Anda di halaman 1dari 28

Tata Cara Menanam Gaharu

Masyarakat awam seringkali mengaburkan istilah gaharu dengan pohon


penghasil gaharu. Menurut SNI 01-5009.1-1999 gaharu didefinisikan sebagai
sejenis kayu dengan berbagai bentuk dan warna yang khas, serta memiliki
kandungan kadar damar wangi yang berasal dari pohon atau bagian pohon
penghasil gaharu yang tumbuh secara alami dan telah mati sebagai akibat dari
suatu proses infeksi yang terjadi baik secara alami atau buatan pada suatu jenis
pohon, yang pada umumnya terjadi pada pohon Aquilaria sp. (Istilah bahasa
daerah: Karas, Alim, Garu, dan lain-lain).

Lokasi Penanaman

Cara Budidaya Gaharu

Pemilihan Species Aquilaria malaccensis, A. microcarpa serta A. crassna adalah


species penghasil gubal gaharu dengan aroma yang sangat disenangi
masyarakat Timur Tengah, sehingga memiliki harga paling tinggi.
Pohon penghasil gaharu dapat ditanam mulai dari dataran rendah sampai
pegunungan dengan ketinggian 750 m dpl.

Pengenalan dan Cara Menanam Pohon Penghasil Gaharu (Aquilaria.sp:


(aquilaria beccariana, malacensis, microcarpa dan sejenisnya)

Penanaman benih pohon penghasil gaharu sebaiknya dilakukan pada


awal musim hujan di pagi hari sampai jam 11.00, dan dapat dilanjutkan
pada jam 4 petang harinya.
Bersihkan Lahan untuk keperluan pembuatan Lobang, untuk
memudahkan penanganan sebaiknya dilakukan pengajiran / patok
dengan dimensi sesuai keinginan (pengalaman 5 x 5 meter).
Galilah tanah lobang Ukuran 50 x 50 x 50 Cm. Pisahkan antara tanah
galian atas dan tanah galian bawah biarkan selama 15 hari.
Siapkan pupuk kandang atau kompos yang akan menggantikan tanah
bawah (dimasukkan terlebih dahulu).
Kemudian ambil bibit Pohon penghasil gaharu yang siap tanam sobek dan
buang pembungkus / polybag dan tutup tanah galian seperti biasa. (bibit
sebaiknya sudah ditempatkan di lokasi kebun 2 minggu sebelum ditanam
dan menanam pada sore hari dimusim hujan).
Buatlah atap pelindung dari daun ilalang jika kebun monokultur / terbuka
hingga tanaman berumur 18 bulan, setelah itu lahan dapat mulai dibuka.
Kebutuhan pupuk relatif kecil yakni NPK 10 50 gr / 6 bulan.
Jika tanaman sudah terjangkit mikoreza maka tidak banyak memerlukan
pupuk.

Pemeliharaan

Pemupukan dapat dilakukan sekali 3 bulan, namun dapat juga setiap 6 bulan
dengan kompos sebanyak 3 kg melalui pendangiran di bawah canopy.
Penggunaan pupuk kimia seperti NPK dan majemuk dapat juga ditambahkan
setiap 3 bulan dengan dosis rendah (5 gr / tanaman) setelah tanaman berumur 1
tahun, kemudian dosisnya bertambah sesuai dengan besarnya batang tanaman.
Hama tanaman / pohon penghasil gaharu yang perlu diperhatikan adalah kutu
putih yang hidup di permukaan daun bawah, bila kondisi lingkungan lembab.
Pencegahan dilakukan dengan pemangkasan pohon pelindung dan pruning agar
kena cahaya matahari diikuti penyemprotan pestisida seperti Tiodane, Decis, dan
Reagent. Pembersihan gulma dapat dilakukan sekali 3 bulan atau pada saat
dipandang perlu.

Tips pemeliharaan yang baik

1. Lobang paling bawah waktu menanam diisi pupuk kandang / kompos.


2. Awal musim hujan dan awal kemarau perlu diberi Pupuk NPK tablet 10-50
gr pohon.
3. Akhir musim hujan / awal musim kemarau tanaman perlu di-dangir /
dibersihkan rumput sekitarnya untuk mencegah kebakaran.
Jarak tanam yang ideal untuk pohon penghasil gaharu minimal 2 x 3 meter atau
menyesuaikan dengan tanaman perpaduan lainnya seperti karet, pisang, pepaya
dan lain-lain.

Sumber: http://muherda.blogspot.com/2011/11/tata-cara-menanam-gaharu.html

Cara Budidaya Pohon penghasil gaharu


Pemilihan Species

Aquilaria malaccensis, A. microcarpa serta A. crassna adalah species penghasil


gubal gaharu dengan aroma yang sangat disenangi masyarakat Timur Tengah,
sehingga memiliki harga paling tinggi.

Lokasi Penanaman.

Pohon penghasil gaharu dapat ditanam mulai dari dataran rendah sampai
pegunungan dengan ketinggian 750 m dpl.
Pola Tanam

Monokultur atau sistem campur (tumpangsari, atau agroforestry)

Jarak Tanam

Jarak tanam 3 x 3 m (1.000 pohon / ha.), namun dapat juga 2.5 x 3 m sampai 2.5
x 5 m. Jika pohon penghasil gaharu ditanam pada lahan yang sudah ditumbuhi
tanaman lain, maka jarak tanaman penghasil gaharu minimal 3 m dari tanaman
tersebut.

Lubang tanam

Ukuran lubang tanam adalah 40 x 40 x 40 cm. Lubang yang sudah digali


dibiarkan minimal 1 minggu, agar lubang bereaksi dengan udara luar. Kemudian
masukkan pupuk dasar, campuran serbuk kayu lapuk dan kompos dengan
perbandingan 3 : 1 sampai mencapai ukuran lubang. Kemudian setelah
beberapa minggu pohon penghasil gaharu siap untuk ditanam.

Penanaman

Penanaman benih pohon penghasil gaharu sebaiknya dilakukan pada awal


musim hujan di pagi hari sampai jam 11.00, dan dapat dilanjutkan pada jam 4
petang harinya.

Pemeliharaan

Pemupukan dapat dilakukan sekali 3 bulan, namun dapat juga setiap 6 bulan
dengan kompos sebanyak 3 kg melalui pendangiran di bawah canopy.
Penggunaan pupuk kimia seperti NPK dan majemuk dapat juga ditambahkan
setiap 3 bulan dengan dosis rendah (5 gr / tanaman) setelah tanaman berumur 1
tahun, kemudian dosisnya bertambah sesuai dengan besarnya batang tanaman.
Hama tanaman penghasil gaharu yang perlu diperhatikan adalah kutu putih yang
hidup di permukaan daun bawah, bila kondisi lingkungan lembab. Pencegahan
dilakukan dengan pemangkasan pohon pelindung dan pruning agar kena cahaya
matahari diikuti penyemprotan pestisida seperti Tiodane, Decis, Reagent., dll

Pembersihan gulma dapat dilakukan sekali 3 bulan atau pada saat dipandang
perlu.

Pemangkasan pohon dilakukan pada umur 3 sampai 5 tahun, dengan memotong


cabang bagian bawah dan menyisakan 4 sampai 10 cabang atas. Pucuk
tanaman dipangkas dan dipelihara cukup sekitar 5 m, sehingga memudahkan
pekerjaan inokulasi gaharu.
Sumber: http://www.gogreen.web.id/2008/07/cara-budidaya-gaharu.html

Penanaman Pohon penghasil gaharu


Gaharu merupakan gumpalan berbentuk padat berwarna coklat kehitaman
sampai hitam, berbau harum jika dibakar. Gaharu terdapat pada bagian kayu
atau akar dari jenis pohon penghasil gaharu yang telah mengalami proses
perubahan kimia dan fisika akibat terinfeksi oleh sejenis jamur.

Beberapa jenis pohon penghasil gaharu antara lain adalah Aquilaria spp.,
Aetoxylon sympetallum, Gyrinops, dan Gonystylus.

Pemanfaatan gaharu di Indonesia oleh masyarakat pedalaman Sumatera dan


Kalimantan telah berlangsung puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu. Secara
tradisional gaharu dimanfaatkan antara lain dalam bentuk dupa untuk upacara
ritual dan keagamaan, pengharum tubuh dan ruangan, bahan kosmetik dan obat-
obatan sederhana. Saat ini pemanfaatan gaharu telah berkembang sangat luas
antara lain untuk parfum, aroma terapi, sabun, body lotion, bahan obat-obatan
yang memiliki khasiat sebagai anti-asmatik, anti-mikroba, dan stimulan kerja
syaraf dan pencernaan.

Akibat dari pola pemanenan yang berlebihan dan perdagangan gaharu yang
masih mengandalkan pada alam, jenis-jenis tertentu (seperti Aquilaria dan
Gyrinops) saat ini sudah tergolong langka, dan masuk dalam lampiran
Convention on International Trade on Endangered Species of Flora and Fauna
(Appendix II CITES).

Guna menghindari pohon penghasil gaharu tidak punah dan pemanfaatannya


dapat lestari, perlu upaya konservasi, baik in-situ (di dalam habitat) maupun ex-
situ (di luar habitat) dan budidaya, serta rekayasa untuk mempercepat produksi
gaharu dengan teknologi induksi (inokulasi).

Oleh karena itu, pengembangan budidaya pohon penghasil gaharu ke depan,


selain untuk konservasi, juga sekaligus dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat, pemerintah daerah, dan devisa bagi negara. Informasi yang bersifat
RAHASIA, yaitu Perhitungan Kasar / Konservatif terhadap usaha ekonomi
budidaya pohon penghasil gaharu pada luasan 1 hektar dengan 1000 pohon
penghasil gaharu selama 10 tahun, hanya memerlukan biaya sebesar Rp. 80
juta, tetapi dapat menghasilkan penghasilan Rp. 2,8 milyar. Luar biasa kan?!
Apalagi, upaya ini juga dapat menyelamatkan keanekaragaman hayati
Indonesia, dengan mencegah punahnya pohon-pohon penghasil gaharu.

Kegiatan penanaman pohon penghasil gaharu sebagai batas kawasan TWA


Gunung Baung ini bertujuan untuk membangun kembali atau mempertegas
kembali batas kawasan konservasi di lapangan, sehingga batas kawasan TWA
Gunung Baung dapat diketahui secara pasti dan dapat dilihat dari jauh. Selain
bertujuan sebagai batas kawasan, penanaman pohon penghasil gaharu ini juga
ditujukan sebagai percontohan budidaya gaharu (Alternatif Usaha Ekonomi
Kehutanan Produktif ber Pasar Ekspor) dengan Teknologi BIO INDUKSI.
Budidaya pohon penghasil gaharu di TWA Gunung Baung ini merupakan
kegiatan usaha ekonomi masyarakat sekitar TWA Gunung Baung yang berpola
bapak angkat. Bapak angkat membantu modal, manajemen, teknologi, dan
pasar. Selain itu, penanaman pohon penghasil gaharu ini akan dikemas dalam
kegiatan penanaman oleh para wisatawan / pengunjung / siswa sekolah. Pohon
yang ditanam tersebut akan berpapan nama PENANAM-nya, dan setiap 6 bulan
para penanam akan memperoleh informasi dan foto perkembangan pohon-nya
(ADOPT TREE) melalui Email. Demikian juga setelah pohon penghasil gaharu
berumur 5-6 tahun atau berdiameter 10-15 cm,

Para wisatawan / pengunjung / siswa sekolah dapat melakukan INDUKSI


JAMUR penghasil gaharu, yang perkembangan hasilnya juga akan
diinformasikan kepada pelaku induksi melalui email. (DIKUTIP DARI: BAUNG
CAMP)

Sumber: http://hairulsani.blogspot.com/2008/09/penanaman-pohon-gaharu-
gaharu-merupakan.html

GAHARU
Bisnis Masa Depan

MEMBURU gaharu di pedalaman Asmat biasanya dilakukan oleh kelompok.


Selain kelompok pemuda, ada juga kelompok yang terdiri atas anggota keluarga.
Bapak, ibu, dan sejumlah anak yang dibantu anggota keluarga lain bergabung
mencari gaharu di hutan-hutan. Anak- anak sekolah pun dilibatkan dalam
kegiatan itu. Mereka membolos dari sekolah sampai berbulan-bulan dan
menetap di hutan. Bagi warga yang tinggal cukup jauh dari kota kecamatan,
tugas menjual gaharu diserahkan kepada suami.

Harga gaharu sangat bervariasi, Rp 300.000-Rp 10 juta / kg, tergantung jenis


dan kualitas gaharu. Gaharu berkualitas sering disebut jenis super, berwarna
hitam mengkilat. Harga gaharu jenis super di pedalaman Asmat sampai Rp 10
juta / kg, dan di luar negeri, seperti Singapura dan Hongkong, mencapai Rp 50
juta / kg. Karena itu, para pedagang gaharu tidak segan mengeluarkan uang
untuk mendapatkan gaharu berkualitas.

Agar tidak rugi, para pedagang ini selalu memantau perkembangan harga
gaharu di Singapura, Hongkong, Korea, China, dan Jepang dengan
menggunakan telepon satelit.

Jika harga gaharu di luar negeri sedang membaik, berapa pun harga yang
diminta para pemilik, pengumpul, dan masyarakat adat di pedalaman Asmat
tetap dibayar pengusaha.

Karena itu, sering para pengumpul dan pemilik gaharu mengintip perkembangan
harga gaharu di luar negeri melalui para pengusaha dan pedagang di daerah itu.
Jika harga gaharu melonjak, mereka akan meminta harga gaharu berkualitas
dengan harga lebih dari Rp 10 juta / kg.

Sumber: http://hairulsani.blogspot.com/2008/09/nikmatnya-gaharu-pahitnya-
derita.html

GAHARU
Bisnis Masa Depan
TEKNOLOGI PERCEPATAN PEMBENTUKAN BUDIDAYA GUBAL GAHARU

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah ( BAPPEDA ) Kabupaten Ketapang


bekerjasama dengan Lembaga Penelitian Universitas Tanjung Pura telah
mengadakan Opservasi dan Presentasi pada tanggal, 7 Desember 2006 dan
telah dihadiri oleh beberapa dinas dan instansi terkait.

Kegiatan ini dibuka langsung oleh Kepala Badan Perencanaan Pembangunan


Daerah Kabupaten Ketapang FARHAN, SE,Msi. Dalam kata sambutannya
secara singkat dikatakan bahwa masih adanya sebagian masyarakat di
pedesaan belum memahami cara mengambil gubal gaharu, yang sudah bisa
diambil / dipanen. Selanjutnya dikatakan dengan adanya kegiatan penelitian ini,
karena sudah banyak kejadian bahwa sudah banyak jumlah pohon yang
ditebang namun tidak terdapat gaharu, karena itu Kepala BAPPEDA
mengharapkan Lembaga Penelitian dari Universitas Tanjung Pura agar kegiatan
ini bisa bekerja sama dengan dinas kehutanan dan dinas perkebunan untuk
mengadakan penelitian secara terpadu.

Adapun tenaga penelitian, selaku Ketua Penanggung Jawab, DR,Ir.Abdurrani


Muin MS mengatakan, kegiatan ini sudah diujicoba di Kabupaten Kapuas Hulu,
namun karena di Ketapang terdapat gubal gaharu yang asal alami dan asal
tebang. Untuk mendapatkan gubal gaharu akan diadakan melalui suntikan
gaharu yang terbuat dari cendawan yang dikembangbiakkan. Di Ketapang pohon
penghasil gaharu bisa tumbuh di antara pohon-pohon lainnya seperti karet dan
tumbuh-tumbuhan, karena pembuatannya sangat mudah dan umur kayu
mencapai 5 (lima) tahun sudah bisa ditebang / dipanen, dan hasil kayu gaharu ini
diekspor ke Singapura dengan harga yang cukup tinggi. Untuk itu dihimbau
kepada masyarakat agar mulai saat ini agar segera menanam kayu gaharu di
kebun-kebun atau perkarangan karena hasilnya sangat menjanjikan dengan
pendapatan yang cukup besar bagi petani dan bisa meningkatkan PAD
setempat.

Di Kabupaten Ketapang telah diujicoba di Desa Segagap Kacamatan Nanga


Tayap dan sudah mencapai umur 6 (enam) bulan, diharapkan daerah lain agar
bisa mengikuti, sehingga beberapa tahun ke depan Ketapang bisa menjadi
daerah pengekspor gaharu terbesar ke Singapura. ( T a m r i n ).

Sumber: http://hairulsani.blogspot.com/2008/09/teknologi-percepatan-
pembentukan.html

GAHARU
Bisnis Masa Depan

Gaharu Sembuhkan Banyak Penyakit


Pohon penghasil gaharu dikenal berasal dari marga tumbuhan bernama
Aquilaria. Di Indonesia tumbuh berbagai macam spesiesnya, seperti A.
malaccensis, A. microcarpa, A. hirta, A. beccariana, dan A. Filaria. Karena
banyaknya jenis tumbuhan ini ada di Indonesia, maka bukan barang aneh, bila
kemudian tumbuhan ini juga banyak dimanfaatkan masyarakat. Salah satu
manfaatnya merupakan fungsi flora ini sebagai obat. Meningkatnya penggunaan
obat-obatan dari bahan organik seperti tumbuhan (herbal), membuat gaharu
semakin diminati sebagai bahan baku obat-obatan untuk berbagai macam
penyakit. Dari hasil penelitian yang ada, gaharu dikenal mampu mengobati
penyakit seperti stres, asma, liver, ginjal, radang lambung, radang usus, rematik,
tumor, dan kanker. Kini pengunaan gaharu sebagai obat terus meningkat.

Tapi sayangnya, hingga kini Indonesia baru mampu memasok 15 persen total
kebutuhan gaharu dunia. Bahkan, kini fungsi gaharu juga merambah untuk
bahan berbagai produk kecantikan dan perawatan tubuh. Sebagai kosmetik
gaharu bisa dijual seharga Rp 2-5 juta per kilogram, bahkan untuk jenis super
dan dobel super harganya mencapai Rp18 juta per kilogram.

Di Indonesia tanaman ini dikelompokkan sebagai produk komoditi hasil hutan


bukan kayu. Atas dasar itu, pengembangan gaharu sangat mendukung program
pelestarian hutan yang digalakkan pemerintah.

Investasi di bidang gaharu sendiri sebenarnya sangat menguntungkan. Gaharu


bisa dipanen pada usia 5-7 tahun. Untuk satu hektar pohon penghasil gaharu
hingga bisa dipanen, diperlukan biaya sebesar Rp 125 juta namun hasil panen
yang didapat mencapai puluhan kali lipat. Budidaya pohon penghasil gaharu
sangat cocok dikembangkan untuk meningkatkan hasil hutan non-kayu,
sementara pasarnya sangat luas dan tidak terbatas. (ant/slg)

DIKUTIP DARI : Copyright Sinar Harapan 2003

Sumber: http://hairulsani.blogspot.com/2008/09/gaharu-sembuhkan-banyak-
penyakit.html

MANFAAT GAHARU
Sampai saat ini, pemanfaatan gaharu masih dalam bentuk bahan baku (kayu
bulatan, cacahan, bubuk,atau fosil kayu yang sudah terkubur. Setiap bentuk
produk gaharu tersebut mempunyai bentuk dan sifat yang berbeda. Gaharu
mempunyai kandungan resin atau damar wangi yang mengeluarkan aroma
dengan keharuman yang khas. Dari aromanya itu yang sangat popular bahkan
sangat disukai oleh masyarakat negara-negara di Timur Tengah, Saudi Arabia,
Uni Emirat, Yaman, Oman, daratan China, Korea, dan Jepang sehingga
dibutuhkan sebagai bahan baku industri parfum, obat-obatan, kosmetika, dupa,
dan pengawet berbagai jenis asesori serta untuk keperluan kegiatan
keagamaan, gaharu sudah lama diakrabi bagi pemeluk agama Buddha, dan
Hindu.

Dengan seiringnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi industri,


gaharu bukan hanya berguna sebagai bahan untuk industri wangi-wangian saja,
tetapi juga secara klinis dapat dimanfaatkan sebagai obat.
Gaharu bisa dipakai sebagai obat: anti asmatik, anti mikroba, stimulan kerja
syaraf dan pencernaan ,obat sakit perut, perangsang nafsu birahi, penghilang
rasa sakit, kanker, diare, tersedak, tumor paru-paru, obat tumor usus ,penghilang
stress, gangguan ginjal, asma, hepatitis, sirosis, dan untuk kosmetik (perawatan
wajah dan menghaluskan kulit).

Sumber: http://wahanagaharu.blogspot.com/2009/06/manfaat-gaharu.html

KEBUN GAHARU

INOKULASI
Fusarium yang di-inokulasi ke jaringan pohon itu sebenarnya kuman penyebab
penyakit. Oleh karena itu pohon penghasil gaharu itu melawan dengan
memproduksi resin bernama fitoaleksin supaya kuman tak menyebar ke jaringan
pohon lain. Seiring waktu, resin itu mengeras di sudut-sudut pembuluh xylem
dan floem organ pohon yang mendistribusikan makanan berwarna kecoklatan,
serta harum bila dibakar.

Mengingat jenis isolate penyakit pembentuk gaharu berbeda-beda sesuai kondisi


iklim dan lingkungan, penyedia inokulan perlu melakukan isolasi jenis penyakit
yang berprospek memproduksi gaharu. Isolasi ini dilakukan terhadap tanaman
penghasil gaharu alam yang berada di dalam kawasan hutan sekitar daerah
pengembangan. Untuk tujuan tersebut, perlu diawali dengan pengamatan
lapangan untuk mempelajari aspek gaharu yang tumbuh alami serta mengisolasi
dan mengidentifikasi jenis penyakit dari pohon yang terserang.
Bahan inokulan gaharu (Fusarium sp)

Agar berhasil mengembangkan inokulan pembentuk gaharu, diperlukan teknik


tertentu. Untuk hal ini, sangat diperlukan peran dari pemerintah daerah, instansi
atau lembaga terkait, perguruan tinggi, dan investor atau pengusaha swasta di
daerah setempat sebagai pelaku produksi inokulan. Adapun tahapan teknik
pengembangan inokulan sebagai berikut:

Pilih pohon penghasil gaharu alami yang sudah terinfeksi mikroba penyakit
pembentuk gaharu.

Ambil potongan cabang atau kupasan batang pohon penghasil gaharu terpilih.
Potongan cabang atau kupasan batang ini disebut Preparat .

Bawa preparat tersebut ke laboratorium dan upayakan agar suhu dan


kelembapannya tetap terjaga dengan cara dimasukkan dalam kotak es.

Kembangkan spora dari preparat cabang dan / atau batang tersebut di dalam
media untuk diidentifikasi jenis mikrobanya sebagai biakan murni.

Kembangkan spora dan miselium biakan murni tersebut ke dalam media padat
seperti serbuk gergaji pohon penghasil gaharu atau dalam media cair yang
telah berisi unsur makro dan mikro sebagai energi hidup.

Masukkan media spora kedalam incubator pembiakan dan kondisikan suhu dan
kelembapan incubator pembiakan tersebut pada keadaan optimal, yaitu suhu
24 32C dan kelembapan 80%. Biarkan sekitar 1 2 bulan.

Tempatkan spora yang sdah dibiakkan tersebut kedalam wadah berupa botol
kaca, botol plastic, atau botol infuse bekas.

Simpan botol dalam freezer incubator. Inokulan ini sudah siap di-inokulasikan
ke tanaman / pohon penghasil gaharu. Teknik inokulasi dengan inokulan
terhadap pohon penghasil gaharu berbeda-beda sesuai dengan bentuk
inokulannya. Pada pelaksanaan penginokulasian terhadap pohon penghasil
gaharu ini, harus diperhatikan umur dan diameter batangnya. Batas minimal
suatu pohon dapat di-inokulasi ditandai dengan pohon yang mulai berbunga.
Biasanya umur tanaman tersebut sekitar 4 5 tahun atau diameter batang
sudah mencapai 8 10 cm. Berikut diulas teknik inokulasi menggunakan
inokulan padat dan cair.

Inokulasi dengan inokulan padat

Teknik inokulasi pohon penghasil gaharu menggunakan inokulan padat


dilaksanakan dengan cara sebagai berikut:
Buat lubang pada batang kayu gaharu dengan menggunakan bor. Diameter
lubang bor sekitar 0,8 10 mm. Kedalaman optimal pemboran ini perlu
disesuaikan dengan ukuran diameter batang, biasanya sekitar 5 cm. Setiap
batang dibuatkan banyak lubang dengan jarak antar lubang bor sekitar 20 cm.

Bersihkan tangan pelaku inokulasi dengan air hingga bersih dan dibilas dengan
alcohol sebelum pelaksanaan inokulasi.

Masukkan inokulasi padat ke setiap lubang. Jumlah inokulan disesuaikan


dengan kedalaman lubang. Sebagai patokan, pemasukan ini dilakukan hingga
lubang terisi penuh dengan inokulan. Agar pemasukan menjadi mudah,
gunakan potongan kayu atau bamboo yang ukurannya sesuai dengan ukuran
diameter lubang.

Tutup setiap lubang yang sudah diberi inokulan untuk mnghindari masuknya air
ke dalam lubang. Penutupan lubang ini dilakukan dengan pasak kayu gaharu.
Penutupan pun dapat dilakukan dengan lili malam

Membuat lubang untuk memmasukkan inokulan

Inokulasi dengan inokulan cair.

Teknik inokulasi menggunakan inokulan cair dilaksanakan dengan cara sebagai


berikut:

Lakukan pengeboran pada pangkal batang pohon dengan posisi miring


kebawah. Kedalaman pemboran disesuaikan dengan diameter batang pohon,
biasanya 1/3 diameter batang. Sementara mata bor yang digunakan berukuran
sama dengan selang infus sekitar 0,5 cm. Selang infuse tersebut biasanya sudah
disediakan produsen inokulan pada saat pembelian inokulan. Namun, bila belum
tersedia, selang infuse dapat disediakan sendiri oleh petani.
Masukkan selang infus yang ada pada botol inokulan cair kedalam lubang.

Atur besarnya aliran inokulan cair tersebut. Hentikan aliran infuse bila cairan
inokulan sudah keluar dari lubang.

Tutup bagian tepi di sekitar selang infuse dengan menggunakan lilin malam.

Ulangi pengaturan aliran masuknya cairan infuse kedalam lubang setiap 1 2


hari, tergantung keadaan cairan dalam lubang. Pengaturan aliran dilakukan bila
lubang sudah tidak terdapat lagi cairan inokulasi.

Laksanakan penginokulasian ini hingga inokulan cair di dalam botol infuse


tersebut habis. Penginokulasian diulang kembali dengan botol inokulasi baru,
bila belum ada tanda tanda kematian fisik dan fisiologis.

Disadur dari buku:


Budidaya Gaharu karya Yana Sumarna 2002.
Potensi dan peluang bisnis tanaman Gaharu di Asahan
Karya Mujiono 2008.

Berikut Artikel Majalah TRUBUS , majalah Agrobisnis no, 1 di Indonesia


mengenai teori terbentuknya Gubal Gaharu :

Gubal terbentuk karena rangsangan dari mikroba yang masuk ke jaringan


tanaman, kata Dr Ir Mucharromah, MSc, peneliti gaharu dari Universitas
Bengkulu. Mikroba-berupa cendawan atau bakteri-masuk melalui luka. Luka bisa
disebabkan karena pengeboran, penggergajian, bahan cabang patah, atau kulit
terkelupas.

Di Kelurahan Sidomulyo, Bengkulu, Jasmi Syafaruddin punya 5 pohon. Gara-


gara Jasmi membakar sampah di dekat situ, kulit 2 tanaman terkelupas. Dalam
posisi telanjang seperti itu diduga fusarium datang menyerang. Dua pohon
berumur 5 tahun itu sekarang sudah bergubal. Abdulqodir Hadi Mustofa
Habibullah di Jambi mencoba mengebor secara vertikal. Mata bor inci
dibenamkan sedalam 1-3 m. Lalu minimal 10 botol inokulan fusarium bervolume
600 cc dikucurkan. Dari proses itu Habib mulai menuai gaharu.

Ketika mikroba masuk jaringan tanaman, ia dianggap sebagai benda asing.


Makanya tanaman merespon dengan mengeluarkan penangkal. Tri
Mulyaningsih, MSi, ahli gaharu dari Universitas Mataram menyebut zat imun itu
fitoalexin. Bentuknya berupa resin beraroma yang diproduksi oleh alkaloid sel.
Resin berwarna cokelat itu melindungi sel-sel tanaman dari serangan mikroba.
Ia membentengi sel dari serangan mikroba, kata Mucharromah. Resin
melokalisir kerusakan akibat serangan mikroba supaya luka tidak meluas ke
jaringan lain. Deposit resin-pada jaringan hidup-yang terus menumpuk berujung
pada terbentuknya gaharu.

Proses memasukkan cendawan fusarium sp ke dalam pohon penghasil gaharu


yang telah dibor

Salah satu ciri yang dapat dijadikan indikator tajuk tanaman menguning dan
rontok, pada batang atau cabang terjadi pembengkakan, pelekukan, atau
penebalan. Namun, ketika mikroba terlalu perkasa, gubal urung terbentuk.
Tanaman bisa mati-minimal batang busuk-karena kalah kuat melawan
keganasan si penyusup. Jika respon tanaman terlalu kuat, gubal yang sempat
terbentuk akan menghilang.

Penyebab harum

Kejadian itu lantaran, Respon setiap jenis tanaman terhadap infeksi mikroba
berbeda-beda, lanjut Mucharromah. Oleh karena itu mesti ada kecocokan
antara jenis tanaman penghasil gaharu dengan mikroba inokulannya. Yang
dipercaya sebagai inokulan utama di alam adalah Fusarium sp.
Penelitian doktor patologi tanaman dari Universitas Kentucky, Amerika Serikat,
itu menunjukkan di Bengkulu F. cylindriscorpum dan F. oxysporum paling top
mengundang gubal pada A. malaccensis.

Pada proses inokulasi buatan, Sukses-tidaknya pembentukan gaharu bisa


diketahui sejak hari ke-5 pascainokulasi, kata Ir Hartal MP, juga peneliti gaharu
dari Universitas Bengkulu. Pada bagian yang terbentuk gaharu terlihat kayu
berubah warna menjadi kecokelatan. Perkara terbentuknya aroma harum
gaharu, itu karena resin yang dihasilkan oleh alkaloid sel berupa oleoresin
dengan kandungan fitokimia sesquiterpene.

Copyright 2010 - 2011 Kebun Gaharu, All Right Reserved

Sumber: http://kebungaharu.com/inokulasi.html

Suntikan Inukolan - Sumber Majalah Trubus


Indonesia

Setahun Panen Gaharu

Lubang itu teramat mungil: diameter 2 mm dan kedalaman 5 mm. Bekas gerekan
serangga Zeuzera conferta di batang karas itu menjadi gerbang bagi cendawan
penghasil gaharu. Dengan lubang mini itulah justru Erdy Santoso memanen
gaharu hanya dalam waktu setahun; lazimnya, 3 tahun pascapenyuntikan.

Erdy Santoso, periset Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan


Konservasi Alam itu menerapkannya di beberapa pohon karas Aquillaria
malaccensis milik Johny Wangko. Setahun kemudian pada penghujung Maret-
April 2008, Johny memanen 15 kg kamedangan. Kamedangan adalah gaharu
kelas tiga yang dijual US$150 setara Rp1,35-juta per kg. Artinya pekebun gaharu
di Desa Serdang, Bangka Selatan, itu meraup omzet Rp20-juta dari penjualan 15
kg kamedangan.

Yang menggembirakan tentu saja bukan hanya uang segunung itu. Namun, bagi
Johny adalah singkatnya waktu panen yang Cuma setahun. Bandingkan dengan
pekebun lain yang panen 2-3 tahun pascapenyuntikan cendawan. Singkatnya
waktu panen itu berkat inspirasi serangga Zeuzera conferta yang membuat
lubang mini di permukaan batang karas alias gaharu. Selama ini teknologi untuk
menginokulasi gaharu dengan cara menggergaji batang sedalam 1 cm secara
zigzag.
Perbanyak lubang

Pekebun yang menerapkan teknologi lubang besar berkedalaman 1/3 diameter


batang itu baru dapat menuai gaharu setelah 3 tahun. Menurut Dr Irnayuli R
Sitepu, ahli bakteri, lubang besar memudahkan masuknya berbagai serangga
dan jasad renik lain yang bersifat patogen. Lubang besar juga memicu pohon
lapuk. 'Akibatnya pohon busuk dan mati,' ujar doktor alumnus Hokaido University
itu. Lubang kecil justru mempunyai banyak kelebihan.

Pertama karena menghemat inokulum alias cendawan yang akan disuntikkan ke


dalam lubang. Menurut Ir Ragil SB Irianto MSc, ahli gaharu, lubang 2 mm
memerlukan 1 cc inokulum; lubang 1 cm 5 cc. Inokulum dijajakan dalam
kemasan 300 cc dengan harga Rp50.000. Lubang kecil memang mengakibatkan
lamanya waktu virulensi. Oleh karena itu, 'Saya perbanyak jumlah lubang,' kata
Erdy.

Pohon setinggi 4 m, misalnya, terdiri atas 300 lubang. Erdy membuat lubang-
lubang itu dengan bor. Poros lubang zigzag dengan jarak 5-10 cm agar, 'Gaharu
yang terbentuk berkumpul dan membentuk lingkaran,' ujar peneliti gaharu sejak
1984 itu. Dengan lubang zigzag, praktis semua bagian pohon terinfeksi
cendawan yang pada akhirnya membentuk gaharu.

Ahli patologi hutan itu juga menyuntikkan cendawan di bagian akar. Ia menggali
akar yang terpendam dalam tanah dan mengebornya. Cara dan jarak
pengeboran sama dengan pembuatan lubang di batang. Setelah cendawan
disuntikan ke akar, ia menutupnya dengan parafi n untuk mencegah masuknya
mikroorganisme patogen.
Cendawan top
Rahasia sukses panen cepat gaharu itu juga berkat cendawan unggul koleksi
Erdy. Pria 50 tahun itu mengumpulkan cendawan dari 17 provinsi seperti Jambi,
Gorontalo, Kalimantan Barat, dan Sumatera Barat. Dari 23 cendawan yang biasa
menginfeksi gaharu, Erdy menemukan 4 unggulan. Semua bergenus Fusarium.
Sayang, Erdy enggan mengungkap spesies cendawancendawan itu lantaran
tengah dipatenkan.

Perpaduan antara cendawan dan teknik suntik terbaru itu menghasilkan proses
infeksi lebih cepat. 'Sebulan setelah penyuntikan, sekitar lubang sudah tampak
kehitaman,' kata Johny Wangko yang menerapkan temuan Erdy. Setahun
kemudian, 1-2 kg resin gaharu bisa dipanen. Kayu terinfeksi itu berwarna hitam
dengan gurat-gurat putih samar. 'Jika dibiarkan 1-2 tahun lagi, gaharu yang
terbentuk akan lebih banyak dan lebih hitam,' katanya.

Menurut Drs Yana Sumarna MSi, periset Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hutan, proses terbentuknya gaharu akibat pohon terluka dan terinfeksi patogen.
Mekanisme proses fi siologis terbentuknya gaharu dimulai dari masuknya
mikroba penyakit ke dalam jaringan kayu. Untuk mempertahankan hidup dan
perkembangannya, mikroorganisme itu memanfaatkan cairan sel jaringan
pembuluh batang sebagai sumber energi. Secara perlahan, efek hilangnya
cairan sel menurunkan kinerja jaringan pembuluh dalam mengalirkan hara ke
daun.

Sel-sel yang isinya sudah dikonsumsi mikroba itu akan membentuk suatu
kumpulan sel mati pada jaringan pembuluh. Akibatnya, fungsi daun dalam
memproses hara menjadi energi pun terhenti sehingga daun menguning dan
tanaman mati. Secara fisik, cabang dan ranting mengering, kulit batang pecah,
dan mudah dikelupas. Kondisi itu merupakan ciri biologis pohon yang
menghasilkan gaharu. Singkatnya, gaharu terbentuk sebagai hasil respon
tanaman terhadap infeksi patogen, luka, atau stres. (Lani Marliani)

Sumber: http://www.gaharuman.com/2008/09/suntikan-inukolan-sumber-majalah-
trubus.html

HASIL SUNTIKAN INOKULAN - SUMBER


MAJALAH TRUBUS
WANGIAN DARI KEBUN

Untuk memperoleh 21 kg gubal gaharu, Adi Saptono tak perlu menjelajah


hutan yang menguras tenaga. Ia cukup menebang 3 pohon di kebunnya
setahun pascainsersi. Dari penjualan gubal itu, total pendapatannya Rp52-
juta.
(RM 21 000.00)

Adi Saptono memang mengebunkan 10 ha gaharu masing-masing terdiri atas


400 pohon per ha. 'Di halaman belakang rumah ada 200 pohon,' kata pekebun di
Pangkalpinang, Bangka-Belitung itu. Gaharu-gaharu di kebun itulah yang ia
panen setelah setahun disuntik cendawan. Pohon-pohon lain anggota famili
Thymelaeceae itu menyusul panen pada bulan mendatang. Adi tak perlu repot
memasarkan gaharu. Soalnya, importir asal Taiwan mendatangi rumahnya.
'Importir itu malah minta pasokan rutin 10 ton sehari,' katanya.

Johny Wangko, pekebun lain yang mencecap bisnis gaharu. Maret 2008,
memasarkan 15 kg kamedangan-gubal gaharu kelas 3. Produktivitas gaharu
Aquillaria malaccensis rata-rata 2 kg per pohon setinggi 4 m. Dengan harga
Rp1,3-juta/kg , Johny Wangko mengantongi Rp20-juta. Padahal, 6 tahun silam
ketika hendak mengebunkan gaharu, rekannya meragukan. 'Saya saja tak
pernah panen,' kata karibnya itu yang menanam 60 pohon di Bogor dan
Sukabumi, keduanya di Jawa Barat.
Di Bogor ia menanam 7 jenis gaharu seperti Aquillaria filaria dan A. cumingiana
dari Seram, A. hirta (Batam), A. malaccensis (Kalimantan Selatan), dan A.
crassna (Indocina). Selain di sana, Johny juga mengebunkan gaharu di Desa
Serdang, Bangka Selatan, sebanyak 140 pohon. 'Yang di Sukabumi untuk
tabungan saya, jadi dipanennya nanti saja kalau sudah tua,' kata pria 59 tahun
itu. Lima tahun terakhir memang banyak orang mengebunkan pohon penghasil
gaharu. Di Kubangan, Riau, ada Rama yang mengebunkan 4.000 gaharu di
lahan 4 ha. Nun di Dusun Hena, Flavo, Kecamatan Sentani Tengah, Papua,
Doren Woku menanam 50 gaharu beringin Aquillaria filaria di halaman rumah.
Selain di halaman rumah, ayah 3 anak itu juga menanam 100 pohon di kebun di
Siklop, Sentani. Sekarang umur pohon 4 tahun dan siap disuntik cendawan.

Pekebun-pekebun lain tersebar di berbagai kota seperti Mataram, Sanggau, dan


Bengkulu Utara. Mengapa mereka mengebunkan gaharu? Harga jual tinggi-
mencapai Rp30-juta per kg-menjadi daya tarik utama. Siapa tak tergiur harga
selangit itu? Itulah sebabnya banyak pemburu mencari gaharu di hutan.
Akibatnya, populasi pohon penghasil gaharu di alam pun semakin menyusut.
Beberapa spesies seperti Aquillaria malaccensis kini termasuk appendix II oleh
Convention on International Trade of Endangered Species Wild Flora and Fauna
(CITES).

Oleh karena itu, satu-satunya jalan untuk menyiasatinya adalah dengan


budidaya . Itu bukanlah hal mudah. Maklum, selama ini tak ada yang memanen
gaharu di kebun. Nah, Johny Wangko dan Adi Saptono termasuk pekebun
pertama yang menikmati manisnya memanen gaharu.

Menurut Dr Erdy Santoso, periset gaharu di Pusat Penelitian dan


Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, membudidayakan gaharu
mempunyai banyak kelebihan ketimbang mengambil di alam.

Di alam, cendawan baru dapat masuk ke jaringan tanaman ketika ada 'pintu
masuk', misalnya cabang patah diterjang angin. Masalahnya, menunggu cabang
patah tak menentu. Bandingkan bila pekebun

membudidayakan gaharu. Kapan pun mau, pekebun dapat menyuntikkan


cendawan ke pohon dewasa-minimal 5 tahun. Selain itu Departemen Kehutanan
melalui Balai Konservasi Sumber Alam (BKSDA) juga membatasi jumlah
penjualan gaharu alam di dalam negeri dan mancanegara.

Dari tahun ke tahun, kuota ekspor gaharu cenderung menurun. Pada 2000,
kuota jenis A. filaria mencapai 200 ton dan A. malaccensis 225 ton. Pada 2005,
kuota anjlok masing-masing menjadi 125 ton dan 50 ton. Ketika populasi menipis
di hutan, sementara pasar terbentang luas, membudidayakan gaharu solusi
terbaik. Apalagi tak mungkin mengandalkan pasokan gaharu dari hutan lantaran
regulasi itu. Menurut Erdy penampilan gaharu alam dan budidaya relatif sama.
Untuk mengawasi peraturan itu BKSDA rutin menyambangi kebun gaharu milik
masyarakat.
Kuota

Menurut Ir Agus Djoko Ismanto, periset gaharu Pusat Penelitian Hutan dan
Konservasi Alam, pasar gaharu tak terbatas. Johny Wangko, eksportir juga
mengatakan hal serupa. 'Importir Taiwan siap menampung berapa pun
banyaknya,' katanya. Sayang, karena jumlah pohon masih sedikit, Johny tak
sanggup memenuhi permintaan Taiwan.

Syaswirizal dari CV Aroma, eksportir gaharu sejak 1995, juga kelimpungan


mencari pasokan gaharu untuk melayani total permintaan 140 ton per tahun. Ia
hanya sanggup memasok 40 ton. Pasar yang menyerap gaharu adalah
Singapura (75%), Timur Tengah (17%), dan Taiwan (5%). Selebihnya terserap
pasar Hongkong, Jepang, dan Malaysia, 'kata Muhammad Faisal Salampessy,
eksportir gaharu.

Di Arab Saudi, misalnya, gaharu menjadi kebutuhan rutin setiap rumahtangga.


'Sehabis membersihkan rumah, menyambut kedatangan tamu, atau pada
perayaan-perayaan khusus, mereka pasti membakar gaharu sebagai
pengharum,' kata Agus Djoko Ismanto. Negeri kaya minyak itu menghabiskan
2,5-miliar real atau setara US$667-juta setahun untuk pengadaan 500 ton
gaharu. Itulah sebabnya banyak orang Indonesia yang umroh-ke Mekkah-
menenteng 2-3 kg gaharu kelas kacangan untuk dijajakan di sana. Gubal gaharu
laku 800-1.000 real setara Rp2-juta-Rp2,5-juta per kilogram.

Penjualan gaharu langsung juga marak ke Singapura dan Malaysia. 'Dalam


sehari bisa keluar sampai 100 ton gaharu ke Singapura,' kata Johny. Hal itu juga
berpengaruh terhadap pergerakan harga. Harga gaharu super, misalnya, semula
Rp15- juta per kg, kini Rp30-juta. Gaharu super berwarna hitam pekat dan
tenggelam bila dimasukkan dalam air. Itu lantaran tingginya permintaan, tapi
kuota terbatas.

Jangankan gubal, sisa kerikan kayu gaharu saja laku Rp100.000 per kg. Bahkan
suloan alias abu bekas kerikan terjual Rp25.000 per kg. Suloan dimanfaatkan
untuk membuat minyak bermutu tinggi. Untuk membuat 100 ml parfum biasanya
dibutuhkan 100 cc minyak mawar atau minyak melati. Dengan minyak gaharu
cukup 5 cc saja, dan bisa bertahan sampai 6 hari. 'Makanya, semua parfum
mahal pasti mengandung gaharu,' kata Erdy.

Harga minyak gaharu cukup tinggi berkisar US$150-US$200 per 10 cc. Malahan
ampas hasil sulingan minyak pun bisa dimanfaatkan sebagai obat nyamuk. Di
pasaran, ampas itu dihargai Rp8.000-Rp10.000 per kg. Sedangkan air bekas
sulingan minyak sebagai pupuk. Dengan banyaknya nilai tambah dari gaharu,
wajar jika harga gaharu semakin menjulang. Untuk itulah saatnya kini
membudidayakan gaharu. (Lani Marliani/Peliput: Destika Cahyana)
Sumber: http://www.gaharuman.com/2008/09/hasil-suntikan-inokulan-sumber-
majalah.html

Budidaya Gaharu: Harta Karun di Kebun Sendiri


Mungkin anda sudah pernah mendengar tentang manfaat dan kegunaan Gaharu
atau dalam bahasa latinnya disebut Aquilaria spp. Berikut ada sebuah leaflet
mengenai gaharu, lengkap dengan habitat, teknik budidaya, teknik inokulasi dan
nilai ekonominya.
Sumber: http://belajarmenulisartikel.blogspot.com/2010/04/budidaya-gaharu-
harta-karun-di-kebun.html

Budidaya Gaharu Sangat Menjanjikan Keuntungan


MASIH banyak masyarakat di daerah yang belum tahu prospek bisnis berkebun
pohon penghasil gaharu. Jika mendengar harga gaharu dengan kulitas king,
telinga kita akan terperanjat. Per kilonya bisa mencapai Rp 50 juta. Syaratnya,
petani harus rajin merawat dan menjaga pertumbuhan pohon penghasil gaharu
tersebut. Di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), sudah ada sekitar 28.000
bibit yang sudah ditanam. Ada di Desa Layuh dan Karatau Mandala Kecamatan
Batu Benawa, Desa Kambat Kecamatan Pandawan, dan Desa Haur Gading
Kecamatan Batang Alai Utara (BAU).

Bibit yang sudah ditanam tersebut ada yang sudah berusia lima tahun. Salah
satu pembudidaya, M Yani, saat ditemui menceritakan, sejak tahun 2002 dia
sudah mulai tertarik dengan usaha budidaya gaharu ini. Sebagai masyarakat
pencinta hutan, dia punya komitmen untuk memberdayakan masyarakat petani
di daerah. Saya punya harapan, petani kita memiliki masa depan yang baik. Ya
salah satunya mengembangkan budidaya gaharu ini, tandasnya.

Selain itu, pihaknya akan memberikan bantuan berupa bibit, penyuntikan, dan
pemasaran. Sedangkan system pembagian hasil, petani kebagian 40 % dan
pihaknya 60%. Petani cukup menyediakan lahan dan bisa merawat pohon
penghasil gaharu tersebut agar bisa tumbuh subur, tandasnya.

Sementara itu, Peneliti Gaharu dari Litbang Kehutanan Departemen Kehutanan


RI, dr Erdy Santoso mengatakan, gaharu memiliki harga ekonomis yang tinggi
serta dapat tumbuh di kawasan hutan tropis. Pengembangan pohon penghasil
gaharu saat ini belum terlalu banyak dikenal. Hanya orang tertentu yang sudah
mengembangkan dan menanam pohon ini. Padahal, keuntungan dari bisnis
pohon penghasil gaharu dapat mengubah tingkat kesejahteraan warga hanya
dalam waktu beberapa tahun.

Selain dapat tumbuh di kawasan hutan, katanya pohon penghasil gaharu juga
dapat tumbuh di pekarangan warga. Sehingga warga memiliki banyak
kesempatan untuk menanam pohon yang menghasilkan getah wangi ini.
Banyaknya getah yang dihasilkan dari pohon penghasil gaharu tergantung dari
masa tanam dan panen pohon tersebut. Misalnya untuk usia tanam selama 6
sampai 8 tahun, setiap batang pohon mampu menghasilkan sekitar 2 kilogram
getah gaharu, sebutnya. Sementara harga getah gaharu mencapai Rp 5-20 juta
per kilogram. Harga itu tergantung dari jenis dan kualitas getah gaharu. Untuk
getah gaharu yang memiliki kualitas rendah dan berwarna kuning laku dijual Rp5
juta per Kg, sedangkan untuk getah pohon penghasil gaharu yang berwarga
hitam atau dengan kualitas baik laku dijual Rp15-20 juta / kg.

Sumber: http://petanigaharu.blogspot.com/2011/03/budidaya-gaharu-sangat-
menjanjikan.html

Foto gaharu
Sumber: http://gaharusupplier.blogspot.com/2011/04/gaharu.html

Dikompilasi oleh S Belen (6 April 2012)

Anda mungkin juga menyukai