Anda di halaman 1dari 14

Infeksi Parasit pada Sela Jari Tangan

Kelompok E7

Rio Nesa Pratama 102009050

Robert Tupan Us Ubatan 102012335

Silvia Witarsih 102012520

Riska Cerlyan Mustamu 102013302

Ricky Djunaedi 102014008

Elva Patabang 102014029

Melyun Riza Ridwan 102014165

Naomi Constantia Allen 102014205

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Terusan Arjuna no. 6. Jakarta 11510

Pendahuluan
Parasit adalah organisme yang hidup dari makhluk hidup lainnya. Manusia adalah
tuan rumah bagi banyak parasit, yang dapat hidup di dalam tubuh atau pada kulit. Parasit ini
menggunakan tubuh manusia untuk mendapatkan makanan dan untuk mereproduksi, dan
dalam tawar-menawar menyebabkan masalah kesehatan manusia yang terinfeksi. Parasit
terdapat di seluruh dunia dan banyak orang menderita infeksi parasit kulit. Sebagai contoh,
sekitar 6 untuk 12 juta orang di seluruh dunia mendapatkan kutu setiap tahun dan di Amerika
Serikat. Banyak penyakit kulit yang disebabkan oleh parasit contohnya yaitu scabies.
Skabies adalah penyakit pada kulit yang disebabkan oleh kuman Sarcotes scabie yaitu
seperti tungau yang memparasitkan diri pada kulit manusia yang mengakibatkan rasa gatal
pada kulit dan menimbulkan papul, vesikel bahkan menyebabkan ulkus dan erosi pada kulit.
Penyakit skabies merupakan suatu jenis penyakit yang sering ditemukan di negara tropis,
seperti Indonesia. Nama yang sering kita dengar di masyarakat untuk penyakit ini adalah

1
kudis. Secara umum penyakit kulit di Indonesia prevalensinya masih tinggi. Penyakit kulit
menempati jenis penyakit ketiga yang paling sering ditemukan kasusnya setelah penyakit
saluran pernapasan dan saluran pencernaan.

Pembahasan
Anamnesis
Biasanya pasien datang dengan keluhan gatal-gatal. Yang perlu kita tanyakan pada skabies
adalah waktu terjadinya gatal-gatal. Umumnya pada pasien skabies rasa gatal memuncak
pada waktu malam sehingga mengganggu tidurnya. Kemudian setelah itu perhatikan riwayat
kontak dengan orang lain. Skabies merupakan penyakit yang menyerang manusia secara
kelompok. Tanyakan pada pasien apakah orang-orang yang tinggal bersamanya juga
mengalami hal yang sama. Kontak personal yang dekat selama setidaknya 15 menit dengan
individu yang menderita skabies dapat menyebabkan terjadinya penularan. Biasanya gejala
klinik akan muncul 2 minggu setelah terjadi kontak.1
Kemudian perhatikan tempat predileksinya. Hal ini dapat dilakukan dengan menanyakan
pada pasien secara langsung maupun pada pemeriksaan fisik. Umumnya daerah yang sering
terkena infestasi parasit ini adalah sela jari tangan dan kaki, lutut, perut, genitalia, dan pantat.
Pada bayi dapat mengenai seluruh daerah kulit. Gambaran yang timbul umumnya polimorf
akan dibahas lebih lanjut pada pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik yang kita perlu lihat adalah tempat predileksi skabies.
Umumnya pada sela jari dan kaki hingga telapaknya. Gambaran timbul sebagai akibat
sensitasi terhadap sekret tungau yaitu menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul,
vesikel, dan urtika. Keluhan gatal sering menyebabkan pasien menggaruk daerah tersebut
sehingga dapat timbul lesi sekunder seperti erosi dan ekskoriasi. Bila telah mengering
biasanya terlihat sebagai krusta. Selain itu perhatikan apakah timbul infeksi sekunder seperti
folikulitis, furunkulosis dan pustula. Seringkali infeksi sekunder ini dapat mempersulit
diagnosis. Infeksi sekunder ini dapat dipergunakan sebagai diagnosis banding dari penyakit
ini. Pada orang yang imunocompromised dapat timbul bentuk skabies norwegia yang lesinya
lebih parah. Umumnya krusta akan lebih jelas dan luas terlihat.1
Bila diperhatikan secara seksama dengan menggunakan kaca pembesar maka akan
terlihat adanya gambaran seperti terowongan di bawah permukaan kulit penderita skabies.

2
Pemeriksaan Penunjang
Pembantu diagnosis yang paling baik adalah menemukan Sarcoptes scabei yang
menyebabkan terjadinya penyakit skabies. Sebelum menemukan tungau penyebab penyakit
ini, maka harus ditemukan terowongan tempat tungau ini berjalan dalam stratum korneum.
Cara mengetahui adanya terowongan adalah dengan melakukan tes tinta terowongan.2
Tes tinta terowongan dilakukan dengan menggosok tinta pada papula yang timbul pada kulit
kemudian didiamkan setelah 30 menit. Setelah itu tinta yang ada pada permukaan kulit
dihapus dengan kapas alkohol. Apabila terlihat gambaran zig-zag pada permukaan kulit,
berarti tinta masuk ke daerah yang kosong pada lapisan kulit dibawahnya. Hal ini
menunjukan kemungkinan adanya terowongan yang dibuat oleh tungau penyebab skabies.
Bila tes tinta terowongan ini positif, maka untuk lebih memastikan diagnosis adalah
dengan ditemukannya Sarcoptes scabiei. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk
menemukan tungau ini, yaitu:
1. Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung yang terlihat papul atau vesikel
dicongkel dengan jarum dan diletakkan di atas kaca objek kemudian ditutup dan dilihat
dibawah mikroskop cahaya.1
2. Menyikat dengan sikat dan ditampung pada selembar keras putih kemudian dilihat pada
kaca pembesar.
3. Dengan membuat biopsi irisan. Caranya dengan menjepit lesi dengan 2 jari kemudian
dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan mikroskop cahaya.
4. Dengan biopsi eksisi kemudian diperiksa dengan pewarnaan H.E.
Bila diperiksa dengan mikroskop cahaya akan didapatkan gambaran tungau penyebab
skabies. Morfologi tungau tersebut akan dibahas pada bagian etiologi.

Diagnosis Kerja dan Gejala Klinik


Penyakit skabies merupakan suatu penyakit yang umum ditemukan di daerah tropik dan
subtropik. Diagnosis penyakit ini ditegakkan dengan empat tanda utama, yaitu:
1. Pruritus nokturna, yaitu rasa gatal pada malam hari yang disebabkan karena
peningkatan aktivitas tungau ini pada suhu yang lebih lembab dan panas. Reaksi gatal
yang timbul biasanya disebabkan oleh adanya hipersensitivitas tubuh terhadap tungau
skabies dewasa.1,3
Pruritus yang terjadi dapat menyebabkan impeginisasi. Vesikel dan bula yang muncul
merupakan gejala klinis lainnya. Selain itu rasa gatal ini tidak dapat dihilangkan

3
dengan menggunakan salep kortikosteroid. Karena salep tersebut tidak mampu
menghilangkan penyebabnya yang merupakan parasit.
2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga
yang terkena infeksi. Selain itu biasanya daerah yang padat seperti penjara maupun
asrama dimana banyak manusia yang tinggal bersama. Pada keadaan ini timbul
hiposensitisasi, dimana seluruh anggota keluarga terkena infestasi tungau namun
minim gejala klinis. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat predileksi. Warnanya bisa putih maupun
keabu-abuan, berbentuk garis lurus maupun berkelok dengan panjang 1 cm. Pada
ujung terowongan biasanya ditemukan papul maupun vesikel.
4. Menemukan tungau yang biasanya ditemukan pada ujung terowongan. Merupakan hal
yang paling diagnostik dan bentuk tungau yang ditemukan bisa dalam berbagai
stadium.

Selain itu tempat predileksi skabies pada manusia dewasa ialah daerah tangan, lipatan siku,
lipatan ketiak, perut, daerah genitalia, bokong, lutut hingga kaki.
Gambaran eflorensi yang dapat terlihat adalah eflorensi primer dan sekunder. Jenis eflorensi
primer yang dapat terlihat adalah:
Vesikel : merupakan gelembung yang berisi cairan serum, beratap, berukuran kurang
dari cm garis tengah dan mempunyai dasar.
Nodul : masa pada sirkumskrip yang terletak kutan atau subkutan, dapat menonjol
dengan diameter yang lebih besar dari 1 cm. Bila diameter kurang dari 1 cm disebut
sebagai nodulus.
Papul : Penonjolan zat padat berukuran kurang dari cm dan berisikan zat padat.
Selain itu dapat timbul bentuk eflorensi sekunder akibat garukan, yaitu:
Krusta : merupakan cairan badan yang mengering dan dapat bercampur dengan
jaringan nekrotik maupun benda asing lainnya.
Erosi : ialah hilangnya jaringan yang tidak melampaui stratum basale. Biasanya
hanya akan terdapat serum tanpa darah.
Ekskoriasi : ialah hilangnya jaringan sampai ujung papila dermis sehingga terdapat
darah dan serum.
Bentuk yang khas pada skabies selain efloresensi diatas adalah adanya semacam liang atau
terowongan yang berwana lebih gelap dari warna kulit penderita dengan panjang 0,5 sampai

4
1 cm. Biasanya terowongan ini bisa terlihat berkel
ok-kelok maupun lurus dan pada ujung terowongan akan ditemukan vesikel dan papula.3
Selain skabies yang umum, ada beberapa jenis skabies khusus yang menyerang manusia
antara lain:
a. Skabies Norwegia (scabies berkusta)
Jenis skabies ini dulu ditemukan di Indonesia. SKN dapat terjadi pada pasien dengan
penyakit berat atau pasien dengan penyakit yang menyebabkan sistem imun menjadi
rendah seperti pada penderita AIDS. Penderita mengalami lesi berkeropeng yang
jika diperiksa mengandung tungau dalam jumlah yang sangat besar. Sangat
banyaknya tungau ini diduga akibat tidak mampunya sistem imun penderita
sehingga tungau dapat berbiak dalam jumlah besar, dari beberapa puluh ekor
menjadi ribuan tungau dengan krusta yang sangat berat dan disertai lichenifikasi.3

Gambar 1: Skabies Krusta Norwegia


Diunduh dari: http://www.pathologyoutlines.com/caseofweek/case160.htm

b. Scabies Nodular
Scabies dapat berbentuk nodular bila lama tidak mendapat terapi, sering terjadi pada
bayi dan anak atau pada pasien dengan imunokompremais.

Diagnosis Banding
Penyakit skabies merupakan penyakit dengan banyak diagnosis banding. Hal ini disebabkan
karena skabies memiliki keluhan gatal yang banyak terjadi pada penyakit lainnya. Adapun
diagnosis banding skabies antara lain:
1. Dermatitis Kontak

5
Dermatitis atau eksem ialah suatu bentuk peradangan pada epidermis dan dermis
sebagai respon terhadap pengaruh faktor endogen atau eksogen yang menimbulkan
efloresensi dengan berbagai macam gambaran. Dermatitis kontak sendiri ialah suatu
bentuk dermatitis yang disebabkan oleh pengaruh faktor eksogen. Dermatitis kontak
ada yang bersifat iritan, yaitu akibat pengaruh bahan yang mengiritasi kulit baik
secara akut maupun kronis. Selain itu ada bentuk alergi dimana dermatitis ini akibat
proses sensitasi tubuh terhadap suatu bahan yang dianggap asing oleh sistem imun
tubuh.1
Kesamaan dermatitis kontak dengan skabies adalah ditemukannya rasa gatal yang
disertai eritema dan vesikel. Namun perbedaan yang jelas adalah pada waktu rasa
gatal. Waktu rasa gatal timbul dan memuncak pada skabies adalah pada malam hari,
sedangkan pada dermatitis kontak bergantung pada waktu kontak bahan tersebut
dengan kulit.
Tes patch/tempel dapat digunakan untuk memisahkan kemungkinan skabies terhadap
dermatitis kontak. Kuncinya pada dermatitis kontak selalu ada bahan yang sifatnya
dapat mengganggu fungsi kulit. Sedangkan pada skabies tentu saja penyebabnya
adalah infestasi tungau.

2. Dermatitis Atopik
Dermatitis atopik adalah bentuk dermatitis yang disebabkan oleh faktor endogen.
Dermatitis atopik cenderung bersifat kronik dan residif disertai dengan rasa gatal.
Rasa gatal merupakan tanda penting pada dermatitis atopik. Selain itu dapat terjadi
likhenifikasi pada orang dewasa dan gambaran dermatitis pada anak pada daerah
tertentu. Rasa gatal kembali menjadi persamaan antara skabies dan dermatitis atopik.
Perbedaannya adalah pada dermatitis atopik rasa gatal tersebut akan mereda pada
suatu waktu dan akan kembali lagi bila terkena alergen. Sedangkan rasa gatal pada
skabies akan menetap selama prasit masih ada dan masih bisa memproduksi alergen.
Kembali diingatkan lagi bahwa rasa gatal pada skabies akan memuncak pada waktu
malam sehingga kerapkali menyebabkan penderita terjaga sepanjang malam.1
Selain itu pada dermatitis atopik seringkali penderita memiliki riwayat penyakit
atopik pada keluarganya seperti asma dan rhinitis alergika. Hal ini dapat kita ketahui
dari pasien melalui anamnesis yang cermat. Rasa gatal yang hilang timbul (cenderung
residif) juga bisa menjadi patokan.

6
Tempat predileksi dermatitis atopik juga bisa membedakannya dengan skabies.
Skabies cenderung terjadi pada daerah sela jari tangan dan kaki sedangkan dermatitis
atopik sering mengenai daerah lipatan siku, lipat lutut, fleksor tangan dan leher. Pada
bayi tempat predileksi dermatitis atopik juga khas yaitu pada daerah pipi dan
ekstensor. Skabies pada bayi rentan pada semua bagian akibat lapisan kulitnya yang
masih tipis.

3. Prurigo
Merupakan suatu bentuk erupsi papular yang kronik dan rekurens. Selain papul juga
kerap timbul vesikel yang dapat menjadi lesi sekunder seperti krusta, erosi dan
ekskoriasi. Lesi yang ditemukan hampir menyerupai lesi yang ditemukan pada
skabies. Prurigo sering ditemukan pada bayi akibat reaksi hipersensitivitas terhadap
gigitan kutu loncat, nyamuk, agas dan kepiting. Prurigo juga cenderung muncul dalam
bentuk kelompok papula pada malam hari dan menetap selama kurang lebih 2
minggu.4
Perbedaan prurigo dan skabies bisa dilihat dari tempat predileksi. Prurigo cenderung
ada di daerah badan dan ekstensor ekstremitas, dapat pula mengenai muka dan kulit
kepala yang berambut. Selain itu jika skabies sering ditemukan pada segala jenis usia,
maka prurigo paling sering ditemukan pada anak bayi.

4. Pedikulosis Korporis
Infeksi ini disesabkan oleh Pediculus humanus var.corporis . Penyakit ini biasanya
menyerang orang dewasa terutama pada orang dengan hygiene yang buruk, misalnya
pengembara, disebabkan karena mereka yang jarang mandi atau jarang mengganti
dan mencuci pakaian. Oleh karena itu penyakit ini disebut penyakit vagabond. Hal
ini disebabkan kutu tidak melekat pada kulit, tetapi pada serat kapas diselal-sela
lipatan pakaian dan hanya transien ke kulit untuk menghisap darah. Penyebaran
penyakit ini bersifat kosmopolit, lbih sering pada daerah beriklim dingin karena
prang memakai baju yang tebal serta jarang dicuci.1

Etiologi
Penyebab skabies adalah Sarcoptes scabiei varietas homonis. Kutu ini bukanlah
serangga dari golongan insekta melainkan tungau dari Familia Sarcoptidae yang
memiliki empat pasang kaki (bukan tiga pasang seperti pada golongan insekta) sehingga

7
lebih dekat dengan keluarga sengkenit. Kutu ini ditularkan dengan hubungan kontak
langsung pada kulit termasuk ketika berhubungan seks.3,4

Gambar 2: Sarcoptes scabiei

Yang menimbulkan skabies pada manusia adalah jenis yang betina. Hal ini dikarenakan
yang jantan mati setelah kopulasi. Bentuk parasit skabies bulat 0,3-0,4 mm dengan 4
pasang kaki, 2 pasang terletak di depan dan 2 pasang kaki lainnya di belakang. Segera
setelah kopulasi, betina akan menggali lubang ke stratum korneum membentuk
terowongan yang berkelok-kelok dan terlihat keabu-abuan. Terowongan ini digunakan
sebagai tempat tinggal dan bertelur oleh spesies yang betina. 2-3 butir telur dihasilkan
dalam satu hari. Untuk nutrisinya, betina akan memakan cairan sel yang ada disekitarnya
sambil terus membangun terowongan untuk meletakkan telur.
Telur menetas 3-4 hari kemudian menjadi larva yang berkaki tiga. Larva kemudian
akan membutuhkan waktu 3 hari untuk menjadi nimfa dan 3 hari kemudian menjadi
bentuk dewasa. Total siklus ini memakan waktu 2 minggu.
Pada hewan juga bisa terdapat infestasi tungau skabies. Skabies hewan menyerang
berbagai jenis hewan mamalia, seperti kambing, sapi, domba, kerbau, babi dan kelinci.
Kutu ini bersifat host spesific artinya ia hanya memilih hewan tertentu saja. Infeksi
silang antara hewan dan manusia pernah dilaporkan kasusnya. Namun, jika sampai
terjadi infeksi, umumnya kutu hewan ini tidak akan berkembang lebih lanjut dan akan
mati dengan sendirinya.4

Epidemiologi
Penyakit skabies telah dikenal sejak jaman purbakala, yaitu sejak 3000 tahun yang
lampau. Di zaman itu penyakit ini tersebar di Asia sejak dari dataran Cina hingga India.
Sebaran skabies pada hewan pun bukanlah hal yang baru. Terdapat setidaknya 40 jenis

8
hewan tuan rumah yang tersebar dalam 17 familia dan 7 ordo mamalia. Di luar Asia pada
masa lampau ada bukti yang menunjukkan bahwa penyakit ini juga timbul di Austria,
Skotlandia, dan negara Skandinavia namun jarang dilaporkan dari benua Amerika.3
Di Indonesia sendiri awalnya ada kecenderungan penurunan angka penderita skabies.
Namun pada beberapa dasawarsa terakhir angkanya kembali meningkat. Peningkatan
angka ini dianggap oleh sebagian ahli sebagai akibat dari meningkatnya hubungan
seksual bebas dan berganti-ganti pasangan, sanitasi lingkungan yang buruk serta
malnutrisi serta menurunnya daya tahan tubuh pada penderita HIV/AIDS. Selain itu
urbanisasi, tingginya mobilisasi pergerakan dan kepindahan penduduk juga dianggap
sebagai penyebabnya. Faktor bencana alam dan peperangan yang menyebabkan
penduduk harus tinggal bersama di pengungsian juga mempermudah terjadinya
penularan skabies.3
Semua golongan umur dapat terkena skabies. Namun penyakit ini cenderung lebih rentan
pada anak-anak dan orang tua.

Patofisiologi
Sarcoptes scabei varietas hominis betina yang umumnya dapat menyebabkan terjadinya
penyakit skabies. Setelah kawin, tungau yang jantan akan mati sedangkan yang betina
akan masuk ke dalam kulit untuk kemudian membuat terowongan di lapisan stratum
korneum. Umumnya daerah yang dipilih adalah daerah dengan lapisan kulit yang lebih
tipis dibanding daerah lainnya. Namun prinsip ini tidaklah berlaku pada bayi karena pada
bayi hampir seluruh bagian kulitnya masih tipis.
Saat berjalan dalam terowongan yang dibuatnya, tentu saja akan ada sekret dari tungau
yang keluar dan tertinggal dalam terowongan tersebut. Karena sekret ini dianggap asing
oleh tubuh kita, maka sekret tersebut akan memicu reaksi hipersensitivitas/alergi. Reaksi
alergi yang timbul adalah reaksi alergi tipe 1/mmediate hypersentivity dan reaksi alergi
tipe 4/delayed hypersensitivity.5
Reaksi alergi tipe 1 dimulai ketika adanya antigen (dalam hal ini sekret tungau) yang
memicu terbentuknya IgE. Imunoglobulin ini akan terikat pada basophil dan sel mast.
Kemudian bila terpapar ulang dengan antigen, akan terjadi reaksi cross linking IgE yang
kemudian menyebabkan degranulasi basophil dan sel mast. Hal ini akan menyebabkan
berbagai zat yang ada dilepaskan, salah satunya adalah histamin. Pelepasan histamin ini
akan memicu rasa gatal dan edema. Dalam fase yang lebih lambat (sekitar 6 jam) akan

9
disintesis mediator peradangan yang lain misalnya leukotriene yang akan menarik sel
radang neutrofiil dan eusinofil sehingga menyebabkan adanya eritema dan indurasi.4
Bentuk paling berat dari tipe 1 ini adalah terjadinya systemic anaphhylaxis yang dapat
menyebabkan bronkokonstriksi berat serta hipotensi. Hal ini dapat membahayakan
nyawa. Ada bentuk lain yang dikenal sebagai anaphilactoid reaction yang memiliki
gejala sama reaksi reaksi anafilaktik namun patogenesis yang berbeda. Pada
anaphilactoid reaction akan terjadi degranulasi sel mast dan basofil tanpa terbentuknya
IgE terlebih dahulu. Manifestasi klinik yang dapat terlihat meliputi asma, urtikaria,
rhinitis dan hay fever.5
Sedangkan pada reaksi alergi tipe 4 yang berperan adalah limfosit T helper bukan
antibodi. Umumnya timbul lebih lama (sekitar beberapa jam sampai beberapa hari)
setelah terpapar antigen dimana timbul indurasi karena penumpukan T helper dan sel
makrofag.
Adanya 2 tipe reaksi alergi ini akan menimbulkan sensitasi. Biasanya dibutuhkan waktu
beberapa minggu untuk timbul sensitasi pada orang yang pertama kali terkena infestasi
tungau. Bila terjadi re-infestasi akan timbul pruritus dalam kurun waktu kurang dari 24
jam setelah terpapar oleh alergen. Reaksi alergi lain yang khas seperti timbulnya urtika
serta vesikel-vesikel kecil juga akan menyertai rasa gatal tersebut. Rasa gatal yang
cenderung terjadi pada malam hari disebabkan oleh aktivitas tungau yang meningkat
pada suhu yang lembab dan panas.
Berbagai penyakit yang menyebabkan penurunan status imun serta berbagai jenis
penyakit saraf dapat menjadi faktor predisposisi timbulnya jenis skabies yang lebih parah
yang dikenal sebagai skabies norwegia. Pada jenis skabies ini bisa terdapat ribuan tungau
yang menginfestasi kulit manusia. Gambaran yang terlihat adalah timbulnya krusta yang
luas. Sebagai perbandingan, pada skabies biasa hanya terdapat rata-rata 10 tungau yang
menginfestasi tubuh.3

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan meliputi cara medika mentosa dan non-medika mentosa.
Medika mentosa
Obat yang sering digunakan dalam penanganan skabies adalah obat yang berbentuk
topikal. Ada beberapa jenis obat yang dapat kita gunakan, antara lain:
1. Permetrin, digunakan dengan kadar 5%. Cara kerja krim ini adalah
mempengaruhi aliran kanal natrium yang akan menyebabkan depolarisasi,

10
paralisis dan kematian parasit. Krim ini sangat efektif untuk semua stadium
namun bersifat toksik. Oleh karena itu biasanya digunakan malam hari sebelum
tidur dan harus dicuci setelah bangun tidur. Karena sifatnya yang toksik,
permetrin dikontraindikasikan terhadap ibu hamil dan bayi. Permetrin adalah
first line dalam pengobatan untuk skabies.
Permetrin hanya digunakan dalam dosis tunggal karena sifatnya yang toksik.
Jika belum sembuh maka dapat digunakan lagi satu minggu setelah pemakaian
yang pertama kali.6
2. Malathion, merupakan second line skabies tersedia dalam bentuk lotion dengan
kadar 0,5 %. Seperti permetrin, malathion juga digunakan sebelum tidur dan
harus dicuci setelah bangun tidur.
3. Ivermektin, dosisnya sebesar 200 g/kg. Obat ini digunakan untuk pasien
dengan penurunan status imun yang mengalami skabies. Contohnya ialah pada
penderita HIV/AIDS. Obat ini tidak dapat digunakan pada wanita hamil dan
anak dengan berat badan dibawah 15 kg.
4. Belerang endap (sulfur presipitat) dengan kadar 4-20% dalam bentuk salep dan
krim. Preparat ini tidak efektif terhadap stadium telur sehingga penggunaan
minimalnya adalah 3 hari, yaitu waktu yang dibutuhkan telur untuk menetas
menjadi larva. Kekurangannya berbau dan mengotori pakaian dan kadang-
kadang menimbulkan iritasi. Obat ini dapat digunakan pada anak usia dibawah 2
tahun. Kombinasi yang sering kita temukan di pasaran ialah acidum salicylicum
% dan sulfur precipitatum 4% yang dikenal sebagai salep 2-4.6
5. Benzil benzoat, tersedia dalam bentuk emulsi dengan kadar 20-25% dan efektif
terhadap semua stadium. Diberikan secara topikal setiap malam sebelum tidur
selama tiga hari.
6. Gama Benzena Heksa Klorida (Gammexane) dengan kadar 1%, tersedia dalam
bentuk krim atau lotio. Termasuk obat pilihan yang efektif terhadap semua
stadium, mudah digunakan dan jarang memberi iritasi. Obat ini juga tidak
dianjurkan untuk anak berusia dibawah 6 tahun dan wanita hamil karena bersifat
toksik terhadap sistem saraf pusat.
7. Krotamiton, tersedia dalam bentuk krim atau lotio dalam kadar 10%.
Mempunyai efek antiskabies dan anti gatal. Penggunaannya harus dijauhkan
dari daerah mata, mulut dan uretra.

11
8. Doxepin, digunakan sebagai anti-pruritus. Bentuk sediaannya ialah krim dengan
kadar 5%. Doxepin bekerja sebagai antihistamin baik pada reseptor H1 maupun
H2. Hindari penggunaan Doxepin untuk penderita narrow-angle glaucoma dan
retensi urin.6
Perlu diperhatikan juga, bahwa dapat timbul resistensi dari parasit ini ini. Sehingga
bila dicurigai terjadi resistensi terhadap insektisida, maka dapat pengobatan dapat
dilanjutkan dengan mengganti obat yang kelas insektisidanya berbeda dengan obat
pertama.

Non Medika mentosa


Ada beberapa penatalaksanaan non medika-mentosa yang dapat kita lakukan, yaitu:
1. Mandi berendam dalam waktu yang cukup lama dalam air hangat. Parasit ini
tetap memerlukan oksigen, sehingga bila terendam dalam air dalam jangka
waktu lama parasit akan mati akibat kurang oksigen.
2. Mencuci serta mengganti pakaian dalam, handuk dan seprai. Parasit mungkin
berdiam sementara di pakaian penderita sehingga mencuci dengan baik dan
mengganti pakaian secara teratur dapat membantu usaha pemberantasan
skabies.2
3. Hindari kontak dengan orang terdekat yang belum terkena skabies. Sebaiknya
hal ini dilakukan agar skabies tidak menyebar.
Harus pula diingat bahwa penyakit ini menular dalam manusia secara kelompok
sehingga sangat penting bagi kita untuk menanyakan apakah ada keluarga maupun
kerabat pasien yang tinggal di dekatnya yang memiliki keluhan yang sam dengan
pasien. Bila ada maka harus dengan segera kita tangani.

Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah akibat infeksi sekunder. Jenis-jenis infeksi
sekunder yang terjadi adalah folikulitis serta furunkolosis. Folikulitis ialah pioderma
yang terjadi pada folikel rambut. Umumnya bakteri yang menyebabkan folikulitis ialah
Staphylococcus aureus. Bakteri ini masuk melalui lapisan kulit yang tidak utuh akibat
infestasi tungau skabies. Proses peradangan yang terjadi dapat menyebabkan timbulnya
pustula, furunkel dan karbunkel. Yang dimaksud dengan furunkel ialah abses akut pada

12
lebih dari satu folikel rambut akibat bakteri tersebut. Kumpulan dari beberapa furunkel
disebut sebagai karbunkel.1
Penggunaan obat kortikosteroid sebagai anti-pruritus tanpa kombinasi dengan insektisida
lain dapat menyebabkan pasien tidak menggaruk kulitnya sehingga pada akhirnya jumlah
tungau bertambah banyak. Hal ini dapat menimbulkan skabies berat. Selengkapnya
tentang skabies berat telah dibahas di bagian diagnosis kerja dan gejala klinik.

Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan ialah menjaga kebersihan pribadi. Hal ini dapat
dilakukan dengan mandi secar teratur dan bersih, mengganti seprai dan pakaian secara
teratur dan menghindari penggunaan pakaian dan handuk secara bersama-sama.
Selain itu bila ada anggota keluarga maupun kerabat yang terkena skabies, sebaiknya
individu yang belum terkena menghindari kontak personal yang dekat dengannya
sehingga menurunkan penularan skabies tersebut.3

Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat pengobatan dan
menghilangkan faktor predisposes, antara lain hygiene, serta semua orang yang
berkontak erat dengan pasien harus diobati, maka penyakit ini dapat diberantas dan
prognosis baik. Kondisi prognosis yang buruk mungkin terjadi pada pasien dengan
sistem imun yang rendah.

Kesimpulan
Skabies merupakan penyakit kulit yang sering ditemukan di masyarakat. Penyakit ini
merupakan penyakit dengan manifestasi gatal dan efloresensi vesikel serta papula yang dapat
menjadi krusta, erosi dan ekskoriasi. Penyakit ini dapat menyerang semua umur dan tempat
predileksinya meliputi sela jari tangan dan kaki, lipat siku, lipat ketiak, inguinal, genitalia,
bokong dan lutut.
Manifestasi klinik utama penyakit ini ialah rasa gatal pada malam hari. Diagnosis ke arah
skabies dapat diperkuat dengan adanya kerabat terdekat pasien yang menderita penyakit
ini, ditemukan gambaran seperti terowongan pada permukaan kulit dan ditemukannya
tungau Sarcoptes scabiei varietas homonis sebagai hal yang paling diagnostik.

13
Terjadinya penyakit ini akibat infestasi Sarcoptes scabiei varietas homonis pada stratum
korneum kulit. Sekret yang dikeluarkan oleh tungau ini menyebabkan reaksi alergi tipe 1
dan 4 sehingga memicu timbulnya rasa gatal, vesikel dan papula.
Pengobatan penyakit ini adalah dengan membasmi tungau menggunakan insektisida
yang biasanya tersedia sebagai bentuk obat topikal. Tidak kalah pentingnya adalah
menjaga kebersihan diri pasien untuk mendukung tercapainya kesembuhan sekaligus
sebagai usaha preventif agar tidak terkena penyakit ini.

Daftar pustaka
1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-6. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2010.hal 119-26.
2. Natadisastra D, Agoes R. Parasitologi kedokteran ditijau dari organ tubuh yang diserang.
Jakarta: EGC; 2009.hal 289-95.
3. Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K. Dermatology in general medicine. 4th edition. New
York: McGraw Hill Medical Publisher; 2003.page 2182-3.
4. Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Parasitologi
kedokteran edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.hal 265-8
5. Brooks GF, Butel JS, Ornston LN. Mikrobiologi kedokteran. edisi 20. Jakarta : EGC;
2004.hal 116-139
6. Buxton PK, Jones M. Abc of dermatology. 5th edition. London: Willey Blackwell
Publisher; 2009.page 124-6.

14

Anda mungkin juga menyukai

  • Makalah Filariasis
    Makalah Filariasis
    Dokumen23 halaman
    Makalah Filariasis
    sri wahyuni
    83% (6)
  • Cerpen
    Cerpen
    Dokumen3 halaman
    Cerpen
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Blok 9 - Elva
    Blok 9 - Elva
    Dokumen15 halaman
    Blok 9 - Elva
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Mariska - SKEN 6
    Mariska - SKEN 6
    Dokumen23 halaman
    Mariska - SKEN 6
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Blok 29 Baru
    Blok 29 Baru
    Dokumen16 halaman
    Blok 29 Baru
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Skenario 1
    Skenario 1
    Dokumen15 halaman
    Skenario 1
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Skenario 1
    Skenario 1
    Dokumen15 halaman
    Skenario 1
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Blok 16
    Blok 16
    Dokumen22 halaman
    Blok 16
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Skenario 5
    Skenario 5
    Dokumen17 halaman
    Skenario 5
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Skenario 7
    Skenario 7
    Dokumen17 halaman
    Skenario 7
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Blok 18
    Blok 18
    Dokumen21 halaman
    Blok 18
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Ensefalopati Hepaticum
    Ensefalopati Hepaticum
    Dokumen17 halaman
    Ensefalopati Hepaticum
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Skenario 8
    Skenario 8
    Dokumen14 halaman
    Skenario 8
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Skenario 8
    Skenario 8
    Dokumen14 halaman
    Skenario 8
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • BLOK 14 - Fraktur Tibia
    BLOK 14 - Fraktur Tibia
    Dokumen19 halaman
    BLOK 14 - Fraktur Tibia
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Makalah Skenario 12 - PBL F5
    Makalah Skenario 12 - PBL F5
    Dokumen12 halaman
    Makalah Skenario 12 - PBL F5
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Mumps
    Mumps
    Dokumen10 halaman
    Mumps
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Makalah Blok 6
    Makalah Blok 6
    Dokumen13 halaman
    Makalah Blok 6
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Makalah Sken.7
    Makalah Sken.7
    Dokumen13 halaman
    Makalah Sken.7
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Hemo Filia
    Hemo Filia
    Dokumen19 halaman
    Hemo Filia
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Hemo Filia
    Hemo Filia
    Dokumen19 halaman
    Hemo Filia
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Arteri Basilaris
    Arteri Basilaris
    Dokumen2 halaman
    Arteri Basilaris
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • E8 - Skenario 7
    E8 - Skenario 7
    Dokumen21 halaman
    E8 - Skenario 7
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Adaptasi Sel
    Adaptasi Sel
    Dokumen9 halaman
    Adaptasi Sel
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • E8 - Skenario 9
    E8 - Skenario 9
    Dokumen15 halaman
    E8 - Skenario 9
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • E8 - Skenario 9
    E8 - Skenario 9
    Dokumen15 halaman
    E8 - Skenario 9
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Skenario 9 - E7
    Skenario 9 - E7
    Dokumen26 halaman
    Skenario 9 - E7
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Blok 18
    Blok 18
    Dokumen25 halaman
    Blok 18
    Elva patabang
    Belum ada peringkat
  • Katara K
    Katara K
    Dokumen24 halaman
    Katara K
    Elva patabang
    Belum ada peringkat