Elva Patabang
102014029
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta 11510 Telp. 021-56942061.
Email : Elvapatabang@yahoo.co.id
Pendahuluan
Respirasi adalah pertukaran gas antara makhluk hidup dengan lingkungannya, sedangkan
peran dan fungsi respirasi adalah menyediakan oksigen (O2) serta mengeluarkan gas
karbondioksida (CO2) dari tubuh. Fungsi respirasi merupakan fungsi yang vital bagi kehidupan,
dimana O2 merupakan sumber tenaga bagi tubuh yang harus dipasok secara terus-menerus,
sedangkan CO2 merupakan bahan toksik yang harus dikeluarkan dari tubuh.1
Ketidakmampuan sistem pernapasan untuk mempertahankan suatu keadaan pertukaran
udara antara atmosfer dengan sel-sel tubuh yang sesuai dengan kebutuhan normal akan
menyebabkan terjadinya gagal napas. Dimana sistem pulmoner tidak dapat mencukupi
kebutuhan metabolisme, yaitu eliminasi CO2 dan oksigenasi darah. Gagal napas terjadi bila
tekanan parsial oksigen arterial (PaO2) < 60 mmHg atau tekanan parsial karbondioksida arterial
(PCO2) > 45 mmHg.1,2
Skenario 12
Pasien laki-laki usia 70 tahun dating ke IGD dengan sesak nafas dan penurunan kesadaran. Dari
alloanamnesis didapatkan pasien mempunyai kebiasaan merokok satu bungkus perhari selama
kurang lebih dua puluh tahun.
Kesadaran E3M5V4. Tanda vital: TD; 90/50 mmHg, FN 115x/menit, RR 30x/menit, suhu 37,6C,
SpO2 95%, terlihat retraksi suprasternal pada saat inspirasi dan ekspirasi yang memanjang
disertai wheezing pada saat auskultasi. Hasil AGD pH 7,234, PO2 67 mmHg, PCO2 57 mmHg,
BE -5 mEq/L, HCO3 17,4 mEq/L, SaO4 94%.
1
Anamnesis
Anamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui riwayat penyakit dan
menegakkan diagnosis. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, teratur dan lengkap karena
sebagian besar data yang diperlukan dari anamnesis untuk menegakkan diagnosis. Sistematika
yang lazim dalam anamnesis, yaitu identitas, riwayat penyakit, dan riwayat perjalanan
penyakit.Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau terhadap
keluarganya atau pengantarnya (allo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk
diwawancarai.Penanganan dari pasien ini harus dimulai dengan riwayat secara menyeluruh
melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk melakukan diagnosis.3
1. Identitas Pasien
Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku, agma, status perkawinan,
pekerjaan, dan alamat rumah. Data ini sangat penting karena data tersebut sering
berkaitan dengan masalah klinik maupun gangguan sistem organ tertentu.3
2. Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan terpenting yang membawa pasien minta pertolongan
dokter atau petugas kesehatan lainnya.Keluhan utama biasanya dituliskan secara singkat
beserta lamanya.Sering menjadi alasan untuk meminta pertolongan kesehatan, diikuti
oleh mereka mengalami kesulitan untuk bernapas, retraksi dan sianosis.3
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Adakahsesak nafas, mual, muntah, takipneu, dispneu dan suara mengi saat bernapas?
biasanya berupa pernafasan yang cepat dan dangkal. Batuk kering dan demam yang
terjadi lebih dari beberapa jam sampai seharian. Kulit terlihat pucat atau biru.3
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien pernah dirawat di rumah sakit?Apakah ada riwayat trauma ? Apakah ada
riwayat perdarahan? Sepsis atau syok? Pneumonia? Aspirasi lambung? Apakah pernah
mengalami hal yang sama? Apakah penyakit kronis pada organ-organ (saluran cerna,
kardiovaskuler, organ pernafasan dan ginjal).3
5. Obat-obatan
Obat apa yang sedang dikonsumsi pasien? apakah baru-baru ini ada perubahan
penggunaan obat? adakah respons terhadap terapi terdahulu? Kita perlu tanyakan.3
6. Alergi
Adakah alergi obat atau antigen lingkungan.3
7. Riwayat Keluarga dan Sosial
Adakah riwayat penyakit dalam keluarga?Apa pekerjaan pasien? Bagaimana lingkungan
tempat tinggalnya? Apakah rutin dalam olahraga? Menanyakan aktivitas, makanan
sehari-hari dan ekonomi.3
2
Pemeriksaan Fisik
Perhatikan dengan cermat keadaan-keadaan baik yang langsung terlihat, maupun saat
pemeriksaan dengan menggunakan alat bantu. Hal-hal yang harus diperhatikan:3,4
1. Kesadaran umum pasien: Apakah pasien tampak sakit ringan atau berat? Compos
mentis, semua normal?
2. Periksa tanda-tanda vital pasien, seperti frekuensi nadi, frekuensi nafas, suhu,tekanan
darah.3
3. Pemeriksaan fisik Thorax paru : inspeksi, palpasi,perkusi, auskutasi
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan ini diperlukan sedikit sampel darah yang diambil dari pembuluh darah arteri
yang ada di pergelangan tangan, lengan, atau pangkal paha. Oleh sebab itu prosedur ini disebut
juga dengan pemeriksaan analisa gas darah arteri. Dokter atau petugas lab pertama-tama akan
mensterilkan tempat suntikan dengan cairan antiseptik. Setelah mereka menemukan arteri,
mereka akan memasukkan jarum ke dalam arteri dan mengambil darah. Mungkin Anda akan
sedikit merasakan sakit saat jarum suntik masuk ke dalam kulit, tapi tentu ini tidak begitu
menyakitkan. Setelah dirasa cukup, kemudian jarum dicabut, dan luka tusukan ditutup
dengan perban. Sampel darah kemudian akan dianalisa oleh mesin portabel atau mesin yang ada
di laboratorium. Sampel darah harus dianalisis dalam waktu 10 menit dari waktu
pengambilan untuk memastikan hasil tes yang akurat.
Dalam keadaan normal tubuh manusia memproduksi asam dari hasil metabolisme sel (protein,
karbohidrat, lemak) dalam bentuk asam volatile (asam karbonat) dan nonvolatile (metabolic
acids, laktat, keton, sulfat, fosfat, dll). Untuk mempertahankan keseimbangan asambasa
(homeostasis), kelebihan asam karbonat akan dikeluarkan melalui paru-paru dalam bentuk
karbondioksida, dan kelebihan asam nonvolatile akan dinetralisasikan oleh sistem dapar (buffer).
Fungsi sel manusia akan berlangsung dengan baik di lingkungan pH normal (pH 7,35 7,45)
atau kadar ion hidrogen (H+ ) sekitar 40 nmol/L, suatu kadar yang sangat kecil sekali. Oleh
karena itu tubuh mengaturnya dengan sangat ketat melalui proses yang sangat kompleks. Untuk
mempertahankan pH (ion hidrogen), tubuh mempunyai tiga sistem utama pengatur
keseimbangan asam-basa, yaitu sistem dapar (buffer), paru, dan ginjal (difasilitasi oleh hati).
Sistem dapar hanya untuk meminimalisir perubahan pH, sedangkan paru dan ginjal yang
mempunyai peran penting dalam pengaturan keseimbangan asam-basa. Pengaturan
keseimbangan asam basa oleh paru dilakukan dengat sangat cepat (menit) melalui pengaturan
PaCO2, dan ginjal bekerja lebih lambat (jam) untuk mengatur kelebihan asam/basa melalui
sekresi/reabsorbsi klor dalam bentuk amonium klorida dengan bantuan ion NH4+ yang difasilitasi
oleh hati melalui sekresi/produksi glutamine (Stewart approach) dan atau sekresi/reabsorbsi
3
bikarbonat (traditional approach). Bila mekanisme homeostasis ini tidak bekerja dengan
sempurna maka akan terjadi gangguan keseimbangan asam-basa.
Secara klinis gangguan keseimbangan asam-basa yang disebabkan karena asam volatile
disebut respiratorik (asidosis/alkalosis respiratorik) dan asam nonvolatile disebut metabolik
(asidosis/alkalosis metabolik). Penilaian terhadap gangguan asam-basa respiratorik didasarkan
pada kadar karbondioksida (PaCO2).Sedangkan untuk gangguan asam-basa metabolik, terdapat
tiga cara penilaian, yaitu dengan menilai [HCO3-], SBE (standardized base excess), dan SID
(strong ions difference).
Gangguan keseimbangan asam basa serius biasanya menunjukkan fase akut, ditandai
dengan pergeseran pH menjahui bats nilai normal. Nilai pH abnormal meskipun salah satu nilai
komponn gas darah lainnya (PCO2, HCO3-)masih berada dalam batas normal. Bila kondisi
tersebut berlanjut, terjadi reaksi penyesuaian yang bersifat fisiologikdan pada kondisi ini disebut
fase kompensasi. Jika kondisi penyebab tidak teratasi, maka mekanisme kompensasi tidak
mampu mengatasi perubahan yang terjadi, hal ini disebut fase tidak terkompensasi. Klasifikasi
yang umum digunakan umumnya mengganbarkan masalah dan kelainan yang terjadi, sesuai
dengan namanya.6
- Gangguan keseimbanagn asam-basa respiratorik
Terjadi karena ketidakseimbangan antara pembentuka CO2 dijaringan perifer dengan
eksresinya di paru, ditandai oleh peningkatan atau penurunan konsentrasi CO2
- Gangguan keseimbangan asam-basa metabolic
Terjadi karena pembentukan CO2 oleh asam fixed dan asam organic yang menyebabkan
peningkatan ion karbonat di jaringan perifer atau cairan ekstraseluler.
4
- Trauma SSP (cedera pada medulla oblongata dapat mengganggu dorongan bernapas)
- Henti jantung (akut)
- sleep apnea
- Alkalosis metabolic kronis sebagai kompensasi repiratori yang mencoba menormalkan pH
dengan menurunkan ventilasi alveolar)
- Terapi ventilasi (penggunaan oxygen aliran tinggi/ high flow oxygen pada pasien gangguan
respirasi kronis akan menekan dorongan hopoksia yang membuat pasien bernapas,
penggunaan tekanan positive end expiatory pada keadaan penurunan curah jantung dpat
menyebabkan hiperkapnia yang disebabkan oleh peningkatan yang besar pada ruang hampa
di alveoli (dead space alveolar)
- Penyakit Neuromuscular (GBS, miastenia gravis, poliomyelitis) akibat otot-otot
respiratorius tidak menunjukkan respon yang benar terhadap dorongan respirasi
- Obstruksi jalan nafas atau penyakit parenkim paru (karena mengganggu ventilasi alveolar)
- Penyakit paru obstruktif menahun (PPOM)atau asma
- Sindrom gawat nafas dewasa (ARDS) yang berat karena menyebabkan penururnan aliran
darah pulmonalis dan pertukaran CO2 serta oksigen yang buruk antara paru-paru dan darah.
- Bronkitis kronik
- Pneumotoraks yang luas
- Pneumonia berat
- edema paru
5
- Hipertensi
- Aritmia atrial dan ventrikuler
- Hipotensi disertai vasodilatasi (denyut nadi memantul) dan bagian perifer yang hangat
pada asidosis berat)
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi :
- Gangguan SSP dan kardiovaskuler yang berat akibat darah yang rendah (kurang dari
7,15)
- Depresi miokard (yang menyebabkan syok dan henti jantung)
- Kenaikan PaCO2 meskipun sudah dilakukan penanganan yang optimal
Diagnosis
Kandungan CO2 merupakan gambaran hasil akhir keseimbangan produksi (hasil metabolisme
tubuh) dan eliminasi CO2 oleh paru. Peningkatan PCO2 akibat peningkatan produksi CO2 akan
diatasi oleh tubuh dengan meningkatkan ventilasi. Penurunan ventilasi alveolar menyebabkan
retensi CO2 dan mengakibatkan asidosis respiratorik. Tes berikut membantu penegakan
diagnosis asidosis respiratorik :7
- Analisa gas darah (ASD) arteri yang memperlihatkan PaCO2 lebih dari 45mmHg; pH
kurang dari 7,35 mmHg hingga 7,45; dan HCO3- yang meninggi pada stadium kronis
(memastikan diagnosis).
- Foto rontgen toraks (sering memperlihatkan penyebab seperti gagal jantung, pneumonia,
penyakit paru obstruktif menahun (PPOM) dan pneumotoraks)
- Kadar kalium > 5mEq/L
- Kadar klorida serum yang rendah
- pH urine yang asam (karena ginjal mengeksresi ion hydrogen untuk memulihkan pH
darah kembali normal)
- Skrinning pemakaian obat (dapat memastikan suspek overdosis obat)
6
-
Radiologi
Berdasarkan pada foto thoraks PA/AP dan lateral serta fluoroskopi akan banyak data
yang diperoleh seperti terjadinya hiperinflasi, pneumothoraks, efusi pleura,
hidropneumothoraks, sembab paru, dan tumor paru.
Working Diagnosis
Gagal napas akut terjadi bila dengan peningkatan upaya napas dan laju napas, tidak dapat
mempertahankan oksigenasi adekuat atau bila oksigenasi tetap buruk. Dasar patofisiologi gagal
napas menentukan gambaran klinisnya. Pasien gagal napas yang masih mempunyai kemampuan
bernapas normal akan tampak sesak dan gelisah. Sebaliknya, pasien yang telah menurun
kemampuan pusat pernapasannya akan tampak tenang atau bahkan mengantuk. Peningkatan
upaya dan laju napas serta takakirdia akan berkurang bila gagal napas memburuk, bahkan dapat
terjadi henti napas.1
Gagal napas diawali oleh stadium kompensasi. Pada keadaan ini ditemukan peningkatan
upaya napas (work of breathing) yang ditandai dengan adanya distress pernapasan (pemakaian
otot pernapasan tambahan, retraksi, takipnea dan takikardia). Peningkatan upaya napas terjadi
dalam usaha mempertahankan aliran udara walaupun compliance paru menurun. Sebaliknya,
stadium dekompensasi muncul belakangan ditandai dengan menurunnya upaya napas.1
Gagal napas diklasifikasikan menjadi gagal napas hipoksemia, dan gagal napas
hiperkapnia. Gagal napas hipoksemia ditandai dengan PaO2 < 60 mmHg dengan PaCO2 normal
atau rendah. Gagal napas hiperkapnia, ditandai dengan PaCO2 > 45 mmHg. Sedangkan menurut
waktunya dapat dibagi menjadi gagal napas akut dan gagal napas kronik. Penyebab gagal napas
dapat diakibatkan oleh kelainan pada otak, susunan neuromuscular, dinding thoraks dan
diafragma, paru, serta sistem kardiovaskuler. Gagal napas akut merupakan salah satu
kegawatdaruratan, sehingga membutuhkan penangan yang cepat dan tepat1,3
Gagal nafas adalah gangguan pertukaran gas antara udara dengan sirkulasi yang terjadi di
pertukaran gas intrapulmonal atau gangguan gerakan gas masuk keluar paru. Gangguan
pertukaran gas menyebabkan hipoksemia primer, oleh karena kapasitas difusi CO2 jauh lebih
7
besar dari O2 dan karena daerah yang mengalami hipoventilasi dapat dikompensasi dengan
meningkatkan ventilasi bagian paru yang normal. Hiperkapnia adalah proses gerakan gas keluar
masuk paru yang tidak adekuat (hipoventilasi global atau general) dan biasanya terjadi bersama
dengan hipoksemia.4
Differential Diagnosis
Kelainan yang mempengaruhi parenkim paru (termasuk jalan napas, ruang-ruang alveolar,
interstisial dan sirkulasi pilmoner).Pasien dengan kelainan ini hampir selalu ditandai dengan
hipoksemia, tetapi dapat disertai atau tidak disertai hiperkapnia tergantung pada tipe spesifik
penyakit dan derajat beratnya. Perubahan hubungan anatomic dan fisiologik antara udara di
alveolus dan darah kapiler paru menyebabkan hipoksemia.
8
Gagal Nafas Hiperkapnia
Berdasarkan definisi, pasien dengan gagal napas hiperkapnia mempunyai kadar PaCO2
yang abnormal tinggi. Karena CO2 meningkat dalam ruang alveolus, O2 tersisih di alveolus dan
PaO2 menurun. Maka pada pasien biasanya didapatkan hiperkapnia dan hipoksemia bersama-
sama, kecuali bila udara inspirasi diberi tambahan oksigen. Paru mungkin normal atau tidak pada
pasien dengan gagal napas hiperkapnia, terutama jika penyakit utama mengenai bagian
nonparenkim paru seperti dinding dada, otot pernapasan, atau batang otak. Penyakit paru
obstruktif kronis yang parah sering mengakibatkan gagal napas hiperkapnia. Pasien dengan asma
berat, fibrosis paru stadium akhir, dan ARDS (Acute Respiratory Distres syndrome) berat dapat
menunjukkan gagal napas hiperkapnia.8
Ventilasi Semenit
9
keluar kedua paru setiap menit dapat diukur dengan mudah. Ini didefinisikan sebagai minute
ventilation (ventilasi semenit, VE, L/men). Konsep fisiologis menganggap bahwa VE merupakan
penjumlahan dari VA (bagian dari VE yang berpartisipasi dalam pertukaran gas) dan ventilasi
ruang rugi (dead spce ventilation, VD)
VD/VT menunjukkan derajat insufisiensi ventilasi kedua paru. Pada orang normal yang
sedang istirahat sekitar 30% dari ventilasi semenit tidak ikut berpartisipasi dalam pertukaran
udara. Pada kebanyakan penyakit paru proporsi VE yang tidak ikut pertukaran udara meningkat,
maka VD/VT meningkat juga.
Trakea dan saluran pernapasan menjadi penghantar pergerakan udara dari dan ke dalam
paru selama siklus pernapasan, tetapi tidak ikut berpartisipasi pada pertukaran udara dengan
darah kapiler paru (difusi). Komponen ini merupakan ruang rugi anatomis. Jalan napas buatan
dan bagian dari sirkuit ventilator mekanik yang dilalui udara inspirasi dan ekspirasi juga
merupakan ruang rugi anatomis. Pada pasien dengan penyakit paru, sebagian besar peningkatan
ruang rugi total terdiri dari ruang rugi fisiologis. Ruang rugi fisiologis terjadi karena ventilasi
regional melebihi jumlah aliran darah regional (ventilation-perfusion [V/Q] mismatching).
Walaupun V/Q mismatching umumnya dianggap sebagai mekanisme hipoksemia dan bukan
hiperkapnia, secara teori V/Q mismatching juga akan menyebabkan peningkatan PaCO2.
Kenyataannnya dalam hampir semua kasus, kecuali dengan V/Q mismatching yang berat,
hiperkapnia merangsang peningkatan ventilasi, mengembalikan PaCO2 ke tingkat normal. Jadi
V/Q mismatching umumnya tidak menyebabkan hiperkapnia, tetapi normokapnia dengan
peningkatan VE.9
Gambaran Klinis
Hiperkapnia akut terutama berpengaruh pada sistem saraf pusat. Peningkatan PaCO2
merupakan penekanan sistem saraf pusat, mekanismenya terutama melalui turunnya PH cairan
cerebrospinal yang terjadi karena peningkatan akut PaCO2. Karena CO2 berdifusi secara bebas
dan cepat ke dalam cairan serebrospinal, PH turun secara cepat dan hebat karena hiperkapnia
akut.9
Peningkatan PaCO2 pada penyakit kronik berlangsung lama sehingga bikarbonat serum
dan cairan serebrospinal meningkat sebagai kompensasi terhadap asidosis respiratorik kronik.
Kadar PH yang rendah lebih berkorelasi dengan perubahan status mental dan perubahan klinis
lain daripada nilai PaCO2 mutlak.
10
Gejala hiperkapnia dapat tumpang tindih dengan gejala hipoksemia. Hiperkapnia
menstimulasi ventilasi pada orang normal, pasien dengan hiperkapnia mungkin memiliki
ventilasi semenit yang meningkat atau menurun, tergantung pada penyakit dasar yang
menyebabkan gagal napas. Jadi, dispnea, takipnea, hiperpnea, bradipnea, dan hipopnea dapat
berhubungan dengan gagal napas hiperkapnea.
Pasien dengan gagal napas hiperkapnea akut harus diperiksa untuk menentukan
mekanisme. Diagnosis banding utama ialah gagal napas hiperkapnea karena penyakit paru versus
penyakit nonparu. Pasien dengan penyakit paru seringkali menunjukkan hipoksemia yang tidak
sesuai dengan derajad hiperkapnia. Hal ini dapat dinilai menggunakan perbedaan PO2 alveolar-
arterial. Tetapi pasien dengan masalah nonparu dapat pula mempunyai hipoksemia sekunder
sebagai efek kelemahan neuromuscular (sebagai contoh) yang mengakibatkan atelektasis atau
pneumonia aspirasi. Kelainan pada paru berhubungan dengan peningkatan VD/VT dan karenanya
sering menunjukkan peningkatan VE dan frekuensi pernapasan. Tetapi pasien yang mengalami
kelumpuhan otot pernapasan sering ditemui takipneu. Efek dari hiperkapnea dan hipoksemia
dapat menyamarkan gangguan neurologis, pengobatan berlebih dengan sedative, mixedema, atau
trauma kepala.9,10
Jauh lebih sering dijumpai daripada gagal nafas hiperkapnia. Pasien tipe ini mempunyai nilai
PO2 arterial yang rendah, tetapi PaCO2 normal atau rendah. PaCO2 tersebut membedakannya
dengan gagal nafas hiperkapnia, yang masalah utamanya ialah hopiventilasi alveolar. Selain pada
lingkungan yang tidak biasa dimana atmosfer memiliki kadar oksigen yang sangat rendah,
seperti ketinggian atau saat oksigen digantikan oleh udara lain, gagal nafas hipoksemia
menandakan adanya penyakit yang mempengaruhi parenkim paru atau sirkulasi paru. Contoh
11
situasi klinis yang umum menunjukkan hipoksemia tanpa peningkatan PaCO2 adalah pneumonia,
aspirasi isi lambung, emboli paru, asma dan ARDS.
Patofisiologi Hipoksemia
Istilah hipoksemia paling sering menunjukkan PO2 lebih rendah di dalam darah arteri (PaO2),
dan dapat digunakan untuk menunjukkan PO2 pada kapiler, vena dan kapiler paru. istilah
tersebut juga dipakai untuk menekankan rendahnya kadar O2 darah atau berkurangnya saturasi
oksigen di dalam hemoglobin. Hipoksemia berat akan menyebabkan hipoksia. Hipoksia berarti
penurunan penyampaian O2 ke jaringan karena faktor rendahnya curah jantung, anemia, syok
septik, atau keracunan karbon monoksida, dimana PO2 arterial dapat normal atau meningkat.
Mekanisme Hipoksemia
Mekanisme Fisiologis hipoksemia mempunyai kegunaan dalam identifikasi tipe penyakit paru
dan respon terapi. Mekanisme ini dibagi dalam dua golongan utama yaitu 1) berkurangnya PO2
alveolar dan 2) meningkatnya pengaruh campuran darah vena (vonous admixture.
Hipoksemia selalu merupakan akibat penurunan PO2 alveolar atau peningkatan jumlah darah
vena bersaturasi rendah yang bercampur dengan darah kapiler pulmonal (campuran vena). Pada
banyak pasien dengan gagal napas hopiksemik, kedua mekanisme ini berperan.
Gagal napas akut merupakan salah satu kegawat daruratan. Untuk itu, penanganannya
tidak bisa dilakukan pada area perawatan umum (general care area) di rumah sakit. Perawatan
dilakukan di Intensive Care Unit (ICU), dimana segala perlengkapan yang diperlukan untuk
menangani gagal napas tersedia. Tujuan penatalaksanaan pasien dengan gagal nafas akut adalah:
membuat oksigenasi arteri adekuat, sehingga meningkatkan perfusi jaringan, serta
menghilangkan underlying disease, yaitu penyakit yang mendasari gagal nafas tersebut.10
12
Gangguan keseimbangan asam-basa bukanlah penyakit, melainkan kelainan akibat
penyakit primer, maka tatalaksana ditujukan kepada penyakit primer tersebut. Bila gangguan-
asam-basa berat maka koreksi terhadap gangguan asam-basa perlu dipertimbangkan. Kelainan
yang mengancam nyawa pada asidosis respiratorik bukan karena asidosisnya tetapi karena
hipoksemia, oleh karena itu terapi utama adalah terapi oksigen sambil mengatasi penyebab
primer pernapasanr (hipoventilasi). Atasi faktor penyebab seperti kelainan paru, keracunan
narkotik, keracunan salisilat.5
Hipoksemia sering ditemukan pada gagal napas hiperkapnia, terutama yang didasari oleh
penyakit paru, dan pemberian oksigen tambahan seringkali dibutuhkan. Tetapi pada beberapa
pasien dengan hiperkapnia, oksigen tambahan dapat berbahaya bila tidak dimonitor dan
disesuaikan secara hati-hati.
Pasien dengan gagal napas hiperkapnik karena overdosis obat sedatif atau botulisme, dan
kebanyakan pasien dengan trauma dada akan membaik seiring dengan berjalannya waktu, dan
penatalaksanaan bersifat suportif. Penyakit primer yang membutuhkan terapi khusus ialah
miastenia gravis, kelainan elektrolit, penyakit paru obstruktif, obstructive sleep apnea, dan
miksedema.
Pemberian oksigen
Bronkodilator
Agonis beta-adrenergik/simpatomimotik
Antikolinergik
Kortikosteroid
pemasangan ventilasi mekanik
13
Pengkajian awal kegawatdaruratan medis adalah suatu tindakan penilaian kondisi medis pasien
(non-trauma) yang dilakukan pertama kali untuk menentukan apakah pasien dalam keadaan
gawat darurat dan dapat meninggal bila penyebab dan kondisi pasien tidak segera dikelola
dengan cepat dan tepat. Penilaian ini hendaknya dilakukan kurang dari 30 detik.
Kegawatdaruratan medis akut terjadi bila terdapat gangguan pengiriman oksigen dari atmosfer
ke mitokondria di dalam sel. Terjadinya gangguan pengiriman oksigen ke sel dapat terjadi
melalui kondisi reversibel, yang pada pedoman ACLS dikenal sebgai 5H dan 5T, yaitu :
hypovolemia, hypoxia, hydrogen ion (asidosis), hypo-/hyperkalemia, hypoglycemia,
hyponatremia, toxins, tamponade (jantung), tension pneumothorax, thrombosis coronary
(sindrom koroner akut), thrombosis pulmonary (emboli paru) dan trauma.
Pasien yang secara klinis dapat berbicara dengan baik (satu kalimat kengkap), sadar penuh,
frekuensi napas 16-20 kali/menit, frekuensi jantung 60-100 kali/menit, tidak diingin, tidak pucat,
dan tidak berkeringat sangat kecil kemungkinannya ia mengalami kondisi gawat darurat.
Sebaliknya, bila pasien mengalami :
- Gangguan jalan napas : tidak sadar, terdapat stridor, bronkospasme, tertelan benda asing
- Gangguan bernapas : Frekuensi napas <10 atau >28 kali/menit , SpO2 <93 %
- Gangguan sirkulasi : frekuensi jantung <50 atau >120 kali / menit
- Gangguan kesadaran : penurunan kesadaran, Glasgow Coma Scale (GCS) <12
Maka ia berada dalam kondisi gawat darurat dan memerlukan tindakan medis untuk
mengatasinya. Agar dapat menilai kondisi awal pasien gawat darurat secara tepat dan cepat
perlu dilakukan anamnesis singkat dan pemeriksaan secara sistematis terhadap adanya
gangguan jalan napas (airway), pernapasan (breathing), sirkulasi (Circulation), neurologis
(Disability) dan permukaan tubuh (Exposure).
Anamnesis singkat kepada pasien maupun keluarga atau orang terdekat yang mengetahui kondisi
pasien harus dapat menggali gejala utama yang pasien rasakan sebelum dan saat mengalami
kondisi gawat darurat. Anamnesis tersebut dapat menentukan apakah pasien tersebut termasuk
dalam kasus trauma / non-trauma, kasus bedah / non-bedah, kasus keracunan obat / toxin.
Pemeriksaan jalan napas harus mengkaji apakah pasien mengalami obstruksi jalan napas,
gangguan proteksi jalan napas, edema mukosa laring akibat anafilaksis atau aspirasi benda asing.
Bila pasien dapat diajak berbicara dan ia dapat menjawab dengan suara normaldan memberikan
jawaban sesuai pertanyaan maka dapat dinilai bahwa jalan napas pasien dan perfusi otak baik.
Namun bila pasien tidak bisa menjawab maka kemungkinan adanya obstruksi jalan napas yodak
dapat disingkirkan. Lidah sering menyebabkan obstruksi jalan napas pada pasien penurunan
kesadaran. Obstruksi jalan napas ini dapat diatasi dengan melakukan maneuver mengangkat dagu
(chin lift) dan menengadahkan kepala (head lift). Pada pasien trauma dengan kecurigaan trauma
tulang vertebra servikal, maneuver yang digunakan adalah mendorong rahang ke depan (jaw
thrust).
14
Pemeriksaan pernapasan harus mengkaji apakah pasien bernapas normal, mengalami
peningkatan kerja pernapasan, hipoksia, fatigue, terdapat pneumotoraks, asma,
anafilaksis, gagal jantung, pneumonia, atau PPOK. Kedua paru harus diyakinkan terjadi
ventilasi (pernapasan) yang adekuat dengan cara melakukan inspeksi gerakan dada dan
auskultasi suara napas.
Pemeriksaan Sirkulasi harus mengkaji apakah sirkulasi normal atau apakah pasien
mengalami perdarahan, syok, sepsis atau terdapat sindrom koroner akut, gagal jantung,
atau aritmia. Penilaian sirkulasi dapat dilakukan dengan menilai warna kulit, suhu akral,
waktu pengisisan kapiler (capillary refill time, CRT), perabaan nadi, dan pemeriksaan
jantung.
Penilaian neurologis mengkaji apakah pasien mengalami penurunan kesadaran,
hipoglikemi, meningismus, kondisi pupil, anghota gerak, dan saraf kranial.
Saat melakukan penatalaksanaan awal, dilakukan tindakan untuk mengatasi kegawatan sesuai
indikasi. Pada pasien henti jantung atau henti napas yang ditandai oleh adanya penurunan
kesadaran dan pernapasan tidak normal, maka dilakukan resusitasi jantung paru. Pada pasien
yang mengalami gangguan pernapasan maka lakukan tindakan memposisikan pasien setengah
duduk, pemberian oksigen, inhalasi, intubasi, torakosentesis, dan penggunaan ventilasi mekanik.
Pada pasien dengan gangguan sirkulasi maka dapat diberikan cairan, transfuse, vasoaktif,
inotropik, perikardio-sintesis. Terapi diberikan sesuai dengan patofisiologi kegawatdaruratan
yang terjadi.
Kesimpulan
Dari kasus ini dapat disimpulkan pasien terdiagnosa sebagai gagal nafas akut asidosis
respiratorik. Dari PP dengan hasil paCO2 57 mmHg, maka dapat diklasifikasikan sebagai gagal
nafas tipe II (Hyperkapnia). Oleh karena itu dapat segera ditangani dengan memperbaiki jalan
nafas (airway). Selain itu, pasien sebaiknya dihimbau untuk berhenti merokok karena diduga
penyebab dari gagal nafas yang dialaminya adalah karena COPD.
Daftar Pustaka
1. Anonim. (2010). Respiratory Failure. Diakses pada tanggal Diakses pada tanggal 15
November 2017 dari http://www.faqs.org/health/topics
2. Anonim. (2002). Respiratory Failure Fact Book. Diakses pada Diakses pada tanggal 15
November 2017 dari http://www.healthnewsflash.com
3. Gleadle J.At a glace anamnesis dan pemeriksaan fisik.Jakarta:Erlangga;2007.h.17-21.
4. Welsby P.D. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC., 2009. H142-53.
15
5. Fakultas Kedokteran UNAIR. Gangguan Keseimbangan Asam Basa (Modul).
http://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/PGD09_Gangguan-
Keseimbangan-Asam-Basa-Q.pdf. 2017. Diakses pada tanggal 15 November 2017.
16