Pada aksis V ini para ahli mengelompokkan fungsi adaptif seseorang kepada level-
level tertentu dalam sebuah Global Assesment of Functioning (GAF) scale. Skala ini
digunakan agar dapat melihat bagaimana hubungan sosial seseorang, fungsi pekerjaannya,
serta bagaimana seseoarng menggunakan waktu luangnya. . Aksis V ini yang nanti akan
banyak terjadi perubahannya pada DSM V. (Maslim, 2013)
Skor GAF
91-100 : gejala tidak ada, berfungsi maksimal, tidak ada masalah yang tidak tertanggulangi
81-90 : gejala minimal, fungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalh harian biasa
71-80 : gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial
61-70 : beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum
baik
31-40 : beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita dan komunikasi, disabilitas
berat dalam beberapa fungsi
21-30 : disabilitas berat dalam komunikasi dan daya nilai, tidak mampu berfungsi dalam
hampir semua bidang
11-20 : bahaya mencederai diri/orang lain, disabilitas sangat berat dalam komunikasi
dan mengurus diri
(Maslim, 2013)
Tingkat dari PANSS berdasarkan dari kesesuaiam informasi yang diperoleh dari
waktu tertentu, biasanya diidentifikasi pada minggu sebelumnya. (Maramis, 2009)
Informasi ada kejadian yang kebetulan yang berdiri sendiri dari skala lain seperti
yang lebih sering dipakai, pemahaman yang lebih tinggi didalam pemakaiannya dan
standar yang baik. (Maramis, 2009)
Instruksi penilaian umum PANSS dimana data dikumpulkan dari prosedur penilaian
ini diaplikasikan terhadap penilaian PANSS masing-masing dari 30 butir bersamaan
dengan definisi yang spesifik untuk menjelaskan kriteria dari 7 butir menunjukkan
peningkatan butir psikopatologi, seperti: (1 = tidak ada, 2 = minimal, 3 = ringan, 4 =
sedang, 5 = sedang berat, 6 = berat, 7 = sangat berat). (Maramis, 2009)
Dalam penilaian rating yang pertama dipikirkan apa semua gejala masih ada dari
setiap butir. Jika gejala tersebut tidak ada dinilai 1 sebaliknya jika terdapat gejala
penilaian harus menentukan keparahan dengan menggunakan referensi dan kriteria
tertentu sebagai nilai patokan. Nilai terapan tertinggi selalu dicantumkan, meskipun pasien
tersebut memenuhi kriteria untuk nilai rendah. Dalam menetukan tingkat keparahan dari
gejala, penilai harus menerapkan perspektif secara holistik untuk menentukan nilai
patokan yang mana yang paling baik mencerminkan fungsi pasien dan nilai menurutnya.
(Maramis, 2009)
Skor untuk gejala positif, negatif dan psikopatologis umum diperoleh dengan
penjumlahan dari tingkat butir dari masing-masing kriteria. Pada gejala positif dan negatif
penilaian antara 7 sampai 49, sedangkan penilaian pada psikopatologi umum antara 16-
112. (Maramis, 2009)
Pemeriksaan medis harus termasuk tes kimia darah standar, elektrokardiogram, dan
tes fungsi tiroid. Klinisi harus menyingkirkan intoksikasi kafein, penyalahgunaan
stimulan, putus alkohol dan putus sedatif atau hipnotik. (Maramis, 2009)
D. MMPI
Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI) diterbitkan pada tahun 1940.
Perancang MMPI adalah R. Starke Hathaway , PhD, dan JC McKinley , MD. MMPI
merupakan hak cipta dari University of Minnesota. MMPI dikembangkan pada tahun 1930
di Universitas Minnesota sebagai tes kepribadian yang komprehensif dan serius yang
dapat digunakan untuk mendeteksi masalah kejiwaan. (Elvira, 2015)
Tes MMPI adalah sebuah alat tes inventori yang berisi banyak pertanyaan dengan
option ya dan tidak, tujuannya adalah untuk mengetahui kepribadian seseorang,
terutama gangguan-gangguan psikologis yang ada di dalam diri seseorang, seperti
gangguan anti sosial, gangguan seksual, gangguan depresi, kehohongan, dan sebagainya.
(Elvira, 2015)
Skala dalam MMPI dibagi menjadi :
A. Skala Validitas
MMPI adalah salah satu tes pertama yang mengembangkan skala-skala untuk
mendeteksi apakah responden menjawab dengan cara yang akan membuat hasil-
hasilnya secara keseluruhan tidak valid. (Elvira, 2015)
Skala ? (disingkat ? atau CS) bukan benar-benar sebuah skala formal tetapi
sekedar merepresentasikan jumlah item yang dibiarkan tidak terjawab pada lembar
profil. Kegunaan mencatat jumlah pertanyaan yang tidak terjawab adalah
memberikan salah satu dari beberapa indeks validitas sebuah protocol. Jika 30 item
atau lebih dibiarkan tidak terjawab, protocol itu kemungkinan besar tidak valid dan
tidak ada interpretasi lebih jauh yang perlu diupayakan. Hal ini semata-mata karena
jumlah item yang telah direspon tidak cukup, yang berarti informasi yang tersedia
untuk menskor skala kurang. Jadi, hasil-hasilnya kurang dapat dipercaya. Untuk
meminimalkan jumlah respon cannot say, klient seharusnya di dorong untuk
menjawab seluruh pertanyaan. (Elvira, 2015)
2. Skala L
3. Skala F
Skala ini mengukur sejauh mana seseorang menjawab dengan cara yang atipikal
dan menyimpang. Item-item dengan skala F MMPI dan MMPI-2 diseleksi
berdasarkan dukungan oleh kurang dari 10% populasi. Jadi, dari segi definisi statistic,
mereka merefleksikan cara berfikir yang nonkonvensional. Skor tinggi pada skala F
biasanya disertai oleh skor-skor yang tinggi pada banyak skala klinis. Skor tinggi
sering dapat digunakan sebagai indicator umum patologi. Seseorang yang mempunyai
skor tinggi mungkin juga faking bad, yang bisa menginvilidasi protokolnya.
(Elvira, 2015)
4. Skala K
Skala ini dorancang untuk medeteksi klient-klient yang terlalu positif dalam
mendeskripsikan dirinya. Jadi, skala ini mempunyai kesamaan dengan skala L. akan
tetapi, skala K, lebih subtil dan efektif. Bila hanya individu-individu yang naf,
moralistic dan tidak rumit saja yang akan mendapatkan skor tinggi pada skala L,
orang yang lebih cerdas dan pintar secara psikologis mungkin mempunyai skor K
yang mungkin sedikit lebih tinggi meskipun mungkin tidak menunjukan elevasi pada
skala L. (Elvira, 2015)
B. Skala Klinis
1. Hypochondriasis (Hs)
2. Depression
Kelima puluh tujuh item skala dua berhubungan dengan brooding, kelambanan
fisik, perasaan depresi yang subjektif, apati mental, dan malfungsi fisik.skor tinggi
mungkin mengindikasikan berbagai kesulitan disalah satu bidang atau lebih. Orang
yang mendapat skor tinggi pada skala 2 biasanya dideskripsikan sebagai orang yang
suka mengkritik dirinya, menarik diri, suka menyendiri, pendiam
dan retiring (mengundurkan diri). (Elvira, 2015)
3. Hysteria
4. Psychopathic deviant
Skala ini untuk mengetes tingkat penyesuaian social seseorang secraa umum.
Pertanyaan-pertanyaannya berhubungan dengan bidang-bidang seperti derajat
pengasingan diri dari keluarga, kedap social, masalah dengan sekolah dan figure
otoritas, dan penarikan diri dan masyarakat. (Elvira, 2015)
5. Masculinity-feminity
6. Paranoia
7. Psychasthenia
Keempat puluh delapan item pada skala 7 awalnya dirancang untuk mengukur
sindroma psikastenia. (Elvira, 2015)
8. Schizophrenia
Skala ini dirancang untuk mengidentifikasi orang yang mengalami kondisi
skizofrenik atau mirip. Tujuan ini sebagian berhasil dalam arti bahwa diagnosis
skizofrenia muncul sebagai sebuah kemungkinan dalam kasus orang yang mendapat
skor ekstreem tinggi. Akan tetapi, bahkan orang yang mendapat skor cukup tinggipun
belum tentu memenuhi criteria skizofrenia. (Elvira, 2015)
9. Hypomania
DAFTAR PUSTAKA
Elvira, Sylvia . 2015. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta. Balai Penerbit FK-UI.
Maramis, Willy. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi II. Surabaya. Airlangga University
Press.
Maslim, R. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPGJ III. Jakarta.
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran UNIKA Atma Jaya.