Anda di halaman 1dari 12

1.

Rencong atau Rincong

Uraian Singkat :
Rencong atau Rincong atau Rintjoeng adalah senjata pusaka bagi rakyat Aceh dan
merupakan simbol keberanian,keperkasaan,pertahanan diri dan kepahlawanan aceh dari
abad ke abad. Menurut salah satu sumber Rencong telah dikenal pada awal Islam
Kesultanan di abad ke-13. Dijaman Kerajaan Aceh Darussalam rencong ini tidak pernah
lepas dari hampir setiap pinggang ( selalu diselipkan dipinggang depan ) rakyat Aceh
yang rata-rata punya keberanian luar biasa baik pria maupun wanita karena rencong ini
bagi orang Aceh ibarat tentara dengan bedilnya yang merupakan simbol
keberanian,kebesaran,ketinggian martabat dan keperkasaan orang Aceh.

2. Lonceng Cakra Donya

Lonceng atau genta yang terkenal dan termasyhur (icon kota Banda
Aceh) di Aceh ini sekarang diletakkan di Musium Aceh, Banda Aceh.
Lonceng yang dibawa oleh Cheng Ho ini adalah pemberian Kaisar
Tiongkok, pada abad ke-15 kepada Raja Pasai. Ketika Pasai
ditaklukkan oleh Aceh Darussalam pada tahun 1524, lonceng ini
dibawa ke Kerajaan Aceh. Pada awalnya lonceng ini ditaruh diatas
kapal Sultan Iskandar Muda yang bernama "Cakra Donya".

3. Siwaih

Senjata ini sejenis dengan rencong yang juga merupakan senjata untuk
menyerang. Bentuknya hamper sama dengan rencong tetapi siwaih ukurannya
(baik besar maupun panjang) melebihi dari rencong. Siwaih sangat langka
ditemui, selain harganya mahal, juga merupakan bagian dari perlengkapan
raja-raja atau ulebalang-ulebalang. Namun demikian untuk siwaih yang telah
diberikan hiasan emas dan permata pada sarung dan gagangnya lebih
berfungsi sebagai perhiasan dari pada sebagai senjata.

11.
4. Batee Ie (Centong)

Sebuah wadah yang berbentuk mangkuk yang berukuran kecil yang


pada sisi luar dan dalamnya dihiasi dengan ukiran berbentuk pucok
rebong (tumpal) dan suluran bunga. Pada sisi bibir wadah terdapat
garis timbul melingkar. Biasanya wadah ini digunakan sebagai alat
mengambil air pada kehidupan sehari-hari dan upacara-upcara adat di
daerah Aceh.
5. . Cambung (Tempat Air Bunga)

Cambung (Tempat air bunga) yang berbentuk seperti mangkuk berkaki


pada bagian bawah dandiberi ukiran pucuk rebung. Bagian yang
berbentuk mangkuk diberi hiasan motif suluran bunga dan suastika yang
saling berdampingan dan dilatari dengan ukiran berbentuk telur ikan.
Wadah ini digunakan untuk menampung air bunga yang biasanya
digunakan oleh masyarakat Aceh untuk pergi ke kuburan atau upacara
adat lainnya.

6. Ceurana

Sebuah ceurana yang terbuat dari kuningan, kakinya berbentuk kaki


dalang dan bagian atasnya berbentuk piring. Bagian bawah dihiasi motif
suluran daun, tumpal (pucuk rebung) dengan teknik terawang pada
bagian dalam piring ada dua garis lingkaran. Bagian kakinya sudah
patah. Ceurana ini biasanya digunakan sebagai tempat sirih untuk
upacara adat pada masyarakat Aceh.

7. Serune Kalee

Serune kalee adalah instrumen tiup tradisional Aceh (terutama daerah Pidie,
Aceh Utama, Aceh Besar dan Aceh Barat). Alat ini terbuat dari kayu. Alat ini
biasa digunakan dalam upacar-upacara dan tarian-tarian tradisional.

8. Rapai

Rapai terbuat dari bahan dasar berupa kayu dan kulit binatang.
Bentuknya seperti rebana dengan warna dasar hitam dan kuning muda.
Sejenis instrumen musik pukul (percussi) yang berfungsi pengiring
kesenian tradisional.
9. Geundrang (Gendang)

Geundrang merupakan unit instrumen dari perangkatan musik


Serune Kalee. Geundrang termasuk jenis alat musik pukul dan
memainkannya dengan memukul dengan tangan atau memakai
kayu pemukul. Geundrang dijumpai di daerah Aceh Besar dan juga
dijumpai di daerah pesisir Aceh seperti Pidie dan Aceh Utara.
Fungsi Geundrang nerupakan alat pelengkap tempo dari musik
tradisional etnik Aceh.

10. Canang

Canang adalah alat musik tradisional yang terdapat dalam kelompok


masyarakat Aceh, Gayo, Tamiang, dan Alas. Masyarakat Aceh
menyebutnya "Canang Trieng", di Gayo disebut "Teganing", di
Tamiang disebut "Kecapi" dan di Alas disebut dengan "Kecapi
Olah". Canang terbuat dari kuningan dan bentuknya menyerupai
gong. Hampir semua daerah di Aceh terdapat alat musik canang dan
masing-masing memiliki pengertian dan fungsi yang berbeda-beda
pula. Fungsi canang secara umum sebagai penggiring tarian-tarian
tradisional. Canang juga sebagai hiburan bagi anak-anak gadis yang sedang berkumpul. Biasanya dimainkan
setelah menyelesaikan pekerjaan di sawah ataupun pengisi waktu senggang.

10. Cupeng
:
Sebuah cupeng yang terbuat dari perak yang berbentuk hati berhiasan motif
suluran bunga yang dibuat dengan teknik ditatah timbulkan. Motif tersebut
dibatasi dengan garis bidang kosong lainnya yang diisi dengan motif mutiara
kecil yang dibuat berbentuk simetris dan tetap menggunakan teknik yang
sama dengan motif suluran bunga. Pada bagian atas cupeng terdapat pengait
berbentuk bulat panjang dengan lubang pada bagian dalamnya yang
berfungsi sebagai tempat untuk memasukkan tali yang akan digunakan
sebagai pengikat cupeng. Cupeng ini digunakan oleh anak balita perempuan.

11. Gelang Perak

Sebuah gelang kaki yang terbuat dari perak bermotifkan tumpal, bunga
dan daun di dalam bidang geometris segi empat di dalam bagian gelang
kosong. Gelang ini biasanya digunakan sebagai perhiasan wanita Gayo.
12. Keureusang (Kerosang/Kerongsang/Bros)

Keureusang adalah perhiasan yang memiliki ukuran panjang 10 Cm


dan lebar 7,5 Cm. Perhiasan dada yang disematkan di baju wanita
(sejenis bros) yang terbuat dari emas bertatahkan intan dan berlian.
Bentuk keseluruhannya seperti hati yang dihiasi dengan permata intan
dan berlian sejumlah 102 butir. Keureusang ini digunakan sebagai
penyemat baju (seperti peneti) dibagian dada. Perhiasan ini merupakan
barang mewah dan yang memakainya adalah orang-orang tertentu saja
sebagai perhiasan pakaian harian.

13. Patam Dhoe

Patam Dhoe adalah salah satu perhiasan dahi wanita Aceh. Biasanya
dibuat dari emas ataupun dari perak yang disepuh emas. Bentuknya
seperti mahkota. Patam Dhoe terbuat dari perak sepuh emas. Terbagi
atas tiga bagian yang satu sama lainnya dihubungkan dengan engsel.
Di bagian tengah terdapat ukuran kaligrafi dengan tulisan-tulisan Allah
dan di tengahnya terdapat tulisan Muhammad-motif ini disebut
Bungong Kalimah-yang dilingkari ukiran bermotif bulatan-bulatan
kecil dan bunga.

14. Simplah

Simplah merupakan suatu perhiasan dada untuk wanita. Terbuat dari


perak sepuh emas. Terdiri dari 24 buah lempengan segi enam dan dua
buah lempengan segi delapan. Setiap lempengan dihiasi dengan ukiran
motif bunga dan daun serta permata merah di bagian tengah.
Lempengan-lempengan tersebut dihubungkan dengan dua untai
rantaiSimplah mempunayi ukuran Panjang sebesar 51 Cm dan Lebar
sebesar 51 Cm.

15. Peuniti

Seuntai Peuniti yang terbuat dari emas; terdiri dari tiga buah hiasan
motif Pinto Aceh. Motif Pinto Aceh dibuat dengan ukiran piligran yang
dijalin dengan motif bentuk pucuk pakis dan bunga. Pada bagian
tengah terdapat motif boheungkot (bulatan-bulatan kecil seperti ikan
telur). Motif Pinto Aceh ini diilhami dari bentuk pintu Rumah Aceh
yang sekarang dikenal sebagai motif ukiran khas Aceh. Peuniti ini
dipakai sebagai perhiasan wanita, sekaligus sebagai penyemat baju.

16. Geuepet

Sebuah wadah (geupet) yang terbuat dari tanah, bentuk keseluruhan


seperti buah labu tanah, bagian badan dihiasi ukiran timbul, tumpal,
telur ikan dan lingkaran. Bibir mencuat keluar geupit ini digunakan
sebagai wadah dan tempat memasak air yang rasa sengam.
17. Kanot (Kuali)

Sebuah kuali yang terbuat dari kuningan berbentuk labu tanah yang
bermotif garis melingkar. Bejana ini memiliki bibir yang mencuat
dengan lebar 3 cm. Bejana ini biasanya digunakan oleh masyarakat
Aceh untuk memasak.

18. Ludahan (Sudahan)

Sebuah ludahan (sudahan) adalah sejenis tempat ludah atau air bekas
cucian tangan yang terbuat dari kuningan dengan motif lekuk timbul
tiga garis yang mengelilingi bagian perut. Pada sisi bagian atas yang
berbentuk agak lebar seperti piring yang berukir terawang. Ludahan
sering digunakan sebagai tempat penampung air cucian tangan
ataupun air ludah. Ludahan ini sering dipergunakan pada upacara-
upacara adat.

19. Ija Krong

Sebuah ija krong terbuat dari jenis benang dan bermotif daun sirih di
sisi pinggir kain. Di tengah-tengahnya ada motif bunga linear.

20. Kain Tangkulok

Uraian Singkat :
Selembar kain tengkulok terbuat dari jenis benang bergaris-garis
panjang berwarna kuning bermotif pucuk rebong dan ada unsur
benang emasnya berbentuk garis panjang.
21. Kendi

Kendi ini terbuat dari tanah liat. Bentuknya seperti buah labu yang
agak besar. dibagian bawah sedang, kebagian atas agak kecil. Pada
bagian badan labu terdapat goresan motif pucuk rebung warna coklat
kemerahan. Selain tempat minum, kendi ini berfungsi sebagai tanda
perceraian bagi pria Gayo.

22. Peune (Tempat Masak Minyak Kemenyan)

Sebuah wadah yang terbuat dari tanah liat berwarna hitam yang terdiri
dari dua bagian. Bagian dalam berbentuk bulat yang berfungsi sebagai
wadah. Bagian luar berbentuk payung yang terdapat lubang pada bagian
atas. Alat ini biasa digunakan oleh masyarakat Aceh untuk memasak
kemenyan.

23. Sangku Kayu (Tempat Masak Nasi)

Sebuah sangku terbuat dari kayu berbentuk bulat seperti silinder. Terdiri dari tiga
bagian yaitu badan, tutup dan saringan. Sangku ini pada bagian badan dihiasi
dengan motif tumpa berfungsi sebagai tempat masak nasi dan ketan yang
biasanya digunakan oleh masyarakat Aceh.

24. Klah Pliek U

Sepasang klah pliek u yang berbentuk silinder yang terbuat dari belahan
anyaman rotan bermotif geometris balok-balok. Alat digunakan sebagai
pemeras minyak kelapa untuk menghasilkan minyak.
25. Kupiah Meukeutop

Kupiah meukeutop, lengkap dengan hiasan. Tampak serta tangkulok


kupiah ini terbuat dari kain tebal yang diisi dengan kapas didalamnya.
Dibagian luar dilapisi kain/pita aneka warna. Tampok kupiah/topi
berbentuk bunga dan sari bunga terbuat dari tembaga yang disepuh
emas terdiri dari tiga tingkat/susunan bunga yang dilengkapi pula
dengan permata (kaca) berjumlah 16 buah.

26. Meriam

Meriam adalah sejenis senjata berat orang Aceh. Menurut Jacob Rijck
Van Opmeer dan kronik-kronik Aceh, sejak permulaan abad XVII
orang Aceh sudah biasa membuat/menuang meriam yang terbuat dari
perunggu, besi atau tembaga. Namun demikian sebahagian besar
meriam yang dimiliki orang Aceh merupakan hasil rampasan perang
(Portugis) dan pembelian luar negeri. Pada masa perang Belanda,
meriam Aceh dibuat di daerah Montasik (Aceh Besar).

27. Meriam Lada Sicupak

Meriam Lada Sicupak, alat perang kerajaan Aceh yang dibeli dari
negara Turki pada abad XVI di Desa Blang Balok, Kecamatan
Peureulak Kota, Aceh Timur. Meriam ini sekaligus membuktikan
jejak bangsa Turki dan hubungan perdagangan di bumi Peureulak.
Meriam tersebut dibeli oleh sepuluh laskar (tentara) dengan cara
menukarkan biji lada sicupak (3 muk) satu unit meriamnya. maka
nama meriam ditambalkan "Meriam Lada Sicupak".

28. Peuneurah U (Perahan Kelapa)

Seperangkat perahan kelapa yang terbuat dari kayu dan terdiri dari 4
buah bersegi, 8 tiang dan 3 lempeng kayu (papan) yang berfungsi
sebagai penjepit. Kesemua ini dirangkai dengan sistim bongkar
pasang (knock down). Perahan kelapa ini dilengkapi dengan dua
buah palu yang berbentuk bulat (silinder) dan dua pasak. Kedua sisi
kayu penjepit dihiasi ukiran pilin tali daun bunga matahari. Perahan
kelapa ini berfungsi untuk penyulingan minyak kelapa.
29. Jeungki

Jeungki adalah suatu alat tradisional masyarakat aceh untuk


menumbuk padi?dan sering juga di pergunakan untuk menumbuk
kopi.Di gerakkan dengan kaki,titi tumpang lebih ke ujung
pengungkit sehingga memberikan pukulan yang lebih keras.Di
ujung pengungkit di pasang suatu kerangka terdiri atas 2(dua)
bagian tegak lurus yang di hubungkan oleh kayu as(penggerak)
harizontal sehingga jeungki akan naik turun.Di ujung sisi lain
tempat di pasangkan alu(alee=dalam bahasa aceh) untuk
menumbuk lesung.

30. Tambo

Sejenis tambur yang termasuk alat pukul. Tambo ini dibuat dari bahan
Bak Iboh (batang iboh), kulit sapi dan rotan sebagai alat peregang kulit.
Tambo ini dimasa lalu berfungsi sebagai alat komunikasi untuk
menentukan waktu shalat/sembahyang dan untuk mengumpulkan
masyarakat ke Meunasah guna membicarakan masalah-masalah
kampung. Sekarang jarang digunakan (hampir punah) karena fungsinya
telah terdesak olah alat teknologi microphone.

31. Tempat Susu Perah

Sebuah wadah berbentuk seperti cerek tetapi terbuka pada sisi atasnya.
Memiliki bagian seperti mulut wadah untuk memudahkan penuangan.
Tempat ini memiliki pegangan berbentuk setengah lingkaran yang
menggunakan engsel. Di kedua sisi engselnya terdapat ukiran yang
berbentuk singa. Di sisi lain juga terdapat pegangan dengan gagang
melengkung. Di bagian bawah terdapat alas dengan dasar berbentuk
lingkaran dan pada seluruh sisi wadah terdapat motif menyerupai sisik.
Tempat ini biasanya digunakan oleh suku Benggali yang menetap di Aceh
sebagai wadah perah susu.

32. Tempat Toet Keumeunyan (Terapan Api)

Sebuah tempat untuk membakar kemenyan yang terbuat dari kuningan


yang berbentuk stupa dan terdiri dari tiga bagian. Alasnya berbentuk
piring dengan motif ukiran bungan. Bagian atas terdiri dari dua bagian
dan memiliki tiga kaki bermotif ukiran, engsel digunakan sebagai
antara tempat pembakaran yang bermotif ukiran bunga dengan penutup
yang bermotifkan bungan terawang. Alat ini digunakan sebagai tempat
pembakaran kemenyan pada upacara-upacara adat di Aceh.
33. Terompet

Sebuah terompet yang terbuat dari kuningan yang berbentuk bundar


dengan tiga kali putaran dan mempunyai rantai dengan panjang 17 cm
yang dikaitkan pada pegangannya. Salah satu sisi rantainya sudah lepas
dari pegangan. Alat ini digunakan oleh masyarakat Aceh dalam
mengiringi musik dalam upacara-upacara adat.

34. Tilam Duk (Keunta)

Sebuah Tilam duk yang terbuiat dari kayu berbentuk segi empat. Pada
tiga bagian sisi terdapat ukiran yang bermotif bungan delima dan awan.
Pada satu sisi lainnya bermotif ukiran kayu balok-balok agak sejajar.
Pada sisi atas terdapat profil berukiran yang menempel.

35. Piring Besar

Piring besar berbentuk cembung. Warna dasar kelabu bergambar hiasan


binatang pada sisi muka bagian tengah dan tidak berglasir.

36. Prasasti Neusu Aceh

Prasasti (Batu Bersurat) ditemukan di desa Neusu Aceh, Kecamatan


Baiturrahman, Kota Banda Aceh oleh Drs. Nasruddin Sulaiman, tanggal 18
April 1990. Museum Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam telah melakukan
pengamanan dengan cara mengambil prasasti tersebut dari langgar Neusu Aceh
pada tanggal 3 Desember 1990 dan disimpan di Museum Propvinsi Nanggroe
Aceh Darussalam. Prasasti ini berbentuk "Yupa", panjang 170 cm, lebar 37 cm,
tebal 19 cm, diperkirakan jenis batu andesit. Pada kedua sisi Yupa ini terdapat
tulisan yang diperkirakan berbahasa Tamil kuno, berasal dari abad ke-11. Sesuai
dengan tempat asal temuannya oleh mantan Kakanwil Depdikbud Aceh,
Ibrahim Kaoy, prasati ini dinamakan "Prasasti Neusu Aceh".
37. Peudeung

Peudeung atau Pedang digunakan sebagai senjata untuk menyerang.Jika


rencong digunakan untuk menikam,maka pedang digunakan beriringan
dengan itu,yaitu sebagai senjata untuk mentetak atau
mencincang.Berdasarkan daerah asal pedang,di Aceh dikenal beberapa
macam pedang yaitu peudeung Habsyah (dari Negara
Abbesinia),Peudeung Poertugis (dari Eropa Barat),Peudeung Turki
berasal dari raja-raja Turki.

38. Monumen Kereta Api

Pada tahun 1970 Kota Banda Aceh masih menggunakan kereta api
sebagai salah satu sarana transportasi. Kereta api ini mencapai rute
hingga Kota Medan di Sumatra Utara. Kini Lokomotif dan salah satu
gerbong barang dari kereta api tersebut dibuat menjadi Monument
Kereta Api yang berada di Jl.Sultan A.Mahmudsyah. Banda Aceh, dan
menjadi salah satu sejarah transportasi di Aceh.

39. Masjid dan Makam Tgk. Di Anjong

Masjid yang berada di Desa Peulanggahan, Kec.Kuta Raja. Kota Banda


Aceh ini didirikan pada abad 18 Masehi oleh seorang ulama yang
berasal dari Arab Saudi, tepatnya dari Negara Yaman. Beliau yang
bernama Al Qutb - Al Habib - Sayyid Abubakar bin Husain Bilfaqih,
atau yang lebih dikenal dengan nama "Teungku Di Anjong" adalah
gelar kehormatan bagi beliau. Di Anjong berarti yang di Sanjung atau di
Muliakan. Selain masjid disini juga terdapat Makam Teungku Di
Anjong".

40. Kompleks Makam Kandang XII

Kompleks makam ini berada di Jl.Sultan A.Mahmudsyah, Kelurahan


Keuraton, Kec.Baiturrahman. Kota Banda Aceh. Di Kompleks
Makam Kandang XII ini terdapat 12 makam para raja yang pernah
memerintah di Aceh. Di makam ini dapat dijumpai tulisan kaligrafi
indah dalam bahasa Arab. Makam Para Raja atau Sultan tersebut
antara lain: Sultan Ali Mughayatsyah (1511-1530), Sultan Alaiddin
Riayatsyah Al-Qahar (1537-1568).
50. Makam Raja-Raja Kampung Pandee

Uraian Singkat :
Lokasi di Kampung Pandee, Kec.Kutaraja. Kota Banda Aceh. Kompleks makam ini terletak diarea perumahan
penduduk. Letak kompleks pemakaman ini tidak jauh dari pantai Kuala Aceh, sehingga banyak dari makam-
makam para raja tersebut habis dilanda Tsunami th 2004 yang lalu, dan sebagian dari makam tersebut masih
ada.

51. Makam Syiah Kuala

Uraian Singkat :
Sekarang letak makam Syiah Kuala ini sekitar 50 meter dari pinggir laut, sebelum Tsunami jaraknya sekitar 100
Meter. Lokasi tempat ini tidak jauh dari muara Sungai Aceh (Kreung Aceh). Jarak dari pusat kota sekitar 3
km.Karena letaknya tidak jauh dari muara sungai yang dalam bahasa Aceh disebut Kuala, maka nama makam
tersebut disebut Syiah Kuala. Tengku Syiah Kuala yang bernama " Abdul Rauf bin Ali Al-Jawi As-Singkili"
merupakan salah seorang ulama besar yang sangat terkenal dan telah menulis banyak buku tentang agama Islam.
Beliau juga diangkat menjadi Kadhi Malikul Adil pada masa pemerintahan Ratu Safiatuddin pada abad ke-17
Masehi. Beliau membangun sebuah perguruan agama Islam yang telah menghasilkan banyak ulama. Kuburan
beliau masih banyak dikunjungi oleh penziarah terutama murid-murid dari bekas murid beliau yang ada di
Sumatera Barat dan Malaysia. Kawasan pekuburan ini juga terkena dampak dari Tsunami yang lalu. Saat ini
(tahun 2008), situs ini sedang dipugar oleh pemerintah kota Banda Aceh.

52. Makam Sultan Iskandar Muda

Uraian Singkat :
Dialah raja yang adil, dijuluki bijaksana dalam memimpin. Salah satu yang membuktikan hal itu, dia rela
sekaligus tega merajam anak kandungnya sendiri, Meurah Pupok, karena berzina. Di tangannya Aceh
mengalami masa kejayaan. Sultan Iskandar Muda, demikian orang menyebutnya, sedang nama kecilnya adalah
Perkasa Alam. Dia lahir di Aceh, 1593 dan mangkat pada 27 Desember 1636. Dia dimakamkan di Komplek
Gedung Meuseum Aceh atau disebut juga Kandang Meuh. Patut sekali berziarah ke sana, karena dialah raja
yang membawa Aceh kepada masa gemilang.

Anda mungkin juga menyukai