Uraian Singkat :
Rencong atau Rincong atau Rintjoeng adalah senjata pusaka bagi rakyat Aceh dan
merupakan simbol keberanian,keperkasaan,pertahanan diri dan kepahlawanan aceh dari
abad ke abad. Menurut salah satu sumber Rencong telah dikenal pada awal Islam
Kesultanan di abad ke-13. Dijaman Kerajaan Aceh Darussalam rencong ini tidak pernah
lepas dari hampir setiap pinggang ( selalu diselipkan dipinggang depan ) rakyat Aceh
yang rata-rata punya keberanian luar biasa baik pria maupun wanita karena rencong ini
bagi orang Aceh ibarat tentara dengan bedilnya yang merupakan simbol
keberanian,kebesaran,ketinggian martabat dan keperkasaan orang Aceh.
Lonceng atau genta yang terkenal dan termasyhur (icon kota Banda
Aceh) di Aceh ini sekarang diletakkan di Musium Aceh, Banda Aceh.
Lonceng yang dibawa oleh Cheng Ho ini adalah pemberian Kaisar
Tiongkok, pada abad ke-15 kepada Raja Pasai. Ketika Pasai
ditaklukkan oleh Aceh Darussalam pada tahun 1524, lonceng ini
dibawa ke Kerajaan Aceh. Pada awalnya lonceng ini ditaruh diatas
kapal Sultan Iskandar Muda yang bernama "Cakra Donya".
3. Siwaih
Senjata ini sejenis dengan rencong yang juga merupakan senjata untuk
menyerang. Bentuknya hamper sama dengan rencong tetapi siwaih ukurannya
(baik besar maupun panjang) melebihi dari rencong. Siwaih sangat langka
ditemui, selain harganya mahal, juga merupakan bagian dari perlengkapan
raja-raja atau ulebalang-ulebalang. Namun demikian untuk siwaih yang telah
diberikan hiasan emas dan permata pada sarung dan gagangnya lebih
berfungsi sebagai perhiasan dari pada sebagai senjata.
11.
4. Batee Ie (Centong)
6. Ceurana
7. Serune Kalee
Serune kalee adalah instrumen tiup tradisional Aceh (terutama daerah Pidie,
Aceh Utama, Aceh Besar dan Aceh Barat). Alat ini terbuat dari kayu. Alat ini
biasa digunakan dalam upacar-upacara dan tarian-tarian tradisional.
8. Rapai
Rapai terbuat dari bahan dasar berupa kayu dan kulit binatang.
Bentuknya seperti rebana dengan warna dasar hitam dan kuning muda.
Sejenis instrumen musik pukul (percussi) yang berfungsi pengiring
kesenian tradisional.
9. Geundrang (Gendang)
10. Canang
10. Cupeng
:
Sebuah cupeng yang terbuat dari perak yang berbentuk hati berhiasan motif
suluran bunga yang dibuat dengan teknik ditatah timbulkan. Motif tersebut
dibatasi dengan garis bidang kosong lainnya yang diisi dengan motif mutiara
kecil yang dibuat berbentuk simetris dan tetap menggunakan teknik yang
sama dengan motif suluran bunga. Pada bagian atas cupeng terdapat pengait
berbentuk bulat panjang dengan lubang pada bagian dalamnya yang
berfungsi sebagai tempat untuk memasukkan tali yang akan digunakan
sebagai pengikat cupeng. Cupeng ini digunakan oleh anak balita perempuan.
Sebuah gelang kaki yang terbuat dari perak bermotifkan tumpal, bunga
dan daun di dalam bidang geometris segi empat di dalam bagian gelang
kosong. Gelang ini biasanya digunakan sebagai perhiasan wanita Gayo.
12. Keureusang (Kerosang/Kerongsang/Bros)
Patam Dhoe adalah salah satu perhiasan dahi wanita Aceh. Biasanya
dibuat dari emas ataupun dari perak yang disepuh emas. Bentuknya
seperti mahkota. Patam Dhoe terbuat dari perak sepuh emas. Terbagi
atas tiga bagian yang satu sama lainnya dihubungkan dengan engsel.
Di bagian tengah terdapat ukuran kaligrafi dengan tulisan-tulisan Allah
dan di tengahnya terdapat tulisan Muhammad-motif ini disebut
Bungong Kalimah-yang dilingkari ukiran bermotif bulatan-bulatan
kecil dan bunga.
14. Simplah
15. Peuniti
Seuntai Peuniti yang terbuat dari emas; terdiri dari tiga buah hiasan
motif Pinto Aceh. Motif Pinto Aceh dibuat dengan ukiran piligran yang
dijalin dengan motif bentuk pucuk pakis dan bunga. Pada bagian
tengah terdapat motif boheungkot (bulatan-bulatan kecil seperti ikan
telur). Motif Pinto Aceh ini diilhami dari bentuk pintu Rumah Aceh
yang sekarang dikenal sebagai motif ukiran khas Aceh. Peuniti ini
dipakai sebagai perhiasan wanita, sekaligus sebagai penyemat baju.
16. Geuepet
Sebuah kuali yang terbuat dari kuningan berbentuk labu tanah yang
bermotif garis melingkar. Bejana ini memiliki bibir yang mencuat
dengan lebar 3 cm. Bejana ini biasanya digunakan oleh masyarakat
Aceh untuk memasak.
Sebuah ludahan (sudahan) adalah sejenis tempat ludah atau air bekas
cucian tangan yang terbuat dari kuningan dengan motif lekuk timbul
tiga garis yang mengelilingi bagian perut. Pada sisi bagian atas yang
berbentuk agak lebar seperti piring yang berukir terawang. Ludahan
sering digunakan sebagai tempat penampung air cucian tangan
ataupun air ludah. Ludahan ini sering dipergunakan pada upacara-
upacara adat.
Sebuah ija krong terbuat dari jenis benang dan bermotif daun sirih di
sisi pinggir kain. Di tengah-tengahnya ada motif bunga linear.
Uraian Singkat :
Selembar kain tengkulok terbuat dari jenis benang bergaris-garis
panjang berwarna kuning bermotif pucuk rebong dan ada unsur
benang emasnya berbentuk garis panjang.
21. Kendi
Kendi ini terbuat dari tanah liat. Bentuknya seperti buah labu yang
agak besar. dibagian bawah sedang, kebagian atas agak kecil. Pada
bagian badan labu terdapat goresan motif pucuk rebung warna coklat
kemerahan. Selain tempat minum, kendi ini berfungsi sebagai tanda
perceraian bagi pria Gayo.
Sebuah wadah yang terbuat dari tanah liat berwarna hitam yang terdiri
dari dua bagian. Bagian dalam berbentuk bulat yang berfungsi sebagai
wadah. Bagian luar berbentuk payung yang terdapat lubang pada bagian
atas. Alat ini biasa digunakan oleh masyarakat Aceh untuk memasak
kemenyan.
Sebuah sangku terbuat dari kayu berbentuk bulat seperti silinder. Terdiri dari tiga
bagian yaitu badan, tutup dan saringan. Sangku ini pada bagian badan dihiasi
dengan motif tumpa berfungsi sebagai tempat masak nasi dan ketan yang
biasanya digunakan oleh masyarakat Aceh.
Sepasang klah pliek u yang berbentuk silinder yang terbuat dari belahan
anyaman rotan bermotif geometris balok-balok. Alat digunakan sebagai
pemeras minyak kelapa untuk menghasilkan minyak.
25. Kupiah Meukeutop
26. Meriam
Meriam adalah sejenis senjata berat orang Aceh. Menurut Jacob Rijck
Van Opmeer dan kronik-kronik Aceh, sejak permulaan abad XVII
orang Aceh sudah biasa membuat/menuang meriam yang terbuat dari
perunggu, besi atau tembaga. Namun demikian sebahagian besar
meriam yang dimiliki orang Aceh merupakan hasil rampasan perang
(Portugis) dan pembelian luar negeri. Pada masa perang Belanda,
meriam Aceh dibuat di daerah Montasik (Aceh Besar).
Meriam Lada Sicupak, alat perang kerajaan Aceh yang dibeli dari
negara Turki pada abad XVI di Desa Blang Balok, Kecamatan
Peureulak Kota, Aceh Timur. Meriam ini sekaligus membuktikan
jejak bangsa Turki dan hubungan perdagangan di bumi Peureulak.
Meriam tersebut dibeli oleh sepuluh laskar (tentara) dengan cara
menukarkan biji lada sicupak (3 muk) satu unit meriamnya. maka
nama meriam ditambalkan "Meriam Lada Sicupak".
Seperangkat perahan kelapa yang terbuat dari kayu dan terdiri dari 4
buah bersegi, 8 tiang dan 3 lempeng kayu (papan) yang berfungsi
sebagai penjepit. Kesemua ini dirangkai dengan sistim bongkar
pasang (knock down). Perahan kelapa ini dilengkapi dengan dua
buah palu yang berbentuk bulat (silinder) dan dua pasak. Kedua sisi
kayu penjepit dihiasi ukiran pilin tali daun bunga matahari. Perahan
kelapa ini berfungsi untuk penyulingan minyak kelapa.
29. Jeungki
30. Tambo
Sejenis tambur yang termasuk alat pukul. Tambo ini dibuat dari bahan
Bak Iboh (batang iboh), kulit sapi dan rotan sebagai alat peregang kulit.
Tambo ini dimasa lalu berfungsi sebagai alat komunikasi untuk
menentukan waktu shalat/sembahyang dan untuk mengumpulkan
masyarakat ke Meunasah guna membicarakan masalah-masalah
kampung. Sekarang jarang digunakan (hampir punah) karena fungsinya
telah terdesak olah alat teknologi microphone.
Sebuah wadah berbentuk seperti cerek tetapi terbuka pada sisi atasnya.
Memiliki bagian seperti mulut wadah untuk memudahkan penuangan.
Tempat ini memiliki pegangan berbentuk setengah lingkaran yang
menggunakan engsel. Di kedua sisi engselnya terdapat ukiran yang
berbentuk singa. Di sisi lain juga terdapat pegangan dengan gagang
melengkung. Di bagian bawah terdapat alas dengan dasar berbentuk
lingkaran dan pada seluruh sisi wadah terdapat motif menyerupai sisik.
Tempat ini biasanya digunakan oleh suku Benggali yang menetap di Aceh
sebagai wadah perah susu.
Sebuah Tilam duk yang terbuiat dari kayu berbentuk segi empat. Pada
tiga bagian sisi terdapat ukiran yang bermotif bungan delima dan awan.
Pada satu sisi lainnya bermotif ukiran kayu balok-balok agak sejajar.
Pada sisi atas terdapat profil berukiran yang menempel.
Pada tahun 1970 Kota Banda Aceh masih menggunakan kereta api
sebagai salah satu sarana transportasi. Kereta api ini mencapai rute
hingga Kota Medan di Sumatra Utara. Kini Lokomotif dan salah satu
gerbong barang dari kereta api tersebut dibuat menjadi Monument
Kereta Api yang berada di Jl.Sultan A.Mahmudsyah. Banda Aceh, dan
menjadi salah satu sejarah transportasi di Aceh.
Uraian Singkat :
Lokasi di Kampung Pandee, Kec.Kutaraja. Kota Banda Aceh. Kompleks makam ini terletak diarea perumahan
penduduk. Letak kompleks pemakaman ini tidak jauh dari pantai Kuala Aceh, sehingga banyak dari makam-
makam para raja tersebut habis dilanda Tsunami th 2004 yang lalu, dan sebagian dari makam tersebut masih
ada.
Uraian Singkat :
Sekarang letak makam Syiah Kuala ini sekitar 50 meter dari pinggir laut, sebelum Tsunami jaraknya sekitar 100
Meter. Lokasi tempat ini tidak jauh dari muara Sungai Aceh (Kreung Aceh). Jarak dari pusat kota sekitar 3
km.Karena letaknya tidak jauh dari muara sungai yang dalam bahasa Aceh disebut Kuala, maka nama makam
tersebut disebut Syiah Kuala. Tengku Syiah Kuala yang bernama " Abdul Rauf bin Ali Al-Jawi As-Singkili"
merupakan salah seorang ulama besar yang sangat terkenal dan telah menulis banyak buku tentang agama Islam.
Beliau juga diangkat menjadi Kadhi Malikul Adil pada masa pemerintahan Ratu Safiatuddin pada abad ke-17
Masehi. Beliau membangun sebuah perguruan agama Islam yang telah menghasilkan banyak ulama. Kuburan
beliau masih banyak dikunjungi oleh penziarah terutama murid-murid dari bekas murid beliau yang ada di
Sumatera Barat dan Malaysia. Kawasan pekuburan ini juga terkena dampak dari Tsunami yang lalu. Saat ini
(tahun 2008), situs ini sedang dipugar oleh pemerintah kota Banda Aceh.
Uraian Singkat :
Dialah raja yang adil, dijuluki bijaksana dalam memimpin. Salah satu yang membuktikan hal itu, dia rela
sekaligus tega merajam anak kandungnya sendiri, Meurah Pupok, karena berzina. Di tangannya Aceh
mengalami masa kejayaan. Sultan Iskandar Muda, demikian orang menyebutnya, sedang nama kecilnya adalah
Perkasa Alam. Dia lahir di Aceh, 1593 dan mangkat pada 27 Desember 1636. Dia dimakamkan di Komplek
Gedung Meuseum Aceh atau disebut juga Kandang Meuh. Patut sekali berziarah ke sana, karena dialah raja
yang membawa Aceh kepada masa gemilang.