Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penggunaan n-butanol dalam dunia industri cukup luas, antara lain


digunakan dalam industri tekstil, sebagai solvent untuk industri pembuatan cat,
coatings, resin, minyak sayur, lilin, karet, pewarna, kapur barus, dan juga dapat
berfungsi menjadi bahan bakar. Selain itu, n-butanol juga berperan sebagai
plasticizer, bahan baku maupun bahan antara untuk produksi bahan kimia lainnya
seperti akrilat, resin amino, n-butilamina, n-butil asetat dan masih banyak lagi
penggunaan n-butanol lainnya.
Dengan bahan baku Propylene, Hidrogen dan Karbon Monoksida yang
tersedia di industri kimia Indonesia, akan lebih mengembangkan produksi industri
tersebut bila pabrik Normal Butanol ini didirikan. Perkembangan industri
Propylene di Indonesia sendiri memperlihatkan suatu pertumbuhan yang positif.
Di Indonesia terdapat produsen Propylene yaitu PT Chandra Asri
Petrochemical.Tbk (Cilegon, Banten), Pada perkembangan industri Hidrogen dan
CO, salah satunya terdapat di PT Sintas Kurama Kujang (Cikampek, Jawa Barat)
dan PT Pertamina UP VI Balongan (Indramayu, Jawa Barat) Perusahaan yang
bergerak dalam industri industri cat, lilin, karet dan sebagai bahan baku
produksi bahan kimia yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia juga akan
terbantu dengan didirikannya pabrik Normal sebagai industri pengguna.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia kebutuhan n-Butanol di Indonesia
rata rata per tahunnya sebesar 47.209,2 ton sedangkan Indonesia sampai saat ini
baru memiliki 1 pabrik n-Butanol dengan total kapasitas produksi sebesar 40.000
ton/tahun. Melihat data tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan melebihi
kemampuan produksi pabrik n-Butanol sehingga setiap tahunnya Indonesia terus
mengalami kekurangan sehingga harus impor dari negara lain. Oleh karena itu,
perlu didirikan pabrik n-Butanol baru, untuk memenuhi kebutuhan n-Butanol di
dalam negeri.

1
1.2 Maksud dan Tujuan Prarancangan Pabrik

Maksud dan tujuan pendirian pabrik Normal Butanol ini adalah untuk
memenuhi kebutuhan n-butanol nasional baik untuk industri kimia maupun
industri lainnya. Selain itu, pendirian pabrik n-butanol memiliki arti penting dari
berbagai segi, antara lain:

1) Memanfaatkan potensi dalam negeri, mengingat bahan baku n-butanol yaitu


propylene dan gas karbonmonoksida yang di produksi di Indonesia.
2) Mengurangi impor n-butanol dan memenuhi kebutuhan n-butanol di dalam
negeri.
3) Meningkatkan pendapatan negara dalam ekspor n-butanol.
4) Mengembangkan pabrik n-butanol di Indonesia.
5) Mengurangi angka pengangguran dengan membuka lapangan pekerjaan.
6) Meningkatkan taraf hidup masyarakat di sekitar pabrik.
7) Mengaplikasikan ilmu teknik kimia khususnya bidang perancangan, analisa
proses, dan operasi teknik kimia sehingga memberikan gambaran kelayakan
perancanagan pabrik pembuatan n-butanol.

1.3 Analisa Pasar dan Perencanaan Kapasitas Produksi


Dalam menentukan kapasitas produksi yang menguntungkan, digunakan
beberapa pertimbangan yaitu :

1.3.1 Analisa Pasar


Analisa pasar digunakan untuk mengetahui berapa banyak kebutuhan
dalam negeri, impor dan juga produksi dalam negeri. Adapun kebutuhan n-
Butanol yang berasal dari PDN dan impor selama tahun 2010-2014 adalah
sebagai berikut:
Tabel 1.1 Data Kebutuhan n-butanol di Indonesia

No Tahun Produksi Dalam Negeri Import Kebutuhan Total


1. 2009 40.000 6.081,438
46.081,44
2. 2010 40.000 6.813,269
46.813,27
3. 2011 40.000 6.708,162
46.708,16

2
4. 2012 40.000 7.440,805
47.440,81
5. 2013 40.000 9.182,786
49.182,79
6. 2014 40.000 7.028,745
47.028,75
Jumlah 283.255,21
( Badan Pusat Statistik, 2015)

Dari tabel 1.1 dapat disimpulkan bahwa, kebutuhan n-butanol yang


terus meningkat maka untuk mengurangi ketergantungan terhadap import,
maka didirikanlah pabrik ini. Meningkatnya kebutuhan n-butanol pada tahun-
tahun mendatang diprediksikan belum bisa terpenuhi oleh industri dalam
negeri.

1.3.2 Perencanaan Kapasitas Produksi n-Butanol


Berdasarkan Tabel 1.1 kebutuhan n-butanol, maka dapat ditentukan
perencanaan kapasitas n-butanol adalah sebagai berikut :

Tabel 1.2 Data untuk perhitungan proyeksi kebutuhan n-butanol


Tahun X Y X2 Y2 XY
2009 1 1 2.123.499.112
46.081,44 46.081,44
2010 2 4 2.191.482.248
46.813,27 93.626,54
2011 3 9 2.181.652.211
46.708,16 140.124,48
2012 4 16 2.250.630.453
47.440,81 189.763,24
Tahun X Y X2 Y2 XY
2013 5 25 2.418.946.832
49.182,79 245.913,95
2014 6 36 2.211.703.327
47.028,75 282.172,50
Jumlah 21 283.255,21 91 13.377.914.183 997.682,15

Kapasitas pabrik yang akan didirikan dapat ditentukan dengan


menganalisa kebutuhan n-butanol beberapa tahun mendatang. Berdasarkan
tabel 1.2 maka kebutuhan n-butanol di Indonesia pada masa yang akan datang
di perkirakan dengan menggunakan metode Least Square Time :

3
y = a + b (x-x)........................................1)

(Miller, 2010)

Dimana:

y = kebutuhan n-butanol

a = axis intersept

b = slope or regesium live

x = periode (tahun)

x = rata-rata periode (tahun)

= rata-rata proyeksi n-butanol

n = jumlah periode yang diobservasi

Dari data perhitungan di atas maka didapat harga :

x = 21/6 = 3.5
y = 283.255,21/6 = 47.209,2

b=

b=

b = 6.271,415
a = 47.209,2

Dari perhitungan persamaan di atas diperoleh persamaan :


y = 47.209,2 + 6.271,415 (x-3,5)
y = 6.271,415x + 25.259,2475

4
Sehingga Proyeksi konsumsi n-butanol di Indonesia mendatang dapat
diketahui dengan perhitungan sebagai berikut :

Contoh perhitungan konsumsi n-butanol tahun 2015

x=7

maka, y = (6.271,415 x 7) + 25.259,2475

= 69.159,1525

Untuk Proyeksi pada tahun-tahun mendatang dapat dihitung dengan cara yang
sama, dan hasilnya dapat dilihat sebagaimana disajikan pada tabel berikut :

Tabel 1.3 Perkiraan Proyeksi kebutuhan n-butanol di Indonesia

Tahun Urutan Tahun (x) Kebutuhan n-butanol (Ton)


2015 7 69.159,1525
2016 8 75.430,5675
2017 9 81.701,9825
2018 10 87.973,3975
2019 11 94.244,8125
2020 12 100.516,2275
2021 13 106.787,6425
2022 14 113.059,0575
2023 15 119.330,4725
2024 16 125.601,8875
2025 17 131.873,3075
2026 18 138.144,7175
2027 19 144.416,1325
2028 20 150.687,5475
2029 21 156.958,9625

Berikut adalah industri-industri n-butanol di beberapa negara dan kapasitas


produksinya

5
Tabel 1.4 Daftar Produsen n-butanol di beberapa Negara
No Perusahaan Negara Kapasitas (ton/tahun)
1 BASF Group Jerman 649.000
2 DOW Chemical Company U.S.A 526.000
3 Oxea Netherland B.V Belanda 280.000
4 Formosa Plastics Group Taiwan 250.000
5 Eastman Chemical U.S.A
247.000
Company
6 CNPC China 195.000
7 Petronas Malaysia 190.000
8 Sasol Limited Afrika Selatan 130.000
9 SINOPEC China 120.000
10 PT Petro OXO Nusantara Indonesia 40.000
Sumber : Yuan, 2012

Berdasarkan Tabel Proyeksi 1.3 dan Tabel 1.4 maka prarancangan


yang akan berproduksi pada tahun 2020 dengan berkapasitas 50.000 ton/tahun
dengan alasan sebagai berikut :

1. Peluang pasar
Berdasarkan data dari tahun 2009-2014, peluang pasar yaitu hasil proyeksi
kebutuhan dikurangi dengan produksi dalam negri menghasilkan data sebesar
60.516,2 ton/tahun, maka pabrik yang didirikan ini akan mengurangi
ketergantungan import 82,6% dengan pendirian pabrik berkapasitas 50.000
ton/tahun.

2. Data kapasitas produksi yang sudah ada


Berdasarkan kapasitas produksi pabrik n-butanol yang sudah ada di Indonesia
dan luar negeri, maka kami mengambil kapasitas 50.000 ton/tahun karena
kapasitas tersebut berada pada rentang antara kapasitas minimum 40.000
ton/tahun yang diproduksi oleh PT. Petro Oxo Nusantara Tbk. dengan
kapasitas maksimum 649.000 ton/tahun yang diproduksi oleh BASF Group
Ltd. Jerman.

6
3. Ketersediaan bahan baku
Ketersediaan bahan baku untuk memproduksi n-butanol adalah propilen, gas
hidrogen. Kebutuhan propilen diperoleh dari PT Chandra Asri, Banten
sedangkan gas karbonmonoksida dan hidrogen diperoleh dari PT Sintas
Kurama Kujang, Cikampek, dan PT Pertamina UP VI Balongan Indramayu.

Tahun

Gambar 1.1 Grafik Ketersediaan dan Kebutuhan N-Butanol

1.4 Pemilihan Lokasi Pabrik


Penentuan lokasi pabrik sangat menentukan kemajuan dan kelangsungan
industri, baik pada masa sekarang maupun pada masa yang akan datang, karena
hal ini berpengaruh terhadap faktor produksi dan distribusi pabrik yang didirikan.
Pemilihan yang tepat mengenai lokasi pabrik harus memberikan suatu
perhitungan biaya produksi dan distribusi minimal serta pertimbangan sosiologi,
yaitu pertimbangan dalam mempelajari sikap dan sifat masyarakat di sekitar
lokasi pabrik.

Ada beberapa alternatif lokasi yang dapat dipilih yaitu di Karawang, dan
Cilegon. Dasar pertimbangan dalam penentuan lokasi pabrik ini adalah sebagai
berikut

7
1. Bahan Baku
Suatu Pabrik sebaiknya berada di dearah yang dekat dengan sumber
bahan baku dan daerah pemasaran sehingga transportasi dapat berjalan
dengan lancar.
Bahan baku pembuatan n-butanol yaitu propylene dapat diperoleh dari
PT Chandra Asri, Cilegon, Banten dengan kapasitas 320.000 ton/tahun,
sedangkan gas CO diperoleh dari PT Sintas (Kujang) , Cikampek dengan
kapasitas 16.000 ton/tahun dan gas hidrogen PT Pertamina UP VI
Balongan Indramayu dengan kapasitas 20.000 ton/tahun.
2. Pemasaran
Sebagian besar konsumen n-butanol adalah industri polimer, textile, serta
furniture, yang sebagian besar di Jakarta, Jawa Barat, Sumatera,
Kalimantan dan daerah lain di Indonesia. Jika kebutuhan dalam negeri
akan n-butanol telah terpenuhi maka pemasaran diarahkan ke pasar
internasional menjadi komoditi eksport.
3. Fasilitas Transportasi
Pabrik ini direncanakan mengambil lokasi di daerah industri Cilegon,
Banten sehingga memudahkan transportasi bahan baku maupun produk.
Di lokasi ini juga terdapat berbagai alat transportasi darat maupun laut,
sehingga memenuhi semua persyaratan dalam hal pengangkutan.
4. Kebutuhan tenaga listrik dan bahan bakar
Listrik untuk kebutuhan pabrik dapat diperoleh dari generator
pembangkit tenaga listrik PLN Banten, sedangkan bahan bakar solar
untuk generator dapat diperoleh dari PT Pertamina.
5. Kebutuhan air
Air merupakan kebutuhan penting bagi suatu pabrik industri kimia, baik
itu untuk keperluan proses, utilias dan untuk keperluan domestik. Air ini
dapat diperoleh dari sungai terdekat di kawasan Industri Cilegon, Banten.
6. Tenaga kerja
Tenaga kerja termasuk hal yang menunjang dalam operasional pabrik,
tenaga kerja pabrik ini di rekrut dari :

8
- Perguruan Tinggi lokal seperti Universitas Negeri Tirtayasa,
masyarakat sekitar pabrik dan perguruan tinggi lainnya.
- Tenaga ahli yang berasal dari daerah sekitar dan luar daerah.
7. Harga tanah dan bangunan
Tanah yang tersedia untuk lokasi pabrik masih cukup luas, biaya harga
tanah dan bangunan untuk pendirian pabrik relatif rendah.
8. Kemungkinan perluasan dan ekspansi
Ekspansi pabrik dimungkinkan karena tanah yang tersedia cukup luas dan
di sekeliling pabrik belum banyak berdiri pabrik serta tidak menggangu
pemukiman penduduk.
9. Kondisi iklim dan cuaca
Iklim di sekitar pabrik relatif stabil. Untuk daerah ini belum terjadi
bencana alam. Ini berarti kemungkinan pabrik akan berjalan dengan
lancar.
10. Masyarakat di sekitar pabrik
Sikap masyarakat diperkirakan akan mendukung pendirian pabrik
pembuatan n-butanol ini karena akan menyediakan lapangan kerja bagi
mereka. Selain itu pendirian pabrik ini diperkirakan tidak akan
menggangu keselamatan dan keamanan masyarakat di sekitarnya.
11. Kebijakan pemerintah
Sesuai dengan kebijakan mengembangkan industri, pemerintah telah
menetapkan daerah Cilegon sebagai kawasan industri yang terbuka bagi
investor asing. Pemerintah sebagai fasilitator telah memberikan
kemudahan-kemudahan dalam perizinan, pajak dan hal-hal lain yang
menyangkut teknis pelaksanaan pendirian suatu pabrik.

Berdasarkan dari pertimbangan di atas, bahwa bahan baku propylene


dan gas Hidrogen, mudah didapat di kota Cilegon, Banten untuk pemasaran
lebih dekat dengan pelabuhan sehingga untuk pemasaran produk n-butanol
lebih mudah dilakukan dan juga untuk meningkatkan efektivitas kerja dan
menekan biaya produksi maka dipilih di kota Cilegon sebagai lokasi
pendirian pabrik dinilai tepat.

9
Gambar 1.2 Lokasi Pendirian Pabrik di Cilegon

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Baku

Bahan baku adalah bahan utama yang diolah dalam proses produksi
menjadi produk jadi. Bahan-bahan baku yang digunakan dalam pembuatan N-
Butanol antara lain Propylene, Hidrogen dan Karbon Monoksida.

2.1.1 Propylene

Propylene atau propene (CH3-CH=CH2), Mr 42,081 merupakan bahan


baku petrokimia pertama yang digunakan pada skala Industri dan lebih dari 60
tahun yang lalu telah memproduksi isopropanol . Bagian dari propylene di
kembangkan sejak tahun 1965 dikerenakan telah berhasil menciptakan produk
samping yaitu etilen, banyak daerah yang membuka dan mengaplikasikan
produk propylene oleh industri kimia, produk sekunder propylene,
polypropylene, akrilonitril propilena oksida, saat ini telah di saingi oleh produk
isopropanol yang merupakan produk sekunder klasik terpenting. Propylen
dapat diproduksi dengan cara Crude / Residual Oil Cracking, Etanol
Deehydration, Syngas Based Process, Dehydrogeneration of Parafin dan
lainnya. (Ullman, 2007)

Rumus Molekul Propilen

Propena (propilena, CH3CH=CH2, Titik didih: -47.7oC , flash titik: -


107.8oC, suhu pengapian 497.2oC) adalah tidak berwarna, gas ini mudah
terbakar dengan sedikit beraroma harum Seperti etilena, propilena juga dapat
terisolasi dari gas penyulingan tetapi propilena ( propena ) juga telah
diproduksi oleh uap hidrokarbon seperti untuk etilena dan yang terbaik bahan
bakunya adalah propana , nafta , atau gas minyak (McGraw-Hill, 1990).

11
2CH3CH2CH3 CH3CH=CH2 + CH2=CH2 + CH4 + H2

Propilena (CH3CH=CH2) seperti etilena, propilena ( propena ) adalah


reaksi alkena yang dapat diperoleh dari kilang minyak hasil gas penyulingan,
terutama dari proses cracking. Sumber utama propilena, adalah steam cracking
pada hidrokarbon, di mana produk utama yaitu etilena. Tidak ada istimewa dari
produksi propilena kecuali produksi dehydrogenation propana. (Hatch, 1992).

CH3CH2CH3 CH3CH = CH2 + H2


Katalis (2.1)

Propilena ini banyak digunakan oleh Industri penyulingan minyak


bumi untuk industri alkilasi dan polimerisasi untuk oligomers yang
ditambahkan ke bensin. propilene lebih kecil jumlahnya yang digunakan untuk
memproduksi bahan kimia. Propena digunakan juga untuk pembuatan berbagai
macam bahan kimia, termasuk polipropilen, asam akrilat, iso-propyl alkohol,
cumena, dan akrilonitril. Propylene oksida adalah bahan terbuat dari
polyurethane yang digunakan dalam plastik dan busa. Iso-propyl alkohol dibuat
dari propilena dan merupakan industri pelarut untuk pelapisan, proses kimia,
obat-obatan, peralatan rumah tangga dan produk lainnya. Oxo bahan kimia
dibuat oleh reaksi antara propilena dengan sintesis gas ( CO / H2 ) untuk
membentuk C4 alkohol .Sejumlah kecil dari propilena dibuat menjadi
oligomers, di mana 3 sampai 5 unit propilena ditambahkan ke satu sama lain
untuk digunakan dalam pembuatan sabun dan deterjen, selain itu juga
digunakan sebagai polimer bensin. (Austin, 1987)
Kegunaan Propylene sangat meningkat sejak tahun 1980-an. Setiap
tahunnya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun rata-rata sebesar 5%.
Kilang produksi propylene bervariasi di setiap wilayah. Di Amerika Serikat,
Produksi kilang propylene memiliki banyak persediaan dari pada daerah
lainnya, karena pasar-pasar motor bensin memerlukan FCC. Kilang propylene
(yaitu, 50-70% murni propylene di propana) yang diproduksi dari proses
kilang. Kilang kelas propylene juga dapat digunakan di beberapa sintesis kimia
(misalnya, dari kumena atau isopropanol).Propylene digunakan secara
ekstensif (misalnya, oxo alkohol, akrilonitril atau polypropylene). Polimer

12
gradepropene mengandung tingkat minimal dari kotoran berupa sulfida
karbonil yang dapat meracuni katalis yang digunakan dalam pembuatan oksida
polypropylene dan propylene. (Ullman, 2007)

Sifat Fisika dan Kimia Propylene

Sifat Fisika :

Fase pada suhu kamar (320C) : Gas, tak berwana


Boiling point (1,013 bar) : -47,620C
Compressibility factor (Z) : 0,98393
(1,013 bar dan 150C)
Densitas kritis : 230,081 kg/m3
Densitas gas (1,013 bar @ 150C) : 1,8083 kg/m3
Densitas liquid : 610,06 kg/m3
(1,013 bar @boiling point )
Melting point : -185,260C
Panas laten penguapan : 438,96 kJ/kg
(1,013 bar @boiling point )
Panas laten peleburan : 69,772 kJ/kg
( 1,013 bar @melting point)
Tekanan Uap (@ 200C) : 10,17 bar
Temperatur kritis : 91,060C
Tekanan kritis : 45,55 bar
Thermal conductivity : 14.6671 mW/(m.K)
(1.013 bar @ 0 C (32 F))
Viscosity (1.013 bar @0 C (32 F)) : 7.813E-05 Poise
Autoignition Temperature : 4600C

Sifat Kimia:
Reaksi adisi dan hidrogen atau suatu halogen.
CH3CH = CH2 + H2 CH3CH2CH3 (2.2)

13
CH3CH = CH2 + Cl2 CH3CHClCH2Cl (2.3)
(Kirk & Othmer,1991)
Reaksi Alkilasi
Reaksi alkilasi terhadap benzena oleh propilen dengan katalis AlCl3 akan
menghasilkan alkil benzena.
Reaksi : C6H6 + C3H6 C6H6CH(CH3)2 (2.4)

Reaksi Khlorinasi
Alkilk klorida dapat dibuat dengan cara khlorinasi dan non
katalitik terhadap propilen fase gas pada suhu 5000C dalam reaktor
adiabatik. Prinsip reaksi ini terdiri dari substitusi sebuah atom
khlorinasi terhadap atom hidrogen pada propilen.
Reaksi :
Cl2 + CH2CHCH3 CH2CHCH2Cl + HCl (2.5)
(McKetta,1987)

2.1.2 Hidrogen ( H2)

Hidrogen ditemukan pada 1766 oleh ahli kimia Inggris dan fisikawan
Henry Cavendish (1731-1810). Hal ini disebut oleh kimiawan Perancis
Antoine-Laurent Lavoisier (1743-1794) dari kata Yunani untuk air-mantan.
Penelitian awal pada hidrogen berperan penting dalam mengungkapkan sifat
sebenarnya dari oksidasi (pembakaran) dan, oleh karena itu, merupakan
langkah awal yang penting dalam kelahiran kimia modern. (Ullman, 2007)
Gas Sintesis umumnya mengacu pada campuran dari hidrogen dan
karbon monoksida. Rasio hidrogen pada karbon monoksida bervariasi sesuai
dengan jenis umpan, metode produksi, dan penggunaan gas akhir. (Hatch,
1992)
Gas Sintesis ( syngas ) adalah campuran dari karbon monoksida dan
hidrogen yang dihasilkan dari reaksi karbon ( biasanya batubara atau arang
atau bahan serupa karbon ) dengan uap. (McGraw-Hill, 1990)
C + H2O CO + H2 (2.6)

14
CO + H2O CO2 + H2 (2.7)

C + CO2 2CO (2.8)

Dalam produksi paraffins, campuran dari karbon monoksida dan


hidrogen tersebut diperkaya dengan hidrogen dari proses gas air katalitik
(bosch), dan menyeberang di sebuah katalis Kobalt untuk membentuk rantai
lurus (linier) paraffins, olefins, dan alkohol:

nCO + (2n+ l)H2 (+katalis Kobalt) CnH2n+2 + nH2O (2.9)


2nCO +(n + l)H2 (+katalis) CnH2n+2 +nCO2 (2.10)
nCO + 2nH2 (+katalis kobalt) CnH2n + nH2O (2.11)
Reaksi oxo adalah nama generik umum untuk sebuah proses di mana
sebuah hidrokarbon tak jenuh bereaksi dengan karbon monoksida dan hidrogen
untuk membentuk senyawa fungsi oksigen, seperti aldehida dan alkohol.
(Groggins, 1954).
Pergantian propionaldehyde etilena sesuai dengan pergantian etilena,
normal dan iso-butyraldehyde dari propilena , iso-octyl dari heptene alkohol ,
dan trimethylhexyl dari di-isobutylene alkohol . (Austin, 1987)
Penggunaan terbesar hidrogen adalah dalam produksi amonia.
Amonia, pada gilirannya, digunakan dalam produksi pupuk dan sebagai pupuk
itu sendiri. Ini juga merupakan bahan baku untuk produksi bahan peledak.
Sejumlah besar hidrogen juga digunakan dalam hidrogenasi, proses dimana
hidrogen direaksikan dengan minyak cair untuk mengkonversikannya ke lemak
padat. Hidrogen digunakan dalam produksi bahan kimia penting secara
komersial lain juga, yang paling menonjol, hidrogen klorida. Akhirnya,
hidrogen bertindak sebagai agen pereduksi dalam berbagai proses industri.
Sebuah zat pereduksi adalah zat yang bereaksi dengan bijih logam untuk
mengubah bijih menjadi logam murni. (Ullman, 2007)

Sifat Fisika dan Kimia Hidrogen

Sifat Fisika :
Fase pada suhu kamar (320C) : Gas, tak berwana

15
Boiling point (1,013 bar) : -252,780C (-423,00F)
Critical temperature : -240.01 C
Critical pressure : 12.96 bar
Compressibility Factor (Z) : 1.0006
(1.013 bar and 15 C (59 F))
Densitas gas (1,013 bar @150C) : 0,0852 kg/m3
Densitas liquid : 70,849 kg/m3
(1,013 bar @boilling point)
Panas laten penguapan : 448,69 kJ/kg
(1,013 bar @boilling point)
Melting point : -259,20C
Viscosity (1.013 bar and 15 C (59 F)) : 8.3969E-05 Poise
Thermal conductivity : 172.58 mW/(m.K)
(1.013 bar and 0 C (32 F))
Solubility in water (1.013 bar @ 0 C) : 0.0214 vol/vol
Autoignition temperature : 560 C

Sifat Kimia:
Reaksi hidrogen dan hidrogen memebentuk asam hidrohalogenida
H2 + X2 2HX (2.12)

Reaksi dengan Hidrogen membentuk Butanol


C4H8O + H2 C4H9OH (2.13)

Reaksi dengan oksigen membentuk air


H2 + 1/2O2 H2O (2.14)

Reaksi hidrogen dann karbon membentuk methan


2H2 + C CH4 (2.15)

Reaksi hidrogen dengan nitrogen membentuk ammonia


3H2 + N2 2NH3 (2.16)

Reaksi hidrogen dengan logam membentuk logam hidrida


H2 + M MH2 (2.17)

Reaksi hidrogen dengan oksida logam membentuk logam dan air

16
H2 + MO M + H2O (2.18)

Reaksi hidrogenasi ikatan tak jenuh


RCH + CHRT + H2 RCH2CH2R (2.19)

2.1.3 Karbon Monoksida ( CO )

Karbon monoksida atau CO, adalah gas beracun yang dihasilkan oleh
senyawa yang mengandung karbon hasil pembakaran tidak sempurna.Ini
pertama kali ditemukan dan masih terisolasi pada tahun 1776 oleh J.M.F. De
Lassone dengan pemanasan campuran seng oksida dan arang. Namun,
komposisi kimianya baru diakui setelah 20 tahun kemudian oleh W.
Cruikshank dan dibenarkan oleh F. Clement dan J. B. Desormes tahun 1801.
Jumlah yang cukup besar karbon monoksida masuk ke atmosfer dari proses
alam. (Hatch, 1992).
Menurut penelitian dilakukan di tahun 1970-an kurang dari 10 %
berasal dari emisi dan 80 % buatan manusia dari sekitar 3,8 x 109 ton berasal
dari oksidasi metana yang dipancarkan oleh bahan organik yang membusuk.
Penelitian baru-baru ini memperkirakan emisi dari pembakaran bahan bakar
fosil dengan 600 x 106 ton dan total emisi yaitu 2,5 x 109 ton .Besar
konsentrasi dari gas CO dapat dideteksi di udara terutama dari wilayah kota-
besar besar, gas CO bisa disebabkan oleh emisi kendaraan hasil knalpot dan
emisi pemanasan domestik. Para pakar lingkungan sangat insentif untuk
menguranginya dan mengkhawatiran jumlah CO yang dilepaskan di atmosfer.
Karbon monoksida juga dapat ditemukan di atmosfer planet lain dalam tata
surya kita. Pabrik yang menghasilkan CO terutama dari hasil pengolahan batu
bara atau uap hasil gas alam maupun hasil olahan minyak bumi.
Aplikasi utama CO dapat digunakan sebagai pereduksi dalam
produksi logam, produksi hidrogen dan untuk karbonilasi substrat organik
seperti alkohol, amina, dan ester. Campuran hidrogen dan karbon monoksida (
syngas ) yang digunakan sebagai bahan baku penting pada produksi skala besar
seperti methanol, alkohol alifatik dan aldehida ( oxo sintesis ). Hasil studi
mengindikasikan bahwa penggunaan aplikasi ini akan meningkat setiap
tahunnya. (Ullman, 2007).

17
Karbon monoksida karbon monoksida (titik lebur: -199oC, titik didih:
-191.5oC) adalah salah satu kepala konstituen dari gas sintesis (karbon
monoksida ditambah hidrogen). Hal ini diperoleh dalam bentuk murni melalui
proses kriogenik, dengan hidrogen sebagai sebuah produk utama. Karbon
monoksida merupakan bahan baku penting dalam produksi metanol dan produk
alkohol lainnya serta hidrokarbon, Karbon Monoksida merupakan racun yang
kuat. Hal ini juga digunakan untuk membuat diisocyanate dan etil acrylate.
(McGraw-Hill, 1990).
Karbon monoksida merupakan gas industri utama yang memiliki
banyak kegunaan dalam produksi bahan kimia. Sejumlah aldehida dengan hasil
volume yang tinggi dapat diproduksi dengan reaksi hidroformilasi dari
alkena,CO,danH2. Pada proses Monsanto, karbon monoksida bereaksi dengan
metanol dengan keberadaan katalis rodium homogen dan HI, menghasilkan
asam asetat. Proses ini digunakan secara meluas dalam produski asam asetat
berskala industri. Metanol diproduksi dari hidrogenasi CO. Pada reaksi yang
berkaitan, hidrogenasi CO diikuti dengan pembentukan ikatan C-C, seperti
yang terjadi pada proses Fischer-Tropsch, CO dihirogenasi menjadi bahan
bakar hidrokarbon cair. Teknologi ini mengijinkan batu bara dikonversikan
menjadi bensin. (Matar, 1988)

Sifat Fisika dan Kimia


Sifat Fisika :
Fase pada suhu kamar (320C) : Gas, tak berwana
Boiling point (1,013 bar) : -191,50C
Critical temperature : -140.29 C
Critical pressure : 34.94 bar
Critical density : 303.91 kg/m3
Densitas gas (1,013 bar @150C) : 1,1849 kg/m3
Densitas liquid : 793,2 kg/m3
(1,013 bar @boilling point)
Panas laten penguapan : 214,68 kJ/kg
(1,013 bar @boilling point)

18
Panas laten peleburan : 30,024 kJ/kg
(1,013 bar @boilling point)
Viscosity (1.013 bar and 15 C (59 F)) : 1.6515E-04Poise
Thermal conductivity : 24,74 mW/(m.K)
(1.013 bar and 0 C (32 F))
Autoignition temperature : 630 C

Sifat kimia :
1. Reaksi karbon monoksida dengan hidrogen membentuk metanol
Reaksi : CO + H2 CH2OH (2.20)
2. Reaksi metilamina dengan karbon monoksida menghasilkan dimetil
formamida Reaksi : (CH2)2NH + CO (CH2)2NHCO (2.21)
3. Raksi metanol dengan karbon monoksida menghasilkan asam asetat
Reaksi : CH3OH + CO CH3COOH (2.22)
4. Reaksi formaldehid dengan air menghasilkan asam glikol
Reaksi : HCO + CO + H2O HOCH2COOH (2.23)
5. Reaksi propilen dengan syngas menghasilkan butiraldehid
Reaksi : C3H6 + CO + H2 C4H8O (2.24)

2.2 Katalis Kobalt

Kobalt (Co), unsur kimia, logam feromagnetik Grup 9 (VIIIB) dari tabel
periodik, digunakan terutama untuk paduan tahan panas dan magnetik. Logam ini
diisolasi tahun 1735 oleh seorang ahli kimia Swedia, Georg Brandt, meskipun
senyawa kobalt telah digunakan selama berabad-abad untuk memberikan warna
biru untuk glasir dan keramik. Kobalt telah terdeteksi di patung Mesir dan kalung
manik-manik Persia pada milenium ke-3 SM, dalam gelas yang ditemukan di
reruntuhan Pompeii, dan di Cina pada awal Dinasti Tang (618-907 BC) dan
kemudian di porselen biru dinasti Ming (1368-1644). Nama kobold pertama kali
digunakan pada abad ke-16 untuk bijih yang diduga mengandung tembaga tapi
akhirnya diketahui bahwa bijih tersebut adalah bantalan bijih kobalt arsenik
beracun. Brandt akhirnya menyimpulkan pada tahun 1742 bahwa warna biru pada

19
bijih tersebut adalah karena adanya kobalt. Katalisator yang biasa dipakai dalam
proses oxo adalah logam karbonil dari golongan VII, yaitu Fe, Co, Ni, Ru, dan
Rh. (Othmer,1978).
Rh dan Co merupakan katalis yang paling baik dipakai dalam proses Oxo.
Cobalt merupakan katalis yang paling banyak dipakai secara komersil karena
harganya lebih murah bila dibandingkan dengan Rh. Senyawa Cobalt murni (fixed
bed), garam Cobalt atau Cobalt Carbonyl.
Cobalt Hydrocarbonyl HCo(CO)4 adalah katalis yang larut dalam reaktan
dan produk (katalis homogen). Pada umumnya jumlah katalis yang digunakan
berkisar 0,5-5% mol Cobalt. (Groggins,1954).

Sifat Fisika dan Kimia


Sifat Fisika :
Fase : Padat, berwana putih kebiruan, bau
menyengat
Berat molekul : 171,98 g/mol
Boiling point : 470C (1170F)
Temperatur Leleh : -330C
Kelarutan dalam air : 0,05% (200C)
Kelarutan : larut dalam hexan, toluena, etanol
Tekanan uap : > 1 atm (200C)
Keasaman (pKa) : 8,5
Densitas : 8,9 g/cm3

Sifat Kimia :
Pembentukan nitrogen oksida,
reaksi yang terjadi adalah :
Co + 2H+ Co2+ + H2
3Co + 2HNO3 + 6H+ 3Co2+ + 2NO+ 4H2O (2.25)
Sulfida

Dibentuk dari larutan Co2+ yang direaksikan dengan H2S membentuk


endapan CoS berwarna hitam.

20
Co2+ + H2S CoS + 2H+ (2.26)

Halida
Halida anhidrat CoX2 dapat dibuat dengan dehidrasi dari hidrat halida
dan untuk CoF2 dibuat dengan mereaksikan antara HF dengan CoCl2.
HF + CoCl2 CoF2 (2.27)
Oksida
Reaksi ini harus dilakukan dalam ruang bebas oksigen, reaksinya
sebagai berikut :
CoCO3 CoO + CO2 (2.28)

2.3 Normal Butanol (N-Butanol)

Industri n-butanol pertama kali produksi dan dikomersilkan pada tahun


1950 dengan katalis cobalt oleh Ruhrehemic yang dioperasikan setelah perang
dunia II. Selanjutnya teknologi pembuatan n-butanol dikembangkan oleh
Badischeband soda fabric A.G (BASF). Hingga sekarang, perkembangan indistri
n-butanol terus meningkat. Hal ini dipengaruhi oleh semakin meningkatnya
kebutuhan akan n-butanol dan berkembang pesatnya industri berbasis n-butanol.
Sekitar 7% pembuatan n-butanol oleh perusahaan USA menggunakan teknologi
oxo. (Othmer, 1978).
Butanol (Butil Alkohol) adalah jenis alkohol alifatik jenuh dengan 4 atom
C. Butanol mempunyai 4 isomer struktur; 2 isomer primer, 1 sekunder dan 1
tersier. Adapun susunannya adalah :

a. 2 secara primer : CH3CH2CH2CH2OH dan CH3CH2CHCH3


1-Butanol

OH
2- Butanol
1 secara sekunder : CH3CHCH2OH

CH3
2-Metil-1-propanol (2.29)

21
CH3

b. 1 secara tersier : CH3-C-OH

CH3
2-Metil-2-propanol (2.30)

N-Butanol terdapat dalam konsentrasi tinggi dalam minyak fusel yang


difermentasikan. Industri yang memproduksi butanol berdiri sekitar tahun 1912
dengan cara fermentasi karbohidrat menggunakan jamur Clostridium
Acetobutylicium Weizman yang menghasilkan aceton & n-butanol. Seiring
dengan kebutuhan n-butanol yang semakin meningkat, pembuatan n-butanol
mulai berkembang pula, dengan- menggunakan proses hidrogenasi
crotanoldehyde, serta proses reppe yang menggunakan carbonisasi propilen.
Namun sekarang n-butanol lebih banyak diproduksi dengan menggunakan
proses oxo syntesis dengan bahan baku gas C3H6, CO dan H2 N-butanol dengan
rumus molekul CH3(CH2)3OH di sebut juga 1-Butanol atau butil alkohol banyak
dipakai sebagai solven dalam industri resin atau coating, plastilizer, bahan
penolong dalam pencelupan, detergent formilation dan sebagainya.
Bahan kimia ini merupakan cairan yang tidak berwarna, dapat larut dalam
air maupun dalam alkohol dan eter. Titik bekunya pada temperatur 89oC dibawah
nol dan titik didihnya 117,7oC. (Ullman, 2007)
N-butanol biasanya diproduksi dari propilena oleh oxo reaksi. Hal ini
dapat juga aldol yang diperoleh dari kondensasi asetaldehida. N-butanol
dihasilkan oleh katalitik hydrogenasi dari n-butyraldehyde. Reaksi ini dilakukan
di tekanan yang relatif tinggi. Hasil Reaksi:

CH3CH2CH2CHO + H2 CH3CH2CH2CH2OH (2.31)

N-butanol terutama digunakan sebagai pelarut atau agen esterifying.Ester


asam akrilat, sebagai contoh , digunakan dalam cat, perekat ,dan industri plastik.
(Lewis F. Hatch, 1992).
N-butanol ( n-butanol; titik didih: 117,7oC, densitas: 0,8097, titik flash :
28.9oC) dapat diperoleh dari karbohidrat (seperti molase dan gandum) oleh

22
fermentasi. Aseton dan etanol yang dihasilkan sebagai produk turunannya.
(McGraw-Hill,1990)

C6H12O6 CH3CH2CH2CH2OH + CH3COCH3 + CH3CH2OH + CO2 + H2 (2.32)

Propylene dan gas sintesis menghasilkan n-butyl alkohol, iso-butyl alkohol


sebagai sebuah produk turunnya. (Austin, 1987)

CH3CH=CH2 + CO2 + H2 CH3CH2CH2CHO (2.33)


CH3CH2CH2CHO + H2 CH3CH2CH2CH2OH (2.34)

N-butyl alkohol digunakan dalam pembuatan butil acrylate dan methacrylate, eter
glikol, pelarut, butil asetat, dan pembuat plastik. (Groggins, 1975)

Sifat Fisika dan Sifat Kimia


Sifat Fisika :
Fase pada suhu kamar (320C) : Cair, tak berwarna, berbau
pisang
Boiling point : 117,660C
Densitas liquid @250C : 809,7 kg/m3
Flash point, closed cup : 28,850C
Kapasitas panas liquid @250C : 0,17706 kJ/(mol.K)
Panas pembentukan gas ideal @250C : -274,6 kJ/mol
Panas peleburan : 9,372 kJ/mol
Panas penguapan pada normal bp : 43,29 kJ/g
Spesifik volume kritis : 0,275 m3/kgmol
Temperatur kritis : 289,900C
Tekanan kritis : 4423 kPa
Temperatur Leleh : -89,30C
Viscosity @200C : 2,947 cP
(Othmer,1991)

23
Sifat Kimia:
Hidrogenasi
CH3CH=CHCHO + 2H2 CH3(CH2)3OH (2.35)
n-Butiraldehide + Hidrogen n-butanol

Reaksi Subtitusi
Gusgus OH pada n-Butanol dapat diganti oleh atom halogen misalnya
klor, persamaan reaksinya adalah :
CH3CH2CH2-OH + HCl CH3CH2CH2CH2-Cl + H2O (2.36)
n-Butanol n-Kloro Butana

2.4 Proses Pembuatan N-Butanol


N-Butanol dapat dibuat dengan beberapa macam proses diantaranya Oxo
Sintesis, Reppe, Hydrogenasi dari crotanaldehide.

2.4.1 Oxo Sintesis


Proses yang paling penting dalam pembuatan n-butanol dan 2-metil-1-
propanol adalah hidroformilasi propilen dengan menghidrogenasi aldehyde
yang terbentuk. Nama Hydroformilasi berarti penambahan gugus formaldehide
pada ikatan rangkap. Pada oxo proses (hidroformilasi). Karbon monoksida dan
hidrogen ditambahkan carbon-carbon rantai dua dengan bantuan katalis (Rh,
Co, Cu). Pada reaksi fase pertama terbentuk aldehide dengan penambahan satu
atom C dari olefin yang sebenarnya. Untuk olefin yang atom C nya lebih dari
satu, campuran isomer aldehide biasanya diperoleh. Dalam hal ini propilen
membentuk n-butanol dan iso butanal.

CH3CH=CH2 + CO + H2 CH3(CH2)2CHO + CH3CHCHO (2.37)


Propilen + Carbon Monoksida + Hidrogen n-butiraldehid

CH3
Iso-Butanol

CH3(CH2)2CHO + H2 CH3CH2CH2CH2OH (2.38)


n-butiraldehide + Hidrogen n-Butanol

24
CH3CHCHO + H2 CH3CH2CHCH3 (2.39)

CH3 OH
Iso-Butyraldehide + Hidrogen Iso-Butanol

Ada beberapa variasi dari proses hidroformilasi. Perbedaanya ada


pada kondisi reaksi (tekanan dan temperatur) dan sistem katalis yang
digunakan. Proses kalsik temperatur tinggi digunakan sampai dengan
permulaan tahun 1970-an, di operasikan pada tekanan 20-30 MPa (200-300
bar) CO/H2 dan suhu 100oC. Katalisnya adalah cobalt. Proses ini menghasilkan
kira-kira 75% n-butanol dan 25% isobutanol.
Produk ini dikembangkan pada beberapa tahun lalu untuk
mendapatkan produk yang lebih bersih. Operasi pada tekanan yang relatif lebi
rendah (1-5 MPa, 10-50 Bar) digunakan katalis rhodium. Rasio isomer
mencapai 95 : 5 atau 97 : 3 n-butanol dan iso butanol. Hidrogenasi katalitik
dari aldehide membentuk alkohol. Hanya alkohol primer yang dapat dihasilkan
dari proses oxo sistesis. (Ullman, 2007)
Katalis yang umum digunakan untuk proses oxo adalah cobalt, tetapi
dibutuhkan kondisi operasi suhu dan tekanan yang tinggi. Sedangkan untuk
suhu dan tekanan yang lebih rendah biasanya digunakan katalis rhodium. Rh
merupakan katalis yang stabil sehingga penanganannya lebih sederhana
dibanding Kobalt. (Mc.Ketaa, 1970)
US. Patent no 2.880.241 (Hughes) mencantumkan bahwa katalis Rh
dapat bekerja secara efektif dalam reaksi oksigenasi olefin dan menghasilkan
proses karbonisasi yang lebih selektif. Dalam patent tersebut dicantumkan
bahwa reaksi Oxo dengan katalis cobalt menghasilkan dua atau lebih produk
isomer, sedang katalis rhodium pada suhu yang lebih rendah menghasilkan
produk yang didominasi dengan isomer lurus (75%-90%).
US. Patent no 3.239.566 mencantumkan dengan penggunaaan katalis
Rh pada reaksi Oxo memberikan produk yang didominasi aldehide. Proses ini
cenderung menggunakan katalis Rhodium Carbonyl Triphenyl Phospine.

25
N-Butanol
Gas N-butanol
H2 Distilasi
Propylene Separator
Reaktor
Oxo
Gas CO
I-Butanol
Gambar 2.1 Blok Diagram Proses Oxo sintesis

2.4.2 Proses Reppe


N-butanol dan iso butanol dapat diproduksi secara komersil dengan
cara carbonilisasi propilen, dikembangkan oleh Reppe. Proses ini
dikembangkan pada tahun 1942. Olefin, CO dan air direaksikan dibawah
tekanan dengan kehadiran katalis (garam Amonium tertier dari polinuclear ion
carbonil hidrid). Perbedaan proses ini dengan Co katalis hidroformilasi klasik
adalah pada temperatur rendah dan tekanan rendah (kira-kira 100oC, 0,5-2 MPa
atau 5-20 bar), alkohol langsung terbentuk dari olefin.
Seperti pada oxo sintesis, karbon monoksida dapat ditambahkan pada
kedua atom C atau pada ikatan rangkap, ketika propilen digunakan, n-butanol
dan iso butanol diperoleh dengan perbandingan 86:14.

CH3CH=CH2+3CO+2H2O CH3(CH2)3OH + 2CO2 (2.40)


Propilen + Carbon Monoksida + Air n-Butanol + Carbon Dioxsida

Katalis sensitif terhadap udara dan temperatur tinggi yang mengandung


air dan CO2 terdekomposisi menjadi besi carbonat. Untuk mencapai reaksi
yang cukup dari katalis, carbonil triferrat, harus dihadirkan pada konsentrasi
yang lebih dari 10% pada larutan reaktan, ini diperoleh dengan kehadiran
dissolving agent. Reppe proses tidak sukses seperti hidroformilasi propilen
dengan Co-katalis. Proses ini merupakan proses dengan teknologi yang mahal.
(Ulman, 2007)

26
N-Butanol

Gas
Distilasi
H2
Propylene Reaktor Separator
katalis

Air CO
I-Butanol

Gambar 2.2 Blok Diagram Proses Reppe

2.4.3 Hydrogenasi dari crotanaldehide


Sampai pertengahan tahun 1950-an pembuatan n-butanol dari
acetaldehide merupakan proses yang disukai. Dengan perkembangan dari oxo
sintesis, bagaimanapun, proses ini sudah tidak digunakan bahkan di Amerika
dan Jepang. Langkah-langkah proses tersebut adalah :

1. Kondensasi aldol
2CH3CHO CH3CH(OH)CH2CHO (2.41)
Aldehide Alkohol

2. Pemisahan air
CH3CH(OH)CH2CHO CH3CH=CHCHO + H2O (2.42)
Alkohol Butiraldehide + Air

3. Hidrogenasi
CH3CH=CHCHO + 2H2 CH3(CH2)3OH (2.43)
n-Butiraldehide + Hidrogen n-butanol

Aldehide di aldolisasi menjadi alcadol pada temperatur dan tekanan


normal dengan kehadiran katalis alkaline. Dengan konversi kira-kira 60%
acetaldol yield kira-kira 95%. Acetaldehide yang tidak bereaksi dapat
direaksikan lagi dengan di recycle.
Kemudian pengeluaran air dan pembentukan aldehide dilakukan
dengan asam asetat atau dengan asam pospat dan berikutnya destilasi, dimana
crotanaldehide diperoleh sebagai produk atas hampir keseluruhannya. Biasanya

27
fase gas dan cair untuk hidrogenasi dari crotanaldehide menjadi n-butanol.
Katalis Cu digunakan sebagian, kira-kira 1000 kg n-butanol dapat terbentuk
dari 1350 kg acetaldehide. (Ullman, 2007)
n-butiraldehide 99%

Mixer Reaktor Separator Distilasi Distilasi


Air I II

n-butiraldehide H2 99,5% N-Butanol 99%


Gambar 2.3 Blok Diagram Proses Hydorgenasi dari Crotanaldehide

2.5 Produk Samping (Iso-butanol)


i-butanol digunakan terutama di bidang lapisan permukaan .Di amerika
serikat , misalnya , sekitar 85 % i-butanol di produksi pada sektor ini. i-butanol
secara langsung digunakan sebagai pelarut untuk pernis atau diubah menjadi
turunan yang kemudian digunakan sebagai pelarut monomer atau komponen
lainnya . i-butanol tidak dapat langsung digunakan sebagai pelarut dan dalam
pembuatan pernis dari nitroselulosa tetapi di campur dengan toluena , etanol atau
berbagai ester . i-butanol juga berguna untuk mengatur viskositas dan
meningkatkan aliran dari sifat pernis dan untuk mencegah melesat dalam cat dan
pernis spirit-soluble. i-butanol berhasil digunakan di sampai 20 % sebagai sebuah
pengencer untuk digunakan sebagai pelarut untuk zat ini. kebanyakan adalah ester
dari asam jenuh karboksilat secara khusus ialah asetat. Ester yang telah jadi
semakin penting untuk i-butanol karena telah lebih dari satu dekade terakhir.
(Ullman, 2007)

Sifat Fisika dan Kimia


Sifat Fisika :
Kenampakan pada suhu kamar (320C) : Cair, tak berwarna, berbau
Berat molekul : 74,12 g/mol
Temperatur kritis : 274,630C
Tekanan kritis : 4300 kPa

28
Spesifik volume kritis : 0,273 m3/kgmol
Boiling point : 107,660C
Temperatur Leleh : -108,00C
Panas pembentukan gas ideal @250C : -283,2 kJ/mol
Panas peleburan : 6,322 kJ/mol
Panas penguapan pada normal bp : 41,83 kJ/g
Densitas liquid @250C : 801,6 kg/m3
Kapasitas panas liquid @250C : 0,18115 kJ/(mol.K)
Flash point, closed cup : 27,850C
Viscosity @200C : 3,102 Cp
Autoignition Temperature : 4000C
(Othmer,1991)

Sifat Kimia:
Reaksi Hidrogenasi dari butiraldehid :
C4H8O + H2 C4H10O (2.44)

2.6 Seleksi Proses


Dari penjabaran proses proses pembuatan n-butanol di atas, maka dapat
dibuat tabel perbandingan proses untuk mengetahui proses yang paling sesuai
dalam merancang pabrik n-butanol.

Tabel 2.1 Jenis Proses Pembuatan Normal butanol


Proses Proses Proses Proses
Oxo sintesis Reppe Hidrogenasi
Parameter crotanaldehide
Bahan Baku - Propilen (C3H6) - Olefin - n-Butiraldehide
- Karbonmonoksida (CO) - Karbon
- Hidrogen (H2) Monoksida (CO)
- Air (H2O)
Kondisi - Temperatur -Temperatur -Temperatur
Operasi :100oC 120oC : 100 oC : 80oC

29
Reaktor - Tekanan -Tekanan -Tekanan
10 15 atm 0,5 2 Mpa 2 atm
Konversi 97% 86% 60%
Katalis Rhodium, Co Fe Carbonilhidride Alkaline
Produk - Normal Butanol 75% - Normal Butanol - Normal Butanol
- Iso Butanol 25% - Iso Butanol 99%
Alat Utama - Reaktor - Reaktor - Mixer
- Separator - Separator - Reaktor
- Distilasi - Distilasi - Separator
- Distilasi
Utilitas - Air - Air - Air

Dari tabel perbandingan proses diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa


proses yang dipilih untuk memproduksi n-butanol dari propilen dalam pra
rancangan pabrik n-butanol kapasitas 50.000 ton/tahun adalah proses oxo sintesis.
Dengan menggunakan katalis rhodium. Pertimbangan yang diambil karena
memiliki proses yang sederhana, dimana proses oxo sintesis tidak memerlukan
peralatan yang rumit, memiliki konversi paling tinggi, sebesar 97%, tekanan yang
berlangsung selama proses relatif sedang, dan bahan baku yang digunakan mudah
di dapat.

30

Anda mungkin juga menyukai