Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PENGKAJIAN FETAL

A.PROFIL BIOFISIK ( BPP )

Profil biofisik merupakan tes non invasive yang digunakan untuk memprediksikan ada
tidaknya asfiksia dan akhirnya beresiko terjadinya kematian janin pada periode antenatal.Ketika
BPP mengidentifikasikan adanya keadaan janin yang mencurigakan , dapat dilakukan langkah –
langkah pencegahan sebelum terjadi asidodid metabolic yang progresif yang dapat
menyababkan kematian janin.

BPP menyatukan data dari dua sumber yaitu : gambaran ultrasonografi dan monitoring
denyut jantung janin. Ultrasonografi dynamic realtime B – mode digunakan untuk menghitung
volume cairan amnion ( AVF ) dan untuk mengobservasi beberapa tipe pergerakan janin. Denyut
jantung janin yang didapat dengan pulsed Doppler transducer diintegrasikan high speed
microprocessor yang menyediakan pembacaan terbaru secara kontinyu. Biasanya , pemeriksaan
BPP ini memerlukan waktu 30 sampai 60 menit.

Manning dkk ( 1980 ) mengajukan pemakaian gabungan lima variable biofisik janin
sebagai cara yang lebih akurat untuk menilai kesehatan janin daripada pemakaian masing –
masing variable tersebut secara tersendiri. Mereka berhipotesis bahwa dengan
mempertimbangkan lima variable tersebut , hasil uji yang positif palsu atau negative palsu dapat
dikurangi secara bermakna .

Lima komponen biofisik yang dinilai mencakup :

1.Akselerasi denyut jantung janin.

2.Pernafasan janin.

3.Gerakan janin.

4.Tonus janin.

5.Volume cairan amnion.

1
Masing – masing variable normal diberi skor 2 dan variable abnormal diberi skor 0.
Dengan demikian , skor tertinggi yang mungkin untuk janin normal adalah 10
Komponen biofisik normal : ( nilai = 2 )
Komponen biofisik abnormal : ( nilai = 0 )

Komponen Normal Abnormal


biofisik ( Nilai = 2 ) ( Nilai = 0 )
Pernafasan Janin 1 Episode atau 20 dalam 30 menit Tidak ada nafas atau 20 dalam 30
menit
Gerakan janin 2 Gerakan atau lebih dari bagian tubuh yang ( 2 ) gerakan tubuh dalam 30
berbeda dalam 30 menit ( gerakan aktif dalam menit
satu episode dengan gerakan terus menerus
dianggap sebagai satu gerakan )
Fetal tone 1 gerakan ekstensi dan fleksi kembali dari Ekstensi yang lambat dan
ekstremitas atau batang tubuh ( gerakan kembalinya ke sebagian fleksi,
membuka dan menutup tangan dianggap gerakan ekstensi maksimal
sebagai tonus normal ) ekstremitas , tidak ada gerakan
janin, atau membukanya sebagian
tangan janin
Akselerasi denyut 2 Akselerasi atau 15 bmp* dan 15 kali 1 Akselerasi atau lebih episode
jantung janin berhubungan dengan pergerakan janin dalam akselerasi dalam
20 menit
Volume cairan 1 Kantung cairan amnion atau lebih 2 Cm Tidak ada kantung atau kantung 2
amnion dalam axis vertikal dalam axis vertikal
Tabel 2 – 2 Kriteria penilaian variabel BPP

Kopecky dkk ( 2000 ) mengobservasi 10 – 15 mg morfin yang diberikan pada bumil


menyebabkan penurunan yang signifikan . Pada penilaian biofisik akibat supresi pernafasan janin
dan akselerasi denyut jantung janin.

Manning dkk ( 1987 ) memeriksa lebih dari 19.000 kehamilan dengan menggunakan
interpretasi dan penatalaksanaan profil biofisik. Mereka laporkan angka uji positif palsu yang
didefinisikan sebagai kematian anrepartum pada janin yang secara struktur normal sekitar 1
1000. Kausa kematian janin yang paling sering teridentifikasi setelah pemeriksaan profil biofisik
yang normal adalah perdarahan dari janin ke ibu , cedera tali pusat , dan solution placenta
( Dayal dkk , 1999 ). Kausa yang dapat diidentifikasi , dijumpai hampir pada 2 3 kematian janin.

2
Manning dkk ( 1993 ) mempublikasikan suatu deskripsi lengkap 493 janin yang skor

biofisiknya dihitung segera sebelum dilakukan pengukuran nilai PH darah vena umbilikalis yang

diambil melalui kordosentesis. Sekitar 20 % dari janin yang diperiksa mengalami hambatan

pertumbuhan dan sisanya mengalami anemia hemolitik otoimun. Skor biofisik nol selalu

berkaitan dengan asidemia janin yang bermakna , sedangkan skor normal 8 atau 10 berkaitan

dengan PH yang normal. Hasil uji yang tidak jelas skor 6 merupakan predictor yang buruk untuk

hasil akhir abnormal. Penurunan dari hasil abnormal – skor 2 atau 4 – menjadi skor yang sangat

abnormal ( nol ) secara progresif merupakan predictor akurat kelainan hasil akhir kehamilan.

Demikian juga Salvesen dkk ( 1993 ) menghubungkan hasil profil biofisik dengan PH

darah vena umbilikalis yang diambil melalui kordosentesis pada 41 kehamilan dengan penyulit

diabetes. Mereka juga mendapatkan bahwa PH abnormal secara bermakna Berkaitan dengan

penurunan skor profil biofisik , namun mereka menyimpulkan bahwa profil biofisik tidak banyak

bermanfaat dalam memperkirakan PH janin , karena Sembilan janin dengan asidemia ringan

memperlihatkan uji antepartum normal .

Weiner dkk ( 1996 ) menilai makna uji – uji janin antepartum pada 135 janin yang jelas

mengalami hambatan pertumbuhan dan sampai pada kesimpulan serupa. Mereka

mendapatkan bahwa morbiditas dan mortalitas pada janin yang mengalami hambatan

pertumbuhan berat terutama ditentukan oleh usia gestasi dan bukan oleh uji janin yang

abnormal.

3
Biophysical profile score Interpretation Recommended Management
10 Normal, nonasphyxiated No fetal indication for
intervention ; repeat test weekly
expect in diabetic patient and
postterm pregnancy ( twice
weekly )
8 Normal fluid Normal , nonasphyxiated fetus No fetal indication for
intervention ; repeat testing per
protocol
8 Oligohydramnios Chronic fetal asphyxia suspected Deliver if 37 weeks,otherwise
repeat testing
6 Possible fetal asphyxia If amnionic fluid volume
abnormal , deliver
If normal fluid at 36 ek with
favorable cervix , deliver
If repeat test 6 , deliver
If repeat test 6 , observe and
repeat per protocol
4 Probable fetal asphyxia Repeat testing same day ; if
biophysical profile score 6 ,
deliver
0-2 Almost certain fetal asphyxia Deliver

Tabel 2 – 3 Nilai BPP modifikasi , interpretasi dan manajemen kehamilan

B.PROFIL BIOFISIK MODIFIKASI


Karena profil biofisik menghabiskan banyak tenaga dan memerlukan petugas yang
terlatih untuk memvisualisasi janin secara ultasonografis , Clark dkk ( 1989 ) menggunakan suatu
profil biofisik ringkas sebagai uji penapis antepartum lini pertama. Secara spesifik , mereka
melakukan uji nonstress Vibroakustik dua kali seminngu pada 2628 kehamilan tunggal. Uji
biasanya hanya memerlukan waktu 10 menit. Para peneliti ini menyimpulkan bahwa profil
biofisik ringkas ini merupakan metode yang sangat baik untuk melakukan surveilans antepartum
karena tidak dijumpai kematian janin yang tidak diduga.

Profil biofisik modifikasi terdiri dari nonstress test , dan indeks cairan amnion yang
secara luas digunakan , jika salah satunya , NST atau AFI abnormal , BPP lengkap dan
contraction stress test ( CST ) harus dilakukan. BPP modifikasi dikatakan normal bila hasil NST
reaktif dan AFI ˃ 5 dan dikatakan abnormal bila NST non reaktif dan AFI.

4
Nageote dkk ( 1994 ) juga menggabungkan uji nonstress test dua kali seminggu dengan
penilaian cairan amnion secara ultrasonografis. Dalam penelitian mereka , indeks sebesar 5 cm
atau kurang juga dianggap abnormal. Mereka melakukan 17.429 profil biofisik modifikasi 2.774
wanita dan menyimpulkan bahwa uji semacam ini merupakan metode yang baik untuk
surveilans janin. Mereka membagi secara acak wanita dengan hasil uji abnormal menjadi
kelompok yang kemudian menjalani uji profil biofisik lengkap atau kelompok uji stress
kontraksi. Uji stress kontraksi meningkatkan intervensi atas indikasi uji abnormal palsu.

Miller dkk ( 1996 ) melaporkan hasil lebih dari 54.000 pemeriksaan profil biofisik
modifikasi pada 15.400 kehamilan resiko tinggi di University of Southern California. Mereka
melaporkan angka negative - palsu sebesar 0,8 1000 dan angka positive - palsu 1,5 %.

Young dkk ( 2003 ) secara acak melakukan penelitian pada 683 wanita dengan BPP asli
dan 2 prosedur tes yang dimodifikasi dan ditemukan tidak adanya perbedaan yang efektif antara
ketiga metode yang berbeda tersebut. The American College of Obstetricians and Gynecologist (
1999 ) menyimpulkan bahwa uji profil biofisik modifikasi merupakan cara surveilans janin
antepartum yang dapat diterima.

C.INDEKS CAIRAN AMNION


Indeks cairan amnion ( AFI ) merupakan metode semikuantitatif untuk mengevaluasi
volume cairan amnion ( AFV ). Indeks cairan amnion didapat dengan menambahkan ukuran
terbesar kantung amnion secara vertical dari setiap kuadran uterus. Metode ini setidaknya
akurat untuk mengukut kantung amnion terbesar dan dapat menjadi alasan sebagai metode
alternative untuk mengevaluasi AFV dan BPP. Dengan metode ini oligohidramnion didefinisikan
bila AFI ˂ ˃ 14. Untuk memperoleh AFI , ibu harus dalam posisi supine dan probe USG linier
harus sejajar dengan tulang belakang ibu dan tegak lurus dengan lantai untuk semua ukuran.

Abdomen dibagi menjadi 4 kuadran , dengan membagi dua sisi atas dan sisi bawah ,
dan linea nigra membagi dua sisi kiri dan sisi kanan. Cairan pada kantung terbesar pada setiap
kuadran diukur sepanjang dimensi vertical dimana tegak lurus dengan probe USG kantung
amnion harus bebas dari tali pusat dan ekstremitas janin, walau[un gambaran singkat ini dapat
diterima.

5
Pemeriksaan cairan amnion telah menjadi komponen integral dalam pengkajian
antepartum kehamilan beresiko mengalami kematian janin . Hal ini didasarkan pada pemikiran
bahwa penurunan perfusi uteroplasenta dapat menyebabkan aliran darah ginjal janin ,
penurunan frekwensi berkemih , dan akhirnya oligohidramnion.

Indeks cairan amnion ( Rutherford dkk 1987 ) kandungan vertical terbesar


( Chamberlain dkk 1984 ) dan kantong 2 x 2 cm pada profil biofisik ( Manning dkk 1984 ) adalah
sebagian teknik ultrasonografik yang digunakan untuk memperkirakan volume cairan amnion.

Chauhan dkk (1999) mengulas 42 laporan tentang indeks cairan amnion yang
diterbitkan antara tahun 1987 serta menyimpulkan bahwa indeks , 5,0 cm atau kurang akan
secara bermakna meningkatkan resiko section caesaria atas indikasi gawat janin atau skor apgar
5 menit yang rendah. Demikian juga Casey dkk ( 2000 ) dalam suatu analisis retospektif
terhadap 6423 kehamilan yang ditangani di Parkland Hospital , mendapatkan bahwa indeks
cairan amnion 5 cm atau kurang berkaitan dengan peningkatan bermakna morbiditas dan
mortalitas perinatal. Locatelli dkk ( 2004 ) melaporkan berat badan lahir bayi rendah sangat
tinggi bila terjadi oligohidramnion.

Tidak semua peneliti setuju bahwa bila indeks cairan amnion 5 menandakan banyak
hasil yang buruk . Magan dkk ( 1999, 2004 ) menyimpulkan AFI merupakan tes diagnostik yang
kurang baik dan lebih baik diprediksi volume cairan amnion normal atau abnormal . Diggres dkk (
2004 ) dan Zang dkk ( 2004 ) tidak menemukan korelasi hasil yang buruk pada kehamilan dengan
AFI dibawah 5 Cm.

Conway dkk ( 2000 ) menyimpulkan bahwa penatalaksanaan tanpa intervensi


diperbolehkan agar muncul awitan persalinan spontan yang sama efektifnya dengan induksi
pada kehamilan aterm dengan angka indeks cairan amnion 5 Cm atau kurang.

VELOSIMETRI DOPPLER ARTERI UMBILIKALIS


USG DOPPLER adalah teknik noninvasive untuk menilai aliran darah dengan
mengetahui impedansi aliran ke perifer. Seringnya pengukuran indeks aliran darah berdasarkan
pada puncak systole tersering ( S ) akhir diastole tersering ( D )dan rata – rata puncak tersering
dalam siklus kardiak ( A ) .

6
Yang termasuk dibawah ini :

Systolic to diastolic ratio ( S / D )

Resistance index (S–D/S)

Pulsatility index (S–D/A)

Rasio sistolik : Diastolik ( S / D ) arteri umbilikalis , yaitunindeks yang paling sering


digunakan , dianggap abnormal apabila meningkat melebihi persentil ke 95 menurut usia gestasi
atau apabila aliran diastolic tidak ada atau berbalik arah menandakan meningkatnya impedansi.
Penigkatan impedansi pada aliran darah arteri umbilikalis semacam ini dilaporkan terjadi akibat
kurangnya vaskularisasi vilus plasenta ( Todros dkk , 1999 ) tidak ada atau berbaliknya aliran
diastolic akhir dijumpai pada kasus hambatan pertumbuhan janin yang ekstrim dan mungkin
mengisyaratkan gangguan janin . Sebagai contoh Zelop dkk ( 1996 ) melaporkan bahwa
mortalitas perinatal pada aliran diastolic akhir yang berbalik arah adalah sekitar 33 % dan untuk
aliran diastolic akhir yang berhenti adalah sekitar 10 %

Ultrasonografi Doppler telah menjadi subyek penilaian yang lebih ekstensif dan
ketat dengan berbagai uji klinis teracak ( Alfirevic dan Neilson , 1995 ). Williams dkk ( 2000 )
membagi secara acak 1240 wanita beresiko tinggi menjadi kelompok yang menjalani uji
nonstress atau kelompok velosimetri Doppler dan mendapatkan bahwa kedua uji surveilans
janin ini setara dalam kemampuan memperkirakan hasil akhir kehamilan.

Kegunaan Velosimerti Doppler Arteri Umbilikalis telah dikaji oleh The American
College Of Obstetricians and Gynecologist ( 1999, 2000 ).Disimpulkan bahwa velosimetri arteri
umbilikalis tidak terbukti bermanfaat untuk keadaan – keadaan selain kecurigaan adanya
hambatan pertumbuhan janin ( American College of Obstetricians and Gynecologist 1999 ).
Namun pemakaian velosimetri Doppler dalam penatalaksanaan hambatan pertumbuhan janin
dianjurkan sebagai kemungkinan pendukung bagi teknik – teknik evaluasi janin lain , misalnya :
uji nonstress atau profil biofisik ( American College of Obstetricians and gynecologist , 2000 ).
Belum terbukti adanya manfaat velosimetri arteri umbilikalis untuk keadaan lain , misalnya :
kehamilan post matur , diabetes, lupus eritematosus sistemik , atau sindroma antibody
antifosfolipid. Demikian juga velosimetri belum terbukti berguna sebagai uji penapis untuk
mendeteksi gangguan janin dalam populasi obstetric secara umum.

7
Selain arteri umbilikalis, pembuluh – pembuluh janin lain juga dapat dievaluasi aliran
darahnya. Arteri serebri media mendapat perhatian khusus karena ada pengamatan bahwa janin
yang mengalami hipoksia berkompensasi dengan melakukan “ Brain sparing “ yaitu menurunkan
impedansi – meningkatkan aliran darah – di pembulih darah otak. Berdasarkan hal ini , ada kesan
bahwa rasio nilai sampai dengan arteri serebri media terhadap nilai sampai dengan arteri
umilikalis mungkin mencerminkan gangguan janin ( Mari dan Deter , 1992 ). Sampai saat ini ,
penelitian – penelitian tentang pemikiran ini masih belum jelas. Kesimpulannya sebagai contoh ,
Ott dkk ( 1998 ) membagi secara acak 665 wanita yang menjalani profil biofisik modifikasi
menjadi kelompok yang hanya menjalani uji ini atau kelompok yang juga menjalani perhitungan
rasio laju aliran darah arteri serebri media terhadap arteri umbilikalis tidak terdapat perbedaan
bermakna hasil akhir kehamilan pada kedua kelompok dalam penelitian ini. Oleh the American
College Obstetricians and Gynecologist ( 1999 ) , saat ini teknik ini masih dianggap
investigasional.

PERSIAPAN DAN INDIKASI PEMERIKSAAN USG OBSTETRI DAN


GINEKOLOGI
Perkembangan ultrasonografi ( USG ) sudah dimulai sejak kira – kira tahun 1960
dirinatis oleh Profesor Ian Donald. Sejak itu , sejalan dengan kemajuan teknologi bidang
komputer , maka perkembangan ultrasonografi juga maju dengan sangat pesat, sehingga saat ini
sudah dihasilkan USG 3 Dimensi dan Live 3 D ( ada yang menyebut sebagai USG 4 D ).

INDIKASI PEMERIKSAAN USG


Indikasi merupakan salah satu prasyarat penting yang harus dipenuhi sebelum
pemeriksaan USG dilakukan. Pemeriksaan USG janganlah dilakukan secara rutin atau setiap
melakukan pemeriksaan pasien , terutama bila pasien hamil. Banyak panduan yang telah
diterbitkan , misalnya dari AIUM ( American Institute of Ultrasoud in Medicine ). Untuk
mempermudah memilah indikasi pemeriksaan, penulis menyarankan pembagian indikasi
tersebut atas indikasi obstetri, ginekologi onkologi, endokrinologi reproduksi, dan indikasi non
obstetri ginekologi.

8
Dalam bidang obstetri, indikasi yang dianut adalah melakukan pemeriksaan USG begitu
diketahui hamil , penapisan USG pada trimester pertama ( kehamilan 10 – 14 mg) , penapisan
USG pada trimester kedua ( kehamilan 18 – 20 mg ) , dan pemeriksaan tambahan yang
diperlukan untuk memantau tumbuh kembang janin. Dalam bidang ginekologi onkologi
pemeriksaannya diindikasikan bila ditemukan kelainan secara fisik atau dicurigai ada kelainan
tetapi pada pemeriksaan fisik tidak jelas adanya kelainan tersebut.

Dalam bidang endokrinologi reproduksi pemeriksaan USG diperlukan untuk mencari


kasus gangguan hormon , pemantauan folikel dan terapi infertilitas , dan pemeriksaan pada
pasien dengan gangguan haid. Sedangkan indikasi non obstetrik bila kelainan yang dicurigai
berasal dari disiplin ilmu lain , misalnya dari bagian pediatri , rujukan pasien dengan kecurigaan
metastasis dari organ ginekologi dll. Berikut ini diberikan contoh indikasi yang dikeluarkan oleh
NIH 1.

National Institute of Health ( NIH ) , USA ( 1983 – 1984 ) menetukan indikasi untuk
dilakukannya pemeriksaan USG sebagai berikut :

 Menentukan usia gestasi secara lebih tepat pada kasus yang akan menjalani seksio
sesarea , induksi persalinan atau pengakhiran kahamilan secara efektif.

 Evaluasi pertumbuhan janin , pada pasien yang telah diketahui menderita insufisiensi
uteroplasenter, misalnya preeklampsia berat, hipertensi kronik , penyakit ginjal, kronik,
atau diabetes mellitus berat; atau menderita gangguan nutrisi sehingga dicurigai terjadi
pertumbuhan janin terhambat , atau makrosomia.

 Perdarahan pervaginam pada kehamilan yang penyebabnya belum diketahui.

 Menetukan bagian terendah janin bila pada saat persalinan bagian terendahnya sulit
ditentukan atau letak janin masih berubah – ubah pada trimester ketiga akhir.

 Kecurigaan adanya kehamilan ganda berdasarkan ditemukannya dua DJJ yang berbeda
frekuensinya atau tinggi fundus uteri tidak sesuai dengan usia gestasi, dan atau ada
riwayat pemakaian obat-obat pemicu ovulasi.

 Membantu tindakan amniosentesis atau biopsi villi koriales.

9
 Perbedaan bermakna antara besar uterus dengan usia gestasi, berdasarkan tanggal hari
pertama haid terakhir.

 Teraba masa pada daerah pelvik.

 Kecurigaan adanya hidatidosa.

 Evaluasi tindakan pengikatan servik uteri (cervical cerclage).

 Suspek kehamilan ektopik.

 Pengamatan lanjut letak plasenta pada kasus plasenta praevia.

 Alat bantudalam tindakan khusus, misalnya fetoskopi, transfusi indtra uterin, tindakan
“shuunting”. Ferstilisasi in vivo, transfer embrio, dan “chorionic villi sampling” (CVS).

 Kecurigaan adanya kematian mudigah / janin.

 Kecurigaan adanya abnormalitas uterus.

 Lokalisasi alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR).

 Pemantauan perkembangan folikel.

 Penilaian profil biofisik janin pada kehamilaan diatas 28 minggu.

 Observasi pada tindakan intra partum, misalnya versi atau ekstraksi pada janin kedua
gemelli, plasenta, manual, dll.

 Kecurigaan adanya hidramnion atau oligohidramnion.

 Kecurigaan terjadinya solusio plasentae.

 Alat bantu dalam tindakan versi luar pada presentasi bokong.

 Menentukan taksiran berat janin dan atau presentasi janin pada kasus ketuban pecah
preterm dan atau persalinan preterm.

 Kadar serum alfa feto protein abnormal.

 Pengamatan lanjut pada kasus yang dicurigai menderita cacat bawaan.

10
 Riwayat cacat bawaan pada kehamilan sebelumnya.

 Pengamatan serial pertumbuhan janin pada kehamilan ganda.

 Pemeriksaan janin pada wanita usia lanjut (di atas 35 tahun) yang hamil.

PERSIAPAN DAN TEKNIK PEMERIKSAAN

A.Persiapan Pemeriksaan
Cuci tangan sebelum dan setelah kontak langsung dengan pasien, setelah kontak dengan
darah atau cairan tubuh lainnya, dan setelah melepas sarung tangan , telah terbukti dapat
mencegah penyebaran penyakit infeksi. Epidemi HIV telah menjadikan pencegahan infeksi
kembali manjadi perhatian utama, termasuk dalam kegiatan pemeriksaan USG dimana infeksi
silang dapat saja terjadi. Kemungkinan penularan infeksi lebih besar pada waktu pemeriksaan
USG transvaginal karena terjadi kontak dengan cairan tubuh dan mukosa vagina.

Resiko penularan dibagi dalam tiga tingkatan yaitu : tinggi , sedang , dan ringan. Resiko
penularan tinggi terjadi pada pemeriksaan USG intervensi ( misalnya punksi menembus kulit,
membran mukosa atau jaringan lainnya ) ; peralatan yang dipakai memerlukan sterilisasi
( misalnya dengan autoklaf atau etilen oksida ) dan dipergunakan sekali pakai dibuang.

Resiko penularan sedang terjadi pada pemeriksaan USG yang mengadakan kontak dengan
mukosa yang intak , misalnya transvaginal ; peralatan yang dipakai minimal memerlukan
sterilisasi tingkat tinggi ( lebih baik bila dilakukan sterilisasi ).

Resiko penularan ringan terjadi pada pemeriksaan kontak langsung dengan kulit intak ,
misalnya USG transabdominal ; peralatan yang dipakai cukup dibersihkan dengan alkohol 70 %
( sudah dapat membunuh bakteri vegetatif , virus mengandung lemak , fungisidal dan
tuberkulosida ) atau dicuci dengan sabun dan air.

11
PANDUAN DIBAWAH INI DAPAT MEMBANTU MENCEGAH
PENYEBARAN INFEKSI

 Semua jeli yang terdapat pada transduser harus selalu dibersihkan , bisa memakai kain
halus atau kertas tissue halus.

 Semua peralatan yang terkontaminasi atau mengandung kotoran harus dibersihkan


dengan sabun dan air. Perhatikan petunjuk pabrik tentang tatacara membersihkan
peralatan USG.

 Transduser kemudian dibersihkan dengan alkohol 70 % atau direndam selama dua menit
dalam larutan yang mengandung sodium hypochlorite ( kadar 500 ppm 10 dan diganti
setiap hari ) , kemudian dicuci dengan air mengalir dan selanjutnya dikeringkan.

 Transduser harus diberi pelapis sebelum dipakai untuk pemeriksaan USG transvaginal ,
bisa memakai sarung tangan karet atau kondom.

 Pemeriksa harus memakai sarung tangan sekali pakai ( tidak steril ) pada tangan yang
akan membuka labia sebelum transduser vagina dimasukkan . Perhatikan jangan sampai
sarung tangan tersebut mengotori peralatan USG dan tempat pemeriksaan.

 Setelah melakukan pemeriksaan, sarung tangan harus dimasukan pada tempat khusus
untuk mencegah penyebaran infeksi, dan pemeriksa mencuci tangan.

 Pada pemeriksaan USG invasif, persiapan yang dilakukan sama seperti akan melakukan
tindakan operasi, misalnya peralatan yang dipakai harus steril, operator mencuci tangan
dengan larutan mengandung kholorheksidin 3%, memakai sarung tangan dan masker
serta memakai kacamata. Kulit dibersihkan dengan memakai etil alkohol 70%, isopropil
alkohol 60% , khlorheksidin alkohol, atau povidone iodin. Transduser dibersihkan dan
dilakukan desinfeksi, kemudian dibungkus dengan plastik khusus yang steril. Membran
mukosa vagina dibersihkan dengan larutan yang mengandung khloreksin 0,015%
ditambah larutan cetrimide 0,15%.

12
B. Persiapan Alat
 Perawatan peralatan yang baik akan membuat hasil pemeriksaan juga tetap baik. Hidupkan
peralatan USG sesuai dengan tata cara yang dianjurkanoleh pabrik pembuat peralatan
tersebut. Panduan pengoperasian peralatan USG sebaiknya diletakan di dekat mesin USG,
hal ini sangat penting untuk mencegah kerusakan alat akibat ketidaktahuan operator USG.

 Perhatikan tegangan listrik pada kamar USG, karena tegangan yang terlalu naik turun akan
membuat peralatan elektronik mudah rusak. Bila perlu pasang stabilisator tegangan listrik
dan UPS.

 Setiap kali selesai melakukan pemeriksaan USG, bersihkan semua peralatan dengan hati-hati,
terutama pada transduser (penjejak) yang mudah rusak. Bersihkan transduser dengan
memakai kain yang lembut dan cuci dengan larutan anti kuman yang tidak merusak
transduser (informasi ini dapat diperoleh dari setiap pabrik pembuat mesin USG).

 Selanjutnya taruh kembali transduser pada tempatnya, rapikan dan bersihkan kabel-
kabelnya, jangan sampai terinjak atau terjepit. Setelah semuanya rapih, tutup mesin USG
dengan pelastik penutupnya. Hal ini penting untuk mencegah mesin USG terkena siraman
air atau zat kimia lainnya.

 Agar alat ini tidak mudah rusak, tentukan seseorang sebagai penanggung jawab
pemeliharaan alat tersebut.

C. Persiapan Pasien
 Sebelum pasien menjalani pemeriksaan USG, ia sudah harus memperoleh informasi
mengenai pemeriksaan USG yang akan dijalaninya. Informasi penting yang harus
diketahui pasien adalah harapan dari hasil pemeriksaan, cara pemeriksaan (termasuk
posisi pasien) dan berapa biaya pemeriksaan.

 Caranya dapat dengan memberikan brosur atau leaflet atau bisa juga melalui penjelasan
secara langsung oleh dokter sonografer atau sonologist. Sebelum melakukan
pemeriksaan USG, pastikan bahwa pasien benar-benar telah mengerti dan memberikan
persetujuan untuk dilakukan pemeriksaan USG atas dirinya.

13
 Bila akan melakukan pemeriksaan USG transvaginal, tanyakan kembali apakah ia seorang
nona atau nyonya? Jelaskan dan perlihatkan tentang pemakaian kondom yang baru pada
setiap pemeriksaan (kondom penting untuk mencegah penularan infeksi).

 Pada pemeriksaan USG transrektal, kondom yang dipasang sebanyak dua buah, hal ini
penting untuk mencegah penularan infeksi.

 Terangkan secara benar dan penuh pengertian bahwa USG bukanlah suatu alat yang
dapat melihat seluruh tubuh janin atau organ kandungan, hal ini untuk menghindarkan
kesalahan harapan dari pasien. Sering terjadi bahwa pasien mengeluh “kok sudah
dikomputer masih juga tidak diketahui adanya cacat bawaan janin atau ada kista indung
telur?” USG hanyalah salah satu dari alat bantu diagnostik dalam bidang kedokteran.
Mungkin saja masih diperlukan pemeriksaan lainnya agar diagnosis kelainan dapat
diketahui lebih tepat dan cepat.

D. Persiapan Pemeriksa
 Pemeriksa diharapkan memeriksa dengan teliti surat pengajuan pemeriksaan USG, apa
indikasinya dan apakah perlu didahulukan karena bersifat gawat darurat, misalnya
pasien dengan kecurigaan kehamilan ektopik. Tanyakan apakah ia seorang nona atau
nyonya, terutama bila akan melakukan pemeriksaan USG transvaginal.

 Selanjutnya cocokan identitas pasien, keluhan klinis dan pemeriksaan fisik yang ada,
kemudian berikan penjelasan dan ajukan persetujuanlisan terhadap tindak medik yang
akan dilakukan.

 Persetujuan tindak medik yang kebanyakan berlaku di Indonesia saat ini hanyalah
bersifat persetujuan lisan, kecuali untuk tindakan yang bersifat invasif misalnya
kardosintesis atau amniosintesis.

 Dimasa mendatang tampaknya pemeriksaan USG memerlukan persetujuan tertulis dari


pasien. Salah satu tujuannya adalah untuk mencegah penyakit berbahaya seperti
HIV/AIDS dan penyakit seksual akibat semakin banyaknya seks bebas dan pemakaian
NARKOBA.

14
 Pemeriksa diharapkan juga agar selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya
dengan cara membaca kembali buku teks atau literatur –literatur mengenai USG,
mengikuti pelatihan secara berkala dan mengikuti seminar-seminar atau pertemuan
ilmiah lainnya mengenai kemajuan USG mutakhir. Kemampuan diagnostik seorang
sonologist sangat ditentukan oleh pengetahuan, pengalaman dan latihan yang
dilakukannya.

2. Teknik Pemeriksaan

a. Pemeriksaan USG Transabdominal


 Setelah pasien tidur terlentang, perut bagian bawah ditampakkan dengan batas bawah
setinggi tepi atas rambut pubis, batas atas setinggi sternum, dan batas lateral sampai
tepi abdomen.

 Letakkan kertas tissue besar pada perut bagian bawah dan bagian atas untuk melindungi
pakaian wanita tersebut dari jelly yangkita pakai. Taruh jelly secukupnya pada kulit
perut, lakukan pemeriksaan secara sistematis.

 Pertama – tama gerakkan transduser secara longitudinal ke atas dan ke bawah ,


selanjutnya horizontal ke kiri dan ke kanan. Penjejak digerakkan dari bawah ke atas
,dimulai dari garis sisi kanan perut, kemudian setelah sampai daerah perut atas
transduser digerakkan ke bawah, selanjutnya transduser digerakkan kembali ke arah
atas.

 Selanjutnya gerakkan transduser dilakukan ke arah lateral perut ( horizontal ), juga


secara sistematis, dimulai dari sisi kanan ke arah kiri, kemudian dari arah kiri ke arah
kanan dan terakhir dari kanan atas ke kiri ( lihat gambar dan arah panah beserta nomor
garisnya ).

15
b. Pemeriksaan USG Transvaginal
1. Pemeriksaan USG transvaginal berbeda dengan transabdominal, perlu penyesuaian
mesin dan opertor, terutama pengenalan organ genitalia interna pada kehamilan
trimester pertama, serta terbatasnya ruang untuk melakukan manipulasi / gerak
probe.

2. Sebelum melakukan pemeriksaan, tanyakan apakah ia seorang nona atau nyonya. Bila
statusnya masih nona tetapi sudah tidak gadis lagi, dan memang perlu dilakukan
pemeriksaan transvaginal, mintakan ijin tertulis dari pasien tersebut sebaiknya
disertai seorang saksi ( dapat seorang paramedis ).

3. Perhatikan apakah tombol pemindah jenis transduser sudah menunjukkan bahwa


penjejak yang dipakai adalah penjejak vaginal serta apakah pasien sudah
mengosongkan kandung kencingnya. Posisi pasien dapat lithotomi atau tidur dengan
kaki ditekuk pada bagian pantat ditaruh bantal agar mudah untuk memasukkan dan
memanipulasi posisi transduser.

4. Taruh sedikit jelly pada permukaan penjejak. Pasangkan kondom baru pada
transduser, kemudian beri jelly secukupnya pada permukaan kondom dan selanjutnya
masukkan transduser ke dalam vagina secara perlahan – lahan dan “gentle” sesuai
dengan sumbu vagina. Jangan melakukan penekanan tiba – tiba dan keras karena
dapat membuat pasien kesakitan atau merasa tidak nyaman.

5. Cari uterus sebagai petunjuk, kemudian cari kandung kemih. Uterus akan tampak di
garis tengah ( median ) seperti gambaran buah alpukat yang memanjang dengan
endometrium dibagian tengahnya. Bila fundus uteri mendekati kandung kemih, maka
uterus tersebut dalam posisi antefleksi, bila menjauhi , maka posisi uterus adalah
retrofleksi ( lihat gambar ). Sangat penting menilai kembali apakah arah gelombang
suara sudah sesuai denga tampilan yang ada dalam layar monitor.

6. Setelah pemeriksaan selesai, lepaskan kondom secara hati – hati dengan memakai
sarung tangan tidak steril atau kertas tissue , kemudian lakukan dekontaminasi
kondom tersebut dengan larutan klorin 0,5 %.

16
c. Pemeriksaan USG Transperineal atau Translabial.
Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada keadaan tertentu, misalnya seorang nona atau
seorang wanita yang tidak mungkin dilakukan pemeriksaan transvaginal atau transrektal.
Dianjurkan kandung kencing pasien cukup terisi, hal ini untuk memudahkan pemeriksaan dan
sebagai petunjuk anatomis. Penjejak dilapisi kondom dan diberi jelly, kemudian diletakkan di
daerah perineum, penjejak digerakkan ke atas dan ke bawah untuk mencari gambaran organ
genitalia. Cara ini memang tidak dapat memberikan gambaran organ genitalia sebaik pada
pemeriksaan USG transvaginal atau transrektal.

d. Pemeriksaan USG Transrektal


Pemeriksaan USG transrektal hampir sama dengan pemeriksaan transvaginal. Perbedaan
terletak pada bentuk dan ukuran diameter penjejak dan posisi pemeriksaan yang kurang lazim
bagi wanita Indonesia. Setelah pasien dalam posisi lithotomi atau posisi tidur dengan kaki
ditekuk dan bagian pantat diganjal dengan bantal khusus, transduser yang telah dibungkus dua
lapis kondom dan dibubuhi jelly dimasukkan secara perlahan – lahan ke dalam rektum.

Lakukan identifikasi uterus sebagai petunjuk organ genitalia interna, setelah itu
identifikasi vesika urinatia kemudian evaluasi seluruh organ genitalia interna dan rongga pelvik.
Manipulasi atau pergerakkan transduser per rektal sangat terbatas dan sring menimbulkan rasa
tidak nyaman. Jelaskan secara seksama sebelum melakukan pemeriksaan USG transrektal.
Setelah selesai pemerin ksaan, lepaskan kondom secara hati – hati, kemudian lakukan
dekontaminasi kondom denga larutan klorin 0,5 %.

e. Pemeriksaan USG Invasif.


USG dapat dipakai untuk menegakkan diagnosa dan atau tindakan terapeutik, misalnya
biopsi villi koriales, amniosintesis, kordosintesis, ovum pick – up ( OPU ) , atau transfusi intra
uterin. Setelah dilakukan penjelasan dan pasien memberikan persetujuan tertulis, dokter akan
melakukan pemeriksaan USG untuk menilai kondisi kehamilan atau genitalia interna. Pada
umumnya hanya diperlukan anestesi lokal untuk memasukkan jarum punksi, tetapi dapat juga
dengan anestesi umum pada tindakan OPU. Teknik yang dipakai bisa secara “ Free hand “ atau
dipandu USG melalui marker pungsi yang ada pada transduser.

17
DAFTAR PUSTAKA ; Internet.

18

Anda mungkin juga menyukai