Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Adanya gangguan atau kelainan pada sistem pencernaan akan
berdampak buruk bagi kehidupan manusia. Salah satu gejala dari adanya
gangguan pada sistem pencernaan adalah dispepsia. Dispepsia merupakan suatu
kumpulan keluhan nyeri atau perasaan tidak enak yang bersifat menetap atau
berulang, di daerah epigastrium yang disertai dengan keluhan keluhan nyeri di
belakang dada. Sindrom yang terdiri dari nyeri di epigastrium, rasa panas yang
menjalar ke dada, mual, muntah, serta perut kembung.

Dispepsia ini bukanlah suatu diagnosis, tetapi merupakan kumpulan


keluhan yang menyebabkan adanya kelainan pada saluran cerna bagian atas.
Secara garis besar, penyebab sindrom dispepsia ini dibagi menjadi 2 kelompok
yaitu kelompok penyakit organik (yang termasuk golongan ini adalah gastritis,
ulkus gaster, ulkus duodenum, GERD) dan kelompok dimana sarana penunjang
diagnostik yang konvensional atau baku (radiologi, endoskopi, laboratorium) tidak
menunjukkan adanya kelainan patologis struktural atau biokimiawi atau dengan
kata lain, kelompok terakhir ini disebut sebagai gangguan fungsional.

1.2 Tujuan Pembelajaran


Berdasarkan hasil diskusi kelompok kecil yang kami lakukan dengan
membahas scenario Dispepsia ini kami telah manentukan tujuan pembelajaran
kami, yaitu :

1. Mengetahui mengenai definisi, etiologi, patogenesa, manifestasi klinis,


diagnosis dan penatalaksanaan, dari:
a. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Dispepsia itu sendiri
b. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang ulkus peptikum ( ulkus
gaster dan ulkus duodenum )
c. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Gastritis, ulkus gaster, dan
tukak duodenum
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang anatomi dan fisiologi saluran
pencernaan bagian atas

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


BAB II
ISI

2.1 SKENARIO

2.2 STEP 1 IDENTIFIKASI ISTILAH SULIT


1. Omeprazol :
- Suatu golongan obat penghambat proton / penghambat pompa asam (
proton pupm inhibitor = PPI ) , dosisnya 20 40 mg/hari , di berikan
setiap pagi , selama 1-2 minggu , secara oral. Sesuai namanya obat
ini dapat mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari
proses sekresi asam lambung.
2. Polysilane :
- Merupakan sedian tablet, dimana di kombinasikan dengan Al (OH) 3
DAN MgCO2 sebagai antacid yang menetralkan asam lambung
sehingga mengurangi rasa nyeri pada ulu hati akibat iritasi asam
lambung dan pepsin. Mg(OH)2 akan mengurangi efek konstipasi dan
Al(OH)2 efek laksatif.
3. Asam lambung : HCL
4. Inpepsa :

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


- Biasanya dalam bentuk suspense, obat jangka pendek diberikan
selama 8 minggu dalam pengobatan duodenal ulcer, contoh obatnya
sukralafat denan dosis 500mg
5. Maag :
- Rasa tidak enak yang dirasakan oleh perut, di karenakan adanya
suatu peradangan pada lambung tepatnya di bagian submukosa.

2.3 STEP 2 IDENTIFIKASI MASALAH


1. Menjelaskan tentang anatomi dan fisiologi dari saluran pencernaan
bagian atas !
2. Mengapa pasien tersebut mengalami maag dan asam lambung ?
3. Kenapa obat yang diberikan oleh dokter tidak bermanfaat sedangkan
biji alpokat lebih bermanfaat khasiatnya ?
4. Bagaimana mekanisme pembentukan asam lambung dan maag ?
5. Diagnosis banding dari scenario diatas ?
6. Apa saja obat obatan pilihan yang baik untuk di berikan pada kasus
di scenario di atas?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat di berikan pada kasus
ini ?

2.4 STEP 3 CURAH PENDAPAT


1. Pada saluran pencernaan bagian atas terbagi atas oesofagus dan lambung
. dimana ;
Oesofagus
Adalah saluran pernafasan yang menghubungkan antara faring
dengan lambung, panjangnya sekitar 9 25 cm, dengan diameter 2,54
cm. lapisannya terdiri dari 4 lapisan yaitu lapisan mukosa , sub mukosa,
otot ( longitudinal dan sirkular ), dan jaringan ikat renggang. Fungsi dari
oesofagus adalah menggerakkan makanan dari faring ke lambung
melalui gerakan peristaltic. Pada mukosa oesofagus dapat memproduksi
sejumlah besar mucus untuk melumasi dan melindungi oesofagus tetapi
oesofagus tidak memproduksi enzim pencernaan.
Lambung

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


Adalah ruang yang berbentuk huruf J yang berada diantara
oesofagus dan usus halus. Pembagian lambung secara fisiologi yaitu : a.
Corpus b. Pylorus. Regulasi pengosongan lambung : a. regangan dinding
lambung dan b. hormone gastrin. Factor duodenum, sifat penghambat
pengosongan : a. reflex enterogastrik b. hormone cholcytokinin ( CCK )
c. hormone sekretin d. Gastrik inhibitor peptide ( GIP ). Sekresi lambung
yang berupa gastric juice disekresikan oleh kelenjar lambung,yang di
bagi menjadi 3 daerah : a. kelenjar cardia,sekresi mucus b. kelenjar
fundus c. kelenjar pylorus.

2. Maag
Disebabkan karena adanya : a. iritasi pada bagian lambung b.
karena kebanyakan factor HCL c. karena ada factor infeksi d.
berkurangnya sekresi mucus dan d. berkurangnya suplai darah
sehingga dapat mengakibatkan atrofi.

Asam lambung

Disebabkan karena adanya peningkatan dari kadar GRP ( gastrin


releasing peptid ). Pengaruh asam lambung ini dapat di
pertimbangkan pada mereka dengan keluhan nyeri yang lebih
menonjol pada dyspepsia tipe tukak.

3. Bukan karena obatnya yang kurang bermanfaat . Bisa saja cara pakai
atau konsumsi obatnya yang salah dan tidak teratur. Obat-obat di
scenario bekerja di bagian distal lambung yang memiliki peran untuk
menurunkan kadar asam lambung (HCL). Pada biji alpokat terdapat
kandungan magnesium dan isinya seperti antaside/ polisilane .Biji
alpokat bisa juga mengurangi keluhan dari orang di skennario namun
kami belum memiliki referensi yang benar kejelasannya..
4. Dd
5. Diagnosis Banding
a. Gastritis
b. Ulkus peptikus

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


c. Ulkus duodenum
d. Ulkus gaster
e. Dyspepsia
6. Dapat di lihat dari diagnosisnya dulu, setelah mendiagnosis lalu dapat di
berikan pengobatan yang layak dengan gejala si pasien tersebut.
7. Pemeriksaan penunjang :
a. Endoskopi
b. EKG
c. Foto thorax
d. USG

2.5 STEP 4 STRUKTURISASI KONSEP

Anamnesis

Nyeri Ulu Hati (gejala)

Pemeriksaan Fisik

Diagnosis Diagnosis Banding

Pemeriksaan Penunjang

Penatalaksanaan

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


2.6 STEP 5 MERUMUSKAN SASARAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan anatomi dan fisiologi
daerah epigastrium.
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai defisisi,
etiologi, epidemiologi, pathogenesis, manifestasi klinis, tatalaksana:
Dispepsia.
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai diagnosis
bandingnya ( Gastritis, Ulkus Gaster, Tukak Duodenum )

2.7 STEP 6 BELAJAR MANDIRI


Belajar mandiri dilaksanakan dari hari Selasa tanggal 21 Oktober 2014
sampai dengan hari Kamis tanggal 24 Oktober 2014.

2.8 STEP 7 SINTESIS

2.8.1. ANATOMI dan FISIOLOGI SALURAN PENCERNAAN


BAGIAN ATAS

OESOFAGUS

Oesofagus adalah saluran yang menghubungkan faring dengan lambung,


panjangnya sekitar 9-25 cm dengan diameter 2.54 cm. Oesofagus berawal pada
area laringofaring, melewati diafragma dan hiatus esophagus. Oesofagus terletak
dibelakang trakea dan didepan tulang punggung setelah melalui rongga thorax
menembus diafragma masuk ke dalam abdomen menyambung dengan lambung.

Lapisannya terdiri dari dari 4 lapis yaitu lapisan mukosa, submukosa, otot
(longitudinal dan sirkuler), dan jaringan ikat renggang. Makanan atau bolus
berjalan dalam oesofagus karena gerakan peristaltik, yang berlangsung hanya
beberapa detik saja. Gerakan peristaltik esophagus mendorong makanan dalam
satu arah dan memastikan makanan masuk ke lambung walaupun tubuh dalam
posisi horizontal ataupun terbalik. Pada tempat tersambungnya lambung, lumen
(kavitas) esophagus dikelilingi oleh sfingter esophagus inferior (lower esophageal
sphincter/LES),yang merupakan otot polos sirkular. Ketika LES relaksasi,

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


makanan akan memasuki lambung dan ketika berkonstraksi akan mencegah
masuknya isi lambung ke dalam esophagus. Jika LES tidak menutup secara
sempurna, adonan makanan dalam lambung dapat terdorong ke atas ke dalam
osofagus, keadaan ini sangat menyakitkan dan disebut nyeri ulu hati.

Fungsi oesofagus adalah menggerakkan makanan dari faring ke lambung


melalui gerakan peristaltik. Mukosa esophagus memproduksi sejumlah besar
mucus untuk melumasi dan melindungi esophagus tetapi esofagus tidak
memproduksi enzim pencernaan.

Tahap-tahap oesofageal :

a. Gelombang peristaltik primer.


Kelanjutan dari gelombang peristaltik di faring dan menyebar ke
oesofagus (8-10 detik).

b. Gelombang peristaltik sekunder .


Jika gelombang primer gagal.

LAMBUNG

Lambung merupakan ruang berbentuk huruf J yang berada diantara


esophagus dan usus halus.

Pembagian lambung secara fisiologi:

1. CORPUS, tonus dinding relatif lebih rendah sehingga mampu membesar tanpa
nyeri sampai 1 1,5 liter sebagai tempat menyimpan makanan, sebab:
a. sifat peristaltik otot polos lambung, otot bertambah panjang tanpa
perubahan tonus
b. Law of laplace, bertambah besar diameter lambung akan bertambah
besar diameter kurvatura minor sehingga tekanan tidak meningkat
c. Vagal refleks, menghambat tonus dinding

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


2. PILORUS, normal sphincter pilorus selalu menutup tetapi bila ada gelombang
peristaltik dari antrum kuat akan terbuka sehingga terjadi pengosongan
lambung.
Regulasi pengosongan lambung, aktifitas pompa pilorus diatur oleh:

1. Faktor lambung, sifat meningkatkan pengosongan


a. Regangan dinding lambung oleh karena isi akan merangsang N vagus
dan timbul myenteric refleks sehingga makanan terdorong cepat
b. Hormon gastrin, disekresi oleh kelenjar di antrum oleh karena adanya
makanan terutama daging.
2. Faktor duodenum, sifat menghambat pengosongan
a. Refleks enterogastrik terjadi oleh karena distensi duodenum, iritasi
doudenum, keasaman chyme, osmolalitas chyme dan chyme
mengandung banyak protein.
b. Hormon cholecystokinin (CCK) disekresi oleh kelenjar di jejunum
karena chyme banyak mengandung lemak
c. Hormon sekretin disekresi oleh kelenjar di duodenum karena chyme
bersifat asam
d. Gastric Inhibitory Peptide (GIP) disekresi oleh kelenjar di usus bagian
atas.

Sekresi lambung, berupa gastric juice disekresi oleh kelenjar lambung yang
dibagi menjadi 3 daerah :

1. Kelenjar cardia, sekresi mukus


2. Kelenjar Fundus = kelenjar gastrica = kelenjar oxyntic, pada daerah
fundus dan corpus yang mengandung 4 macam sel :
a. Sel utama = chief cell = zymogenic cell, mensekresi pepsinogen
b. Sel parietal = oxyntic cell, mensekresi HCl dan Faktor intrinsik
c. Sel mukus, sekresi mukus
d. Sel Argentaffin, sekresi 5OH-Tryptamine
3. Kelenjar Pilorus, daerah antrum sekresi mukus dan gastrin (oleh sel G)
Komposisi gastric juice:

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


1. Electrolit, kadarnya tergantung pada kecepatan sekresi
2. Pepsin, enzim proteolitik yang mengubah protein menjadi polipeptida,
rangsangan sekresi adalah n vagus, histamin dan gastrin
3. Mukoprotein, sekresi sel mukus, bersifat alkali, berperan melindungi
dinding lambung (lapisan gel), rangsangan sekresi berupa pH asam dan n
vagus.
4. Lipase dan amilase lambung, sangat sedikit
5. Rennin, hanya pada bayi berperan menggumpalkan susu
6. Faktor intrinsik, berperan membantu absorbsi vitamin B12 di ileum
7. Histamin
8. Gelatinase, mencairkan proteoglycan dari makanan
9. HCl, disekresi di dalam kanalikuli sel parietal

Mekanisme pembentukan HCl:

2.8.2 DISPEPSIA

DEFINISI

Dispepsia berasal dari bahasa Yunani "-" (Dys-), berarti sulit , dan ""
(Pepse), berarti pencernaan. Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis
yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau
mengalami kekambuhan. Keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung, kini tidak lagi termasuk
dispepsia. Pengertian dispepsia terbagi dua, yaitu :

1 Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai


penyebabnya. Sindroma dispepsi organik terdapat kelainan yang nyata
terhadap organ tubuh misalnya tukak (luka) lambung, usus dua belas jari,
radang pankreas, radang empedu, dan lain-lain.
2 Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispesia nonulkus
(DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai
kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis,
laboratorium, radiologi, dan endoskopi (teropong saluran pencernaan).

Definisi lain, dispepsia adalah nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian
atas atau dada, yang sering dirasakan sebagai adanya gas, perasaan penuh atau
rasa sakit atau rasa terbakar di perut. Setiap orang dari berbagai usia dapat terkena
dispepsia, baik pria maupun wanita. Sekitar satu dari empat orang dapat terkena
dispepsia dalam beberapa waktu.

Dispepsia adalah istilah non spesifik yang dipakai pasien untuk menjelaskan
keluhan perut bagian atas. Gejala tersebut bisa berupa nyeri atau tidak nyaman,
kembung, banyak flatus, rasa penuh, bersendawa, cepat kenyang dan borborygmi
(suara keroncongan dari perut). Gejala ini bisa akut, intermiten atau kronis. Istilah
gastritis yang biasanya dipakai untuk menggambarkan gejala tersebut di atas
sebaiknya dihindari karena kurang tepat.

Dispepsia Non Ulkus (DNU) atau Dispepsia Idiopatik adalah dispepsia kronis
atau berulang berlangsung lebih dari 1 bulan dan sedikitnya selama 25% dalam
kurun waktu tersebut gejala dispepsia muncul, tidak ditemukan penyakit organik
yang bisa menerangkan gejala tersebut secara klinis, biokimia, endoskopi (tidak
ada ulkus, tidak ada oesophagitis dan tidak ada keganasan) atau radiografi.

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


Dispepsia tanpa kelainan endoskopi yang bukan diklasifikasikan sebagai DNU
dapat pula ditemukan pada Sindrom Kolon Iritatif, refluks gastroesofageal,
penyakit saluran empedu, penggunaan obat, intoleransi makanan dan penyakit
sistemik lainnya. Penggunaan obat seperti OAINS dan kortikosteroid dapat pula
menyebabkan kelainan struktural mulai dari gastritis (erosif dan hemorhagik)
sampai dengan ulkus gaster/duodenum.

EPIDEMIOLOGI

Merupakan keadaan klinik yang dering dijumpai dalam praktek sehari-hari.


Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada praktek umum dan 60% pada
praktek gastroenterologist.

ETIOLOGI

Ada beberapa hal yang menjadi penyebab timbulnya dispepsia, yaitu


pengleuaran asam lambung berlebih, pertahanan dinding lambung yang lemah,
infeksi Helicobacter pylori (sejenis bakteri yang hidup di dalam lambung dalam
jumlah kecil, gangguan gerakan saluran pencernaan, dan stress psikologis.

Terkadang dispepsia dapat menjadi tanda dari masalah serius, contohnya


penyakit ulkus lambung yang parah. Tak jarang, dispepsia disebabkan karena
kanker lambung, sehingga harus diatasi dengan serius. Ada beberapa hal penting
yang harus diperhatikan bila terdapat salah satu dari tanda ini, yaitu:

1. Usia 50 tahun keatas


2. Kehilangan berat badan tanpa disengaja
3. Kesulitan menelan
4. Terkadang mual-muntah
5. Buang air besar tidak lancar
6. Merasa penuh di daerah perut

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


Secara umum dispepsia terbagi menjadi dua jenis, yaitu dispepsia organik dan
dispepsia nonorganik atau dispesia fungsional. Dispepsia organik jarang
ditemukan pada usia muda, tetapi banyak ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun.
Dispepsia dapat disebut dispepsia organik apabila penyebabnya telah diketahui
secara jelas. Dispepsia fungsional atau dispepsia non-organik, merupakan
dispepsia yang tidak ada kelainan organik tetapi merupakan kelainan fungsi dari
saluran makanan.

PATOFISIOLOGI

Asam Lambung

Pada 50% penderita dispepsia nontukak/non ulkus dengan infeksi


H.pylori, ditemukan peningkatan kadar GRP (gastrin releasing peptide) dibanding
orang normal. Meskipun peningkatan kadar asam lambung tidak ditemukan pada
semua penderita dengan dispepsia non tukak, kemungkinan adanya peningkatan
kepekaan terhadap asam lambung perlu dipertimbangkan. Pengaruh asam
lambung ini dapat dipertimbangkan pada mereka dengan keluhan nyeri yang lebih
menonjol (pada dispepsia tipe tukak).

Dismotilitas dan Hipersensitivitas Viseral

Sekitar 30% penderita dispepsia nontukak, terdapat keterlambatan dalam


pengosongan lambung pada pemeriksaan scintigraphy, yang dapat diperbaiki
dengan pemberian cisapride. Pada penderita dengan keluhan cepat kenyang,
terbukti berhubungan erat dengan gangguan pada daerah fundus
lambung.Penelitian terakhir menunjukkan bahwa distensi lambung berhubungan
dengan peningkatan aktivitas batang otak, korteks, dan cerebellum.

Kejiwaan

Penderita dengan keluhan dispepsia, juga dapat menunjukkan psycho-


pathology, seperti rasa cemas (anxiety), neurosis, dan gangguan emosi. Keluhan
ini bisa tampak lebih menonjol dibanding penderita dengan tukak peptik. Keluhan
dispepsia tak ada hubungannya dengan kepribadian penderita.Keluhan ini juga
berhubungan dengan stres yang berlangsung lama.

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


Infeksi Kuman Helicobacter pylori

Peranan infeksi kuman H.pylori dalam patogenesis dispepsia nontukak


masih belum jelas. Infeksi kuman H.pylori dapat menimbulkan gastritis kronis
secara bervariasi, yang ditandai dengan adanya infiltrasi neutrofil dalam mukosa
lambung dan produksi mediator-mediator inflamasi, yang dapat:

1. Mempengaruhi sekresi asam lambung


2. Mempengaruhi motilitas lambung
3. Kemungkinan mempengaruhi persepsi viseral (visceral perception)

Diet dan Lingkungan

Dikatakan sekitar 50% penderita keluhannya timbul bila berhubungan


dengan makanan: berlemak, kopi, merokok, alkohol, pedas, asam, panas, soda,
dan lain-lain.

MANIFESTASI KLINIK

Nyeri perut (abdominal discomfort)

Rasa perih di ulu hati

Mual, kadang-kadang sampai muntah

Nafsu makan berkurang

Rasa lekas kenyang

Perut kembung

Rasa panas di dada dan perut

Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba)

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan,
membagi dispepsia menjadi tiga tipe :

Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus-like dyspepsia), dengan gejala:

Nyeri epigastrium terlokalisasi

Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasida

Nyeri saat lapar

Nyeri episodic

Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspesia), dengan


gejala:

Mudah kenyang

Perut cepat terasa penuh saat makan

Mual

Muntah

Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas)

Rasa tak nyaman bertambah saat makan

Dispepsia Non-Spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas).

Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat
akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan
kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan.

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai
dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa
penderita, makan dapat memperburuk nyeri; pada penderita yang lain, makan
bisa mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun,
mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung).

Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak
memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan
atau gejala lain yang tidak biasa, maka penderita harus menjalani
pemeriksaan.

TATALAKSANA

Penatalaksanaan non farmakologis

Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung

Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang peda, obat-


obatan yang berlebihan, nikotin rokok, dan stres

Atur pola makan

Penatalaksanaan farmakologis yaitu:

Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang memuaskan terutama
dalam mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena pross
patofisiologinya pun masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus DF
reponsif terhadap placebo.

Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid (menetralkan asam lambung)


golongan antikolinergik (menghambat pengeluaran asam lambung) dan prokinetik
(mencegah terjadinya muntah).

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 1996,
ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra
kesehatan dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas
endoskopi dengan penatalaksanaan dispepsia di masyarakat. Pengobatan dispepsia
mengenal beberapa golongan obat, yaitu:

Antasid 20-150 ml/hari

Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir
sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandung Na bikarbonat,
Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus-
menerus, sifatnya hanya simtomatis, unutk mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat
dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai adsorben
sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan
diare karena terbentuk senyawa MgCl2.

Antikolinergik

Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak
selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat
menekan seksresi asama lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki
efek sitoprotektif.

Antagonis Reseptor H2

Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik


atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis
respetor H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.

Penghambat Pompa Asam (Proton Pump Inhibitor = PPI)

Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari
proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah
omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


Sitoprotektif

Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2).


Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel
parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen,
yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus
dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan
protektif (site protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa
saluran cerna bagian atas (SCBA).

Golongan Prokinetik

Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan


metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia
fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki
bersihan asam lambung (acid clearance) (Mansjoer et al, 2007).

Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti- depresi
dan cemas) pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan
yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi
(Sawaludin, 2005)

Pengobatan farmakologis untuk pasien dispepsia fungsional belum begitu


memuaskan. Hasil penelitian controlled trials secara umum masih mengecewakan
dan hanya menemukan manfaat yang relatif kecil mengenai placebo dengan
histamin antagonis reseptor H2, penghambat pompa asam (proton-pump
inhibitors), dan pemberantasan Helicobacter pylori. Walaupun sejumlah penelitian
acak (randomized), controlled trials, dan meta-analisis telah menunjukkan
keunggulan sisaprid dibandingkan placebo, sekarang kegunaan sisaprid terlarang
di kebanyakan negara karena mengakibatkan efek samping pada jantung.

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


Di Jepang, itoprid, yang merupakan dopamin antagonis D2 dengan kerja
menghambat acetylcholinesterase, sering diresepkan untuk pasien dispepsia
fungsional. Walaupun obat ini telah menunjukkan merangsang kemampuan gerak
spontan (motality) lambung, penelitian yang dirancang secara tepat, acak, dan
controlled trials terhadap pasien dispepsia fungsional masih lemah. Di Jepang,
itoprid diresepkan 50 mg untuk tiga kali sehari. Bagaimanapun, respon kecil
terhadap pemberian dosis harus dipandang dari populasi lainnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Holtmann dkk membandingkan antara pasien


dispepsia fungsional yang diberi resep placebo dan itoprid. Pasien dispepsia
fungsional secara acak menerima pengobatan itoprid (50, 100, atau 200 mg untuk
tiga kali sehari) atau placebo. Setelah delapan minggu pengobatan, tiga poin
efikasi utama dianalisa: perubahan dasar berbagai gejala dispepsia fungsional
(seperti yang diujikan melalui Leeds Dyspepsia Questionnaire), pengujian global
dari efikasi pasien (proporsi pasien tanpa gejala atau tanda peningkatan gejala),
dan berbagai keluhan nyeri dan sakit yang dihitung dalam skala tingkat lima.
Setelah delapan minggu, 41 persen dari pasien yang menerima placebo ternyata
bebas gejala, sebagai perbandingan dengan 57 persen, 59 persen, dan 64 persen
yang menerima itoprid dosis 50, 100, 200 mg untuk tiga kali sehari (P<0.05 untuk
semua oerbandingan antara placebo dan itoprid).

Walaupun penilaian bebas gejala secara siginifikan terjadi di keempat


kelompok, analisis keseluruhan menyingkap bahwa itoprid lebih unggul secara
signifikan daripada placebo, dengan nilai perkembangan bebas gejala untuk
kelompok 100 dan 200 mg (-6.24 dan -6.27) versus (-4.50) untuk kelompok
placebo; P=0.05. Analisis akhir dan lengkap menunjukkan bahwa itoprid
menghasilkan nilai respon yang lebih baik daripada placebo (73 persen versus 63
persen, P=0.04).

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


TEST DIAGNOSTIK

Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti


halnya pada sindrom dispepsia, oleh karena dispepsia hanya merupakan kumpulan
gejala dan penyakit disaluran pencernaan, maka perlu dipastikan penyakitnya.
Untuk memastikan penyakitnya, maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan,
selain pengamatan jasmani, juga perlu diperiksa : laboratorium, radiologis,
endoskopi, USG, dan lain-lain.

Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih banyak ditekankan untuk


menyingkirkan penyebab organik lainnya seperti: pankreatitis kronik, diabets
mellitus, dan lainnya. Pada dispepsia fungsional biasanya hasil laboratorium
dalam batas normal.

Radiologis

Pemeriksaan radiologis banyak menunjang dignosis suatu penyakit di saluran


makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap saluran
makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda.

Endoskopi (Esofago-Gastro-Duodenoskopi)

Sesuai dengan definisi bahwa pada dispepsia fungsional, gambaran


endoskopinya normal atau sangat tidak spesifik.

Usg (Ultrasonografi)

Merupakan diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini makin banyak


dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit,

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat dan
pada kondisi klien yang beratpun dapat dimanfaatkan

Waktu Pengosongan Lambung

Dapat dilakukan dengan scintigafi atau dengan pellet radioopak. Pada


dispepsia fungsional terdapat pengosongan lambung pada 30 40 % kasus.

Pemeriksaan untuk penanganan dispepsia terbagi beberapa bagian, yaitu:

Pemeriksaan laboratorium biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang lengkap
dan pemeriksaan darah dalam tinja, dan urine. Dari hasil pemeriksaan darah bila
ditemukan lekositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika
tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan
menderita malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita dispepsia tukak,
sebaiknya diperiksa asam lambung (Hadi, 2002). Pada karsinoma saluran
pencernaan perlu diperiksa petanda tumor, misalnya dugaan karsinoma kolon
perlu diperiksa CEA, dugaan karsinoma pankreas perlu diperiksa CA 19-9.

Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus halus dapat
dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan
berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita
makan.

Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus


kecil dan untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsi dari lapisan lambung.
Contoh tersebut kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui
apakah lambung terinfeksi oleh Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan
pemeriksaan baku emas, selain sebagai diagnostik sekaligus terapeutik.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi adalah:

CLO (rapid urea test)

Patologi anatomi (PA)

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


Kultur mikroorgsanisme (MO) jaringan

PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian

Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan radiologi, yaitu OMD dengan


kontras ganda, serologi Helicobacter pylori, dan urea breath test (belum tersedia
di Indonesia). Pemeriksaan radiologis dilakukan terhadap saluran makan bagian
atas dan sebaiknya dengan kontras ganda. Pada refluks gastroesofageal akan
tampak peristaltik di esofagusnyang menurun terutama di bagian distal, tampak
anti-peristaltik di antrum yang meninggi serta sering menutupnya pilorus,
sehingga sedikit barium yang masuk ke intestin. Pada tukak baik di lambung,
maupun di duodenum akan terlihat gambar yang disebut niche, yaitu suatu kawah
dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari tukak yang jinak
umumnya reguler, semisirkuler, dengan dasar licin. Kanker di lambung secara
radiologis, akan tampak massa yang ireguler tidak terlihat peristaltik di daerah
kanker, bentuk dari lambung berubah. Pankreatitis akuta perlu dibuat foto polos
abdomen, yang akan terlihat tanda seperti terpotongnya usus besar (colon cut off
sign), atau tampak dilatasi dari intestin terutama di jejunum yang disebut sentinal
loops.

Kadang dilakukan pemeriksaan lain, seperti pengukuran kontraksi kerongkongan


atau respon kerongkongan terhadap asam.

2.8.3 GASTRITIS

DEFINISI

Definisi gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung

ETIOLOGI & KLASIFIKASI

I. Akut gastritis
A. Infeksi akut H. pylori
B. Infeksi oleh gastritides lainya
1. Bacterial (other than H. pylori)
2. Helicobacter helmanni
3. Phlegmonous
4. Mycobacterial

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


5. Syphilitic
6. Viral
7. Parasitic
8. Fungal
II. Kronik atrophic gastritis
A. Type A: Autoimmune, body- predominant
B. Type B: H. pylorirelated, antral-predominant
C. Indeterminant
III. Bentuk gastritis yang tidak umum
A. Lymphocytic
B. Eosinophilic
C. Crohn's disease
D. Sarcoidosis
E. Isolated granulomatous gastritis

EPIDEMIOLOGI

Gastritis merupakan gangguan kesehatan yang paling sering dijumpai di klinik

PATOGENESIS

Gastritis Akut

Penyebab paling sering dari gastritis akut adalah infeksi. Gastritis akut juga
dapat disebabkan oleh iritasi mukosa karena alkohol, obat-obatan (NSAID)
misalnya aspirin, infeksi kuman Helicobacter pylori, iritasi makanan (Guyton &
Hall, 2006). Infeksi pada gaster yang memiliki potensi untuk mengancam jiwa
dapat dikarakteristikan dengan inflamasi yang bertanda dan infiltrat inflamasi akut
yang terdistribusi secara difus dan terdapat pada seluruh bagian gastric wall, pada
beberapa kasus dapat ditemukan bersama dengan adanya nekrosis (Fauci, et al.,
2008).

Gastritis Kronis.

Gastritis kronis difus (gastritis kronis tipe A) dapat mengakibatkan atrofi


lambung. Penyebabnya belum jelas banyak bukti karena disebabkan oleh penyakit
autoimun tipe spesifik, ini menyerang korpus dan fundus secara secara difus dan
antrum tidak kena apa-apa. Terdapat antibodi yang secara spesifik menyerang sel
parietal lambung (sel tubuh dianggap sebagai antigen) hal ini mengakibatkan
aktifitas kelenjar tidak tersisa. Kehilangan sekresi lambung mengakibatkan
terjadinya aklorhidria dan anemia pernisiosa (Guyton & Hall, 2006).

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


Aklorhidria lambung kegagalan sekresi HCl oleh sel parietal yang terdapat
dibagian korpus mengakibatkan pH lambung naik, sekresi dan kerja pepsin juga
dihambat pencernaan protein terutama kollagen tidak terjadi dilambung tetapi
pencernaan protein dapat dilakukan tripsin dan enzim-enzim lain yang dihasilkan
pankreas. Kadar gastrin tinggi karena sel-sel G (terdapat di antrum) tidak kena
(Guyton & Hall, 2006).

Anemia Pernisiosa Anemia pernisiosa sering menyertai atrofi lambung


dan aklohidia karena faktor intrinsik yang dihasilkan sel parietal gagal disekresi
sehingga absorpsi vitamin B12 di ileum hanya sedikit (1/50). Kekurangan vitamin
B12 (kobalamin) terjadi kegagalan pematangan sel darah merah di sumsum
tulang sel menjadi besar-besar. Anemia ini juga dapat terjadi pada gastrotomy
pada terapi ulkus dan kanker lambung / ileum terminalis (Guyton & Hall, 2006).
Gastritis kronis tipe A karena proses immunologic tidak bergejala dan kelainan
terutama atrofi kelenjar daerah korpus (Aziz, 1997).

Gastritis kronis (tipe B) dapat juga disebabkan karena iritasi kronis dalam
waktu lama. Terutama mengenai daerah antrum dan dapat meluas ke proksimal
sepanjang kurvatura minor. Menunjukkan gastritis antral, hiperkloridria,
duodenitis / ulkus peptikum baik duodenum maupun perpilorik (Aziz,
1997)Terjadi hipersekretorik HCl terlokalisasi daerah antrum dan atrofi mukosa
tidak terjadi dan bukan pre-maligna (Fauci, et al., 2008).

Gastritis superficial kronis karena faktor lingkungan (environmental


gastritis) distribusi multifokal dan meliputi korpus dan antrum. Gambaran awal
berupa gastritis superficial tetapi kemudian berkembang menjadi atrofi dan
metaplasia-intestinal. Hal ini mungkin disebabkan oleh toksin makanan sehari-
hari dan irritant (Fauci, et al., 2008).

Gastritis Akut

GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis gastritis akut erosif sangat bervariasi , mulai dari yang sangat
asimtomatik sampai sangat berat yang dapat membawa kematian. Pada kasus

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


yang yang sangat berat adalah hematemesis dan melena yang dapat berlangsung
sangat hebat sampai terjadi renjatan karena kehilangan darah. Pada sebagian besar
kasus , gejalanya amat ringan bahkan asimtomatis. Keluhan-keluhan itu misalnya
nyeri timbul pada ulu hati , biasanya ringan dan tidak dapat ditunjuk dengan tepat
lokasinya. Kadang-kadang disertai dengan mual-mual dan muntah. Perdarahan
saluran cerna sering merupakan satu-satunya gejala. Pada kasus yang amat ringan
perdarahan bermanifestasi sebagai darah samar pada tinja dan secara fisis akan
dijumpai tanda-tanda anemia defisiensi dengan etiologi yang tidak jelas. Pada
pemeriksaan fisik biasanya tidak ditemukan kelainan, kecuali mereka yang
mengalami perdarahan yang hebat sehingga menimbulkan tanda dan gejala
gangguan hemodinamik yang nyata seperti hipotensi, pucat , keringat dingin,
takikardia sampai gangguan kesadaran.

DIAGNOSIS
Gastritis erosif harus delalu diwaspadai pada setiap pasien dengan keadaan klinis
yang berat atau pengguna aspirin dan antiinflamasi nonsteroid. Diagnosis
ditegakkan dengan pemriksaan gastrodrnoskopi. Pada pemeriksaan gastroskopi
akan tampak mukosa yang sembab , merah, mudah berdarah atau terdapat
perdarah spontan, erosi mukosa yang bervariasi dari yang menyembuh sampai
tertutup oleh bekuaan darah dan kadang-kadang ukserasi. Lesi-lesi tersebut
biasanya terdapat pada fundus dan korpus lambung. Secara endoskopik gastriitis
akut dapat berupa gastritis eksudatif atau eritematus, gastritis erosif flat, gastritis
erosif raised, gastritis hemoragik dan gastritis refluks enterogastrik. Pemeriksaan
radiologi dengan kontras tidak memberikan manfaat yang berarti untuk
menegakkan diagnosis gastritis akut.

TATALAKSANA
Pengobatan sebaiknya meliputi pencegahan terhadap setiap pasien dengan risiko
tinggi, pengobatan terhadap penyakit yang mendasari kausa dan pengobatan
suportif. Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian antasida atau antagonis
H2 sehingga dicapai pH lambung 4 atau lebih. Walaupun hasilnya masih menjadi
persebatan, tetapi pada umumnya tetap dianjurkan .Pencegahn ini terutama bagi
pasien yang mendrita penyakit dengan keadaan klinis yang berat. Untuk pengguna

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


aspirin atau antiinflamasi nonsteroid, pencegahan yang terbaik ialah dengan
misoprostol , suatu derivat prostaglandin mukosa.
Dahulu sering dilakukan kuras lambung dengan air es untuk menghentikan
perdarahan saluran cerna bagian atas. Tidak ada bukti klinis yang dapat
menunjukkan manfaat tindakan tersebut menghentikan perdarahan saluran cerna
bagian atas. Pemberian antasida, antagonis H2 dan sukrafalt tetap dianjurkan
walaupun efek efek teraupetiknya masih diragukan . Biasanya perdarahan akan
segera berhenti bila keadaan pasien membaik dan lesi mukosa akan segera normal
kembali.
Pada sebagian kecil pasien perku dilakukan tindakan yang bersifat invasif untuk
menghentikan perdarahan yang mengancam jiwa. Tindakan-tindakan itu misalnya
dengan endoskopi skleroterapi, embolisasi arteri Gastrika kiri atau Gastrektomi.
Gastrektomi sebaiknya dilakkan hanya atas dasar indikasi absolut.

Gastrirtis Kronis

DIAGNOSIS

a. Kebanyakan gastritis kronik tanpa gejala


b. Adanya nteri tumpul di epigastrium, disertai mual kadang-kadang muntah,
cepat kenyang.(Pemeriksaan fisik tidak membrikan informasi apapun
juga).
c. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan endoskopi dan
histopatologi. Untuk pemeriksaan histopatologi sebaiknya dilakukan
biopsi pada semua segmen lambung.
d. Gambaran andoskopi dapat berupa : eritematous/eksudatif, erosi flat,erosi
raised, atrofi, hemoragik, refluks atau hiperplasi rugae , sedangkan
topografi sama dengan histiopatologi.TATALAKSANA

Pengobatan terhadapa gastritis kronik autoimun , diajukan pada anemia


pernisiosa yang ditimbulkannya. Vitamin B12 yang diberikan parenteral dapat
memperbaiki keadaan anemianya.

Eradikasi Helicobacter pylori merupakan cara pengobatan yang dianjurkan


untuk gastritis kronik yang ada hubungannya dengan infeksi oleh kuman tersebut .
Eradikasi dapat mengembalikkan gambaran Histopatologi menjadi normal
kembali. Eradikasi dapat dicapai dengan pemberian kombinasi penghambat

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


pompa proton dan antibiotik. Antibiotik dapat berupa tetrasiklin metrodinasol,
klaritromisin dan amoksisikin. Kadang-kadang diperlukan lebih dari satu macam
antibiotik untuk mendapatkan hasil pengobatan yang baik

ULKUS GASTER

DEFINISI
Tukak gaster jinak adalah suatu gambaran bulat atau semi bulat/oval.
Ukuran > 5mm kedalaman sub mukosal pada lambung akibat terputusnya
kontinuitas/integritas mukosa lambung. Tukaka gaster merupakan luka terbuka
dengan pinggir edema disertai indurasi dengan dasar tukak ditutupi debris.

Fisiologis Gaster
Anatomi gaster Epitel gaster dari rugae yang mengandung gastric
pits/lekukan berukuran mikroskopis. Setiap rugae bercabang menjadi empat atau
lima kelenjar gaster dari sel-sel epitel khusus. Susunan kelenjar tergantung letak
anatomisnya. Kelenjar di daerah cardia terdiri <5 % kelenjar gaster mengandung
mucus dengan sel-sel endokrin . Sebagian terletak di dalam mukosa oksintik
mengandung sel-sel leher mukosa, parietal, chief, endokrin dan
selenterokromafin. Kelenjar pilorik mengandung mucus dan sel-sel endokrin
(termasuk sel-sel gastrin) dan didapati di daerah antmengandung antrum .
Sel parietal juga dikenal sebagai oksintik biasanya didapati di daerah leher
atau isthmus atau kelenjar oksintik. Sel parietal yang tidak terangsang , punya
sitoplasma tubulovesikel dan kanakuli interseluler yang berisi mikrovili ukuran
pendek sepanjang permukaan atas/apical. Enzim H+, K+-ATPase didapati
didaerah membrane tubulovesikel. Bila sel dirangsang, membrane ini dan
membrane apical lainnya diubah menjadi jaringan padat dari kanakuli intra seluler
apical yang mengandung mikroskopik ukuran panjang. Sekresi HCL dari kanakuli
ke lumen lambung memerlukan energy besar berasal dari pemecahan H+,K+-ATP
oleh enzim H+, K+-ATPase , terjadi pada permukaan atas kanakuli yang

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


dihasilkan 30-40% jumlah total mitokondria.

Faktor pertahanan Mukosa Gastro Duodenal


Epitel gaster mengalami iritasi terus-menerus oleh 2 faktor perusak :
1. Perusak endogen (HCL, pepsinogen/pepsin garam empedu)
2. Perusak Eksogen (obat-obatan, alcohol dan bakteri)
Untuk penangkal iritasi tersedia system biologi canggih dalam
mempertahankan keutuhan dan perbaikan mukosa lamnung bila ada kerusakan .
Sistem pertahanan mukosa gastroduodenal terdiri dari 3 rintangan , yakni : Pre
epitel, post epitel,/ sub epitel.
Lapisan Pre epitel berisi mucus bikarbonat bekerja sebagai rintangan
fisikokemika terhadap molekul seperti ion hydrogen , mucus yang di sekresi sel
epitel permukaan yang mengndung 95 % air dan campur lipid dengan fosfolipid ,
membentuk lapisan penahan air / hidrofobik dengan asam lemak yang muncul
keluar dari membrane sel . Lapisan mukosa yang tidak tembus air merintangi
difus ion dan molekul seperti pepsin. Bikarbonat memiliki kemampuan
mempertahankann peerbedaan pH 1-2 di dalam lumen lambung dengan pH 6-7 di

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


dalam sel epitel. Sekresi bikarbonat dirangsang oleh Ca2+. PG, cholinergic, dan
keasaman lumen.
Sel epitel permukaan adalah pertahanan kedua dengan kemampuan:
Menghasilkan mucus
Transportasi ionic serta produksi bikarbonat yang dapat mempertahankan pH
intraseluler (6-7)
Intraseluler tight junction

Bila pertahanan pre epitel dapat ditembus oleh factor agresif maka sel epitel
yang berbatasan sdengan daerah yang rusak berpindah atau migrasi memperbaiki
kerusakan/restitusi. Proses ini merupakan pembelahan sel memerlukan sirkulasi
darah yang baik dan mileu aklkali. Beberapa factor pertumbuhan memegang
peranan sepertin : EGF, FGF, TGF a dalam membantu proses restitusi.
Kerusakan berat yang tidak dapat diperbaiki melalui proses restitusi
dilaksanakan prolifereasi sel. Regenerasi sel epitel diatur oleh PG, FGF, dan TGF
. berurutan dengan pembaruan sel epitel, terjadi pembentukan pembuluh darah
baru (angiogenesis) Dalam area kerusakan. FGF dan VEGF memegang peranan
penting dalam proses angogenesis ini.
System mikrovaskulker yang rapi di dalam sel lapisan lambung adalah
komponen kunci dari pertahanan/perbaikan subepitel. Sirkulasi yang baik yang
dapat menghasilkan bikarbonat untuk menetralkan HCl yang disekresi sel parietal
memberikan asupan mikronutrien dan oksigen serta membuang hasil
metabolkisme toksisk.
PG yang banyak ditemukan pada mukosa lambung, duhasilkan dari
metabolisme asam arakidonat memegang peran sentral pada pertahanan dan
perbaikan sel epitel lambung, menghasilkan mucus bikarbonat, menghambat
sekresi sel parietal, mempertahankan sirkulasi mukosa dan restitusi sel epitel.

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


Fisiologi Sekresi Gaster
HCL dan pepsin yang paling utama yang dapat menimbulkan kerusakan
mukosa lambung. Sekresi asam basal dalam pola sikardia, tertinggi terjadi pada
malam hari dan terendah pada pagi hari. Faktor kolinergik melalui nervus vagus
dan faktor histaminergik melalui sumber lokal digaster memmpengaruhi produksi
asam basal tersebut. Sekresi asam akibat pengosongan dihasilkan dalam 3 fase
yang berbeda tergantung sumber rangsang (sefalik, gastrik, dan intestinal).

Penglihatan, penciuman, dan rasa dari makanan merupakan komponen fase


sefalik melalui perangsangan nervus vagus. Fase gastrik terjadi pada saat
makanan masuk ke dalam lambung, komponen sekresi adalah kandungan
makanan yang terdapat di dalamnya ( asam amino dan amino bentuk lain) yang
secara langsung merangsang sel G untuk melepaskan gastrin yang selanjutnya
mengaktivsai sel-sel parietal melalui mekanisme langsung maupun mekanisme
tidak langsung. Peregangan dinding lambung memicu pelepasan gastrin dan
produksi asam.
Fase terakhir ( intestinal ) sekresi asam lambung dimulai pada saat makanan
masuk keadaan usus dan diperantarai oleh adanya peregangan usus dan
pencampuran kandungan makanan yang ada.
Beberapa cara untuk menghambat sekresi asam juga berlangsung
bersamaan. Sematostatin, suatu hormon gastrointestinal yang dilepaskan sel-sel
endokrin didapati pada mukosa gaster (selD) dalam rangka merespon HCL.
Sematostatin dapat menghambat produksi asam melalui mekanisme langsung (sel-
sel parietal) maupun tidak langsung (menurunkan pelepasan histamin dari sel-sel

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


enterokromafin (ECL) dan menimbulkan pelepasan melalui sel G). Faktor
rangsang tambahan yang dapat mengimbangi sekresi asam, antara lain neural
(sentral dan perifer) dan hormonal (sekretin dan kolesistokinin). Dalam keadaan
fisiologis fase-fase tersebut berlangsung seara bersamaan.

PATOFISIOLOGI TUKAK PEPTIK


Faktor Asam Lambung No Acid No Ulcer Schwarts 1910; Pengaturan
Sekresi Asam Lambung Pada Sel Parietal
Sel parietal / oxynitic mengeluarkan asam lambung HCL, sel
peptik/zimogen mengeluarkan pepsinogen yang oleh HCL dirubah menjadi pepsin
dimana HCL dan pepsin adalah faktor agresif terutama pepsi mileu pH < 4 (sangat
agresif terhadap mukosa lambung). Bahan iritan akan menimbulkan defejk barier
mukosa dan terjadi difusi balik ion H+. Histamin terangsang untuk lebih banyak
mengeluarkan asam lambung, timbul dilatasi dan peningkatan permeabilitas
pembuluh kapiler, kerusakan mukosa lambung, gastritis akut/kronik, dan tukak
gaster.
Membran plasma sel epitel lambung terdiri lapisan-lapisan lipid bersifat
pendukung barier mukosa. Sel parietal dipengaruhi faktor genetik, yaitu seorang
yang mempunyai massa sel parietal yang besar/ sekresi sel lebih banyak. Tukak
gaster yang letaknya dekat pilorus atau dijumpai bersamaan dengan tukak
duodeni/antral gastritis biasanya disertai hipersekresi asam, sedangkan bila
lokasinya pada tempat lain di lambung/ pangastritis biasanya disertai hiposekresi
asam.

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


Tukak peptik bila terjadi gangguan keseimbangan antara faktor agresif/
asam dan pepsin dengan defensif (mukus, bikarbonat, aliran darah, PG), bisa
faktor agresif meningkat atau faktor defensif menurun.
Helycobacrter Pylori (HP), NO HP No Ulcer Warren and Marshall 1983
HP adalah kuman patogen gram negatif berbentuk batang/spiral,
microaerofilik berflagela hidup pada permukaan epitel, mengandung urease (Vac
A, cag A, PAI dapat mentrans lokasi cag A ke dalam sel host), hidup diantrum,
migrasi ke proksimal lambung dpat berubah menjadi kokoid suatu bentuk dorman
bakteri. Infeksi kuman HP akut dapat menimbulkan pan gastritis kronik diikuti
atrofi sel mukosa korpus dan kelenjar, metaplasia intestinal dan hipoasidositas.
Proses ini dipengaruhi oleh faktor host, lamanya infeksi (lokasi, respon inflamasi,
genetik), bakteri (virulensi, struktur, adhesin, porins, enzim (urease vac A, cag
A,dll) dan lingkungan (asam lambung, OAINS, empedu faktor iritan lainnya) dan
terbentukalah gastritis kronik tukak gaster, mucosal Asociated Lymphoid Tissue
(MALT) limfoma dan kanker lambung.
HP dapat menyebabkan gastritis kronis aktif tipe B dan tukak peptikum. HP
merupakan penyebab terbanyak dari tukak pada antrum gaster dan tukak duodeni,
dan selanjutnya kuman ini berperan dalam pembentukan MALT.
Tukak gaster kebanyakan disebabkan infeksi HP (30-60%) dan OAINS
sedangkan tukak duodeni hampir 90 % disebabkan oleh HP, penyebab lain adalah
sindroma Zollinger Elison.
Kebanyakan kuman patogen memasuki barier dari mukosa gaster, tetapi HP
sendiri jarang memasuki epitel mukosa tersebut. Biasanya infeksi HP yang terjadi
bersifat asimptomatik. Terjadinya penyakit ataupun asimptomatik tergantung dua
hal, yaitu faktor host dan adanya perbedaan genetik dari strain yang ada.
Bila HP bersifat patogen maka yang pertama kali terjadi adalah HP dapat
bertahan di dalam suasana lambung; kemudian terjadi penetrasi terhadap mukosa
lambung, dan pada akhirnya HP berkolonisasi di lambung tersebut. Sebagai
akibatnya HP berproliferasi dan dapat mengabaikan sistem mekanisme pertahanan
tubuh yang ada. Pada keadaan tersebut beberapa faktor dari HP memainkan
peranan penting diantaranya urease memecah urea menjadi amoniak yang bersifat
basa lemah yang melindungi kuman tersebut mileu asam HCL.
Garis besar pengobatan tukak peptik adalah eradikasi kuman HP serta
pengobatan / pencegahan gastropati OAINS.

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


GAMBARAN KLINIS
Secara umum pasien tukak gaster biasanya mengeluh dispepsia. Dispepsia
adalah suatu sindroma klinik / kumpulan keluhan beberapa penyakit saluran cerna
seperti mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa/ terapan, rasa terbakar,
rasa penuh ulu hati dan cepat merasa kenyang. Dispepsia secara klinis dibagi
atas : 1. Dispepsia akibat gangguan motilitas. 2. Dispepsia akibat tukak. 3.
Dispepsia akibat refluks. 4. Dispepsia tidak spesifik.
Pada dispepsia akibat gangguan motilitas keluhan yang paling menonjol
adalah perasaan kembung, rasa penuh ulu hati setelah makan, cepat merasa
kenyang disertai sendawa. Pada dispepsia akibat refluks keluhan yang menonjol
berupa perasaan nyeri ulu hati dan rasa seperti terbakar, harus disingkirkan adanya
pasien kardiologis.
Pasien tukak peptik ,emberikan ciri-ciri keluhan seperti nyeri ulu hati, rasa
tidak nyaman/discomfort disertai muntah. Pada tukak duodeni rasa sakit timbul
waktu pasien merasa lapar, rasa sakit bisa membangunkan pasien tengah malam,
rasa sakit hilang setelah makan dan minum obat antasida (Hunger Pain Food
Relief = HPFR). Rasa sakit tukak gaster timbul setelah makan, berbeda dengan
tukak duodeni yang merasa enak setelah makan, rasa sakit tukak gaster sebelah
kiri dan rasa sakit tukak duodeni sebelah kanan garis tengah perut. Rasa sakit
bermula pada satu titik (pointing sign) akhirnya difus bisa menjalar kepunggung.
Ini kemungkinan disebabkan penyakit bertambah berat atau mengalami
komplikasi berupa penetrasi tukak keorgan pankreas.
Walaupun demikian rasa sakit saja tidak dapat menegakkan diagnosis tukak
gaster karena dispepsia non tukaka juga bisa menimbulkan rasa sakit yang sama,
juga tidak dapat digunakan lokasi sakit sebelah kiri atau kanan tengah perut.
Adapun tukak akibat obat OAINS dan tukak pada usia lanjut/manula biasanya
tidak menimbulkan keluhan, hanya diketahui melalui komlikasinya berupa
perdarahan dan perforasi. Muntah kadang timbul pada tukak peptik disebabkan
edema dan spasme seperti tukak kanal pilorik (obstruksi gastric outlet). Tukak
papilorik dan duodeni bisa menimbulkan gastric outlet obstruction melalui
terbentuknya fibrosis/oedem dan spasme.

DIAGNOSIS
Diagnosis tukak gaster ditegakkan berdasarkan :

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


Pengamatan klinis, dispepsia, kelainan fisik yang dijumpai,
sugesti pasien tukak
Hasil pemeriksaan radiologi dan endoskopi
Hasil biopsi untuk pemeriksaan tes CLO, histopatologi kuman
Helicobacter pylori

PEMERIKSAAN FISIS
Tukak tanpa komplikasi jarang menunjukkan kelainan fisik. Rasa sakit nyeri
ulu hati, di kiri garis tengah perut, terjadi penurunan berat badan merupakan tanda
fisik yang dapat dijumpai pada tukak gaster tanpa komplikasi. Perasaan sangat
nyeri, nyeri tekan perut, perut diam tanpa terdengar peristaltik usus merupakan
tanda peritonitis. Goncangan perut atau succusion splashing dijumpai 4-5 jam
setelah makan disertai muntah-muntah yang dimuntahkan biasanya makanan yang
dimakan beberapa jam sebelumnya merupakan tanda adanya retensi cairan
lambung, dari komlikasi tukak/gastric outlet obstruction atau stenosis pilorus.
Takikardi, syok hipovolemik, tanda dari suatu perdarahan. Laboratorium tidak ada
yang spesifik untuk penyakit tukak gaster.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Radiologi
Dengan barium meal kontras ganda
Gambaran:
o creater/kawah dengan batas jelas disertai lipatan mukosa yang teratur
keluar dari pinggiran tukak dan niche
o Ca gaster: filling defect
Endoskopi
Jinak: luka terbuka dengan pinggiran teratur, mukosa licin dan normal
disertai lipatan yang teratur keluar dari pinggiran tukak
Ganas: Boorman I/polipoid
Boorman II/ulceratif
Boorman III/infiltratif
Boorman IV/linitis plastika (scirrhus)
Untuk memastikan dilakukan pemeriksaan histopatologi, sitologi
brushing dengan biopsi melalui endoskopi. Jika ditemukan kuman
Helicobacter pylori lakukan pemeriksaan CLO, serologi, danUBT dengan
biopsi melalui endoskopi

Diagnosis Banding

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


Dispepsia non tungkak
Dispepsia fungsional
Tumor lambung/saluran cerna atas proksimal
GERD
Penyakit vascular
Penyakit pankreato bilier
Penyakit gastroduodenal Crohns

Komplikasi
Perdarahan
20% tanpa simtom dan tanda penyakit sebelumnya
Meningkat pada usia >60 tahun karena adanya penyakit degeneratif dan
meningkatnya pemakain OAINS
Perforasi, rasa sakit tiba-tiba, sakit berat, sakit difus pada perut
2-3% mengalami perforasi terbuka ke peritoneum
10% tanpa keluhan/tanda perforasi
10% disertai perdarahan tukak dengan mortalitas yang meningkat
Meningkat pada usia lanjut karena ateroskerosis dan meningkatnya
penggunaan OAINS
Perforasi biasanya ke lobus kiri hati dan dapat menimbulkan fistula gastro
kolik
Stenosis pilorik/Gastric Outlet Obstruction
Cepat kenyang, muntah berisi makanan tak tercerna, mual, sakit perut setelah
makan, berat badan menurun
Temporer: akibat peradangan daerah peripilorik, edema, spasme
Permanen: akibat fibrosis dari tukak serhingga pergerakan antroduodenal
terganggu

PENATALAKSANAAN
Tujuan:
Menghilangkan simtom
Menyembuhkan tukak
Mencegah rekurensi tukak
Mencegah komplikasi

Non Medikamentosa
Istirahat
Diet
Hindari makanan lunak, mengandung susu, cabai, mengandung asam
karena merangsang pengeluaran asam lambung.

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


Hindari merokok karena memperlambat kesembuhan tukak, menghambat
sekresi bikarbonat pankreas, menambah keasaman bulbus duodeni,
menambah refluks duodenogastrik akibat relaksasi sfingter pilorus,
meningkatkan kekambuhan tukak, meningkatkan angka kematian karena
peningkatan kekambuhan penyakit saluran pernapasan, PPOM, dan PJK
Hindari alkohol, air jeruk, cocacola, bir, kopi karena dapat menambah
sekresi asam lambung
Obat-obatan
Hindari OAINS. Ganti deengan COX2 inhibitor untuk penyakit OA/RA
Medikamentosa
o Antasida
Dosis: 3x1 tablet, 4x30 cc (3x sehari dan sebelum tidur 3 jam setelah
makan). Efek samping: berinteraksi dengan obat digitalis, INH,
barbiturat, salisilat, dan kinidin
o Obat penangkal kerusakan mukus
Koloid Bismuth
Dosis: 2x2 tablet sehari. Efek samping: neurotoksik, tuinja berwarna
kehitaman
Sukralfat
Dosis: 4x1 gr sehari. Efek samping: konstipasi. Kontra indikasi: gagal
ginjal kronik
Prostaglandin (PGE1/misoprostol)
Dosis: 4x200 mg/2x400 mg pagi dan malam hari
Digunakan pada pasien yang menggunakan OAINS
Efek samping: diare, mual, muntah, kontraksi otot uterus/perdarahan
Kontraindikasi: perempuan yang bakal hamil dan menginginkan
kehamilan
Antagonis Reseptor H2/ARH2

Nama Obat Dosis Terapeutik Dosis


Pemeliharaan

Simetidin 2x400mg/800m 400mg


g
malam hati

Ranitidine 300 mg malam 150mg


hari

Famotidiin 1x40mg malam


e hari

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


Nizatidine 1x300mg malam 150mg
hari

Roksatidine 2x75mg/150mg 75mg


malam hari

Efek samping: agranulositosis, pansitopenia, neutropenia, anemia dan


trombositopenia, ginekomastia, konfusi mental khusus pada usia
lanjut dan gangguan fungsi ginjal
Proton Pump Inhibitor/PPI
Omeprazol: 2x20mg/standard dosis atau 1x40mg/double dosis
Lansoprazole: 2x40mg/standard dosis atau 1x60mg/double dosis
Pantoprazole: 2x40mg/standard dosis atau 1x60mg/double dosis
Rabeprazole
Esomeprazole
Rabeprazol, esomesoprazol, pantoprazol jangan dikombinasi dengan
walfarin, penitoin, dan diazepam
Efek samping:
mengganggu absorbsi dari obat ampisilin, ketonazole, besi dan
oksigen
kenaikan gastrin darah dan menimbulkan tumor karsinoid pada tikus
percobaan

PENATALAKSANAAN INFEKSI HP
Seleksi Khusus
Pasien dengan HP positif yang mendapat terapi eradikasi, dibagi menjadi tiga
kelompok :
Sangat Dianjurkan: tukak duodeni, tukak gaster, pasca reseksi kanker
lambung dini, limfoma MALT
Dianjurkan: dyspepsia tukak, gastritis kronik aktif berat (gambaran PA),
gastropati OAINS, gastritiva erosive berat, gastritis hipertrofik.
Tidak Dianjurkan: Pasien asimtomatik
Regimen Terapi
Terapi Tripel
Terbaik:
PPI 2x1 + amoksisilin 2x1000 + klaritomisin 2x500
Bila alergi penisilin:
PPI 2x1 + metronidazole 3x500 + klaritomisin 2x500
Termurah:
PPI 2x1 + metronidazole 3x500 + amoksisilin 2x1000
Bila alergi klaritomisin dan penisilin:
PPI 2x1 + metronidazole 3x500 + tetrasiklin 4x500
Terapi Kuadrapel

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


Jika gagal dengan terapi tripel
PPI 2xsehari, bismuth subsalisilat 4x2 tablet, MNZ 4x250 (jika alergi diganti
amoksisilin), tetrasiklin 4x500
Pasien yang telah resisten: PPI, amoksisilin, rifabutin selama 10 hari
Tukak gaster refrakter (belum sembuh walaupun telah diberi terapi eradikasi
penuh selama 14 hari diikuti pemberian PPI selama 10 minggu lagi).
Kemudian dosis PPI ditingkatkan/dosis ganda omeprazole 40gr/lansoprazole
60mg. Jika gagal, akan dilakukan operasi.

TUKAK DUODENUM (ULKUS DEODENUM)

DEFINISI

Tukak peptik / TP secara anatomis didefenisikan sebagai suatu defek


mukosa / submukosa yang berbatas tegas dapat menembus muskularis mukosa
sampai lapisan serosa sehingga dapat terjadi perforasi. Secara klinis suatu tukak
adalah hilangnya epitel superficial atau lapisan lebih dalam dengan diameter 5
mm yang dapat diamati secara endoskopi atau radiologis.

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Faktor-faktor agresif

Helicobacter pylori, asam lambung / pepsin pada kerusakan mukosa.


Helicobacter pylori adalah bakteri gram negatif yang dapat hidup dalam suasana
asam dalam lambung / duodenum (antrum, korpus dan bulbus), berbentuk kurva /
S-shape dengan ukuran panjang sekitar 3 um dan diameter 0,5 um, mempunyai
satu atau lebih flagel pada salah satu ujungnya. Bakteri ini ditularkan secara feko-
oral atau oral-oral. Didalam lambung terutama terkonsentrasi dalam antrum,
bakteri ini berada pada lapisan mukus pada permukaan epitel yang sewaktu-waktu
dapat menembus sel-sel epitel / antar epitel. Bila terjadi infeksi H.pylori, maka
bakteri ini akan melekat pada permukaan epitel dengan bantuan adhesin sehingga
dapat lebih efektifmerusak mukosa dengan melepaskan sejumlah zat sehingga
terjadi gastritis akut yang dapat berlanjut menjadi gastritis kronik aktif atau
duodenitis kronik aktif. Untuk menjadi kelainan yang selanjutnya yang lebih berat

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


seperti tukak atau kanker lambung ditentukan oleh virulensi H.pylori dan faktor-
faktor lain, baik dari host sendiri, maupun adanya gangguan fisiologis lambung/
duodenum.

Seperti diketahui bahwa setelah H.pylori berkoloni secara stabil trutama


dalam antrum, maka bakteri ini akan mengeluarkan bermacam-macam sitoksin
yang secara langsung dapat merusak epitel mukosa gastroduodenal, seperti
vacuolating cytotoxin (Vac a gen) yang menyebabkan vakuolisasi sel-sel epitel,
cytotoxin associated gen A (cag A gen). Disamping itu, H.pylori juga melepaskan
bermacam-macam enzim yang dapat merusak sel-lsel epitel , seperti urease,
protease, lipase dan fosfolipase.

H. pylori yang terkonsentrasi terutama dalam antrum menyebabkan


antrum predominant gastritis sehingga terjadi kerusakan pada G sel yang
mengeluarkan somatostatin yang fungsinya mengerem produksi gastrin. Akibat
kerusakan sel-sel G, produksi somatostatin menurun sehingga produksi gastrin
akan meningkat yang merangsang sel-sel parietal mengeluarkan asam lambung
yang berlebihan. Asam lambung masuk dalam duodenum sehingga keasaman
meningkat menyebabkan duodenitis (kronik aktif) yang dapat berlanjut menjadi
tukak duodenum. Asam lambung yang tinggi dalam duodenum menimbulkan
gastrik metaplasia yang dapat merupakan tempat hidup H.pylori dan sekaligus
dapat memproduksi asam sehingga lebih menambah keasaman dalam duodenum.
Keasaman yang tinggi akan menekan produksi mukus dan bikarbonat,
menyebabkan daya tahan mukosa lebih menurun dan mempermudah timbulnya
tukak duodenum.

Obat antiinflamasi non-steroid (OAINS)

Patogenesis terjadinya kerusakan mukosa terutama gastroduodenal


penggunaan OAINS/ASA adalah akibat efek toksik/iritasi langsung pada mukosa
yang memerangkap OAINS/ASA yang bersifat asam sehingga terjadi kerusakan
epitel dalam berbagai tingkat, namun yang paling utama adalah efek OAINS/ASA
yang menghambat kerja dari enzim siklooksigenase (COX) pada asam arakidonat

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


sehingga menekan produksi prostagalndin/prostasiklin. Seperti diketahui,
prostaglandin endogen sangat sangat berperan/berfungsi dalam memelihara
keutuhan mukosa dengan mengatur aliran darah mukosa, proliferasi sel-sel epitel,
sekresi mukus dan bikarbonat, mengatur fungsi immunosit mukosa serta sekresi
basal asam lambung.

Sampai saat ini dikenal 2 jenis isoenzim siklooksigenase (COX) yaitu COX-1 dan
COX-2.

COX-1 ditemukan terutama dalam gastrointestinal, juga dalam ginjal,


endotelin, otak dan trombosit; dan berperan penting dalam pembentukan
prostaglandin dari asam arakidonat. COX-1 merupakan house-keeping
dalam saluran cerna gastrointestinal
COX-2 ditemukan dalam otak dan ginjal, yang juga bertanggungjawab
dalam respon inflamasi/injuri.
Kerusakan mukosa akibat hambatan produksi prostaglandin pada
penggunaan OAINS/ASA melalui 4 tahap, yaitu : menurunnya sekresi mukus dan
bikarbonat, terganggunya sekresi asam dan proliferasi sel-sel mukosa,
berkurangnya aliran darah mukosa dan kerusakan mikrovaskuler yang diperberat
oleh kerja sama platelet dan mekanisme koagulasi. Endotel vaskuler secara terus-
menerus menghasilkan vasodilator prostaglandin E dan I, yang apabila terjadi
gangguan atau hambatan (COX-1) akan timbul vasokonstriksi sehingga aliran
darah menurun yang menyebabkan nekrosis epitel.

Hambatan COX-2 menyebabkan peningkatan perlekatan leukosit PMN


pada endotel vaskuler gastroduodenal dan mesentrik, dimulai dengan pelepasan
protease, radikal bebas oksigen sehingga memperberat kerusakan epitel dan
endotel. Perlekatan leukosit PMN menimbulkan statis aliran mikrovaskuler,
iskemia dan berakhir dengan kerusakan mukosa / tukak peptik.

Beberapa faktor resiko yang memudahkan terjadinya TD/tukak peptik


pada penggunaan OAINS adalah :

Umur tua (>60 tahun)


Riwayat tentang adanya tukak peptik sebelumnya

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


Dispepsia kronik
Intoleransi terhadap penggunaan OAINS sebelumnya
Jenis, dosis, dan lamanya penggunaan OAINS
Penggunaan secara bersamaan dengan kostikosteroid, antikoagulan dan
penggunaan 2 jenis OAINS bersamaan
Penyakit penyerta lainnya yang diderita oleh pemakai OAINS. Penting
untuk diketahui bahwa tukak peptik yang terjadi pada penggunaan
OAINS, sering tidak bergejala dan baru dapat diketahui setelah terjadi
komplikasi seperti perdarahan atau perforasi saluran cerna.
Beberapa faktor lingkungan atau penyakit lain yang dapat merupakan
faktor resiko terjadinya tukak duodenum, yaitu : a) merokok (tembakau, sigaret)
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi H.pylori dengan menurunkan faktor
pertahanan dan menciptakan suasana yang sesuai untuk H.pylori. b) faktor stres,
malnutrisi, makanan tinggi garam, defisiensi vitamin. c) beberapa penyakit
tertentu dimana prevalensi tukak meningkat seperti sindrom zollinger elison,
mastositosis sistemik, penyakit chron dan hiperparatiroidisme. d) faktor genetik.

Faktor-faktor defensif

Ada 3 faktor pertahanan yang berfungsi memelihara daya tahan mukosa


gastroduodenal, yaitu :

a. Faktor preepitel terdiri dari :


o Mukus dan bikarbonat yang berguna untuk menahan pengaruh
asam lambung/pepsin
o Mucoid cup, yaitu suatu struktur yang terdiri dari mukus dan fibrin,
yang terbentuk sebagi respon terhadap rangsangan inflamasi
o Active surface phospholipid yang berperan untuk meningkatkan
hidrofobisitas membran sel dan meningkatkan viskositas mukus
b. Faktor epitel
o Kecepatan perbaikan mukosa yang rusak, dimana terjadi migrasi
sel-sel yang sehat ke daerah yang rusak untuk perbaikan

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


o Pertahanan seluler, yaitu kemampuan untuk memelihara electrical
gradient dan mencegah pengasaman sel
o Kemampuan trasnporter asam-basa untuk mengangkut bikarbonat
ke dalam lapisan mukus dan jaringan subepitel dan untuk
mendorong asam keluar jaringan
o Faktor pertumbuhan, prostaglandin dan nitrit okside
c. Faktor subepitel
o Aliran darah (mikrosirkulasi) yang berperan mengangkut nutrisi,
oksigen dan bkarbonat ke epitel sel
o Prostaglandin endogen menekan perlekatan dan ekstravasasi
leukosit yang merangsang reaksi inflamasi inflamasi jaringan
GAMBARAN KLINIK

Gambaran klinik TD sebagai salh satu bentuk dispepsia organik adalah


sindrom dispepsia, berupa nyeri dan atau rasa tidak nyaman (discomfort ) pada
epigastrium.

Anamnesis

Gejala-gejala TD memiliki periode remisi dan eksaserbasi, menjadi tenang


berminggu-minggu, berbulan-bulan dan kemudian terjadi eksaserbasi beberapa
minggu merupakan gejala khas. Nyeri epigastrium merupakan gejala yang paling
dominan, walaupun sensifitas dan spefisitasnya sebai marker adanya ulserasi
mukoa rendah. Nyeri seperti rasa terbakar, nyeri rasa lapar, rasa sakit/tidak
nyaman yang mengganggu dan tidak terlokalisasi; biasanya terjadi setelah 90
menit-3 jam post pandrial dan nyeri dapat berkurang sementara sesudah
makan,minum susu atau minum antasida.pada TD, nyeri yang muncul tiba-tiba
dan menjalar kepunggung perlu diwaspadai adanya penetrasi tukak ke penkreas,
sedangkan nyeri yang muncul dan menetap mengenai seluruh perut perlu dicurigai
suatu perforasi. Pada TP umumnya, apabila gejala mual dan muntah timbul secara
perlahan tetapi menetap, maka kemungkinan terjadi komplikasi obstruksi pada
outlet.

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


Tinja berwarna seperti teer (melena) harus diwaspadai sebagai suatu
perdarahan tukak. Pada dispepsia kronik, sebagai pedoman untuk membedakan
antara dispepsia fungsional dan dispepsia organik seperti TD, yaitu pada TD dapat
ditemukan gejala peringatan (alarm symptom) antara lain berupa :

Umur > 45-50 tahun keluhan muncul pertama kali


Adanya perdarahan hematemesis/melena
BB menurun > 10%
Anoreksia/rasa cepat kenyang
Riwayat tukak peptik sebelumnya
Muntah yang persisten
Anemia yang tidak diketahui sebabnya

PEMERIKSAAN FISIS

Tidak banyak tanda fisik yang dapat ditemukan selain kemungkinan


adanya nyeri palpasi epigastrium, kecuali bila sudah terjadi komplikasi.

DIAGNOSIS

Diagnosis pasti tukak peptikum dilakukan dengan pemriksan endoskopi


saluran cerna bagian atas dan sekaligus dilakukan biopsi lambung untuk deteksi
H.pylori atau dengan pemeriksaan foto barium kontras ganda.

Diagnosis banding

Dispepsia non ulcer


Tukak lambung
Penyakit pankreatobilier
Penyakit Chrons gastroduodenal
Tumor saluran cerna bagian atas

TATALAKSANA

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


Penggunaan obat-obatan,

TD kausa H.pylori. untuk mencapai tujuan terapi, maka eradikasi H.pylori


merupakan tujuan utama. Walaupun antibiotik mungkin cukup untuk terapi TD
dengan H.pylori namun kombinasi dengan penghambat pompa proton (PPI)
dengan 2 jenis antibiotik (triple therapy) merupakan cara terapi terbaik.
Kombinasi tersebut adalah :

a. PPI 2X1 (tergantung preparat yang dipakai)


Amoksisilin 2X1 g/hari

Klaritromisin 2X500 mg

b. PPI 2X1
Amoksisilin 2X1 g/hari

Metronidazol 2X500 mg

c. PPI 2X1
Klaritromisin 2X500 mg

Metronidazol 2X500 mg

Jenis-jenis preparat dan kemasan PPI yang ada : omprazol 20 mg,


rabeprazol 10 mg, pantoprazol 40 mg, lanzoprazol 30 mg dan esomeprazol
magnesium 20/40 mg.

H.pylori disertai penggunaan OAINS. Eradikasi H.pylori sebagai tindakan


utama tetap dilakukan dan bila mungkin OAINS dihentikan, atau diganti dengan
OAINS spesifik COX-2 inhibitor yang mempunyai efek merugikan lebih kecil
pada gastroduodenal.

TD kausa OAINS. Penggunaan OAINS terutama yang memblokir kerja


COX-1 akan meningkatkan kelainan struktural gastroduodenal.oleh karena itu
penggunaan OAINS pada pasien-pasien dengan kelainan muskuloskeletal yang

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


lama harus disertai dengan obat-obat yang dapat menekan produksi asam lambung
seperti reseptor antagonis H2 (H2RA) atau PPI dan diupayakan ph lambung diatas
4 atau dengan menggunakan obat sintetik prostaglandin (misoprostol
200mg/hari)sebagai sitoprotektif apabila penggunaan OAINS tidak dapat
dihentikan. Pencegahan / meminimalkan efek samping OAIN, yaitu :

Jika mungkin mengehentikan pemakaian OAINS, walaupun biasanya tidak


memungkinkan pada penyakit artritis seperti osteoastritis (OA), rematoid
artritis (RA)
Penggunaan preparat OAINS (prodrug, OAINS terikat pada bahan lain
seperti NO)
Pemberian obat spesifik COX-2 inhibitor walaupun hal ini tidak 100%
mencegah efek samping pada gastroduodenal
Pemberian obat secara bersamaan dengan pemberian OAINS seperti
H2RA, PPI atau prostaglandin.
TD non-H.pylori non OAINS. Pada TD yang hanya disebabkan oleh
peningkatan asam lambung, maka terapi dilakukan dengan memberikan obat yang
dapat menetralisir asam dalam lumen atau obat yang menekan produksi asam
lambung dan yang terbaik adalah PPI.

Antasida. Obat ini dapat menyembuhkan tukak namun dosis biasanya


lebih tinggi dan digunakan dalam jangka waktu lebih lama dan lebih
sering (tujuh kali sehari dengan dosis total 1008 mEq/hari)dengan
komplikasi diare yang mungkin terjadi. Dari penelitian lain dimana
antasida sebagai obat untuk menetralisir asam, cukup diberikan 120-240
mEq/hari dalam dosis terbagi.
H2 receptor antagonist (H2RA). Obat ini berperan menghambat pengaruh
histamin sebagai mediator untuk sekresi asam melalui reseptor histamin-2
pada sel parietal, tetapi kurang berpengaruh terhadap sekresi asam melalui
pengaruh kolinergik atau gastrin postpandrial. Beberapa jenis preparat
yang dapat digunakan seperti :
o Cimetidin 2 X 400 mg/hari atau 1 X 800 mg pada malam hari

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


o Ranitidin diberikan 300 mg sebelum tidur malam atau 2 X 150
mg/hari
o Famotidin diberikan 40mg sebelum tidur malam dengan
penyembuhan sekitar 90%.
Proton pump inhibitor (PPI). Merupakan obat pilihan untuk PTP,
diberikan sekali sehari sebelum sarapan pagi atau jika perlu 2 kali sehari
sebelum makan pagi dan makan malam, selama 4 minggu dengan tingkat
penyembuhan di atas 90%. Obat lain seperti sukralfat 2 X 2 gram sehari,
atau 4X1 gr sehari berfungsi menutup permukaan tukak sehingga
menghindari iritasi/pengaruh asam-pepsin dan garam empedu, dan
disamping itu mempunyai efek tropik.
Diet

Makan dalam jumlah sedikit dan lebih sering, lebih baik daripada makan
yang sekaligus kenyang. Mengurangi makanan yang merangsang pengeluaran
asam lambung/pepsin, makanan yang merangsang timbulnya nyeri dan zat-zat lain
yang dapat mengganggu pertahanan mukosa gastroduodenal.

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Adanya gangguan atau kelainan pada sistem saluran pencernaan
bisa menimbulkan berbagai macam gejala. Dispepsia merupakan suatu
kumpulan keluhan nyeri atau perasaan tidak enak yang bersifat
menetap atau berulang, di daerah epigastrium yang disertai dengan
keluhan keluhan nyeri di belakang dada. Sindrom yang terdiri dari
nyeri di epigastrium, rasa panas yang menjalar ke dada, mual, muntah,
serta perut kembung. Secara garis besar, penyebab sindrom dispepsia
ini dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok penyakit organik (yang
termasuk golongan ini adalah gastritis, ulkus gaster, ulkus duodenum,
GERD) dan kelompok dimana sarana penunjang diagnostik yang
konvensional atau baku (radiologi, endoskopi, laboratorium) tidak
menunjukkan adanya kelainan patologis struktural atau biokimiawi
atau dengan kata lain, kelompok terakhir ini disebut sebagai gangguan
fungsional. Pemeriksaan penunjang seperti endoskopi, USG, EKG,
atau Foto Thorax dapat digunakan untuk membantu menegakkan

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6


diagnosis pada pasian tersebut dan menentukan pengobatan
selanjutnya sesuai diagnosisnya.

3.2 Saran
Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami,
baik dari segi diskusi kelompok, penulisan tugas tertulis dan
sebagainya, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari dosen-
dosen yang mengajar baik sebagai tutor maupun dosen yang
memberikan materi kuliah, dari rekan-rekan angkatan 2012, dan dari
berbagai pihak demi kesempurnaan laporan ini.

DAFTAR PUSTAKA

Aziz, R. (1997). Gastroenterologi. Jakarta: CV Sagung Seto.

Fauci, A., Kasper, D., Longo, D., Braunwald, E., Hauser, S., Jameson, L., &
Loscalzo, J. (2008). Harrison's Principles of Internal Medicine. USA:
McGraw-Hill.

Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2006). Textbook of Medical Physiology.


Philadelphia: Elsevier Saunders.

Hirlan. (2009). Gastritis. In A. W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, M.


Simadibrata, & S. Setiati, Ilmu Penyakit Dalam (pp. 509-512).
Jakarta: InternaPublishing.

Sudoyo, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, edisi V.Penerbit
Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta.

BLOK 14 MODUL 1 DISPEPSIA 6

Anda mungkin juga menyukai