Hemostasis
Hemostasis adalah penghentian perdarahan dari suatu pembuluh darah yang rusak.
Hemostasis melibatkan tiga langkah utama, yaitu :
1. Spasme vaskuler
Pembuluh darah yang robek akan segera mengalami vasokonstriksi akibat
respon vaskuler inheren terhadap cedera dan adanya rangsang saraf simpatis.
Vasokonstriksi ini akan memperlambat aliran darah melalui defek sehingga
pengeluaran darah minimum. Akibat spasme vaskuler ini, permukaan endotel
pembuluh darah saling melekat satu sama lain sehingga dapat menutup pembuluh
darah yang rusak.
2. Pembentukan sumbat trombosit
Dalam keadaan normal, trombosit tidak melekat pada endotel pembuluh darah
tetapi bila terjadi cedera pada pembuluh darah, trombosit akan melekat ke kolagen
yang terpajan, yaitu protein fibrosa. Setelah terjadi akumulasi, trombosit
mengeluarkan adenosin difosfat (ADP) yang menyebabkan permukaan trombosit
dalma sirkulasi yang lewat menajdi lengket dan melekat ke lapisan trombosit
pertama. Kemudian, akan mengeluarkan lebih banyak ADP, demikian seterusnya,
dan trombosit cepat terbentuk di tempat cedera melalui mekanisme umpan balik
positif. Selain itu, trombosit juga mengeluarkan tromboksan A2, secara langsung
meningkatkan agregasi trombosit, dan secara tidak langsung meningkatkan proses
dengan mencetuskan pengeluaran ADP.
3. Koagulasi darah
Koagulasi darah atau pembekuan darah adalah transformasi darah dari cairan
menjadi gel padat. Mekanisme hemostasis tubuh yang paling kuat dan diperlukan
untuk menghentikan perdarahan.
Proses koagulasi berlangsung dalam 3 fase :
a. Fase I (Pembentukan tromboplastin)
Ada tiga jalur pada pembentukan tromboplastin, yaitu :
1) Jalur intrinsik
Jalur intrinsik melibatkan perubahan enzimatik berurutan dari bentuk
inaktif faktor XII, XII, dan IX. Faktor IX yang teraktivasi (faktor IXa)
berinteraksi dengan faktor VIII, kalsium, dan fosfolipid mengaktifkan faktor
X. Faktor Xa berinteraksi dengan faktor V, kalsium, dan fosfolipid menjadi
kompleks aktif yang mengubah protrombin (faktor II) menjadi trombin.
Kompleks aktif ini disebut dengan protrombinase, aktivator protrombin, dan
tromboplastin.
2) Jalur ekstrinsik
Jalur ekstrinsik diaktifkan oleh tissue factor (faktor jaringan) yang
kontak dengan darah akibat rusaknya jaringan atau endotel. Jalur ini
melibatkan perubahan faktor VII menjadi faktor VIIa oleh faktor jaringan
(suatu kompleks protein fosfolipid), dimana faktor VIIa akan mengaktifkan
faktor X secara langsung.
3) Jalur bersama
Jalur intrinsik dan jalur ekstrinsik akan bertemu pada jalur bersama.
Jalur ini dimulai dari aktivasi faktor X menjadi Xa. Kemudian faktor Xa
dibantu dengan kalsium, faktor Va, dan fosfolipid yang membentuk suatu
kompleks yang disebut prothrombinase complex, akan mengaktifkan
protrombin menjadi trombin, disebut fase II (koagulasi).
b. Fase II (Koagulasi)
Pada fase koagulasi melibatkan pemecahan protrombin (faktor II) menjadi
molekul yang lebih kecil, salah satu diantaranya trombin (faktor IIa). Trombin
yang terbentuk akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin melalui tiga langkah,
yaitu : (i) pembentukan molekul fibrinopeptida A dan B dari fibrinogen yang
menghasilkan monomer fibrin, (ii) selanjutnya, monomer fibrin akan mengalami
polimerisasi spontan membentuk fibrin polimer (benang fibrin), (iii) langkah
terakhir adalah pembentukan ikatan kovalen dari benang fibrin yang
menghasilkan fibrin yang stabil dengan bantuan faktor XIIIa yang dibentuk oleh
trombin terhadap faktor XIII.
c. Fase II (Fibrinolisis)
Fibronilisis merupakan respon tubuh terhadap aktivasi sistem koagulasi.
Pada fase ini, penghancuran fibrin penting bagi pembentukan pembuluh darah
yang baru, rekanalisasi pembuluh darah, dan penyembuhan luka.
Aktivator fibronolisis adalah tissue plasminogen aktivator (t-PA) dan
urokinase type plasminogen activator (u-PA) yang dilepaskan dari endotel untuk
mengubah plasminogen menjadi plasmin. Jika plasmin terbentuk akan terjadi
proteolisis fibrin. 4
Selain itu, tubuh juga memiliki inhibitor fibrinolisis alamiah, yaitu
plasminogen aktivator inhibitor type 1 (PAI-1), 2-antiplasmin (2-plamin
inhibitor) dan trombin-activatable fibrinolysis inhibitor (TAFI). Aktivator dan
inhibitor ini diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan.
Bagan 1. Kaskade koagulasi dan fibrinolisis
Sumber : http://ejournal.unud.ac.id
Terdapat dua faktor yang menyebabkan pembekuan darah yaitu faktor instrinsik dan
ekstrinsik. Proses yang mengawali pembentukan bekuan fibrin sebagai respon terhadap
cedera jaringan dilaksanakan oleh lintasan ekstrinsik. Sedangkan lintasan instrinsik terjadi
karena pengaruh dari protein kolagen dan kalikrein di dalam tubuh. Lintasan ekstrinsik dan
instrinsik menyatu dalam lintasan akhir yang sama yaitu pengaktifan protrombin menjadi
trombin.1,2,5,11,12
Gambar 2. Mekanisme pembekuan darah
Lintasan intrinsik, ekstrinsik, dan lintasan terakhir melibatkan banyak macam protein
yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut: zimogen protease, kofaktor, fibrinogen,
transglutaminase, dan protein pengatur. Proses pembekuan darah ini merupakan mekanisme
bertingkat yang melibatkan kesinambungan pengaktifan faktor yang satu dengan yang
lainnya. Pada tahap terakhir trombin akan mengubah fibrinogen menjadi serat fibrin yang
dapat menjaring platelet trombosit, sel darah merah, dan plasma sehingga terbentuk bekuan
darah. Fibrinogen (340 kDa) merupakan glikoprotein plasma yang bersifat dapat larut, terdiri
atas tiga pasang rantai polipeptida nonidentik, pada kedua rantainya terdapat fibrinopeptida
yang mengandung muatan negatif berlebihan yang turut memberikan sifat dapat larut. 1,2,5
Benang fibrin merupakan produk degradasi fibrinogen oleh trombin, yang masih
memiliki 98% residu yang terdapat dalam fibrinogen. Trombin menghidrolisis empat ikatan
Arg-Gli diantara molekul-molekul fibrinopeptida sehingga memungkinkan monomer fibrin
mengadakan agregrasi spontan dengan susunan bergiliran sehingga terbentuk bekuan fibrin
yang tidak larut. Polimerisasi fibrin terjadi akibat adanya ikatan hidrogen yang distabilkan
oleh ikatan kovalen.1,2,5
Bila terjadi luka pada penderita hemofilia maka bekuan darah akan dibentuk dengan
diawali oleh lepasnya tromboplastin jaringan. Kemudian bila terjadi gangguan pembekuan
darah tanpa luka yang berlanjut maka yang terjadi adalah perdarahan hebat. Penderita
hemofilia biasanya mempunyai waktu perdarahan yang normal tetapi perdarahan dapat terjadi
lagi pada lokasi bila dikakukan tes beberapa jam kemudian. 1,2,5
Berbeda dengan hemofilia, penyakit von Willebrand disebabkan oleh defisiensi atau
abnormalitas fungsi dari faktor von Willebrand. Faktor von Willebrand merupakan suatu
plasma glikoprotein multimer heterogen yang memiliki dua fungsi, yaitu menfasilitasi adhesi
trombosit dan berperan sebagai protein pembawa untuk faktor VIII, sehingga bila terjadi
abnormalitas pada faktor von Willebrand maka tahap awal proses hemostasis akan terganggu,
yaitu pada tahap pembentukan sumbat trombosit di pembuluh darah yang rusak kemudian
secara sekunder menyebabkan ganggian pembekuan darah akibat defisiensi faktor VIII.
5. Faktor V
Proaccelerin : sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif labil dan panas, yang
hadir dalam plasma, tetapi tidak dalam serum, dan fungsi baik di intrinsik dan ekstrinsik
koagulasi jalur. Proaccelerin mengkatalisis pembelahan prothrombin trombin yang aktif.
Kekurangan faktor ini, sifat resesif autosomal, mengarah pada kecenderungan berdarah yang
langka yang disebut parahemophilia, dengan berbagai derajat keparahan. Disebut juga
akselerator globulin.
6. Faktor VI
Sebuah faktor koagulasi sebelumnya dianggap suatu bentuk aktif faktor V, tetapi tidak
lagi dianggap dalam skema hemostasis.
7. Faktor VII
Proconvertin: sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabildan panas dan
berpartisipasi dalam Jalur koagulasi ekstrinsik. Hal ini diaktifkan oleh kontak dengan
kalsium, dan bersama dengan mengaktifkan faktor III itu faktor X. Defisiensi faktor
Proconvertin, yang mungkin herediter (autosomal resesif) atau diperoleh (yang berhubungan
dengan kekurangan vitamin K), hasil dalam kecenderungan perdarahan. Disebut juga serum
prothrombin konversi faktor akselerator dan stabil.
8. Faktor VIII
Antihemophilic faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif labil dan
berpartisipasi dalam jalur intrinsik dari koagulasi, bertindak (dalam konser dengan faktor von
Willebrand) sebagai kofaktor dalam aktivasi faktor X. Defisiensi, sebuah resesif terkait-X
sifat, penyebab hemofilia A. Disebut juga antihemophilic globulin dan faktor antihemophilic
A.
9. Faktor IX
Tromboplastin Plasma komponen, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabil
dan terlibat dalam jalur intrinsik dari pembekuan. Setelah aktivasi, diaktifkan Defisiensi
faktor X. hasil di hemofilia B. Disebut juga faktor Natal dan faktor antihemophilic B.
10. Faktor X
Stuart faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabil dan berpartisipasi
dalam baik intrinsik dan ekstrinsik jalur koagulasi, menyatukan mereka untuk memulai jalur
umum dari pembekuan. Setelah diaktifkan, membentuk kompleks dengan kalsium, fosfolipid,
dan faktor V, yang disebut prothrombinase; hal ini dapat membelah dan mengaktifkan
prothrombin untuk trombin. Kekurangan faktor ini dapat menyebabkan gangguan koagulasi
sistemik. Disebut juga Prower Stuart-faktor. Bentuk yang diaktifkan disebut juga
thrombokinase.
11. Faktor XI
Tromboplastin plasma yg di atas, faktor koagulasi yang stabil yang terlibat dalam
jalur intrinsik dari koagulasi; sekali diaktifkan, itu mengaktifkan faktor IX. Lihat juga
kekurangan faktor XI. Disebut juga faktor antihemophilic C.
12. Faktor XII
Hageman faktor: faktor koagulasi yang stabil yang diaktifkan oleh kontak dengan
kaca atau permukaan asing lainnya dan memulai jalur intrinsik dari koagulasi dengan
mengaktifkan faktor XI. Kekurangan faktor ini menghasilkan kecenderungan trombosis.
Etiologi
Hemofilia disebabkan oleh mutasi dalam gen untuk protein faktor yang terlibat dalam
pembekuan darah. Mutasi protein faktor maksudnya adalah perubahan permanen pada faktor
pembekuan darah yang diturunkan dalam bahan genetik. Mutasi pada protein faktor ini dapat
menyebabkan terjadinya defisiensi pada faktor pembekuan darah. Pada hemofilia A, terjadi
defisiensi faktor VIII atau faktor antihemofilik yang merupakan suatu rantai tunggal protein
besar yang mengatur aktivasi faktor X dalam jalur pembekuan darah ekstrinsik, sedangkan
hemofilia B merupakan defisiensi faktor IX yaitu suatu rantai tunggal proenzim yang
berperan dalam jalur pembekuan darah intrinsik, dan hemofilia C terjadi karena defisiensi
faktor XI yaitu suatu protein dimer yang juga berfungsi dalam jalur pembekuan darah
intrinsik.2,5,7,8
Hemofilia merupakan gangguan perdarahan yang bersifat herediter dan diturunkan
dalam pola sex linked resesif. Sifat sex linked hemofilia berasal dari kenyataan bahwa gen
tersebut terdapat pada kromosom X. Wanita memiliki dua kromoson X, maka wanita sering
menjadi karier penyakit ini, yang berarti bahwa wanita memiliki satu kromosom X yang
normal dan satu kromosom X dengan gen protein faktor mutasi. Bagi wanita untuk terkena
penyakit ini harus menerima kromosom X mutasi yang jarang ini dari kedua orang tuanya,
sedangkan bagi laki-laki lebih mungkin terkena penyakit ini karena laki-laki hanya memiliki
satu kromosom X yang diterima dari ibunya (dan kromosom Y yang berasal dari ayahnya)
sehingga bila ibunya membawa gen hemofilia/ karier maka kemungkinan terkena hemofilia
adalah 50 berbanding 50.2,5,7,8
Gangguan pada hemofilia terjadi pada salah satu tahap dalam proses hemostasis yaitu
pada tahap proses pembekuan darah. Proses hemostasis merupakan proses penghentian
perdarahan pada pembuluh darah yang luka dengan melibatkan faktor-faktor pembuluh darah,
trombosit, dan faktor pembekuan darah. Dalam proses ini, pembuluh darah akan mengalami
vasokonstriksi, dan trombosit akan beragregasi membentuk sumbat trombosit. Selanjutnya,
sumbat trombosit oleh fibrin yang dibentuk melalui proses pembekuan darah akan
memperkuat sumbat trombosit yang telah terbentuk sebelumnya. Secara normal proses
pembekuan darah berjalan melalui tiga tahap, yaitu :1,2,5
(1) Aktivasi tromboplastin
(2) Pembentukan trombin dari protrombin
(3) Pembentukan fibrin dari fibrinogen
- Faktor kongenital
Bersifat resesif autosomal herediter. Kelainan timbul akibat sintesis faktor pembekuan darah
menurun. Gejalanya berupa mudahnya timbul kebiruan pada kulit atau perdarahan spontan
atau perdarahan yang berlebihan setelah suatu trauma.
- Faktor didapat
Biasanya disebabkan oleh defisiensi faktor II (protrombin) yang terdapat pada keadaan
berikut:
1. Neonatus, karena fungsi hati belum sempurna sehingga pembekuan faktor darah
khususnya faktor II mengalami gangguan.
2. Defisiensi vitamin K, hal ini dapat terjadi pada penderita ikterus obstruktif, fistula
biliaris, absorbsi vitamin K dari usus yang tidak sempurna atau karena gangguan
pertumbuhan bakteri usus.
3. Beberapa penyakit seperti sirosis hati, uremia, sindrom nefrotik dan lain-lain
4. Terdapatnya zat antikoagulansia (dikumarol, heparin) yang bersifat antagonistik
terhadap protrombin.
5. Disseminated intravascular coagulation (DIC).
Epidemiologi
Secara umum, insiden hemofilia pada populasi cukup rendah yaitu sekitar 0,091% dan 85 %
nya adalah hemofilia A. Disebutkan pada sumber lain insiden pada hemofilia A 4-8 kali lebih
sering dari hemofilia B. Angka kejadian hemofilia A sekitar 1:10.000 dari penduduk laki-laki
yang lahir hidup, tersebar di seluruh dunia tidak tergantung ras, budaya, sosial ekonomi
maupun letak geografi. Insiden hemofilia A di Indonesia belum banyak dilaporkan, sampai
pertengahan 2001 disebutkan sebanyak 314 kasus hemofilia A. Sedangkan insiden hemofilia
B diperkirakan 1:25.000 laki-laki lahir hidup. Hemofilia C yang diturunkan secara autosomal
resesif dapat terjadi pada laki-laki maupun pada perempuan, menyerang semua ras dengan
insiden terbanyak ras Yahudi.
Patofisiologi
Mekanisme terjadi hemofilia karena adanya gangguan selama proses pembekuan darah,
dimana mekanisme pembekuan darah yang normal pada dasarnya dibagi menjadi 3 jalur yaitu
a. Ketika mengalami perdarahan berarti
: (i) jalur intrinsik (dimulai aktivasi terjadi
faktor XII
lukasampai
pada faktor Xa), (ii)
pembuluh darahjalur ekstrinsik (mulai
(yaitu
aktivasi faktor VII sampai terbentuk faktortempat
saluran Xa), (iii)
darahjalur bersama
mengalir (common pathway)
keseluruh
dimulai dari aktivasi faktor X sampaitubuh),
terbentuk
lalufibrin
darahyang stabil.
keluar dari pembuluh.
b. Pembuluh darah mengerut/mengecil.
Pada orang normal, proses pembekuan darah, sebagai berikut :
c. Trombosit akan menutup luka pada
pembuluh.
d. Faktor-faktor pembekuan darah bekerja
membuat benang-benang fibrin yang akan
menutup luka sehingga darah berhenti
mengalir keluar pembuluh.
Gambar 2. Proses pembekuan darah pada orang normal
Sumber : http://www.hemofilia.or.id.hemofilia.php
Faktor VIII adalah glikoprotein yang dibentuk di sel sinusoidal hati. Produksi faktor VIII
dikode oleh gen yang terletak pada kromosom X. Di dalam sirkulasi, faktor VIII akan
membentuk kompleks dengan faktor von Willebrand. Faktor von Willebrand adalah protein
berat molekul besar yang dibentuk disel endotel dan megakariosit. Fungsinya sebagai protein
pembawa faktor VIII, melindungi dari degradai proteolisis, dan proses adhesi trombosit.
Faktor VIII berfungsi pada jalur intrinsik sistem koagulasi yaitu sebagai kofaktor untuk faktor
IXa dalam proses aktivasi faktor X.
Pada orang normal, aktifitas faktor VIII berkisar antara 50-150%. Pada hemofilia A, aktifitas
faktor VIII rendah. Faktor VIII termasuk protein fase akut yaitu protein yang kadarnya
meningkat jika terdapat kerusakan jaringan, peradangan, dan infeksi. Kadar faktor VIII yang
tinggi merupakan faktor resiko trombosis. Faktor IX adalah faktor pembekuan yang dibentuk
di hati dan memerlukan vitamin K untuk proses pembuatannya.
Gambar 2 Gambar 3
Gambar 2 Memperlihatkan apa yang akan terjadi jika seorang laki laki penderita hemofilia
memiliki seorang anak dari seorang wanita normal. Semua anak perempuan akan menjadi
pembawa sifat hemofilia (carrier), jika mereka mewarisi kromosom X yang membawa sifat
hemofilia dari sang ayah. Dan semua anak laki laki tidak akan terkena hemofilia, jika
mereka mewarisi kromosom Y normal dari sang ayah.
Gambar 3 Menggambarkan keadaan keturunan, jika seorang laki- laki normal memiliki anak
dari seorang wanita pembawa sifat hemofilia, Jika mereka mendapatkan anak laki -laki, maka
anak tersebut 50% kemungkinan terkena hemofilia. Ini tergantung dari mana kromosom X
pada anak laki laki itu didapat. Jika ia mewarisi kromoson X normal dari sang ibu, maka ia
tidak akan terkena hemofilia. Jika ia mewarisi kromosom X dari sang ibu yang mengalami
mutasi, maka ia akan terkena hemofilia.3,4,5
Dengan jalan yang sama, sepasang anak perempuan memiliki 50% kemungkinan
pembawa sifat hemofilia. Ia akan normal jika ia mewarisi kromosom X normal dari sang ibu.
Dan sebaliknya ia dapat mewarisi kromosom X dari sang ibu yang memiliki sifat hemofilia,
sehingga ia akan menjadi pembawa sifat hemofilia.
Klasifikasi hemofilia
Klasifikasi hemofilia tergantung pada kadar faktor VIII atau faktor IX dalam plasma.
Dalam keadaan normal, kadar faktor VIII dan faktor IX berkisar antara 50 - 150 U/dl atau
50 - 150%.
Berdasarkan kekurangan faktor, hemofilia dibagi menjadi 3, yaitu :
a. Hemofilia A
Hemofilia A terjadi karena kekurangan faktor VIII (anti-hemophilic factor). Hemofilia
ini lebih banyak dijumpai dibandingkan dengan hemofilia B dan hemofilia C.
b. Hemofilia B
Hemofilia B terjadi karena kekurangan faktor IX (plasma thromboplastin component
atau Christmas factor).
c. Hemofilia C
Hemofilia C terjadi karena kekurangan faktor XI (plasma thromboplastin antecedent).
Hemofilia ini jarang terjadi.
Berdasarkan tingkat keparahannya hemofilia, dibagi menjadi 3, yaitu :
a. Hemofillia berat
- Kadar faktor VIII atau IX < 1%.
- Perdarahan spontan sering terjadi.
- Perdarahan pada sendi-sendi (hemarthrosis) sering terjadi.
- Perdarahan akibat luka atau trauma dapat mengancam jiwa.
b. Hemofilia sedang
Kadar faktor VIII atau IX 1 - 5%.
o Perdarahan terjadi karena trauma yang lebih berat.
o Hemarthrosis dapat terjadi meskipun jarang, biala ada biasanya tanpa
kecacatan.
o Hemofilia ringan
o Kadar faktor VIII atau IX 5 - 30%.
o Perdarahan spontan biasanya tidak terjadi.
o Hemarthrosis tidak ditemukan.
Perdarahan biasanya ditemukan pada saat tindakan operasi ringan seperti cabut gigi atau
sirkumsisi.
Manifestasi klinis
Gejala khas pada penderita hemofilia, yaitu :
a. Hemarthrosis
Salah satu gejala khas dari hemofilia adalah hemarthrosis yaitu perdarahan ke dalam
ruang sinovia sendi, misalnya pada sendi lutut. Persendian besar lainnya seperti lengan
dan bahu juga dapat terkena. Perdarahan ini bisa dimulai dengan luka kecil atau spontan
dalam sendi. Darah berasal dari pembuluh darah sinovia yang mengalir dengan cepat
mengisi ruangan sendi.
Penderita dapat merasakan permulaan timbulnya perdarahan pada sendi ini karena ada
rasa panas. Akibat perdarahan, timbul rasa sakit yang hebat, menetap disertai dengan
spasme otot, dan gerakan sendi yang terbatas. Karena perdarahan berlanjut, tekanan di
dalam ruangan sendi terus meningkat dan menyebabkan iskemia sinovia dan pembuluh-
pembuluh darah kondral. Keadaan ini merupakan permulaan kerusakan sendi yang
permanen. Akibat perdarahan yang berulang pada sendi yang sama, sering terjadi
peradangan dan penebalan pada jaringan sinovia, kemudian terdjadi atrofi otot. Keadaan
kontraksi sendi yang stabil ini merupakan predisposisi kerusakan selanjutnya, dan
akhirnya, kartilago dan substansi tulang hilang.
b. Fenomena perdarahan yang terlambat (delayed bleeding)
Fenomena ini merupakan gejala khas dari hemofilia A. Peristiwa ini biasanya ditemukan
sesudah tindakan ekstraksi gigi. Pada permulaan perdarahan berhenti dan sesudah
beberpa jam sampai beberapa hari kemudian perdarahan akan timbul kembali. Hal ini
terjadi karena permulaan trombosit dan pembuluh darah dapat menghentikan perdarahan
tetapi karena jringan fibrin tidak ada atau kurang terbentuk untuk menutup luka, maka
akan timbul perdarahan kembali.
c. Perdarahan bawah kulit atau di dalam otot
Lesi ini biasanya dimulai akibat trauma dan menyebar mengenai suatu daerah yaneg luas
dan sering tanpa ada perbedaan warna kulit di atasnya. Perdarahan jaringan lunak di
daerah leher karena trauma kecil bisa menyebabkan komplikasi yang serius karena jalan
napas bisa tertekan dan menyebabkan kematian.
Beberapa kriteria diagnostik hemofilia, yaitu :
- Kecenderungan terjadi perdarahan yang sukar berhenti setelah suatu tindakan atau
timbulnya kebiruan atau hematoma setelah trauma ringan atau terjadinya hemarthrosis.
- Adanya riwayat keluarga.
- Masa pembekuan memanjang.
- Masa protrombin normal, masa trombloplastin parsial memanjang.
- Masa pembekuan tromboplastin (thromboplastin generation test) abnormal.
-
1. Masa bayi (untuk diagnosis)
a. Perdarahan berkepanjangan setelah sirkumsisi
b. Ekimosis subkutan diatas tonjolan-tonjolan tulang (saat berumur 3-4 bulan)
c. Hematoma besar setelah infeksi
d. Perdarahan dari mukosa oral
e. Perdarahan jaringan lunak
2. Episode perdarahan (selama rentang hidup)
a. Gejala awal, yaitu nyeri
b. Setelah nyeri, yaitu bengkak, hangat dan penurunan mobilitas
- 3. Sekuela jangka panjang
- Perdarahan berkepanjangan dalam otot dapat menyebabkan kompresi saraf dan
- fibrosis otot.
Diagnosis banding
Diagnosis banding hemofilia adalah gangguan perdarahan ec gangguan trombosit dan
vaskuler yaitu Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP), Leukemia, Anemia aplastik,
Dengue dan gangguan hemostasis yaitu hemofilia A, hemofilia B, penyakit von Willebrand
(PvW), dimana ketiganya sama-sama terdapat gangguan perdarahan herediter akan tetapi
pola pewarisannya berbeda serta DIC, defisiensi Vitamin K.
Sumber : http://ejournal.unud.ac.id
Penyakit ini sering timbul terkait dengan sensitisasi oleh infeksi virus, pada kira-kira 70%
kasus ada penyakit yang mendahului seperti rubella, rubeola, atau infeksi saluran napas
atau virus. Jarak waktu antara infeksi dan awitan purpura rata-rata 2 minggu.
Gejala klinis ITP, Tampilan gangguan ini biasanya akut, dengan perdarahan kedalam
kulit, baik spontan atau setelah trauma ringan. Lesi berkisar dari ptekie pin-point sampai
ekimosis yang besar. Distribusi lesi dapat acak, tetapi sering meningkatpada titik-titik
tekanan,seperti sekitar leher dan tenggorok ketika batuk, pada wajah ketika menangis,
atau dibawah ikat pinggang elastic. Perdarahan hidung dan perdarahan dari selaput lendir
tidak jarang terjadi dan sering mengakibatkan kehilangan darah yang berat. ITP mengenai
anak laki-laki dan perempuan dengan rata. Pada anamnesis riwayat penyakit sering
mendukung adanya infeksi virus selama 4 minggu sebelum tampilan klinis dan dapat
menampakkan meningkatnya memar dan perdarahan. Pada pemeriksaan fisik normal
selain tanda perdarahan dan tidak ada bukti yang menunjukkan splenomegali,,
hepatomegali, limfadenopati, massa, ruam (selain ekimosis) dan pembengkakan sendi.
Terapi PTI lebih ditujukan untuk menjaga jumlah trombosit dalam kisaran aman sehingga
mencegah terjadinya perdarahan mayor.
Perdarahan system pusat terjadi pada 0,5% kasus dan menyebabkan sebagian besar
kematian pada penyakit ini. Perdarahan intracranial dapat terjadi kapanpun selama
perjalanan penyakit dan dikaitkan dengan hitung trombosit kurang dari10.000/mm. Awitan
biasanya akut, memar dan ruam ptekie menyeluruh terjadi 1-4 minggu setelah infeksi
virus atau beberapa kasus tidak ada penyakit yang mendahului.Perdarahan khas tidak
asimetris dan mungkin encolok di tungkai bawah. Perdarahan pada selaput lendir dapat
mencolok, dengan bulla di gusi dan bibir. Perdarahan hidung mungkin hebat dan sukar
dikendalikan. Perdarahan paling serius adalah perdarahan intracranial, yang terjadi
kurang dari 1% kasus. Hati, limpa dan kelenjar limfe kadang-kadang dapat membesar.
Kecuali tanda peradangan akut, penderita tampak baik secara klinis. Fase akut penyakit
disertai perdarahan spontan selama 1-2 minggu.Trombositopenia mungkin menetap,
tetapi perdarahan mukokutan spontan menyurut.Kadang-kadang awitan lebih perlahan-
lahan, dengan memar sedang dan sedikit ptekie.
Tatalaksana