Anda di halaman 1dari 14

Urtikaria

Kelompok E7

Rio Nesa Pratama 102009050


Robert Tupan Us Ubatan 102012335
Silvia Witarsih 102012520
Riska Cerlyan Mustamu 102013302
Ricky Djunaedi 102014008
Elva Patabang 102014029
Melyun Riza Ridwan 102014165
Naomi Constantia Allen 102014205

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Terusan Arjuna no. 6. Jakarta 11510

Abstrak

Urtikaria adalah manifestasi yang lazim akibat terdedah obat-obatan, namun, punca dalam
mayoritas pasien amat sukar dipahami. Pada pasien yang menderita urtikaria akut dan kronis,
amat ditekankan kepada para dokter untuk memasukkan obat sebagai agen penyebabnya.
Identifikasi yang benar terhadap obat pencetus sangat memberikan banyak faedah disamping
solusi yang cepat kepada situasi pasien saat itu. Dalam kasus urtikaria, sama ada akut atau kronis
mempresentasikan respon dari proses imunologi. Namun, dalam banyak kasus, sukar dibedakan
pasien dengan urtikaria adalah dari reaksi imunologi atau non-imunologi.
Kata kunci: urtikaria, imunologi, non-imunologi
Abstract

Urticaria is a common manifestation from exposure drugs, however, cause the majority of
patients are very elusive. In patients suffering from acute and chronic urticaria, is emphasized to
the doctors to enter drug prsibititas as the etiological agent. Correct identification of the
originator drug is providing many benefits in addition to a quick solution to the situation of the
patient at the time. In the case of the eruption of urticaria, whether acute or chronic, presented the

1
response of immunological processes. However, in many cases, difficult to distinguish patients
with urticaria is of immunological reactions or non-immunological.
Keywords: urticaria, immunologic, non-immunological

Pendahuluan

Kaligata atau biduran dikenal dalam dunia medis sebagai urtikaria, merupakan ruam kulit yang
ditandai dengan ruam-ruam merah pada kulit dan gatal. Ruam merah ini ukurannya bisa
bervariasi, dari yang relatif kecil bahkan besar sebesar piring makan. Urtikaria merupakan reaksi
dari alergi, yang berarti sistem kekebalan tubuh seseorang itu merespon zat yang dianggapnya
beracun. Diperkirakan bahwa setiap satu dari enam orang setidaknya akan mengalami satu kali
serangan urtikaria di beberapa titik sepanjang hidup mereka.

Pembahasan kasus

Seorang laki-laki usia 30 tahun datang dengan keluhan bentol-bentol (biduran) pada seluruh
tubuh sejak 3 jam yang lalu. Pasien mengatakan, keluhan muncul setelah minum obat warung.
Keluhan disertai gatal dan merah.

Anamnesis

Didapati bahwa laki-laki ini berusia 30 tahun, datang dengan keluhan bentol-bentol di seluruh
tubuh sejak 3 jam yang lalu setelah memakan obat warung. Ia juga mengeluh gatal.

Pemeriksaan fisik

Didapati adanya urtikaria dan eritem pada badan laki-laki ini.

Diagnosis kerja

Urtikaria

2
Urtikaria adalah reaksi kulit yang ditandai dengan adanya rasa gatal disertai udema berbatas
tegas pada epidermis (urtika), berwarna kemerahan yang timbulnya cepat dalam waktu beberapa
menit dan menghilang secara perlahan-lahan dalam waktu beberapa menit sampai 24 jam.
Urtikaria dapat disertai demam, nyeri kepala dan vertigo.1 Salah satu puncak dari terjadinya
urtikaria adalah erupsi obat yang menyebabkan terjadinya reaksi alergi yang timbul di kulit atau
mukokutan yang terjadi akibat pemberian obat secara sistematik yaitu melalui mulut, hidung,
mata, rectum, vagina, suntikan dan infuse.

Urtikaria akut, menurut definisi, adalah bercak terjadi untuk kurang dari 6 minggu. Lesi individu
biasanya berhenti timbul dan menetap kurang dari 24 jam, terjadi lebih sering pada populasi
anak, dan sering dikaitkan dengan atopi. Antara 20% dan 30% dari pasien dengan urtikaria akut
berlanjut menjadi urtikaria kronis atau berulang. Urtikaria akut dipicu oleh makanan, obat-obatan
(terutama, antibakteri lactam), serangga, kontak dengan agen eksternal, atau parasit sering IgE-
dependent. Opioid, relaksan otot, agen radiocontrast, dan vankomisin sering menimbulkan
urtikaria melalui degranulasi sel mast dan pelepasan mediator langsung proinflamasi. Urtikaria
akut complement-mediated dapat dipicu oleh serum sickness, reaksi transfusi, dan infeksi virus
atau bakteri. Akhirnya, asam asetilsalisilat (aspirin) dan NSAID dapat menyebabkan urtikaria
akut melalui pengaruhnya terhadap metabolisme asam arakidonat.

Urtikaria kronis didefinisikan sebagai pengembangan bercak kulit yang terjadi secara teratur
(biasanya harian) untuk lebih 6 minggu dengan lesi individu berlangsung 4-36 jam. Gejala dapat
menjadi parah dan dapat mengganggu kualitas hidup terkait kesehatan. Penelitian epidemiologi
terperinci tidak tersedia dan penelitian yang diterbitkan bermasalah karena pada beberapa
meliputi urtikaria fisik dan vaskulitis urtikaria sementara yang lainnya tidak. Selain itu, untuk
menutarakan sebab akibat terjadinya penyakit ini adalah sulit dan banyak kasus kekal idiopatik.
Sebagian kecil urtikaria kronis disebabkan oleh infeksi atau pseudoallergy. Meskipun banyak
kasus urtikaria kronis tetap diklasifikasikan sebagai idiopatik, bukti terbaru menunjukkan bahwa
sebagian besar yang disebut urtikaria idiopatik mungkin memiliki etiologi autoimun. Secara
umum, urtikaria kronik lebih menonjol pada pasien wanita, terjadi pada 2 wanita berbanding 1
laki-laki.2

Seperti reaksi merugikan dari obat yang lain, reaksi urtikaria dan angioedema lebih cenderung
mengenai grup-grup tertentu. Ini termasuklah orang berusia yang selalu menjalani pengobatan

3
jangka panjang dengan obat yang berbagai dan yang mengalami perubahan farmakokinetik yang
berhubungan dengan meningkatnya usia, dan golongan yang terinfeksi virus HIV. Factor genetic
juga penting dalam semua golongan umr memandangkan genetic polymorphisms dalam jalur
enzimatik untuk metabolisme obat (contoh cytochrome P450 3A atau asetilasi obat) amat lazim.
Golongan lain adalah orang yang mengidap renal kronik dan penyakit hati. 3

Antara obat yang bisa menyebabkan urtikaria adalah;

Urtikaria Akut Obat


Penicillin class antibiotics & cephalosporin (cross react)
Curare-like muscle relaxants
Iodine containing contrast media
Urtikaria kronik
Aspirin
(other) NSAID
ACE inhibitor
Tabel 1. Contoh Obat Penyebab Urtikaria3

Sumber: Drug-induced urticaria and angioedema.

Ramai pakar perubatan sering tersalah mengerti yang urtikaria dari erupsi obat adalah merupakan
reaksi alergi normal. Contoh yang lazim adalah aspirin, NSAID lainnya dan angiotensin-
convertase inhibitor(ACE) yang bisa menyebabkan terjadinya urtikaria dengan atau angioedema.
Hal ini sering kali dikenali dengan pseudoallergic urtikaria atau angioedema memandangkan
cirri klinikal dari penyakit tersebut sukar dibedakan dengan urtikaria akibat alergi yang sebenar.

Diagnosis banding

Angioedema

Angioedema ditandai dengan pembengkakan jaringan subkutan dan submukosa yang tidak sakit
dan sedikit gatal.4

Pada angioedema yang berbahaya adalah terjadi asfiksia, bila menyerang glottis. Keluhannya
umumnya gatal dan panas pada tempat lesi. Biasanya timbul mendadak dan hilang perlahan-

4
lahan dalam 24 jam. Angioedema biasanya terjadi pada daerah bibir, kelopak mata, genitalia
eksterna, tangan dan kaki. Kasus-kasus angioedema pada lidah dan laring harus mendapatkan
pertolongan segera. Penyebab tersering ialah penisilin, asam salisilat dan NSAID.1

Eritroderma

Eritroderma adalah terdapatnya eritema universal yang biasanya disertai skuama. Eritroderma
dapat disebabkan oleh bermacam-macam penyakit lain disamping alergi karena obat, misalnya
psoariasis, penyakit sistemik termasuk keganasan pada sistem limforetikuler(penyakit Hodgkin,
leukemia).

Pada eritrderma karena alergi obat terlihat eritema tanpa skuama; skuama baru timbul pada
stadium penyembuhan. Obat-obat yang biasa menyebabnya adalah sulfonamid, penisilin dan
fenilbutazon.1

Etiologi

Sebanyak 80% peyebab urtikaria tidak diketahui (idiopatik). Penyebab tersering adalah akibat
obat-obatan baik diberikan secara oral, rectal, vagina, suntikan, inhalasi bahkan topikal.
Lamanya waktu antara masuknya obat sampai timbulnya gejala berkisar antara beberapa menit,
jam bahkan hari, bergantung mekanisme yang berperan.

Obat-obat yang sering berperan dalam menimbulkan gejala urtikaria adalah antibiotik, contohnya
penisilin, streptomisin dan sulfonamid. Selain itu, derivate coal tar yaitu aspirin, antipirin dan
asetanilid. Sedative dan transquilizer yaitu, barbiturate dan fenotiasin. Produk-produk indokrin,
yaitu estrogen, ekstrak pituitary dan insulin, dan produk lainnya termasuklah derivate opium
(kodein), kinin, fenolftalein, zat pewarna dan bahan adiktif makanan serta tiourasil.

Urtikaria juga dapat dicetuskan bukan obat termasuklah rangsangan fisik yaitu dermatografis,
tekanan, suhu dingin dan panas. Termasuk juga allergen inhalasi seperti tepung sari, spora, debu
dan bulu hewan, juga dari allergen kontak. Selain itu, ia juga boleh disebabkan oleh makanan
dan bahan adiktif seperti telur, susu, keju,kerang, tomat, coklat, pewangi, pewarna, penyedap
makanan danlain-lain. Dari infeksi bakteri, jamur, virus dan infestasi cacing, dari tanaman dan
serangga, reaksi akibat infuse, serum sickness, penyakit autoimun, keganasan, psikis dan
penyakit sistemik.

5
Obat

Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara imunologik maupun


nonimunologik. Hampir semua obat sistemik dapat menimbulkan urtikaria secara imunologik
tipe I atau II. Contohnya ialah obat-obat golongan penisilin, sulfonamid, analgesik, pencahar,
hormon, dan diuretik. Adapula obat yang secara nonimunologik langsung merangsang sel mast
untuk melepaskan histamin, misalnya kodein, opium, dan zat kontras. Aspirin menimbulkan
urtikaria karena menghambat sintesis prostaglandin dari asam arakidonat.

Makanan

Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria yang akut, umumnya akibat reaksi
imunologik. Makanan berupa protein atau bahan lain yang dicampurkan kedalamnya seperti zat
warna, penyedap rasa, atau bahan pengawet, sering menimbulkan urtikaria alergika. Contoh
makanan yang sering menimbulkan urtikaria ialah telur, ikan, kacang, udang, coklat, tomat,
arbei, babi, keju bawang, dan semangka; bahan yang icampurkan seperti asam nitrat, asam
benzoat, ragi, salisilat, dan penisilin. CHAMPION (1969) melaporkan +2% urtikaria kronik
disebabkan sensitasi terhadap makanan.

Gigitan/sengatan serangga

Gigitan/sengatan serangga dapat menimbulkan urtikaria setempat, agaknya hal ini lebih banyak
diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe seluler (tipe IV). Tetapi venom dan toksin bakteri, biasanya
dapat pula mengaktifkan komplemen. Nyamuk, kepinding, dan serangga lainnya menimbulkan
urtikaria bentuk papular di sekitar tempat gigitan. Biasanya sembuh dengan sendirinya setelah
beberapa hari, mingu atau bulan.

Bahan fotosensitizer

Bahan semacam ini, misalnya griseofulvin, fenotiazin, sulfonamid, dan sabun germisid sering
menimbulkan urtikaria

6
Inhalan

Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, bulu binatang, dan aerosol,
umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik (tipe I). Reaksi ini sering dijumpai pada
penderita atopi dan disertai gangguan nafas.

Kontaktan

Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk tekstil, air liur
binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia misalnya insect repellent (penangki
serangga), dan bahan kosmetik. Keadaan ini disebabkan karena bahan tersebut menembus kulit
dan menimbulkan urtikaria.

TUFT (1975) melaporkan urtikaria akibat sefalosporin pada seorang apoteker, hal yang jarang
terjadi; karena kontak dengan antibiotik umumnya menimbulkan dermatitis kontak. Urtikaria
akibat kontak dengan klorida kobal, indikator warna pada tes provokasi keringat, telah
dilaporkan oleh SMITH (1975).

Trauma fisik

Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, yakni berenang atau memegang benda yang
dingin; faktor panas, misalnya sinar matahari, sinar ultraviolet, radiasi dan panas pembakaran;
faktor tekanan, yaitu goresan, pakaian ketat, ikat pinggang, air yang menetes atau semprotan air,
vibrasi dan tekanan berulang-ulang contonya pijatan, keringat, pekerjaan berat, demam dan
emosi menyebabkan urtikaria fisik, baik secara imunologik maupun non imunologik. Klinis
biasanya terjadi pada tempat-tempat yang mudah terkena trauma. Dapat timbul urtikaria setekah
goresan dengan benda tumpul beberapa menit sampai beberapa jam kemudian. Fenomena ini
disebut dermografisme atau fenomena Darier.

Infeksi dan infestasi

Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi bakteri, virus, jamur,
maupun infestasi parasit. Infeksi oleh bakteri, contohnya pada infeksi tonsil, infeksi gigi, dan
sinusitis. Masih merupakan pertanyaan, apakah urtikaria timbul karena toksin bakteri atau oleh
sensatisasi. Infeksi virus hepatitis, mononukleosis, dan infeksi virus Coxsackie pernah

7
dilaporkan sebagai faktor penyebab. Karena itu pada urtikaria yang idiopatik perlu dipikirkan
kemungkinan infeksi virus subklinis. Infeksi jamur kandida dan dermatofit sering dilaporkan
sebagai penyebab urtikaria. Infestasi cacing pita, cacing tambang, cacing gelang juga
Schistosoma.

Genetik

Faktor genetik ternyata berperan penting pada urtikaria dan angioedema, walaupun jarang
menunjukkan penurunan autosomal dominan. Di antaranya ialah angioneurotik edema herediter,
familial cold urticaria, familial localized heat urticaria, vibratory angioedema, heredo-familial
syndrome of urticaria deafness and amyloidosis, dan erythropoietic protoporphyria.

Penyakit sistemik

Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria, reaksi lebih sering
disebabkan reaksi kompleks antigen-antibodi. Penyakit vesiko-bulosa, misalnya pemfigus dan
dermatitis herpetiformis Duhring, sering menimbulkan urtikaria. Sejumlah 7-9% penderita lupus
eritematosus sistemik dapat mengelami urtikaria. Beberapa penyakit sistemik yang sering
disertai urtikaria antara lain limfoma, hipertiroid, hepatitis, urtikaria pigmentosa, artritis pada
demam reumatik, dan artritis reumatoid juvenilis.

Pathogenesis

Urtikaria terjadi akibat adanya degranulasi sel mass atau basofil dan mengeksrisikan zat-zat
vasoaktif amin. Yang termasuk vasoaktif amin adalah histamine, serotonin, bradikinin,
asetilkolin, prostaglandin, slow reacting substance of anaphylaxis (SRS-A), fibrin degranulation
product dan anafilatoksin. Zat-zat ini akan menimbulkan vasodilatasi dan meningkatkan
permeabilitas kapiler serta tranudasi sehingga mengakibatkan timbulnya gejala kemerahan dan
pengumpulan cairan setempat (udem).

Penyebab terlepasnya zat-zat vasoaktif amin ini antara lain adalah mekanisme imunologik,
mekanisme non imunologik dan idiopatik. Mekanisme imunologik antara lain adalah reaksi
alergi tipe 1 (IgE mediated mast cell degranulation), contohnya alergi terhadap penicillin, reaksi

8
alergi tipe 11 (reaksi sitotoksik), misalnya reaksi akibat transfuse darah dengan golongan darah
yang tipe 111 ( reaksi komples imun), misalnya pada serum sickness, reaksi alergi tipe 1V (
reaksi hipersensitivitas lambat atau imunitas selular) misalnya kontak urtikaria.

Urtikaria akut dan angioedema sering tapi tidak selalu berhubungan dengan sel mas dan aktivasi
basofil dari beberapa pemicu, yang meliputi mekanisme IgE-mediated dan non-IgE-mediated.
Sel-sel ini memainkan peran penting yang luas dalam respon imun bawaan dan diperoleh karena
mereka mengekspresikan beberapa reseptor terhadap antigen tertentu, serta fragmen komplemen,
beredar kompleks imun mengikat IgG dan IgM, sitokin,merubah tekanan darah, dan aktivasi
imunologik. Jadi ada kemungkinan bahwa aktivasi sel mast pada pasien dengan urtikaria akut
dan angioedema terjadi melalui beberapa jalur selain IgE. Kehadiran mast cell atau basofil
reseptor khusus untuk protease mungkin menjelaskan aktivasi IgE-independent sel-sel ini
melalui protease di aeroallergen, makanan, dan enzim, serta oleh protease yang dihasilkan oleh
respon pelengkap agen infeksi. Urtikaria akut dan angioedema lebih sering dikaitkan dengan
kondisi yang dapat diidentifikasi. Bila gangguan ini menjadi kronis, ia mungkin terkait dengan
penyebab yang kurang dapat diidentifikasikan.5

Mekanisme non imunologik termasuklah degenerasi langsung sel mast seperti akibat obat opiate,
polimiksin B, kurare, tubokurare dan analgesic. Selain itu, perubahan metabolisme asam
arakhidonat akibat obat-obatan seperti aspirin, obat anti inflamasi non steroid atau azo dye dan
benzoate. Ia juga dapat erjadi akibat aktivasi komplemen misalnya bahan kontras. Dan yang
terakhir dalam mekanisme non imunologik adalah akibat rangsangan fisik, misalnya suhu panas,
suhu dingin, tekanan, garukan atau bahan kimia.

Pemeriksaan Diagnostic / Penunjang

A. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah, urin, feses rutin.

Pemeriksaan darah, urin, feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi yang tersembunyi atau
kelainan pada alat dalam. Pemeriksaan darah rutin bisa bermanfaat untuk mengetahui
kemungkinan adanya penyakit penyerta, misalnya urtikaria vaskulitis atau adanya infeksi
penyerta. Pemeriksaan-pemeriksaan seperti komplemen, autoantibodi, elektrofloresis serum, faal

9
ginjal, faal hati, faal hati dan urinalisis akan membantu konfirmasi urtikaria vaskulitis.
Pemeriksaan C1 inhibitor dan C4 komplemen sangat penting pada kasus angioedema berulang
tanpa urtikaria. Cryoglubulin dan cold hemolysin perlu diperiksa pada urtikaria dingin.

Tes Alergi

Adanya kecurigaan terhadap alergi dapat dilakukan konfirmasi dengan melakukan tes kulit
invivo (skin prick test), pemeriksaan IgE spesifik (radio-allergosorbent test-RASTs) atau invitro
yang mempunyai makna yang sama. Pada prinsipnya tes kulit dan RAST, hanya bisa
memberikan informasi adanya reaksi hipersensitivitas tipe I. Untuk urtikaria akut, tes-tes alergi
mungkin sangat bermanfaat, khususnya bila urtikaria muncul sebagai bagian dari reaksi
anafilaksis. Untuk mengetahui adanya faktor vasoaktif seperti histamine-releasing
autoantibodies, tes injeksi intradermal menggunakan serum pasien sendiri (autologous serum
skin test-ASST) dapat dipakai sebagai tes penyaring yang cukup sederhana.

Tes Provokasi

Tes provokasi akan sangat membantu diagnosa urtikaria fisik, bila tes-tes alergi memberi hasil
yang meragukan atau negatif. Namun demikian, tes provokasi ini dipertimbangkan secara hati-
hati untuk menjamin keamanannya. Adanya alergen kontak terhadap karet sarung tangan atau
buah-buahan, dapat dilakukan tes pada lengan bawah, pada kasus urtikaria kontak. Tes provokasi
oral mungkin diperlukan untuk mengetahui kemungkinan urtikaria akibat obat atau makanan
tertentu.

Tes eleminasi makanan dengan cara menghentikan semua makanan yang dicurigai untuk
beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu demi satu. Pada urtikaria fisik akibat sinar dapat
dilakukan tes foto tempel.

Suntikan mecholyl intradermal dapat digunakan pada diagnosa urtikaria kolinergik.

Tes fisik lainnya bisa dengan es atau air hangat apabila dicurigai adanya alergi pada suhu
tertentu

10
B. Pemeriksaan Histopatologik

Perubahan histopatologik tidak terlalu nampak dan tidak selalu diperlukan tetapi dapat
membantu diagnosis (1,2). Epidermis pada umumnya normal. Ikatan-ikatan kolagen di retikular
dermis terpisah oleh edema dan ada infiltrat inflamasi limfositik perivaskular. Biasanya juga
terdapat peningkatan jumlah sel mast.

Infiltrat limfositik ini biasanya ditemukan pada lesi urtikaria akut dan kronik. Beberapa lesi
urtikaria mengandung infiltrat seluler campuran, antara lain limfosit, PMN, dan sel inflamasi
lainnya. Tipe infiltrat campuran biasanya merupakan karakteristik dari bentuk refraktur dari
urtikaria kronik seperti urtikaria mediasi-autoimun.

Biasanya terdapat kelainan berupa pelebaran kapiler di papila dermis, geligi epidermis mendatar,
dan serat kolagen membengkak. Pada tingkat permulaan tidak tampak infiltrasi selular dan pada
tingkat lanjut terdapat infiltrasi leukosit, terutama disekitar pembuluh darah.

Punch biopsy dengan ukuran 4 mm dapat digunakan membantu diagnosis. Urtikaria dapat juga
mencakup kelainan histopatologis yang luas, mulai infiltrasi berbagai macam sel radang yang
agak jarang dengan edema dermis yang menonjol disertai infiltrasi sel-sel radang yang relatif
banyak. Sel-sel infiltrat tersebut terdiri dari neutrofil, limfosit dan eosinofil. Adanya infiltrat
eosinofil, lebih mengarah pada urtikaria alergi

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dilakukan untuk mengurangkan dan menghilangkan terus urtikaria. Ia dilakukan


dengan menghilangkan penyebab terjadinya gejala ini. Hal ini termasuklah menghilangkan
pemakaian obat yang mencurigakan, menghindari pemakaian obat yag mungkin menimbulkan
urtikaria, menggunakan anti histamine. Jika terjadi urtikaria luas, pemakaian kortikosteroid bisa
diberikan.

Untuk pengobatan urtikaria akut dan angioedema, penggunaan antihistamin adalah yang sangat
bermanfaat dalam banyak kasus dan direkomendasikan sebagai terapi lini pertama. Meskipun
antihistamin generasi pertama bertindak dengan cepat dan efektif, baik pasien anak-anak dan
dewasa mereka dapat menyebabkan sedasi dan gangguan fungsi motorik karena kemampuan
mereka untuk melintasi sawar darah-otak, sedangkan gangguan ini kurang jelas atau tidak jelas

11
dengan antihistamin generasi kedua. Ketika agen yang dapat menyebabkan kantuk atau
mengurangkan performans diresepkan, pasien dewasa dan orang tua pasien anak harus dikasi
tahu supaya mereka menyadari efek samping potensial dari obat tersebut. Pada pasien dengan
respon yang buruk terhadap antihistamin, pengobatan masa singkat kortikosteroid oral mungkin
juga diperlukan ketika mencoba untuk menghilangkan faktor pemicu dan mengembangkan
rencana pengobatan yang efektif.5

Karena urtikaria akut dan angioedema biasanya akan sembuh secara spontan, evaluasi
laboratorium untuk penyakit kronis juga tidak diperlukan kecuali didukung oleh riwayat klinis
atau pemeriksaan fisik. Selain itu, diet empiris eliminasi (tidak dipandu oleh sejarah dan
pengujian) tidak dianjurkan. Meskipun banyak kasus urtikaria akut disebabkan oleh penyakit
menular virus atau lainnya, evaluasi luas untuk patogen virus tertentu atau terapi antivirus tidak
diindikasikan kecuali disarankan oleh sejarah klinis.

Pengobatan urtikaria kronis melibatkan pendekatan nonfarmakologis dan farmakologis. Obat


NSAID, panas, dan pakaian ketat mungkin memperburuk urtikaria kronis pada beberapa pasien,
dan menghindari faktor-faktor ini mungkin akan bermanfaat. Pseudoallergens telah didefinisikan
sebagai zat yang dapat menyebabkan reaksi intoleransi dan termasuklah aditif makanan, zat
vasoaktif, buah-buahan, sayuran, dan rempah-rempah. Utilitas dari diet bebas pseudoallergen
untuk pengelolaan urtikaria kronis belum didemonstrasi dengan baik. Menghindari
pseudoallergens dalam makanan tidak dianjurkan.5

Pendekatan perawatan step (langkah) telah dikembangkan untuk pengelolaan urtikaria kronis.
H1 antagonis yang efektif dalam mayoritas pasien dengan urtikaria kronis tetapi tidak mungkin
mencapai kontrol penuh pada semua pasien. Antihistamin generasi kedua adalah terapi yang
aman dan efektif pada pasien dengan urtikaria kronis dan dianggap agen lini pertama (langkah
1). Untuk pasien yang tidak respon monoterapi dengan antihistamin generasi kedua dengan dosis
yang dipersetujui US Food and Drug Administration, beberapa pilihan pengobatan dapat
digunakan (langkah 2). Dosis tinggi antihistamin generasi kedua mungkin memberikan lebih
banyak efisensi, namun data yang terbatas dan bertentangan untuk agen tertentu. Penambahan
H2 antagonis atau antagonis reseptor leukotrien dapat dipertimbangkan untuk pasien dengan
urtikaria kronis dengan respon yang tidak memuaskan untuk monoterapi generasi kedua
antihistamin. Antihistamin generasi pertama juga dapat dipertimbangkan pada pasien yang tidak

12
mencapai kontrol kondisi mereka dengan tinggi dosis antihistamin generasi kedua. Pengobatan
dengan hydroxyzine atau doxepin dapat dipertimbangkan pada pasien yang gejalanya tetap tidak
membaik dengan kemajuan dosis antihistamin generasi kedua dan / atau penambahan 1 lebih dari
berikut: antihistamin H2, H1 antihistamin generasi pertama pada waktu tidur, dan / atau
antileukotrienes (langkah 3). Kortikosteroid sistemik sering digunakan untuk pasien dengan
urtikaria kronis yang sulit disembuhkan, tetapi tidak ada studi terkontrol telah menunjukkan
keberhasilan. Pada beberapa pasien penggunaan jangka pendek (misalnya, durasi 1-3 minggu)
mungkin diperlukan untuk mengontrol penyakit mereka sampai terapi lain dapat mencapai
kontrol. Karena risiko efek samping dengan kortikosteroid sistemik, penggunaan jangka panjang
untuk pengobatan pasien dengan urtikaria kronis harus dihindari sebisa mungkin. Pasien dengan
urtikaria kronis yang gejalanya tidak cukup dikontrol dengan terapi antihistamin maksimal
(misalnya, langkah 3) mungkin dianggap memiliki refraktori CU. 5

Kesimpulan

Urtikaria sering diklasifikasikan sebagai akut, kronis, atau fisikal bergantung durasi gejala dan
ada atau tidaknya rangsangan stimulus. Vaskulitis urtikaria, kontak urtikaria, dan sindrom khusus
juga termasuk di bawah judul yang luas dari urtikaria. Kemajuan terbaru dalam pemahaman kita
tentang patogenesis urtikaria kronis termasuk temuan autoantibodi reseptor sel mast dalam
hampir setengah dari pasien dengan urtikaria idiopatik kronis. Pasien-pasien ini mungkin
memiliki penyakit yang lebih parah dan memerlukan terapi yang lebih agresif. Evaluasi
laboratorium yang luas untuk pasien dengan urtikaria kronis biasanya diperlukan dan tidak ada
data yang meyakinkan bahwa mengasosiasikan urtikaria dengan infeksi kronis atau keganasan.
Terapi farmakologis terutama terdiri dari penggunaan yang tepat dari antihistamin generasi
pertama dan kedua histamin H (1) reseptor. Terapi tambahan mungkin termasuk antagonis
reseptor leukotrien, kortikosteroid, dan agen imunomodulator untuk penyakit yang parah dan
kambuh. Meskipun pemahaman kita mengenai patogenesis urtikaria lebih luas, namun kondisi
tersebut tetap menjadi frustasi bagi banyak pasien, terutama pada yang menghadapi urtikaria
kronis.2

13
Daftar Pustaka

1. Prof. Dr.dr. Adhi Djuanda, dr. Mochtar Hamzah. Prof. Dr. dr. Siti Aisah. Ilmu Penyakit
Kulit Dan Kelamin. Edisi 4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2010.
h.154-8.
2. Poonawalla, T., & Kelly, B. (2009). Urticaria: A review. American Journal of Clinical
Dermatology, 10(1), 9-21. Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/223577730?accountid=50673
3. Greaves, M. W., & Hussein, S. H. (2002). Drug-induced urticaria and angioedema:
Pathomechanisms and frequencies in a developing country and in developed countries.
International Archives of Allergy and Immunology, 128(1), 1-7. Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/221839385?accountid=50673.
4. Sylvia A. Prince, Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran. 2006. H 193-6.
5. Bernstein, J. A., Lang, D. M., & Khan, D. A. (2014). The diagnosis and management of
acute and chronic urticaria: 2014 update.Journal of Allergy and Clinical
Immunology, 133(5), 1270-7. doi:http://dx.doi.org/10.1016/j.jaci.2014.02.036

14

Anda mungkin juga menyukai

  • Makalah Filariasis
    Makalah Filariasis
    Dokumen23 halaman
    Makalah Filariasis
    sri wahyuni
    83% (6)
  • Cerpen
    Cerpen
    Dokumen3 halaman
    Cerpen
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Blok 9 - Elva
    Blok 9 - Elva
    Dokumen15 halaman
    Blok 9 - Elva
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Mariska - SKEN 6
    Mariska - SKEN 6
    Dokumen23 halaman
    Mariska - SKEN 6
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Blok 29 Baru
    Blok 29 Baru
    Dokumen16 halaman
    Blok 29 Baru
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Skenario 1
    Skenario 1
    Dokumen15 halaman
    Skenario 1
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Skenario 1
    Skenario 1
    Dokumen15 halaman
    Skenario 1
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Blok 16
    Blok 16
    Dokumen22 halaman
    Blok 16
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Skenario 5
    Skenario 5
    Dokumen17 halaman
    Skenario 5
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Skenario 7
    Skenario 7
    Dokumen17 halaman
    Skenario 7
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Blok 18
    Blok 18
    Dokumen21 halaman
    Blok 18
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Ensefalopati Hepaticum
    Ensefalopati Hepaticum
    Dokumen17 halaman
    Ensefalopati Hepaticum
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Skenario 8
    Skenario 8
    Dokumen14 halaman
    Skenario 8
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Skenario 5
    Skenario 5
    Dokumen14 halaman
    Skenario 5
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • BLOK 14 - Fraktur Tibia
    BLOK 14 - Fraktur Tibia
    Dokumen19 halaman
    BLOK 14 - Fraktur Tibia
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Makalah Skenario 12 - PBL F5
    Makalah Skenario 12 - PBL F5
    Dokumen12 halaman
    Makalah Skenario 12 - PBL F5
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Mumps
    Mumps
    Dokumen10 halaman
    Mumps
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Makalah Blok 6
    Makalah Blok 6
    Dokumen13 halaman
    Makalah Blok 6
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Makalah Sken.7
    Makalah Sken.7
    Dokumen13 halaman
    Makalah Sken.7
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Hemo Filia
    Hemo Filia
    Dokumen19 halaman
    Hemo Filia
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Hemo Filia
    Hemo Filia
    Dokumen19 halaman
    Hemo Filia
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Arteri Basilaris
    Arteri Basilaris
    Dokumen2 halaman
    Arteri Basilaris
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • E8 - Skenario 7
    E8 - Skenario 7
    Dokumen21 halaman
    E8 - Skenario 7
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Adaptasi Sel
    Adaptasi Sel
    Dokumen9 halaman
    Adaptasi Sel
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • E8 - Skenario 9
    E8 - Skenario 9
    Dokumen15 halaman
    E8 - Skenario 9
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • E8 - Skenario 9
    E8 - Skenario 9
    Dokumen15 halaman
    E8 - Skenario 9
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Skenario 9 - E7
    Skenario 9 - E7
    Dokumen26 halaman
    Skenario 9 - E7
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Blok 18
    Blok 18
    Dokumen25 halaman
    Blok 18
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Katara K
    Katara K
    Dokumen24 halaman
    Katara K
    Elva patabang
    Belum ada peringkat