Skenario
Seorang pasien bayi dibawa orangtuanya datang ke tempat praktek dokter A, seorang
dokter anak. Ibu pasien bercerita bahwa ia adalah pasien seorang dokter obsgyn B sewaktu
melahirkan dan anaknya dirawat oleh dokter anak C. Baik dokter B maupun C tidak pernah
mengatakan bahwa anaknya menderita penyakit atau cedera sewaktu lahir dan dirawat disana.
Sepuluh hari pasca lahir orangtua bayi menemukan benjolan di pundak kanan bayi.
Pendahuluan
Ilmu kedokteran adalah ilmu empiris sehingga ketidakpastian merupakan salah satu
ciri khasnya. Iptekdok masih menyisakan kemungkinan adanya bias dan ketidaktahuan
meskipun perkembangan telah sangat cepat sehingga sukar diikuti oleh standart operasional
yang baku dan kaku. Kedokteran tidak menjanjikan hasil pelayananya tetapi menjanjikan
upayanya. Layanan kedokteran dikenal sebagai suatu sistem yang kompleks dengan sifat
hubungan antar komponen yang ketat khususnya di ruang gawat darurat, ruang bedah dan
ruang intensif. Sistem yang kompleks umumnya ditandai dengan spesialisasi dan
1
intrepedensi. Dalam suatu sistem yang kompleks, satu komponen dapat berinteraksi dengan
banyak komponen lain, kadang dengan cara yang tidak terduga dan tidak terlihat. Semakin
kompleks dan ketat suatu sistem akan semakin mudah terjadi kecelakaan. Oleh karena itu
praktek kedokteran haruslah dilakukan dengan tingkat kehati-hatian yang tinggi.1 Fraktur
yang berhubungan dengan trauma lahir sering terjadi saat proses persalinan. Prevalensi
fraktur berhubungan dengan banyak faktor antara lain faktor ibu, faktor janin, dan keahlian
penolong persalinan. Trauma saat lahir sebagian besar akibat persalinan pervaginam yang
sulit misalnya pada presentasi puncak kepala, lengan yang tertahan pada kelahiran sungsang,
distosia bahu, dan penggunaan instrumen forsep dan ekstraksi vakum.2 Fraktur klavikula
dapat terjadi pada 3-18 dari 1000 kelahiran hidup. Faktor utama penyebab fraktur klavikula
antara lain kesulitan melahirkan bahu pada persalinan letak kepala dan lengan yang tertahan
pada persalinan letak sungsang. Sumber lain menyatakan insidensi fraktur klavikula sekitar
0,4-2%. Literatur mengemukakan faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko cedera lahir
antara lain primipara, perawakan pendek pada ibu, kelainan pelvis ibu, partus lama atau
terlalu cepat, oligohidramnion, kelainan presentasi janin, penggunaan forsep atau ekstraksi
vakum, versi dan ekstraksi, berat badan lahir sangat rendah atau prematuritas, makrosomia
atau makrosefal, dan kelainan pada janin.3,4,5
Pembahasan
Fraktur adalah retaknya tulang, biasanya disertai dengan cedera di jaringan sekitarnya.
Klavikula merupakan salah satu tulang yang sering mengalami fraktur apabila terjadi cedera
pada bahu karena letaknya yang superfisial. Pada tulang ini bisa terjadi banyak proses
patologik sama seperti pada tulang yang lainnya yaitu bisa ada kelainan kongenital, trauma
(fraktur), inflamasi, neoplasia, kelainan metabolik tulang dan yang lainnya. Fraktur klavikula
bisa disebabkan oleh benturan ataupun kompresi yang berkekuatan rendah sampai yang
berkekuatan tinggi yang bisa menyebabkan terjadinya fraktur tertutup ataupun multiple
trauma. Klavikula adalah tulang yang paling pertama mengalami pertumbuhan pada masa
fetus, terbentuk melalui 2 pusat ossifikasi atau pertulangan primer yaitu medial dan lateral
klavikula, di mana terjadi saat minggu ke-5 dan ke-6 masa intrauterin. Kernudian ossifikasi
2
sekunder pada epifise medial klavikula berlangsung pada usia 18 tahun sampai 20 tahun. Dan
epifise terakhir bersatu pada usia 25 tahun sampai 26 tahun.
Fraktur klavikula ternyata sering terjadi. Letak tersering adalah di antara 1/3 tengah dan
lateral. Fraktur klavikula dapat sebagai akibat dari cedera lahir pada neonatus.
Epidemiologi
Fraktur klavikula juga merupakan kasus trauma pada kasus obstetrik dengan prevalensi 1
kasus dari 213 kasus kelahiran anak yang hidup. Sekitar 2% sampai 5% dari semua jenis
fraktur merupakan fraktur klavikula. Menurut American Academy of Orthopaedic Surgeon,
frekuensi fraktur klavikula sekitar 1 kasus dari 1000 orang dalam satu tahun.
Etiologi
Fraktur klavikula pada bayi baru lahir akibat tekanan pada bahu oleh simphisis pubis selama
proses melahirkan. Trauma ini ditemukan pada kelahiran letak kepala yang mengalami
kesukaran pada waktu melahirkan bahu, atau sering pula ditemukan pada waktu melahirkan
bahu atau sering juga terjadi pada lahir letak sungsang dengan tangan menjungkit ke atas.
Jenis fraktur pada trauma lahir ini umumnya jenis fraktur greenstick, walaupun kadang-
kadang dapat juga terjadi suatu fraktur total, fraktur ini ditemukan 1-2 minggu kemudian
setelah teraba adanya pembentukan kalus.
Klasifikasi
Pengklasifikasian fraktur klavikula didasari oleh lokasi fraktur pada klavikula tersebut. Ada
tiga lokasi pada klavikula yang paling sering mengalami fraktur yaitu pada bagian midshape
klavikula dimana pada anak-anak berupa greenstick dan pada bagian ini adalah lokasi paling
sering terjadi fraktur, bagian distal klavikula dan bagian proksimal klavikula.
Patofisiologi
Fraktur klavikula paling sering disebabkan oleh karena mekanisme kompresi atau penekanan,
paling sering karena suatu kekuatan yang melebihi kekuatan tulang tersebut di mana arahnya
dari lateral bahu apakah itu karena trauma lahir, jatuh, kecelakaan olahraga, dll. Pada daerah
tengah tulang klavikula tidak diperkuat oleh otot ataupun ligamen-ligamen seperti pada
daerah distal dan proksimal klavikula. Klavikula bagian tengah juga merupakan transition
point antara bagian lateral dan bagian medial. Hal ini yang menjelaskan kenapa pada daerah
ini paling sering terjadi fraktur dibandingkan daerah distal ataupun proksimal.
3
Diagnosis
Diagnosis dengan mudah dibuat dengan evaluasi fisik dan radiologis. Pasien akan menderita
nyeri pada pergerakan bahu dan leher. Pembengkakan lokal dan krepitus dapat tampak.
Cedera neurovaskuler jarang terjadi. Radiografi klavikula AP biasanya cukup untuk
diagnosis. Fraktur klavikula pada neonatus biasanya tidak memerlukan terapi lebih lanjut.
Kalus yang teraba dapat dideteksi beberapa minggu kemudian. Jenis fraktur pada trauma lahir
ini umumnya jenis fraktur greenstick, walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi suatu
fraktur total, fraktur ini ditemukan 1-2 minggu kemudian setelah teraba adanya pembentukan
kalus.
Gejala Klinis
Yang perlu diperhatikan terhadap kemungkinan adanya trauma lahir klavikula jenis
greenstick adalah :
1) Gerakan tangan kanan dan kiri tidak sama
2) Refleks Moro asimetris
3) Bayi menangis pada perabaan tulang klavikula
4) Gerakan pasif tangan yang sakit disertai riwayat persalinan yang sukar.
Penatalaksanaan
Pengobatan trauma lahir fraktur tulang kavikula antara lain :
Imobilisasi lengan untuk mengurangi rasa sakit dan mempercepat pembentukan kalus.
Lengan difiksasi pada tubuh anak dalam posisi abduksi 600 dan fleksi pergelangan
siku 900
Umumnya dalam waktu 7-10 hari rasa sakit telah berkurang dan pembentukan kalus telah
terjadi.
Prognosis
Prognosis bergantung pada berat ringannya trauma yang dialami, bagaimana penanganan
yang tepat dan usia penderita. Pada anak prognosis sangat baik karena proses penyembuhan
sangat cepat, sementara pada orang dewasa prognosis tergantung dari penanganan, jika
penanganan baik maka komplikasi dapat diminimalisir. Fraktur klavikula disertai multiple
trauma memberi prognosis yang lebih buruk daripada pognosis fraktur klavikula murni.
4
Prinsip Etika Kedokteran
Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar salahnya suatu
sikap dan atau perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas. Penilaian
baik buruk dan benar salah dari sisi moral tersebut menggunakan pendekatan teori etika yang
cukup banyak jumlahnya. Terdapat dua teori etika yang paling banyak dianut oleh orang
yaitu teori deontology dan teologi. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa deontology
mengajarkan bahwa baik-buruknya suatu perbuatan harus dilihat dari perbuatan itu sendiri,
sedangkan teologi mengajarkan untuk melihat baik-buruknya sesuatu dengan melihat hasil
atau akibatnya. Deontologi lebih mendasar kepada ajaran agama, tradisi dan budaya,
sedangkn teologi lebih berdasar pada arah penalaran dan pembenaran kepada azas manfaat. 1,7
1. Prinsip Otonomi
Prinsip otonomi adalah prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama
hak otonomi pasien. Prinsip moral inilah yang kemudian melahirkan doktrin informed
consent.
2. Prinsip Beneficence
Prinsip Beneficence adalah prinsip moral yng mengutamakan tindakan yang ditujukan
demi kebaikan pasien. Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk
kebaikan saja, melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar dari
sisi buruknya.
3. Prinsip Non-malificence
Prinsip Non-malificence adalah prinsip moral yang melarang tindakan yang
memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini juga dikenal dengan “primum non nocere”
atau “above all, do no harm”.
Prinsip moral yang dilanggar oleh dokter pada kasus ini adalah prinsip non-
maleficence, karena dokter B dan dokter C telah merugikan pasien akibat kelalaian
mereka.
4. Prinsip Justice
Prinsip Justice adalah prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam
bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya.
5
Sedangkan aturan turunannya veracity, yaitu berbicara benar, jujur dan terbuka
(truthfull information), privacy, yaitu menghormati hak privasi pasien, confidentiality, yaitu
menjaga kerahasiaan pasien dan fidelity, yaitu kesetiaan untuk menjaga janji (loyalitas &
promise keeping)
Selain prinsip atau kaidah dasar moral diatas, yang harus dijadikan pedoman dalam
mengambil keputusan klinis, profesionalitas kedokteran juga mengenal etika profesi sebagai
panduan dalam bersikap dan berperilaku. Nilai-nilai dalam etika profesi tercermin dalam
sumpah dokter dank ode etik kedokteran. Sumpah berisi “kontrak moral” antara dokter
dengan Tuhan sang penciptanya, sedangkan kode etik kedokteran berisikan “kontrak
kewajiban moral” antara dokter dengan peer-groupnya yaitu masyarakat profesinya.Baik
sumpah dokter maupun kode etik kedokteran berisikan sejumlah kewajiban moral yang
melekat pada para dokter. Meskipun kewajiban tersebut bukanlah kewajiban hukum sehingga
tidak dapat dipaksakan secara hukum, namun kewajiban moral tersebut haruslah menjadi
“pemimpin” dari kewajiban dalam hokum kedokteran. Hukum kedokteran yang baik haruslah
hukum yang etis.1
Pembuatan keputusan etik, terutama dalam situasi klinik, dapat juga dilakukan dengan
pendekatan yang berbeda dengan pendekatan kaidah dasar moral diatas. Jonsen, Siegler dan
Winslade (2002) mengembangkan teori etik yang menggunakan 4 topik yang essential dalam
pelayanan klinik, yaitu:7
1. Medical indication
Kedalam topic medical indication dimasukkan semua prosedur diagnostik dan terapi
yang sesuai untuk mengevaluasi keadaan pasien dan mengobatinya. Penilaian aspek
indikasi medis ini ditinjau dari sisi etiknya, terutama menggunakan kaidah
beneficence dan non-malificence. Pertanyaan etika pada topic ini adalah serupa
dengan seluruh informasi yang selayaknya disampaikan kepada pasien pada doktrin
informed consent.
2. Patient preferences
Pada topic ini, kita memperhatikan nilai dan penilaian pasien tentang manfaat dan
beban yang akan diterimanya, yang berarti cerminan kaidah autonomy. Pertanyaan
etika meliputi pertanyaan tentang kompetensi pasien, sifat volunteer sikap dan
keputusannya, pemahaman atas informasi, siapa pembuat keputusan bila pasien dalam
keadaan tidak sadar dan kompeten serta nilai dan keyakinan yang dianut oleh pasien.
3. Quality of life
6
Topik quality of life merupakan aktualisasi salah satu tujuan kedokteran yaitu
memperbaiki, menjaga atau meningkatkan kualitas hidup insane. Apa, siapa dan
bagaimana melakukan penilaian kualitas hidup merupakan pertanyaan etik sekitar
prognosis yang berkaitan dengan beneficence, non-malificence dan autonomy.
4. Contextual features
Dalam topic ini dibahas pertanyaan etik seputar aspek non medis yang mendahului
keputusan seperti factor keluarga, ekonomi, agama, budaya, kerahasiaan, alokasi
sumber daya dan factor hukum.
Kelalaian Medik
Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktek medis, sekaligus
merupakan bentuk malpraktek medis yang paling sering terjadi. Pada dasarnya kelalaian
terjadi bila seseorang melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak
melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang mempunyai kualifikasi
yang sama pada keadaan yang sama. Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang
dilakukan orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat dihukum kecuali apabila
dilakukan oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati dan
telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain. 1,8
Sebagaimana diuraikan di atas, di dalam suatu layanan medik dikenal gugatan ganti
kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian medik. Suatu perbuatan atau tindakan medis disebut
sebagai kelalaian apabila memenuhi empat unsur di bawah ini:
1. Duty atau kewajiban tenaga medis untuk melakukan sesuatu tindakan medis atau
untuk tidak melakukan sesuatu tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi
dan kondisi yang tertentu. Dasar dari adanya kewajiban ini adalah adanya hubungan
kontraktual-profesional antara tenaga medis dengan pasiennya, yang menimbulkan
kewajiban umum sebagai akibat dari hubungan tersebut dan kewajiban profesional
bagi tenaga medis tersebut. Kewajiban profesional diuraikan di dalam sumpah profesi,
etik profesi, berbagai standar pelayanan, dan berbagai prosedur operasional.
Kewajiban-kewajiban tersebut dilihat dari segi hukum merupakan rambu-rambu yang
harus diikuti untuk mencapai perlindungan, baik bagi pemberi layanan maupun bagi
penerima layanan; atau dengan demikian untuk mencapai safety yang optimum.
7
2. Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban tersebut. Dengan melihat uraian
tentang kewajiban di atas, maka mudah buat kita untuk memahami apakah arti
penyimpangan kewajiban. Dalam menilai kewajiban dalam bentuk suatu standar
pelayanan tertentu, haruslah kita tentukan terlebih dahulu tentang kualifikasi si
pemberi layanan (orang dan institusi), pada situasi seperti apa dan pada kondisi
bagaimana. Suatu standar pelayanan umumnya dibuat berdasarkan syarat minimal
yang harus diberikan atau disediakan (das sein), namun kadang-kadang suatu standar
juga melukiskan apa yang sebaiknya dilakukan atau disediakan (das sollen). Kedua
uraian standar tersebut harus hati-hati diinterpretasikan. Demikian pula suatu standar
umumnya berbicara tentang suatu situasi dan keadaan yang “normal” sehingga harus
dikoreksi terlebih dahulu untuk dapat diterapkan pada situasi dan kondisi yang
tertentu. Dalam hal ini harus diperhatikan adanya Golden Rule yang menyatakan
“What is right (or wrong) for one person in a given situation is similarly right (or
wrong) for any other in an identical situation”.
3. Damage atau kerugian. Yang dimaksud dengan kerugian adalah segala sesuatu yang
dirasakan oleh pasien sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan / kedokteran
yang diberikan oleh pemberi layanan. Jadi, unsur kerugian ini sangat berhubungan
erat dengan unsur hubungan sebab-akibatnya. Kerugian dapat berupa kerugian
materiel dan kerugian immateriel. Kerugian yang materiel sifatnya dapat berupa
kerugian yang nyata dan kerugian sebagai akibat kehilangan kesempatan. Kerugian
yang nyata adalah “real cost” atau biaya yang dikeluarkan untuk perawatan /
pengobatan penyakit atau cedera yang diakibatkan, baik yang telah dikeluarkan
sampai saat gugatan diajukan maupun biaya yang masih akan dikeluarkan untuk
perawatan / pemulihan. Kerugian juga dapat berupa kerugian akibat hilangnya
kesempatan untuk memperoleh penghasilan (loss of opportunity). Kerugian lain yang
lebih sulit dihitung adalah kerugian immateriel sebagai akibat dari sakit atau cacat
atau kematian seseorang.
4. Direct causal relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata. Dalam hal ini
harus terdapat hubungan sebab-akibat antara penyimpangan kewajiban dengan
kerugian yang setidaknya merupakan “proximate cause”.
5. Gugatan ganti rugi akibat suatu kelalaian medik harus membuktikan adanya ke-empat
unsur di atas, dan apabila salah satu saja diantaranya tidak dapat dibuktikan maka
gugatan tersebut dapat dinilai tidak cukup bukti.
8
Tindakan malpraktek pada kasus ini dilakukan oleh 2 dokter, yaitu :
1. Dokter B, seorang dokter obgyn. Ia membantu proses persalinan seorang ibu (duty),
dimana saat anak telah lahir, dokter B tidak menemukan kelainan/penyakit/cedera
pada bayi (dereliction of the duty). Namun setelah beberapa hari, ibu tersebut baru
menemukan benjolan di pundak kanan bayi, dan setelah berkonsultasi ke dokter A
ditemukan bahwa benjolan tersebut diakibatkan oleh fraktur klavikula yang
kemungkinan besar merupakan trauma lahir yang paling sering terjadi (damage).
Trauma lahir ini dapat ditemukan pada kelahiran letak kepala yang mengalami
kesukaran pada waktu melahirkan bahu atau sering pula ditemukan pada lahir letak
sungsang dengan tangan menjungkit ke atas. Dan akibat fraktur tersebut, sekarang
sudah terbentuk kalus yang merupakan penyebab langsung dari penyimpangan
kewajiban dokter tersebut (direct cause).
2. Dokter C, seorang dokter anak. Ia merawat seorang anak (duty). Tetapi ia lalai karena
tidak menemukan kelainan/penyakit/cedera pada anak tersebut sehingga iapun tidak
dapat mendiagnosisnya sebagai fraktur klavikula kanan (dereliction of the duty) yang
sekarang sudah terbentuk kalus (damage). Akibatnya terjadi pertumbuhan tulang yang
abnormal pada bayi tersebut (direct cause)
9
Kode Etik Kedokteran Indonesia1
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.
Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan
standar profesi yang tertinggi.
Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi
oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
Pasal 4
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.
Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun
fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh
persetujuan pasien.
Pasal 6
Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan
setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-
hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
Pasal 7
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa
sendiri kebenarannya.
Pasal 7a
Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis
yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih
sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 7b
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan
sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki
kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau
penggelapan, dalam menangani pasien
10
Pasal 7c
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak
tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien
Pasal 7d
Setiap dokten harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk
insani.
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan
masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh
(promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta
berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.
Pasal 9
Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang
lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.1
11
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT
Pasal 14
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin
diperlakukan.
Pasal 15
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman sejawat, kecuali dengan
persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.
- Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan
sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki
kekurangan dalam karakter atau kompetensi atau yang melakukan penipuan atau
penggelapan dalam menangani pasien.
- Seorang dokter harus menghargai hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya dan hak tenaga
kesehatan lainnya dan harus menjaga kepercayaan pasien.
- Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia ingin diperlakukan.
- Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan
persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.
Sedangkan hubungan dokter dengan teman sejawatnya pada kasus ini diatur dalam
KODEKI, sebagai berikut :
12
- Pasal 14 : Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia
sendiri ingin diperlakukan.
Umumnya masyarakat kita belum begitu memahami akan adanya hubungan yang erat
antara sesama dokter dan kadang-kadang melakukan sesuatu yang mengandung sifat
adu domba. Tidak jarang terjadi seorang pasien mengunjungi 2 atau 3 dokter untuk
mencari pertolongan, akhirnya memilih dokter yang dalam ucapan dan perbuatannya
cocok dengan apa yang diinginkannya sendiri. Dengan sendirinya seorang dokter
yang mengetahui kejadian tersebut harus menasehati si pasien untuk tidak berbuat
demikian, karena merugikan kepentingannya sendiri dan dapat membahayakan
kesehatannya. Jangan diberi kesempatan padanya untuk menjelekkan nama Teman
Sejawat yang lebih dahulu menolongnya.
1. Buat dokter yang baru menetap di suatu tempat, mengunjungi teman sejawat
yang telah ada disitu. Ini tidak perlu dilakukan di kota-kota besar; tempat
dimana banyak dokter yang berpraktek, cukup dengan pemberitahuan tentang
pembukaan praktek baru kepada para teman sejawat yang tinggal berdekatan.
Dianjurkan supaya memperkenalkan diri kepada spesialis-spesialis yang
mungkin akan dikonsultasi pada hari kemudian.
2. Menjadi anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang setia dan aktif. Dengan
menghadiri pertemuan-pertemuan yang diadakan, maka terlaksanakan kontak
pribadi sehingga timbul harga-menghargai. Rasa persaudaraan dan kolegialitas
dapat berkembang.
3. Mengunjungi pertemuan klinik bila ada kesempatan. Dengan demikian secara
mudah dapat mengikuti apa yang terjadi dalam dunia Ilmu Kedokteran.
13
Semua ini perlu. Dengan adanya hubungan baik antara teman sejawat membawa
manfaat tidak saja kepada dokter-dokter yang bersangkutan pribadi, tetapi juga
kepada para pasien umumnya yang mengharapkan perlakuan yan menyenangkan.
- Pasal 15 : Seorang dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat,
kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.
Semua pekerjaan seorang dokter umum di Kota Besar berpusat di kamar
praktek, hanya dokter spesialis saja yang dapat mengobati pasiennya dalam rumah
sakit partikelir. Biasanya seseorang menyukai dokter tertentu dan setia datang
kepadanya. Tetapi lebih banyak jumlah mereka yang sering berpindah dokter. Dokter
yang menerima mereka seperti ini tidak dapat dikatakan merebut pasien dari teman
sejawat. Lain halnya, kalau diketahui bahwa pasien untuk satu penyakit terlebih dulu
telah mendapat pertolongan dari dokter lain. Kepada penderita seperti itu
diberitahukan akan bahaya pengobatan 2x berturut-turut dan menasehatkan supaya
kembali ke dokter pertama. Sangat tercela menasehatkan pasien untuk menghentikan
makan obat dokter yang dikunjungi semula dan memperlakukannya sebagai pasien
sendiri.
Aspek Hukum
1. Malpraktek
Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian
tersebut.
Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya,
tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatiannya
14
Seorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri,
tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi
tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.
(1) setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga
kesehatan.
Dalam halnya suatu kematian dengan sengaja atau karena kurang hati-hatinya seorang, maka
suami atau isteri yang ditinggalkan, anak atau orang tua si korban yang lazimnya mendapat
nafkah dari pekerjaan si korban mempunyai hak menuntut suatu ganti rugi, yang harus dinilai
menurut kedudukan dan kekayaan kedua belah pihak, serta menurut keadaan.
Penyebab luka atau cacatnya sesuatu anggota badan dengan sengaja atau karena kurang hati-
hati memberikan hak kepada si korban untuk selain penggantian biaya-biaya penyembuhan,
menuntut penggantian kerugian yang disebabkan oleh luka atau cacat tersebut. Juga
penggantian kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak, dan
menurut keadaan.
Tuntutan perdata tentang hal penghinaan adalah bertujuan mendapat penggantian kerugian
serta pemulihan kehormatan dan nama baik.
15
(1) Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang lain mendapat
luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana
kurungan paling lama satu tahun.
(2) Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang lain luka-luka
sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan
jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling
lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda
paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.
Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan
atau pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut
haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan, dan hakim dapat
memerintahkan supaya putusannya diumumkan.
2. Kelalaian Dokter
Melanggar Kode Etik Kedokteran
- Pasal 1 :
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah
Dokter.
- Pasal 2 :
Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran yang
tertinggi,
- Pasal 10 :
Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk
insani
Di dalam praktek kedokteran terdapat aspek etik profesi, disiplin profesi dan aspek
hukum yang sangat luas, yang sering tumpang-tindih pada suatu issue tertentu, seperti pada
informed consent, wajib simpan rahasia kedokteran, profesionalisme, dll. Sebenarnya banyak
kasus penuntutan hukum kepada dokter yang diduga melakukan kelalaian medik. Apabila
16
penuntutan dilakukan sesuai dengan proporsinya dapat diharapkan berperan dalam upaya
menjaga mutu pelayanan kedokteran kepada masyarakat. Namun disisi lain, penuntutan
sendiri dapat menyebabkan banyak dampak negative juga.1,10
Norma etik profesi disiplin profesi dan hukum pidana memang berada dalam satu
garis, dengan etik profesi di satu ujung dan hukum pidana di ujung lainnya. Disiplin profesi
terletak diantaranya dan kadang membaur dari ujung ke ujung. Bahkan di dalam praktek
kedokteran, aspek etik profesi dan/atau disiplin profesi seringkali tidak dapat dipisahkan dari
aspek hukumnya, oleh karena banyaknya norma etik profesi yang telah diangkat menjadi
norma hukum, atau sebaliknya norma hukum yang mengandung nilai – nilai etika. Aspek etik
profesi yang mencantumkan juga kewajiban memenuhi standar profesi mengakibatkan
penilaian perilaku etik profesi seseorang dokter yang diadukan tidak dapat dipisahkan dengan
penilaian perilaku diiplin profesinya. Etik profesi yang memiliki sanksi moral dipaksa
berbaur dengan keprofesian yang memiliki sanksi disiplin profesi yang bersifat administratif.
Keadaan menjadi semakin sulit sejak para ahli hukum menganggap bahwa standar
prosedur dan standar pelayanan medis dianggap sebagai domain hukum, padahal selama ini
profesi menganggap bahwa memenuhi standar profesi adalah bagian dari sikap etis dan sikap
professional. Dengan demikian pelanggaran standar profesi dapat dinilai sebagai pelanggaran
etik profesi, disiplin profesi dan juga sekaligus pelanggaran hukum.
Dalam hal seorang dokter diduga melakukan pelanggaran etika kedokteran (tanpa
melanggar norma hukum), maka ia akan dipanggil dan disidang oleh Majelis Kehormatan
Etik Kedokteran (MKEK) IDI untuk dimintai pertanggungjawaban (etik dan disiplin
profesinya). Persidangan MKEK bertujuan untuk mempertahankan akuntabilitas,
profesionalisme dan keluhuran profesi. Saat ini MKEK menjadi satu-satunya majelis profesi
yang menyidangkan kasus dugaan pelanggaran etik dan/atau disiplin profesi di kalangan
kedokteran. MKEK dalam perjalanannya telah diperkuat dengan landasan hukum yang diatur
dalam UU No.18 tahun 2002 tentang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
17
apa yang diharapkan akan dilakukan oleh orang (professional) dengan pengetahuan dan
ketrampilan yang rata-rata. Dalam hal MKDKI dalam sidangnya menemukan adanya
pelanggaran etika, maka MKDKI akan meneruskan kasus tersebut kepada MKEK.
Proses persidangan etik dan disiplin profesi dilakukan terpisah dari proses
persidangan gugatan perdata atau tuntutan pidana oleh karena domain dan jurisdiksinya
berbeda. Persidangan etik dan disiplin profesi dilakukan oleh MKEK IDI, sedangkan gugatan
perdata dan tuntutan pidana dilaksanakan di lembaga pengadilan di lingkungan peradilan
umum. Dokter tersangka pelaku pelanggaran standar profesi (kasus kelalaian medik) dapat
diperiksa oleh MKEK, dapat pula diperiksa dipengadilan tanpa adanya keharusan saling
berhubungan diantara keduanya. Seseorang yang telah diputus melanggar etik oleh MKEK
belum tentu dinyatakan bersalah oleh pengadilan, demikian pula sebaliknya.
Persidangan MKEK bersifat inkuisitorial khas profesi, yaitu Majelis (ketua dan
anggota) bersikap aktif melakukan pemeriksaan, tanpa adanya badan atau perorangan sebagai
penuntut. Persidangan MKEK secara formiel tidak menggunakan sistem pembuktian
sebagaimana lazimnya di dalam hukum acara pidana ataupun perdata, namun demikian tetap
berupaya melakukan pembuktian mendekati ketentuan-ketentuan pembuktian yang lazim.
Keterangan, baik lisan maupun tertulis (affidativ), langsung dari pihak-pihak terkait
(pengadu, teradu, pihak lain yang terkait) dan peer-group / para ahli di bidangnya
yang dibutuhkan.
Dokumen yang terkait, seperti bukti kompetensi dalam bentuk berbagai ijasah / brevet
dan pengalaman, bukti keanggotaan profesi, bukti kewenangan berupa Surat Ijin
Praktek Tenaga Medis, Perijinan Rumah Sakit tempat kejadian, bukti hubungan
dokter dengan Rumah Sakit, hospital by laws SOP dan SPM setempat, rekam medis,
dan surat-surat lain yang berkaitan dengan kasusnya.
Majelis etik ataupun disiplin umumnya tidak memiliki syarat-syarat bukti seketat pada
hukum pidana ataupun perdata. Bar’s Disciplinary Tribunal Regulation, misalnya,
membolehkan adanya bukti yang bersifat hearsay dan bukti tentang perilaku teradu di masa
lampau. Cara pemberian keterangan juga ada yang mengharuskan didahului dengan
pengangkatan sumpah, tetapi ada pula yang tidak mengharuskannya.
18
Putusan MKEK tidak ditujukan untuk kepentingan peradilan, oleh karenanya tidak
dapat dipergunakan sebagai bukti di pengadilan, kecuali atas perintah pengadilan dalam
bentuk permintaan keterangan ahli. Salah seorang anggota MKEK dapat memberikan
kesaksian ahli di pemeriksaan penyidik, kejaksaan ataupun di persidangan, menjelaskan
tentang jalannya persidangan dan putusan MKEK. Sekali lagi, hakim pengadilan tidak terikat
untuk sepaham dengan putusan MKEK. Eksekusi Putusan MKEK Wilayah dilaksanakan oleh
Pengurus IDI Wilayah dan/atau Pengurus Cabang Perhimpunan Profesi yang bersangkutan.
Khusus untuk SIP, eksekusinya diserahkan kepada Dinas Kesehatan setempat. Apabila
eksekusi telah dijalankan maka dokter teradu menerima keterangan telah menjalankan
putusan.
Rekam Medis
19
Terdapat 2 jenis Rekam Medis di Rumah sakit yaitu Rekam medis untuk pasien rawat
jalan dan rekam medis untuk pasien rawat inap. Untuk pasien rawat jalan, termasuk pasien
Gawat darurat, Rekam medis memiliki informasi pasien sebagai berikut:
Untuk rawat inap memuat informasi yang sama dengan yang terdapat dalam rawat jalan
tetapi dengan beberapa tambahan yaitu:
Bila ditelusuri lebih jauh, rekam medis mempunyai aspek hokum kedisiplinan dan
etik petugas kesehatan, kerahasiaan, keuangan, mutu serta manajemen Rumah Sakit dan audit
medic. Secara umum, kegunaan dari rekam medic adalah:
20
1. Sebagai alat komunikasi antara dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang ikut ambil
bagian dalam member pelayanan, pengobatan dan perawatan pasien
2. Sebagai dasar untuk perencanaan pengobatan atau perawatan yang harus diberikan
pada pasien
3. Sebagai bukti tertulis atas segala pelayanan, perkembangan penyakit dan pengobatan
selama pasien berkunjung atau dirawat di Rumah sakit
4. Sebagai dasar analisis, studi dan evaluasi terhadap mutu pelayanan yang diberikan
kepada pasien
5. Melindungi kepentingan hokum bagi pasien, Rumah sakit maupun dokter dan tenaga
kesehatan lainnya
6. Menyediakan data-data khusus yang sangat berguna untuk keperluan penelitian dan
pendidikan
7. Sebagai dasar dari perhitungan biaya pembayaran pelayanan medic pasien
8. Menjadi sumber ingatan yang perlu didokumentasikan serta sebagai bahan
pertanggungjawaban dan laporan
Seorang dokter mungkin saja telah bersikap dan berkomunikasi dengan baik,
membuat keputusan medik dengan cemerlang dan/atau telah melakukan tindakan diagnostik
dan terapi yang sesuai standar; namun kesemuanya tidak akan memiliki arti dalam
pembelaannya apabila tidak ada rekam medis yang baik. Rekam medis yang baik adalah
rekam medis yang memuat semua informasi yang dibutuhkan, baik yang diperoleh dari
pasien, pemikiran dokter, pemeriksaan dan tindakan dokter, komunikasi antar tenaga medis /
kesehatan, informed consent, dll informasi lain yang dapat menjadi bukti di kemudian hari –
yang disusun secara berurutan kronologis. Sebuah adagium mengatakan “good record good
defence, bad record bad defence, and no record no defence”. 1,8
Biasanya kata kunci yang sering digunakan oleh para hakim adalah (1) bahwa kewajiban
profesi dokter adalah memberikan layanan dengan tingkat pengetahuan dan ketrampilan yang
normalnya diharapkan akan dimiliki oleh rata-rata dokter pada situasi-kondisi yang sama, (2)
bahwa tindakan dokter adalah masih reasonable, dan didukung oleh alasan penalaran yang
benar, (3) bahwa dokter harus memperoleh informed consent untuk tindakan diagnostik /
terapi yang ia lakukan, dan (4) bahwa dokter harus membuat rekam medis yang baik.
Rekam medis dapat digunakan sebagai alat pembuktian adanya kelalaian medis, namun
juga dapat digunakan untuk membuktikan bahwa seluruh proses penanganan dan tindakan
21
medis yang dilakukan dokter dan tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan standar profesi dan
standar prosedur operasional atau berarti bahwa kelalaian medis tersebut tidak terjadi.
Solusi Kasus
Penulis menyimpulkan jalan keluar yang terbaik pada kasus ini adalah sebagai berikut :
1. Tanya info lebih lanjut ke dokter B dan dokter C tentang cara kelahiran, informed
consent, dll
2. Menenangkan pasien dan tidak menjelek-jelekan teman sejawat (dokter B & dokter
C)
3. Kalau terbukti dokter B dan dokter C salah, dokter A wajib menegur dengan suasana
persaudaraan (terdapat dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia tentang Kewajiban
Dokter terhadap Teman Sejawat) dan mengingatkan untuk lebih berhati-hati
kedepannya dalam menjalankan tugas mereka sebagai dokter.
4. Rujuk anak ke dokter spesialis bedah ortopedi anak
5. Melaporkan masalah ini ke MKDKI (Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia)
Jika dari langkah-langkah diatas tidak ditemukan solusi, maka orangtua pasien berhak
mencari pengacara dan mengadukan ke polisi untuk mengenakan dokter B dan dokter C
sanksi pidana
Kesimpulan
Semua kasus klinis dianggap kelalaian cedera pribadi di bawah hukum. Meskipun,
kelalaian klinis adalah bidang studi khusus di bawah hukum cedera pribadi karena melibatkan
kelalaian profesional yang memerlukan prinsip-prinsip hukum yang berbeda dan aturan
prosedur. Namun, mencari kompensasi dalam hal klaim atas kelalaian medis bukanlah
sederhana dan kerumitan prosedur bebas. Klaim dapat menguntungkan secara finansial hanya
22
ketika penderita mampu membuktikan bahwa ia memang menerima perawatan kesehatan di
bawah standar dibandingkan dengan perawatan kesehatan profesional yang kompeten di
bidang yang relevan kedokteran. Kita perlu juga membuktikan di depan hukum bahwa ia
telah menderita kerugian sebagai akibat dari kelalaian medis.
Daftar Pustaka
23