Anda di halaman 1dari 3

BOOK READING : AIHA

OLEH : dr. Luh Putu Swastiyani Purnami

Gambaran umum
Angka kejadian anemia hemolitik autoimun (AIHA) diperkirakan 1/100.000 pada populasi
umum. Anemia yang terjadi akibat proses hemolitik yang terjadi secara sekunder adanya
destruksi sel darah merah oleh karena proses autoantibodi. Secara klinis AIHA dapat dibagi
menjadi 2 yaitu tipe warm dan tipe cold. AIHA tipe warm umumnya menunjukkan gejala
pucat, ikterus, splenomegali dan anemia berat. Pada 60% kasus AIHA tipe warm , IgG lebih
berperan dan antibodi ini optimal pada suhu 370C yang secara langsung akan bertemu
antigen pada sel eritrosit dan prosesnya terjadi ekstravaskuler. Pada AIHA tipe cold antibodi
yang berperan ialah IgM yang optimal berikatan dengan antigen eritrosit pada suhu 40C dan
umumnya juga berikatan dengan komplemen. Pada tabel 1 dapat dilihat klasifikasi AIHA.

Tabel 1. Klasifikasi AIHA


Warm-reactive autoantibodies
1. Primer (idiopatik)
2. Sekunder :
a. Kelainan limfoproliferatif
b. Penyakit autoimun (SLE)
c. Infeksi Mononukleosis
d. Sindrom Evans
e. HIV
Cold-reactive autoantibodies
1. Idiopatik
2. Sekunder :
a. Pneumonia atipikal atau mikoplasma
b. Infeksi Mononukleosis
c. Kelainan limfoproliferatif
3. Paroxysmal cold hemoglobinuria (PCH)
4. Sifilis
5. Post-viral infection
6. Drug-induced hemolytic anemia

Evaluasi klinis dan laboratorium


Pasien AIHA umumnya datang dengan keluhan pucat, lemah, perubahan warna urin menjadi
gelap dan disertai demam. Bila lebih berat dapat ditemukan tidak hanya hiperbilirubinemia,
tapi juga nyeri perut dan gejala gagal jantung. Splenomegali dan hepatomegali sering
ditemukan. Gejala AIHA pada anak tergantung pada beratnya anemia dan kecepatan proses
hemolitik yang terjadi. Disamping itu, proses hemolitik dapat terjadi sekunder terhadap
penyakit primernya.
Gambaran sediaan apus darah tepi menunjukkan poikilositosis, pembentukan sferosit dan
polikromasia, namun kadang-kadang gambaran darah tepi normal. Produksi eritrosit
meningkat ditandai dengan adanya makrosit polikromatofilik, hitung retikulosit meningkat
dan dapat ditemukan sel eritrosit berinti pada apusan darah tepi. Pada keadaan hemolitik akut
umumnya awalnya ditemukan retikulositopenia sebelum akhirnya terjadi peningkatan
retikulosit. Leukosit umumnya normal, sedang trombosit dapat meningkat mengingat adanya
homologi antara eritropoietin dan trombopoietin, kecuali pada sindrom Evans ditemukan
trombositopenia.
Tes Coombs penting dilakukan pada AIHA karena mampu mendeteksi autoantibodi dan
menentukan jumlah antibodi yang ada. Tes ini disebut juga sebagai tes antiglobulin dan
menghasilkan aglutinasi pada sel eritrosit yang tersensitisasi. Ada 2 jenis tes Coombs yaitu
langsung (direct Coombs test) dan tidak langsung (indirect Coombs test). Direct Coombs test
digunakan untuk mendeteksi sel eritrosit yang dilapisi globulin yang umumnya terdiri dari
IgG atau C3, tes ini berguna untuk mendiagnosis AIHA, hemolytic disease of the newborn,
dan reaksi aloimun sekunder terhadap transfusi PRC yang inkompatibel. Indirect Commbs
test digunakan untuk mengetahui adanya antibodi yang bebas (unbound) didalam serum. Tes
ini digunakan untuk tes cross-match pada tindakan transfusi darah.

Pengobatan AIHA ditujukan untuk mengembalikan nilai hematologi (Hb) ke nilai normal.
AIHA ringan tidak memerlukan terapi, tetapi pada keadaan yang sangat akut penanganan
kedaruratan menjadi prioritas karena telah terjadi gangguan sirkulasi dan kardiovaskuler.
Beberapa pengobatan AIHA antara lain :
o Steroid
Steroid dosis tinggi memberi hasil sekitar 75% pada pasien dengan AIHA, namun pada jenis
AIHA dengan mediator IgM tidak menunjukkan respons dengan terapi steroid. Cara kerja
steroid pertama yaitu dengan menekan Fc makrofag dan reseptor C3b sehingga fagositosis
terhadap eritrosit menurun. Cara kerja steroid yang lain adalah penekanan produksi antibodi
sehingga kadar autoantibodi akan menurun. Steroid kadang memberi efek yang lambat yaitu
sekitar 4-5 minggu, setelah proses hemolitik menurun maka steroid harus diturunkan
dosisnya. Pemberian steroid jangka panjang pada seorang pasien memberikan efek samping
yang banyak, sehingga pemebriannya harus mempertimbangkan keuntungan dan
kerugiannya.

o Imunoglobulin intravena (ivIG)


Pada beberapa pasien dengan AIHA, pemberian ivIG memberikan hasil yang baik terutama
bila diberikan bersamaan dengan steroid.

o Transfusi darah
Pemberian transfusi PRC sedapat mungkin dihindari, karena hanya meningkatkan Hb
sementara, dan selanjutnya proses hemolitik akan terjadi lebih cepat. Indikasi transfusi lebih
mengutamakan keadaan klinis seperti adanya gagal jantung dan adanya kegagalan sirkulasi,
dan dalam hal ini PMI harus menyediakan darah yang paling kompatibel.

o Splenektomi
Sebelum melakukan tindakan ini ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan antara lain :
usia pasien sebaiknya > 5 tahun, respons terhadap pengobatan sebelumnya (6-12 bulan tidak
respons), tipe AIHA (warm / cold) dan beratnya penyakit. Indikasi splenektomi sangat
selektif dan ditujukan kepada anak dengan AIHA kronik dan refrakter.
Sindrom Evans adalah penyakit imunoregulasi yang ditandai dengan AIHA dan
trombositopenia imun. Kedua sitopenia terjadi tidak secara bersamaan, autoantibodi yang
timbul mempunyai target sel yaitu sel eritrosit dan trombosit. Sindrom Evans dihubungkan
dengan keadaan autoimun yang diserta proses hemolitik seperti pada SLE.

Anda mungkin juga menyukai