PPIC
PPIC
Persediaan (Inventory)
Secara umum, persediaan adalah bahan mentah, barang dalam proses (work in process),
barang jadi, bahan pembantu, bahan pelengkap, komponen yang disimpan dalam antisipasinya
terhadap pemenuhan permintaan (Riggs, 1976). Secara fisik, item persediaan dapat
dikelompokkan dalam lima kategori yaitu sebagai berikut :
1. Bahan Mentah (Raw Material), yaitu barang-barang berwujud seperti baja, kayu, tanah liat,
atau bahan-bahan mentah lainnya yang diperoleh dari sumber-sumber alam, atau dibeli dari
pemasok (supplier), atau diolah sendiri oleh perusahaan untuk digunakan perusahaan dalam
proses produksinya sendiri.
2. Komponen, yaitu barang-barang yang terdiri atas bagian-bagian (parts) yang diperoleh dari
perusahaan lain atau hasil produksi sendiri untuk digunakan dalam pembuatan barang jadi
atau barang setengah jadi.
3. Barang setengah jadi (work in process) yaitu barang-barang keluaran dari tiap operasi
produksi atau perakitan yang telah memiliki bentuk lebih kompleks daripada komponen,
namun masih perlu proses lebih lanjut untuk menjadi barang jadi.
4. Barang jadi (finished good) adalah barang-barang yang telah selesai diproses dan siap untuk
didistribusikan ke konsumen.
5. Bahan pembantu (supplies material) adalah barang-barang yang diperlukan dalam proses
pembuatan atau perakitan barang, namun bukan merupakan komponen barang jadi. Termasuk
bahan penolong adalah bahan bakar, pelumas, listrik, dan lain-lain.
Sistem Persediaan
Sistem persediaan adalah suatu mekanisme mengenai bagaimana mengelola masukan-
masukan yang sehubungan dengan persediaan menjadi output, dimana untuk ini diperlukan
umpan balik agar output memenuhi standar
tertentu. Mekanisme sistem ini adalah pembuatan serangkaian kebijakan yang memonitor tingkat
persediaan, menentukan persediaan yang harus dijaga, kapan persediaan harus diisi, dan berapa
besar pesanan harus dilakukan.
Sistem ini bertujuan menetapkan dan menjamin tersedianya produk jadi, barang dalam
proses, komponen, dan bahan baku secara optimal, dalam kuantitas yang optimal, dan pada
waktu yang optimal. Kriteria optimal adalah minimasi biaya total yang terkait dengan
persediaan, yaitu biaya penyimpanan, biaya pemesanan, dan biaya kekurangan persediaan.
Secara luas, tujuan dari sistem persediaan adalah menemukan solusi optimal terhadap
seluruh masalah yang terkait dengan persediaan. Dikaitkan dengan tujuan umum perusahaan,
maka ukuran optimalitas pengendalian persediaan seringkali diukur dengan keuntungan
maksimum yang dicapai. Karena perusahaan memiliki banyak subsistem lain selain persediaan,
maka mengukur kontribusi pengendalian persediaan dalam mencapai total keuntungan bukanlah
hal yang mudah. Optimalisasi pengendalian persediaan. biasanya diukur dengan total biaya
minimal pada suatu periode tertentu.
e. Biaya kekurangan persediaan. Bila persediaan kehabisan barang saat ada permintaan, maka
akan terjadi stock out.Stock out menimbulkan kerugian berupa biaya akibat kehilangan
kesempatan mendapatkan keuntungan atau kehilangan pelanggan yang kecewa (yang pindah
ke produk saingan). Biaya ini sulit diukur karena berhubungan dengan good will
perusahaan. Sebagai pedoman, biaya stock out dapat dihitung dari hal-hal berikut :
1) Kuantitas yang tak dapat dipenuhi, biasanya diukur dari keuntungan yang hilang karena
tidak dapat memenuhi permintaan. Biaya ini diistilahkan sebagai biaya penalti atau
hukuman kerugian bagi perusahaan
2) Waktu pemenuhan. Lamanya gudang kosong berarti lamanya proses produksi terhenti
atau lamanya perusahaan tidak mendapatkan keuntungan, sehingga waktu menganggur
tersebut dapat diartikan sebagai uang yang hilang.
3) Biaya pengadaan darurat. Agar konsumen tidak kecewa, maka dapat dilakukan
pengadaan darurat yang biasanya menimbulkan biaya lebih besar daripada biaya
pengadaan normal seperti melakukan subkontrak untuk memenuhi permintaan konsumen
tersebut.
Pengendalian Persediaan
Industri terdiri atas berbagai macam tipe dan jenis. Untuk merencanakan dan
mengendalikan industri yang berbeda tentu saja diperlukan teknik perencanaan dan pengendalian
produksi yang berbeda. Salah satunya adalah pengendalian persediaan, pengendalian persediaan
merupakan fungsi manajerial yang sangat penting, karena persediaan fisik banyak perusahaan
melibatkan investasi rupiah terbesar dalam pos aktiva lancar. Bila perusahaan menanamkan
terlalu banyak dananya dalam persediaan, menyebabkan biaya penyimpanan yang berlebihan,
dan mungkin mempunyai opportunity cost (dana dapat ditanamkan dalam investasi yang lebih
menguntungkan). Demikian pula, bila perusahaan tidak mempunyai persediaan yang mencukupi,
dapat mengakibatkan biaya-biaya dari terjadinya kekurangan bahan.
Dalam buku yang berjudul Manajemen Produksi dan Operasi Joko (2001;346) faktor-
faktor dalam pengendalian persediaan yaitu :
1. Persediaan Pengamanan (Safety Stock)
Persediaan pengamanan adalah persediaan minimal yang harus ada atau harus dipertahankan
dalam perusahaan. Hal ini dilakukan untuk menghindari kehabisan persediaan bahan baku
yang disebabkan oleh ketidakpastian tingkat pemakaian dan ketidakpastian waktu
kedatangan persediaan agar kelangsungan faktor produksi dalam perusahaan selalu terjamin.
Faktor-faktor yang mempengaruhi persediaan pengaman :
a. Besar kecilnya resiko kehabisan persediaan.
b. Besar kecilnya biaya penyimpanan di gudang dengan biaya-biaya yang harus
dikeluarkan karena kehabisan persediaan yang merupakan biaya-biaya ekstra yang
dikeluarkan apabila kehabisan, antara lain :
1) Biaya pemesanan pembelian darurat.
2) Biaya ekstra yang diperlukan agar leveransir segera menyerahkan barangnya.
3) Kemungkinan rugi karena adanya kemacetan produksi apabila biaya ekstra yang
harus dikeluarkan karena kehabisan persediaan ternyata lebih besar dari pada biaya
penyimpanan, maka perlu adanya persediaan pengamanan yang besar.
Tolak ukur keberhasilan inventory control ditentukan oleh Turn Over Ratio (TOR), yaitu
perbandingan antara pemakaian dalam setahun dengan inventory rata-rata. Digunakan
untuk mengukur efisiensi inventory. Makin besar TOR, inventory makin bertambah efisien.
Dua pertanyaan yang paling mendasar pada setiap sistem persediaan adalah berapa banyak
dan kapan melakukan pemesanan. Jawabannya tergantung dari parameter yang digunakan
dalam mendefinisikan sistem tersebut. Ketika jumlah unit yang dipesan selalu sama, dan
waktu antara
setiap pesanan diharapkan selalu konstan, dan tingkat persediaan mencapai suatu titik yang
telah ditentukan sebelumnya, maka dilakukan pemesanan untuk jumlah yang selalu tetap
(Fixed Order Size Systems) dapat dilihat pada gambar 2.2.
Parameter yang digunakan dalam sistem adalah reorder point(titik melakukan pemesanan)
dan jumlah pesanan (Q). Oleh karena itu Fixed
Order Size Systems seringkali disebut juga dengan nama Q-system, disaat jumlah pesanan
yang dilakukan untuk pemulihan persediaan besarnya adalah tetap.
Jumlah pesanan yang dapat meminimasi total biaya penyimpanan dikenal dengan
Economic Order Quantity (EOQ). Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh Ford
Harris dari Westinghouse pada tahun 1915. Metode ini merupakan inspirasi bagi pakar
persediaan untuk mengembangkan metode- metode pengendalian persediaan lainnya.
Akibat adanya dua tipe biaya ini, maka biaya total (fix cost dan variable cost) akan
menjadi berbeda bila
jumlah unit yang
diproduki berbeda.
Bila barang yang
diproduksi satu atau
seribu, fix cost ini besarnya tetap. Selanjutnya, bila fix cost ini dibebankan pada
biaya produksi per unit, maka fix cost ini akan dibagi oleh jumlah unit yang
diproduksi. Jadi, semakin banyak jumlah yang diproduksi, akan semakin kecil.
Logikanya, akan terdapat titik temu (optimal) agar total kedua biaya tersebut minimal.
Keterangan gambar :
Q = Jumlah Pemesanan (Lot Size)
R = Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point)
ac = ce = Interval Antara Pesanan
ab = cd = ef = Lead Time
dimana Q pemesanan, tingkat persediaan adalah sama dengan Q unit. Ketika tingkat
persediaan mencapai reorder point (R), pesanan baru dipersiapkan sejumlah Q unit.
Setelah beberapa waktu, maka pesanan diterima semua secara bersamaan dan
dimasukkan ke dalam persediaan. Garis vertikal mengindikasikan jumlah penerimaan
pesanan ke dalam persediaan.
Pesanan akan diterima ketika tingkat persediaan mencapai titik nol, sehingga rata-rata
tingkat persediaan adalah (Q+0)/2 atau Q/2.
Fixed Order Interval Systems, juga disebut sistem persediaan secara periodik, yang lebih
berdasar kepada periode daripada sistem persediaan kontinu yang lebih kepada posisi stok
Sistemnya terdiri dari 2 parameter yang digunakan, yaitu periode tetap pemeriksaan (T)
dan maximum inventory level (E).
Sistematika dan model dari Fixed Order Interval Systems dapat dilihat pada gambar 2.5
dan gambar 2.6.
Masalah dasar pada metode ini adalah bagaimana menentukan interval pesanan (T)
dan maximum inventory level (E) yang diinginkan. Economic order interval dapat
diperoleh untuk meminimumkan total biaya tahunan. Jika biaya kekurangan barang
(stockout cost) tidak diijinkan, maka total biaya tahunannya seperti terlihat pada gambar
2.7.
Cara kerja Min-Max System ini yaitu apabila persediaan telah melewati batas-batas
minimum dan mendekati batas safety stock maka re- order harus dilakukan. Jadi batas minimum
stock merupakan batas re-order level. Batas maksimum adalah batas kesediaan perusahaan atau
manajemen untuk menginvestasikan uangnya dalam bentuk persediaan bahan baku. Jadi dalam
hal ini yang terpenting adalah batas minimum dan maximum untuk dapat menentukan order
quantity.
4. Simulasi
Simulasi merupakan salah satu cara untuk memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi
di dunia nyata. Pendekatan yang digunakan untuk memecahkan berbagai masalah yang
mengandung ketidakpastian dan kemungkinan jangka panjang yang tidak dapat diperhitungkan
dengan seksama adalah dengan simulasi. Simulasi dapat diartikan sebagai suatu sistem yang
digunakan untuk memecahkan atau menguraikan persoalan-persoalan dalam kehidupan nyata
yang penuh dengan ketidakpastian dengan tidak atau menggunakan model atau metode tertentu
dan lebih ditekankan pada pemakaian komputer untuk mendapatkan solusinya.
Pada pendekatan simulasi, untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang rumit akan
lebih mudah dilakukan bila dimulai dengan membangun model percobaan dari suatu sistem.
Untuk melakukannya kita perlu memperhatikan tiga unsur penting dalam pemodelan simulasi,