Anda di halaman 1dari 3

Orang Melayu Bengkulu mendiami daerah sekitar Kota Bengkulu.

Ciri-ciri
kehidupan masyarakat dan kebudayaan orang Bengkulu menyebabkan mereka
dapat digolongkan sebagai salah satu bagian dari kelompok besar suku bangsa
Melayu. Karena alasan demikian nama mereka juga lebih sering disebut Melayu
Bengkulu.

sejarah-suku-bengkulu

Menurut para ahli, orang bengkulu sebenarnya merupakan keturunan campuran


dari berbagai suku bangsa pendatang yang menetap dan membentuk kerajaa-
kerajaan kecil di daerah ini pada masa lalu. Para pendatang itu selain berasal dari
daerah-daerah di sekitarnya, seperti Jambi, Riau, Palembang, dan Minangkabau,
juga ada yang berasal dari Aceh, Bugis, Banten, dan Jawa. Pengaruh kebudayaan
keturunan India juga terasa dalam kebudayaan mereka. Proses asimilasi antara
berbagai suku bangsa yang telah berlangsung dalam jangka waktu yang lama
tersebut akhirnya melahirkan kebudayaan Melayu Bengkulu yang khas. Wilayah
pemukiman pertamanya mungkin di pondok kelapa dan pasar pedati, di sebelah
utara kota Bengkulu sekarang. Jumlah populasi mereka sekarang sekitar 41.000
orang.

Bahasa Suku Bengkulu

Dialek Bengkulu sangat mirip dengan dialek Minangkabau, terutama dalam sistem
bunyi atau katanya. Karena kemiripan ini, sebagian orang menamakan orang
Bengkulu sebagai "Minangkabau-Bengkulu". Kontak budaya antara Minangkabau
dan Bengkulu mungkin menjadi ramai di masa penyebaran agama Islam. Ketika itu
masyarakat di daerah ini juga memakai huruf arab-melayu dalam sistem penulisan
mereka.

Mata Pencaharian Suku Bengkulu

Mata pencaharian warga masyarakat Bengkulu cukup beragam, karena selain


sebagai petani, ada juga yang menjadi pedagang, atau pegawai pemerintah sejak
zaman Belanda. Para petani Bengkulu mengenal berbagai upacara yang
berhubungan dengan kegiatan bercocok tanam, seperti upacara turun benih,
upacara mengikat padi, upacara pengetaman yang pertama. Mereka ada juga yang
mengusahakan kebun kelapa sebagai sumber penghasilan tambahan.

Kemasyarakatan Dalam Suku Bengkulu

Orang Bengkulu menyebut kesatuan pemukiman mereka sebagai dusun. Secara


tradisional setiap dusun dipimpin oleh seorang kepala yang disebut Depati dan
wakilnya yang disebut Depati Pemangku. Pada masa lampau beberapa dusun
tergabung ke bawah suatu wilayah pemerintahan yang disebut marga.
Pemimpinnya disebut dengan gelar Pasirah, sedangkan wakilnya disebut
Pembarab. Selain bertindak sebagai pemimpin pemerintahan marga, seorang
pasirah juga bertindak sebagai kepala adat, karena itu disebut juga dengan gelar
Raja Penghulu. Dalam sebuah dusun juga terdapat tokoh-tokoh senior yang sering
dimintai nasehat dalam masalah adat, yaitu yang disebut tuadusun. Masyarakat
yang beragama Islam ini juga memiliki pemimpin ibadah yang disebut penghulu
atau khatib dan bilal.

Kekerabatan Dan Kekeluargaan Dalam Suku Bengkulu

Prinsip hubungan kekerabatannya ditandai oleh penarikan garis keturunan secara


bilateral. Rumah tangga orang Bengkulu cenderung untuk terbatas pada ayah, ibu,
anak-anak mereka, serta nenek. Anak-anak yang telah menikah biasanya
mendirikan rumah sendiri yang terpisah.

Bentuk kekerabatan yang terpenting adalah keluarga luas yang disebut rumah
tangga sehubungan, terdiri atas keluarga batih senior ditambah keluarga batih
anak-anaknya yang sudah menikah. Saudara laki-laki disebut menghanai,
sedangkan saudara perempuan disebut kelawai. Dalam setiap keluarga luas
terdapat golongan ninik mamak, yang bertindak sebagai pemimpin dan keluarga
tersebut. Anggota keluarga luas bertanggung jawab atas penyelengaraan kegiatan-
kegiatan keluarga disebut sepangka. Sedangkan anggota-anggota sepangka yang
terikat karena hubungan perkawinan disebut tiang garang.

Perkawinan Dalam Suku Bengkulu


Pola menetap sesudah menikah pada masyarakat Melayu Bengkulu terdiri atas
beberapa jenis. Pertama disebut semendo bleket, dimana seorang perempuan yang
telah menikah tinggal dalam lingkungan keluarga suaminya. Dalam perkawinan
semacam ini, seorang perempuan seolah-olah dibeli oleh laki-laki. Sejak masuknya
pengaruh islam, adat perkawinan semacam ini sudah jarang dilakukan. Kedua
adalah semendo tak abik anak, dimana seorang laki-laki setelah menikah tinggal di
rumah keluarga isterinya dan dianggap sebagai anak kandung di pihak keluarga
isterinya.

Ketiga disebut semendeo menangkap burung terbang, yaitu apabila seorang laki-
laki dianggap sudah terikat dan diserahkan bulat-bulat kepada pihak wanita.
Perkawinan semacam ini biasanya terjadi bila seorang laki-laki hidup sebatang
kara dan tidak mempunyai harta sama sekali atau tidak mampu memberi uang
jujur. Keempat, semendo rajo-rajo atau semendo samo-samo suko, yaitu apabila
pihak laki-laki dan perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam
pernikahan dan biasanya bebas menentukan tempat tinggal. Saat ini perkawinan
bentuk inilah yang paling banyak dilakukan.

Stratifikasi Sosial Dalam Suku Bengkulu

Pada zaman dulu stratifikasi sosial dalam masyarakat Bengkulu cukup tajam.
Dimana dikenal adanya golongan bangsawan yang ditandai dengan gelar-gelar
yang mereka pakai, seperti gelar Raden, Sutan, dan Rajo. Lalu ada pula golongan
ninik mamak, yaitu para laki-laki senior yang arif dan disegani dalam hubungan
kelompok kekerabatannya. Kemudian ada pula golongan cerdik pandai yang
dihormati karena kecerdikan dan kearifan mereka, golongan ini disebut
menengkalak.

Kesenian Dalam Suku Bengkulu

Kesenian lama masih bertahan antara lain dendang Melayu, tari saputangan, tari
payung dan tari lilin. Alat-alat musik tradisionalnya adalah rebab, terbang,
gendang, seruling, gong, kulintang dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai