Anda di halaman 1dari 9

5.

Penilaian Status Mental

A. Penilaian Fungsi secara Global (Global Assesment of Functioning = GAF Scale)

Pada aksis V ini para ahli mengelompokkan fungsi adaptif seseorang kepada level-
level tertentu dalam sebuah Global Assesment of Functioning (GAF) scale. Skala ini
digunakan agar dapat melihat bagaimana hubungan sosial seseorang, fungsi pekerjaannya,
serta bagaimana seseoarng menggunakan waktu luangnya. . Aksis V ini yang nanti akan
banyak terjadi perubahannya pada DSM V. (Maslim, 2013)

Aksis V adalah skala penilaian secara global mencakup assessment menyeluruh


tentang fungsi psikologis sosial dan pekerjaan klien. Fungsional diartikan sebagai kesatuan
dari 3 bidang utama yaitu fungsi sosial, fungsi pekerjaan, fungsi psikologis. Fungsi berupa
skala dengan 100 poin. 100 mencerminkan tingkat fungsi tertinggi dalam semua bidang.
Pasien yang memiliki tingkat fungsional tertinggi sebelum suatu episodepenyakit biasanya
mempunyai prognosis yang lebih baik dibandingkan mereka yang mempunyai tingkat
fungsioal rendah. Digunakan juga untuk mengindikasikan taraf keberfungsian tertinggi
yang mungkin dicapai selama beberapa bulan pada tahun sebelumnya. (Maslim, 2013)

Skor GAF

91-100 : gejala tidak ada, berfungsi maksimal, tidak ada masalah yang tidak tertanggulangi

81-90 : gejala minimal, fungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalh harian biasa

71-80 : gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial

61-70 : beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum
baik

51-60 : gejala dan disabilitas sedang

41-50 : gejala dan disabilitas berat

31-40 : beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita dan komunikasi, disabilitas
berat dalam beberapa fungsi
21-30 : disabilitas berat dalam komunikasi dan daya nilai, tidak mampu berfungsi dalam
hampir semua bidang

11-20 : bahaya mencederai diri/orang lain, disabilitas sangat berat dalam komunikasi
dan mengurus diri

01-10 : persisten dan lebih serius

0 : informasi tidak adekuat

(Maslim, 2013)

B. Positive and Negative Syndrom Scale (PANSS)

PANSS dikembangkan khususnya untuk pembatasan psikometrik, oleh karena itu


total skor dari 7 butir kala positif, 7 butir skala negative dan 16 butir skala psikopatologi
umum. (Maramis, 2009)

Tingkat dari PANSS berdasarkan dari kesesuaiam informasi yang diperoleh dari
waktu tertentu, biasanya diidentifikasi pada minggu sebelumnya. (Maramis, 2009)

Informasi ada kejadian yang kebetulan yang berdiri sendiri dari skala lain seperti
yang lebih sering dipakai, pemahaman yang lebih tinggi didalam pemakaiannya dan
standar yang baik. (Maramis, 2009)

Penilaian PANSS didasarkan pada informasi perilaku ditambah wawancara klinis


35-45 menit. Terdiri dari 7 butir dalam 30 simtom, dimana setiap butir dan tingkat
keparahan ditetapkan. Penilaian didapat dari wawancara klinis, laporan dari rumah sakit
dengan tingkat pelayanan primer atau dapat dilaporkan anggota keluarga. Laporan anggota
keluarga juga memberikan kontribusi untuk mengakses tingkat keparahan dimensi yang
lain dari psikopatologi yang dimanifestasikan dalam interaksi sosial yang nyata, sikap
umum dan fungsi adaptasi. (Maramis, 2009)

Instruksi penilaian umum PANSS dimana data dikumpulkan dari prosedur penilaian
ini diaplikasikan terhadap penilaian PANSS masing-masing dari 30 butir bersamaan
dengan definisi yang spesifik untuk menjelaskan kriteria dari 7 butir menunjukkan
peningkatan butir psikopatologi, seperti: (1 = tidak ada, 2 = minimal, 3 = ringan, 4 =
sedang, 5 = sedang berat, 6 = berat, 7 = sangat berat). (Maramis, 2009)

Dalam penilaian rating yang pertama dipikirkan apa semua gejala masih ada dari
setiap butir. Jika gejala tersebut tidak ada dinilai 1 sebaliknya jika terdapat gejala
penilaian harus menentukan keparahan dengan menggunakan referensi dan kriteria
tertentu sebagai nilai patokan. Nilai terapan tertinggi selalu dicantumkan, meskipun pasien
tersebut memenuhi kriteria untuk nilai rendah. Dalam menetukan tingkat keparahan dari
gejala, penilai harus menerapkan perspektif secara holistik untuk menentukan nilai
patokan yang mana yang paling baik mencerminkan fungsi pasien dan nilai menurutnya.
(Maramis, 2009)

Skor untuk gejala positif, negatif dan psikopatologis umum diperoleh dengan
penjumlahan dari tingkat butir dari masing-masing kriteria. Pada gejala positif dan negatif
penilaian antara 7 sampai 49, sedangkan penilaian pada psikopatologi umum antara 16-
112. (Maramis, 2009)

C. HRS-A (Hamilton Rating Scale for Anxiety)


Tingkat kecemasan dapat diukur dengan menggunakan Hamilton Rating Scale for
Anxiety (HRS-A) yang sudah dikembangkan oleh kelompok Psikiatri Biologi Jakarta
(KPBJ) dalam bentuk Anxiety Analog Scale (AAS). Validitas AAS sudah diukur oleh Yul
Iskandar pada tahun 1984 dalam penelitiannya yang mendapat korelasi yang cukup
dengan HRS A (r = 0,57 0,84). (Maramis, 2009)
Kecemasan dapat diukur dengan pengukuran tingkat kecemasan menurut alat ukur
kecemasan yang disebut HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale). Skala HARS merupakan
pengukuran kecemasan yang didasarkan pada munculnya symptom pada individu yang
mengalami kecemasan. Menurut skala HARS terdapat 14 syptoms yang nampak pada
individu yang mengalami kecemasan. Setiap item yang diobservasi diberi 5 tingkatan skor
antara 0 (Nol Present) sampai dengan 4 (severe). (Maramis, 2009)
Skala HARS pertama kali digunakan pada tahun 1959, yang diperkenalkan oleh Max
Hamilton dan sekarang telah menjadi standar dalam pengukuran kecemasan terutama pada
penelitian trial clinic. Skala HARS telah dibuktikan memiliki validitas dan reliabilitas
cukup tinggi untuk melakukan pengukuran kecemasan pada penelitian trial clinic yaitu
0,93 dan 0,97. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengukuran kecemasan dengan
menggunakan skala HARS akan diperoleh hasil yang valid dan reliable. (Maramis, 2009)
Skala HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) tentang penilaian kecemasan terdiri
dan 14 item, meliputi:
a) Perasaan Cemas firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung.
b) Ketegangan merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan lesu.
c) Ketakutan: takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal sendiri dan takut
pada binatang besar.
d) Gangguan tidur: sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak pulas
dan mimpi buruk.
e) Gangguan kecerdasan: penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit konsentrasi.
f) Perasaan depresi: hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobi, sedih,
perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari.
g) Gejala somatik: nyeri pada otot-otot dan kaku, gertakan gigi, suara tidak stabil dan
kedutan otot.
h) Gejala sensorik: perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah dan pucat
serta merasa lemah.
i) Gejala kardiovaskuler: takikardi, nyeri di dada, denyut nadi mengeras dan detak
jantung hilang sekejap.
j) Gejala pernapasan: rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering menarik napas
panjang dan merasa napas pendek.
k) Gejala gastrointestinal: sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun, mual dan
muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, perasaan panas di perut.
l) Gejala urogenital: sering kencing, tidak dapat menahan kencing, aminorea, ereksi
lemah atau impotensi.
m) Gejala vegetatif: mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu roma berdiri,
pusing atau sakit kepala.
n) Perilaku sewaktu wawancara: gelisah, jari-jari gemetar, mengkerutkan dahi atau
kening, muka tegang, tonus otot meningkat dan napas pendek dan cepat.
Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan kategori :
0 = tidak ada gejala sama sekali
1 = Satu dari gejala yang ada
2 = Sedang/ separuh dari gejala yang ada
3 = berat/lebih dari gejala yang ada
4 = sangat berat semua gejala ada
Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor dan item 1- 14 dengan
hasil :
a) Skor kurang dari 14 = tidak ada kecemasan.
b) Skor 14 20 = kecemasan ringan.
c) Skor 21 27 = kecemasan sedang.
d) Skor 28 - 41 = kecemasan berat.
e) Skor 42 56 = kecemasan berat sekali / panik.
(Maramis, 2009)

Pemeriksaan medis harus termasuk tes kimia darah standar, elektrokardiogram, dan
tes fungsi tiroid. Klinisi harus menyingkirkan intoksikasi kafein, penyalahgunaan
stimulan, putus alkohol dan putus sedatif atau hipnotik. (Maramis, 2009)

D. MMPI
Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI) diterbitkan pada tahun 1940.
Perancang MMPI adalah R. Starke Hathaway , PhD, dan JC McKinley , MD. MMPI
merupakan hak cipta dari University of Minnesota. MMPI dikembangkan pada tahun 1930
di Universitas Minnesota sebagai tes kepribadian yang komprehensif dan serius yang
dapat digunakan untuk mendeteksi masalah kejiwaan. (Elvira, 2015)
Tes MMPI adalah sebuah alat tes inventori yang berisi banyak pertanyaan dengan
option ya dan tidak, tujuannya adalah untuk mengetahui kepribadian seseorang,
terutama gangguan-gangguan psikologis yang ada di dalam diri seseorang, seperti
gangguan anti sosial, gangguan seksual, gangguan depresi, kehohongan, dan sebagainya.
(Elvira, 2015)
Skala dalam MMPI dibagi menjadi :
A. Skala Validitas

MMPI adalah salah satu tes pertama yang mengembangkan skala-skala untuk
mendeteksi apakah responden menjawab dengan cara yang akan membuat hasil-
hasilnya secara keseluruhan tidak valid. (Elvira, 2015)

1. Skala ? atau Cannot Say (CS)

Skala ? (disingkat ? atau CS) bukan benar-benar sebuah skala formal tetapi
sekedar merepresentasikan jumlah item yang dibiarkan tidak terjawab pada lembar
profil. Kegunaan mencatat jumlah pertanyaan yang tidak terjawab adalah
memberikan salah satu dari beberapa indeks validitas sebuah protocol. Jika 30 item
atau lebih dibiarkan tidak terjawab, protocol itu kemungkinan besar tidak valid dan
tidak ada interpretasi lebih jauh yang perlu diupayakan. Hal ini semata-mata karena
jumlah item yang telah direspon tidak cukup, yang berarti informasi yang tersedia
untuk menskor skala kurang. Jadi, hasil-hasilnya kurang dapat dipercaya. Untuk
meminimalkan jumlah respon cannot say, klient seharusnya di dorong untuk
menjawab seluruh pertanyaan. (Elvira, 2015)

2. Skala L

Skala L atau lie (kebohongan) terdiri atas 15 item yang mengindikasikan


sejauh mana seorang klien berusaha mendeskripsikan dirinya dengan cara positif
yang tidak realistis. Jadi, mereka yang mendapat skor tinggi mendeskripsikan dirinya
secara terlalu perfeksionis dan idealis. (Elvira, 2015)

3. Skala F

Skala ini mengukur sejauh mana seseorang menjawab dengan cara yang atipikal
dan menyimpang. Item-item dengan skala F MMPI dan MMPI-2 diseleksi
berdasarkan dukungan oleh kurang dari 10% populasi. Jadi, dari segi definisi statistic,
mereka merefleksikan cara berfikir yang nonkonvensional. Skor tinggi pada skala F
biasanya disertai oleh skor-skor yang tinggi pada banyak skala klinis. Skor tinggi
sering dapat digunakan sebagai indicator umum patologi. Seseorang yang mempunyai
skor tinggi mungkin juga faking bad, yang bisa menginvilidasi protokolnya.
(Elvira, 2015)

4. Skala K

Skala ini dorancang untuk medeteksi klient-klient yang terlalu positif dalam
mendeskripsikan dirinya. Jadi, skala ini mempunyai kesamaan dengan skala L. akan
tetapi, skala K, lebih subtil dan efektif. Bila hanya individu-individu yang naf,
moralistic dan tidak rumit saja yang akan mendapatkan skor tinggi pada skala L,
orang yang lebih cerdas dan pintar secara psikologis mungkin mempunyai skor K
yang mungkin sedikit lebih tinggi meskipun mungkin tidak menunjukan elevasi pada
skala L. (Elvira, 2015)

B. Skala Klinis

1. Hypochondriasis (Hs)

Skala 1 awalnya dirancang untuk membedakan penderita hipokondriasis dengan


para pasien dengan tipe-tipe psikiatrik lainnya. Meskipun skala itu dapat menunjukan
diagnosis hipokondriasis, namun skala itu paling berguna sebagai sebuah skala untuk
mengindikasikan berbagai macam karakteristik kepribadian, tetapi belum tentu
konsisten dengan diagnostic untuk hipokondriasis. (Elvira, 2015)

2. Depression

Kelima puluh tujuh item skala dua berhubungan dengan brooding, kelambanan
fisik, perasaan depresi yang subjektif, apati mental, dan malfungsi fisik.skor tinggi
mungkin mengindikasikan berbagai kesulitan disalah satu bidang atau lebih. Orang
yang mendapat skor tinggi pada skala 2 biasanya dideskripsikan sebagai orang yang
suka mengkritik dirinya, menarik diri, suka menyendiri, pendiam
dan retiring (mengundurkan diri). (Elvira, 2015)

3. Hysteria

Dirancang untuk mengindikasikan pasien-pasien yang telah mengembangkan


gangguan-gangguan atau motorik-motorik yang berbasis psikogenetik. Fitur penting
orang yang mempunyai skor tinggi pada skala ini adalah mereka secara stimulan
melaporkan keluhan-keluhan fisik tertentu, tetapi juga menggunakan gaya
pengingkaran dimana mereka mungkin mengekspresikan optimism secara berlebih-
lebihan. (Elvira, 2015)

4. Psychopathic deviant

Skala ini untuk mengetes tingkat penyesuaian social seseorang secraa umum.
Pertanyaan-pertanyaannya berhubungan dengan bidang-bidang seperti derajat
pengasingan diri dari keluarga, kedap social, masalah dengan sekolah dan figure
otoritas, dan penarikan diri dan masyarakat. (Elvira, 2015)

5. Masculinity-feminity

Skala ini dirancang untuk mengidentifikasi laki-laki yang mengalami maslaah


dengan perasaan homoseksual dan kebingungan identitas gender. Akan tetapi, upaya
ini kurang berhasil karena skor yang tinggi tampaknya tidak mempunyai kaitan yang
jelas dengan preferensi seksual. (Elvira, 2015)

6. Paranoia

Untuk mengidentifikasi orang dengan kondisi atau keadaan paranoid. Ia


mengukur derajat sensitifitas interpersonal, kebijakan-diri, dan kecurigaan seseorang.
Elevasi ringan pada skala 6 menunjukan bahwa orang itu emosional, berhati lembut,
dan mengalami sensitivitas interpersonal. Bila elevasi lebih tinggi, kecurigaan dan
sensitifitas seseorang menjadi lebih ekstrim dan konsisten dalam proses-proses
psikotik. (Elvira, 2015)

7. Psychasthenia

Keempat puluh delapan item pada skala 7 awalnya dirancang untuk mengukur
sindroma psikastenia. (Elvira, 2015)

8. Schizophrenia
Skala ini dirancang untuk mengidentifikasi orang yang mengalami kondisi
skizofrenik atau mirip. Tujuan ini sebagian berhasil dalam arti bahwa diagnosis
skizofrenia muncul sebagai sebuah kemungkinan dalam kasus orang yang mendapat
skor ekstreem tinggi. Akan tetapi, bahkan orang yang mendapat skor cukup tinggipun
belum tentu memenuhi criteria skizofrenia. (Elvira, 2015)

9. Hypomania

Keempat puluh enam item pada skala 9 awalnya dikembangkan untuk


mengidentifikasikan orang yang mengalami gejala-gejala hipomanik. Gejala-gejala
ini mungkin mencakup periode-periode siklus euphoria, iritabilitas yang mengikat,
dan aktivitas tidak produktif yang eksesif yang mungkin digunakan sebagai distraksi
untuk menghancurkan depresi. Skala ini efektif bukan hanya dalam mengidentifikasi
orang dengan kondisi manic tingkat sedang, tetapi juga dalam mengidentifikasi
karakteristik kelompok-kelompok bukan pasien. (Elvira, 2015)

10. Social introversion

Skala ini dikembangkan dari person wahasiswa pada pertanyaan-pertanyaan


yang terkait dengan kontinum introversi-ekstraversi. Skala ini divalidasi berdasarkan
sejauh mana mahasiswa ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan social. Skor yang
tinggi menunjukan bawah responden pemalu, mempunyai keterampilan social yang
terbatas, merasa tidak nyaman dalam interaksi sosial, dan menarik diri dari banyak
situasi interpersonal. (Elvira, 2015)

DAFTAR PUSTAKA

Elvira, Sylvia . 2015. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta. Balai Penerbit FK-UI.

Maramis, Willy. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi II. Surabaya. Airlangga University
Press.

Maslim, R. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPGJ III. Jakarta.
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran UNIKA Atma Jaya.

Anda mungkin juga menyukai