apakah pasien saat ini merokok? Apakah pasien pernah merokok? Jika ya, berapa
banyak?
Selain itu, perlu juga ditanyakan mengenai riwayat keluarga dan sosialsepertiberikut.
Apa pekerjaan pasien?

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan yang dilakukan mencakup melihat keadaan umum, kesadaran,


pemeriksaantanda-tanda vital berupa nadi, tekanan darah, frekuensi pernapasan, serta
suhu. Pemeriksaan juga dilakukan mulai dari kepala sampai kaki. Pemeriksaan ini terdiri dari
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi pada bagian anterior dan posterior. Pada inspeksi,
yang diperhatikan adalah bagaimana bentuk dada (apakah normal / barrel chest / pectus
excavatum / pectus carinatum). Selain itu perlu inspeksi mengenai bagaimana cara dan pola

2
bernapasnya, apakah normal atau tidak. Selanjutnya dilakukan palpasi untuk mengevaluasi
area toraks, kesimetrisan toraks, dan vokal fremitus. Saat melakukan palpasi, evaluasi apakah
pasien merasa nyeri saat ditekan. Dalam vokal fremitus, hal yang dirasakan adalah getaran
yang Pemeriksaan selanjutnya adalah perkusi. Normalnya suara paru yang diperkusi adalah
sonor. Apabila terjadi pneumonia, hasil perkusi parunya adalah redup.Kemudian dilakukan
auskultasi pada pasien dengan menggunakan stetoskop. Terdapat empat suara paru normal
yaitu tracheal, bronchial, bronchovesikuler, dan vesikuler terjadi pada dinding toraks.1

Diferrential diagnosis

Tuberkulosis Paru (TB paru)

Pemeriksaan Penunjang:3

1. Pemeriksaan Darah; Pada saat TB baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit
yang sedikit meinggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumalh limfosit masih di
bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh,
jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah
mulai turun ke arah normal lagi.
2. Tes serologis; Pemeriksaan ini dapat menunjukkan proses tuberkulosis masih aktif
atau tidak. Kriteria positif yang dipakai di Indonesia adalah titer 1/128. Menggunakan
suatu fosfatida kaolin. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya penggumpalan atau
aglutinasi.
3. Pemeriksaan Radologis; terdapat cavitas paru dan scar infiltrat.

Gambar 1. Konsolidasi Kavitasi pada Lobus Atas Kiri, Tuberkulosis Aktif.


Sumber: www.google.co.id/image

3
4. Pemeriksaan Sputum; dilakukan melalui pewarnaan tahan asam. Kriteria sputum BTA
positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu
sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 mL sputum.3
Gejala klinis
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah
banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan.
Keluhan yang terbanyak adalah: (1) Demam. Biasanya subferil atau menyerupai demam
influenza. Tetapi kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-410C. serangan demam
pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya
hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari
serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan
berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk. (2) Batuk/batuk darah. Gejala ini
banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan
untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap
penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam
jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula.
Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan
menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut berupa batuk darah karena
terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada
kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus. (3) Sesak napas. Sesak napas
akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah
bagian paru-paru. (4) Nyeri dada. Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila
infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan
kedua pluera sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya. (5) Malaise. Penyakit
tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa
anoreksia, penurunan berat badan, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dll.
Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.4

Etiologi

Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk


batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal0,3-0,3/um. Sebagian besar dinding kuman
terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah
yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alcohol) sehingga disebut bakteri

4
tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat
tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun
dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Di dalam
jaringan kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag. Sifat
kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan
yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru-
paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi
penyakit tuberculosis.4

Epidemiologi

Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB masih
tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada bulan Maret 1993 WHO
mendeklarasikan TB sebagai global helath emergency. Indonesia adalah negeri dengan
prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah China dan India. Berdasarkan survei kesehatan
rumah tangga 1985 dan survei kesehatan nasional 2001, TB menempati ranking nomor 3
sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia.4

Patogenesis

Tuberkulosis primer

Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar
menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam
udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang
buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari
sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel
pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel bisa masuk ke alveolar bila ukuran partikel <5
mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh netrofil, kemudian baru oleh makrofag.
Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan
trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.3

Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini
ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang dijaringan paru akan

5
berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer
atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila
menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pluera. Kuman dapat juga masuk melalui
saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional
kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar keseluruh organ seperti paru, otak,
ginjal, dan tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian
paru menjadi TB milier.3

Dari sarang primer akan muncul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis
regional). Sarang primer limfangitis lokal + limfadenitis regional = kompleks primer (Ranke).
Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat
menjadi:3,4

Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di
hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya > 5 mm dan kurang
lebih 10% diantaranya daapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant.
Berkomplikasi dan menyebar secara: a). per kontinuitatum, yakni menyebar ke
sekitarnya, b). secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di
sebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar
ke usus, c). secara limfogen, ke organ tubuh lainny, d). secara hematogen, ke organ
tubuh lainnya.

Tuberkulosis pasca primer ( Tuberkulosis sekunder)

Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun


kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa. Mayoritas reinfeksi mencapi
90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol,
penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberculosis sekunder ini dimulai dengan
sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian apikal-posterior lobus superior atau
inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru.4

Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10
minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel Histiosit
dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit

6
dan berbagai jaringan ikat. TB sekunder juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia
muda menjadi TB usia tua (elderly tuberculosis). Tergantung dari jumlah kuman, virulensi-
nya dan imunitas pasien, sarang dini ini dapat menjadi:4

Direabsorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.


Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan jaringan
fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras, menimbulkan perkapuran.
Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan
ikat sekitarnya dan bagian tengannya mengalami nekrosis, menjadi lembek
membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadilah
kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal
karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas
sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein
lipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses yang
berlebihan sitokin dengan TNF-nya. Bentuk perkijuan lain yang jarang adalah cryptic
disseminate TB yang terjadi pada imunodefisiensi dan usia lanjut.

Secara keselurahan akan terdapat 3 macam sarang yakni: 1). Sarang yang sudah sembuh,
sarang bentuk ini tidak perlu pengobatan lagi. 2). Sarang aktif eksudatif, sarang bantuk ini
perlu pengobatan yang lengkap dan sempurna. 3). Sarang yang berada antara aktif dan
sembuh. Sarang bentuk ini dapat sembuh spontan, tetapi mengingat kemungkinan terjadinya
eksaserbasi kembali, sebaiknya diberikan pengobatan yang sempurna juga.4

Penatalaksanaan

Medikamentosa

INH (Isoniazid): dosis 5-10 mg/KgBB/hr. Dosis max 300-600 mg/hr. Efek samping:
neuritis perifer, neurotoksisitas, urtikaria, vaskulitis, agranulositisis trombositopenia,
ikterus, nekrosis hati multilobuler.
Rifampisin: dosis 450-600 mg/hr. Efek samping: cairan tubuh seperti urin, feses,
keringat jadi warna merah, flu like syndrome, trombositopenia, ikterus, penyakit hati
kronik, pemberian secara intermittent menyebabkan timbulnya sindroma hepatorenal.
Nsufisiensi renal akut, hipersensitifitas, kelainan hematologik, ganghuan saraf.
Etambutol: dosis 15 mg/kgBB/hr. Efek samping neuritis retrobulbar meliputi buta
warna, lapang pandang berkurang, skotoma. Nyeri sendi, peningkatan asam urat.

7
Streptomisin: dosis 20 mg/kgBB/hr. Efek samping: ototoksisitas, nefrotoksik.
Pirazinamid: dosis 15-40 mg/KgBB/hr. Efek samping : gangguan fungsi hati antara
lain ikterus dan peningkatan SGOT dan SGPT. Keadaan berat bisa nekrosis hati.
Peningkatan asam urat.3,4

Non-medikamentosa

Faktor penting untuk keberhasilan pengobatan adalah ketaatan pasien minum regimen
obat. DOTS (Directly Observed treatment Short Course strategy) adalah salah satu cara
memastikan bahwa pasien taat menjalankan pengobatan, Dengan DOTS, pekerja perawat
kesehatan atau seseorang ditunjuk. Mengawasi pasien menelan masing-masing dosis
pengobatan Tb. Langkah-langkah seperti DOTS dipilih untuk meningkatkan ketaatan dan
memastikan bahwa pasien meminum obat yang dianjurkan.4

Kanker paru

Pemeriksaan penunjang:5

1. Radiologi; Foto thorax posterior anterior (PA) dan lateral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru.
Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada
bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra. Bronkhografi,
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
2. Laboratorium; Sitologi untuk melihat tahapan karsinoma dan pemeriksaan fungsi paru
untuk mengukur seberapa besar kapasitas paru yang masih berfungsi baik.
3. Pemeriksaan histopatologi, adalah standar emas diagnosis kanker paru, untuk
mendapatkan spesimennya dapat dengan cara biopsi
4. Petanda tumor; Petanda tumor, seperti CEA, Cyfra21-1, NSE dan lainya tidak dapat
digunakan untuk mendiagnosis tetapi masih digunakan evaluasi hasil pengobatan.
5. Pemeriksaan Biologi Molekuler; cara paling sederhana dapat menilai ekspresi
beberapa gen atau produk gen yang terkait dengan kanker paru,seperti protein p53,
bcl2,dan lainya. Manfaat utama dari pemeriksaan biologi molekuler adalah
menentukan prognosis penyakit.5

Gejala klinis

8
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila
sudah menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut. Gejala-gejala dapat bersifat
:5,6

Lokal (tumor tumbuh setempat) yaitu batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk
kronis, hemoptisis, mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas,
kadang terdapat kavitas seperti abses paru, dan atelektasis.
Invasi lokal: nyeri dada, dispnea karena efusi pleura, invasi ke pericardium sehingga
terjadi temponade atau aritmia, sindrom vena cava superior, sindrom Horner, dan
suara serak karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent.
Gejala penyakit metastasis: pada otak, tulang, hati, adrenal, limfadenopati servikal
dan supraklavikula (sering menyertai metastasis)
Sindrom paraneoplastik, terdapat pada 10% kanker paru dengan gejala: Sistemik:
penurunan berat badan, anoreksia, demam. Hematologi: leukositosis, anemia,
hiperkoagulasi. Hipertrofi osteoartropati, Neurologik: dementia, ataksia, tremor,
neuropati perifer. Neuromiopati, Endokrin: sekresi berlebihan hormon paratiroid
(huperkalsemia), Dermatologik: eritema multiform, hiperkeratosis, jari tabuh, Renal:
syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH)
Asimptomatik: sering terdapat pada perokok pada PPOK yang terdeteksi secara
radiologis, dan terdapat kelainan berupa nodul soliter.

Etilogi dan epidemiologi

Seperti umumnya kanker yang lain penyebab yang pasti dari kanker paru belum
diketahui, tetapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik
merupakan faktor penyebab utama, disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh,
genetik, dll. Dari beberapa kepustakaan telah dilaporkan bahwa etiologi kanker paru sangat
berhubungan dengan kebiasaan merokok. Lombard dan Doering (1928), telah melaporkan
tingginya insiden kanker paru pada perokok dibandingkan degan yang tidak merokok. Laki-
laki adalah kelompok kasus terbanyak meskipun angka kejadian pada perempuan cendrung
meningkat, hal itu berkaitan dengan gaya hidup (merokok) .Prevalensi kanker paru di negara
maju sangat tinggi. Insiden puncak kanker paru terjadi antara usia 55 65 tahun.6

Patogenesis

9
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia
hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya
pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia, hyperplasia dan displasia. Bila lesi
perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura,
biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini
menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal.
Gejala gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptisis, dispneu, demam, dan dingin.
Wheezing unilateral dapat terdengar pada auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan berat
badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat
bermetastase ke struktur struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus,
pericardium, otak, tulang rangka.5

Penatalaksanaan

Bedah; Bedah yang dilakukan adalah dengan membuang 1 lobus paru (kadang lebih)
tempat ditemukannya tumor dan juga membuang semua kelenjar getah bening
mediastinal.
Kemoterapi; Kemoterapi adalah memberikan obat anti-kanker pada pasien dengan
cara diinfuskan. Pada kemoterapi diberikan lebih dari 1 jenis obat antikanker dan
biasanya 2 macam, tujuannya agar lebih banyak sel kanker yang dapat dibunuh
dengan jalur yang berbeda.
Obat Anti Kanker; karboplatin, golongan taxan, gemsitabine, capecitabine dengan
dosis sangat kecil sehingga tidak mempunyai efek sistemik.5

Bronkiektasis

Pemeriksaan penunjang

1. Foto toraks dada. Tidak sensitif dalam mendeteksi derajat dari penyakit
(ringan/sedang). Dari foto polos dapat terlihat gambaran seperti jalur tram, cincin,
garis pararel dan struktur tubular. Pada bronkiektasis sakular, terdapat gambara ruan
kistik, air fluid level atau gambaran honeycomb.
2. CT-scan, standar baku dalam mendiagnosis bronkiektasis. Lebih sensitif
dibandingkan foto polos dada menggambarkan dliatasi saluran napas pada kedua

10
lobus dan lingula. Karasteristik: bronchial tapering menurun, bronkus terihat 1 cm
pada tepi paru, rasio ukuran bronkoarteri meningkat ( tanda sig net ring)
3. Pemeriksaan sputum, kultur sputum, pewarnaan, dapat ditemukan neurtofilia dan
kolonisasi. Selain itu dapat dilakukan tes resistensi antibiotic (terutama pada infeksi
pseudomonas aeroginosa).7

Gejala klinis

Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronkiektasis tergantung pada luas
dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya dan ada atau tidak adanya komplikasi lanjut. Ciri
khas penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum, adanya hemoptisis
dan pneumonia berulang. Gejala dan tanda klinis tersebut dapat demikian hebat pada
penyakit yang berat, dan tidak nyata atau tanpa gejala pada penyakit yang ringan.
Bronkiektasis yang mengenai lobus atas sering dan memberikan gejala. Keluhan-keluhan
pada bronkiektasis meliputi: (1) Batuk. Batuk pada bronkiektasis mempunyai ciri antara lain
batuk produktif berlangsung kronik, dan frekuensi mirip seperti bronchitis kronik (bronchitic-
like symptoms), jumlah sputum bervariasi, umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi
hari sesudah ada perubahan posisi tidur atau bangun dari tidur. Kalau tidak ada infeki
sekunder sputumnya mukoid, sedangkan apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulent,
dan dapat memberikan bau mulut yang tidak sedap (fetor ex ore). (2) Hemoptisis. Hemoptisis
atau hemoptoe terjadi kira-kira pada 50% kasus bronkiektasis. Kelainan ini terjadi akibat
nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah (pecah) dan timbul
perdarahan. Perdarahan yang terjadi bervariasi. (3) Sesak napas (dispnea), mengi. Pada
sebagian besar pasien (50%) ditemukan keluhan sesak napas. (4) Demam berulang.
Bronkiektasis merupakan penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami infeksi berulang
pada bronkus maupun paru, sehingga sering timbul demam (demam berulang). Dari
pemeriksaan fisik dapat ditemukan takipneu, ronki basah (hingga 70% kasus), mengi dan jari
tabuh. Jika disertai penyakit sistemik berat lainnya dapat terjadi hipoksemia kronik, kor
pulmonal, atau gagal ventrikel kanan.7

Etiologi dan Epidemiologi

Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis)
dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten atau
ireversibel. Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding
bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis, otot-otot polos bronkus, tulang rawan dan

11
pembuluh-pembuluh darah. Bronkus yang terkena umumnya adalah bronkus kecil (medium
size), sedangkan bronkus besar umumnya jarang. Penyebab bronkiektasis sampai sekarang
masih belum diketahui dengan jelas. Pada kenyataannya kasus-kasus bronkiektasis dapat
timbul secara kongenital maupun didapat. Insiden bronkiektasis meningkat seiring
bertambahnya usia, sekitar 272 per 100.000 orang dengan usia >75 tahun. Sering ditemui
pada perempuan usia > 50 tahun yang tidak merokok. Insidens perempuan lebih tinggi
dibandingkan laki-laki.7

Patogenesis bronkiektasis

Bronkiektasis merupakan penyakit pada bronkus dan bronkiolus, yang melibatkan


infeksi transmura dan reaksi radang. Penyakit tersebut bersifat kronik dengan eksaserbasi
akut sepanjang perjalanannya. Infeksi, biasanya Pseudomonas aeruginosa atau Haemophilus
influenza, menyebabkan proses peradangan dan merusak dinding bronkus. Infeksi, khususnya
oleh kedua mikroordanisme tersebut, menghasilkan pigmen, protease, dan toksin yang dapat
merusak epitel pernapasan dan klirens mukosilier. Proses inflamasi dan gangguan klirens
mukosilier menyebabkan kolonisasi bakteri mudah terjadi sehingga terjadi infeksi berulang
yang akan terus menyebabkan proses inflamasi dan gangguan klirens mukosilier. Proses
tersebut dikenal dengan hipotesis Vicious Cycle. Tersebut menyebabkan neutrofil dan
mediator lain keluar dan menyebabkan kerusakan epitel yang semaki berat, obstruksi,
kerusakan jalur napas, dan infeksi berulang.8

Penatalaksanaan bronkiektasis:7

Pengelolaan pasien bronkiektasis terdiri atas dua kelompok yaitu pengobatan


konservatif dan pengobatan pembedahan

Pengobatan konservatif

1. Pengelolaan umum
Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien. Contoh: membuat
ruangan hangat, udara kering, mencegah atau menghentikan merokok, dan
mecegah atau menghindari asap rokok, debu, dan sebagainya.
Memperbaiki drainase secret bronkus, cara yang baik dikerjakan sebagai
berikut: melakukan drainase postural, mencairkan sputum yang kental,
mengatur posisi tempat tidur pasien, dan mengontrol infeksi saluran napas
2. Pengelolaan khusus

12
Kemoterapi pada bronkiektasis
Drainase secret dengan bronkoskop
3. Pengobatan simptomatik

Pengobatan pembedahan, bertujuan untuk mengangkat (reseksi) segme/lobus paru yang


terkena atau terdapat bronkiektasis

Pneumonia

Pada perkembangannya pengelolaan pneumonia telah dikelompokkan pneumonia


yang terjadi dirumah sakit Pneumonia Nosokomial (PN) kepada kelompok pneumonia yang
berhubungan dengan pemakaian ventilator (PBV), dan yang didapat di pusat perawatan
kesehatan (PPK). Dengan demikian pneumonia saat ini dikenal dengan dua kelompok utama
yaitu pneumonia di rumah perawatan (PN) dan pneumonia komunitas (PK) yang didapat di
masyarakat. Pneumonia dapat terjadi secara primer atau merupakan tahap lanjutan
manifestasi infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) lainnya misalnya sebagai perluasan
bronkiektasis yang terinfeksi. Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru,
distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.9

Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan radiologis. Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang


utama untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat
sampai konsolidasi dengan "air bronchogram", penyebaran bronkogenik dan
interstisial serta gambaran kavitas. gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan
oleh Streptococcus pneumoniae. Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan
infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia. Klebsiela pneumoniae sering
menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat
mengenai beberapa lobus.

13
Gambar 2. Gambaran Radiologis Pneumonia Bakteri
Sumber: www.google.co.id/image
2. Pemeriksaan laboratorium: leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri,
peningkatan jumlah lekosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai
30.000/ul. hitung jenis lekosit terdapat pergeseran ke kiri. peningkatan LED. Analisis
gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, dan pada stadium lanjut dapat
terjadi asidosis respiratorik.9

Gejala klinis

Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului infeksi saluran nafas atas akut selama
beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai
40oC, sesak nafas, nyeri dada, dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna
merah karat (untuk streptococcus pneumoniae), merah muda (untuk staphylococcus aureus),
atau kehijauan dengan bau khas (untuk pseudomonas aeruginosa). Pada sebagian penderita
juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala.9

Etiologi.9

Kemungkinan kuman penyebab

Pneumonia Nosokomial (PN) S. Aureus ,MRSA, Ps. Aeruginosa


Anaerob, Acinobachter spp.

Pneumonia Komunitas (PK) Str. Pneumoniae, M. Pneumoniae,


Chlamydia pneumoniae, H. Infuenzae, S.
aureus, Ps. Aeruginosa

Pneumonia Aspirasi kuman anaerob obligat (41-46%),


peptococcus ,klebsiella pneumoniae,
stafilococcus, Fusobacterium nucleatum,
Bacteriodes melaninogenicus,
Peptostreptococcus

14
Gangguan imun yg mendasari : a. Gangguan imunitas humoral infeksi
kuman
b. Gangguan imunitas selular virus,
jamur, mikobakterium, dan protozoa

waktu terjadinya penyakit : a. Terjadi 2-4 minggu setelah transplantasi


bakteri
b. Bila beberapa bulan P.carinii, virus(
CMV), jamur (aspergilus)

Epidemiologi

Penyebaran kasus pneumonia dipengaruhi oleh lingkungan hidup pasien, pekerjaan,


riwayat perjalanan, pajanan dengan binatang pelihaaan, dan adanya kontak dengan individu
yang sakit. Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang jelas
dan semakin sering dijumpai pada orang lanjut usia dan sering terjadi bersama penyakit paru
obstruktif kronik. Kebanyakan kasus pneumonia didahului dengan adanya satu atau lebih
penyakit dasar yang menganggu daya tahan tubuh.9

Patogenesis pneumonia

Proses patogenesis pneumonia terkait dengan 3 faktor yaitu keadaan (imuitas) inang,
mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu sama lain.
Interaksi ini akan menentukan klasifikasi dan bentuk manifestasi dari pneumonia, berat
ringannya penyakit, diagnosis empirik, rencana terapi secara empiris serta prognosis dari
pasien. Cara terjadinya penularan berkaitan dengan jenis kuman, misalnya infeksi melalui
droplet sering disebabkan Streptococcus pneumoniae, melalui selang infuse oleh
Staphylococcus aureus, sedangkan infeksi pada pemasangan ventilator oleh Pseudomonas
aeruginosa dan Enterobacter.9

Penatalaksanaan:9

Non medikamentosa : istirahat, hidrasi untuk mengencerkan sekret, Teknik bernapas


untuk meningkatkan ventilasi alveolus dan menurunkan resiko atlektasis.
Medika mentosa: terapi antimikroba pada dewasa

15
Penyakit Penyebab Antimikroba
Pneumonia aspirasi Anaerob, aerob S. aureus Penisilin
komunitas dan RS gram (-) enterik Klindamisin
Tetra-klavulanat
Pneumonia nosokomial Bakteri gram negatif Piperasilin
Tazobaktam
karbapenem

Penyakit jamur paru (mikosis paru)

Pemeriksaan penunjang:

1. Pemeriksaan mikroskopis; Pemeriksaan mikroskopik langsung dilakukan dengan


menambahkan laritan garam fisiologis, KOH 10% atau tinta India. Teknik pewarnaan
dapat dilakukan dengan Giemsa, gomori methenamin silver (GMS), calcofluor,
maupun deteksi antibodi monoklonal dengan pewarnaan imunofluoresens.
2. Biakan; menggunakan medium Sabarout Dextrose Agar. Pemeriksaan biakan
membutuhkan waktu beberapa hari sampai minggu, tetapi penting dilakukan untuk
identifikasi spesies secara konvensional maupun uji kepekaan jamur terhadap obat-
obat antijamur.
3. Serologi; Uji ini didasarkan atas deteksi komponen dinding jamur yang dilepaskan ke
aliran darah atau cairan tubuh lain pada saat jamur berproliferasi.10

Gejala Klinis

Secara klinis gejala mikosis paru sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala berarti
sampai dengan gejala paling berat yang bisa menimbulkan kematian. Gejala utama yang
sering dijumpai adalah sama dengan gejala penyakit paru yang lainnya yaitu berupa batuk,
batuk kronik dengan dahak, kadang-kadang sesak napas, batuk darah, sakit dada, dan
demam.10

Etiologi dan Epidemiologi

Penyakit paru karena jamur (mikosis paru) termasuk ke dalam mikosis sistemik.
Kekerapan dan masalah yang ditimbulkan mikosis paru juga meningkat. Penyebab terbanyak
adalah Candida albicans 36,67%, kemudian Aspergillus fumigatus 27,33%, Candida sp. dan

16
A.flavus masing-masing 11,6%, Rhizopus sp. 5,56%, A.niger 3,70%, Mucor sp. 1,85%, dan
Nocardia sp. 1,85%. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ternyata dijumpai 3,35%
mikosis paru pada pasien dengan gejala batuk kronik dan berdahak.10

Patofisiologi

Gambar 3. Pathophysiology of Lung Mycosis and Life Cycle


Sumber: www.google.co.id/image

Penatalaksanaan

Pada saat ini anti jamur yang digunakan untuk pengobatan mikosis sistemik adalah
amfoterisin B, flusitosin, ketokonasol, itrakonasol dan flukonasol. Untuk penyakit jamur yang
tidak mengancam jiwa, pilihan jatuh pada flukonasol. Bila flukonasol tidak aktif terhadap
jamur penyebab, pilih itrakonasol. Untuk infeksi jamur sistemik berat, mula-mula diberikan
amfoterisin B sebagai terapi awal, kemudian baru diteruskan denan flukonasol atau
itrakonasol. 10

PPOK (Bronkitis kronik)

Pemeriksaan penunjang

17
1. Tes Spirometri; menghitung Forced Expiratory Volume (FEV1) dan Forced Vital
Capacity (FVC), yaitu volume ekspirasi maksimal yang dapat dihembuskan dalam
detik pertama dan tarikan napas maksimal yang dapat dihirup dalam satu kali tarikan
napas yang dalam.rasio FEV1/FVC minimal mencapai angka 70%. Pada pasien
PPOK rasio akan menurun dibawah 70%.
2. COPD Assessment Test; pasien mengisi daftar pertanyaan yang berhubungan dengan
PPOK seperti sifat batuk, sputum, dyspnea, sesak dada, dll. Jawaban pasien dinilai
berdasarkan skor yang telah ditentukan (0-40) dan semakin tinggi skor maka tingkat
keparahan penyakit akan semakin tinggi.
3. Pemeriksaan radiologis; dapat dilakukan dengan x-ray. Penampakan yang paling
umum terjadi adalah hiperinflasi paru, peningkatan udara retrosternal, dan adanya
bulla.11

Gejala klinis

Gejala utama bronkitis kronik adalah batuk berdahak yang menetap. Selama bertahun-
tahun, tidak ada gangguan pernapasan lain, tetapi akhirnya pasien mengalami sesak jika
beraktivitas (berolahraga). Dengan berlalunya waktu, dan biasanya dengan berlanjutnya
merokok, elemen-elemen lain PPOK mulai muncul, termasuk hiperkapnia, hipoksemia, dan
sianosis ringan. Bronchitis kronik berat yang telah berlangsung lama sering menyebabkan kor
pulmonale dan gagal jantung. Kematian juga dapat disebabkan oleh memburuknya fungsi
pernapasan akibat infeksi bakteri akut berulang.11

Etiologi dan epidemiologi

Dapat dipicu oleh berbagai faktor seperti merokok, pajanan lingkungan pekerjaan,
polusi udara, hiperresponsivitas bronkial, faktor genetik, penyakit autoimun, dan eksaserbasi
akut. Rokok dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronchus sehingga
drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri.Infeksi sinus paranasalis dan rongga mulut, merupakan sumber bakteri
yang dapat menyerang dinding bronchus. Dilatasi bronchus (bronchiectasis) menyebabkan
gangguan susunan dan fungsi dinding bronchus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
Kedua jenis kelamin dan semua usia dapat terkena, tetapi bronkitis kronik paling sering
dijumpai pada pria usia pertengahan. Bronkitis kronik 4 sampai 10 kali lebih sering pada
perokok berat tanpa memandang jenis kelamin, usia, pekerjaan, atau tempat tinggal.11

18
Patogenesis

Faktor primer atau pemicu dalam pembentukan bronkitis kronik adalah iritasi kronik
oleh bahan-bahan yang terhirup, misalnya asap rokok (90% pasien adalah perokok) dan padi-
padian, kapas, dan debu silika. Infeksi bakteri dan virus merupakan hal penting yang dapat
memicu eksaserbasi akut penyakit.

Gambaran paling dini dari bronchitis kronik adalah hipersekresi mucus di saluran
napas besar karena terjadinya hipertrofi kelenjar submukosa di trakea dan bronkus. Protease
yang dikeluarkan dari neutrofil serta metalloproteinase matriks, merangsang terjadinya
hipersekresi mucus. Seiring dengan menetapnya bronkitis kronik, juga terjadi peningkatan
mencolok jumlah sel goblet di saluran napas kecil-bronkus kecil dan brokiolus sehingga
terjadi produksi mucus yang berlebihan yang ikut menyebabkan obstruksi saluran napas.
Diperkirakan bahwa, baik hipertrofi kelenjar submukosa maupun peningkatan sel goblet
adalah suatu reaksi metaplastik protektif terhadap asap rokok atau polutan lain (misalnya
sulfur dioksida dan nitrogen oksida. Hipersekresi mucus di saluran napas besar adalah
penyebab pembentukan berlebihan sputum. Peran infeksi tampaknya hanya sekunder. Infeksi
tifdak memicu bronchitis kronik, tetapi berperan dalam menimblkan eksaserbasi akut. Asap
rokok mempermudah terjadi infeksi, dapat dengan mengganggu kerja silia epitel saluran
napas, dapat secara langsung merusak epitel saluran napas, dan menghambat kemampuan
leukosit bronkus dan alveolus membersihkan bakteri. Infeksi virus juga dapat menyebabkan
eksaserbasi bronkitis kronik.11

Penatalaksanaan

Non-medikamentosa: dapat dilakukan dengan pemberian rehabilitasi, terapi oksigen,


ventilator.
Medikamentosa
1. pemberian Bronkodilatator; merupakan obat utama untuk mengurangi gejala
klinis seperti dyspnoe.
2. Obat golongan simpatomimetik; beta adrenergik selektif menyebabkan
relaksasi otot polos bronkus dan memperbaiki mucocilliary clearence.
3. Golongan antikolinergik; menghambat secara kompetitif reseptor kolinergik
otot polos bronkus sehingga menyebabkan bronkodilatasi
4. Golongan metilxantin; juga menyebabkan bronkodilatasi

19
5. Kortikosteroid; sebagai antiinflamasi yang bekerja dengan cara menurunkan
permeabilitas kapiler sehingga jumlah mucus berkurang, menghambat aktifitas
enzim proteolitik, dan menghambat prostaglandin.
6. Antibiotik; hanya diberikan pada kasus eksaserbasi yang diseababkan oleh
karena bakteri.11

Abses paru

Abses paru adalah infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru yang
terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nana (pus) dalam parenkim paru pada
satu lobus atau lebih. Abses paru harus dibedakan dengan kavitas pada tuberculosis paru.
Abses paru lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dan umumnya terjadi
pada usia tua.11

Pemeriksaan penunjang

1. Laboratorium, hitung leukosit tinggi berkisar 10.000-30.000/mm3 dengan hitung jenis


bergeser kekiri dan sel polimorfonuklear yang banyak terutama netrofil yang
immature. Bila abses berlangsung lama sering ditemuka adanya anemia dan
peningkatan LED.
2. Radiologi, foto dada PA lateral sangat membantu untuk melihat lokasi lesi dan bentuk
abses paru. Pada hari-hari pertama penyakit, foto dada hanya menunjukkan gambaran
opak dari satu atau lebih segmen paru atau hanya berupa gambaran densitas homogen
yang berbentuk bulat. Kemudian akan ditemukan gambaran radiolusen dalam baying
infiltrat yang padat.12

Gambaran klinis

Onset penyakit bisa berjalan lambat atau mendadak/akut. Disebut abses akut bila
terjadinya kurang dari4-6 minggu. Umumnya pasien memiliki riwayat perjalan penyakit 1-3
minggu dengan gejala awal adalah badan terasa lemah, tidak nafsu makan, penurunan berat
badan, batuk kering, keringat malam, demam intermitten bisa disertai menggigil dengan suhu
tubuh mencapai 39,40C atau lebih. Tidak ada demam tidak menyingkirkan adanya abses
paru. Setelah beberapa hari dahak bisa menjadi purulen dan bisa mengandung darah.

Kadang-kadang kita belum curiga adanya abses paru sampai dengan abses tersebut
menembus bronkus dan mengeluarkan banyak sputum dalam beberapa jam sampai dengan

20
beberapa hari yang bisa mengandung jaringan paru yang mengalami gangren. Sputum yang
berbau amis dan berwarna anchovy menunjukkan penyebabnya bakteri anearob dan disebut
dengan putrid abscesses, tetapi tidak didapatkannya sputum dengan ciri diatas tidak
menyingkirkan kemungkinan infeksi anaerob. Bila terdapat nyeri dada menunjukkan
keterlibatan pleura. Batuk darah bisa dijumpai, biasanya ringan tetapi ada yang massif. Pada
beberapa kasus penyakit berjalan sangat akut dengan mengeluarkan sputum yang berjumlah
banyak dengan lokasi abses biasanya di segmen apikal lobus atas. Sedangkan abses paru
sekunder seperti yang disebabkan oleh septiK emboli paru dan infark. Abses sudah bisa
timbul hanya dalam waktu 2-3 hari.12

Patogenesis

Bermacam-macam faktor yang berinteraksi dalam terjadinya abses paru seperti daya
tahan tubuh dan tipe dari mikroorganisme patogen yang menjadi penyebab. Terjadinya abses
paru biasanya melalui dua cara yaitu aspirasi dan hematogen. Yang paling sering dijumpai
adalah kelompok abses paru bronkogenik yang termasuk akibat aspirasi, stasis sekresi, benda
asing, tumor, dan striktur bronkial. Keadaan ini menyebabkan obstruksi bronkus dan
terbawanya organisme virulen yang akan menyebabkan infeksi pada daerah distal obstruksi
tersebut. Abses seperti ini banyak terjadi pada psien bronkitis kronik karena banyanya mukus
pada saluran napas bawahnya yang merupakan kultur media yang sangat baik bagi organisme
yang teraspirasi.

Secara hematogen, yang paling sering terjadi adalah akibat septikemi atau sebagai
fenomena septik emboli, sekunder dari fokus infeksi dari bagian lain tubuhnya seperti
tricuspid valve endocarditis. Penyebaran hematogen ini umumnya akan berbentuk abses
multiple dan kecil-kecil adalah lebih sulit dari abses single walaupun ukurannya besar. Secara
umum diameter abses paru bervariasi dari beberapa mm sampai 5 cm. atau lebih. Disebut
abses primer bila infeksi diakibatkan aspirasi atau pneumonia yang terjadi pada orang
normal, sedangkan abses sekunder bila infeksi terjadi pada orang yang sebelumnya sudah
mempunyai kondisi seperti obstruksi, dronkiektasis dan gangguan imunitas.

Selain itu abses paru dapat terjadi akibat necrotizing pneumonia yang menyebabkan
terjadinya nekrosis dan pencairan pada daerah yang mengalami konsolidasi, dengan organism
penyebabnya paling sering adalah Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumonia dan grup
Pseudomonas. Abses yang terjadi biasanya multiple dan berukuran kecil-kecil (<2cm). Bula
atau kista yang sudah ada bisa berkembang menjadi abses paru.11,12

21
Etiologi

Abses paru dapat disebabkan oleh:

1. Kelompok bakteri anaerob, biasanya diakibatkan oleh pneumonia aspirasi:


Bacteriodes melaninogenus, Bacteriodes fragilis, Peptostreptococcus species,
Bacillus intermedius, Fusobacterium nucleatum dan Microaerophilic streptococcus.
Bakteri anaerobic meliputi 89% penyebab abses paru.
2. Kelompok bakteri aerob: Staphylococcus aureus, Streptococcus microaerophilic,
Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumonia, Klebsiella pneumonia,
Pseudomonas aeroginosa, Escherichia coli, dll.
3. Kelompok jamur: mucoracea, aspergilus species
4. Parasit, amuba.12

Penatalaksanaan

Tujuan utama pengobatan pasien abses paru adalah eradikasi secepatnya dari patogen
penyebab dengan pengobatan yang cukup, drainase yang adekuat dari empiema, dan
pencegahan komplikasi yang terjadi. Pasien abses paru memerlukan istirahat yang cukup.
Bila abses paru pada foto dada menunjukkan diameter 4 cm atau lebihh sebaiknya pasien
pasien dirawat inap. Posisi berbaring pasien hendaknya miring dengan paru yang terkena
abses berada diatas supaya gravitasi drainase lebih baik. Bila segmen superior lobus bawah
yang terkena, maka hendaknya bagian atau tubuh pasien /kepala berada dibagian terbawah
(posisi trendelenberg). Diet biasanya bubur biasa dengan tinggi kalori tinggi protein. Bila
abses telah mengalami resolusi dapat diberikan nasi biasa. Penyembuhan sempurna abses
paru tergantung dengan pegobatan antibioti yang adekuat dan diberikan sedini mungkin
segera setelah sampel dahak dan darah diambil untuk dikultur dan tes sensitivita. Kebanyakan
abses paru yang disebabkan bakteri anerob kumannya tidak dapat ditentukan dengan pasti,
sehingga pengobatan diberikan secara empiric. Antibiotic yang paling baik adalah
klindamisin oleh karena mempunyai spectrum yang lebih baik pada bakteri anaerob.
Klindamisin diberikan mula-mula dengan dosis 3x600 mg intravenous, kemudian 4x300 mg
oral/hari. Regimen alternatif adalah penisilin G 2-10 juta unit/hari, ada yang sampai
memberikan 25 juta unit atau lebih/hari, dikombinasikan dengan streptomisin, kemudian
dilanjutkan dengan penisilin oral 4x500-750 mg/hari. Antibiotic parenteral diganti keoral bila
pasien tidak panas lagi dan merasa sudah baikan. Kombinasi penisilin 12-18 juta unit/hari dan
metronidazol 2 g/hari dengan dosis terbagi (untuk penyebab bakteri anaerob) yang diberikan

22
selama 10 hari.Kemudian antibiot ic diberikan sesuai dengan hasil tes sensitivitas, abses paru
yang disebabkan oleh stafilokokus harus diobati dengan penisilinase resistant penicillin atau
sefalosporin generasi pertama, sedangkan untuk Staphylococcus aureus yang methicillin
resistant pilihannya adalah vankomisin. Abses paru amubik diberikan metronidazol 3x750
mg, sedangkan bila penyakitnya serius dan terjadi rupture dari abses harus ditambahkan
emetin parenteral pada 5 hari pertama. Resolusi sempurna biasanya membutuhkan waktu
pengobatan 6-10 minggu dengan pemberian antibiotic oral sebagai pasien rawat jalan.12

Prognosis dan Pencegahan

Tiap kemungkinan penyakit memiliki prognosis yang berbeda-beda. Dalam kasus ini,
tindakan pencegahan dilakukan untuk meminimalisir kemungkinan perjalanan penyakit
menjadi lebih buruk. dengan melakukan pengobatan berdasarkan regimen yang dianjukan,
maka hasil yang diharapkan juga akan lebih baik, serta menghindari faktor-faktor pencetus
yang dapat memperburuk keadaan. Tindakan terapi sedini mungkin akan membantu
meringankan komplikasi lebih lanjut.12

Kesimpulan

Pada kasus ini, dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang sesuai, maka akan
mungkin didapatkan diagnosis yang tepat dari pasien. Dengan adanya pemeriksaan
penunjang yang memadai untuk tiap kemungkinan penyakit yang dicurigai, working
diagnosis akan mengarah lebih tepat. Pada kasus ini, dikarenakan hasil pemeriksaan
penunjang yang spesifik yang diminta yaitu pemeriksaan BTA belum keluar, maka pasien
belum dapat didiagnosis sebagai tuberkulosis paru, untuk itu penting untuk membuat
beberapa daftar kemungkinan penyakit yang mungkin dari gejala klinik yang dikeluhakan
pasien.

23
Daftar pustaka

1. Thomas J, Monaghan T. Buku saku oxford pemeriksaan fisik & keterampilan praktis.
Jakarta: EGC;2012.h.168-82.
2. Santoso M, Kartadinata H, Yuliani IW, Widjaja WH, Kurnia Y, Rumawas MA. Buku
panduan keterampilan klinik. Jakarta: Fakultas Kedokteran UKRIDA;2011.h.40-9.
3. Wardhani DP, Uyainah A. Tuberkulosis. Dalam: Tanto C, Liwang F, Hanifati S,
Pradipta EA, penyunting. Kapita selekta kedokteran. Edisi ke-4. Jakarta: Media
Aesculapius; 2014.
4. Ipd
5. Pradipta EA, Wardhani DP, Uyainah A. Kanker paru. Dalam: Tanto C, Liwang F,
Hanifati S, Pradipta EA, penyunting. Kapita selekta kedokteran. Edisi ke-4. Jakarta:
Media Aesculapius; 2014
6. Ipd ca 2006
7. Rahmatullah P. Bronkiektasis. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata K,
Setiyohadi B, Syam AF, penyunting. Ilmu penyakit dalam. Edisi ke-6. Jakarta: Interna
publishing;2014.h.1682-9
8. Wardhani DP, Uyainah. Bronkiektasis. Dalam: Tanto C, Liwang F, Hanifati S,
Pradipta EA, penyunting. Kapita selekta kedokteran. Edisi ke-4. Jakarta: Media
Aesculapius; 2014.h.284-6.
9. Dahlan Z. Pneumonia. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata K,
Setiyohadi B, Syam AF, penyunting. Ilmu penyakit dalam. Edisi ke-6. Jakarta: Interna
publishing;2014.h.1608-12

24
10. Tanjung A, Keliat EN. Mikosis paru. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW,
Simadibrata K, Setiyohadi B, Syam AF, penyunting. Ilmu penyakit dalam. Edisi ke-6.
Jakarta: Interna publishing;2014.h.1658-64
11. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins & Cotran dasar patologis penyakit. Edisi ke-
7. Jakarta: EGC;2007.
12. Rasyid A. Abses paru. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata K,
Setiyohadi B, Syam AF, penyunting. Ilmu penyakit dalam. Edisi ke-6. Jakarta: Interna
publishing;2014.h.1651-7

25

Anda mungkin juga menyukai

  • Makalah Filariasis
    Makalah Filariasis
    Dokumen23 halaman
    Makalah Filariasis
    sri wahyuni
    83% (6)
  • Cerpen
    Cerpen
    Dokumen3 halaman
    Cerpen
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Blok 9 - Elva
    Blok 9 - Elva
    Dokumen15 halaman
    Blok 9 - Elva
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Mariska - SKEN 6
    Mariska - SKEN 6
    Dokumen23 halaman
    Mariska - SKEN 6
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Blok 29 Baru
    Blok 29 Baru
    Dokumen16 halaman
    Blok 29 Baru
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Skenario 1
    Skenario 1
    Dokumen15 halaman
    Skenario 1
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Skenario 1
    Skenario 1
    Dokumen15 halaman
    Skenario 1
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Blok 16
    Blok 16
    Dokumen22 halaman
    Blok 16
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Skenario 5
    Skenario 5
    Dokumen17 halaman
    Skenario 5
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Skenario 7
    Skenario 7
    Dokumen17 halaman
    Skenario 7
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Blok 18
    Blok 18
    Dokumen21 halaman
    Blok 18
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Ensefalopati Hepaticum
    Ensefalopati Hepaticum
    Dokumen17 halaman
    Ensefalopati Hepaticum
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Skenario 8
    Skenario 8
    Dokumen14 halaman
    Skenario 8
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Skenario 8
    Skenario 8
    Dokumen14 halaman
    Skenario 8
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Skenario 5
    Skenario 5
    Dokumen14 halaman
    Skenario 5
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Arteri Basilaris
    Arteri Basilaris
    Dokumen2 halaman
    Arteri Basilaris
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Makalah Sken.7
    Makalah Sken.7
    Dokumen13 halaman
    Makalah Sken.7
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Hemo Filia
    Hemo Filia
    Dokumen19 halaman
    Hemo Filia
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • BLOK 14 - Fraktur Tibia
    BLOK 14 - Fraktur Tibia
    Dokumen19 halaman
    BLOK 14 - Fraktur Tibia
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Hemo Filia
    Hemo Filia
    Dokumen19 halaman
    Hemo Filia
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Mumps
    Mumps
    Dokumen10 halaman
    Mumps
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Makalah Blok 6
    Makalah Blok 6
    Dokumen13 halaman
    Makalah Blok 6
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • E8 - Skenario 9
    E8 - Skenario 9
    Dokumen15 halaman
    E8 - Skenario 9
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Makalah Skenario 12 - PBL F5
    Makalah Skenario 12 - PBL F5
    Dokumen12 halaman
    Makalah Skenario 12 - PBL F5
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Adaptasi Sel
    Adaptasi Sel
    Dokumen9 halaman
    Adaptasi Sel
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • E8 - Skenario 9
    E8 - Skenario 9
    Dokumen15 halaman
    E8 - Skenario 9
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Skenario 9 - E7
    Skenario 9 - E7
    Dokumen26 halaman
    Skenario 9 - E7
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • E8 - Skenario 7
    E8 - Skenario 7
    Dokumen21 halaman
    E8 - Skenario 7
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Katara K
    Katara K
    Dokumen24 halaman
    Katara K
    Elva patabang
    Belum ada peringkat