Anda di halaman 1dari 7

Wawancara tentang "Ibadah Haji"

Selamat datang kawan, kali ini saya akan berbagi-bagi post mengenai tugas agama. silahkan..

Pewawancara : Assallamualaikum, permisi bu. Kami dari siswa-siswi SMP Negeri 3 Sidoarjo.
Kami mendapatkan tugas wawancara mengenai rukun Islam yang ke-5. Oleh karena itu, kami
ingin mewawancara Ibu. Dengan Ibu siapa?
Narasumber : Saya Siti Istifa, panggil saya Ibu Siti saja.
Pewawancara : Iya Bu Siti, sebelumnya saya kenalkan siapa kami. Nama Saya Ayu,
disebelah saya Fira dan anak Ibu, Mincha. Apakah kami boleh mewawancarai Ibu?
Narasumber : Boleh boleh saja, silahkan.
Pewawancara : Iya, terimakasih Bu.
Narasumber : Iya, sama sama, silahkan.
Pewawancara : Sebelumnya saya ingin tau biodata Ibu?
Narasumber : Oh iya iya.
Pewawancara : Kapan Ibu dilahirkan? Dan tanggal, bulan apa Ibu dilahirkan?
Narasumber : Saya lahir di Sidoarjo, pada tanggal 13 September 1975.
Pewawancara : Terimakasih Bu. Sekarang kami mau bertanya mengenai rukun Islam ke-5
yang Ibu sudah lakukan.
Narasumber : Iya, silahkan.
Pewawancara : Bagaimana proses keberangkatan Ibu pada saat melakukan ibadah haji?
Narasumber : Dari rumah ke Pendopo Surabaya kemudian mendapat pelepasan dari Pak
Bupati setelah itu menuju ke asrama Haji Sukolio dan mendapat pembekalan dan uang saku 1500
real, paspor, gelang pengenal, dan buku kesehatan.
Pewawancara : Berapa jam perjalanan yang Ibu tempuh ketika menunaikan Ibadah Haji?
Narasumber : Dari Bandara Juanda ke Bandara Sedah selama kurang lebih 8 jam.
Pewawancara : Berapa tahap yang harus Ibu lakukan untuk menunaikan Ibadah Haji?
Narasumber : Ada 6 tahapan haji yaitu yang pertama niat haji, wuquf (di arofah,
Muzdalifah, Mina), melontar jumroh, thowaf (mengelilingi kabah selama 7x), Sai (berjalan
diantara bukit Safa dari Marwah 7x), tahallul (bercukur atau potong rambut).
Pewawancara : Dimanakah kesulitan Ibu ketika mendaftarkan diri?
Narasumber : Tidak ada kesulitan sama sekali soalnya Saya ikut Yayasan Al-Mubarokah.
Jadi segala sesuatu di uruskan sama yayasan tersebut.
Pewawancara : Hal-hal penting apa saja yang harus Ibu persiapkan ketika hendak ke
Mekkah?
Narasumber : Mukenah dan uang.
Pewawancara : Setelah menempuh perjalanan selama 8 jam apa yang Ibu lakukan disana?
Narasumber : Di Mekkah Saya menjalani umroh 7 kali selama 25 hari di Mekkah dan tak
lupa pentingnya sholat jamaah di Masjidil Haram dan sholat sunnah terus di
dalamMasjidil Haram tersebut.
Pewawancara : Apakah ada penggolongan terhadap pelaksanaan Haji Ibu?
Narasumber : Ya karena Saya ikut Yayasan maka Saya dibimbing terus selama di Madinah
dan di Mekkah oleh Yayasan tersebut.
Pewawancara : Doa apa saja yang Ibu inginkan disana?
Narasumber : Banyak diantaranya kesehatan, keluarga, rejeki yang halal, kedua anak
anak jadi anak yang sholeh dan pintar, terutama Icha, Saya minta pada saat dia kelas 6 lulus
dengan nilai yang bagus dan Alhamdulillah terkabul.
Pewawancara : Sebelumnya Ibu hendak berangkat, doa apa saja yang Ibu panjatkan dan
pesan apa untuk keluarga?
Narasumber : Doa kesehatan dan keselamatan saya dan juga keluarga Saya, pesan Saya
terutama pada MINCHATUR supaya belajar rajin dan sholatnya tidak bolong.
Pewawancara : Batu kecil apa saja yang Ibu ambil ketika hendak menuju di Mina?
Narasumber : Batu kerikil biasa sebanyak 7 yang akan Saya lemparkan di Ula Wastho.
Pewawancara : Bagaimana dengan proses pembagian makan terhadap jamaah Haji bu?
Narasumber : Pembagian makan cukup baik, karena mengambil makan tugasnya ketua
regu lalu dibagikan ke setiap jamaah termasuk Saya, jumlah setiap regu ada 10 orang.
Pewawancara : Jika Ibu mengelilingi Kabah apakah wajib melakukan gandengan tangan
atau tidak?
Narasumber : Tidak wajib tapi dilakukan ya tidak apa apa supaya tidak hilang saja dari
kelompok.
Pewawancara : Apa hukumnya memakai celana dalam pada waktu mengelilingi Kabah?
Narasumber : Bagi laki laki memakai celana dalam haram hukumnya karena tidak
dibolehkan memakai pakaian yang dijahit setelah berniat haji, tapi bagi perempuan tidak apa2,
dan bagi laki2 tersebut dikenakan menyembelih seekor kambing.
Pewawancara : Apa hukumnya bagi jamaah wanita yang sewaktu-waktu menstruarsi pada
waktu mengelilingi kabah?
Narasumber : Wanita yang haid melakukan thowaf hukumnya haram tetapi kalau si
wanita ini sudah melakukan wajib haji maka hajinya sah, wajib haji diantaranya ihram dari
miqof (ketentuan batas tempat untuk memulai niat haji dan mabit(bermalam) di muzdhalifah.
Pewawancara : Katanya kalau orang yang menunaikan haji pasti diperlihatkan masa lalunya
yang buruk ya bu ? apakah itu benar?
Narasumber : Pengalaman saya tidak ada yang buruk tapi pernah kejadian pada waktu
thowaf pada waktu itu memang ada kabut tebal dan banyak burung di kabah disebelahnya ada
wanita Indonesia ia tidak bisa melihat kabah yang dikelilingi padahal saya bisa melihat
walaupun ada kabut dan ia minta ditunjukan kabahnya dimana.
Pewawancara : Bu Saya ingin tahu warna jamrah apa yang dilemparkan di kabah?
Narasumber : Warna putih.
Pewawancara : Kegiatan apa saja yang dilakukan disananya?
Narasumber : Kegiatan dimadinah selama 8 malam 9 hari saya selalu sholat jamaah di
Masjid dan bisa masuk melihat makam Rasulullah saw saya juga bisa berziarah selama 7 kali,
makam Nabi dinamakan roudotul jannah (taman surga).
Pewawancara : Rangkaian2 ibadah haji yang tidak boleh dilakukan itu apa saja bu ? dan apa
pelanggarannya?
Narasumber : Rangkaian yang tidak boleh sudah berniat haji adalah memakai wangi-
wangian, memotong/mencabut pohon tanah haram (mekkah), membunuh, mengganggu binatang
tanah haram (Mekkah).
Pewawancara : Anda termasuk jamaah haji apa?
Narasumber : Saya termasuk haji tamattu sebab saya mengerjakan umroh terlebih
dahulu daripada haji dan saya pun dikenai dam (denda menyembelih kambing).
Pulang dari umrah, saya merasakan sebuah kepuasan tersendiri yang menyenangkan. Hati
rasanya tenang, tanpa beban. Rasa capek lantaran bepergian, tidak sebanding dengan kesenangan
yang diperoleh sepulang umrah. Tidak ada kata yang lebih pantas diucapkan kecuali
Alhamdulillah karena sudah selesai menjalani ibadah umrah. Meskipun hanya ibadah sunnah.
Tetapi pada saat itulah saya bertanya-tanya, apakah yang sebetulnya saya dapatkan sepulang
umrah? Ketenangan atau kesenangan? Artinya beda lho.
Kalau diposisikan dalam garis koordinat, bahwa yang namanya kesenangan itu nilai positif, dan
kesedihan itu nilai negatif, maka yang namanya ketenangan itu nilainya nol. Tidak merasa
senang, juga tidak merasa sedih. Ketenangan adalah sebuah perasaan tidak gampang marah,
tidak mudah tersulut emosi, tidak mudah bereaksi terhadap segala kondisi. Tetapi ketenangan
bukan berarti statis membeku tanpa perasaan sama sekali. Karena ketenangan tidak selalu seperti
air danau yang diam, melainkan juga air sungai yang mengalir lambat tanpa gejolak. Seperti laut
tanpa gelombang, namun tetap memiliki alun yang ritmis. Bisa saja hati merasa senang, sedih,
kesal dan sebagainya, namun semuanya masih dalam batas-batas yang biasa saja. Tidak
berlebihan.
Jujur saja, karena saya baru pertama kali umrah, maka tentu saya merasa senang sudah mendapat
kesempatan mengunjungi kota suci Madinah dan Makkah. Saya senang karena sudah bisa
menjalankan tawaf dan sai, sudah tahu Jabbal Rahmah, Jabbal Uhud, masjid Nabawi dan
Raudlah serta makam Rasulullah, masjid Quba dan lain-lain, yang selama ini hanya saya ketahui
melalui bahan bacaan maupun cerita kerabat yang pernah umrah atau haji. Saya menjadi tidak
katrok lagi kalau ada yang bercerita soal pengalaman ibadah haji. Meskipun, ritual dalam ibadah
haji lebih lengkap, toh saya sudah tahu dimana Padang Arafah, Musdalifah dan posisi lempar
jumrah. Bahkan saya merasa sedikit punya kelebihan karena berhasil mencium Hajar Aswad.
Dari cerita kerabat dan tetangga yang pernah ibadah Haji, jarang lho mereka berkesempatan
mencium Hajar Aswad. Alhamdulillah saya, juga isteri, berhasil menciumnya.
Tetapi ketika saya bertanya pada diri sendiri, apakah saya senang ataukah tenang? Jangan-jangan
saya hanya merasa senang sebagaimana kesenangan wisatawan yang baru pulang dari luar
negeri. Jangan-jangan saya hanya euforia karena baru saja mengalami sesuatu yang luar biasa,
sehingga saya menjadi terkaget-kaget. Padahal, filosofi Jawa mengatakan: Ojo gumunan, ojo
kagetan, ojo dumeh. Artinya kira-kira: Jangan mudah heran atau kagum, jangan mudah terkejut
dan jangan mentang-mentang atau sombong. Bukan tidak mungkin, kalau saya mampu mencapai
tahapan Ojo Gumunan, Ojo Kagetan, Ojo Dumeh itulah maka saya betul-betul mendapatkan
ketenangan batin, bukan kesenangan batin.
Filsafat Jawa itu memang luar biasa. Ojo Gumunan adalah bentuk larangan untuk tidak mudah
kagum atau heran dengan apa saja yang pernah dilihat, didengar dan dialami. Jangan mudah
kagum karena pernah umrah, bisa melihat dan menyaksikan serta mengalami sendiri berbagai hal
dan kondisi yang mengagumkan. Ojo gumunan juga bermakna kita harus selalu memperbaiki
diri dan menyesuaikan diri dengan keadaan dan perubahan keadaan sekitar. Kita harus menjadi
subjek dan bukan sekedar objek.
Sedangkan ojo kagetan, makna harfiahnya adalah jangan mudah terkejut. Filosofi ojo kagetan
bermakna kita harus mawas diri terhadap perubahan sekeliling dan lingkungan kita, juga
bermakna persiapan diri sendiri menghadapi perubahan sekeliling tanpa ikut berubah seperti
sekeliling. Ojo Kagetan merupakan panduan agar kita selalu membabar terlebih dahulu terhadap
segala yang terjadi. Analisis terlebih dahulu dari setiap masalah, baru tentukan strategi dan
tindakan yang akan diambil untuk menyelesaikan masalah tersebut. Karena jika kita
menyelesaikan dengan bersikap reaktif, maka kemungkinan besar keputusan maupun tindakan
kita masih mentah dan tidak mampu menyelesaikan inti masalahnya. Tantangan terbesar dari
penerapan pandangan hidup ini ialah emosi dan harga diri kita, yang bisa sak dheg sak
nyet (merespon spontan) ketika terjadi sesuatu hal yang sensitif di sekeliling kita.
Terakhir, Ojo Dumeh artinya janganlah kita sombong dalam menghadapi lingkungan di
sekeliling kita. Dumeh atau mentang-mentang kita kaya, mentang-mentang bisa umrah atau
haji, Dumeh lebih pandai dari rata-rata rakyat Indonesia, kemudian melakukan pembodohan
secara terus menerus dengan informasi-informasi yang membingungkan dan menyesatkan.
Dumeh menjadi rakyat kecil, dengan seenaknya kita hanya bisa mengkritik dan mencaci maki
para pimpinan, meski mereka kadang benar sekalipun. Ojo dumeh adalah ajaran dasar untuk
selalu melakukan introspeksi diri terhadap lingkungan, sesama manusia, dan juga kepada Sang
Pencipta. Dengan tidak dumeh, maka kehidupan sebenarnya akan lebih baik dan lebih
tentram. Ojo dumeh merupakan larangan agar kita jangan bersikap sombong, pamer mengenai
segala sesuatu yang kita miliki. Seharusnya kita bersikap andap asor mring sapodho,atau
bersikap rendah hati terhadap sesama. Segala yang kita miliki baik itu harta, jabatan,
pengetahuan, maupun istri, anak, sanak saudara, ini hanyalah sementara, dan titipan dari Yang
Maha Kuasa. Kita diamanahkan untuk mengamalkannya agar menjadi milik kita yang hakiki
kelak di alam sesudah kita meninggalkan dunia fana ini.
Saya teringat pengalaman latihan meditasi di Vihara Seririt di Bali dua tahun lalu. Selama 10
hari nyepi dan tapa bisu itu saya diajari bagaimana menjadikan emosi netral, tidak sedih, tidak
gembira berlebihan, tidak marah, tidak gampang emosi dan sebagainya. Memang sulit, dan terus
terang saya memang belum berhasil (untuk tidak dibilang gagal sama sekali), namun setidaknya
saya sudah berusaha berlatih untuk mencapainya. Terkait dengan hal ini, saya ingat apa yang
dikatakan seorang Bikhu terkenal, Ajahn Brahms, sosok yang selalu nampak ceria dalam
menghadapi dan menjalani hidup. Dalam wawancara dengan wartawan Kompas Maria
Hartiningsih pernah bertanya, Anda tidak bisa marah? Jawabnya adalah, silakan mencoba
membuat saya marah.
Bisa menahan emosi untuk tidak marah itulah yang saya kira disebut dengan ketenangan
tersebut. Sementara saya masih suka terpancing emosi ketika berkendara di jalanan, ada yang
menyalip seenaknya, ada yang ugal-ugalan, dan memposisikan saya untuk menjadi marah.
Dalam keseharianpun saya masih saja tergoda untuk marah kalau ada hal-hal yang
menjengkelkan atau ada orang lain yang berlaku seenaknya. Marah terhadap anak-anak, marah
terhadap isteri, padahal itu semua sebenarnya pelampiasan dari kesumpekan saya sendiri. Jujur
saja, sepulang umrah rasanya saya belum berhasil mencapai ketenangan, melainkan kesenangan
belaka. Bahkan selama menjalani umrah itu saja saya ternyata sama sekali belum bisa
membebaskan diri sendiri dari perasaan marah, mangkel, jengkel atau hal-hal semacam itu. Saya
masih jengkel kalau ada anggota rombongan yang berperilaku kurang tepat, suka telat atau
bersikap semena-mena. Samapai-sampai saya beberapa kali diingatkan oleh isteri saya agar
sabar.
Tetapi, sekali lagi, meski saya belum bisa sepenuhnya mendapatkan ketenangan sepulang umrah,
saya masih berusaha untuk mendapatkan ketenangan itu dengan berbagai cara, dengan segala
upaya, yang penting berusaha. Saya pernah membaca artikel, bahwa untuk mendapatkan
ketenangan hati, sering-seringlah membaca istighfar, berzikir, membaca Al Quran, berdoa
kepada-Nya dengan menyebut nama-nama-Nya yang maha Indah, dan mengamalkan ketaatan
kepada-Nya. Dengan kata lain, kalau toh saya memang belum berhasil mendapatkan ketenangan
sepulang umrah, maka setidaknya saya sudah mencoba membuat semacam habitat tempat
tumbuh suburnya pohon ketenangan ini. Sebagaimana disebutkan dalam Al Quran: Orang-
orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah.
Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram (QS ar-Radu:28).
Karena itu saya selalu mencoba untuk ingat terus menerus apa yang saya lakukan selama umrah
sebagai sebuah warning agar saya selalu terus setia berada di jalan-NYA. Biarkan saja saya
merasa senang, selama tidak saya lampiaskan secara berlebihan. Bukankah wajar saja toh saya
senang karena berhasil umrah? Bukankah tidak setiap orang punya kesempatan bisa umrah,
meskipun mereka kaya dan punya uang berlebih serta waktu yang cukup. Antara berangkat
umrah, juga haji, dengan ketersediaan biaya itu seolah-olah dua hal yang tidak berhubungan.
Memang seperti itulah kenyataannya.
Kesenangan-kesenangan itulah yang saya bagikan kepada tetangga yang berkunjung ke rumah,
mengucapkan selamat, meski mereka semua menyayangkan kenapa kami tidak pamitan ketika
hendak pergi. Memang tidak satupun tetangga, termasuk guru-guru mengaji di TPQ yang
menempati mushola waqof keluarga saya, yang kami pamiti ketika hendak berangkat umrah.
Hanya handaitolan dan famili serta orang-orang terdekat yang tidak berdomisili dekat rumah
yang kami beri tahu soal rencana umrah ini. Bukannya kuatir menyediakan oleh-oleh, tetapi
kami merasa bahwa ibadah umrah ini adalah sebuah mukjizat. Kami sama sekali tidak pernah
membayangkan akan bisa pergi umrah secepat ini. Hanya satu bulan mengambil keputusan,
langsung berangkat. Lagi pula, jujur saja, kami memang tidak memiliki dana berlebih untuk
membeli apa-apa yang memadai. Sudah bisa berangkat saja Alhamdulillah.
Kami merasa senang karena bisa memberi oleh-oleh berupa foto-foto yang kami tunjukkan
dari layar laptop. Bisa kami putarkan juga rekaman video saat tawaf, yang saya ambil dengan
kamera saku dari lantai paling atas Masjidil Haram. Mereka yang sudah pernah umrah atau haji
akan memberikan komentar tambahan mengenai apa yang dilihatnya. Sementara yang belum
pernah haji atau umrah, merasa senang dapat melihat dokumentasi kami. Itulah oleh-oleh yang
murah meriah, sekaligus bermanfaat. Dan sebagaimana biasanya, mereka meminta oleh-oleh
khusus, berupa doa dari saya, karena ada anggapan bahwa orang yang pulang dari umrah atau
haji itu doanya mudah dikabulkan. Selama 40 hari setelah pulang dari tanah suci, malaikat masih
melekat di tubuhnya.
Saya tidak tahu, doa apa yang seharusnya saya bacakan. Saya tidak sempat bertanya kepada yang
sudah pernah Haji tentang doa itu. Tetapi saya anggap saja doa itu paling-paling berkisar
mengenai keselamatan, kesehatan, kesejahteraan, ilmu yang bermanfaat, dijauhkan dari segala
penyakit, diampuni dosa-dosanya, selamat dunia akhirat, dan sekitar itulah. Maka saya baca saja
doa hendak minum air zamzam, sekalian memberikan mereka satu sloki zamzam
tersebut: Allahhuma inni as-aluka, ilman nafian, wa rizqan waasyian waa syifaan min kulli
daain wa syaqamin birahmatika yaa arhamahrraahimin. (Ya Allah, aku mohon pada-MU
ilmu pengetahuan yang bermanfaat, rizki yang luas dan sembuh dari segala sakit dan penyakit
dengan rahmat-MU ya Allah wahai Tuhan Yang Maha Pengasih).
Kesenangan dan euforia memang masih menyelimuti hari-hari kami sepulang umrah. Tamu
berdatangan silih berganti. Kebanyakan adalah teman-teman isteri saya, teman PKK, teman
pengajian dan tetangga-tetangga. Sementara teman saya sendiri hanya satu dua saja. Dan terus
terang saya merasa iri dengan isteri saya karena dia dalam sebulan setelah pulang umrah,
selalu bermimpi masih berada di Makkah atau Madinah. Suatu pagi dia bercerita bahwa semalam
dia bermimpi sholat di masjid Nabawi, keesokan harinya dia bercerita sedang thawaf. Besoknya
lagi menceritakan mimpinya sewaktu Sai. Saya heran, kenapa yaa kok hampir setiap hari saya
bermimpi seolah-olah saya masih menjalankan umrah, kata isteri saya.
Konon, dalam tempo 40 hari sepulang umrah, malaikat masih melekat pada diri jamaah. Itu
sebabnya banyak orang yang menganggap bahwa mereka yang pulang umrah, apalagi haji,
memiliki kemampuan doa yang makbul. Sampai-sampai tetangga saya yang sudah pernah
menjalankan ibadah haji berkali-kali pun masih menganggap perlu minta doa dari saya ketika dia
nyambangi ke rumah. Ya sudah, saya doa sebisanya saja, lha wong bisanya cuma itu. Mending
berdoa pakai bahasa Indonesia saja ketimbang bahasa Arab yang justru tidak dimengerti artinya.
Saya tidak tahu, apakah isteri saya yang tiap hari mimpi umrah itu karena ID Card-nya
ketinggalan dan hilang sewaktu sholat di masjidil haram? Memang ada cerita, orang-orang
sengaja meninggalkan identitas di Makkah dengan anggapan bahwa supaya ada sebagian dari
dirinya yang masih berada di Makkah, sehingga mereka berharap dapat kembali lagi. Ada yang
sengaja meninggalkan foto atau barang pribadi lainnya. Seorang teman dalam rombongan umrah
bercerita bahwa sewaktu menjalankan ibadah haji sebelumnya sengaja meninggalkan pakaian
ihramnya di masjidil Haram. Dan dia beranggapan, bahwa kepergiannya umrah kali ini
merupakan penanda harapannya terkabul. Wallahualam.
Sedangkan saya, nyaris tidak merasakan adanya sesuatu yang tertinggal di sana. Meskipun, saya
merasakan ingin kembali lagi, umrah lagi, syukur-syukur bisa pergi haji, sebagaimana doa yang
saya panjatkan di depan multazam. Pertanyaannya sekarang, benarkah kali ini saya memang
betul-betul sudah umrah dalam arti sebenar-benarnya umrah???
Bersambung (lagi)
Tentang iklan-iklan ini
B. WAWANCARA UMROH

BIODATA
NAMA : ROHANI DG NGANI
ALAMAT : TAMA`LA`LANG

KETERANGAN
Umroh yang telah dilakukan oleh ROHANI DG NGANI yang telah dilakukan pada saat ada
acara di lapangan Karebosi yang pada saat itu ada undiang, dan pada saat itu undiangnya yang
naik dan dia mendapatkan hadiah pergi berumroh. Umrah tidak di wajibkan tapi sunnah.
PROGRAM PERJALANAN UMROH
TAHUN LALU
HARI 01 : MAKASSAR-JEDDAH-MADINAH
Berkumpul di Bandara hasanuddin, 2 jam sebelum keberangkatan menuju Jeddah dengan
peswat GARUDA. Tiba di Jeddah di jemput dan langsung melanjutkan perjalanan menuju
Madinah dengan bus. Chek-in dan istirahat di hotel.
HARI 02 : MADINAH
Ziarah ke makam rasulullah beserta kedua sahabatnyaAbu Bakar Ash-shiddiq Dan Umar Bin
khattab, makan baqi. Berkunjung ke tempat-tempat bersejarah; masjid Quba, Masjid Qiblatin,
jabal Uhud, dan pasar Khurma. Shalat berjamaah di masjid nabawi.
HARI 03 : MADINAH
Mengunjungi bukit Magnit di Al-Baidhaa dan percetakan Al-QURAN ( bila
memungkinkan). Acara bebas, memperbanyak ibadah di masjid Nabawi.
HARI 04 : MADINAH MAKKAH
Setelah makan siang, bersiap-siap untuk berihram ( mandi dan bersuci ). Berangkat
menuju Makkah Via Bir` Aly ( miqot) untuk memulai ihram. Tiba di Makkah check-in hotel dan
selanjutnya k:e masjidil Haram untuk tawaf, sa`I dan tahallul.
HARI KE 05:MAKKAH
Acara bebas, memperbanyak ibadah di Masjidil Haram.
Hari ke 06 : MAKKAH
Ziarah ketempat-tempat bersejarah di sekitar kot makkah; Jabal Tsur, Jabal rahmah /
Arafah, Muzdalifah. Mina, Jabal Nur dan Ja`ronah. Bagi yang ingin melaksanakan ibadah
Umroh kedua, bisa bermiqot di masjidil ja`ronah. Kembali melewati pekuburan Al Ma`laa dan
Masjidi Jin.
HARI KE 7 : MAKKAH

Acara bebas, memperbanyak ibadah fi masjidil Haram.

Anda mungkin juga menyukai