Evaluasi Penggunaan Antibiotik Dengan Kartu PDF
Evaluasi Penggunaan Antibiotik Dengan Kartu PDF
Latar belakang. Masalah infeksi yang sering ditemui di ICU anak, disebabkan berbagai pemakaian
antibiotik. Peningkatan penggunaan antibiotik diikuti dengan risiko penurunan kepekaannya sehingga
perlu pengendalian pemakaiannya.
Tujuan. Evaluasi penggunaan antibiotik secara kualitatif di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) dengan
menggunakan alur Gyssens.
Metode. Uji potong lintang retrospektif dengan mengevaluasi penggunaan antibiotik melalui kartu
monitoring serta dilakukan analisis dengan alur Gyssens di PICU dari tanggal 10 Februari 2012 sampai
31 Juli 2012.
Hasil. Selama kurun waktu 5 bulan, 233 pasien dirawat di ICU Anak RS. Cipto Mangunkusumo Jakarta
dan 45 (19,3%) pasien menggunakan antibiotik. Penggunaan antibiotik terbanyak pada kelompok umur
1 bulan sampai 1 tahun. Pada 83 penggunaan antibiotik, 64 antibiotik dipakai sebagai terapi empiris, 11
denitif, dan 8 prolaksis. Lima antibiotik terbanyak yang digunakan adalah sefotaksim, amikasin, piperasilin
tazobaktam, meropenem, dan metronidazol. Penggunaan antibiotik yang tepat (alur Gyssens kategori I)
didapatkan pada 53% pasien yang dirawat di PICU.
Kesimpulan. Penggunaan antibiotik dengan justikasi yang tepat dapat diterapkan dan diharapkan
dapat menurunkan resistensi antibiotik, mengurangi beban biaya pasien serta meningkatkan kualitas
pelayanan pasien di ICU Anak. Selain itu, diperlukan pelatihan pengambilan spesimen yang tepat
secara berkala, serta dihimbau untuk mengisi formulir antibiotik secara tepat dan benar.
Sari Pediatri 2013;14(6):384-90.
I
nfeksi merupakan masalah tersering ditemui
pada pasien yang dirawat di ruang perawatan
Alamat korespondensi:
intensif (intensive care unit/ICU), dan antibiotik
Dr. Irene Yuniar, Sp.A. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RS Dr.
Cipto Mangunkusumo, Jakarta. E-mail: irene.tambunan@yahoo.co.id sering digunakan untuk mengatasi masalah
yang mengalami penurunan fungsi ginjal dilakukan efektif ), kategori IVb (penggunaan tidak tepat karena
penyesuaian dosis antibiotic,10,11 sedangkan pasien ada antibiotik lain yang lebih aman), kategori IVc
yang mengalami penurunan fungsi hati tidak dilakukan (penggunaan tidak tepat karena ada antibiotik lain
penyesuaian dosis antibiotik.13,14 Kriteria sepsis yang yang lebih murah), kategori IVd (penggunaan tidak
dipakai berdasarkan surviving sepsis campaign 2009 tepat karena ada antibiotik lain yang spektrumnya lebih
dengan denisi sepsis adalah Systemic inammatory spesik), kategori IIIa (penggunaan tidak tepat karena
response syndrome (SIRS) dengan atau tanpa hasil terlalu lama), kategori IIIb (penggunaan tidak tepat
kultur yang positif secara mikrobiologis.4 Antibiotik karena terlalu singkat), kategori IIa (penggunaan tidak
diberikan oleh tiga orang Dokter Penanggujawab tepat dosis pemberian), kategori IIb (penggunaan tidak
Pasien (DPJP) PICU berdasarkan klinis pasien, tepat interval pemberian), kategori IIc (penggunaan tidak
fokus infeksi, panduan pelayanan medis,15 dan buku tepat cara/rute pemberian) dan kategori I penggunaan
formularium Rumah Sakit Umum Pusat Nasional antibiotik tepat. Hasil akhir pemakaian antibiotik
Cipto Mangunkusumo.16 juga dicatat. Pasien dinyatakan sembuh apabila dapat
Setiap pemakaian antibiotik dicatat tujuan keluar dari ICU Anak dalam keadaan stabil dan dapat
pemberian antibiotik (empiris, denitif, prolaksis), menjalani perawatan di ruang rawat biasa.
jenis, dosis, interval pemberian, lama pemberian, reaksi
alergi antibiotik apabila ada serta hasil akhir pengobatan
dengan antibiotik tersebut. Dosis pasien disesuaikan Hasil
apabila terdapat gangguan fungsi ginjal tetapi pada
gangguan fungsi hati dosis obat tetap diberikan seperti Selama kurun waktu 5 bulan pasien yang dirawat di
biasa, dan dilakukan pemantauan ketat fungsi hati yang ICU Anak sebanyak 233 pasien dan yang mengguna-
dipandu oleh Supervisor Divisi Gastrohepatologi. Selain kan antibiotik sebanyak 45 pasien ( 19,3 %). Sebaran
itu, juga dicatat apakah dilakukan kultur sebelumnya data karakteristik pasien dapat dilihat pada tabel 1.
baik kultur darah, urin, sputum, cairan serebrospinal Penggunaan antibiotik terbanyak pada kelompok
dan feses. Evaluasi dengan alur Gyssens (Gambar 1) umur 1 bulan sampai 1 tahun. Kasus bedah yang
dilakukan dengan cara menggolongkan setiap antibiotik diduga disertai dengan infeksi bakteri terdapat pada
menjadi 6 kategori, yaitu kategori VI (penggunaan 19 dari 45 pasien (42,2% pasien) yang mendapat
tidak tepat karena catatan rekam medik tidak lengkap antibiotik. Pasien yang datang ke PICU sebagian
untuk dievaluasi), kategori V (penggunaan tidak tepat besar mempunyai lebih dari satu diagnosis karena
karena tidak ada indikasi), kategori IVa (penggunaan sudah mengalami komplikasi. Dari 45 pasien yang
tidak tepat karena ada antibiotik lain yang lebih menggunakan antibiotik didapatkan 63 diagnosis
dan yang terbanyak adalah sepsis (40%), diikuti
Tabel 1. Karakteristik subyek penelitian dengan kasus bedah saluran cerna (19%), gangguan
susunan saraf pusat (17,2%), pneumonia (12,7%)
Karakteristik Jumlah (n) %
Kelompok umur dan gangguan ginjal (11,1%). Dari 45 pasien dengan
< 1 bulan 5 11,1 63 diagnosis didapatkan pemakaian antibiotik
1 bulan1 tahun 21 46,7 sebanyak 83 penggunaan antibiotik. Terdapat 8 pasien
>15 tahun 13 28,9 mendapatkan kombinasi 2 antibiotik secara bersamaan
612 tahun 5 11,1 dan 2 pasien yang mendapatkan kombinasi 3 antibiotik
1318 tahun 1 2,2 pada saat bersamaan.
Jenis kelamin
Laki-laki 18 40 Pada 83 penggunaan antibiotik, 64 antibiotik
Perempuan 27 60 dipakai sebagai terapi empiris, 11 definitif dan
Jenis kasus 8 profilaksis. Antibiotik empiris diberikan pada
Bedah 19 42,2 31 pasien sepsis dan 33 pasien yang tidak sepsis,
Non bedah 26 57,8 antibiotik denitif diberikan pada 8 pasien sepsis
Status gizi dan 3 pasien tidak sepsis. Semua antibiotik prolaksis
Buruk 8 17,8
Kurang 9 20,0 diberikan pada pasien tidak sepsis. Grak pemberian
Normal 25 55,6 antibiotik berdasarkan ada tidaknya sepsis tertera
Overweight 3 6,7 pada Gambar 2.
Tabel 2. Sebaran antibiotik yang digunakan Sebaran antibiotik yang digunakan tertera pada
Antibiotik yang digunakan Jumlah (n) % Tabel 2.
Beta laktam Lima antibiotik terbanyak yang digunakan
Penisilin adalah sefotaksim, amikasin, piperasilin tazobaktam,
Ampisilin 2 2,42 meropenem dan metronidazol. Sebaran antibiotik yang
Ampisilin sulbaktam 2 2,42 digunakan berdasarkan terapi empiris, denitif dan
Amoksisilin klavulanat 1 1,21 prolaksis tertera pada Tabel 3.
Piperasilin tazobaktam 10 12,10 Penilaian kualitatif antibiotik berdasarkan alur
Sefalosporin Gyssens dilakukan pada semua antibiotik yang
Sefotaksim 25 30,01 diberikan di PICU. Hasil penilaian antibiotik secara
Sefaleksin 1 1,21
kualitatif berdasarkan alur Gyssens tertera pada Tabel
Sefepim 1 1,21
4.
Seftazidim 4 4,82
Seftriakson 3 3,61 Penggunaan antibiotik yang tepat (alur Gyssens
Karbapenem kategori I) didapatkan pada 53% pasien yang dirawat di
Meropenem 8 9,64 PICU. Penggunaan antibiotik dengan tepat (termasuk
Metronodazol 5 6,02 kategori I alur Gyssens) pada 5 pemakaian antibiotik
Kloramfenikol 2 2,42 terbanyak berturut-turut adalah sefotaksim 17 dari
Aminoglikosid 25 pemakaian (68%), amikasin 2 dari 12 pemakaian
Amikasin 12 14,46 (16%), piperasilin tazobaktam 6 dari 10 pemakaian
Gentamisin 1 1,21 (60%), meropenem 4 dari 8 pemakaian (50%) dan
Glikopeptida metronidazol 1 dari 5 pemakaian (20%).
Vankomisin 2 2,42 Pemeriksaan biakan dan uji kepekaan dilakukan
Kuinolon pada 44 dari 64 penggunaan antibiotik empiris (68,7%),
Levooksasin 3 3,61
Fosfomisin 1 1,21
Jumlah 83 100 Tabel 4. Sebaran antibiotik berdasarkan alur Gyssens
Kategori Gyssens Jumlah (n) %
I 44 53
Tabel 3. Sebaran antibiotik berdasarkan terapi empiris,
IIa 20 24
denitif dan prolaksis
IIb 10 12
Empiris Denitif Prolaksis IIIa 4 4,82
Medis IIIb 1 1,26
Amikasin 10 2 0 IVa 0 0
Ampisilin 2 0 0 IVb 0 0
Ampisilin sulbaktam 1 1 0 IVc 1 1,26
Amoksisilin klavulanat 1 0 0 IVd 2 2,40
Meropenem 7 1 0 V 1 1,26
Metronidazol 5 0 0 VI 0 0
Piperasilin tazobaktam 10 0 0
83 100
Sefaleksin 1 0 0
Sefepim 1 0 0
Tabel 5. Kesesuaian terapi empiris dengan hasil biakan dan
Sefotaksim 17 0 8
uji kepekaan (n=33)
Seftazidim 4 0 0
Seftriakson 3 0 0 Terapi empiris
Spesimen
Fosfomisin 0 1 0 Sesuai Tidak sesuai Jumlah (n)
Kloramfenikol 2 0 0 Darah 2 7 9
Levooksasin 0 3 0 Urin 8 8 16
Vankomisin 0 2 0 Sputum 1 4 5
Gentamisin 0 1 0 Tinja 0 2 2
Jumlah 64 11 8 Cairan CSS 0 1 1
Tabel 6. Sebaran spesimen dan hasil biakan tumbuh dan tidak tumbuh
Hasil biakan
Jenis spesimen Jumlah isolat Persentase
Tumbuh Tidak tumbuh
Darah 55 10 45 81,8
Sputum 9 8 1 11,1
Urin 37 28 9 24,3
Tinja 4 4 0 0
Cairan serebrospinal 7 7 0 0
sebelumnya. Dalam Standar Prosedur Operasional cara pengiriman spesimen sering belum memenuhi
(SPO) dan Instruksi Kerja (IK) yang dibuat oleh Tim kriteria. Sebaiknya sputum dikirim dalam waktu 30
PPRA memuat pengambilan biakan darah sebelum menit (selambat-lambatnya 2 jam) setelah sputum
diberikan antibiotik. Biakan darah anaerob sebelum dikeluarkan dan sebaiknya sputum dikirim dalam
pemberian metronidazol tidak pernah dilakukan. kondisi yang dingin, tidak pada suhu kamar. Namun
Sebaiknya setiap Dokter Penanggung Jawab Pelayanan di lapangan, pengirimin ini sering terlambat.
Pasien (DPJP) melakukan biakan spesimen sebelum Berdasarkan peta kuman RSCM tahun 2011,17
menggunakan antibiotik sesuai SPO yang berlaku. spesimen urin tidak tumbuh pada 486 dari 2709
Murthy dkk 5 menyatakan bahwa setiap kuman (17,94%) biakan, sedangkan pada penelitian
mempunyai karakteristik masing-masing. Oleh kami didapatkan 9 dari 37 (24,3%) biakan. Cara
sebab itu, penting untuk mengidentikasikan kuman pengambilan spesimen, waktu, dan media transport
penyebab infeksi. sering menyebabkan hasil kultur dianggap tidak
Berbeda dengan hasil yang didapatkan pada peta bermakna (<105 koloni kuman/mL urin). Pada kultur
kuman RSCM yang dilakukan oleh Divisi Infeksi tinja tidak pernah didapatkan hasil tidak tumbuh,
Departemen Patologi Klinik FKUI RSCM bulan tetapi merupakan ora normal saluran cerna yang
Juli-Desember 201117 yang menyatakan bahwa dari sebenarnya tidak memerlukan terapi antibiotik.
spesimen darah kultur tidak tumbuh sebesar 77,66%, Tigapuluh lima dari 64 pemakaian antibiotik
pada penelitian kami sebesar 81,8%. Hal tersebut5 empiris mempunyai hasil kultur positif. Dua belas
terjadi karena waktu pengambilan spesimen darah dari 35 pemakaian antibiotik (34,3%) sensitif
mungkin tidak tepat. Sebaiknya pengambilan spesimen terhadap antibiotik empiris yang dipilih, sedangkan
darah dilakukan segera setelah terjadi demam dan tidak sisanya (65,7%) resisten terhadap antibiotik tersebut.
ditunda karena tingkat bakteremia dalam darah akan Kesesuaian pilihan antibiotik empiris dengan hasil
segera turun segera setelah puncak demam tercapai. biakan untuk menilai ketepatan penggunaan antibiotik
Selain itu, jumlah volume spesimen darah yang empiris sangat rendah. Untuk mengatasi masalah resis-
diperlukan untuk biakan darah cukup banyak dan tensi antibiotik, beberapa tahun terakhir dilakukan me-
diperlukan dua spesimen darah dari dua tempat yang tode rotasi antibiotik yang digunakan. Raymon dkk18
berbeda pada waktu bersamaan untuk menghindari melakukan penelitian pada pasien VAP dengan hasil
kemungkinan kontaminan pada pemeriksaan darah. pasien yang dilakukan rotasi antibiotik mortalitasnya
Namun, hal ini sering menimbulkan kontroversi pada menurun dari 33,8% menjadi 18,6% (dengan p=0,04).
perawatan anak, terutama anak dengan sakit kritis yang Hal tersebut patut mendapat perhatian dari pihak
dirawat di ICU, serta membutuhkan biaya yang cukup terkait dalam penyusunan panduan pelayanan medis.
besar. Pengambilan spesimen darah dalam jumlah Perlu adanya revisi Panduan Penggunaan Antibiotik
banyak membuat anak jatuh pada keadaan anemia (PPAB) di ICU Anak dengan memilih antibiotik
sehingga diperlukan transfusi sel darah merah untuk yang diperkirakan masih sensitif. Sebagai kesimpulan,
menggantikan volume darah yang diambil untuk penggunaan antibiotik dengan justikasi yang tepat
pemeriksaan biakan. dapat diterapkan dan diharapkan dapat menurunkan
Hasil biakan sputum tidak tumbuh pada penelitian resistensi antibiotik, mengurangi beban biaya pasien,
didapatkan 1 dari 9 biakan (11,13%), sedangkan dan meningkatkan kualitas pelayanan pasien di ICU
berdasarkan peta kuman RSCM tahun 201117 Anak. Selain itu, diperlukan pelatihan pengambilan
biakan sputum tidak tumbuh pada 14 dari 2367 spesimen yang tepat secara berkala serta dihimbau
(0,59%). Pengambilan spesimen sputum pada pasien untuk mengisi formulir antibiotik secara tepat dan
yang dirawat di ICU Anak dengan menggunakan benar.
selang penghisap (suction catheter) melalui selang
endotrakeal (Endotracheal Tube/ETT) sehingga sulit
mendapatkan jumlah spesimen yang cukup. Pada Daftar pustaka
pasien anak yang sadarpun sulit untuk didapatkan
jumlah sputum yang memadai karena anak sering 1. Malacarne P, Rossi C, Bertolini G. Antibiotic usage
belum dapat mengeluarkan sputum dengan baik. in intensive care units: a pharmaco- epidemiological
Selain dari jumlah spesimen yang tidak memadai, multicentre study. Diunduh dari: www.ncbi.nlm.nih.gov/
pubmed/15190030 (Diakses pada tanggal tanggal 2 Desember with renal impairment or on renal replacement
2012). therapy for use on the intensive care and renal units.
2. WHO 2005. Containing antimicrobial resistance, WHO Diunduh dari: http://www.nppg.scot.nhs.uk/PICU/Dose%
policy perspectives of medicine. 20Adjustments%20in%20CVVH.pdf. (Diakses pada
3. Karam G, Heffner JE. Emerging issues in antibiotic tanggal 2 Desember 2011).
resistance in blood-borne infections. Am J Respir Crit 11. Dosing adjustments in renal impairment. Diunduh
Care Med 2000;162:1610-6. dari: www.clinicalpharmacy.uscf.edu/idmp/adult_guide tanggal.
4. Dellinger RP, Levy MM, Carlet JM, Bion J, Parker (Diakses pada tanggal 2 Desember 2012).
MM,dkk. Surviving sepsis campaign:international 12. Mehrotra R, De Gaudio R, Palazzo M. Antibiotic
guidelines for management of severe sepsis and septic pharmacokinetic and pharmacodynamic considerations
shock. Crit Care Med 2008;36:296-327. in critical illness. Intensive Care Med 2004;30:2145-
5. Murthy R. Implementation of strategies to control 56.
antimicrobial resistance. Chest 2001;119:405s-11s. 13. Verbeeck RK. Pharmacokinetics and dosage adjustment
6. Kollef MH, Ward S, Sherman G. Inadequate treatment of in patients with hepatic dysfunction. Eur J Clin
nosocomial infections is associated with certain empirical Pharmacol 2008;64:1147-61.
antibiotic choices. Crit Care Med 2000;28:3456-64. 14. Mehrotra R, De Gaudio R, Palazzo M. Antibiotic
7. Tambunan T. Kebijakan pengendalian resistensi pharmacokinetics and pharmacodynamic considerations
antimikroba. Diunduh dari: http://cridtrophid.les.wordpress. in critical illness. Intensive Care Med 2004;20:2145-
com/2012/03/materi-workshop.pdf (Diakses tanggal 2 56.
Desember 2012). 15. Panduan Pelayanan Medis RSCM 2012.
8. Gyssens IC, van den Broek PJ, Kullberg BJ, Hekster Y, 16. Formularium Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr.
van der Meer JMW. Optimizing antimicrobial therapy. Cipto Mangunkusumo, 2012.
A method for antimicrobial drug use evaluation. J 17. Loho T. Peta Kuman RSCM Juli-Desember, 2011.
Antimicrobial Chemother 1992;30:724-7. 18. Raymoin DP, Pelletier SJ, Crabtree TD. Impact of a
9. Frank Shann. Pediatric Drug Doses. Royal children rotating empirical antibiotic schedule on infectious
hospital. Publisher : collective p/L. 2011. mortality in an intensive care unit. Crit Care Med
10. Booth R. Pediatric drug dosage adjustments in patients 2001;29:1101-8.