Bab 10 Analisa Cekungan
Bab 10 Analisa Cekungan
Pembebanan batuan Kompensasi isostatik lokal dari kerak dan perenggangan litosper
sedimen dan gunungapi regional, tergantung kegetasan litosper, selama sedimentasi dan
(sedimentary and volcanic kegiatan gunungapi
loading):
Pembenan tektonik Kompensasi isostatik lokal dari kerak dan perenggangan litosper
(tectonic loading): regional, tergantung kegetasan dibawah litosper, selama
pensesaran naik (overthrusting) dan/atau tarikan (underpulling)
Penambahan berat kerak Peningkatan berat jenis kerak akibat perubahan tekanan/
(crustal densification): temperatur dan/atau pengalihan tempat kerak berberat-jenis tinggi
ke kerak berberat-jenis rendah
Konvergen Cekungan akibat subduksi: palung, cekungan lereng palung, cekungan busur
depan, cekungan intra-busur, cekungan busur belakang.
Cekungan akibat tabrakan: cekungan retroac forels, peripheral foreland basin,
cekungan punggung babi (piggyback basin), broken forland
Buku ini tidak membahas secara rinci semua jenis cekungan sedimen, akan tetapi
beberapa cekungan yang dianggap penting di Indonesia akan dibahas secara
singkat di bawah ini (sebagian besar disarikan dari Boggs, 2001).
Renggang (Rift)
Cekungan akibat perenggangan ini umumnya sempit tetapi memanjang, dibatasi
oleh lembah patahan (Gambar 10.1B).. Ukuran berkisar dari beberapa km sampai
sangat lebar seperti pada Sistem Renggangan Afrika Timur, dimana mempunyai
lebar 30-40 km dan panjang hampir 300 km. Cekungan ini dapat terbentuk oleh
berbagai tataan tektonik, namun yang paling umum oleh divergen. Perenggangan
lempeng benua seperti antara Amerika Utara dan Eropa terjadi pada Trias
menghasilkan Punggungan Tengah Atlantik (Mid-Atlantic Ridge). Sistem renggangan
pada Afrika Timur merupakan contoh sistem renggangan modern.
Gambar 10.1:
Aulakogen (Aulacogen)
Aulakogen adalah jenis khusus dari renggangan yang menyudut besar terhadap
tepian benua, dimana umumnya dianggap sebagai renggangan tetapi gagal dan
kemudian diaktifkan kembali selama tektonik konvergen (Gambar 10.1C). Palung
yang sempit tapi panjang dapat menggapai sampai kraton benua dengan sudut
besar dari lajur sesar. Sedimen yang mengisi cekungan jenis ini dapat berupa
sedimen darat (misalnya kipas aluvium), endapan paparan, dan endapan yang lebih
dalam seperti endapan turbit. Contoh aulakogen di antaranya Renggangan Reelfoot
yang berumur Paleozoik dimana Sungai Misisipi mengalir dan Palung Benue yang
berumur Kapur dimana Sungai Niger membelahnya.
Sedimen terendapkan pada sistem subduksi ini lebih dikuasai oleh endapan
silisiklastik yang umumnya berupa batuan gunungapi berasal dari busur gunungapi.
Endapan ini dapat berupa pasir dan lumpur yang terendapkan pada paparan, lumpur
dan endapan turbit terendapkan dalam air yang lebih dapam pada lereng,
cekungan, dan parit (Gambar 10.2). Sedimen pada parit dapat berupa endapan
terigen yang terangkut oleh arus turbit dari daratan, bersamaan dengan sedimen
dari lempeng samodra yang tersubduksikan. Ini umumnya membentuk kompleks
akrasi. Batuan campuraduk (melange) dapat terbentuk pada daerah akrasi ini, yang
dicirikan oleh percampuran dari batuan berbagai jenis yang tertanam pada masa
dasar yang mengkilap (sheared matrix).
Contoh yang baik dari sistem subduksi ini adalah subduksi Sumatra, Jepang, Peru,
Chili dan Amerika Tengah. Contoh cekungan busur muka purba di antaranya adalah
cekungan busur muka Great Valley, Kalifornia; Midland Valley, Inggris dan Coastal
range, Taiwan. Contoh cekungan busur belakang di antaranya terjadi pada Jura
Akhir Awal Kapur terbentuk di belakang Busur Andean di Chili selatan.
Gambar 10.3: Cekungan yang berhubungan dengan subduksi pada sistem subduksi
Sumatra
10.4. TEKNIK ANALISA CEKUNGAN
Sedimen yang mengisi suatu cekungan merupakan faktor yang sangat penting untuk
dipelajari dalam analisa cekungan sedimen yang bersangkutan. Sedimen tersebut
dipelajari bagaimana proses terbentuknya, sifat batuan dan aspek ekonominya.
Proses pembentukan sedimen meliputi pelapukan, erosi, transportasi dan
pengendapan, sifat-sifat fisik, kimia dan biologi batuan; lingkungan pengendapan,
dan posisi stratigrafi. Beberapa faktor yang mempengaruhi proses pengendapan dan
sifat sedimen adalah:
a. litologi batuan induk, akan sangat mempengaruhi komposisi sedimen yang
berasal dari batuan tersebut;
b. topografi dan iklim dimana batuan induk berada, mempengaruhi kecepatan
denudasi yang menghasilkan sedimen yang kemudian diendapkan dalam
cekungan;
c. kecepatan penurunan cekungan bersamaan dengan kecepatan
kenaikan/penurunan muka laut; dan
d. ukuran dan bentuk dari cekungan.
Sebagai bahan untuk analisa cekungan, dibutuhkan berbagai data, mulai data dari
singkapan sampai data bawah permukaan. Data tersebut termasuk data hasil
pemboran dalam, studi polarisasi magnetik dan eksplorasi geofisika. Pembahasan
berikut ini secara singkat akan diketengahkan teknik analisa cekungan yang umum
dilakukan.
Diagram Pagar
Informasi stratigrafi dapat pula disajikan dalam diagram pagar yang
menggambarkan pandangan tiga dimensi stratigrafi dari suatu daerah atau wilayah
tertentu (Gambar 10.4). Dengan cara ini hubungan antar satuan stratigrafi dapat
dilihat dengan jelas. Sayangnya, bagian pagar depan akan menutup sebagian
belakangnya; sehingga menyulitkan pembuat untuk menyuguhkan gambar yang
baik dan jelas.
Gambar 10.5. Peta kontur struktur yang memperlihatkan struktur lokal seperti
antiklin dan synklin.
Peta Isopak
Peta isopak adalah suatu peta yang konturnya menghubungkan titik-titik yang
mempunyai ketebalan sama dari suatu lapisan atau satuan batuan (Gambar 10.6).
Ketebalan suatu satuan batuan tergantung dari kecepatan pasokan sedimen dan
ruang yang tersedia pada cekungan. Ruang pada cekungan merupakan fungsi dari
geometri cekungan dan kecepatan subsiden cekungan. Bagian yang menebal secara
abnormal merupakan pusat pengendapan, sebaliknya yang menipis abnormal adalah
daerah yang sebelum pengendapan merupakan tinggian atau sudah lebih banyak
tererosi setelah pengendapan. Dengan peta jenis ini dapat digambarkan keadaan
cekungan sebelum dan selama pengendapan, sehingga apabila dilakukan analisa
peta isopak untuk setiap satuan pada cekungan dimana mereka diendapkan, akan
mendapatkan informasi perubahan struktur cekungan dari waktu ke waktu.
Gambar 10.6. Peta isopak yang menggambarkan daerah tinggian dan rendahan dari
suatu cekungan.
Peta Paleogeologi
Peta paleogeologi adalah peta yang menggambarkan kondisi geologi tertentu di
bawah atau di atas suatu unit tertentu. Sebagai contoh, kita dapat mengupas semua
satuan batuan mulai dari unit stratigrafi tertentu untuk melihat satuan batuan di
bawah unit stratigrafi tertentu tersebut. Kemudian kita gambarkan peta geologi di
atas alas satauan batuan tersebut. Peta semacam ini disebut peta superkrop
(supercrop map). Dengan yang cara sama, satuan batuan di atas suatu formasi atau
tubuh batuan tertentu dapat pula digambarkan. Peta superkrop umumnya dibuat
pada batas ketidakselarasan, tetapi dapat pula dibuat pada suatu satuan batuan
yang mempunyai ciri tertentu. Manfaat peta jenis ini adalah untuk interpretasi pola
aliran purba, pola pengisian cekungan, pergeseran garis pantai, penimbunan secara
gradual dari paleotopografi.
Peta Litofasies
Peta fasies menggambarkan vareasi sifat litologi atau biolofi dari satuan stratigrafi
tertentu (Boggs, 2001). Peta fasies yang umum dipakai adalah peta litofasies
dimana menyajikan beberapa aspek komposisi dan tekstur batuan. Peta litofasies
yang umum dipakai adalah:
a. peta perbandingan klastik (clastic-ratio map) dan
b. peta litofasies tiga komponen.
Peta perbadingan klastik menunjukkan kontur dari perbandingan klastik yang
sebanding. Sedangkan perbandingan klastik adalah perbandingan dari jumlah
kumulatif ketebalan endapan klastik dan jumlah kumulatif endapan non-klastik,
sebagai contoh:
Peta jenis ini sangat bermafaat untuk melihat hubungan litologi dengan tepi
cekungan dimana sedimen tersebut diendapkan. Tentu saja bagian yang nilai
perbandingan klastiknya relatif tinggi menunjukan bagian tersebut dekat dengan
asal batuan atau sangat mungkin tepi cekungan. Sedangkan bagian yang nilai
perbandingan klastiknya rendah menunjukkan bagian tersebut relatif jauh dari tepi
cekungan. Dengan peta ini juga dapat diketahui arah tranportasi sedimen secara
regional dalam cekungan itu (Gambar 10.7).
Gambar 10.7. Peta litofasies perbandingan klastik. Arah panah menunjukkan arah
transportasi sedimen.
Peta litofasies tiga komponen menyajikan rata-rata atau pola kelimpahan relatif
dalam suatu satuan stratigrafi dari tiga komponen litofasies (Boggs, 2001).
Analisa arus purba dapat dilakukan dengan mempelajari secara mendalam dari
berbagai struktur sedimen, seperti silang siur, alur sungai, dan ripple mark.
Geometri dan kecenderungan dari suatu unit batuan sering dapat membantu untuk
interpretasi lingkungan pengendapan dan arah arus purba. Orientasi dari kepingan
batuan berbutir besar (seperti kerakal dan brangkal), ketebalan lapisan, vareasi
litologi dalam suatu lapisan dapat dipakai untuk interpretasi arah arus purba dan
lokasi asal atau sumber batuan.
Vareasi litologi dari batuan asal dipelajari dari berbagai jenis mineral dan kepingan
batuan yang dijumpai pada suatu batuan sedimen klastika.