Anda di halaman 1dari 36

Lab/Smf Ilmu Kesehatan Anak Tutorial

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

BRONCHOPNEUMONIA DAN HIPOTIROID


KONGENITAL

Disusun oleh:
Wilanda Ayu

Pembimbing:
dr. Sukartini, Sp. A

LAB/SMF ILMU KESEHATAN ANAK


PROGRAM PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN
RSUD A.W. SJAHRANIE
SAMARINDA 2016
Tutorial Klinik

IDIOPHATIC THROMBOCYTOPENIC PURPURA


(ITP)

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian stase Anak


Lusi Rustina

Menyetujui,

dr. Diane M. Supit, Sp. A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
Januari 2016

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat, hidayat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
yang berjudul “Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) ”

Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan referat ini tidak lepas dari
bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :
1. dr. Diane M. Supit, Sp. A sebagai dosen pembimbing klinik selama stase
anak.
2. Dosen-dosen klinik dan preklinik FK UNMUL khususnya staf pengajar
Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak, terima kasih atas ilmu yang telah diajarkan
kepada kami.
3. Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD AWS/FK
UNMUL dan semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun
tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
4. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.
Akhir kata, ”Tiada gading yang tak retak”. Oleh karena itu, penulis
membuka diri untuk berbagai saran dan kritik yang membangun guna Akhir kata
penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca
untuk perbaikan kepenulisan di masa mendatang. Terakhir, semoga Tutorial Kasus
yang sederhana ini dapat membawa berkah dan memberikan manfaat bagi seluruh
pihak serta turut berperan demi kemajuan ilmu pengetahuan.

Samarinda, Januari 2016

Penulis

3
DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... 4


BAB 1 ................................................................................................................................. 5
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 5
1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 5
1.2 Tujuan Penulisan................................................................................................. 5
BAB II ................................................................................................................................ 6
KASUS ............................................................................................................................... 6
BAB III ............................................................................................................................ 15
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................. 15
2.1 Definisi..................................................................Error! Bookmark not defined.
2.2 Etiologi..................................................................Error! Bookmark not defined.
2.3 Patofisiologi ...................................................................................................... 16
2.4 Manifestasi Klinis ............................................................................................. 19
2.5 Diagnosis .......................................................................................................... 20
2.6 Diagnosis banding............................................................................................. 26
2.7 Penatalaksanaan ................................................................................................ 26
2.8 Komplikasi ........................................................................................................ 30
2.9 Prognosis........................................................................................................... 31
BAB 4 ............................................................................................................................... 31
PEMBAHASAN .............................................................................................................. 32
BAB 5 ............................................................................................................................... 34
PENUTUP ....................................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 36

4
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) merupakan suatu penyakit
yang belum diketahui pasti penyebabnya. Penyakit ITP itu termasuk ke dalam
Trombocytopenia Akuisita . Kelainan ini dahulu dianggap merupakan suatu
golongan panyakit dan disebut dengan berbagai nama misalnya morbus makulosus
werlhofi, syndrome hemogenic, purpura trombocytolitic. 1,2
Dikatakan Idiophatic untuk membedakan kelainan trombosit yang dapat
diketahui penyebabnya dan biasanya disertai dengan kelainan hematologis lain
seperti anemia, kelainan leukosit. Pada ITP biasanya tidak disertai anemia atau
kelainan lainnya kecuali bila banyak darah yang hilang karena perdarahan. 2
Perjalanan penyakit ITP dapat bersifat akut dan kemudian akan hilang
sendiri (self limited) atau menahun dengan atau tanpa remisi dan kambuh. Pada
penelitian diketahui bahwa ITP merupakan suatu kelompok keadaan dengan gejala
yang sama tetapi berbeda patogenesisnya. 2

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan ini adalah agar dokter muda mampu memahami
definisi, epidemiologi, etiologi, faktor risiko, patogenesis, diagnosis dan
penatalaksanaan Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) pada anak.

5
BAB II
KASUS

Identitas pasien :
• Ruang perawatan : Melati
• Nama : An. MG
• Jenis kelamin : Laki-laki
• Umur : 4 bulan
• Alamat : Jln.
• Anak ke : 3 dari 3 bersaudara
Identitas Orang Tua
• Nama Ayah : Tn. B
• Umur : 35 tahun
• Pekerjaan : Swasta
• Pendidikan Terakhir : SMA
• Ayah perkawinan ke :1
• Riwayat kesehatan ayah : sehat

• Nama Ibu : Ny. W


• Umur : 32 tahun
• Pekerjaan : IRT
• Pendidikan Terakhir : D3
• Ibu perkawinan ke :1
• Riwayat kesehatan ibu : sehat

Anamnesis
Anamnesis didapatkan dari alloanamnesis pada ayah dan ibu pasien tanggal
21 Juli 2016.
Keluhan Utama
Lemas dan sesak
Keluhan Tambahan
Pucat
Riwayat Penyakit Sekarang

6
Pasien masuk rumah sakit pada hari selasa 22 Mei 2016 melalui IGD RSUD
Abdul Wahab Sjahrani.
Pasien datang dengan keluhan lemas sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit. Pasien menjadi tidak aktif dan malas menyusu serta tidak ada menangis.
Apabila pasien diberikan dot hanya akan menyusu sebentar. Jika pasien menangis
maka tangisannya pelan. Pasien memiliki keluhan sesak namun sesak sudah
berkurang. Pasien juga mengalami keluhan batuk. Selama 2 hari di rumah pasien
tidak pernah mengalami sesak hingga biru, namun sebelum dibawa ke IGD pasien
mengalami biru setelah menangis, lemas, bibir pucat dan kuku kebiruan. Demam (-
), BAB cair (-)
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien memiliki riwayat MRS di RSUD Abdul Wahab Sjahranie selama 11 hari
dan baru saja keluar rumah sakit 2 hari yang lalu sebelum MRS ke-2. Sebelumnya
pasien mengalami batuk lebih dari 2 minggu namun tanpa disertai demam. Saat itu
ibu pasien membawa ke dokter A lalu diberikan obat namun sampai obat habis tidak
ada perubahan. Setelah itu pasien dibawa ke dokter B dan diberikan obat, saat itu
ibu pasien memberikan obat berupa puyer yang dilarutkan, saat meminumkan obat
pasien langsung ditidurkan, setelah itu pasien tersedak dan mengalami sesak nafas
setelahnya, pasien mengap – megap, tangan terjatuh, lemas, biru, dan tidak
memberikan respon saat digelitik, lalu pasien segera dibawa ke IGD RSUD AWS.
Pasien menjalani perawatan di PICU selama 2 hari dan mengalami perubahan lebih
baik, pasien kemudian dipindah ke Melati. Saat di Melati pasien kembali
mengalami sesak dan biru lalu dilakukan pemasangan O2 dengan nasal kanul, saat
mengalami perbaikan atas saran dr.S dicoba untuk lepas O2 nasal kanul, keesokan
harinya oleh dr.D disetujui untuk pulang karena dinilai sudah membaik dengan
nasihat agar hati – hati saat menyusui.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa
 Ayah : sehat, merokok (-), riwayat flek paru 3 tahun yang lalu, tidak pernah
menjalani pengobatan selama berbulan- bulan.
 Ibu : sehat, tidak pernah menderita tuberkulosis paru, tekanan darah
tinggi, kencing manis, penyakit jantung.

7
Riwayat Kehamilan
• Pemeliharaan Prenatal
• Periksa di : Dokter kandungan
• Penyakit kehamilan : Ibu pasien mengalami perdarahan
mulai usia kandungan 3 bulan. Darah yang keluar merah segar dan
terkadang disertai gumpalan darah, sampai menetes, namun ibu pasien tidak
pernah mengalami perdarahan sampai lemas maupun pucat. Saat itu ibu
pasien memeriksakan ke dokter A, saat di dokter A dikatakan plasenta
pasien letaknya di bawah di dekat jalan lahir namun bayi dalam keadaan
baik – baik saja hanya observasi saja karena letak plasenta bisa berubah,
kemudian bulan berikutnya ibu pasien memeriksakan diri ke dokter B,
dikatakan plasenta letaknya baik – baik saja hanya saja rahim dari ibu pasien
terlalu kecil sehingga pergerakan janin maupun ibu dapat memicu
perdarahan. Saat itu pasien hanya disarankan untuk beristirahat, namun ibu
pasien tidak dapat berdiam diri sehingga tetap melaksanakan aktivitas
seperti biasa seperti berjualan dan mengantar – jemput anak. Pasien juga
selalu merasakan kontraksi mulai usia kandungan 3 bulan. Selain itu pasien
juga mengalami hipertensi pada saat hamil dan mengkonsumsi obat
antihipertensi. Saat usia kandungan 27 minggu pasien merasakan kontraksi
teratur dan mengalami pembukaan lengkap hingga melahirkan secara
spontan di RSUD Abdul Wahab Sjahranie
• Obat-obatan yang sering diminum : vitamin dan tablet Fe. Obat anti
hipertensi dan obat penguat kandungan dari dokter.
Riwayat Kelahiran :
• Lahir di : Rumah sakit
• di tolong oleh : Bidan
• Berapa bulan dalam kandungan : 27 minggu
• Jenis partus : Spontan
• Riwayat Persalinan : pasien lahir pada usia kehamilan 27
minggu, namun saat itu ibu pasien telah mengalami pembukaan lengkap dan
kontraksi yang teratur sehingga pasien dapat dilahirkan secara spontan. Saat
persalinan tidak ada perdarahan yang berlebihan, namun kelahiran plasenta

8
terjadi cukup lama. Saat lahir pasien tidak langsung menangis sehingga
pasien langsung dipindahkan ke ruang NICU. Pasien berada di ruang NICU
selama 2 bulan 10 hari karena lahir prematur dengan berat badan lahir
rendah yaitu 900 gram. Selama di NICU pasien menggunakan alat bantu
pernapasan dan beberapa kali ketika coba dilepas pasien menjadi biru
sehingga dipasang kembali. Pasien sempat mengalami henti nafas pada usia
3 minggu. Pasien juga sempat menjalani fototerapi selama 1 minggu saat
dirawat di NICU.
Pemeliharaan postnatal
• Periksa di :-
• Keadaan anak :-
• Keluarga berencana :-
Pertumbuhan dan perkembangan anak :
• Berat badan lahir : 900 gram
• Panjang badan lahir :-
• Senyum, tertawa : 3 bulan
• Miring : 3 bulan
Riwayat Makan Minum anak :
• ASI : mulai usia 3 hari sampai 1 bulan,
sempat mendapatkan ASI dari donor ASI.
• Susu sapi/buatan : sejak lahir sampai sekarang
• Jenis susu buatan : susu sapi Pre naan
• Takaran : 4 sendok untuk 120 mL

Riwayat Imunisasi : belum imunisasi

Keadaan Sosial Ekonomi :


• Pasien dirawat oleh kedua orang tua.
• Kamar mandi dan toilet berada di dalam rumah. 1 rumah terdiri dari 1 kepala
keluargaSumber air: PDAM
• Listrik: PLN

9
Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pada tanggal : 24 Mei 2016
Antropometri
 Berat badan : 6.5 kg
• Panjang Badan : 57.5 cm
• Lingkar kepala : 39.5 cm
• Status gizi : gizi baik

Tanda Vital
• Nadi : 96 x/menit (reguler, isi cukup, kuat angkat)
• Frekuensi napas : 36 x/menit
• Suhu : 37,0 ⁰C
Keadaan Umum
• Kesan sakit : tidak sakit
• Kesadaran : compos mentis

Kepala
Rambut : Warna hitam, tipis, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cowong (-/-),
kornea tampak suram (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil isokor
(2mm/2mm)
Telinga : Sekret (-), darah (-)
Hidung : Sekret (-), pernafasan cuping hidung (-)
Mulut : Mukosa bibir normal, tidak kering, sianosis (-),
Tonsil : tidak dapat dievaluasi
Faring : tidak dapat dievaluasi
Gigi : belum tumbuh
Leher
• pembesaran kelenjar : (-)
• kaku kuduk : (-)
Kulit

10
Tidak kering dengan turgor kulit baik, petekie (+) di kedua ekstremitas superior dan
inferior dan pipi kiri , lebam kebiruan di infraorbita sinistra dan digiti V ekstremitas
inferior sinistra.

Dada :
Pulmo
• Inspeksi : bentuk simetris, gerak simetris, retraksi sub
diafragma (+), retraksi sub sternal (+)
• Palpasi : krepitasi (-)
• Perkusi : sonor
• Auskultasi : suara napas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
• Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
• Palpasi : Ictus Cordis teraba pada ICS VI MCL Sinistra
• Perkusi : Batas Kiri = ICS VI MCL Sinistra
Batas Kanan = ICS IV PSL Dextra
• Auskultasi : S1/S2 tunggal, reguler, suara tambahan (-)
Abdomen
• Inspeksi : cembung , simetris
• Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), asites (-)
• Perkusi : Timpani
• Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
Ekstremitas
• Akral Hangat, sianosis (-), edema (- 4 ekstremitas), CRT < 2 detik

Pemeriksaan Penunjang
Hasil 10-7-2016 12-7-2016 13-7-2016 18-7-2016 Rujukan Satuan

HEMATOLOGI

Hemoglobin 10,3 12,3 11,0-14,0 g/dl

11
Leukosit 7,23 4,0-10,5
5,8 /ul
rb

Eritrosit 3,56 4,36 4,5-6,00 Juta/ul

Hematokrit 33,3 38,7 35,0-47,0 Vol%

Trombosit 355 164 150-450 Ribu/ul

LED - - 0-20 mm/jam

MCV,MCH,MCHC

MCV 93,4 88,8 80-97 Fl

MCH 28,9 28,2 27-32 Pg

MCHC 35,0 31,8 32-38 %

Serum Elektrolit

Natrium 137 136 133 Detik

Kalium 6,0 6,0 4,9 28-34 Detik

Cloride 104 102 102

Glukosa Darah Sewaktu 84

Hba1C 3,0

T3 0,51

T4 7,27

TSH 6,78

Albumin 4,1

CRP (-) <6

Follow Up

Tanggal Subjektif & Objektif Assesment & Planning


Hari ke- 1 S: pusing kepala A: ITP+ headache
11-1-2016 BB 25 kg P:
Melati

12
O: TD: 110/70 T: 36,6 0C Nadi 88x/i Inf D5 ½ NS 500 cc/24
RR 24 x/i, jam
Ane (-/-), ikt (-/-), cowong(-/-) Prednisone 3-3-3 tab
perdarahan gusi (-), mimisan (-), Asam mefenamat 3 x 250
nyeri telan (-), lebam (+) di tangan mg
kiri dan kanan, vesikuler (+) Rh (-/-
), Wh (-/-), abd soefl BU(+)N, NT(-
), organomegali (-) ascites (-),
bintik-bintik merah (+) Edema
ekstrimitas (-)
Hari ke-2 S: pusing A: ITP+ headache
12-1-2016 BB 25 kg P: Inf D5 ½ NS 500
0
Melati O: TD: 110/70 T: 37,3 C Nadi 75x/i 18 cc/24 jam
x/i, Prednisone 3-3-3 tab
Ane (-/-), ikt (-/-), cowong(-/-) Asam mefenamat 3 x 250
perdarahan gusi (-), mimisan (-), mg
nyeri telan (-), lebam (+) di tangan Transfusi Tc 5 unit 2 kali
kiri dan kanan, vesikuler (+) Rh (-/- injeksi metilprednisolon
), Wh (-/-), abd soefl BU(+)N, NT(- 4 mg/kgbb selama 4 hari
), organomegali (-) ascites (-), 2x 50 mg/hari
bintik-bintik merah (+) Edema
ekstrimitas (-)
Hari ke-3 S: pusing (-) A: ITP+ headache
13-01-2016 BB 25 kg P:
0
Melati O: TD: 100/60 T: 36,9 C Nadi 70x/i RR Transfusi Tc 5 unit 2 kali
20 x/i, Paracetamol 3x 250 mg
Ane (-/-), ikt (-/-), cowong(-/-) injeksi metilprednisolon
perdarahan gusi (-), mimisan (-), 4 mg/kgbb selama 4 hari
nyeri telan (-), lebam (+) di tangan 2x 50 mg/hari
kiri dan kanan, vesikuler (+) Rh (-/-
), Wh (-/-), abd soefl BU(+)N, NT(-
), organomegali (-) ascites (-),
bintik-bintik merah (+) Edema
ekstrimitas (-)

13
Hari ke-4 S : pusing (-) A: ITP+ headache
14-1-2016 BB 25 kg P:
Melati O: TD: 110/70 T: 37,1 0C Nadi 83x/i injeksi metilprednisolon
RR 18 x/i, 4 mg/kgbb selama 4 hari
Ane (-/-), ikt (-/-), cowong(-/-) 2x 50 mg/hari
perdarahan gusi (-), mimisan (-), Paracetamol 3x 250 mg
nyeri telan (-), lebam (+) di tangan
kiri dan kanan, vesikuler (+) Rh (-
/-), Wh (-/-), abd soefl BU(+)N,
NT(-), organomegali (-) ascites (-),
bintik-bintik merah (+) Edema
ekstrimitas (-)

Hari ke-5 S : pusing (-) A: ITP+ headache


15-1-2016 BB 25 kg P:
0
Melati O: TD: 110/70 T: 36,6 C Nadi 93x/i injeksi metilprednisolon
RR 21 x/i, 4 mg/kgbb selama 4 hari
Ane (-/-), ikt (-/-), cowong(-/-) 2x 50 mg/hari
perdarahan gusi (-), mimisan (-), Paracetamol 3x 250 mg
nyeri telan (-), lebam (+) di tangan
kiri dan kanan, vesikuler (+) Rh (-
/-), Wh (-/-), abd soefl BU(+)N,
NT(-), organomegali (-) ascites (-),
bintik-bintik merah (+) Edema
ekstrimitas (-)

14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pneumonia

2.2 Klasifikasi
 Berdasarkan klinis dan epidemiologis :
o Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
o Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial
pneumonia)
o Pneumonia aspirasi
o Pneumonia pada penderita Immunocompromised
 Berdasarkan bakteri penyebab
o Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia.
Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang
peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik,
Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
o Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan
Chlamydia
o Pneumonia virus
o Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama pada penderita dengan daya tahan lemah
(immunocompromised)
 Berdasarkan predileksi infeksi
o Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada
bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau
segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus
misalnya : pada aspirasi benda asing atau proses keganasan
o Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada
lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus.
Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan
obstruksi bronkus
o Pneumonia interstisial5

15
2.3 Etiologi
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan
sebagian kecil disebabkan oleh hal lain misalnya bahan kimia (hidrokarbon, lipod
substance)/benda asing yang teraspirasi. Pola kuman penyebab pneumonia
biasanya berbeda sesuai dengan distribusi umur pasien. Sebagian besar kasus
pneumonia disebabkan oleh virus, sebagai penyebab tersering adalah repiratory
syncytial virus (RSV), parainfluenza virus, influenza virus dan adenovirus. Secara
umum bakteri yang berperan penting dalam pneumonia adalah
streptococcupneumoniae, Haemophillus influenza, staphylococcus aureus,
streptococcus group B, serta kuman atipik klamidia dan mikoplasma. Pada masa
neonatis streptococcus group B dan Listeriae monocytogenes merupakan penyebab
pneumonia paling banyak. Virus adalah penyebab terbanyak pneumonia pada usia
prasekolah dan berkurang dengan bertambahnya usia.2

Umur Penyebab tersering Penyebab terjarang


Lahir-20 hari Bacteria Escherichia coli Bacteria Anaerobic organisms

Group B streptococci Group D streptococci


Listeria monocytogenes Haemophilus influenza
Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Viruses Cytomegalovirus

Herpes simplex virus


3 mgg - 3 bln Bacteria Bacteria
Chlamydia trachomatis Bordetella pertussis
S. pneumonia H. influenzae type B and
nontypeable
Viruses Adenovirus Moraxella catarrhalis
Influenza virus Staphylococcus aureus
Parainfluenza virus 1,2,and U. urealyticum
3

16
Umur Penyebab tersering Penyebab terjarang
Respiratory syncytial virus Virus Cytomegalovirus

4 Bln – 5 Thn Chlamydia pneumonia Bacteria H. influenzae type B


Mycoplasma pneumoniae M. catarrhalis
S. pneumonia Mycobacterium tuberculosis
Viruses Adenovirus Neisseria meningitis

Influenza virus S. aureus


Parainfluenza virus Virus Varicella-zoster virus

Rhinovirus
Respiratory syncytial virus

2.4 Patofisiologi
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru.
Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang
biak dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada
kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran
napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan : 1. Inokulasi
langsung 2. Penyebaran melalui pembuluh darah 3. Inhalasi bahan aerosol 4.
Kolonisasi dipermukaan mukosa Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak
adalah secara Kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus,
mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan
ukuran 0,5 -2,0 m melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan
selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas
(hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi
inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar
infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal
waktu tidur (50 %) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan

17
pemakai obat (drug abuse). Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang
tinggi 10 8-10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat
memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia (PDPI).
Virus akan menginvasi saluran nafas kecil dan alveoli, umumnya bersifat
patchy dan mengenai banyak lobus. Pada infeksi virus ditandai lesi awal berupa
kerusakan silia epitel dengan akumulasi debris ke dalam lumen. Respon inflamasi
awal berupa kerusakan silia epitel dengan akumulasi debris ke dalam lumen.
Repson inflamasi awl adalah infiltrasi sel – sel mononuclear ke dalam submucosa
dan perivascular. Bila proses ini meluas, sejumlah debris danmukus serta sel – sel
inflamasi yang meningkat dalam saluran nafas kecil maka akan menyebabkan
obstruksi baik parsial maupun total. Respon inflamasi ini akan diperberat dengan
adanya edema submukoa yang mungkin bisa meluas ke dindingalveoli. Respon
inflamasi di dalam alveoli ini juga seperti yang terjadi pada ruang interstisial yang
terdiri dari sel – sel mononuclear. Proses infeksi yang berat akan mengakibatkan
terjadinya pengelupasan epite dan akan terbentuk eksudat hemoragik. Infiltrasi ke
interstisial sangat jarang menimbulkan fibrosis. Pneumonia viral pada anak
merupakan predisposisi terjadinya pneumonia bacterial oleh karena rusaknya
barrier mukosa (old pediarik).
Pneumonia bakteroal terjadi oleh karena inhalasi atau aspirasi pathogen,
kadang – kadang terjadi melalui penyebaran hematogen. Terjadi tidaknya proses
pneumonia tergantung interaksi antara bakteri dan ketahanan system imunitas
pejamu. Ketika bakteri dapat mencapai alveoli maka beberapa mekanisme
pertahanan tubuh akan dikerahkan. Saat terjadi kontak antara bakteri dengan
dinding alveoli maka akan ditangkap oleh lapisan cairan epitelialyang mengandung
opsonin dan akan terbentuk antibody IgG spesifik. Dari proses ini akan terjadu
fagositosis oleh makrofag alveolar. Ketika mekanisme ini tidak dapat merusak
bakteri, leukosit PMN dengan aktifitas fagositosisna akandirekrut dengan perantara
sitokin sehingga akan terjadi respon inflamasi. Hal ini mengakibatkaan terjadinya
kongesti vaskuler dan edema yang luas, dan hal ini karakteristik pneumonia oleh
karena pneumokokus. Kuman akan dilapisi cairan edematous yang berasala dari
alveolus ke alveolus melalui pori – pori Kohn. Area edematous ini akan membesar
secar sentrifugal, dan akan membentuk area sentral yang terdiri dai eritrosit, eksudat

18
purulent (fibrin, sel sel lekosit PMN) dan bakteri. Fase ini secara histopatologi
dinamakan hepatisasi merah.
Tahap selanjutnya adalah hepatisasi kelabu yang ditandai dengan
fagositosis aktif oleh lekosit PMN. Pelepasan komponen dinding bakteri dan
pneumolisin melalui degradasi enzimatik akan meningkatkan terjadnya respon
inflamasi dan efek sitotoksik terhadap semu sel – sel paru.
Resolusi konsolidasi pneumonia terjadi ketika antibody antikapsular timbul
dan lekosit PMN meneruskan aktifitas fagositosisnya, sel – sel monosit akan
membersihkan debris. Sepanjang struktur reticular paru masih intak (tidak terlibat
interstisial), parenkim paru akan kembali sempurna dan perbaikan epitel alveolar
terjadi setelah terapi berhasil. Pembentukan jaringan parut pada paru minimal.

2.5 Manifestasi Klinis


Pada pneumonia yang disebabkan oleh kuman, menjadi pertanyaan penting
adalah penyebab dari Pneumoniae (virus atau bakteri). Pneumonia seringkali
dipercaya diawali oleh infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi
bakteri. Secara klinis pada anak sulit membedakan pneumonia bakterial dengan
pneumonia viral. Demikian pula pemeriksaan radiologis dan laboratorium tidak
menunjukkan perbedaan nyata, Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa
pneumonia bakterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik,
leukositosis dan perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis. Gambaran klinis
pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-ringannya infeksi, secara
umum adalah sebagai berikut.
 Gejala infeksi umum yaitu, demam, sakit kepala, gelisah, malaise,
penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau
diare, kadang-kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner
 Gejala gangguan repiratori, yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipnea,
nafas cuping hidung, air hunger, merintih dan sianosis
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak pada perkusi,
suara nafas melemah dan ronki. Pada perkusi dan auskultasi umumnya tidak
ditemukan kelainan (Said, 2012).

19
2.6 Diagnosis
2.6.1. Anamnesis
 Apakah anak menderita batuk dan atau sukar bernapas?
“Sukar bernapas” adalah pola pernapasan yang tidak biasa. Para ibu
menggambarkannya dengan berbagai cara. Mereka mungkin mengatakan
bahwa anaknya bernapas “cepat” atau “berbunyi” atau “terputus-putus”.
Jika ibu menjawab TIDAK, periksa apakah menurut pendapat Saudara anak
itu batuk atau sukar bernapas. Jika anak tidak batuk atau sukar bernapas,
tidak perlu memeriksa anak lebih lanjut untuk tanda-tanda yang
berhubungan dengan batuk atau sukar bernapas. Jika jawabannya YA,
ajukan pertanyaan berikut ini:
 TANYA: Sudah berapa lama?
Anak dengan batuk atau sukar bernapas selama lebih dari 3 minggu berarti
menderita batuk kronik. Kemungkinan ini adalah tanda TB, Asma, Batuk
Rejan atau penyakit lain.
 Apakah anak KURANG BISA minum atau menetek? (jika anak berusia <2
bulan)
Pada anak yang lebih tua adalah tidak bisa minum sama sekali, sedangkan
pada usia di bawah 2 bulan, kemampuan minumnya paling banyak hanya
setengah dari kebiasaannya menyusu/minum susu buatan. Ibu dapat
memperkirakan jumlah ASI yang dihisap anaknya berdasarkan lamanya
menyusu. Anak yang tidak bisa minum mungkin menderita pneumonia
berat, bronkiolitis, sepsis/ septikemia, infeksi otak (meningitis atau malaria
cerebral) dan abses tenggorok.
 TANYA: Apakah anak BISA minum atau menetek? (jika anak berusia 2
bulan-< 5 tahun)
Anak menunjukkan tanda “ tidak bisa minum atau menetek” jika anak
terlalu lemah untuk minum atau tidak bisa mengisap atau menelan apabila
diberi minum atau diteteki. Jika Saudara bertanya kepada ibu, apakah
anaknya bisa minum, pastikan bahwa ibu mengerti pertanyaan itu. Apakah
anak dapat menerima cairan dalam mulutnya dan menelannya. Jika Saudara
ragu akan jawaban ibu, mintalah agar ibu memberi anak tersebut minum air

20
matang atau menetekinya. Perhatikan apakah anak bisa menelan atau
menetek. Anak yang menetek, sulit mengisap jika hidungnya tersumbat.
Apabila anak dapat menetek setelah hidungnya dibersihkan, berarti anak
tidak mempunyai tanda “tidak bisa minum atau menetek”
 TANYA: Apakah anak demam? Berapa lama?
Jika ibu mengatakan anak demam maka riwayat demam sudah cukup untuk
menilai sebagai anak demam walaupun saat ini anak tidak demam.
(Kemenkes, 2012)
2.6.2. Pemeriksaan Fisik
Hitung frekuensi napas anak dalam satu menit untuk menentukan apakah
anak bernapas dengan cepat. Beritahu ibu bahwa Saudara akan menghitung napas
anaknya, untuk itu ibu diminta agar menjaga anaknya tetap tenang. Jika anak takut,
menangis atau marah, saudara sulit menghitung napas anak dengan tepat.
Penghitungan frekuensi napas harus dilakukan selama 1 menit (60 detik) penuh.

Frekuensi napas bayi umur <2 bulan tidak menentu. Kadang-kadang napasnya
berhenti beberapadetik, diikuti periode napas cepat. Untuk menyatakan bayi umur
kurang dari 2 bulan bernapas cepat perhatikanlah bahwa:
 Apabila hasilnya kurang dari 60 kali per menit, anak tersebut tidak
mengalami napas cepat.
 Apabila hasilnya 60 kali per menit atau lebih, tunggulah beberapa menit dan
ulangi penghitungan
o Kalau hasil penghitungan kedua masih juga 60 kali per menit atau
lebih berarti napas cepat.
o Kalau hasil penghitungan kedua < 60 kali per menit, berarti tidak
ada napas cepat.

21
Jika Saudara tidak membuka baju anak pada saat Saudara menghitung
napas, mintalah ibu untuk membukanya sekarang. Lihatlah apakah dinding dada
tertarik ke dalam pada saat anak itu menarik napas. Perhatikan dada bagian bawah
(tulang rusuk terbawah). Pada pernapasan normal, seluruh dinding dada (atas dan
bawah) dan perut bergerak keluar ketika anak menarik napas. Anak dikatakan
mempunyai TDDK jika dinding dada bagian bawah MASUK ke dalam ketika anak
MENARIK napas.

Berhati-hatilah melihat TDDK pada bayi umur kurang dari 2 bulan, tarikan
dinding dada yang ringan biasa terjadi karena tulang rusuknya relatif masih lunak.
Tetapi jika tarikandinding dada tersebut kuat (sangat dalam dan mudah terlihat), hal
ini merupakan tandaadanya pneumonia.Anak dengan TDDK umumnya menderita
pneumonia berat. TDDK terjadi bila kemampuan paru-paru mengembang
berkurang dan mengakibatkan perlunya tenaga untuk menarik napas. Anak dengan
TDDK tidak selalu disertai pernapasan cepat. Kalau anak menjadi letih bernapas,
akhirnya anak akan bernapas lambat. Karena itu TDDK mempunyai risiko mati
yang lebih besar dibanding dengan anak yang hanya menderita napas cepat tanpa
disertai TDDK.

22
Stridor adalah bunyi khas yang terdengar pada saat anak MENARIK napas.
Stridor terjadi apabila ada pembengkakan pada laring, trakhea atau epiglottis,
sehingga menyebabkan sumbatan yang menghalangi masuknya udara ke dalam
paru dan dapat mengancam jiwa anak. Anak yang menderita stridor pada saat
tenang menunjukkan suatu keadaan yang berbahaya
Lihatlah untuk mengetahui kapan anak mengeluarkan napas. Wheezing
adalah suara bising seperti siulan atau tanda kesulitan waktu anak
MENGELUARKAN napas. Hal ini disebabkan penyempitan saluran napas. Untuk
mendengarkan wheezing, bahkan pada kasus ringan, dekatkan telinga Saudara ke
mulut anak untuk lebih jelas mendengarkan wheezing. Pada usia dua tahun pertama,
wheezing pada umumnya disebabkan oleh infeksi respiratorik akut akibat virus,
seperti bronkiolitis atau batuk dan pilek. Setelah usia dua tahun, hampir semua
wheezing disebabkan oleh asma. Kadang-kadang anak dengan pneumonia disertai
dengan wheezing. Diagnosis pneumonia harus selalu dipertimbangkan terutama
pada usia dua tahun pertama.
Anak yang kesadarannya turun akan sulit dibangunkan sebagaimana
seharusnya. Anak tampak mengantuk dan tidak punya perhatian akan apa yang
terjadi di sekelilingnya (letargis). Seringkali anak yang letargis tidak melihat
kepada ibu atau memperhatikan wajah Saudara pada waktu Saudara bicara. Anak
mungkin menatap hampa (pandangan yang kosong) dan terlihat bahwa ia tidak
memperhatikan keadaan sekitarnya. Anak yang tidak sadar tidak dapat
dibangunkan, tidak bereaksi ketika disentuh, digoyang atau diajak bicara. Tanyakan
kepada ibu apakah anaknya mengantuk tidak seperti biasanya atau tidak dapat
dibangunkan. Perhatikan apakah anak itu terbangun jika diajak bicara atau
digoyang jika Saudara bertepuk tangan. Mengantuk/letargis atau tidak sadar
merupakan salah satu tanda adanya infeksi berat pada
bayi muda.

23
Gambar . Klasifikasi anak dengan batuk

2.6.3. Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah
leukosit.Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumonia viral
dan bakterial.Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi
20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat
15.000- 40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan.Leukopenia
(<5.000/mm3) menunjukkan prognosis yang buruk.Leukositosis hebat
(>30.000/mm3) hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering
ditemukan pada keadaan bakteremi, dan risiko terjadinya komplikasi lebih
tinggi (Bennete, 2013& IDAI, 2013).
Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta
peningkatan LED.Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer lengkap
dan LED tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri
secara pasti.Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia,
pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.Isolasi
mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga
tidak rutin dilakukan (Bennete, 2013& IDAI, 2013). Pemeriksaan
mikrobiologik Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia
anak tidak rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di
RS.Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap
tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau
aspirasi paru (IDAI, 2013).

24
 Pemeriksaan radiologis
Foto toraks (AP/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama
untuk menegakkan diagnosis. Foto AP dan lateral dibutuhkan untuk
menentukan lokasi anatomik dalam paru. Infiltrat tersebar paling sering
dijumpai, terutama pada pasien bayi. Pada bronkopneumonia bercak-bercak
infiltrat didapatkan pada satu atau beberapa lobus. Jika difus (merata)
biasanya disebabkan oleh Staphylokokus pneumonia.

Gambar : Foto toraks PA pada pneumonia lobaris: tampak bercak-bercak infiltrat


pada paru kanan

Gambar 4 : Foto toraks PA pada bronkopneumonia.

25
 C-Reactive Protein
Adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit.
Sebagai respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP distimulai
oleh sitokin, terutama interleukin 6 (IL-6), IL-1 dan tumor necrosis factor
(TNF). Secara klinis CRP digunakan sebagai diagnostik untuk membedakan
antara faktor infeksi dan non infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi
superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi
virus dan bakteri. CRP kadang-kadang digunakan untuk evaluasi respon
terapi antibiotik.
 Pemeriksaan mikrobiologi
Diagnosis terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu dengan
pemeriksaan mikrobiologi spesimen usap tenggorok, sekresi nasopharing,
sputum, aspirasi trakhea, fungsi pleura. Sayangnya pemeriksaan ini banyak
sekali kendalanya, baik dari segi teknis maupun biaya. Bahkan dalam
penelitianpun kuman penyebab spesifik hanya dapat diidentifikasi pada
kurang dari 50% kasus.

2.7 Diagnosis banding


 Infeksi perinatal/kongenital (pada neonatus)
 Hyalin membrane disease/HMD (pada neonatus)
 Aspirasi pneumonia
 Edema paru
 Atelektasis
 Tuberkulosis
 Neoplasma
 Reaksi hipersensitivitas (pneumonitis).

2.8 Penatalaksanaan
Seorang anak berumur 2 bulan - <5 tahun menderita Penyakit Sangat Berat
apabila dari pemeriksaan ditemukan salah satu “tanda bahaya” yaitu:

 Tidak bisa minum


 Kejang

26
 Kesadaran menurun atau sukar dibangunkan
 Stridor pada waktu anak tenang
 Gizi buruk

Seorang bayi berumur <2 bulan menderita penyakit sangat berat apabila dari
pemeriksaan ditemukan salah satu “tanda bahaya” yaitu:
 Kurang mau minum
 Kejang
 Kesadaran menurun atau sukar dibangunkan
 Stridor pada waktu anak tenang
 Wheezing
 Demam atau terlalu dingin
Bayi muda dengan tanda bahaya sangat berisiko untuk meninggal. Sulit
membedakan antara pneumonia, sepsis atau meningitis pada kelompok umur ini.

27
2.8.1. Antibiotik
Untuk menentukan dosis antibiotik yang tepat:
 Lihat kolom yang berisi daftar kandungan obat dan sesuaikan dengan
sediaan tablet atau sirup yang ada di Puskesmas.
 Selanjutnya pilih baris yang sesuai dengan umur atau berat badan anak.
Untuk
 menentukan dosis yang tepat, memakai berat badan lebih baik daripada
umur. Dosisyang tepat tertera pada perpotongan antara kolom jenis obat dan
baris umur atau berat badan.
 Antibiotik diberikan selama 3 hari dengan jumlah pemberian 2 kali per hari.
Jangan memberikan antibiotik bila anak atau bayi memiliki riwayat
anafilaksis atau reaksi alergi sebelumnya terhadap jenis obat tersebut.
Gunakan jenis antibiotik lain. Kalau tidak mempunyai antibiotik yang lain
maka rujuklah.
Pada bayi berumur <2 bulan pemberian antibiotik oral merupakan tindakan pra
rujukan dan diberikan jika bayi masih bisa minum. Jika bayi tidak bisa minum maka
diberikan dengan injeksi intra muskular.

28
2.8.2. Antipiretik
Anak dengan demam tinggi bisa diturunkan dengan parasetamol sehingga
anak akan merasa lebih enak dan makan lebih banyak. Anak dengan pneumonia
akan lebih sulit bernapas bila mengalami demam tinggi. Beritahukan ibunya untuk
memberikan parasetamol tiap 6 jam dengan dosis yang sesuai sampai demam
mereda. Berikan parasetamol kepada ibu untuk 3 hari. Beritahukan ibunya untuk
anak yang demam berilah pakaian yang ringan. Tak perlu dibungkus selimut terlalu
rapat atau pakaian yang berlapis, sebab justru akan menyebabkan tidak enak dan
menambah demam. Demam itu sendiri bukan indikasi untuk pemberian antibiotik,
kecuali pada bayi kurang dari 2 bulan. Pada bayi kurang dari 2 bulan kalau ada
demam harus dirujuk; jangan berikan parasetamol untuk demamnya.

2.8.3. Pengobatan Wheezing


Pada bayi berumur <2 bulan: wheezing merupakan tanda bahaya dan harus dirujuk
segera. Pada kelompok umur 2 bulan - <5 tahun: penatalaksanaan wheezing dengan
bronkhodilator tergantung dari apakah wheezing itu merupakan episode pertama
atau berulang.

29
2.9 Komplikasi
Bila bronkopneumonia tidak ditangani secara tepat, maka komplikasinya adalah
sebagai berikut (Yuwono, 2007) :

 Otitis media akut (OMA) : Terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang
berlebihan akan masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi
masuknya udara ke telinga tengah dan mengakibatkan hampa udara, kemudian
gendang telinga akan tertarik kedalam dan timbul efusi. 
 Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps
paru. 
 Efusi pleura. 
 Emfisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura. 
 Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak. 
 Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
 Endokarditis bakterial yaitu peradangan pada katup endokardial

30
2.10 Prognosis
Sembuh total bila didiagnosis dini dan ditangani secara adekuat. Mortalitas lebih
tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan

datang terlambat untuk pengobatan(Bennete, 2013).

31
BAB 4
PEMBAHASAN
TEORI KASUS

ANAMNESIS

 Onsetnya akut. Pasien datang dengan keluhan muncul


 Purpura. Perdarahan yang terjadi pada bintik – bintik merah pada kedua
kulit dan membran mukosa (seperti di ekstremitas inferior secara tiba – tiba
dalam mulut) yang berwarna serta lebam, dan membawa hasil
keunguan. Lebam yang tidak jelas laboratorium darah dan di rujuk untuk
penyebabnya. opname karena trombosit mencapai
 Petekie. Bintik-bintik merah di kulit. 24.000/ mm3 .
Terkadang bintik merah saling
menyatu dan mungkin terlihat seperti
ruam. Bintik merah merupakan
perdarahan di bawah kulit
 Perdarahan yang sulit berhenti
 Perdarahan dari gusi
 Mimisan
 Menstruasi yang berkepanjangan pada
wanita
 Hematuria
 Perdarahan saluran cerna

PEMERIKSAAN FISIK
 adanya purpura dan petekie, CM
perdarahan mukokutan, mungkin bisa TTV: T: 37,0 0C Nadi 96x/i RR 36 x/i,
ditemukan adanya splenomegali (10%
pada anak) yang jarang terjadi. Ane (-/-), ikt (-/-), cowong(-/-)
perdarahan gusi (-), mimisan (-), nyeri
telan (-),vesikuler (+) Rh (-/-), Wh (-/-),
abd soefl BU(+)N, NT(-), organomegali
(-) ascites (-),Edema ekstrimitas (-) Kulit
:
petekie (+) pada ekstremitas superior
dan inferior, lebam di bawah mata
dan digiti V ekstremitas inferior
sinistra

32
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Darah tepi : trombosit paling sering
antara 10.000/50.000/mm3 (1) HEMATOLOGI
 Sumsum tulang: jumlah megakariosit
Hemoglobin 11,7
meningkat disertai inti banyak
Leukosit 12,6
(multinuclearity) disertai lobulasi (1)
 Imunologi: adanya antiplatelet Ig G Eritrosit 3,86
pada permukaan trombosit atau dalam
Hematokrit 33,4
serum. Yang lebih spesifik adalah
antibodi terhadap gpHb/IIIa atau gpIb Trombosit 4.000

 anemia normositik, bila lama dapat


berjenis mikrositik hipokromik
PENATALAKSANAAN
Pemberian suspense trombosit Metilprednisolon
dilakukan bila :
 Jumlah trombosit <20.000/µL
dengan perdarahan mukosa
berulang (epistaksis)
 Perdarahan retina
 Perdarahan berat (epistaksis
yang memerlukan tampon,
hematuria, perdarahan organ
dalam)
 Jumlah trombost <50.000/µL
 Kecurigaan/pasti perdarahan
intracranial
 Menjalani operasi, dengan
jumlah trombosit <150.000

Terapi awal

33
terapi awal ITP dengan prednisolon
atau prednison dosis 1,0-
1,5mg/kgBB/hari selama 2 minggu.
Respons terapi prednison terjadi dalam
2 minggu dan pada umumnya terjadi
dalam minggu pertama, bila respon
baik kortikosteroid dilanjutkan sampai
1 bulan , kemudian tapering.

BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura adalah suatu gangguan autoimun yang
ditandai dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer
kurang dari 150.000/mL) akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit
menyebabkan destruksi prematur trombosit dalam sistem retikuloendotel
terutama limpa.
2. Penyebab ITP yang pasti sampai saat ini masih belum diketahui pasti namun
penyebab ITP dikaitkan dengan infeksi rubela, rubeola,varisella pada pasien
ITP yang sebelumnya terinfeksi.
3. ITP disebabkan oleh autoantibodi trombosit spesifik yang berikatan dengan
trombosit autolog kemudian dengan cepat dibersihkan dari sirkulasi oleh
sistem fagosit mononuklear melalui reseptor Fc makrofag
4. Pada pemeriksaan darah lengkap di dapatkannya penurunan jumlah trombosit
dengan adanya tanda perdarahan berupa petekie, purpura, epistaksis,
subkonjungtiva bleeding, melena, hematuria.
5. Standar penatalaksanaan pasien ITP dengan pemberian kortikosteroid.

5.2 Saran
Mengingat masih banyaknya kekurangan dari makalah tutorial ini, baik dari
segi diskusi, penulisan dan sebagainya, untuk itu kami mengharapkan kritik dan

34
saran dari dosen-dosen yang mengajar, dari rekan-rekan sesama dokter muda dan
dari berbagai pihak demi kesempurnaan referat ini.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Bakta IM. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC, 2006.

2. Tepie MAF, Roux GL, Beach KJ, Bennett D, Robinson NJ. Comorbidities
of Idiopathic Thrombocytopenic Purpura: A Population-Based Study
2008;2009:1-12.

3. Neunert C, Lim W, Crowther M, Cohen A, Solberg L, Crowther MA. The


American Society of Hematology 2011 evidence-based practice guideline
for immune thrombocytopenia. Blood 2011 117: 4190-4207

4. BJH. Guidelines for the investigation and management of idiopathic


thrombocytopenic purpura in adults, children and in pregnancy. British
Journal of Haematology, 120: 574–596.

5. Tim Penyusun FK UI. Ilmu Kesehatan Anak Buku Kuliah 1. Jakarta :


Bagian Ilmu Kesehatan Anak, 2007.

6. Behrman RE, Kliegman RM.Esensi Pediatri Edisi 4.Jakarta:EGC, 2010.

7. Tim Penulis. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Jakarta : Media


Aesculapius, 2000.

8. IDAI. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Edisi II.
Jakarta : IDAI, 2011

9. Cines DB, Blanchette VS. Immune thrombocytopenia purpura. N Engl J


Med 2002; 346(13):995-1008

10. Siregar CD. Penggunaan Imunoglobulin Dosis Tinggi pada Purpura


Trombositopenik Idiopatik Khronik Anak. Cermin Dunia Kedokt. 1993; 86:
27–9.

36

Anda mungkin juga menyukai