TINJAUAN PUSTAKA
5.1. Definisi
Herpes zoster adalah infeksi viral kutaneus pada umumnya melibatkan kulit dengan
dermatom tunggal atau yang berdekatan.2 Herpes zoster merupakan hasil dari reaktivasi virus
varisela zoster yang memasuki saraf kutaneus selama episode awal chicken pox.2 Shingles
adalah nama lain dari herpes zoster 2 Virus ini tidak hilang tuntas dari tubuh setelah infeksi
primernya dalam bentuk varisela melainkan dorman pada sel ganglion dorsalis sistem saraf
sensoris yang kemudian pada saat tertentu mengalami reaktivasi dan bermanifestasi sebagai
herpes zoster.
5.2. Epidemiologi
Virus varicella zoster (VZV) menyebabkan infeksi primer yang dikenal dengan
varicella (cacar air). Virus kemudian bermigrasi dari lesi kulit melalui akson saraf dan,
mungkin juga oleh penyebaran viremik, ke ganglia sensorik tulang belakang dan nervus
kranialis dimana virus akan dorman. Kemudian pada beberapa individu virus diaktifkan
kembali (biasanya di dalam satu ganglion) untuk menyebabkan infeksi sekunder yang dikenal
dengan herpes zoster (HZ; herpes zoster). Individu dengan HZ dapat mentransmisikan VZV
melalui kontak dengan individu seronegatif , yang mungkin mengembangkan varicella, tapi
tidak HZ (Bloch and Johnson, 2012; Viner dkk. 2012). Tingkat transmisi rumah tangga HZ
(menyebabkan varicella) adalah 15%, sehingga secara signifikan lebih sedikit menular
daripada varicella namun tetap relevan dengan kontak berisiko (Schmid dan Juuman, 2010).
Lebih dari 95% individu imunokompeten yang berusia minimal 50 tahun adalah seropositif
untuk VZV dan berisiko terkena HZ. Imunitas yang dimediasi sel VZV menurun seiring usia
seiring dengan meningkatnya kejadian HZ dan komplikasinya yang terjadi pada usia sekitar
50 tahun (Helgason dkk. 2000). Risiko seumur hidup untuk mengembangkan HZ adalah
antara 25% dan 30%, meningkat menjadi 50% pada mereka yang berusia minimal 80 tahun.
Perkiraan rata-rata kejadian HZ keseluruhan adalah sekitar 3,4-4,82 per 1000 orang tahun
yang meningkat menjadi lebih dari 11 per 1000 orang tahun pada mereka yang berusia
minimal 80 tahun (Studahl et al. 2013; Yawn dan Gilden, 2013).
5.3. Patogenesis
Transmisi virus Varicella-Zoster virus (VZV) paling mudah melalui traktus
respiratorius, dimana replikasi virus terjadi umumnya pada nasopharynx. Hal ini akan
memicu proses migrasi sistem retikuloendotelial menuju tempat tersebut hingga
akhirnya terjadi suatu keadaan yang disebut viremia. Pada mulanya, viremia ini akan
bermanifestasi sebagai chicken pox (cacar air), dimana terdapat lesi kulit yang difus
dan dapat diverifikasi dengan kultur darah maupun polymerase chain reaction
(PCR)(Whitley, 2005).
Selama perjalanan dari varicella, VZV lewat melalui lesi di kulit dan
permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik dan diangkut secara sentripetal
sampai serabut saraf sensorik ke ganglia sensoris. Di ganglia, virus membentuk
infeksi laten yang bertahan untuk hidup. Herpes zoster terjadi paling sering pada
dermatom dimana ruam varicella terbanyak yang diinervasi oleh saraf oftalmikus
dari ganglia sensoris trigeminal dari T1 ke L2(3)
Nyeri adalah gejala utama dari herpes zoster. Didahului dengan gejala ini
dan umumnya disertai ruam, dan gejala ini sering berlanjut walau ruam sudah
sembuh, dengan komplikasi yang dikenal sebagai postherpetic neuralgia (PHN).
Sejumlah mekanisme yang berbeda tetapi tumpang tindih tampaknya terlibat
dalam patogenesis nyeri pada herpes zoster dan PHN.(3) Cedera pada saraf perifer
dapat memicu sinyal rasa nyeri pada saraf di ganglion aferen. Peradangan di
kulit memicu sinyal nosiseptif yang lebih terasa nyeri di kulit. Kerusakan neuron
di sumsum tulang belakang, ganglion dan saraf perifer, adalah penting dalam
patogenesis PHN. Kerusakan saraf aferen primer dapat menjadi aktif secara
spontan dan peka terhadap rangsangan perifer dan simpatis.
Pasien dengan herpes zoster kurang menular dibandingkan pasien dengan
varisela. Virus dapat diisolasi dari vesikel dan pustula pada herpes zoster tanpa
komplikasi sampai 7 hari setelah munculnya ruam, dan untuk waktu yang lebih lama
pada individu immunocompromised.2 Pasien dengan zoster tanpa komplikasi
dermatomal muncul untuk menyebarkan infeksi melalui kontak langsung dengan lesi
mereka.2 Pasien dengan herpes zoster dapat disebarluaskan, di samping itu,
menularkan infeksi pada aerosol, sehingga tindakan pencegahan udara, serta
pencegahan kontak diperlukan untuk pasien tersebut (Cohen, 2013)