Tata Cara Menanam Pohon Penghasil Gaharu1
Tata Cara Menanam Pohon Penghasil Gaharu1
Lokasi Penanaman
Pemeliharaan
Pemupukan dapat dilakukan sekali 3 bulan, namun dapat juga setiap 6 bulan
dengan kompos sebanyak 3 kg melalui pendangiran di bawah canopy.
Penggunaan pupuk kimia seperti NPK dan majemuk dapat juga ditambahkan
setiap 3 bulan dengan dosis rendah (5 gr / tanaman) setelah tanaman berumur 1
tahun, kemudian dosisnya bertambah sesuai dengan besarnya batang tanaman.
Hama tanaman / pohon penghasil gaharu yang perlu diperhatikan adalah kutu
putih yang hidup di permukaan daun bawah, bila kondisi lingkungan lembab.
Pencegahan dilakukan dengan pemangkasan pohon pelindung dan pruning agar
kena cahaya matahari diikuti penyemprotan pestisida seperti Tiodane, Decis, dan
Reagent. Pembersihan gulma dapat dilakukan sekali 3 bulan atau pada saat
dipandang perlu.
Sumber: http://muherda.blogspot.com/2011/11/tata-cara-menanam-gaharu.html
Lokasi Penanaman.
Pohon penghasil gaharu dapat ditanam mulai dari dataran rendah sampai
pegunungan dengan ketinggian 750 m dpl.
Pola Tanam
Jarak Tanam
Jarak tanam 3 x 3 m (1.000 pohon / ha.), namun dapat juga 2.5 x 3 m sampai 2.5
x 5 m. Jika pohon penghasil gaharu ditanam pada lahan yang sudah ditumbuhi
tanaman lain, maka jarak tanaman penghasil gaharu minimal 3 m dari tanaman
tersebut.
Lubang tanam
Penanaman
Pemeliharaan
Pemupukan dapat dilakukan sekali 3 bulan, namun dapat juga setiap 6 bulan
dengan kompos sebanyak 3 kg melalui pendangiran di bawah canopy.
Penggunaan pupuk kimia seperti NPK dan majemuk dapat juga ditambahkan
setiap 3 bulan dengan dosis rendah (5 gr / tanaman) setelah tanaman berumur 1
tahun, kemudian dosisnya bertambah sesuai dengan besarnya batang tanaman.
Hama tanaman penghasil gaharu yang perlu diperhatikan adalah kutu putih yang
hidup di permukaan daun bawah, bila kondisi lingkungan lembab. Pencegahan
dilakukan dengan pemangkasan pohon pelindung dan pruning agar kena cahaya
matahari diikuti penyemprotan pestisida seperti Tiodane, Decis, Reagent., dll
Pembersihan gulma dapat dilakukan sekali 3 bulan atau pada saat dipandang
perlu.
Beberapa jenis pohon penghasil gaharu antara lain adalah Aquilaria spp.,
Aetoxylon sympetallum, Gyrinops, dan Gonystylus.
Akibat dari pola pemanenan yang berlebihan dan perdagangan gaharu yang
masih mengandalkan pada alam, jenis-jenis tertentu (seperti Aquilaria dan
Gyrinops) saat ini sudah tergolong langka, dan masuk dalam lampiran
Convention on International Trade on Endangered Species of Flora and Fauna
(Appendix II CITES).
Sumber: http://hairulsani.blogspot.com/2008/09/penanaman-pohon-gaharu-
gaharu-merupakan.html
GAHARU
Bisnis Masa Depan
Agar tidak rugi, para pedagang ini selalu memantau perkembangan harga
gaharu di Singapura, Hongkong, Korea, China, dan Jepang dengan
menggunakan telepon satelit.
Jika harga gaharu di luar negeri sedang membaik, berapa pun harga yang
diminta para pemilik, pengumpul, dan masyarakat adat di pedalaman Asmat
tetap dibayar pengusaha.
Karena itu, sering para pengumpul dan pemilik gaharu mengintip perkembangan
harga gaharu di luar negeri melalui para pengusaha dan pedagang di daerah itu.
Jika harga gaharu melonjak, mereka akan meminta harga gaharu berkualitas
dengan harga lebih dari Rp 10 juta / kg.
Sumber: http://hairulsani.blogspot.com/2008/09/nikmatnya-gaharu-pahitnya-
derita.html
GAHARU
Bisnis Masa Depan
TEKNOLOGI PERCEPATAN PEMBENTUKAN BUDIDAYA GUBAL GAHARU
Sumber: http://hairulsani.blogspot.com/2008/09/teknologi-percepatan-
pembentukan.html
GAHARU
Bisnis Masa Depan
Tapi sayangnya, hingga kini Indonesia baru mampu memasok 15 persen total
kebutuhan gaharu dunia. Bahkan, kini fungsi gaharu juga merambah untuk
bahan berbagai produk kecantikan dan perawatan tubuh. Sebagai kosmetik
gaharu bisa dijual seharga Rp 2-5 juta per kilogram, bahkan untuk jenis super
dan dobel super harganya mencapai Rp18 juta per kilogram.
Sumber: http://hairulsani.blogspot.com/2008/09/gaharu-sembuhkan-banyak-
penyakit.html
MANFAAT GAHARU
Sampai saat ini, pemanfaatan gaharu masih dalam bentuk bahan baku (kayu
bulatan, cacahan, bubuk,atau fosil kayu yang sudah terkubur. Setiap bentuk
produk gaharu tersebut mempunyai bentuk dan sifat yang berbeda. Gaharu
mempunyai kandungan resin atau damar wangi yang mengeluarkan aroma
dengan keharuman yang khas. Dari aromanya itu yang sangat popular bahkan
sangat disukai oleh masyarakat negara-negara di Timur Tengah, Saudi Arabia,
Uni Emirat, Yaman, Oman, daratan China, Korea, dan Jepang sehingga
dibutuhkan sebagai bahan baku industri parfum, obat-obatan, kosmetika, dupa,
dan pengawet berbagai jenis asesori serta untuk keperluan kegiatan
keagamaan, gaharu sudah lama diakrabi bagi pemeluk agama Buddha, dan
Hindu.
Sumber: http://wahanagaharu.blogspot.com/2009/06/manfaat-gaharu.html
KEBUN GAHARU
INOKULASI
Fusarium yang di-inokulasi ke jaringan pohon itu sebenarnya kuman penyebab
penyakit. Oleh karena itu pohon penghasil gaharu itu melawan dengan
memproduksi resin bernama fitoaleksin supaya kuman tak menyebar ke jaringan
pohon lain. Seiring waktu, resin itu mengeras di sudut-sudut pembuluh xylem
dan floem organ pohon yang mendistribusikan makanan berwarna kecoklatan,
serta harum bila dibakar.
Pilih pohon penghasil gaharu alami yang sudah terinfeksi mikroba penyakit
pembentuk gaharu.
Ambil potongan cabang atau kupasan batang pohon penghasil gaharu terpilih.
Potongan cabang atau kupasan batang ini disebut Preparat .
Kembangkan spora dari preparat cabang dan / atau batang tersebut di dalam
media untuk diidentifikasi jenis mikrobanya sebagai biakan murni.
Kembangkan spora dan miselium biakan murni tersebut ke dalam media padat
seperti serbuk gergaji pohon penghasil gaharu atau dalam media cair yang
telah berisi unsur makro dan mikro sebagai energi hidup.
Masukkan media spora kedalam incubator pembiakan dan kondisikan suhu dan
kelembapan incubator pembiakan tersebut pada keadaan optimal, yaitu suhu
24 32C dan kelembapan 80%. Biarkan sekitar 1 2 bulan.
Tempatkan spora yang sdah dibiakkan tersebut kedalam wadah berupa botol
kaca, botol plastic, atau botol infuse bekas.
Simpan botol dalam freezer incubator. Inokulan ini sudah siap di-inokulasikan
ke tanaman / pohon penghasil gaharu. Teknik inokulasi dengan inokulan
terhadap pohon penghasil gaharu berbeda-beda sesuai dengan bentuk
inokulannya. Pada pelaksanaan penginokulasian terhadap pohon penghasil
gaharu ini, harus diperhatikan umur dan diameter batangnya. Batas minimal
suatu pohon dapat di-inokulasi ditandai dengan pohon yang mulai berbunga.
Biasanya umur tanaman tersebut sekitar 4 5 tahun atau diameter batang
sudah mencapai 8 10 cm. Berikut diulas teknik inokulasi menggunakan
inokulan padat dan cair.
Bersihkan tangan pelaku inokulasi dengan air hingga bersih dan dibilas dengan
alcohol sebelum pelaksanaan inokulasi.
Tutup setiap lubang yang sudah diberi inokulan untuk mnghindari masuknya air
ke dalam lubang. Penutupan lubang ini dilakukan dengan pasak kayu gaharu.
Penutupan pun dapat dilakukan dengan lili malam
Atur besarnya aliran inokulan cair tersebut. Hentikan aliran infuse bila cairan
inokulan sudah keluar dari lubang.
Tutup bagian tepi di sekitar selang infuse dengan menggunakan lilin malam.
Salah satu ciri yang dapat dijadikan indikator tajuk tanaman menguning dan
rontok, pada batang atau cabang terjadi pembengkakan, pelekukan, atau
penebalan. Namun, ketika mikroba terlalu perkasa, gubal urung terbentuk.
Tanaman bisa mati-minimal batang busuk-karena kalah kuat melawan
keganasan si penyusup. Jika respon tanaman terlalu kuat, gubal yang sempat
terbentuk akan menghilang.
Penyebab harum
Kejadian itu lantaran, Respon setiap jenis tanaman terhadap infeksi mikroba
berbeda-beda, lanjut Mucharromah. Oleh karena itu mesti ada kecocokan
antara jenis tanaman penghasil gaharu dengan mikroba inokulannya. Yang
dipercaya sebagai inokulan utama di alam adalah Fusarium sp.
Penelitian doktor patologi tanaman dari Universitas Kentucky, Amerika Serikat,
itu menunjukkan di Bengkulu F. cylindriscorpum dan F. oxysporum paling top
mengundang gubal pada A. malaccensis.
Sumber: http://kebungaharu.com/inokulasi.html
Lubang itu teramat mungil: diameter 2 mm dan kedalaman 5 mm. Bekas gerekan
serangga Zeuzera conferta di batang karas itu menjadi gerbang bagi cendawan
penghasil gaharu. Dengan lubang mini itulah justru Erdy Santoso memanen
gaharu hanya dalam waktu setahun; lazimnya, 3 tahun pascapenyuntikan.
Yang menggembirakan tentu saja bukan hanya uang segunung itu. Namun, bagi
Johny adalah singkatnya waktu panen yang Cuma setahun. Bandingkan dengan
pekebun lain yang panen 2-3 tahun pascapenyuntikan cendawan. Singkatnya
waktu panen itu berkat inspirasi serangga Zeuzera conferta yang membuat
lubang mini di permukaan batang karas alias gaharu. Selama ini teknologi untuk
menginokulasi gaharu dengan cara menggergaji batang sedalam 1 cm secara
zigzag.
Perbanyak lubang
Pohon setinggi 4 m, misalnya, terdiri atas 300 lubang. Erdy membuat lubang-
lubang itu dengan bor. Poros lubang zigzag dengan jarak 5-10 cm agar, 'Gaharu
yang terbentuk berkumpul dan membentuk lingkaran,' ujar peneliti gaharu sejak
1984 itu. Dengan lubang zigzag, praktis semua bagian pohon terinfeksi
cendawan yang pada akhirnya membentuk gaharu.
Ahli patologi hutan itu juga menyuntikkan cendawan di bagian akar. Ia menggali
akar yang terpendam dalam tanah dan mengebornya. Cara dan jarak
pengeboran sama dengan pembuatan lubang di batang. Setelah cendawan
disuntikan ke akar, ia menutupnya dengan parafi n untuk mencegah masuknya
mikroorganisme patogen.
Cendawan top
Rahasia sukses panen cepat gaharu itu juga berkat cendawan unggul koleksi
Erdy. Pria 50 tahun itu mengumpulkan cendawan dari 17 provinsi seperti Jambi,
Gorontalo, Kalimantan Barat, dan Sumatera Barat. Dari 23 cendawan yang biasa
menginfeksi gaharu, Erdy menemukan 4 unggulan. Semua bergenus Fusarium.
Sayang, Erdy enggan mengungkap spesies cendawancendawan itu lantaran
tengah dipatenkan.
Perpaduan antara cendawan dan teknik suntik terbaru itu menghasilkan proses
infeksi lebih cepat. 'Sebulan setelah penyuntikan, sekitar lubang sudah tampak
kehitaman,' kata Johny Wangko yang menerapkan temuan Erdy. Setahun
kemudian, 1-2 kg resin gaharu bisa dipanen. Kayu terinfeksi itu berwarna hitam
dengan gurat-gurat putih samar. 'Jika dibiarkan 1-2 tahun lagi, gaharu yang
terbentuk akan lebih banyak dan lebih hitam,' katanya.
Menurut Drs Yana Sumarna MSi, periset Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hutan, proses terbentuknya gaharu akibat pohon terluka dan terinfeksi patogen.
Mekanisme proses fi siologis terbentuknya gaharu dimulai dari masuknya
mikroba penyakit ke dalam jaringan kayu. Untuk mempertahankan hidup dan
perkembangannya, mikroorganisme itu memanfaatkan cairan sel jaringan
pembuluh batang sebagai sumber energi. Secara perlahan, efek hilangnya
cairan sel menurunkan kinerja jaringan pembuluh dalam mengalirkan hara ke
daun.
Sel-sel yang isinya sudah dikonsumsi mikroba itu akan membentuk suatu
kumpulan sel mati pada jaringan pembuluh. Akibatnya, fungsi daun dalam
memproses hara menjadi energi pun terhenti sehingga daun menguning dan
tanaman mati. Secara fisik, cabang dan ranting mengering, kulit batang pecah,
dan mudah dikelupas. Kondisi itu merupakan ciri biologis pohon yang
menghasilkan gaharu. Singkatnya, gaharu terbentuk sebagai hasil respon
tanaman terhadap infeksi patogen, luka, atau stres. (Lani Marliani)
Sumber: http://www.gaharuman.com/2008/09/suntikan-inukolan-sumber-majalah-
trubus.html
Johny Wangko, pekebun lain yang mencecap bisnis gaharu. Maret 2008,
memasarkan 15 kg kamedangan-gubal gaharu kelas 3. Produktivitas gaharu
Aquillaria malaccensis rata-rata 2 kg per pohon setinggi 4 m. Dengan harga
Rp1,3-juta/kg , Johny Wangko mengantongi Rp20-juta. Padahal, 6 tahun silam
ketika hendak mengebunkan gaharu, rekannya meragukan. 'Saya saja tak
pernah panen,' kata karibnya itu yang menanam 60 pohon di Bogor dan
Sukabumi, keduanya di Jawa Barat.
Di Bogor ia menanam 7 jenis gaharu seperti Aquillaria filaria dan A. cumingiana
dari Seram, A. hirta (Batam), A. malaccensis (Kalimantan Selatan), dan A.
crassna (Indocina). Selain di sana, Johny juga mengebunkan gaharu di Desa
Serdang, Bangka Selatan, sebanyak 140 pohon. 'Yang di Sukabumi untuk
tabungan saya, jadi dipanennya nanti saja kalau sudah tua,' kata pria 59 tahun
itu. Lima tahun terakhir memang banyak orang mengebunkan pohon penghasil
gaharu. Di Kubangan, Riau, ada Rama yang mengebunkan 4.000 gaharu di
lahan 4 ha. Nun di Dusun Hena, Flavo, Kecamatan Sentani Tengah, Papua,
Doren Woku menanam 50 gaharu beringin Aquillaria filaria di halaman rumah.
Selain di halaman rumah, ayah 3 anak itu juga menanam 100 pohon di kebun di
Siklop, Sentani. Sekarang umur pohon 4 tahun dan siap disuntik cendawan.
Di alam, cendawan baru dapat masuk ke jaringan tanaman ketika ada 'pintu
masuk', misalnya cabang patah diterjang angin. Masalahnya, menunggu cabang
patah tak menentu. Bandingkan bila pekebun
Dari tahun ke tahun, kuota ekspor gaharu cenderung menurun. Pada 2000,
kuota jenis A. filaria mencapai 200 ton dan A. malaccensis 225 ton. Pada 2005,
kuota anjlok masing-masing menjadi 125 ton dan 50 ton. Ketika populasi menipis
di hutan, sementara pasar terbentang luas, membudidayakan gaharu solusi
terbaik. Apalagi tak mungkin mengandalkan pasokan gaharu dari hutan lantaran
regulasi itu. Menurut Erdy penampilan gaharu alam dan budidaya relatif sama.
Untuk mengawasi peraturan itu BKSDA rutin menyambangi kebun gaharu milik
masyarakat.
Kuota
Menurut Ir Agus Djoko Ismanto, periset gaharu Pusat Penelitian Hutan dan
Konservasi Alam, pasar gaharu tak terbatas. Johny Wangko, eksportir juga
mengatakan hal serupa. 'Importir Taiwan siap menampung berapa pun
banyaknya,' katanya. Sayang, karena jumlah pohon masih sedikit, Johny tak
sanggup memenuhi permintaan Taiwan.
Jangankan gubal, sisa kerikan kayu gaharu saja laku Rp100.000 per kg. Bahkan
suloan alias abu bekas kerikan terjual Rp25.000 per kg. Suloan dimanfaatkan
untuk membuat minyak bermutu tinggi. Untuk membuat 100 ml parfum biasanya
dibutuhkan 100 cc minyak mawar atau minyak melati. Dengan minyak gaharu
cukup 5 cc saja, dan bisa bertahan sampai 6 hari. 'Makanya, semua parfum
mahal pasti mengandung gaharu,' kata Erdy.
Harga minyak gaharu cukup tinggi berkisar US$150-US$200 per 10 cc. Malahan
ampas hasil sulingan minyak pun bisa dimanfaatkan sebagai obat nyamuk. Di
pasaran, ampas itu dihargai Rp8.000-Rp10.000 per kg. Sedangkan air bekas
sulingan minyak sebagai pupuk. Dengan banyaknya nilai tambah dari gaharu,
wajar jika harga gaharu semakin menjulang. Untuk itulah saatnya kini
membudidayakan gaharu. (Lani Marliani/Peliput: Destika Cahyana)
Sumber: http://www.gaharuman.com/2008/09/hasil-suntikan-inokulan-sumber-
majalah.html
Bibit yang sudah ditanam tersebut ada yang sudah berusia lima tahun. Salah
satu pembudidaya, M Yani, saat ditemui menceritakan, sejak tahun 2002 dia
sudah mulai tertarik dengan usaha budidaya gaharu ini. Sebagai masyarakat
pencinta hutan, dia punya komitmen untuk memberdayakan masyarakat petani
di daerah. Saya punya harapan, petani kita memiliki masa depan yang baik. Ya
salah satunya mengembangkan budidaya gaharu ini, tandasnya.
Selain itu, pihaknya akan memberikan bantuan berupa bibit, penyuntikan, dan
pemasaran. Sedangkan system pembagian hasil, petani kebagian 40 % dan
pihaknya 60%. Petani cukup menyediakan lahan dan bisa merawat pohon
penghasil gaharu tersebut agar bisa tumbuh subur, tandasnya.
Selain dapat tumbuh di kawasan hutan, katanya pohon penghasil gaharu juga
dapat tumbuh di pekarangan warga. Sehingga warga memiliki banyak
kesempatan untuk menanam pohon yang menghasilkan getah wangi ini.
Banyaknya getah yang dihasilkan dari pohon penghasil gaharu tergantung dari
masa tanam dan panen pohon tersebut. Misalnya untuk usia tanam selama 6
sampai 8 tahun, setiap batang pohon mampu menghasilkan sekitar 2 kilogram
getah gaharu, sebutnya. Sementara harga getah gaharu mencapai Rp 5-20 juta
per kilogram. Harga itu tergantung dari jenis dan kualitas getah gaharu. Untuk
getah gaharu yang memiliki kualitas rendah dan berwarna kuning laku dijual Rp5
juta per Kg, sedangkan untuk getah pohon penghasil gaharu yang berwarga
hitam atau dengan kualitas baik laku dijual Rp15-20 juta / kg.
Sumber: http://petanigaharu.blogspot.com/2011/03/budidaya-gaharu-sangat-
menjanjikan.html
Foto gaharu
Sumber: http://gaharusupplier.blogspot.com/2011/04/gaharu.html