Anda di halaman 1dari 10

Sejarah Singkat Mahbub Junaidi (Pelopor dan Ketua Umum PMII Pertama)

Mahbub Junaidi, Sosok kelahiran 27 juli 1993 ini begitu gemar menulis, bahkan ia pernah bersatement
Saya akan menulis dan terus menulis hingga saya tak mampu lagi menulis. Tokoh kelahiran jakarta ini
memulai karier menulisnya ketiaka Ia duduk di bangku Sekolah, sebagai Redaktur majalah Sekolah.
Ia adalah anak pertama dari 13 Saudara kandungnya, mengenyam pendidikan SD di Solo. Keluarganya
harus mengungsi di SOLO karena kondisi yang belum aman pada saat awal kemerdekaan. Pemahaman Ke-
Islamannya nya Ia tempuh di madrasah Mabaul Ulum. Di pesantrenlah Mahbub diperkenalkan tulisan-
tulisan Mark Twain, Karl May, Sutan Takdir Alisjahbana, dan lain-lain. Masa-masa itulah yang sangat
mempengaruhi perkembangan hidup saya, cerita Mahbub. Ayahandanya H. Djunaidi adalah tokoh NU dan
pernah jadi anggota DPR hasil Pemilu 1955.
Saat Belanda menduduki Solo, Mahbub Junaidi muda dan keluarganya kembali ke Jakarta, 1948. kemudian
ia menjadi siswa SMA Budi Utomo,Sejak itulah ia menulis sajak, cerpen, dan esei. Tulisan-tulisannya
banyak dimuat majalah Siasat, Mimbar Indonesia, Kisah, Roman dan Star Weekly. Melanjutkan perjuangan
ayahandanya ia juga menjadi anggota Ikatan Pelajar NU (IPNU). Kuliahnya di UI terhenti hanya sampai
tingkat II.
Dalam sejarah republik ini, pernah muncul seorang tokoh aktivis mahasiswa yang sangat multi
talenta,bahkan hampir jarang ditemukan sosok yang lengkap seperti beliau saat ini, beliau adalah Mahbub
Junaidi (Jakarta, 27 Juli 1933). Mahbub adalah seorang tokoh satrawan, jurnalis, organisatoris, agamawan
dan politisi. Dalam hal tulis-menulis Mahbub temasuk sangat piawai pada masanya, misalnya beliau yang
menerjemahkan buku 100 tokoh yang berpengaruh di dunia karangan Michael H. Hart.
Dalam menulis kolom, Mahbub sangat terkenal dengan bahasa satire dan bahasanya yang humoris. Bahkan,
Bung Karno samapai terkesan dengan tulisan beliau, karena Mahbub mengatakan Pancasila lebih agung dari
Declaration of Independence, sehingga Bung Karno sempat mengundang Mahbub ke Istana Bogor, dari
situlah Mahbub Junaidi menjadi sangat dekat dengan Bung Karno, dan Mahbub sangat kagum dengan sang
penyambung lidah rakyat tersebut.
Ajaran Bung Karno, memang cukup mempengaruhi nasionalisme Mahbub. Pada sebuah pertemuan
wartawan di Vietnam, Mahbub menggunakan bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi kendati ia cukup
fasih berbahasa Inggris atau Prancis. Inilah sikap nasionalismenya. Bahasa Prancis bukan bahasa elu, dan
bahasa Inggris juga bukan bukan bahasa gua.Kalau istilah bahasa Ciputat dan sekitarnya, Mahbub sosok
yang berbahasa nyablak.
Humor adalah cara dari Mahbub untuk mengajak seseorang masuk kedalam suatu masalah, karena salah satu
kebiasaan dari orang Indonesia adalah suka tertawa, maka untuk mengkritik dengan cara yang enak adalah
lewat humor. Sebagaimana yang pernah dikatakan Gus Dur, dengan humor kita dapat sejenak melupakan
kesulitan hidup.
Sebagai kolumnis, tulisan Ketua Umum PB PMII Tiga Periode Ini kerap dimuat harian Kompas, Sinar
Harapan, Pikiran Rakyat, Pelita, dan TEMPO. Kritik sosial yang tajam tanpa kehilangan humor adalah ciri
khas tulisan Sang Pendekar Pena ini. Akibat tulisannya yang tajam, Ia pernah ditahan selama satu tahun di
tahun 1978. jeruji besi dan gelapnya penjara tak menghambat nalar menulisnya di dalam penjara ia
menerjemahkan Road to Ramadhan, karya Heikal, dan menulis sebuah novel Maka Lakulah Sebuah Hotel.
Jaya, 1975.
Dalam kariernya sebagai aktivis mahasiswa, Mahbub Junaidi pernah menjadi ketua PP. HMI, kemudian
mengundurkan diri dan bersama sahabat-sahabatnya membentuk Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
(PMII) pada 17 April 1960, dan pada saat itu juga Mahbub Junaidi terilih sebagai ketua umum PMII yang
pertama.
Sosok yang memimpin PMII sejak tahun 19960-1967 ini mengagumi pengarang Rusia Anton Chekov dan
Nikolai Gogol. Sedang Penulis Dalam Negri yang Ia kagumi adalah Buya Hamka dan Pramudya Ananta
Toer. Meski sering berkunjung ke luar negeri, pengalaman yang menarik baginya adalah , bergaul dan
berdiskusi dengan Bung Karno,Sang Revolusioner RI, Ujar ayah tujuh anak, yang sudah dua kali naik haji
ini. Baginya tanpa Soekarno, Indonesia tak mungkin bersatu di era Revolusi 1945
Saat HMI pernah ingin di bubarkan oleh Bung Karno, dikarenakan tokoh-tokoh Masyumi terlibat dalam
pemberontakan PRRI PERMESTA di Sumatera Barat,Mahbub langsung berangkat ke Istana Bogor unuk
berdialog langsung dengan Bung Karno, dan pemintaan Mahbub sangat tegas, yaitu HMI jangan di
bubarkan. Dan akhirnya tuntutannya itu terkabul.
Di masa pemerintahan Orde baru adalah masa pesakitan bagi Mahbub Junaidi, beliau merasa kariernya
sebagai wartawan yang kritis dan lugas terasa dibungkam pada saat itu, bahkan beliau pernah dipenjara oleh
rezim tersebut karena dituduh terlibat dalam peristiwa G 30 S/PKI,padahal itu sesat setelah beliau terpilih
sebagai ketua PWI.
Profil Karier Beliau:
Ketua Umum PP.PMII tiga periode, yaitu periode 19601961, hasil Musyawarah Mahasiswa Nahdliyin pada
saat PMII pertama kali didirikan di Surabaya Jawa Timur. Periode 1961-1963, Hasil Kongres I PMII di
Tawangmangu Jawa Barat. Dan Periode 1963-1967, hasil Kongres PMII II di Kaliurang Yogjakarta. Pada
masa kepemimpinan sahabat Mahbub Junaidi inilah PMII secara politis menjadi sangat populer di dunia
kemahasiswaan dan kepemudaan, sampai pada periode pertama sahabat Zamroni. Menjabat sebagai Ketua
Umum PWI pusat dan pimpinan Redaksi harian Duta Masyarakat (19651967), ketua dewan kehormatan
PWI (1979 1983), anggota DPR GR (1967-1971), Wakil Ketua PB NU (1984-1989), Wakil sekjen DPP
PPP, Anggota DPR/MPR RI (1971-1982), Pencetus Khittah Plus , Ketua Majlis Pendidikan Soekarno dan
anggota mustasyar PB NU (1989-1994).
Mahbub Junaidi namanya, Pendekar Pena panggilannya. Tokoh multi talenta ini kini telah tiada, sejarah
pergerakannya yang sempat dibenam oleh rezim berkuasa, namun karya-karyanya dan jasa-jasanya telah
tertoreh dalam tinta emas dunia pergerakan dan jurnalis ,sehingga para aktivis mahasiswa bisa mengambil
pelajaran besar dari sosok tokoh multi talenta seperti Mahbub Junaidi.
KH Mas Alwi Abdul Aziz : Penyelidik Isu 'Pembaharuan Islam' Dan Pencipta Nama
'Nahdlatul Ulama'

Muslimedianews.com ~ Kyai Mas Alwi adalah salah satu pendiri Nahdlatul Ulama bersama Kyai Abdul
Wahhab Hasbullah dan Kyai Ridlwan Abdullah dan lainnya, yang ketiganya bergerak secara aktif sejak NU
belum didirikan. Beliaulah yang pertama mengusulkan nama Nahdlatul Ulama dalam versi riwayat keluarga
Kyai Ridlwan Abdullah. Namun Kyai Mas Alwi hampir tak disebut dalam beberapa sejarah NU, hal ini
dikarenakan beliau tidak memiliki keturunan dan dikeluarkan dari silsilah keluarga, sebagaimana yang akan
disampaikan nanti.

Kelahiran Kyai Mas Alwi


Tidak ada data yang pasti mengenai kelahiran Kyai Mas Alwi. Hanya ditemukan petunjuk dari kisah Kyai
Mujib Ridlwan bahwa ketiga kyai yang bersahabat di masa itu, yakni Kyai Ridlwan Abdullah, Kyai Wahab
Hasbullah dan Kyai Mas Alwi adalah orang-orang yang tidak terlalu jauh jaraknya dalam hal usia.
Disebutkan bahwa di awal-awal berdirinya NU yakni tahun 1926, usia Kyai Ridlwan 40 tahun, Kyai
Wahhab 37 tahun dan Kyai Mas Alwi 35 Tahun. Dengan demikian, Kyai Mas Alwi diperkirakan lahir pada
sekitar tahun 1890-an.

Kyai Mas Alwi merupakan putra Kyai Besar kala itu, yaitu KH Abdul Aziz yang masuk dalam keluarga
besar Ampel, Surabaya. Saya juga belum menemukan data yang cukup mengenai masa kecil beliau dan
silsilah keluarganya.

Pendidikan Kyai Mas Alwi


Ketiga kyai diatas, yakni Kyai Ridlwan Abdullah, Kyai Wahab Hasbullah dan Kyai Mas Alwi, bukan sosok
yang baru bersahabat ketika mendirikan sekolah Nahdlatul Wathon, namun jauh sebelum itu, ketiganya telah
bersahabat sejak berada di Pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan, Madura.

Kyai Ridlwan mengisahkan kepada putranya Kyai Mujib bahwa Kyai Wahab dan Kyai Mas Alwi adalah dua
kyai yang sudah terlihat hebat sejak berada di pondok, baik kecerdasan dan kepandaiannya. Kyai Mujib
kemudian menyebutkan bahwa dua kyai tersebut kemudian melanjutkan ke Pesantren Siwalan Panji,
Sidoarjo, kemudian ke Makkah termasuk juga Kyai Ridlwan Abdullah.

Perjuangan Kyai Mas Alwi


Kyai Mas Alwi bersama Kyai Ridlwan Abdullah, Kyai Wahab Hasbullah dan saudara sepupunya Kyai Mas
Mansur, turut membidani berdirinya sekolah Nahdlatul Wathon, dan Kyai Mas Mansur lah yang menjadi
kepala sekolah sebelum terpengaruh pemikiran pembaharuan Islam di Mesir yang akhirnya menjadi
pengikut Muhammadiyah.

Namun, setelah tersiar kabar bahwa Kyai Mas Alwi ikut kerja dalam pelayaran, maka beliau dipecat dari
sekolah tersebut, akan tetapi sepulang dari Eropa beliau diterima kembali mengajar di Nahdlatul Wathon,
dan justru Kyai Mas Mansur yang akhirnya dipecat oleh para kyai karena telah terpengaruh pemikiran
Muhammad Abduh.

Berlayar Mencari Hakikat Renaissance


Saat merebaknya isu Pembaharuan Islam (Renaissance), Kyai Mas Mansur, adik sepupu Kyai Mas Alwi
mempelajarinya ke Mesir, kepada Muhammad Abduh. Maklum, Mas Mansur adalah keluarga yang mampu
secara finansial sehingga beliau dapat mencari ilmu ke Mesir. Sementara Kyai Mas Alwi bukan dari
keluarga yang kaya. Oleh karenanya Kyai Mas Alwi berkata: Apa sih yang sebenarnya dicari oleh Adik
Mansur ke Mesir? Renaissance atau pembaharuan itu tempatnya di Eropa. Maka beliau pun berusaha untuk
mengetahui apa sebanarnya renaissance ke Eropa, saat itu beliau pergi ke Belanda dan Prancis dengan
mengikuti pelayaran.

Di masa itu, orang yang bekerja sebagai pelayaran mendapat stigma yang sangat buruk dan memalukan bagi
keluarga, sebab pada umumnya pekerja pelayaran selalu melakukan perjudian, zina, mabuk dan lain
sebagainya. Sejak saat itulah keluarga Kyai Mas Alwi mengeluarkannya dari silsilah keluarga dan diusir
dari rumah.

Setiba di tanah air, Kyai Mas Alwi dikucilkan oleh para sahabat dan tetangganya. Akhirnya Kyai Mas Alwi
membuka warung kecil di daerah Jl. Sasak, dekat wilayah Ampel untuk berjualan memenuhi hajat hidupnya.
Mengetahui beliau datang, Kyai Ridlwan mendatanginya, lalu Kyai Mas Alwi berkata: Kenapa Kang,
sampean datang kesini, nanti sampean akan dicuci pakai debu sama kyai-kyai lainnya, sebab warung saya
ini sudah dianggap mughalladzah?

Kyai Ridlwan bertanya: Dik Mas Alwi, sebenarnya apa yang sampean lakukan sampai pergi pelayaran ke
Eropa?. Kyai Mas Alwi menjawab: Begini Kang Ridlwan. Saya ini ingin mencari renaissance, apa sih
sebenarnya renaissance itu? Lah, Adik Mansur mendatangi Mesir untuk mempelajari renaissance itu salah,
sebab tempatnya renaissance itu ada di Eropa. Coba sampean lihat nanti kalau Din Mansur datang, dia pasti
akan berkata begini, begini dan begini... (maksudnya adalah kembali ke al-Quran-Hadis, tidak bermadzhab,
tuduhan bidah dan sebagainya)

Beliau melanjutkan: Renaissance yang ada di Mesir itu sudah tidak murni lagi Kang Ridlwan, sudah
dibawa makelar. Lha orang-orang itu mau melakukan pembaharuan dalam Islam, apanya yang mau
diperbaharui, Islam itu sudah sempurna, sudah tidak ada lagi yang diperbaharui. Al-Quran sudah jelas
menyatakan:

:


Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-
Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu (al-Maidah: 3)

Inti dari perjalanan beliau ke Eropa adalah menemukan hakikat renaissance yang ada dalam dunia Islam
adalah upaya pecah belah yang dihembuskan oleh dunia Barat, khususnya Belanda dan Prancis. Kyai
Ridlwan bertanya: Dari mana sampean tahu? Kyai Mas Alwi: Karena saya berhasil masuk ke tempat-
tempat perpustakaan di Belanda. Kyai Ridlwan bertanya lebih jauh: Bagaimana caranya sampean bisa
masuk? Kyai Mas Alwi menjawab: Dengan menikahi wanita Belanda yang sudah saya Islam-kan. Dialah
yang mengantar saya ke banyak perpustakaan. Untungnya saya tidak punya anak dengannya.

Setelah Kyai Mas Alwi menyampaikan perjalanan beliau ke Eropa secara panjang, maka Kyai Ridlwan
berkata: Begini Dik Alwi, saya ingin menjadi pembeli terakhir di warung ini. Kyai Mas Alwi menjawab:
Ya jelas terakhir, Kang Ridlwan, karena ini sudah malam. Kyai Ridlwan berkata: Bukan begitu. Sampean
harus kembali lagi ke sekolah Nahdlatul Wathon. Sebab saya sekarang sudah tidak ada yang membantu.
Kyai Wahab sekarang lebih aktif di Taswirul Afkar. Sampean harus membantu saya.

Di pagi harinya, sebelum Kyai Ridlwan sampai di sekolah, ternyata Kyai Alwi sudah ada di sekolah
Nahdlatul Wathon. Kyai Ridlwan berkata: Kok sudah ada disini? Kyai Alwi menjawab: Ya Kang
Ridlwan, tadi malam saya tawarkan warung saya ternyata laku dibeli orang. Makanya uangnya ini kita
gunakan untuk sekolah ini. Kedua kyai tersebut kemudian kembali membesarkan sekolah Nahdlatul
Wathon.

Nama Nahdlatul Ulama


Sebagaimana disebutkan dalam kisah berdirinya NU oleh Kyai Asad Syamsul Arifin bahwa sebelum 1926
Kyai Hasyim Asyari telah berencana membuat oraganisasi Jamiyah Ulama, atau perkumpulan ulama. Saat
didirikan dan mau diberi nama, para kyai berpendapat dan mengusulkan nama-nama yang berbeda. Namun
Kyai Mas Alwi mengusulkan nama Nahdlatul Ulama. Kyai Hasyim bertanya: Kenapa ada Nahdlah, kok
tidak Jamiyah Ulama saja? Kyai Mas Alwi menjawab: Karena tidak semua kyai memiliki jiwa Nahdlah
(bangkit). Ada kyai yang sekedar mengurusi pondoknya saja, tidak mau peduli terhadap jamiyah. Akhirnya
para kyai menyepakati nama Nahdlatul Ulama.

Makam Kyai Mas Alwi


Belum ditemukan pula data tentang kapan Kyai Mas Alwi wafat, yang jelas saat ini makam beliau terletak di
pemakaman umum di Rangkah, yang sudah lama tak terawat bahkan pernah berada dalam dapur pemukiman
liar yang ada di tanah kuburan umum. Saat itu KH Asep Saefuddin, Ketua PCNU Kota Surabaya 1995-2000,
mengerahkan Banser untuk menertibkan rumah-rumah yang merambah ke makam Kyai Mas Alwi, maka
sejak saat itu makam beliau mulai dibangun dan diberi pagar. Sejak saat itu pula dalam setiap Harlah NU,
Pengurus Cabang NU Kota Surabaya kerap mengajak MWC dan Ranting se Surabaya untuk ziarah ke
makam para Muassis khususnya di wilayah Surabaya.

Pertanyaannya, mengapa beliau dimakamkan di pemakaman umum? Tidak ada jawaban pasti, namun
kemungkinannya karena beliau telah dikeluarkan dari silsilah keluarga beliau.

Beberapa bulan yang lalu ada sebagian pembaca Aula yang mengusulkan agar makam beliau dipindah ke
kawasan Ampel. Berita ini telah diterima oleh PCNU Surabaya dan akan ditindaklanjuti. Tetapi seandainya
prosesnya menemukan jalan buntu, maka PCNU akan berencana memindah makam beliau ke kawasan
makam Jl. Tembok, diletakkan di sebelah makam sahabatnya, Kyai Ridlwan Abdullah. Di area makam
tersebut telah dikebumikan beberapa tokoh NU, diantaranya adalah KH Abdullah Ubaid dan KH Thohir
Bakri (dua tokoh pendiri Ansor), Kyai Abdurrahim (salah satu pendiri Jamqur atau Jamiyah Qurra wal
Huffadz), Kyai Hasan Ali (Kepala logistik Hizbullah), Kyai Amin, Kyai Wahab Turham, Kyai Anas Thohir,
Kyai Hamid Rusdi, Kyai Hasanan Nur dan sebagainya.

Sosok Besar Yang Terlupakan


Masing-masing para Muassis memiliki kiprah besar dalam berdirinya Nahdlatul Ulama. Hadlratusy Syaikh
KH Hasyim Asyari adalah Rais Akbar, ulama besar dan telah merumuskan Qanun Asasi bagi NU. Kyai
Wahab Hasbullah adalah penggerak utama Jamiyah NU, yang telah berhasil menyamakan pandangan ulama
Nusantara akan pentingnya Jamiyah bagi para ulama, beliau pula yang telah menata organisasi ini dengan
baik dan mampu meneruskan sepeninggal KH Hasyim Asyari.

Kyai Bisri Syansuri juga ulama besar dan keahliannya di bidang fikih tidak diragukan, beliau pula yang
telah meneruskan kepemimpinan Syuriah sepeninggal Kyai Wahhab Hasbullah. Kyai lain yang sangat
penting juga adalah Kyai Ridlwan Abdullah, yang menciptakan lambang NU dengan hasil istikharahnya
sekaligus mampu menjelaskan makna simbol-simbol lambang NU di hadapan penjajah Belanda saat
Congres I NU di Surabaya, sehingga Belanda membatalkan untuk membubarkan NU jika saja simbol
lambang NU mengarah pada perlawanan Belanda.

Tidak kalah besar kiprahnya adalah Kyai Mas Alwi. Beliaulah yang menemukan akar masalah utama
mengapa Jamiyah Ulama (yang akhirnya bernama NU) harus didirikan, yaitu adanya isu pembaharuan yang
sebenarnya dihembuskan dari dunia Barat. Pengorbanan beliau dalam masalah ini tidak main-main, yakni
menanggung resiko besar harus dikeluarkan dari daftar keluarga sekaligus hak warisnya. Namun beliau tetap
melanjutkan tekadnya tersebut. Kyai Mas Alwi pula yang telah mengusulkan nama Nahdlah dalam
organisasi ulama ini. Bisa kita bayangkan besarnya nama Nahdlatul Ulama dengan sekedar nama Jamiyah
Ulama.

Wa akhiran, sudah selayaknya kita selalu menyebut nama Kyai Mas Alwi saat nama para Muassis NU
lainnya disebut. Semoga Allah menjadikan perjuangan Kyai Mas Alwi dan Muassis lainnya sebagai
perjuangan jariyah mereka. Semoga Allah mengangkat derajat mereka dan memberi keberkahan kepada para
pejuang NU saat ini, sebagaimana Allah telah melimpahkan keberkahan kepada mereka semua. Amin.
KH. Masykur Singosari

KH Masykur lahir di Singosari pada tahun 30 Desember 1900 M dan ada yang menyebut tahun 1904. Ketika
ibunda KH Masykur mengandung dia melaksanakan haji ke tanah suci meskipun begitu dia tetap
melakasanakan haji dengan khidmat. Oleh karenanya beliau sudah merasakan naik Haji bahkan ketika masih
di dalam kandungan. Pada usia sepuluh tahun beliau sudah menunaikan rukun Islam yang ke-5. Ayahanda
beliau sangat anti terhadap penajajah belanda. Oleh karena itu beliau menghabiskan masa muda beliau di
lingkungan pesantren.

Sepulang dari tanah suci beliau di masukkan ke Pesantren Bungkuk di daerah Singosari, Malang. Setelah
menamatkan pendidikan di pesantren Bungkuk, beliau melanjutkan nyantri dan mendalami ilmu nahwu
sharaf di pesantren Sono, Sidoarjo, lalu empat tahun kemudian melanjutkan di Pesantren Siwalanpanji,
Sidoarjo khusus dalam bidang fiqih, lalu ke Pesantren Tebuireng, Jombang. Dari Jombang beliau
melanjutkan nyantri ke Mbah Kholil di Bangkalan, untuk belajar qiraat Al-Quran. Dan terakhir mondok di
Pesantren Jamsaren, Solo. Pada usia ke-27 tahun, KH Masykur menikah dengan cucu Kiai Thohir, Pengasuh
Pesantren Bungkuk. Dari pernikahan tersebut, beliau hanya mempunyai satu orang putra yang bernama
Syariful Islam.

Peranan beliau di masa kemerdekaan dan pasca kemerdekaan

Keaktifan beliau dalam bidang politik tidak bisa dipandang sebelah mata. Sudah banyak jabatan dan posisi
penting yang pernah dijabatnya. Karir beliau dimulai di jajaran Jamiyah NU, dia terlibat mulai dari bawah,
dengan menjadi Ketua NU Cabang Malang, sebagai cabang ke-6, yang pada waktu itu merupakan kurun
awal berdirinya organisasi kaum ulama sekitar 1926.

Panglima Sabilillah

Keterlibatannya dalam upacara keprajuritan juga dimulai dari bawah, yaitu menjadi anggota Barisan Pelajar
(Sim Sim Tai). KH. Masykur juga tercatat selaku pendiri Pembela Tanah Air (Peta) (yang kemudian menjadi
unsur laskar rakyat dan TNI) di seluruh Jawa. Ketika pertempuran 10 November 1945, namanya muncul
sebagai pemimpin Barisan Sabilillah, yaitu sebuah pergerakan militer dalam melawan kolonial Belanda yang
beranggotakan kiai-kiai muda. KH. Masykur adalah pendiri sekaligus sebagai Panglima Barisan Sabilillah
yang memiliki divisi di 14 provinsi.. Beliau juga pernah bertempur secara gerilya di bawah komando
Panglima Besar Jenderal Sudirman.

Karier Politik

Beliau pernah diangkat oleh pemerintahan Jepang sebagai Syu Sang Kai (semacam DPRD). Lalu menjelang
kemerdekaan RI, ia terpilih menjadi anggota sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Di sidang
ini, ia dengan tegas menyatakan bahwa dasar negara Indonesia harus berpijak pada ajaran Islam karena
negara ini memiliki mayoritas penduduk Muslim. Pada November 1947 beliau di panggil ke ibu kota negara
pada saat itu Yogyakarta oleh presiden Ir. Soekarno. Bung Karno menawari posisi sebagai menteri agama,
yang ia terima di masa Kabinet Amir Syarifuddin ke-2. Sejak saat itu, KH. Masykur pindah dari Singosari
untuk menetap di Yogyakarta. Beliau menjadi menteri agama ke-5.

Dalam Kabinet Hatta-2, KH. Masykur kemudian diangkat kembali menjadi menteri agama. Namun kabinet
ini tidak berlangsung lama, karena pada akhir tahun 1949, terbentuk kabinet baru yang bernama Kabinet RI
peralihan. Sekali lagi, pada pemerintahan kabinet ini, KH. Masykur kembali terpilih menjadi menteri agama.

Lalu pada tahun 1952, KH. Masykur kemudian dipilih sebagai ketua Dewan Presidium Pengurus Besar NU.
Beliau kemudian ditetapkan sebagai ketua umum tanfiziyah PBNU. Sebagai organisasi partai, terpilihnya
KH. Masykur serta merta menjadikannya sebagai ketua partai. Karena itu, pada masa kabinet Ali Wongso
Arifin, ia terpilih kembali menjadi menteri agama dari NU. Di organisasi NU, pernah menjadi Ketua Umum
PBNU, menggantikan posisi KH. Abdul Wahid Hasyim, ayahanda Gus Dur, yang wafat karena kecelakaan.
Salah satu hasil karya KH. Masykur saat menjabat menteri agama adalah pembuatan Alquran raksasa yang
menjadi Alquran pusaka. Untuk mewujudkan gagasannya, KH. Masykur meminta bantuan Haji Abu Bakar
Atjeh, Haji Syamsiar, dan Salim Fahmi Langkat. Dengan dukungan Presiden Soekarno dan Wapres
Muhammad Hatta, akhirnya keinginan tersebut terwujud. Kini Alquran pusaka tersebut tersimpan di Masjid
Baiturrahim, Istana Negara, Jakarta.

Karier Politik Zaman Orba

Setelah masa presiden Ir. Soekarno berakhir KH. Masykur masih menunjukan eksitensinya di dunia politik.
Ini terbukti ketika di masa pemerintahan Orde Baru, KH. Masykur terpilih menjadi Ketua Sarekat Buruh
Muslimin Indonesia atau Sarbumusi. Lembaga ini merupakan salah satu lembaga yang berada di bawah
naungan NU. Kepemimpinan KH. Masykur membuat lembaga ini maju pesat hingga pernah mengunjungi
Uni Soviet (kala itu) untuk meninjau kegiatan kaum buruh sekaligus perkembangan Islam di negara komunis
tersebut.

Saat NU kemudian bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), KH. Masykur terpilih menjadi
ketua fraksi PPP di DPR yang saat itu sedang membahas RUU Perkawinan. Meski usianya tak lagi muda,
namun KH. Masykur terus aktif berkarya. Beliau tetap menjadi rekomendasi para pengurus besar NU
(PBNU) yang meminta saran dan nasihatnya. Karya terakhir yang dirintisnya adalah mendirikan Universitas
Islam Sunan Giri Malang (Unisma). Lembaga pendidikannya ini berada di bawah naungan Lembaga
Pendidikan Maarif Pusat yang merupakan lembaga pendidikan milik NU.

Pada 19 Desember 1992, KH. Masykur, salah satu ulama besar, tokoh perjuangan, dan cendikiawan Muslim
Indonesia ini berpulang ke pangkuan Yang Mahakuasa. Beliau dimakamkan di pemakaman keluarga pondok
Bungkuk, Singosari.

Oleh majalah AULA Edisi November 2012 hal. 58-59, beliau termasuk 9 komandan perang NU, yang daftar
lengkapnya sebagai berikut :

1. KH. Zainul Arifin

2. KH. Masjkur

3. KH. Munasir Ali

4. KH. Sullam Syamsun

5. KH. Iskandar Sulaiman

6. KH. Hasyim Latief

7. KH. Zainal Mustofa

8. H. Abdul Manan Widjaya

9. Hamid Roesdi

Salah satu pernyataan beliau yang dianggap penulis postingan ini sangat mulia adalah Kerjakan sesuatu
sampai tuntas. Sekecil apapun pekerjaan, jika ditangani secara tuntas akan sangat berarti. Pernyataan beliau
sangatlah bijak, ini membuat motivasi bagi kita agar giat dan tekun dalam hal apa pun agar bisa
mendapatkan hasil yang maksimal dan juga jangan pernah memandang remeh sebuah pekerjaan.
Biografi KH Nahrowi Dalhar Watucongol Magelang
Mbah Dalhar yang bernama lengkap KH. Nahrowi Dalhar, Watucongol dikenal sebagai ulama yang
mumpuni. Belum lama ini sosok Kiai Ahmad Abdul Haq meninggal dunia. Kiai kharismatik ini adalah putra
dari kiai Dalhar yang juga dikenal sebagai salah satu wali Allah yang masyhur di tanah Jawa. Mbah Dalhar
begitu panggilan akrabnya adalah mursyid tarekat Syadziliyah dan dikenal sebagai seorang yang wara dan
menjadi teladan masyarakat.

Kiai Haji Dalhar, Watucongol, Magelang dikenal sebagai salah satu guru para ulama. Kharisma dan
ketinggian ilmunya menjadikan rujukan umat Islam untuk menimba ilmu. Mbah Dalhar , begitu panggilan
akrabnya adalah sosok yang disegani sekaligus panutan umat Islam, terutama di Jawa Tengah. Salah satu
mursyid tarekat Syadziliyah ini dikenal juga menelorkan banyak ulama yang mumpuni.

Nasabnya

Mbah Dalhar dilahir kan pada 10 Syawal 1286 H atau 10 Syawal 1798 Je (12 Januari 1870 M) di
Watucongol, Muntilan, Magelang, Jawa Tengah. Lahir dalam lingkungan keluarga santri yang taat. Sang
ayah yang bernama Abdurrahman bin Abdurrauf bin Hasan Tuqo adalah cucu dari Kyai Abdurrauf.
Kekeknya mbah Dalhar dikenal sebagai salah seorang panglima perang Pangeran Diponegoro. Adapun
nasab Kyai Hasan Tuqo sendiri sampai kepada Sunan Amangkurat Mas atau Amangkurat III. Oleh
karenanya sebagai keturunan raja, Kyai Hasan Tuqo juga mempunyai nama lain dengan sebutan Raden
Bagus Kemuning.

Masa Kanak-Kanak

Semasa kanakkanak, Mbah Dalhar belajar Al-Quran dan beberapa dasar ilmu keagamaan pada ayahnya
sendiri. Pada usia 13 tahun baru mondok di pesantren. Ia dititipkan oleh ayahnya pada Mbah Kyai Mad
Ushul (begitu sebutan masyhurnya) di Dukuh Mbawang, Ngadirejo, Salaman, Magelang. Di bawah
bimbingan Mbah Mad Ushul , ia belajar ilmu tauhid selama kurang lebih 2 tahun.

Kemudian tercatat juga mondok di Pondok Pesantren Al-Kahfi Somalangu, Kebumen pada umur 15 tahun.
Pesantren ini dipimpin oleh Syeikh As Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani atau yang maruf
dengan laqobnya Syeikh Abdul Kahfi Ats-Tsani. Selama delapan tahun mbah Kyai Dalhar belajar di
pesantren ini. Selama itulah Mbah Dalhar berkhidmah di ndalem pengasuh. Hal itu terjadi atas dasar
permintaan ayahnya kepada Syeikh As Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani.

Jalan Kaki dan Pemberian Nama

Tidak hanya di daerah sekitar Mbah Dalhar menimba ilmu. Di Makkah Mukaramah beliau berguru kepada
beberapa alim ulama yang masyhur. Perjalalannya ke tanah suci untuk menuntut ilmu terjadi pada tahun
1314 H/1896 M. Mbah Kyai Dalhar diminta oleh gurunya, Syeikh As Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-
Jilani Al-Hasani untuk menemani putera laki laki tertuanya Sayid Abdurrahman Al-Jilani Al-Hasani untuk
menuntut ilmu di Mekkah. Syeikh As Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani berkeinginan
menyerahkan pendidikan puteranya kepada shahib beliau yang menjadi mufti syafiiyyah Syeikh As Sayid
Muhammad Babashol Al-Hasani.

Keduanya berangkat ke Makkah dengan menggunakan kapal laut melalui pelabuhan Tanjung
Mas,Semarang. Ada sebuah kisah menarik tentang perjalanan keduanya. Selama perjalanan dari Kebumen
dan singgah di Muntilan, kemudian lanjut sampai di Semarang, Mbah Dalhar memilih tetap berjalan kaki
sambil menuntun kuda yang dikendarai oleh Sayid Abdurrahman. Hal ini dikarenakan sikap takdzimnya
kepada sang guru. Padahal Sayid Abdurrahman telah mempersilahkan mbah Kyai Dalhar agar naik kuda
bersama.
Di Makkah (waktu itu masih bernama Hijaz), mbah Kyai Dalhar dan Sayid Abdurrahman tinggal di rubath
(asrama tempat para santri tinggal) Syeikh As Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani yaitu didaerah
Misfalah.

Sayid Abdurrahman dalam rihlah ini hanya sempat belajar pada Syeikh As Sayid Muhammad Babashol Al-
Hasani selama 3 bulan, karena beliau diminta oleh gurunya dan para ulama Hijaz untuk memimpin kaum
muslimin mempertahankan Makkah dan Madinah dari serangan sekutu. Sementara itu mbah Kyai Dalhar
diuntungkan dengan dapat belajar ditanah suci tersebut hingga mencapai waktu 25 tahun.

Syeikh As_Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani inilah yang kemudian memberi nama Dalhar pada
mbah Kyai Dalhar. Hingga ahirnya beliau memakai nama Nahrowi Dalhar. Dimana nama Nahrowi adalah
nama asli beliau. Dan Dalhar adalah nama yang diberikan untuk beliau oleh Syeikh As Sayid Muhammad
Babashol Al-Hasani. Rupanya atas kehendak Allah Swt, mbah Kyai Nahrowi Dalhar dibelakang waktu lebih
masyhur namanya dengan nama pemberian sang guru yaitu Mbah Kyai Dalhar.

Ketika berada di Hijaz inilah mbah Kyai Dalhar memperoleh ijazah kemursyidan Thariqah As-Syadziliyyah
dari Syeikh Muhtarom Al-Makki dan ijazah aurad Dalailil Khoerat dari Sayid Muhammad Amin Al-Madani.
Dimana kedua amaliyah ini dibelakang waktu menjadi bagian amaliah rutin yang memasyhurkan.

Mbah Kyai Dalhar adalah seorang ulama yang senang melakukan riyadhah.

Sehingga pantas saja jika menurut riwayat shahih yang berasal dari para ulama ahli hakikat sahabat
sahabatnya, beliau adalah orang yang amat akrab dengan nabiyullah Khidhr as. Sampaisampai ada putera
beliau yang diberi nama Khidr karena tafaullan dengan nabiyullah tersebut. Sayang putera beliau ini yang
cukup alim walau masih amat muda dikehendaki kembali oleh Allah Swt ketika usianya belum menginjak
dewasa.

Selama di tanah suci, mbah Kyai Dalhar pernah melakukan khalwat selama 3 tahun disuatu goa yang
teramat sempit tempatnya. Dan selama itu pula beliau melakukan puasa dengan berbuka hanya memakan 3
buah biji kurma saja serta meminum seteguk air zamzam secukupnya. Dari bagian riyadhahnya, beliau juga
pernah melakukan riyadhah khusus untuk mendoakan para keturunan beliau serta para santri santrinya.

Dalam hal adab selama ditanah suci, mbah Kyai Dalhar tidak pernah buang air kecil ataupun air besar di
tanah Haram. Ketika merasa perlu untuk qadhil hajat, beliau lari keluar tanah Haram.

Selain mengamalkan dzikir jahr ala thariqatis syadziliyyah, mbah Kyai Dalhar juga senang melakukan
dzikir sirr. Ketika sudah tagharruq dengan dzikir sirrnya ini, mbah Kyai Dalhar dapat mencapai 3 hari 3
malam tak dapat diganggu oleh siapapun. Dalam hal thariqah As-Syadziliyyah ini menurut kakek penulis
KH Ahmad Abdul Haq, beliau mbah Kyai Dalhar menurunkan ijazah kemursyidan hanya kepada 3 orang.
Yaitu, Kyai Iskandar, Salatiga ; KH Dimyathi, Banten ; dan kakek penulis sendiri yaitu KH Ahmad Abdul
Haq. Sahrallayal (meninggalkan tidur malam) adalah juga bagian dari riyadhah mbah Kyai Dalhar. Sampai
dengan sekarang, meninggalkan tidur malam ini menjadi bagian adat kebiasaan yang berlaku bagi para
putera putera di Watucongol.

Murid dan Karya karyanya

Karya mbah Kyai Dalhar yang sementara ini dikenal dan telah beredar secara umum adalah Kitab Tanwirul
Maani. Sebuah karya tulis berbahasa Arab tentang manaqib Syeikh As-Sayid Abil Hasan Ali bin Abdillah
bin Abdil Jabbar As-Syadzili Al-Hasani, imam thariqah As-Syadziliyyah. Selain daripada itu sementara ini
masih dalam penelitian. Karena salah sebuah karya tulis tentang sharaf yang sempat diduga sebagai karya
beliau setelah ditashih kepada KH Ahmad Abdul Haq ternyata yang benar adalah kitab sharaf susunan
Syeikh As-Sayid Mahfudz bin Abdurrahman Somalangu. Karena beliau pernah mengajar di Watucongol,
setelah menyusun kitab tersebut di Termas. Dimana pada saat tersebut belum muncul tashrifan ala Jombang.
Banyak sekali tokohtokoh ulama terkenal negara ini yang sempat berguru kepada beliau semenjak sekitar
tahun 1920 1959. Diantaranya adalah KH Mahrus,Lirboyo ; KH Dimyati Banten ; KH Marzuki, Giriloyo
dan lain sebagainya. Sesudah mengalami sakit selama kurang lebih 3 tahun, Mbah Kyai Dalhar wafat pada
hari Rabu Pon, 29 Ramadhan 1890 Jimakir (1378 H) atau bertepatan dengan 8 April 1959 M. Ada yang
meriwayatkan jika beliau wafat pada 23 Ramadhan 1959. Akan tetapi 23 Ramadhan 1959 bukanlah hari
Rabu namun jatuh hari Kamis Pahing. Semoga amal ibadah beliau di terima oleh Allah SWT dan semoga
kesalahan-kesalahan beliau juga di ampuni oleh Allah SWT. Aamiin Yaa Rabbal Aalamiin. Semoga
blog kumpulan biografi ulama ini bisa bermanfaat umumnya untuk Anda dan khususnya untuk saya pribadi.

Anda mungkin juga menyukai