Anda di halaman 1dari 263

BAB I

PENDAHULUAN

A. KOMUNIKASI, HAK PASIEN DAN DUKUNGAN EMOSIONAL

Kehamilan merupakan saat yang menyenangkan dan dinantikan tetapi juga dapat
menjadi saat kegelisahan dan keprihatinan. Pembicaraan secara efektif kepada ibu dan
keluarganya dapat membantu membangun kepercayaan kepada petugas kesehatan

KOMUNIKASI
Komunikasi yang baik akan membantu terbinanya hubungan antar manusia yang
serasi di antara pasien dan penolong. Keserasian hubungan pasien-penolong, sangat
diperlukan dalam memperoleh rasa saling percaya. Informasi yang diperoleh penting
untuk membantu menentukan diagnose, menjalankan proses dan melakukan evaluasi
hasil pengobatan.
Tingkat kesabaran yang tinggi dan teknik berkomunikasi yang efektif merupakan
syarat yang harus dimiliki oleh penolong atau petugas kesehatan dalam menghadapi
orang yang sedang sakit. Selain mengalami gangguan fisik, pasien juga akan
mengalami gangguan psikis atau ketegangan jiwa sehingga sebagian besar dari
mereka akan sulit melakukan komunikasi secara baik. Empati, perhatian dan perilaku
positif penolong dapat meringankan beban psikis pasien selama proses komunikasi
berlangsung
Komunikasi juga merupakan salah satu bentuk kewajiban penolong terhadap hak
pasien untuk memperoleh informai obyektif dan lengkap tentang apa yang sedang
dialaminya, upaya yang akan atau sedang dilakukan oleh penolong dan hasil
tindakan/pengobatan yang telah diberikan. Oleh sebab itu, komunikasi harus selalu
dilangsungkan dalam berbagai tahap, yaitu :
1. Sebelum pengobatan dilakukan
2. Selama prosedur klinik
3. Setelah tindakan atau pengobatan

1
HAK-HAK PEREMPUAN (IBU)
Petugas kesehatan harus menyadari hak-hak ibu ketika menerima pelayanan asuhan
kehamilan, yaitu :
1. Setiap perempuan/ibu penerima asuhan mempunyai hak mendapatkan keterangan
mengenai kesehatannya
2. Setiap perempuan/ibu mempunyai hak mendiskusikan keprihatinannya di dalam
lingkungan dimana ia merasa percaya
3. Setiap perempuan/ibu harus mengetahui sebelumnya jenis prosedur yang akan
dilakukan
4. Prosedur harus dilaksanakan di dalam suatu lingkungan (misalnya kamar bersalin)
supaya hak ibu untuk mendapatkan privasi dihormati
5. Setiap perempuan/ibu harus dibuat senyaman mungkin ketika menerima layanan
6. Setiap perempuan/ibu mempunyai hak untuk mengutarakan pandangan dan
pilihannya mengenai layanan yang diterimanya

Petunjuk Berkomunikasi
Apabila petugas kesehatan membicarakan kepada ibu mengenai kehamilannya atau
komplikasi, petugas kesehatan harus menggunakan teknik komunikasi dasar.Tehnik-
tehnik ini membantu petugas kesehatan menegakkan kejujuran, perhatian dan
hubungan kepercayaan terhadap si ibu. Jika si ibu mempercayai petugas kesehatan,
kemungkinan besar ia akan kembali melahirkan atau segera datang awal jika terjadi
komplikasi. Gunakan tehnik komunikasi dasar yaitu :
1. Beri salam dan perkenalkan diri
2. Panggil nama pasien atau keluarganya
3. Lakukan kontak mata
4. Jaga harkat dan martabat pasien
5. Budayakan perilaku positif
6. Gunakan tehnik mendengar aktif, jangan menyela atau memotong pembicaraan
7. Beri kesan bahwa kita sedang mendengar atau mencoba mengerti apa yang telah
dikatakan oleh pasien
8. Jawablah pertanyaan pasien sesuai dengan apa yang ingin diketahuinya
9. Beri penjelasan dengan bahasa yang mudah dimengerti dan ringkas
10. Jangan gunakan bahas medis atau istilah yang sulit dipahami
11. Tunjukkan perhatian dengan isyarat, mendekat atau komunikasi nonverbal lainnya
2
Rasa Saling Percaya dan Privasi
Termasuk dalam rasa percaya diantara pasien - penolong adalah upaya untuk menjaga
kerahasiaan semua informasi yang hanya boleh diketahui oleh penolong atau oleh
pasien sendiri.Apabila diperlukan, komiunikasi hanya berlangsung diantara pasien
penolong saja. Keterbukaan, rasa aman dan jaminan kerahasiaan informasi hanya
mungkin dilaksanakan pada suasana yang bersifat pribadi atau adanya privasi bagi
pasien

PRINSIP-PRINSIP KOMUNIKASI DAN DUKUNGAN EMOSIONAL


Situasi kegawatdaruratan sering kali sangat mengganggu pihak yang berkepentingan
dan dapat menimbulakn berbagai emosi yang menghasilkan konsekuensi yang
signifikan. Komunikasi dan empati yang ikhlas kemungkinan merupakan kunci yang
paling penting untuk layanan yang efektif dalam situasi kegawatdaruratan

Saat Terjadi
1. Dengarkanlah keluhan-keluhan mereka. Ibu atau pihak keluarga memerlukan
kesempatan untuk dapat membicarakan duka mereka
2. Jangan ubah topic pembicaraan dan berpindah ke masalah yang lebih mudah atau
lebih tidak menyakitkan, tetapi tunjukkan empati Anda
3. Beritahu kepada ibu atau pihak keluarga mengenai apa yang terjadi sebanyak
mungkin yang anda dapat. Pemahaman mengenai situasi dan penatalaksanaannya
dapat mengurangi kecemasan mereka dan dapat mempersiapkan diri untuk
menghadapi apa yang akan terjadi selanjutnya
4. Jujurlah. Jangan ragu-ragu mengakui bahwa anda tidak tahu. Menjaga
kepercayaan lebih utama daripada mempertahankan sikap tahu segalanya
5. Jangan mengalihkan masalah ke perawat atau dokter junior
6. Pastikan bahwa ibu tersebut mempunyai pendamping yang ia sukai dan jika
memungkinkan mendapat petugas kesehatan yang sama selama persalinan.
Pendamping yang mendukung dapat membantu ibu tersebut untuk berani
menghadapi ketakutan dan rasa sakit, serta menghilangkan rasa kesepian dan
stress
7. Bila memungkinkan anjurkan pendamping untuk mengambil peran aktif dalam
asuhan. Minta pendamping agar duduk di bagian atas tempat tidur untuk memberi
kesempatan pendamping menunjukkan perhatian serta kasih kepada ibu tersebut
3
8. Selama dan setelah kegawatdaruratan, berikan privasi sebanyak mungkin kepada
ibu dan keluarganya

Setelah Terjadi
1. Sediakan bantuan prkatis, dukungan informasi dan emosional
2. Hargai percaya dan adat kebiasaan serta penuhi kebutuhan keluarga sedapat
mungkin
3. Sediakan konseling untuk ibu tersebut dan keluarganya
4. Jelaskan masalah yang ada untuk membantu mengurangi kecemasan dan perasaan
bersalah. Banyak ibu atau keluarga menyalahkan diri mereka sendiri atas apa yang
telah terjadi
5. Dengar dan tunjukkan pengertian serta simpati terhadap perasaan ibu. Komunikasi
nonverbal kadang-kadang lebih bernilai daripada kata-kata. Belaian lembut pada
tangan atau raut wajah penuh perhatian dapat berarti segalanya
6. Ulangi informasi beberapa kali dan jika mungkin berikan informasi secara tertulis,
karena orang yang merasakan kegawatdaruratan tidak akan mengingat apa yang
dikatakan kepada mereka saat itu
7. Penyedia layanan kesehatan mungkin merasa marah, bersalah, berrduka, sakit dan
frustasi dalam menghadapi kegawatdaruratan sehingga mereka cenderung
menghindari ibu tersebut atau keluarganya. Tunjukkan bahwa emosi bukanlah
suatu kelemahan
8. Ingatlah untuk menjaga perasaan staf lain yang juga mungkin pernah mengalami
perasaan bersalah, duka, bingung serta emosi lainnya

MORTALITAS DAN MORBIDITAS MATERNAL


Mortalitas Maternal
Kematian seorang ibu dalam proses persalinan atau oleh akibat lain yang
berhubungan dengan kehamilan merupakan suatu pengalaman yang menyedihkan
bagi keluarga dan anak yang ditinggalkannya. Sebagai tambahan untuk prinsip di atas,
ingat hal-hal berikut ini :

4
Saat Terjadi
1. Berikan dukungan psikologis selama ibu tersebut sadar atau bahkan pada saat
kesadarannya mulai turun mengenai apa yang terjadi dan apa yang mungkin akan
terjadi
2. Jika kematian tidak dapat dihindarkan, lebih baik memberikan dukungan dari
sudut perasaan dan spiritualnya daripada hanya memusatkan diri pada asuhan
kegawatdaruratan medic
3. Berikan pengobatan dengan tetap selalu menjaga martabat dan kehormatan ibu
tersebut, meskipun ia sudah tidak sadar atau meninggal

Setelah Terjadi
1. Biarkan suami atau keluarga menunggu di dekat jenazah
2. Bantulah keluarga untuk persiapan pemakaman dan pastikan apakah mereka telah
memiliki semua dokumen yang dibutuhkan
3. Jelaskan mengenai apa yang terjadi dan jawablah semua pertanyaan, tawarkan
kesempatan kepada keluarga untuk kembali dan bertanya

Morbiditas Maternal yang Berat


Persalinan kadang meninggalkan trauma baik fisik maupun mental kepada ibu yang
bersangkutan

Saat Terjadi
1. Jika memungkinkan libatkan ibu dan keluarganya dalam proses persalinan,
khususnya jika sesuai dengan adat setempat
2. Jika memungkinkan bahwa staf lainnya memperhatikan perasaan dan informasi
yang dibutuhkan oleh si ibu dan suaminya

Setelah Terjadi
1. Jelaskan mengenai kondisi dan pengobatannya sehingga dapat dimengerti benar
oleh ibu tersebut dan suaminya
2. Siapkan pengobatan atau rujukan jika terdapat indikasi
3. Atur kunjungan berikutnya untuk melihat kemajuan dan mendiskusikan pilihan
yang ada

5
MORTALITAS ATAU MORBIDITAS NEONATAL
Dalam praktek, dukungan emosional bagi ibu yang tengah mengalami
kegawatdaruratan obstetric dan jika terjadi kematian bayi atau bayi lahir abnormal
beberapa factor spesifik perlu dipertimbangkan

Kematian Intrauterin atau Lahir Mati


Banyak factor yang mempengaruhi reaksi seorang ibu terhadap kematiannya bayinya,
antara lain :
1. Riwayat obstetric sebelumnya serta riwayat hidup ibu tersebut
2. Sampai sejauh mana ia menginginkan bayi tersebut
3. Kejadian sekitar proses kelahiran dan penyebab kematian
4. Pengalaman kematian sebelumnya

Saat Terjadi
1. Hindarkan penggunaan sedative dalam membantu ibu menghadapi peristiwa.
Sedative akan menunda keikhlasan menerima fakta kematian dan merasakan
terkenang lagi nantinya, merupakan bagian dari proses penyembuhan emosi,
menjadi lebih sulit
2. Biarkan pasien melihat usaha yang dilakukan oleh tenaga medis dalam menolong
si bayi
3. Biarkan ibu atau suaminya untuk melihat dan memeluk bayinya dalam
mencurahkan rasa duka kecuali jika ibu tidak tega melihat bayi dengan cacat
bawaan
4. Siapkan orangtua untuk kemungkinan adanya keadaan yang mengganggu atau
sesuatu yang tidak diharapkan dari bayinya (merah, keriput, kulit terkelupas). Bila
mungkin, selimuti bayi tersebut hingga tampak normal pada pandangan pertama
5. Jangan pisahkan ibu dengan bayinya terlalu cepat (sebelum ia siap) karena hal ini
dapat mengganggu dan memperpanjang proses berduka

Setelah Terjadi
1. Biarkan ibu atau keluarga bersama bayinya. Orang tua dari bayi yang meninggal
masih perlu mengenali bayinya

6
2. Orang berduka dengan cara yang berbeda-beda, tetapi untuk banyak orang,
kenangna adalah yang terpenting. Tawarkan pada ibu tersebut atau keluarganya
barang-barang kenangan seperti potongan rambut dan tanda nama bayi
3. Pada daerah dimana ada kebiasaan memberi nama bayinya pada saat lahir,
anjurkan orang tua untuk menamai bayi mereka sesuai dengan nama yang mereka
pilih
4. Biarkan ibu tersebut atau keluarganya menyiapkan bayi untuk pemakaman jika
mereka menghendaki
5. Anjurkan acara pemakaman sesuai dengan adat kebiasaan setempat dan pastikan
tindakan medis (seperti otopsi) tidak mengganggu mereka
6. Atur diskusi dengan ibu dan suaminya untuk membicarakan kejadian ini dan
pencegahan yang perlu dilakukan untuk masa mendatang

MORBIDITAS PSIKOLOGIS
Beban emosional pascalahir merupakan hal yang biasa ditemui setelah kehamilan.Hal
ini sangat bervariasi, mulai dari gangguan perasaan sendu yang ringan (ditemui pada
sekitar 80% ibu) sampai depresi postpartum atau psikosis. Psikosis postpartum dapat
menjadi ancaman bagi si ibu maupun bayinya

Depresi Postpartum
Depresi postpartum mempengaruhi sekitar 15% ibu dan khususnya terjadi pada
minggu dan bulan-bulan awal postpartum dan dapat bertahan sampai satu tahun atau
lebih.Depresi bukan satu-satunya gejala yang ada meskipun biasanya jelas
terlihat.Gejala lainnya meliputi kelelahan, mudah marah, kesedihan, kurangnya emosi
dan motivasi, adanya perasaan tidak mendapat bantuan dan putus asa, hilangnya
libido dan nafsu makan serta adanya gangguan tidur.Sakit kepala, asma, nyeri
punggung, adanya cairan dari vagina dan nyeri abdomen juga dapat ditemui. Gejala
lain yang dapat timbul yaitu adanya pikiran obsesional, ketakutan akan melukai diri
sendiri ataupuan bayinya, terpikir untuk bunuh diri dan depersonalisasi
Prognosis untuk depresi postpartum cukup baik diatasi dengan diagnosis dini dan
terapi.Lebih dari dua per tiga ibu sembuh dalam satu tahun. Adanya orang yang
menemani selama proses persalinan dapat menghindarkan terjadinya depresi
postpartum

7
Setelah pemulihan, ibu yang mengalami depresi postpartum membutuhkan konseling
psikologis dan bantuan praktis. Umumnya dengan cara ;
1. Berikan dukungan psikologis dan bantuan nyata (pada bayi dan asuhan di rumah)
2. Dengarkan berikan dukungan serta besarkan hati
3. Yakinkan si ibu bahwa pengalaman tersebut merupakan hal biasa dan banyak ibu
lain yang mengalami hal yang sama
4. Bantulah si ibu untuk memikirkan kembali gambaran keibuan dan bantulah
pasangan ini untuk memikirkan peran masing-masing sebagai orang tua baru.
Mereka mungkin perlu untuk menyesuaikan apa yang diharapkan dan kegiatan
mereka
5. Jika depresinya cukup parah, pertimbangkan pemberian obat-obatan anti
depresan jika ada. Perlu diperhatikan bahwa obat-obatan tersebut dapat diberikan
melalui air susu dan proses menyusui perlu dikaji ulang

B. PENILAIAN AWAL
Dalam menilai kesehatan pasien perempuan dalam usia reproduksi harus segera
ditentukan derajat masalahnya

Table : Penilaian awal


MENILAI TANDA BAHAYA MASALAH
JALAN NAFAS PERHATIKAN Anemia berat
Sianosis Gagal jantung
Gagal nafas Pneumonia
PERIKSA Asma
Kulit : pucat
Paru : suara nafas, rhonkhi
SIRKULASI (tanda PERIKSA SYOK
syok/renjatan) Kulit : dingin dan basah, turgor
Nadi : cepat (>110) dan lemah
PERDARAHAN PER TANYAKAN Abortus
VAGINAM Hamil, usia gestasi Kehamilan ektopik
(Kehamilan muda Postpartum terganggu
atau lanjut atau Plasenta sudah lahir Mola hidatidosa
setelah persalinan) Solusio plasenta
Rupture uteri
Plasenta previa
Robekan jalan lahir,
serviks, vagina
Atonia uteri

8
Sisa plasenta
Inversion uteri
TAK SADAR ATAU TANYAKAN : Eklampsia
KEJANG Hamil, usia gestasi Malaria
PERIKSA Epilepsy
Tensi : tinggi (diastolic >90 mmHG) Tetanus
Suhu >38 C
DEMAM TANYAKAN : Infeksi saluran kemih
Lemah, lesu Malaria
Frekuensi, kencing sakit Endometriosis
Hamil, usia gestasi Abses pelvic
Ketuban pecah Peritonitis
Postpartum Mastitis
Usaha aborsi Komplikasi post abortus
PERIKSA : Pneumonia
Suhu 38 C
Tidak sadar
Kaku kuduk
Paru : sesak, nafas cepat
Abdomen : nyeri tekan
Vulva : lokia berbau
Mamae : nyeri tekan
NYERI PERUT TANYAKAN Kehamilan ektopik
Hamil, usia gestasi terganggu
PERIKSA Appendicitis
Tensi : rendah (sistolik < 90 mmHg) Kista ovarium putaran
Nadi cepat ( >110/menit) tangkai
Suhu >38 C Partus aterm/preterm
Besar uterus Infeksi untrauterin
Solusio plasenta
Rupture uteri

Seorang ibu juga perlu mendapat perhatian khusus jika ia mempunyai salah satu tanda
sebagai berikut :
1. Keluarnya lendir darah yang disertai kontraksi yang dapat diraba
2. Pecahnya selaput ketuban
3. Pucat
4. Kelemahan
5. Pingsan
6. Sakit kepala yang hebat
7. Penglihatan memburuk
8. Muntah

9
9. Demam
10. Gangguan pernafasan
Ibu tersebut harus didahulukan dan ditangani dengan semestinya

PENERAPAN SKEMA PENILAIAN AWAL YANG CEPAT


Penanganan awal yang cepat membutuhkan pengenalan segera untuk masalah spesifik
serta tindakan yang cepat. Hal ini dapat dilakukan dengan :
1. Melatih semua staf, termasuk staf administrasi, penjaga keamanan, penjaga pintu
atau operator telepon, agar dapat bereaksi dengan suatu cara yang semestinya saat
seorang ibu dating ke fasilitas dengan kegawatdaruratan obstetric atau komplikasi
kehamilan atau sewaktu fasilitas tersebut mendapat pemberitahuan bahwa seorang
ibu sedang dirujuk ke tempat tersebut
2. Pelatihan ketrampilan klinis dan kegawatdaruratan melibatkan para staf untuk
memastikan kesiapan mereka pada setiap tahap
3. Memastikan semua akses terbuka (dimana letak kunci lemari obat, kamar
tindakan, dan lain-lain) dan peralatan berfungsi dengan semestinya (cek harian)
dan para staf cukup terlatih untuk menggunakan peralatan tersebut
4. Adanya prosedur tetap (dan tahu bagaimana menggunakannya) untuk mengenali
kegawatdaruratan yang sebenarnya dan tahu bagaimana bereaksi secepatnya
5. Mampu mengenali dengan jelas seluruh ibu yang berada diruang tunggu, ibu-ibu
mana yang membutuhkan perhatian segera meskipun mereka hanya menunggu
konsultasi rutin dan segera didahulukan antreannya (dengan persetujuan bahwa
ibu bersalin atau ibu hamil yang mempunyai masalah, sebaiknya segera diperiksa
oleh tenaga medis)
6. Menyetujui dengan suatu perjanjian bahwa ibu dalam kondisi gawat dapat
diabaikan masalah pembayarannya, paling sedikit untuk waktu tertentu

C. PRINSIP DASAR PENANGANAN KEGAWATDARURATAN

KEGAWATDARURATAN
Kegawatdaruratan dapat terjadi tiba-tiba, dapat disertai kejang atau dapat timbul sebagai
akibat dari suatu komplikasi dari suatu komplikasi yang tidak ditangani atau dipantau
dengan semestinya

10
Menghindari Kegawatdaruratan
Sebagian besar kegawatdaruratan dapat dihindarkan dengan cara :
1. Perencanaan dengan seksama
2. Petunjuk-petunjuk klinis diikuti
3. Pemantauan secara seksama terhadap ibu

Reaksi Terhadap suatu Kegawatdaruratan


Untuk bereaksi terhadap kegawatdaruratan secara benar dan efektif dibutuhkan anggota-
anggota tim medis yang mengetahui peranannya masing-masing dan bagaimana suatu tim
harus berfungsi untuk memberikan reaksi yang paling efektif terhadap suatu
kegawatdaruratan. Para naggota tim juga harus mengetahui :
1. Keadaan klinis, diagnosis dan penanganannya
2. Kegunaan, pemberian dan efek samping obat-obatan
3. Peralatan gawat darurat dan cara kerjanya
Catatan :Kemampuan suatu fasilitas untuk menangani suatu kegawatdaruratan harus
dinilai dan diperkuat dengan latihan-latihan kegawatdaruratan yang berulang

Penanganan Awal
Dalam menangani suatu kegawatdaruratan :
1. Tetaplah tenang. Berpikirlah secara logis dan pusatkan perhatian pada kebutuhan
ibu tersebut
2. Jangan tinggalkan ibu tersebut tanpa ada yang menjaganya
3. Ambillah tanggung jawab. Hindari kebingungan dengan menugaskan seseorang
sebagai penanggung jawab
4. Minta tolong. Mintalah satu orang untuk mencari pertolongan dan orang lainnya
untuk mengambil peralatan dan obat-obatan yang dibutuhkan (seperti tabung
oksigen dan peralatan kegawatdaruratan)
5. Jika ibu tersebut tidak sadar, nilai jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi
6. Jika dicurigai terjadi syok, segera mulai penatalaksanaan syok. Meskipun tanda-
tanda syok tidak terlihat, tetap pikirkan syok sewaktu melakukan evaluasi lebih
jauh pada ibu tersebut karena statusnya dapat memburuk dengan cepat. Jika syok
terjadi, sangatlah penting untuk segera memulai penatalaksanaannya
7. Letakkan ibu dalam posisi berbaring miring dengan sisi kirinya di bawah dan kaki
dinaikkan. Longgarkan pakaian yang ketat
11
8. Bicaralah dengan ibu tersebut dan bantu ia untuk tetap tenang. Tanyakan apa yang
terjadi dan apa gejala yang ia alami
9. Lakukan pemeriksaan secara cepat termasuk tanda vital (tekanan darah, nadi,
pernafasan, suhu tubuh) dan warna kulit. Perkirakan jumlah darah yang hilang dan
nilai tanda dan gejala yang ada

D. PENCEGAHAN INFEKSI
Tujuan Utama
Tujuan utama pencegahan infeksi adalah :
1. Mencegah infeksi umum
2. Meminimalkan resiko penyebaran penyakit yang berbahaya seperti hepatitis B dan
HIV/AIDS kepada pasien, petugas kesehatan termasuk petugas kebersihan dan
rumah tangga

Prinsip Dasar
Prinsip dasar dalam pencegahan infeksi adalah sebagai berikut :
1. Setiap orang (pasien dan petugas pelayanan kesehatan) harus dianggap berpotensi
menularkan infeksi
2. Cuci tangan adalah prosedur yang paling praktis dalam mencegah kontaminasi
silang
3. Pakailah sarung tangan sebelum menyentuh setiap kulit luka, selapu lender
(mukosa), darah dan cairan tubuh lainnya (secret atau ekskret)
4. Gunakanlah pelindung (barrier) seperti kaca mata (goggles), masker, celemek
(apron) pada setiap kali melakukan kegiatan pelayanan yang diantisipasi dapat
terkena percikan atau terkena darah dan cairan tubuh pasien
5. Selalu melakukan tindakan/prosedur menurut langkah yang aman, seperti tidak
membengkokkan jarum dengan tangan, memegang alat medic dan memprosesnya
dengan benar, membuang dan memproses sampah medic dengan benar

Cuci Tangan
1. Seluruh permukaan kedua tangan dicuci dengan sabun selama 15-30 detik dan
dicuci dengan air yang mengalir
2. Cuci tangan :

12
a. Sebelum dan sesudah melakukan pemeriksaan atau setelah setiap kontak
langsung
b. Setelah menyentuh darah atau cairan tubuh pasien walaupun telah
memakai sarung tangan
c. Setelah melepaskan sarung tangan karena ada kemungkinan kebocoran di
sarung tangan
3. Selalu mencuci tangan sebelum melakukan tindakan bedah
4. Untuk membudidayakan kebiasaan mencuci tangan, pengelola perlu berusaha
menyediakan sabun dan air bersih secara terus menerus, dapat dari kena atau
ember serta penggunaan handuk sekali pakai. Untuk setiap petugas digunakan satu
handuk/lap bersih dan kering untuk mengeringkan tangan

Cara membersihkan Tangan sebelum Tindakan Pembedahan


1. Lepaskan semua perhiasan (misalnya : cincin, gelang dan jam tangan)
2. Posisikan tangan diatas siku, basahi tangan seluruhnya dan gunakan sabun
3. Mulailah dari ujung jari sampai berbusa lalu bilas dengan menggunakan gerakan
memutar :
a. Bilas di antara jari-jari
b. Gerakkan dari ujung jari menuju siku pada satu tangan dan kemudian
ulangi untuk tangan berikutnya
4. Basuh setiap lengan secara terpisah, ujung jari lebih dahulu, jaga tangan dalam
posisi lebih tinggi dari siku
5. Cuci selama 3-5 menit
6. Gunakan handuk yang berbeda untuk mengeringkan setiap tangan. Keringkan
mulai dari ujung jari sampai siku.
7. Pastikan tangan yang telah dibersihkan tidak bersentuhan dengan barang-barang
(seperti peralatan dan gaun pelindung) yang tidak di-DTT atau disterilkan. Jika
tangan menyentuh permukaan yang terkontaminasi, ulangi membersihkan tangan
dengan cara diatas

SARUNG TANGAN
1. Pemakaian sarung tangan :
a. Apabila melakukan tindakan klinik
b. Apabila memegang alat medic dan sarung tangan
13
c. Apabila membuang sampah medic (kapas, kasa dan lain-lain)
2. Untuk setiap pasien harus digunakan sarung tangan yang berbeda guna mencegah
kontaminasi silang
3. Apabila sarung tangan bekas pakai akan digunakan lagi :
a. Didekontaminasi dengan merendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10
menit kemudian dicuci
b. Selanjutnya sarung tangan disterilisasi dengan otoklaf (alat sterilisasi) atau
di-DTT dengan menguapkan atau merebus
Catatan :Khusus untuk sarung tangan bedah, tidak boleh diproses lebih dari tiga
kali karena mungkin telah terjadi kebocoran kecil yang tidak tampak dengan mata
telanjang
Sarung tangan yang bocor/berlubang tidak boleh dipakai
4. Baju pelindung (gaun) yang bersih tetapi tidak perlu steril digunakan selama
melakukan semua prosedur persalinan :
a. Pada pemakaian baju bedah berlengan panjang, tepi sarung tangan harus
menutupi ujung lengan baju untuk menghindari kontaminasi
b. Pastikan bahwa tangan yang telah memakai sarung tangan (yang telah di-
DTT atau steril) diletakkan lebih tinggi dari pinggang dan tidak
bersentuhan dengan baju pelindung
Tabel : Kebutuhan sarung tangan dan baju pelindung/gaun untuk prosedur obstetric
Prosedur Sarung tangan Sarung tangan Baju
yang dibutuhkan alternatif pelindung
/gaun
Pengambilan darah, memulai Sarung tangan Sarung tangan Tidak perlu
infuse intravena pemeriksaan pembedahan
dengan di-DTT
Pemeriksaan pelvic Sarung tangan Sarung tangan Tidak perlu
pemeriksaan pembedahan
dengan di-DTT
Aspirasi vakum manual, Sarung tangan di- Sarung tangan Tidak perlu
dilatasi dan kuretase, DTT pembedahan steril
kolpotomi, penjahitan
robekan perineum dan
serviks
Laparotomi, seksio sesarea, Sarung tangan Sarung tangan Bersih,
histerektomi, penjahitan pembedahan steril pembedahan DTT atau
robekan uterus, dengan di-DTT steril

14
salpingektomi, pengikatan
arteri uterine, persalinan,
kompresi bimanual uterus,
melahirkan plasenta secara
manual, memperbaiki inverse
uterus, kelahiran dengan
bantuan alat
Penanganan dan pembersihan Sarung tangan Sarung tangan Tidak perlu
alat kerja (biasa) pemeriksaan atau
pembedahan
Penanganan limbah tercemar Sarung tangan Sarung tangan Tidak perlu
kerja (biasa) pemeriksaan atau
pembedahan
Pembersihan tumpahan darah Sarung tangan Sarung tangan Tidak perlu
atau cairan tubuh lainnya kerja (biasa) pemeriksaan atau
pembedahan

INSTRUMEN TAJAM DAN JARUM


Kamar Operasi dan Kamar Bersalin
1. Jangan meletakkan instrument tajam dan jarum di sembarang tempat, letakkanlah
di bagian ruangan yang aman
2. Beritahu penerima instrument sebelum menyerahkan instrument tajam

Alat Suntik dan Jarum Hipodermik


1. Gunakanlah jarum dan semprit sekali pakai
2. Jangan pisahkan jarum dengan alat suntik setelah dipakai
3. Jangan menutup kembali, membengkokkan ataupun mematahkan jarum sebelum
waktunya dibuang
4. Masukkanlah jarum dan semprit ke dalam tempat yang tidak tembus jarum
5. Jarum habis pakai harus dibakar dalam insenerator
Catatan :Pada fasilitas yang tidak mempunyai alat suntik sekali pakai dan digunakan
metode recapping, gunakan cara menutup dengan satu tangan :
1. Letakkan tutup pada permukaan yang keras dan rata
2. Pegang alat suntik dengan satu tangan dan gunakan jarum untuk mengambil
tutup

15
3. Sewaktu tutup alat suntik telah menutupi jarum seluruhnya, pegang bagian
dasar jarum dan gunakan tangan lain untuk mengunci tutup jarum

PEMBUANGAN SAMPAH
Tujuan pembuangan sampah :
1. Mencegah penyebaran infeksi dan luka tusuk kepada petugas pelayanan kesehatan
yang menangani sampah
2. Mencegah penyebaran infeksi ke masyarakat setempat

Prinsip Pembuangan Sampah


1. Sampah yang tidak terkontaminasi (misalnya : kertas administrasi) dibuang ke
tempat sampah biasa
2. Sampah medik yang terkontaminasi darah atau cairan tubuh lainnya harus
diperlakukan sesuai dengan prosedur yang benar untuk meminimalkan penyebaran
infeksi kepada petugas maupun masyarakat setempat dengan cara sebagai berikut :
a. Memakai sarung tangan
b. Membawa sampah medik terkontaminasi ke tempat pemrosesan akhir
dengan menggunakan tempat sampah yang tertutup
c. Seluruh instrument habis pakai dimasukkan ke dalam tempat yang tidak
tembus tusukan
d. Tuangkan secara hati-hati cairan buangan ke dalam saluran atau toilet yang
dapat disiram
e. Sampah medic padat dibakar dalam insenerator atau dikubur
f. Setelah membuang sampah yang berpotensi infeksi, tangan petugas,
sarung tangan dan tempat sampah harus dicuci

E. TRANSFUSI DARAH DAN INFUS CAIRAN


Penggunaan produk darah yang sesuai didefinisikan sebagai transfuse produk darah yang
aman untuk mengobati kondisi-kondisi yang akan mengarah morbiditas dan mortalitas,
yang tidak dapat dihindarkan atau ditangani secara efektif oleh cara lain

Indikasi Transfusi
1. Perdarahan pascapersalinan dengan syok
2. Kehilangan darah saat operasi
16
3. Anemia berat pada kehamilan lanjut (Hb < 8 gr% atau timbul gagal jantung)
Catatan :Untuk anemia pada kehamilan awal, obati penyebab anemia dan sediakan
hematinik

PENGGUNAAN PRODUK DARAH YANG TIDAK TEPAT


Jika digunakan secara tepat, transfuse darah dapat menyelamatkan jiwa dan memperbaiki
kesehatan. Namun, terapi ini juga dapat menimbulkan komplikasi akut juga mempunyai
resiko terjadinya transmisi zat-zat infeksius. Terapi ini mahal dan sumber terbatas

Transfuse sering tidak diperlukan karena :


1. Kondisi yang tampaknya membutuhkan transfuse sering dapat dihindari
dengan pengobatan dini atau upaya pencegahan
2. Transfuse darah lengkap, sel darah merah lengkap atau plasma sering
diberikan untuk menyiapkan secara cepat seorang ibu untuk menjalani
pembedahan yang direncanakan atau untuk memulihkan kondisi tubuh agar
dapat keluar dari rumah sakit lebih cepat. Terapi lain seperti infuse cairan
kadang-kadang lebih murah, lebih aman dan sama efektifnya

Transfuse yang tidak tepat dapat :


1. Meningkatkan peluang ibu pada resiko-resiko yang tidak perlu
2. Menyebabkan menipisnya persediaan produk darah untuk ibu-ibu yang benar-
benar membutuhkan, sementra produk darah merupakan sumber daya yang
terbatas dan mahal

RESIKO TRANSFUSI
Sebelum memberikan darah atau produk darah untuk seorang ibu, sangatlah penting
untuk mempertimbangkan resiko transfuse dibandingkan dengan resiko tidak
melakukan transfuse

Darah Lengkap atau Transfusi Sel Darah Merah


1. Reaksi transfuse
2. Infeksi HIV, Hepatitis B, Hepatitis C, Sifilis, Malaria
3. Kontaminasi bakteri lainnya jika dibuat atau disimpan secara tidak benar

17
Resiko Transfusi Plasma
1. Infeksi seperti diatas
2. Reaksi transfuse
3. Sangat sedikit indikasi yang jelas dari transfuse plasma (seperti koagulopati)
dan bahkan resikonya melebihi keuntungan yang mungkin dirasakan oleh ibu

Upaya Mengurangi Resiko


1. Seleksi donor darah
2. Penapisan infeksi yang dapat ditularkan melalui transfuse (khususnya HIV-1,
HIV-2, HcV, HbsAg, Treponema Pallidum)
3. Program menjaga mutu
4. Penanganan yang baik terhadap penentuan golongan darah, tes kompatibilitas,
pemisahan komponen darah, penyimpanan dan transportasi produk darah
5. Penggunaan darah dan produk darah secara tepat

PRINSIP TRANSFUSI DARAH


Transfuse darah hanya merupakan satu elemen dari penanganan kasus secara
keseluruhan. Bila terjadi kehilangan darah dalam jumlah banyak dan waktu singkat
akibat perdarahan, pembedahan ataupun komplikasi dari melahirkan, yang paling
urgen adalah mengganti cairan yang hilang segera. Transfuse sel darah merah dapat
menjadi penting karena akan mengembalikan kapasitas pengangkutan O2 oleh darah.
Kurangi kebutuhan transfuse dengan :
1. Penggunaan cairan pengganti untuk resusitasi
2. Minimalkan pengambilan darah untuk kepentingan pemeriksaan darah
3. Gunakan teknik anestesi dan bedah terbaik untuk meminimalkan kehilangan
darah selama tindakan
4. Pembersihan dan re-infus darah yang keluar selama prosedur (autotransfusi)
jika mungkin

Prinsip-prinsip yang harus diingat


1. Transfuse hanya merupakan satu bagian dalam penatalaksanaan seorang ibu
2. Keputusan untuk memberikan transfuse harus didasarkan pada petunjuk
nasional mengenai penggunaan klinis dari darah dengan mempertimbangkan
kebutuhan ibu itu sendiri
18
3. Kehilangan darah harus diminimalkan untuk mengurangi kebutuhan ibu akan
transfuse
4. Ibu yang kehilangan darah akut sebaiknya menerima resusitasi efektif (cairan
pengganti intravena, oksigen dan lain-lain) sementara kebutuhan transfuse
dipertimbangkan
5. Kadar Hb ibu, meskipun penting, sebaiknya tidak menjadi factor penentu
untuk memulai transfuse. Keputusan untuk melakukan transfuse haruslah
didukung oleh kebutuhan untuk menghilangkan gejala dan tanda serta
menghindari morbiditas dan mortalitas
6. Klinisi seharusnya waspada terhadap resiko terkena infeksi yang ditularkan
oleh transfuse produk darah yang tersedia
7. Transfuse sebaiknya diberikan hanya jika keuntungannya lebih besar bagi
ibu/pasien dibandingkan dengan kerugiannya
8. Seorang yang terlatih sebaiknya memantau ibu yang mendapat transfuse dan
segera bereaksi jika ada efek samping yang timbul
9. Klinisi sebaiknya mencatat alasan dilakukannya transfuse dan memeriksa efek
samping yang timbul

MEMBERIKAN DARAH
Memberikan darah sebaiknya berdasarkan petunjuk nasional mengenai penggunaan
klinis darah, dengan mempertimbangkan kebutuhan ibu tersebut
Sebelum memberikan darah atau produk darah, harap diingat hal-hal berikut :
1. Perbaikan yang diharapkan pada kondisi klinis ibu tersebut
2. Metode untuk meminimalkan kehilangan darah untuk mengurangi kebutuhan
akan transfuse
3. Terapi alternative yang dapat diberikan termasuk penggantian cairan intravena
atau oksigen, sebelum mangambil keputusan untuk melakukan transfuse
4. Indikasi laboratorium dan klinis yang spesifik untuk transfuse
5. Resiko penularan HIV, hepatitis, sifilis atau infeksi lainnya melalui produk
darah yang tersedia
6. Keuntungan transfuse dibandingkan dengan resiko untuk ibu tertentu
7. Pilihan terapi lain jika darah tidak tersedia pada saat itu
8. Kebutuhan akan orang yang terlatih untuk memantau ibu tersebut dan segera
bereaksi jika timbul efek samping
19
Pada akhirnya, jika berada dalam kebimbangan, tanyakan pada diri Anda pertanyaan
berikut :
Jika darah ini dimaksudkan untuk diri saya atau anak saya, akankah saya menerima
transfuse pada kondisi demikian?

PEMANTAUAN PASIEN YANG DITRANSFUSI


1. Pemantauan dilakukan pada tahap :
a. Sebelum transfuse dimulai
b. Pada saat transfuse dimulai
c. 15 menit sesudah transfuse dimulai
d. Setiap 1 jam selama transfuse
e. Setiap 4 jam setelah transfuse selesai
Pantau dengan ketat si ibu selama 15 menit pertama transfuse dan secara
teratur untuk mendeteski tanda dan gejala awal reaksi yang berlawanan
2. Periksa dan catat hal-hal berikut pada setiap tahap :
a. Keadaan umum
b. Suhu
c. Nadi
d. Tekanan darah
e. Pernafasan
f. Keseimbangan cairan (masukan cairan secara oral dan intravena,
keluaran urin)
3. Catat pula :
a. Waktu transfuse mulai
b. Waktu transfuse selesai
c. Volume dan jenis produk darah yang ditransfusi
d. Efek samping
e. Nomor

PENANGANAN REAKSI TRANSFUSI


Reaksi transfuse dapat ringan (ruam, kulit, gatal) sampai berat (gagal ginjal, hemolisi,
syok anafilaktik). Hentikan transfuse, berikan cairan intravena (garam fisiologik atau
Ringer Laktat) sementara membuat penilaian awal dari reaksi transfuse akut dan cari
20
bantuan medis. Jika reaksinya tergolong minor, berikan prometazin 10 mg melalui
oral atau observasi

Penanganan Syok Anafilaktik


1. Tata laksana syok dan berikan :
a. Adrenalin 1 : 1.000 (0,1 ml dalam 100 NaCl atau ringer Laktat)
perlahan-lahan secara IV
b. Prometazin 10 mg IV
c. Dan hidrokortison 1 gram IV setiap 2 jam jika perlu
2. Jika ada bronkospasme, berikan aminopillin 250 mg dalam NaCl atau Ringer
Laktat 10 ml perlahan-lahan IV
3. Lakukan tindakan tersebut di atas samapi keadaan ibu stabil
4. Pantau tanda vital dan rujuk untuk perawatan intensif. Catat saat terjadi reaksi
transfuse, demikian pula catat jumlah produksi urin
5. Jika terdapat reaksi transfuse, ambil contoh/botol darah disertai darah beku
dan 1 botol berisi darah vena kontralateral yang diberi antikoagulan (+EDTA)
6. Jika dicurigai adanya sepsis karena darah yang telah terkontaminasi, buatlah
kultur dari darah transfuse tersebut

CAIRAN PENGGANTI :
ALTERNATIF SEDERHANA TERHADAP TRANSFUSI
Hanya garam fisiologik (NaCl 0,9%) atau cairan garam seimbang lainnya yang
memiliki konsentrasi yang sama dengan natrium pada plasma yang merupakan cairan
pengganti yang efektif. Oleh karena itu, cairan ini harus tersedia di semua rumah sakit
yang menggunakan cairan pengganti intravena
Cairan pengganti digunakan untuk menggantikan kehilangan abnormal dari darah,
plasma atau cairan ekstraseluler dengan meningkatkan volume kompartemen
vascular. Cairan pengganti digunakan pada :
1. Penatalaksanaan ibu dengan hipovolemia yang nyata (seperti syok hemoragik)
2. Penatalaksanaan ibu dengan normovolemia dengan kehilangan cairan yang
terus menerus (pada kehilangan darah akibat pembedahan)

21
Terapi Pengganti Intravena
Terapi pengganti intravena merupakan terapi baris pertama untuk hipovolemia.
Pengobatan awal dengan cairan ini dapat menolong nyawa seseorang dan dapat
memberikan waktu untuk mengendalikan perdarahan dan mendapatkan darah untuk
transfuse jika dibutuhkan
Untuk mengganti cairan yang hilang, infuse NaCl atau Ringer Laktat cukup efektif,
misalnya pada syok perdarahan atau kehilangan cairan pada pembedahan

Cairan Kristaloid
1. Cairan kristaloid sebagai cairan pengganti :
a. Konsentrasi natrium sama dengan plasma
b. Tidak dapat memasuki sel karena membrane sel tidak permeable terhadap
natrium
c. Dapat masuk ke ruang ekstraseluler
2. Diperlukan volume cairan kristaloid sekurangnya 3 kali volume yang hilang
untuk mempertahankan volume intravaskuler
Catatan :Larutan Dekstrose (glukosa) merupakan cairan pengganti yang buruk.
Jangan gunakan cairan ini untuk mengobati kasus hipovolemia kecuali tidak ada
alternative lainnya

Cairan Koloid
1. Larutan koloid terdiri dari suspensi partikel-partikel yang lebih besar
dibandingkan dengan kristaloid. Koloid cenderung untuk bertahan dalam
darah dan akan menyerupai protein plasma untuk menjaga atau meningkatkan
tekanan onkotik koloid darah
2. Koloid biasanya diberikan dengan volume sesuai dengan jumlah darah yang
hilang. Pada banyak kondisi dimana permeabilitas kapiler meningkat (pada
trauma dan sepsis) kebocoran sirkulasi akan terjadi dan infuse tambahan
dibutuhkan untuk menjaga volume darah

Hal-hal yang perlu diingat


1. Belum terdapat bukti bahwa cairan koloid (albumin, dekstran, gelatin,
hydroxyethyl starch) mempunyai keuntungan dibandingkan dengan garam
fisiologik ataupun larutan garam lainnya untuk resusitasi
22
2. Terdapat bukti bahwa larutan koloid mungkin mempunyai efek samping pada
keselamatan
3. Larutan koloid lebih mahal dibandingkan dengan garam fisiologik dan larutan
garam seimbang lainnya
4. Plasma manusia sebaiknya tidak digunakan sebagai cairan pengganti. Semua
bentuk plasma mempunyai resiko yang sama dengan darah lengkap yang dapat
menularkan infeksi seperti HIV dan hepatitis
Catatan :Koloid mempunyai peran sangat terbatas dalam resusitasi

KEAMANAN
Sebelum memberikan cairan per infuse :
1. Cek segel botol/kantong cairan tidak sobek
2. Cek waktu kadaluarsa
3. Periksa bahwa cairan terlihat jernih dan bebas dari partikel-partikel yang
terlihat

CAIRAN UNTUK PEMELIHARAAN


Gunakan cairan kristaloid seperti dekstrose atau dekstrose dalam NaCl, untuk
mengganti cairan yang keluar melalui kulit, paru, feses dan urin. Jika dapat diketahui
bahwa ibu tersebut akan menerima cairan IV selama 48 jam atau lebih, infuslah
dengan larutan elektrolit yang seimbang (contoh Kalium Klorida 1,5 gram dalam 1
liter cairan IV) dengan dekstrose. Volume cairan yang dibutuhkan seorang ibu sangat
bervariasi, khususnya jika ibu tersebut menderita demam atau memiliki suhu atau
kelembaban sekitar yang tinggi

Cara Pemberian Cairan Selain Melalui Infus


Melalui oral dan sonde lambung
1. Cairan melalui oral dapat diberikan pada keadaan hipovolemi ringan dan
pasien dapat minum

2. Cairan per oral atau sonde lambung jangan diberikan pada :


a. Hipovolemi berat
b. Pasien tidak sadar
c. Obstruksi gastrointestinal
23
d. Pembedahan dengan anesthesia umum

Melalui rectum
1. Tidak dapat diberikan pada pasien hipovolemi berat
2. Keuntungan pemberian melalui rectum adalah :
a. Dapat segera diabsorpsi sampai hidrasi tercapai
b. Absorpsi berhenti dan cairan dikeluarkan sewaktu hidrasi selesai
c. Cairan ini diberikan melalui suatu selang plastic atau karet yang
dimasukkan kedalam rectum dan dihubungkan ke suatu kantong atau
botol cairan
d. Kecepatan cairan dapat dikontrol dengan menggunakan set intravena
e. Cairan tidak perlu steril. Cairan cukup aman dan efektif untuk rehidrasi
rectal adalah 1 liter air minum ditambah 1 sendok teh garam meja

Melalui subkutan
1. Pemberian cairan secara subkutan dianjurkan bilaman cara-cara lain tidak
dapat dilakukan tetapi tidak bermanfaat untuk pasien hipovolemi berat
2. Cairan steril diberikan secara subkutan (baisanya pada dinding perut)
Catatan :Jangan berikan dekstrose secara subkutan karena dapat mengakibatkan
kematian jaringan

F. ANESTESIA DAN ANALGESIA


Penghilang rasa sakit kadang diperlukan selama persalinan dan dibutuhkan juga selama
dan setelah tindakan operasi. Metode untuk menghilangkan rasa sakit dibicarakan
dibawah ini, termasuk diantaranya adalah prinsip dasar untuk menggunakan anesthesia
dan analgesia, obat analgesia dan metode untuk mendukung selama persalinan, anesthesia
local dan analgesia pascabedah

PRINSIP UMUM
Langkah-langkah pokok dalam penanganan rasa nyeri dan memberikan rasa nyaman pada
ibu bersalin adalah :
1. Perhatian yang mendukung oleh para penolong sebelum, selama dan sesudah
prosedur (mengurangi kecemasan dan rasa sakit)

24
2. Penolong dapat secara baik bekerja dengan ibu yang masih sadar dan terlatih
memakai peralatan secara halus
3. Memilih macam dan tingkat penanganan rasa nyeri dengan memakai obat-obatan

Tips untuk melakukan prosedur pada ibu yang masih sadar adalah :
1. Menjelaskan setiap langkah sebelum melakukan tindakan
2. Memberikan premedikasi pada kasus-kasus yang diperkirakan melebihi waktu 30
menit
3. Memberikan analgesia dan sedative pada waktu yang tepat sebelum tindakan (30
menit sebelumnya jika diberikan IM dan 60 menit sebelumnya jika secara oral)
4. Memberikan dengan pengenceran
5. Cek tingkat anesthesia dengan pinset, jika masih terasa sakit, tunggu 2 menit dan
lakukan tes lagi
6. Tunggu beberapa detik setiap langkah
7. Gerakkan perlahan tanpa melakukan gerakan yang cepat dan menyentak
8. Perlakukan jaringan secara lembut dan hindari retraksi, penarikan atau tekanan
yang tidak diperlukan
9. Gunakan alat-alat dengan penuh keyakinan
10. Hindari penggunaan kata-kata seperti ini tidak akan menyakitkan, yang pada
kenyataannya akan menyakitkan dan saya hamper selesai, padahal belum selesai
11. Ajak bicara si ibu selama tindakan berlangsung
Kebutuhan dan cara pemberian (melalui mulut, IM atau IV) analgesia suplemen
tergantung pada : keadaan emosional ibu, prosedur yang dilakukan, berapa lamanya
untuk pelaksanaan prosedur dan ketrampilan staf pelayanan kesehatan

25
Tabel : Pilihan analgesia dan anestesia
PROSEDUR PILIHAN ANALGESIA/ANESTESIA
Inpartu dan kelahiran Dukungan terhadap persalinan secara umum
Petidin dan prometazin
Episiotomy Anesthesia local
Blok pudendal
Perlukaan serviks (luas) Petidin dan diazepam
Ketamin
Robekan perineum (derajat I dan Anesthesia local
II) Blok pudendal
Robekan perineum (derajat III dan Blok pudendal
IV) Ketamin
Anestesia local dibantu dengan petidin dan diazepam
Plasenta manual Petidin dan diazepam
Ketamin
Persalinan sungsang Dukungan terhadap persalinan secara umum
Blok pudendal
Seksio sesarea Anesthesia local
Anesthesia spinal
Ketamin
Anesthesia umum
Kolpotomi/kuldosentesis Anesthesia local
Kraniotomi/kraniosentesis Dukungan dan dorongan emosional
Diazepam
Blok pudendal
Dilatasi dan kuretase Petidin
Blok paraservikal
Ekstraksi cunam (tindakan forceps) Dukungan dan dorongan emosional
Blok pudendal
Laparotomi Anesthesia umum
Anesthesia spinal
Inversion uteri (koreksi/perbaikan) Petidin dan diazepam
Anesthesia umum
Ekstraksi vakum Dukungan dan dorongan emosional
Blok pudendal

26
MENGURANGI RASA SAKIT SAAT PERSALINAN
1. Persepsi rasa sakit sangat bervariai bergantung pada keadaan emosional ibu.
Dukungan yang baik selama persalinan dapat menenangkan dan mengurangi rasa
sakit
2. Memperbolehkan berjalan-jalan atau mengubah posisi yang nyaman sesuai
dengan kehendak ibu
3. Pendamping pesalinan bisa membantu melakukan masase punggung atau
mengusap mukanya diantara kontraksi
4. Pergunakan teknik pernafasan tertentu atau berendam air hangat atau diguyur

Jika diperlukan bisa diberikan :


1. Petidin 1 mg/kg BB (tetapi tidak boleh lebih dari 100 mg) IM atau IV pelan-
pelan setiap 4 jam sesuai dengan kebutuhan atau morfin 0,1 mg/kg BB IM
2. Jika terjadi muntah diberikan prometazin 25 mg IM atau IV

Perhatian
Jika petidin atau morfin diberikan pada ibu, bisa terjadi depresi pernafasan bayi.
Nalokson merupakan antidotum
1. Jika ditemui adanya tanda-tanda depresi pernafasan pada bayi yang baru lahir,
segera lakukan resusitasi :
a. Setelah ditemukan tanda-tanda vital, berikan nalokson 0,1 mg/kg BB IV
b. Jika bayi telah menunjukkan sirkulasi perifer yang adekaut setelah
resusitasi berhasil, nalokson dapat diberikan IM. Dosis ulangan mungkin
perlu diberikan untuk menghindari kembalinya depresi pernafasan
2. Jika tidak terjadi depresi nafas dan pemberian petidin atau morfin dalam 4 jam
sekitar proses persalinan perlu observasi apakah ada tanda-tanda depresi
pernafasan

ANESTESIA LOKAL
Anestesia local lignokain (lignokain dengan atau tanpa adrenalin) digunakan untuk
menginfiltrasi jaringan dan mengeblok saraf sensorik
1. Karena seorang ibu dengan anesthesia local tetap sadar dan waspada selama
tindakan sangat penting untuk memastikan bahwa :
a. Konseling untuk meningkatkan kerja sama dan meminimalkan ketakutan
27
b. Komunikasi yang baik selama tindakan berlangsung juga adanya jaminan
dari penyedia pelayanan jika dibutuhkan
c. Waktu dan kesabaran karena anesthesia local tidak mempunyai efek yang
segera
2. Kondisi berikut dibutuhkan untuk penggunaan yang aman zat anestesai local :
a. Seluruh anggota tim operasi harus mempunyai pengetahuan dan
pengalaman mengenai penggunaan anesthesia local
b. Obat dan peralatan kegawatdaruratan (penyedot, oksigen, alat-alat
resusitasi) harus siap tersedia dan sebaiknya dalam kondisi siap pakai dan
seluruh anggota tim operasi terlatih dalam menggunakannya

PREMEDIKASI DENGAN PROMETAZIN DAN DIAZEPAM


Premedikasi dibutuhkan untuk tindakan yang berakhir lebih dari 30 menit. Dosis harus
disesuaikan dengan berat badan dan kondisi ibu tersebut dan kondisi janin (jika ada)
Kombinasi yang banyak dipakai adalah petidin dan diazepam :
1. Berikan petidin 1 mg/kg BB (tetapi jangan melebihi 100 mg) IM atau IV secara
perlahan atau berikan morfin 0,1 mg/kg BB IM
2. Berikan diazepam secara perlahan sebanyak 1 mg IV dan tunggu paling sedikit 2
menit sebelum memberikan tambahan lain. Kadar sedasi yang cukup dan aman
akan dicapai jika kelopak mata bagian atas ibu tersebut jatuh dan menutupi bagian
pinggir pupil. Pantau pernafasan per menitnya, jika pernafasan di bawah 10
x/menit, hentikan pemberian obat-obatan
Catatan :Jangan memberikan diazepam dan petidin pada satu semprit karena bisa
terjadi pengendapan. Gunakan alat suntik yang berbeda

LIGNOKAIN
Lignokain 2% atau 1% membutuhkan pengenceran sebelum digunakan. Untuk sebagian
besar tindakan obstetric, sediaan diencerkan sampai 0,5% supaya dapat memberikan efek
maksimum dengan toksisitas yang paling sedikit
Persiapan larutan Lignokain 0,5%
Kombinasi :
1. Lignokain 2%, 1 bagian
2. Garam fisiologik atau air distilasi 3 bagian (jangan gunakan glikosa karena dapat
menambah resiko infeksi)
28
ATAU
3. Lignokain 1%, 1 bagian
4. Garam fisiologik atau air distilasi, 1 bagian

ADRENALIN
Adrenalin menyebabkan vasokontriksi local sehingga pemakaian lignokain lebih
menguntungkan karena :
1. Perdarahan sedikit
2. Efek anesthesia lebih lama (1-2 jam)
3. Mengurangi resiko toksisitas (diberikan jika pemakaian lignokain lebih dari 40
ml)
4. Konsentrasi yang dipakai 1 : 200.000 (5 mcg/ml)

Tabel : Formula untuk preparasi larutan 0,5% lignokain dicampur 1 : 200.000 adrenalin
Volume anstesia local Garam fisiologik 0,9% Lignokain 2% Adrenalin 1 : 1.000
yang dibutuhkan (NaCl)
20 ml 15 ml 5 ml 0,1 ml
40 ml 30 ml 10 ml 0,2 ml
100 ml 75 ml 25 ml 0,5 ml
200 ml 150 ml 50 ml 1,0 ml

KOMPLIKASI

Cara Menghindari Komplikasi


Semua jenis obat anesthesia local mempunyai kecenderungan menjadi racun.Komplikasi
utama obat anesthesia local sangatlah jarang. Cara terbaik menghindari komplikasi adalah
1. Hindari penggunaan lignokin dengan konsentrasi lebih dari 0,5%
2. Jikan menggunakan lebih dari 40 ml larutan anesthesia, tambahkan adrenalin
untuk menunda terjadinya disperse. Tindakan-tindakan yang membutuhkan lebih
dari 40 ml lignokain 0,5%adalah seksio sesarea atau perbaikan robekan perineum
yang luas
3. Gunakan dosis efektif yang terendah

29
4. Awasi batas maksimum dosis yang aman. Untuk seorang dewasa, dosis ini adalah
4 mg/kg BB untuk lignokain tanpa adrenalin dan 7 mg/kg BB untuk lignokain
dengan adrenalin. Efek zat anesthesia ini akan berlangsung paling sedikit selama 2
jam. Dosis dapat diulang jika diperlukan setelah 2 jam
5. Masukkan secara perlahan
6. Hindari kesalahan suntikan ke dalam pembuluh darah. Ada tiga cara untuk
menghindari hal diatas :
a. Teknik menggerakkan jarum (khususnya untuk infiltrasi jaringan) : jarum
digerakkan secara teratur sewaktu memasukkan obat, hal ini membuat
cairan tersebut akan sulit memasuki pembuluh darah
b. Teknik aspirasi terlebih dahulu (khususnya untuk blok saraf sewaktu
sejumlah cairan disuntikkan ke satu area) : dilakukan aspirasi terlebih
dahulu sebelum menyuntikkan obat, jika didapati adanya darah, reposisi
jarum dan ulangi
c. Teknik menarik alat suntik : jarum dimasukkan dan obat anesthesia
dikeluarkan bersamaan dengan penarikan alat suntik

Untuk menghindari toksisitas lignokain :


1. Gunakan cairan yang diencerkan
2. Tambahkan adrenalin jika digunakan volume diatas 40 ml
3. Gunakan dosis efektif yang terendah
4. Awasi batas maksimum dari dosis yang aman
5. Hindari masuknya obat ke pembuluh darah

Diagnosis Alergi dan Keracunan Lignokain


Tabel : Gejala dan tanda alergi dan keracunan lignokain
Toksisitas yang
Alergi Keracunan ringan Keracunan berat mengancam jiwa
(sangat jarang)
Syok Baal pada lidah dan Mengantuk Kejang tonik-klonik
Kemerahan bibir Disorientasi Depresi dan henti
pada kulit Rasa logam pada Twitching otot dan nafas
Bercak pada mulut menggigil Depresi dan henti
kulit Sakit kepala/pusing Berbicara tidak jelas jantung
Bronkospasme Perasaan denging
Muntah pada telinga

30
Penyakit serum Kesulitan
memusatkan
pandangan

Penanganan Alergi Lignokain


1. Berikan adrenalin 1 : 1000, 0,5 ml IM diulang setiap 10 menit jika diperlukan
2. Pada kondisi akut, berikan hidrokortison 100 mg IV setiap jam
3. Untuk menghindari rekurensi, berikan difenhidramin 50 mg IM atau IV secara
perlahan, kemudian 50 mg melalui mulut setiap 6 jam
4. Untuk bronkospasme, berikan aminofilin 250 mg dalam cairan NaCl 0,9% 10 ml
secara perlahan
5. Pada keadaan edema larings mungkin dibutuhkan tindakan trakeostomi segera
6. Jika didapati adanya syok, lakukan penatalaksanaan standar untuk syok
7. Untuk gejala yang parah atau rekurensi mungkin dibutuhkan pemberian
kortikosteroid (seperti hidrokortison IV 2 mg/kg BB setiap 4 jam sampai
perbaikan kondisi). Pada kondisi kronis berikan prednisone 5 mg atau prednisone
10 mg melalui oral setiap 6 jam sampai kondisi membaik

Penanganan Toksisitas Lignokain


Jika didapati adanya gejala dan tanda toksisitas, tenaga medis sebaiknya menhentikan
injeksi dan segera mempersiapkan diri untuk mengobati gejala yang parah dan
mengancam jiwa. Jika terdapat tanda dan gejala yang ringan, tunggu beberapa menit
untuk melihat apakah gejalanya berkurang, periksa tanda vital, ajak bicara pasien tersebut
lalu lanjutkan tindakan jika memungkinkan
Kejang
1. Miringkan pasien kiri, masukkan selang nafas dan lakukan aspirasi secret
2. Berikan oksigen 6-8 liter per menit dengan sungkup atau kanula hidung
3. Berikan diazepam 1-5 mg IV, diberikan per 1 mg. Ulangi jika kejang berulang
Catatan :Penggunaan diazepam untuk mengobati kejang dapat menyebabkan depresi
nafas

Henti Nafas
Jika pasien tidak bernafas, beri bantuan pernafasan dengan sungkup dan alat bantu nafas
atau melalui intubasi endotrakeal, berikan oksigen 4-6 liter per menit

31
Henti Jantung
1. Hiperventilasi dengan oksigen
2. Lakukan pemijatan pada jantung
3. Jika pasien belum melahirkan, segera lahirkan bayi dengan seksio sesarea dengan
anesthesia umum
4. Berikan adrenalin 1 : 10.000, 0,5 ml IV

Keracunan Adrenalin
1. Keracunan adrenalin sistemik sebagai akibat dari pemberian adrenalin berlebih
atau masuknya adrenalin melalui IV secara tidak sengaja, mengakibatkan :
a. Lemas
b. Berkeringat
c. Hipertensi
d. Perdarahan serebral
e. Peningkatan denyut jantung
f. Fibrilasi ventrikel
2. Keracunan adrenalin local terjadi jika konsentrasi berlebih sehingga
mengakibatkan iskemia pada tempat penyuntikan dengan penyembuhan yang
jelek

ANALGESIA PASCABEDAH
Kontrol nyeri pascabedah yang baik sangatlah penting. Seorang ibu yang berada dalam
kesakitan tidak akan sembuh dengan baik.
Catatan :Hindari penggunaan sedative yang berlebihan karena hal ini akan membatasi
mobilitas, yang merupakan hal yang penting dalam periode pascabedah
Aturan yang cukup baik untuk mengendalikan nyeri pascabedah adalah :
1. Berikan parasetamol 500 mg per oral sesuai dengan yang dibutuhkan
2. Petidin 1 mg/kg BB (tetapi tidak lebih dari 100 mg) atau IV atau morfin 0,1 mg/kg
BB IM setiap 4 jam sesuai dengan yang dibutuhkan
3. Kombinasi narkotik diatas dengan dosis yang lebih rendah dengan parasetamol
4. Jika muntah berikan antimuntah atau prometazine 25 mg IV atau IM setiap 4 jam

32
G. PERAWATAN OPERATIF
PRINSIP PERAWATAN PRAOPERATIF
Persiapan Kamar Bedah
Pastikan bahwa :
1. Kamar bedah bersih (harus dibersihkan setiap selesai suatu tindakan)
2. Kebutuhan bedah dan peralatan tersedia, termasuk oksigen dan obat-obatan
3. Peralatan gawat darurat tersedia dan dalam keadaan siap pakai
4. Baju bedah, kain steril, sarung tangan, kasa, instrument tersedia dalam keadaan
steril dan belum kadaluarsa

Persiapan Pasien
1. Terangakn prosedur yang akan dilakukan pada pasien. Jika pasien tak sadar
terangkan pada keluarganya
2. Dapatkan persetujuan tindakan medis
3. Bantu dan usahakan pasien dan kelurganya siap secara mental
4. Cek kemungkinan alergi dan riwayat medis lain yang diperlukan
5. Siap contoh darah untuk pemeriksaan Hb dan golongan darah. Jika diperkirakan
diperlukan minta darah terlebih dahulu
6. Cuci dan bersihkan lapangan insisi dengan sabun dan air
7. Janganlah mencukur rambut pubis karena hal ini dapat menambah resiko infeksi
luka. Rambut pubis hanya dipotong/dipendekkan kalau diperlukan
8. Pantau dan catat tanda vital (tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu)
9. Berikan pramedikasi yang sesuai
10. Berikan antacid untuk mengurangi keasaman lambung (sodium sitrat 0,3% atau
Magnesium trisilikat 300 mg)
11. Pasang kateter dan monitor pengeluaran urin
12. Pastikan semua informasi sudah disampaikan pada seluruh tim bedah

PRINSIP PERAWATAN INTRAOPERATIF


Posisi
Atur pasien pada posisi yang tepat untuk suatu prosedur tindakan sehingga
memungkinkan :
1. Pandangan yang optimum pada tempat bedah
2. Mudah bagi pemberi anesthesia
33
3. Mudah bagi paramedic yang melakukan monitor tanda vital dan pemberian infuse
4. Aman untuk pencegahan terjadinya suatu perlukaan dan menjaga sirkulasi
5. Jaga harga diri dan kerendahan hati
Catatan :Pada saat wanita tersebut belum melahirkan upayakan meja bedah atau
bantal dipasangkan agar ibu agak miring ke kiri untuk mencegah supine hypotensive
syndrome

Cuci Tangan
1. Lepaskan semua perhiasan
2. Angkat tangan lebih tinggi dari siku, basahi tangan merata dan pakai klorheksidin,
hibiskum atau sabun
3. Mulai dari ujung jari dengan gerakan sirkuler kenakan seluruh busanya dan cuci :
a. Antara semua jari, sela-sela jari dan telapak tangan
b. Dari ujung jari yang satu selesaikan sampai siku, baru pindah ke tangan
yang lain
4. Basuh tangan satu persatu secara terpisah, mulai dari ujung jari dan pertahankan
tangan di atas siku terus menerus
5. Cuci tangan selama 3-5 menit
6. Pergunakan handuk kering steril setiap tangan. Usap dari ujung jari ke siku
7. Pastikan setelah cuci tidak kena kontak dengan objek yang tidak steril/DTT. Jika
kontak ulang, cuci tangan dari awal

Menyiapkan Tempat Insisi


1. Usapkan kulit dengan antiseptic (misalnya : iodofor, klorheksidin) :
a. Usapkan larutan antiseptic sebanyak 3 kali, memakai ring forceps dan kasa
yang steril/DTT. Jika sudah memakai sarung tangan, jangan sampai sarung
tangan menyentuh daerah kulit yang belum diusap
b. Mulai dari tempat insisi dan melebar ke luar dalam gerakan melingkar
c. Singkirkan kasa dan ring forceps yang telah terpakai
2. Jauhkan tangan dan siku serta pakaian steril dari lapangan bedah
3. Pasang kain steril sesudah dilakukan usapan larutan antiseptic untuk mencegah
kontaminasi. Jika kain berlubang, langsung pertama kali lubang dipasang pada
daerah insisi

34
Pemantauan
Lakukan pemantauan kondisi pasien secara teratur selama tindakan :
1. Tanda-tanda vital, kesadaran dan jumlah perdarahan
2. Catat pada lembar pemantauan sehingga mudah mengenali jika keadaan
memburuk
3. Jaga hidrasi selama pembedahan

Mengatasi Rasa Nyeri


Jagalah control nyeri secara baik selama tindakan berlangsung. Ibu yang merasa nyaman
selama tindakan berlangsung akan lebih sedikit bergerak dan tidak akan melukai diri
sendiri
Mengatasi rasa nyeri selama tindakan termasuk :
1. Dukungan emosional
2. Pemberian anesthesia local
3. Anesthesia regional (misalnya spinal)
4. Anesthesia umum

Antibiotika
Berikan antibiotika profilaksis sebelum memulai tindakan. Jika seorang ibu akan
menjalani bedah seksio sesarea, berikan antibiotika profilaksis perioperatif

Melakukan Insisi
1. Buatlah insisi hanya sebesar yang dibutuhkan dalam prosedur
2. Lakukan secara tepat dalam satu kali gerakan

Manipulasi Jaringan
1. Peganga jaringan secara hati-hati
2. Jika memakai klem hanya satu kali klik saja, sehingga tidak menimbulkan rasa
tidak enak dan banyak kerusakan jaringan yang dapat menimbulkan resiko infeksi

Hemostasis
1. Lakukan hemostasis selama tindakan
2. Karena komplikasi persalinan menimbulkan anemia, upayakan sedikit mungkin
kehilangan darah
35
Peralatan dan Instrumen Tajam
1. Mulai dan akhiri tindakan dengan menghitung instrument, alat-lata tajam dan kasa
a. Lakukan penghitungan setiap akan menutup suatu ruang tubuh
b. Catat pada rekam medis dan cocokkan sampai sesuai
2. Memakai alat-alat tajam harus memperhatikan zona aman juga pada waktu
saling memindahkan/memberikan :
a. Pergunakan bengkok untuk memberikan/menerima alat-alat tajam atau
b. Cara memberikan dengan ujung yang tumpul pada si penerima

Drainase
1. Selalu memakai drain jika :
a. Perdarahan masih ada setelah histerektomi
b. Ada gangguan pembekuan darah
c. Jika ada infeksi atau diperkirakan akan terjadi
2. Sebaiknya memakai system penutup
3. Lepas drain jika infeksi telah selesai atau pus cairan campur darah sudah 48 jam

Jahitan
1. Pilih jenis dan ukuran benang yang sesuai untuk jaringan. Ukuran ditulis dengan
0
a. Benang yang lebih kecil mempunyai ukuran 0 yang lebih banyak
(sebagai contoh 000 (3-0) lebih kecil dibandingkan dengan 00 (2-0), benag
berlabel 1 lebih besar diameternya dibanding 0
b. Benang yang terlalu kecil akan lemah dan mudah putus, benang yang
terlalu besar akan memutuskan jaringan
2. Lihat bagian yang sesuai untuk jenis dan ukuran benang yang direkomendasikan
untuk suatu prosedur

Pembalut/penutup Luka Bedah


Apabila bedah selesai, luka bedah ditutup dengan kasa steril

36
PRINSIP PERAWATAN PASCAOPERATIF
Perawatan Awal
1. Letakkan pasien dalam posisi untuk pemulihan :
a. Tidur miring dengan kepala agak ekstensi untuk membebaskan jalan nafas
b. Letakkan lengan atas dimuka tubuh agar mudah melakukan pemeriksaan
tekanan darah
c. Tungkai bawah agak tertekuk, bagian atas lebih tertekuk daripada bagian
bawah untuk menjaga keseimbangan
2. Segera setelah selesai pembedahan periksa kondisi pasien :
a. Cek tanda vital dan suhu tubuh setiap 15 menit selama jam pertama
kemudian tiap 30 menit pada jam selanjutnya
b. Periksa tingkat kesadaran setiap 15 menit sampai sadar
Catatan :Pastikan ibu tersebut di bawah pengawasan sampai ia sadar
3. Yakinkan bahwa jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
4. Transfuse jika diperlukan
5. Jika tanda vital tidak stabil dan hematokrit turun walau diberikan transfuse, segera
kembalikan ke kamar bedah karena kemungkinan terjadinya perdarahan
pascabedah

Fungsi Gastrointestinal
Fungsi gastrointestinal pada pasien obstetric yang tindakannya tidak terlalu berat akan
kembali normal dalam waktu 12 jam
1. Jika tindakan bedah tidak berat, berikan pasien diet cair
2. Jika ada tanda infeksi atau jika seksio sesarea karena partus macet atau rupture
uteri, tunggu sampai bising usus timbul
3. Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
4. Pemberian infuse diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik
5. Jika pemberian infuse melebihi 48 jam, berikan cairan elektrolit untuk balance
(misalnya kalium klorida 40 mEq dalam 1 liter cairan infuse)
6. Sebelum keluar dari rumah sakit pasien sudah harus bisa makan makanan biasa

Pembalutan dan Perawatan Luka


Penutup/pembalut luka berfungsi sebagai penghalang dan pelindung terhadap infeksi
selama proses penyembuhan yang dikenal dengan reepitelisasi. Pertahankan penutup luka
37
ini selama hari pertama setelah pembedahan untuk mencegah infeksi selama proses
reepitelisasi berlangsung
1. Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu banyak,
jangan mengganti pembalut :
a. Perkuat pembalutnya
b. Pantau keluarnya cairan dan darah
c. Jika perdarahan tetap bertambah atau sudah membasahi setengah atau
lebih dari pembalutnya, buka pembalut, inspeksi luka, atasi penyebabnya
dan ganti dengan pembalut baru
2. Jika pembalut agak kendor, jangan ganti pembalut tetapi plester untuk
mengencangkan
3. Ganti pembalut dengan cara yang steril
4. Luka harus dijaga tetap kering dan steril, tidak boleh terdapat bukti infeksi atau
seroma sampai ibu diperbolehkan pulang dari rumah sakit

Analgesia
1. Pemberian analgesia sesudah bedah sangatlah penting
2. Pemberian sedasi yang berlebihan akan menghambat mobilitas yang diperlukan
waktu pascabedah

Perawatan Fungsi Kandung Kemih


Pemakaian kateter dibutuhkan pada prosedur bedah. Semakin cepat melepas kateter akan
lebih baik mencegah kemungkinan infeksi dan membuat wanita lebih cepat mobilisasi
1. Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah bedah atau sesudah semalam
2. Jika urin tidak jernih, biarkan kateter dipasang sampai urin jernih
3. Kateter dipasang 48 jam pada kasus :
a. Bedah karena rupture uteri
b. Partus lama atau partus macet
c. Edema perineum yang luas
d. Sepsis puerperalis/pelvio peritonitis
Catatan :Pastikan urin jernih pada saat melepas kateter
4. Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih, pasang kateter sampai minimum 7
hari atau urin jernih

38
5. Jika sudah tidak memakai antibiotika, berikan nitrofurantoin 100 mg per oral per
hari sampai kateter dilepas (untuk mencegah sistitis)

Antibiotika
Jika ada tanda infeksi atau pasien demam, berikan antibiotika sampai bebas demam
selama 48 jam

Mengambil Jahitan
1. Jahitan fasia merupakan hal utama pada bedah abdomen
2. Melepas jahitan kulit 5 hari setelah hari bedah

Demam
1. Suhu yang melebihi 38 C atau lebih pascapembedahan harus dicari penyebabnya
2. Yakinkan pasien tidak panas minimum 24 jam sebelum keluar dari rumah sakit

Ambulasi/Mobilisasi
1. Ambulasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat nafas dalam dan
menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal
2. Dorong untuk menggerakkan kaki dan tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya
dalam waktu 24 jam

H. TERAPI ANTIBIOTIKA
Infeksi yang terjadi selama masa kehamilan dan postpartum dapat disebabkan oleh
kombinasi berbagai mikroorganisme, termasik basillus dan kokkus jenis aerob dan
anaerob.Antibiotika haruslah dimulai berdasarkan pengamatan terhadap ibu tersebut. Jika
tidak ditemui adanya rspons klinis, perlu dilakukan kultur dari cairan vagina atau uterus,
pus ataupun urin sehingga dapat membantu memilih jenis antibiotika lainnya. Sebagai
tambahan, kultur darah dapat dilakukan jika terdapat septicemia (invasi ke aliran darah)
Infeksi uterus dapat terjadi setelah suatu abortus atau persalinan dan merupakan salah satu
penyebab utama kematian ibu.Antibiotika spectrum luas kadang dibutuhkan untuk
mengobati infeksi ini. Pada kasus-kasus abortus tidak aman dan persalinan yang tidak
dilakukan pada fasilitas kesehatan, perlu diberikan profilaksis antitetanus

39
ANTIBIOTIKA PROFILAKSIS
Suatu tindakan obstetric (seperti seksio sesarea atau pengeluaran plasenta secara manual)
dapat meningkatkan resiko seorang ibu terkena infeksi. Resiko ini dapat ditularkan
dengan :
1. Mengikuti petunjuk pencegahan infeksi yang dianjurkan
2. Menyediakan antibiotika profilaksis pada saat tindakan
Antibiotika profilaksis diberikan untuk mencegah infeksi. Jika dicurigai atau didiagnosis
menderita suatu infeksi, pengobatan dengan antibiotika merupakan jalan yang tepat
Pemberian antibiotika profilaksis 30 menit sebelum 30 menit memulai tindakan, jika
memungkinkan, akan membuat kadar antibiotika dalam darah yang cukup pada saat
dilakukan tindakan. Perkecualian untuk hal ini adalah seksio sesarea, di mana antibiotika
profilaksis sebaiknya diberikan sewaktu tali pusat dijepit setelah bayi dilahirkan. Satu kali
dosis pemberian antibiotika profilaksis sudah mencukupi dan tidak kurang efektif
dibandingkan dengan tiga dosis atau pemberian antibiotika selama 24 jam dalam
mencegah infeksi. Jika tindakan berlangsung lebih dari 6 jam atau kehilangan darah
mencapai 1500 ml atau lebih, berikan dosis antibiotika profilaksis yang kedua untuk
menjaga kadarnya dalam darah selama tindakan berlangsung

ANTIBIOTIKA TERAPETIK
1. Sebagai pertahanan pertama terhadap infeksi serius, berikan kombinasi antibiotika
a. Ampisillin 2 gram IV setiap 6 jam
b. DITAMBAH Gentamisin 5 mg/kg BB IV setiap 24 jam
c. DITAMBAH Metronidazole 500 mg IV setiap 8 jam
Catatan :jika infeksi tidak seberapa parah, amoksisilin 500 mg per oral setiap
8 jam dapat digunakan sebagai pengganti ampisillin, metronidazole dapat
diberikn per oral juga
2. Jika respons klinis terlihat buruk setelah 48 jam, pastikan dosis antibiotika yang
cukup diberikan, evaluasi sumber-sumber infeksi lainnya secara menyeluruh atau
pikirkan untuk mengganti pilihan pengobatan berdasarkan laporan sensitivitas
mikroba (atau tambahkan obat lainnya untuk mengobati bakteri anaerob, jika
belum diberikan)
3. Jika fasilitas kultur tidak tersedia, periksa ulang sampel pus, khususnya dari
daerah pelvis dan untuk penyebab noninfeksi, seperti thrombosis vena dalam dan

40
vena pelvis. Pertimbangkan kemungkinan infeksi akibat organism yang resisten
terhadap kombinasi di atas :
a. Jika dicurigai adanya infeksi stafilokokus, tambahkan :
1) Kloksasilin 1 gram IV setiap 4 jam
2) ATAU vankomisin 1 gr IV setiap 12 jam melalui infuse selama 1
jam
b. Jika dicurigai infeksi klostridial atau streptokokus hemolitik grup A,
tambahkan penicillin 2 juta unit IV setiap jam
c. Jika bukan salah satu kemungkinan di atas, tambahkan Ceftriakson 2 gram
IV setiap 24 jam
Catatan :Untuk menghindari terjadinya flebitis, tempat infuse sebaiknya
diganti setiap 3 hari atau jika terdapat tanda peradangan
4. Jika masih infeksi, evaluasi sumber infeksi

Untuk pengobatan metritis, kombinasi antibiotika biasanya dilanjutkan sampai ibu


tersebut bebas demam selama 48 jam.Hentikan antibiotika sekali ibu tersebut bebas
demam selama 48 jam.Tidak perlu ditambahkan antibiotika oral karena belum
terbukti adanya keuntungan tambahan. Ibu dengan infeksi pada aliran darahnya akan
membutuhkan antibiotika paling sedikit untuk 7 hari.

41
BAB II
RUANG LINGKUP

A. Kehamilan Normal
1. DIAGNOSIS
Tabel : Diagnosis kehamilan normal
Kategori Gambaran
Kehamilan normal Ibu sehat
Tidak ada riwayat obstetric buruk
Ukuran uterus sama/sesuai usia kehamilan
Pemeriksaan fisik dan laboratorium normal
Kehamilan dengan masalah Seperti masalah keluarga atau psikososial,
khusus kekerasan dalam rumah tangga dan kebutuhan
financial
Kehamilan dengan masalh Seperti hipertensi, anemia berat, preeclampsia,
kesehatan yang membutuhkan pertumbuhan janin terhambat, infeksi saluran
rujukan untuk konsultasi dan kemih, penyakit kelamin dan kondisi lain-lain
atau kerjasama penanganannya yang dapat memburuk selama kehamilan
Seperti perdarahan, eklamsia, ketuban pecah
Kehamilan dengan kondisi dini atau kondisi-kondisi kegawatdaruratan lain
kegawatdaruratan yang pada ibu dan bayi
mebutuhka rujukan segera

2. PENANGANAN
Kehamilan Normal
Setiap wanita hamil menghadapi resiko komplikasi yang bisa mengancam
jiwanya. Oleh karena itu, setiap wanita hamil memerlukan sedikitnya empat kali
kunjungan selama periode antenatal :
a. Satu kali kunjungan selama trimester pertama (sebelum 14 minggu)
b. Satu kali kunjungan selama trimester kedua (antara minggu 14-28)
c. Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (antara minggu 28-36 dan
sesudah minggu ke-36)
Pada setiap kali kunjungan antenatal tersebut, perlu didapatkan informasi yang
sangat penting.

42
Tabel : Informasi pada kunjungan antenatal
Kunjungan Waktu Informasi penting
Trimester Sebelum Membangun hubungan saling percaya antara petugas
pertama minggu ke 14 kesehatan dengan ibu hamil
Mendeteksi masalah dan menanganinya
Melakukan tindakan pencegahan seperti tetanus
neonatorum, anemia kekurangan zat besi, penggunaan
praktek tradisional yang merugikan
Memulai persiapan kelahiran bayi dan kesiapan untuk
menghadapi komplikasi
Mendorong perilaku yang sehat (gizi, latihan dan
kebersihan, istirahat dan sebagainya)
Trimester Sebelum Sama seperti diatas, ditambah kewaspadaan khusus
kedua minggu ke 28 mengenai preeclampsia (tanya ibu tentang gejal-
gejalapreeklampsia, pantau tekanan darah, evaluasi
edema, periksa untuk mengetahui proteinuria)
Trimester Antara minggu Sama seperti diatas, ditambah palpasi abdominal untuk
ketiga 28-36 mengetahui apakah ada kehamilan ganda
Trimester Setelah 36 Sama seperti diatas, ditambah deteksi letak bayi yang
ketiga minggu tidak normal atau kondisi lain yang memerlukan
kelahiran di rumah sakit

Ibu hamil tersebut harus lebih sering dikunjungi jika terdapat masalah dan ia
hendaknya disarankan menemui petugas kesehatan bilamana ia merasakan tanda-
tanda bahaya atau jika ia merasa khawatir
Untuk mendapatkan semua informasi yang diperlukan, sehubungan dengan hal-
hal diatas, petugas kesehatan akan memberikan asuhan antenatal yang baik
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Sapa ibu (dan juga keluarganya) dan membuatnya merasa nyaman
b. Mendapatkan riwayat kehamilan ibu dan mendengarkan dengan teliti apa
yang diceritakan oleh ibu
c. Melakukan pemeriksaan fisik seperlunya saja
d. Melakukan pemeriksaan laboratorium
e. Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk menilai
apakah kehamilannya normal :

43
1) Tekanan darah dibawah 140 / 90
2) Edema hanya pada ekstremitas
3) Tinggi fundus dalam cm atau menggunakan jari - jari tangan sesuai
dengan usia kehamilan
4) Denyut jantung janin 120 160 denyut per menit
5) Gerakan janin terasa setelah 18 20 minggu hingga melahirkan
f. Membantu ibu dan keluarganya untuk mempersiapkan kelahiran dan
kemungkinan keadaan darurat :
1) Bekerja sama dengan ibu, keluarganya serta masyarakat untuk
mempersiapkan rencana kelahiran, termasuk mengidentifikasi
penolong dan tempat bersalin, serta perencanaan tabungan untuk
mempersiapkan biaya persalinan
2) Bekerja sama dengan ibu, keluarganya dan masyarakat untuk
mempersiapkan rencana jika terjadi komplikasi, termasuk :
Mengidentifikasi kemana harus pergi dan transportasi untuk
mencapai tempat tersebut
Mempersiapkan donor darah
Mengadakan persiapan financial
Mengidentifikasi pembuat keputusan kedua jika keputusan
pertama tidak ada di tempat
g. Memberikan konseling :
1) Gizi : peningkatan konsumsi makanan hingga 300 kalori per hari,
mengkonsumsi makanan yang mengandung protein, zat besi, cukup
minum cairan (menu seimbang)
2) Latihan : normal, tidak berlebihan, istirahat jika lelah
3) Perubahan fisiologi : tambah berat badan, perubahan pada
payudara, tingkat tenaga yang bisa menurun, mual selama triwulan
pertama, rasa panas dan atau varises , hubungan suami istri boleh
dilanjutkan serlama kehamilan (dianjurkan memakai kondom)
4) Menasihati ibu untuk mencari pertolongan segera jika ia mendapati
tanda tanda berikut :
Perdarahan pervaginam
Sakit kepala lebih dari biasa

44
Gangguan penglihatan
Pembengkakan pada wajah / tangan
Nyeri abdomen ( epigastrik )
Janin tidak bergerak sebanyak biasanya
5) Merencanakan dan mempersiapkan kelahiran yang bersih dan
aman dirumah :
Sabun dan air
Handuk dan selimut bersih untuk bayi
Mkanan dan minuman untuk ibu selama persalinan
Mendiskusikan praktekpraktek tradisional, posisi selama
melahirkan
Mengidentifikasi siapa yang dapat membantu bidan selama
persalinan
6) Menjaga kebersihan diri terutama lipatan kulit (ketiak, bawah buah
dada, daerah genitalia) dengan cara dibersihkan dan dikeringkan
h. Memberikan zat besi mulai minggu ke 20
i. Memberikan imunisasi TT 0,5 cc, jika sebelumnya telah mendapatkan
j. Menjadwalkan kunjungan berikutnya
k. Mendokumentasikan kunjungan tersebut

Kehamilan Normal dengan Kebutuhan Khusus


a. Memberikan seluruh asuhan antenatal seperti di atas
b. Memberikan konseling khusus untuk kebutuhan ibu sesuai dengan
masalahnya
c. Kehamilan dengan masalah kesehatan/komplikasi yang membutuhkan
rujukan untuk konsultasi atau kerjasama penanganan
d. Merujuk ke dokter untuk konsultasi
Menolong ibu menentukan pilihan yang tepat untuk konsultasi (dokter
puskesmas, dokter obsgyn dan sebagainya)
e. Melampirkan fotokopi kartu kesehatan ibu hamil berikut surat rujukan
f. Meminta ibu untuk kembali setealh konsultasi dan membawa hasil rujukan
g. Meneruskan pemantauan kondisi ibu dan bayi selama kehamilan
h. Memberikan asuhan antenatal

45
i. Perencanaan dini jika melahirkan di rumah tidak aman bagi ibu :
1) Menyepakati diantara pengambil keputusan dalam keluarg tentang
rencana kelahiran (terutama suami dan ibu atau ibu mertua)
2) Persiapan/pengaturan transportasi untuk ke tempat persalinan
dengan aman, terutama pada malam hari atau selama musim hujan
3) Rencana pendanaan untuk transportasi dan perawatan di tempat
persalinan yang aman
4) Persiapan asuhan bayi jika dibutuhkan selama persalinan

Tabel : Kebiasaan yang tidak perlu dilakukan


Kebiasaan Keterangan
Mengurangi garam untuk mencegah Hipertensi bukan karena retesni garam
preeclampsia
Membatasi hubungan seksual untuk Dianjurkan untuk memakai kondom agar
mencegah abortus dan kelahiran semen (mengandung prostaglandin) tidak
premature merangsang kontraksi
Pemberian kalsium untuk mencegah Kram pada kaki bukan semata-mata
kram pada kaki disebabkan oleh kekurangan kalsium
Membatasi makan dan minum untuk Bayi besar disebabkan oleh gangguan
mencegah bayi besar metabolisme pada ibu seperti diabetes
mellitus

B. Persalinan Normal
1. DIAGNOSIS
Diagnosis persalinan meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Diagnosis dan konfirmasi saat persalinan
b. Diagnosis tahap dan fase dalam persalinan
c. Penilaian masuk dan turunnya kepala di rongga panggul
d. Identifikasi presentasi dan posisi janin
Kesalahan dalam mendiagnosis persalinan dapat menyebabkan timbulnya
kegelisahan dan penanganan yang tidak perlu
Diagnosis dan konfirmasi saat persalinan
a. Curigai atau antisipasi adanya persalinan jika wanita tersebut
menunjukkan tanda atau gejala sebagai berikut :

46
1) Nyeri abdomen yang bersifat intermitten setelah kehamilan 22
minggu
2) Nyeri disertai lendir darah
3) Adanya pengeluaran air dari vagina atau keluarnya air-air secara
tiba-tiba
b. Pastikan keadaan inpartu jika :
1) Serviks terasa lunak, adanya pemendekan dan pendataran serviks
secara progresif selama persalinan
2) Dilatasi serviks, peningkatan diameter pembukaan serviks yang
diukur dalam centimeter

Diagnosis kala dan fase persalinan

Tabel : Diagnosis kala dan fase persalinan


Gejala dan tanda Kala Fase
Serviks belum berdilatasi Persalinan
palsu/belum in partu
Serviks berdilatasi kurang dari 4 cm I Laten
Serviks berdilatasi 4-9 cm : I Aktif
Kecepatan pembukaan 1 cm atau lebih/jam
Penurunan kepala dimulai
Serviks membuka lengkap (10 cm) II Awal
Penurunan kepala berlanjut (nonekspulsif)
Belum ada keinginan untuk meneran
Serviks membuka lengkap (10 cm) II Akhir
Bagian terbawah telah mencapai dasar panggul (ekspulsif)
Ibu meneran

2. KALA I
a. Diagnosis
Ibu sudah dalam persalinan kala I jika pembukaan serviks kurang dari 4
cm dan kontraksi terjadi teratur minimal 2 kali dalam 10 menit selama 40
detik
b. Penanganan

47
1) Bantulah ibu dalam persalinan jika ia tampak gelisah, ketakutan
dan kesakitan :
Berilah dukungan dan yakinkan dirinya
Berikan informasi mengenai proses dan kemajuan
persalinannya
Dengarkan keluhannya dan cobalah untuk lebih sensitive
terhadap perasaannya
2) Jika ibu tersebut tampak kesakitan, dukungan/asuhan yang dapat
diberikan :
Lakukan perubahan posisi
Posisi sesuai dengan keinginan ibu tetapi jika ibu ingin di
tempat tidur sebaiknya dianjurkan tidur miring ke kiri
Sarankan ia untuk berjalan
Ajaklah orang yang menemaninya (suami atau ibunya)
untuk memijat atau menggosok punggungnya atau
membasuh mukanya diantara kontraksi
Ibu diperbolehkan melakukan aktivitas sesuai dengan
kesanggupannya
Ajarkan kepadanya teknik bernafas : ibu diminta untuk
menarik nafas panjang, menahan nafasnya sebentar
kemudian dilepaskan dengan cara meniup udara ke luar
sewaktu kontraksi
Jika diperlukan, beri petidin 1 mg/kg BB (tetapi jangan
melebihi 100 mg) IM atau IV secara perlahan atau morfin
0,1 mg/kg BB IM atau tramadol 50 mg per oral atau 100
mg suppositoria atau metamizole 500 mg per oral
3) Penolong tetap menjaga hak privasi ibu dalam persalinan, antara
lain menggunakan penutup atau tirai, tidak menghadirkan orang
lain tanpa sepengetahuan dan seizin pasien/ibu
4) Menjelaskan kemajuan persalinan dan perubahan yang terjadi serta
prosedur yang akan dilaksanakan dan hasil-hasil pemeriksaan
5) Membolehkan ibu untuk mandi dan mebasuh sekitar kemaluannya
setelah buang air kecil/besar

48
6) Ibu bersalin biasanya merasa panas dan banyak berkeringat, atasi
dengan cara :
Gunakan kipas angin atau AC dalam kamar
Menggunakan kipas biasa
Menganjurkan ibu untuk mendi sebelumnya
7) Untuk memenuhi kebutuhan energy dan mencegah dehidrasi,
berikan cukup minum
8) Sarankan ibu untuk berkemih sesering mungkin
c. Pemantauan
Jika ibu menunjukkan tanda-tanda komplikasi atau gejala komplikasi atau
perubahan kondisi, penilaian harus sering dilakukan

Tabel : Frekuensi minimal penilaian dan intervensi dalam persalinan normal


Parameter Frekuensi pada fase Frekuensi pada fase
laten aktif
Tekanan darah Setiap 4 jam Setiap 4 jam
Suhu badan Setiap 4 jam Setiap 2 jam
Nadi Setiap 30-60 menit Setiap 30-60 menit
Denyut jantung janin Setiap 1 jam Setiap 30 menit
Kontraksi Setiap 1 jam Setiap 30 menit
Pembukaan serviks Setiap 4 jam Setiap 4 jam
Penurunan Setiap 4 jam Setiap 4 jam

d. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam sebaiknya dilakukan setiap 4 jam selama kala I pada
persalinan dan setelah selaput ketuban pecah. Gambarkan temuan-temuan
yang ada pada partograf
1) Pada setiap pemeriksaan dalam, catatlah hal-hal sebagai berikut :
Warna cairan amnion
Dilatasi serviks
Penurunan kepala (yang dapat dicocokkan dengan periksa
luar)
2) Jika serviks belum membuka pada pemeriksaan dalam pertama,
mungkin diagnosis in partu belum dapat ditegakkan
49
3) Pada kala II persalinan, lakukan pemeriksaan dalam setiap jam

Tabel : Penurunan kepala janin menurut system perlimaan


Periksa luar Periksa dalam Keterangan
Kepala di atas PAP, mudah
= 5/5 digerakkan

H I II Sulit digerakkan. Bagian terbesar


= 4/5 kepala belum masuk panggul

H II III Bagian terbesar kepala belum masuk


= 3/5 panggul

H III+ Bagian terbesar kepala sudah masuk


= 2/5 panggul

H III IV Kepala di dasar panggul


= 1/5

H IV Di perineum
= 0/5

3. PARTOGRAF
Partograf dipakai untuk memantau kemajuan persalinan dan membantu petugas
kesehatan dalam mengambil keputusan dalam penatalaksanaan.Partograf dimulai
pada pembukaan 4 cm (fase aktif). Partograf sebiknya dibuat untuk setiap ibu
bersalin, tanpa menghiraukan apakah persalinan tersebut normal atau dengan
komplikasi
Petugas harus mencatat kondisi janin dan ibu sebagai berikut :
a. Denyut jantung janin. Catat setiap 1 jam

50
b. Air ketuban. Catat warna air ketuban setiap melakukan pemeriksaan
vagina :
1) U : selaput utuh
2) J : selaput pecah, air ketuban Jernih
3) M : air ketuban bercampur Mekonium
4) D : air ketuban bernoda Darah
5) K : tidak ada cairan ketuban/Kering
c. Perubahan bentuk kepala janin (molding atau molase) :
1) 0 : sutura terpisah
2) 1 : sutura (pertemuan dua tulang tengkorak) yang tepat/bersesuaian
3) 2 : sutura tumpang tindih tetapi dapat diperbaiki
4) 3 : sutura tumpang tindih dan tidak dapat diperbaiki
d. Pembukaan mulut rahim (serviks). Dinilai setiap 4 jam dan diberi tanda
silang (x)
e. Penurunan : mengacu pada bagian kepala (dibagi 5 bagian) yang teraba
(pada pemeriksaan abdomen/luar) diatas simfisis pubis, catat dengan tanda
lingkaran (O) pada setiap pemeriksaan dalam. Pada posisi 0/5, sinsiput (S)
atau paruh atas kepala berada di simfisis pubis
f. Waktu : menyatakan berapa jam waktu yang telah dijalani sesudah pasien
diterima
g. Jam. Catat jam sesungguhnya
h. Kontraksi. Catat setiap setengah jam, lakukan palpasi untuk menghitung
banyaknya kontraksi dalam 10 menit dan lamanya tiap-tiap kontraksi
dalam hitungan detik :
1) Kurang dari 20 detik
2) Antara 20-40 detik
3) Lebih dari 40 detik
i. Oksitosin. Jika memakai oksitosin, catatlah banyaknya oksitosin per
volume cairan infuse dan dalam tetesan per menit
j. Obat yang diberikan. Catat semua obat lain yang diberikan
k. Nadi. Catatlah setiap 30-60 menit dan tandai dengan sebuah titik besar (
)
l. Tekanan darah. Catatlah setiap 4 jam dan tandai dengan anak panah
m. Suhu badan. Catatlah setiap 2 jam
51
n. Protein, aseton dan volume urin. Catatlah setiap kali ibu berkemih
Jika temuan-temuan melintas ke arah kanan dari garis waspada, harus
dilakukan penilaian terhadap kondisi ibu dan janin dan segera melakukan
tindakan yang tepat

Kemajuan persalinan kala I


a. Temuan berikut menunjukkan kemajuan yang cukup baik pada
persalinan kala I :
1) Kontraksi teratur yang progresif dengan peningkatan frekuensi
dan durasi
2) Kecepatan pembukaan serviks pal;ing sedikit 1 cm per jam
selama persalinan, fase aktif (dilatasi serviks berlangsung atau
ada di sebelah kiri garis waspada)
3) Serviks tamapk dipenuhi oleh bagian bawah janin
b. Temuan berikut menunjukkan kemajuan yang kurang baik pada
persalinan kala I :
1) Kontraksi yang tidak teratur dan tidak sering setelah fase laten
2) ATAU kecepatan pembukaan serviks lebih lambat dari 1 cm
per jam selama persalinan fase aktif (dilatasi serviks berada di
sebelah kanan garis waspada)
3) ATAU serviks tidak dipenuhi oleh bagian bawah janin
Kemajuan yang kurang baik pada persalinan dapat menyebabkan
persalinan lama

Kemajuan pada kondisi janin


c. Jika didapati DJJ tidak normal (< 100 atau > 180 kali per menit),
curigai adanya gawat janin
d. Posisi atau presentasi selain oksiput anterior dengan vertex fleksi
sempurna digolongkan ke dalam malposisi dan malpresentasi
e. Jika didapat kemajuan yang kurang baik atau adanya persalinan lama,
tangani penyebab tersebut

52
Kemajuan pada kondisi ibu
Lakukan penilaian tanda-tanda kegawatan pada ibu :
a. Jika denyut nadi ibu meningkat, mungkin ibu sedang dalam keadaan
dehidrasi atau kesakitan. Pastikan hidrasi yang cukup melalui oral atau
IV dan berikan analgesic secukupnya
b. Jika tekanan darah ibu menurun, curigai adanya perdarahan
c. Jika terdapat aseton didalam urin ibu, curigai masukan nutrisi yang
kurang, segera berikan dekstrose IV

Tabel : Kebiasaan yang lazim dilakukan dalam kala I tetapi tidak menolong atau
bahkan dapat membahayakan
Tindakan Deskripsi dan keterangan
Enema (memompa/urus-urus) Tidak terbukti adanya manfaat. Dapat
sebagai tindakan rutin menyebabkan ketidak nyamanan atau
memalukan bagi ibu. Hanya diminta jika diminta
oleh ibu
Mencukur ranbut daerah Tidak terbukti dapat mengurangi morbiditas
kemaluan sebagai tindakan puerpera. Mungkin dihubungkan dengan infeksi
rutin pasca persalinan. Pencukuran dihubungkan
dengan ketidaknyamanan karena rambut akan
tumbuh kembali dan menyebabkan abrasi minor.
Juga menyebabkan ketidaknyamanan bagi ibu
atau membuat ibu malu
Kateterisasi kandung kemih Dihubungkan dengan meningkatnya infeksi
sebagai tindakan rutin saluran kemih
Tidak memberikan makanan Dapat berakibat dehidrasi dan ketosis. Ketosis
dan minuman dihubungkan dengan menurunnya daya
kontraksi uterus
Memisahkan ibu dengan Berhubungan dengan besarnya kemungkinan
orang-orang yang berarti dan kasus seksio sesarea dan sskor apgar <7 pada
pemberi dukungan menit ke-5
Posisi telentang Dihubungkan dengan penurunan detak jantung
dan mungkin dengan penurunan aliran darah
uterus. Mengurangi kekuatan kontraksi uterus,

53
frekuensi dan efikasi
Mendorong abdomen Menyebabkan ibu merasa nyeri, terlebih lagi
berbahaya bagi bayi dan kaitannya dengan
rupture uteri
Mengedan sebelum Dapat menyebabkan edema serviks dan mungkin
pembukaan serviks lengkap robekan serviks

Rujukan
Pada kegawatdaruratan dan penyulit yang melebihi tingkat ketrampilan dan
kemampuan petugas dalam mengelola, maka kasus harus dirujuk ke fasilitas
kesehatan terdekat yang memiliki kemampuan menangani kegawatdaruratan
obstetric.Bantuan awal untuk menstabilkan kondisi ibu harus diberikan sesuai
dengan kebutuhan.Partograf atau rekam medis harus dikirim bersama ibu dan
anggota keluarga dianjurkan untuk menemani. Petugas harus membawa
peralatan obat-obatan yang diperlukan

4. KALA II
Diagnosis
Persalinan kala II ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan dalam untuk
memastikan pembukaan sudah lengkap atau kepala janin sudah tampak di vulva
dengan diameter 5-6 cm

Penanganan
a. Memberikan dukungan terus menerus kepada ibu dengan :
1) Mendampingi ibu agar merasa nyaman
2) Menawari minum, mengipasi dan memijat ibu
b. Menjaga kebersihan diri :
1) Ibu tetap dijaga kebersihannya agar terhindar dari infeksi
2) Jika ada darah lendir atau cairan air ketuban segera dibersihkan
c. Mengipasi dan massase untuk menambah kenyaman bagi ibu
d. Memberikan dukungan mental untuk mengurangi kecemasan atau
ketakutan ibu dengan cara :
1) Menjaga privasi ibu

54
2) Penjelasan tentang proses dan kemajuan persalinan
3) Penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan dan keterlibatan
ibu
e. Mengatur posisi ibu. Dalam membimbing mengedan dapat dipilih posisi
berikut :
1) Jongkok
2) Menungging
3) Tidur miring
4) Setengah duduk
f. Menjaga kandung kemih tetap kosong
g. Memberikan cukup minum : member tenaga dan mencegah dehidrasi

Posisi ibu saat meneran


a. Bantu ibu untuk memperoleh posisi yang paling nyaman baginya. Setiap
posisi memiliki keuntungannya masing-masing, misalnya : posisi setengah
duduk dapat membantu turunnya kepala janin jika persalinan berjalan
lambat
b. Ibu dibimbing mengedan selama his, anjurkan kepada ibu untuk
mengambil nafas. Mengedan tanpa diselingi bernafas, kemungkinan dapat
menurunkan pH pada arteri umbilicus yang dapat menyebabkan denyut
jantung tidak normal dan nilai apgar rendah. Minta ibu bernafas selagi
kontraksi ketika kepala akan lahir. Hal ini menjaga agar perineum
meregang pelan dan mengontrol lahirnya kepala serta mencegah robekan
c. Periksa DJJ pada saat kontraksi dan setelah setiap kontaksi untuk
memastikan tidak mengalami bradikardi (< 120)
Catatan :Episiotomi tidak lagi dianjurkan sebagai suatu prosedur rutin. Tidak
ditemui bukti bahwa episiotomy rutin menurunkan angka kerusakan perineum,
prolaps vagina di masa mendatang atau inkontinensia urin. Pada
kenyataannya, episiotomy rutin dikaitkan dengan meningkatnya robekan
derajat ketiga dan keempat dan disfungsi otot sfingter ani
Episiotomy sebaiknya dipertimbangkan hanya pada kasus-kasus :
a. Persalinan per vaginam dengan komplikasi (sungsang, distosia bahu,
forceps, vakum)

55
b. Adanya kekhawatiran akan tidak sembuhnya robekan derajat ketiga
dan keempat
c. Gawat janin

Kemajuan persalinan dalam kala II


a. Temuan berikut menunjukkan kemajuan yang cukup baik pada persalinan
kala II :
1) Penurunan yang teratur dari janin di jalan lahir
2) Dimulainya fase pengeluaran
b. Temuan berikut menunjukkan kemajuan yang kurang baik pada persalinan
kala II :
1) Tidak turunnya janin di jalan lahir
2) Gagalnya pengeluaran pada fase akhir

Kelahiran kepala bayi


a. Mintalah ibu mengedan dan memberikan sedikit dorongan saat kepala bayi
lahir
b. Letakkan satu tangan ke kepala bayi agar defleksi tidak terlalu cepat
c. Menahan perineum dengan satu tangan lainnya jika diperlukan
d. Mengusap muka bayi untuk membersihkannya dari kotoran lendir/darah
e. Periksa tali pusat :
1) Jika tali pusat mengelilingi leher bayi dan terlihat longgar, selipkan
tali pusat melalui kepala bayi
2) Jika lilitan tali pusat terlalu erat, tali pusat diklem pada dua tempat
kemudian digunting di antara kedua klem tersebut sambil
melindungi leher bayi

Kelahiran bahu dan anggota seluruhnya


a. Biarkan kepala bayi berputar dengan sendirinya
b. Tempatkan kedua tangan pada sisi kepala dan leher bayi
c. Lakukan tarikan lembut ke bawah untuk melahirkan bahu depan
d. Lakukan tarikan lembut ke atas untuk melahirkan bahu belakang

56
e. Selipkan satu tangan ke bahu dan lengan bagian belakang bayi sambil
menyangga kepala dan selipkan satu tangan lainnya ke punggung bayi
untuk mengeluarkan tubuh bayi seluruhnya
f. Letakkan bayi tersebut diatas perut ibu
g. Secara menyeluruh, keringkan bayi, bersihkan matanya dan nilai
pernafasan bayi
h. Catatan : Sebagian besar bayi mulai menangis atau bernafas secara
spontan 30 detik setelah lahir
1) Jika bayi menangis atau bernafas (dada bayi terlihat naik turun
paling sedikit 30 x/menit) tinggalkan bayi tersebut bersama ibunya
2) Jika bayi tidak bernafas dalam waktu 30 detik, mintalah bantuan
dan segera mulai resusitasi bayi
Antisipasi kebutuhan resusitasi untuk setiap bayi dan siapkan rencana
untuk mencari bantuan, khususnya jika seorang ibu memiliki riwayat
eklampsia, perdarahan, persalinan lama atau macet, melahirkan sebelum
waktunya atau infeksi
i. Klem dan potong tali pusat
j. Pastikan bahwa bayi tetap hangat dan memiliki kontak kulit dengan kulit
dengan dada si ibu. Bungkus bayi dengan kain halus dan kering, tutup
dengan selimut dan pastikan kepala bayi terlindung dengan baik untuk
menghindari hilangnya panas tubuh

Tabel : Kebiasaan yang lazim dilakukan dalam kala II tetapi tidak menolong atau
bahkan dapat membahayakan
Tindakan Deskripsi dan keterangan
Kateterisasi secara rutin Tindakan kateterisasi dapat mengakibatkan lecet
sehingga meningkatkan resiko terjadinya infeksi
saluran kencing
Menekan fundus dengan Tindakan ini hanya membuat rasa nyeri ada ibu tetapi
tangan tidak membantu dalam kelahiran bayi bahkan dapat
menyebabkan rupture uteri
Mengedan dengan posisi Dapat menekan aorta distal dan menurunkan aliran
telentang darah ke uterus dan ekstremitas bagian bawah. Dapat
menyebabkan gangguan sirkulasi darah dari ibu ke

57
janin
Mengedan dengan menahan Dapat menimbulkan hipoksia janin intrauterine
nafas panjang
Episiotomy sebagai tindakan Tidak jelas keuntungannya dalam pencegahan
rutin perlukaan daerah perineum. Dapat menyebabkan
pengeluaran darah lebih banyak. Tidak melindungi
bayi dari perdarahan intracranial atau asfiksia intra
partum. Dapat meningkatkan resiko kerusakan
sfingter pada ibu, luka perineum lebih dalam dan
resiko penyembuhan luka kurang baik
Memutar leher bayi Kemungkinan dapat menyebabkan kelemahan saraf
brachial
Melakukan rangsangan Menepuk-nepuk tubuh bagian belakang atau lainnya
berlebihan dapat menyebabkan memar. Menekan iga dapat
menyebabkan fraktur, pneumotoraks, respiratory
distress, merapatkan paha ke perut dapat
menyebabkan rupture pada hati atau limpa.
Menggunakan kompres panas dan dengan
memercikkan air atau alcohol atau mencelupkan ke
dalam air dingin/panas dapat menyebabkan hipotermi,
hipertermia atau terbakar
Mengisap lendir terlalu Ada hubungannya dengan aritmia jantung, spasme
lama, dalam dan kuat laring dan vasospasme arteria pulmonalis dan
gangguan mengisap
Membiarkan bayi basah atau Dapat menyebabkan hipotermi
tidak diselimuti
Tidak menghadirkan orang- Ibu yang selalu ditemani seseorang biasanya masa
orang yang berarti bagi ibu persalinannya tidak lama, lebih sedikit yang dioperasi
dan menghindarkan depresi pasca persalinan
Posisi litotomi atau telentang Posisi telentang dapat menurunkan aliran darah ke
saat melahirkan bayi uterus sehingga mengurangi kekuatan dan frekuensi
kontraksi uterus. Saat mengedan kadang-kadang
mengalami kram kaki sehingga posisi litotomi
membuat rasa kurang nyaman

58
5. KALA III
Kala III dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan
selaput ketuban
Pada kala III persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti
penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi.Penyusutan ukuran ini
menyebabkan berkurangya ukuran tempal perlekatan plasenta. Karena tempat
perlekatan menjdai semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka
plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah
lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam vagina
Tanda-tanda lepasnya plasenta mencakup hal-hal dibawah ini :
a. Perubahan bentuk dan tinggi fundus. Setelah bayi lahir dan sebelum
miometrium berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus
biasanya di bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta
terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau
alpukat dan fundus berada di atas pusat (seringkali mengarah ke sisi
kanan)
b. Tali pusat memanjang. Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva
(tanda Ahfeld)
c. Semburan darah mendadak atau singkat. Darah yang terkumpul di
belakang plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar dibantu oleh
gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplacental pooling) dalam
ruang di antara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi
kapasitas tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang
terlepas

Manajemen aktif kala III


Tujuan
Tujuan manajemen aktif kala iII adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang
lebih efektif sehingga dapat memprsingkat waktu, mencegah perdarahan dan
mengurangi kehilangan darah kala III persalinan dibandingkan dengan
penatalaksanaan fisiologis. Sebagian besar kasus kesakitan dan kematian ibu di
Indonesia disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan dimana sebagian besar
disebabkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta yang sebenmarnya dapat
dicegah dengan melakukan manajemen aktif kala III
59
Penelitian Prevention of Postpartum Hemorrhage Intervention-2006 tentang
praktik manajemen aktif kala III (Active Management of Third Stage of
Labor/AMTSL) di 20 rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa hanya 30%
rumah sakit melaksanakan hal tersebut. Jika ingin menyelamatkan banyak ibu
bersalin maka sewajarnya jika manajemen aktif kala III tidak hanya dilatihkan
tetapi juga dipraktikkan dan menjadi standar asuhan persalinan

Keuntungan
a. Persalinan kala III yang lebih singkat
b. Mengurangi jumlah kehilangan darah
c. Mengurangi kejadian retesnio plasenta

Manajemen aktif kala III


a. Pemberian Suntikan Oksitosin
1) Letakkan bayi baru lahir diatas kain bersih yang telah disiapkan di
perut bawah ibu dan minta ibu atau pendampingnya untuk membantu
memegang bayi tersebut
2) Pastikan tidak ada bayi lain (Undiagnosed twin) di dalam uterus
3) Beritahu ibu bahwa ia akan di suntik
4) Segera (dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir) suntikkan oksitosin
10 unit IM pada 1/3 bagian atas paha bagian luar (aspektus lateralis)
5) Setelah dua (2) menit baru lakukan tindakan penjepitan dan
pemotongan tali pusat
6) Serahkan bayi yang telah dibungkus kain pada ibu untuk inisiasi
menyusu dini dan kontak kulit kulit dengan ibu
7) Tutup kembali perut ibu dengan kain bersih
b. Penegangan tali pusat terkendali
1) Berdiri di samping ibu
2) Pindahkan klem (penjepit untuk memotong tali pusat saat kala dua)
pada tali pusat sekitar 5-10 cm dari vulva karena memegang tali pusat
lebih dekat ke vulva akan mencegah avulsi(tali pusat terputus)
3) Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu (alasi dengan kain) tepat
di atas simfisis pubis. Gunakan tangan kiri untuk meraba kontraksi
uterus dan menekan uterus pada saat melakukan penegangan pada tali
60
pusat. Setelah terjadi kontraksi yang kuat, tegangkan tali pusat dengan
satu tangan dan tangan yang lain (pada dinding abdomen) menekan
uterus ke arah lumbal dan kepala ibu (dorso kranial). Lakukan secara
hati hati untuk mencegah terjadinya inversio uteri
4) Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali
(sekitar 2/3 menit berselang) untuk mengulangi kembali penegangan
tali pusat terkendali
5) Saat mulai kontraksi (uterus menjadi bulat/tali pusat menjulur)
tegangkan tali pusat ke arah bawah,lakukan tekanan dorso kranial
hingga tali pusat makin menjulur dan korpus uteri bergerak ke atas
yang menandakan plasenta telah lepas dan dapat dilahirkan
6) Tetapi jika langkah e tidak berjalan sebagaimana mestinya dan
plasenta tidak turun setelah 30 40 detik dimulainya penegangan tali
pusat dan tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan lepasnya plasenta,
jangan teruskan penegangan tali pusat.
Pegang klem tali pusat dengan lembut dan tunggu sampai kontraksi
berikutnya. Jika perlu, pindahkan klem tali pusat dekat ke
perineum pada tali pusat memanjang, pertahankan kesabaran pada
saat melahirkan plasenta.
Pada saat kontraksi berikutnya terjadi, ulangi penegangan tali pusat
terkendali dan tekanan dorso kranial pada korpus uterui secara
serentak. Ikuti langkah-langkah itu pada setiap kontraksi hingga
terasa plasenta terlepas dari dinding uterus.
7) Setelah plasenta lepas, anjurkan ibu untuk meneran sehingga plasenta
akan terdorong ke introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat ke arah
bawah mengikuti arah jalan lahir untuk mencegah kehilangan darah
yang tidak perlu.
8) Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan plasenta
dengan mengangkat tali pusat keatas dan menopang plasenta dengan
tangan lainnya untuk diletakkan dalam wadah penampung. Karena
selaput ketuban mudah robek, pegang plasenta dengan kedua tangan
dan secara lembut putar plasenta sehingga selaput terpilin menjadi satu

61
9) Lakukan penarikan secara lembut dan perlahan-lahan untuk
melahirkan selaput ketuban
10) Jika selaput ketuban robek dan tertinggal di jalan lahir saat melahirkan
plasenta, dengan hati-hati periksa vagina dan servik dengan seksama.
Gunakan jari-jari tangan atau klem DTT / steril atau forsep untuk
keluarkan selaput ketuban yang teraba
Catatan :Jika plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit berikan 10 IU
oksitosin IM dosis kedua. Periksa kandung kemih dan lakukan kateterisasi
dengan kateter nelaton atau steril jika kandung kemih penuh.Ulangi
kembali penegangan tali pusat terkendali dan tekanan dorso kranial.Pada
menit ke 30, coba lagi melahirkan plasenta dengan melakukan
penegangan tali pusat terkendali untuk terakhir kalinya.Jika plasenta tidak
tetap tidak lahir, konsultasi dengan dokter spesialis kebidanan dan
kandungan.
c. Rangsangan Taktil ( Masase ) Fundus Uteri
Segera setelah plasenta lahir, lakukan masase fundus uteri :
1) Letakkan telapak tangan pada fundus uteri
2) Jelaskan tindakan pada ibu, katakan bahwa ibu mungkin merasa agak
tidak nyaman karena tindakan yang diberikan. Anjurkan ibu untuk
menarik nafas dalam, perlahan serta rileks
3) Dengan lembut tapi mantap, gerakkan tangan dengan arah memutar
pada fundus uteri supaya uterus berkontraksi. Jika uterus tidak
berkontraksi dalam waktu 15 detik, lakukan penatalaksanaan Atonia
Uteri
4) Periksa plasenta dan selaputnya untuk memastikan keduanya lengkap
dan utuh :
Periksa sisi maternal plasenta (yang melekat pada dinding uterus)
untuk memastikan bahwa semuanya lengkap dan utuh (tidak ada
bagian yang hilang)
Pasangkan bagian bagian yang robek atau terpisah untuk
memastikan tidak ada bagian yang hilang

62
Periksa plasenta sisi foetal (yang menghadap ke janin) untuk
memastikan tidak adanya kemungkinan lobus tambahan
(suksenturiata)
Evaluasi selaput untuk memastikan kelengkapannya
5) Periksa kembali uterus setelah 1-2 menit untuk memastikan uterus
berkontraksi. Jika uterus masih belum berkontraksi, ulangi masase
fundus uteri. Ajarkan ibu dan keluarganya cara melakukan masase
uterus sehingga mampu untuk segera mengetahui jika uterus tidak
berkontraksi dengan baik
6) Periksa kontraksi uterus setiap 15 menit selama 1 jam pertama pasca
persalinan dan setiap 30 menit selama 1 jam kedua pasca persalinan

6. KALA IV
Diagnosis
Dua jam pertama setelah persalinan merupakan waktu yang kritis bagi ibu dan
bayi. Keduanya baru saja mengalami perubahan fisik yang luar biasa, si ibu
melahirkan bayi dari perutnya dan bayi sedang menyesuaikan diri dari dalam
perut ibu ke dunia luar.
Penanganan
a. Periksa fundus setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 20-30 menit
selama jam kedua. Jika kontraksi tidak kuat, masase uterus sampai
menjadi keras. Apabila uterus berkontraksi, otot uterus akan menjepit
pembuluh darah untuk menghentikan perdarahan. Hal ini dapat
mengurangi kehilangan darah dan mencegah perdarahan pasca persalinan
b. Memperkirakan kehilangan darah secara keseluruhan
c. Periksa tekanan darah, nadi, kandung kemih dan perdarahan setiap 15
menit pada jam pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua
d. Anjurkan ibu untuk minum demi mencegah dehidrasi. Tawarkan ibu
makanan dan minuman yang disukainya
e. Periksa kemungkinan perdarahan dari robekan (laserasi atau episiotomy)
perineum
f. Bersihkan perineum ibu dan kenakan pakaian ibu yang bersih dan kering
g. Biarkan ibu beristirahat, bantu ibu pada posisi yang nyaman

63
h. Biarkan bayi berada pada ibu untuk meningkatkan hubungan ibu dan bayi
sebagai permulaan dengan menyusui bayinya
i. Dokumentasikan semua ashuna dan temuan selama persalinan kala IV di
bagian belakang partograf segera setelah asuhan diberikan atau setelah
penilaian dilakukan
j. Bayi sangat siap segera setelah kelahiran. Hal ini sangat tepat untuk
memulai memberikan ASI. Menyusui juga membantu uterus berkontraksi
k. Jika ibu perlu ke kamar mandi, ibu boleh bangun, pastikan ibu dibantu
karena ibu masih dalam keadaan lemah atau pusing setelah persalinan.
Pastikan ibu sudah buang air kecil dalam 3 jam pasca persalinan
l. Ajari ibu atau anggota keluarga tentang :
1) Bagaimana memeriksa fundus dan menimbulkan kontraksi
2) Tanda-tanda bahaya bagi ibu dan bayi

Tabel : Tindakan yang tidak bermanfaat bahkan kemugkinan membahayakan


Tindakan Deskripsi dan keterangan
Tampon vagina Tampon vagina menyerap darah tetapi tidak meghentikan
perdarahannya. Seorang ibu dapat terus mengalami
perdarahan dengan tampon di dalam vagina. Hal ini
bahkan merupakan sumber terjadinya infeksi
Gurita atau sejenisnya Selama dua jam pertama segera setelah pasca persalinan,
adanya gurita akan menyulitkan petugas pada saat
memeriksa fundus apakah berkontraksi dengan baik
Memisahkan ibu dan bayi Bayi benar-benar siaga selama dua jam pertama setelah
kelahiran. Hal ini merupakan waktu yang baik bagi ibu
dan bayi saling berhubungan. Berikan kesempatan bagi
keduanya untuk pemberian ASI
Menduduki sesuatu yang Duduk diatas bara yang panas dapat menyebabkan
panas vasodilatasi, menurunkan tekanan darah ibu dan
menambah perdarahan. Juga dapat menyebabkan dehidrasi

64
C. Masa Nifas Normal
Masa nifas (puerpeium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-
kira 6 minggu

PROGRAM DAN KEBIJAKAN TEKNIS


Paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai keadaan ibu dan bayi
baru lahir dan untuk mencegah, mendetteksi dan menangani masalah-masalah yang
terjadi

Kunjungan Waktu Tujuan


1 6-8 jam Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
setelah Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan
persalinan Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga
bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
Pemberian ASI awal
Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir
Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia
Jika petugas kesehatan menolong persalina, ia harus tinggal dengan
ibu dan bayi untuk 2 jam pertama setelah kelahiran atau sampai ibu
dan bayi dalam keadaan stail

2 6 hari Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi,


setelah fundus di bawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak
persalinan ada bau
Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan
abnormal
Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan istirahat
Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan
tanda-tanda penyulit
Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali
pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari
3 2 minggu Sama seperti di atas (6 hari setelah persalinan)
setelah
persalinan
4 6 minggu Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia atau bayi
setelah alami
persalinan Memberikan konseling untuk KB secara dini

65
DIAGNOSIS
Masa nifas normal jika involusi uterus, pengeluaran lokhea, pengeluaran ASI dan
perubahan system tubuh, termasuk keadaan psikologis normal
a. Keadaan gawat darurat pada ibu sepertyi perdarahan, kejang dan panas
b. Adanya penyulit/masalah yang memerlukan rujukan seperti abses payudara

PENANGANAN
Kebersihan diri
a. Anjurkan kebersihan seluruh tubuh
b. Mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan sabundan air.
Pastikan bahwa ia mengertiuntuk membersihkan daerah di sekitar vulva terlebih
dahulu, dari depan ke belakang baru kemudian membersihkan daerah sekitar anus.
Nasihatkan kepada ibu untuk membersihkan vulva setiap kali selesai buang air
kecil atau besar
c. Sarankan ibu untuk mengganti pembalut minimal dua kali sehari.
d. Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah
membersihkan daerah kelaminnya
e. Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu untuk
menghindari menyentuh daerah luka

Istirahat
a. Anjurkan ibu agar istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan
b. Sarankan ia untuk kembali ke kegiatan-kegiatan rumah tangga secara perlahan-
lahan serta untuk tidur siang atau beristirahat selagi bayi tidur

c. Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam beberapa hal :


1) Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi
2) Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan
3) Menyebabkan depresi dan ketidak mampuan untuk merawat bayi dan
dirinya sendiri

66
Latihan
a. Diskusikan pentingnya otot-otot perut dan panggul kembali normal. Ibu akan
merasa lebih kuat dan ini menyebabkan otot perutnya menjadi kuat sehingga
mengurangi rasa sakit pada punggung
b. Jelaskan bahwa latihan tertentu beberapa menit setiap hari sangat membantu,
seperti :
1) Dengan tidur telentang, lengan di samping, menarik otot perut selagi
menarik nafas, tahan nafas ke dalam dan angkat dagu ke dada, tahan satu
hitungan sampai 5. Rileks dan ulangi sebanyak 10 kali
2) Untuk memperkuat tonus otot jalan lahir dan dasar panggul (latihan Kegel)
c. Berdiri dengan tungkai dirapatkan. Kencangkan otot-otot pantat dan pinggul dan
tahan sampai 5 hitungan. Kendurkan dan ulangi latihan sebanyak 5 kali
Mulai dengan mengerjakan 5 kali latihan untk setiap gerakan.Setiap minggu naikkan
jumlah latihan 5 kali lebih banyak. Pada minggu ke-6 setelah persalinan ibu harus
mengerjakan setiap gerakan sebnyak 30 kali

Gizi
Ibu menyusui harus :
a. Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari
b. Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin
yang cukup
c. Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu untuk minum setiap kali
menyusui)
d. Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama 40 hari
pasca persalinan
e. Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan vitamin A kepada
bayinya melalui ASI-nya

Menyusui
ASI mengandung semua bahan yang diperlukan bayi, mudah dicerna, memberi
perlindungan terhadap infeksi, selalu segar, bersih dan siap untuk diminum

67
Tanda ASI cukup
a. Bayi kencing setidaknya 6 kali dalam 24 jam dan warnanya jernih sampai kuning
muda
b. Bayi sering buang air besar berwarna kekuningan berbiji
c. Bayi tampak puas, sewaktu-waktu merasa lapar, bangun dan tidur cukup. Bayi
yang selalu tidur bukan pertanda baik
d. Bayi setidaknya menyusu 10-12 kali dalam 24 jam
e. Payudara ibu terasa lembut dan kosong setiap kali selesai menyusui
f. Ibu dapat merasakan rasa geli karena aliran ASI, setiap kali bayi mulai menyusu
g. Bayi bertambah berat badannya

ASI tidak cukup


Ayi harus diberi ASI setiap kali ia merasa lapar (atau setidaknya 10-12 kali dalam 24
jam) dalam 2 minggu pasca persalinan. Jika bayi dibiarkan tidur lebih dari 3-4 jam atau
bayi diberikan jenis makanan lain atau payudara tidak dikosongkan dengan baik tiap keli
menyusui, maka pesan hormonal yang diterima otak ibu adalah untuk menghasilkan
susu lebih sedikit

Meningkatkan suplai ASI


Untuk bayi
a. Menyusui bayi setiap 2 jam, siang dan malam hari sampai payudara terasa kosong
b. Bangkitkan bayi, lepaskan baju yang menyebabkan rasa gerah dan duduklah
selama menyusui
c. Pastikan bayi menyusu dengan posisi menempel yang baik dan dengarkan suara
menelan yang aktif
d. Susi bayi di tempat yang tenang dan minumlah setiap kali menyusui
e. Tidurlah bersebelahan dengan bayi
Untuk ibu
a. Ibu harus meningkatkan istirahat dan minum
b. Petugas kesehatan harus mengamati ibu yang menyusui bayinya dan mengoreksi
setiap kali terdapat masalah pada posisi penempelan
c. Yalinkan bahwa ia dapat memproduksi susu lebih banyak dengan melakukan hal-
hal tersebut di atas

68
Perawatan payudara
a. Menjaga payudara tetap bersih dan kering terutama putting susu
b. Menggunakan BH yang menyokong payudara
c. Apabila puting susu lecet, oleskan kolostrum atau ASI yang keluar pada sekitar
putting susu setiap kali selesai menyusui. Menyusui tetap dilakukan, dimulai dari
putting susu yang tidak lecet
d. Apabila lecet sangat besar dapat diistirahatkan selama 24 jam. ASI dikeluarkan
dan diminumkan dengan menggunakan gelas atau sendok
e. Untuk menghilangkan rasa nyeri, ibu dapat minum parasetamol 1 tablet 500 mg
setiap 4-6 jam
f. Apabila payudara bengkak akibat pembendungan ASI, lakukan :
1) Pengompresan payudara dengan menggunakan kain basah dan hangat
selama 5 menit
2) Urut payudara dari arah pangkal menuju putting atau gunakan sisir untuk
mengurut payudara dengan arah Z menuju putting
3) Keluarkan ASI sebagian dari bagian depan payudara sehingga putting susu
menjadi lunak
4) Susukan bayi setaip 2-3 jam. Apabila tidak dapat menghisap seluruh ASI
sisanya keluarkan dengan tanagn
5) Letakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui

Senggama
a. Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah merah
berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau du jarinya ke dalam vagina tanpa
rsa nyeri. Begitu darah nerah berhenti dan ibu tidak merasa nyeri, aman untuk
memulai melakukan hubungan suami istri kapan saja ibu siap
b. Banyak budaya yang mempunyai tradisi menunda hubungan suami istri sampai
masa waktu tertentu, misalnya 40 haru atau 6 minggu setelah persalinan.
Keputusan bergantung pada pasangan yang bersangkutan

Keluarga berencana
a. Idealnya pasangan harus menunggu sekurang-kurangnya 2 tahun sebelum ibu
hamil kembali. Setiap pasangan harus menentukan sendiri kapan dan bagaimana
mereka ingin merencanakan tentang keluarganya. Namun, petugas kesehatan
69
dapat membantu merencanakan keluarganya dengan mengajarkan kepada mereka
tentang cara mencegah kehamilan yang tidak diinginkan
b. Biasanya wanita tidak akan menghasilkan telur (ovulasi) sebelum ia mendapatkan
lagi haidnya selama meneteki (amenorea laktasi). Oleh karena itu, metode
amenorea laktasi dapat dipakai sebelum haid pertama kembali untuk mencegah
terjadinya kehamilan baru. Resiko cara ini adalah 2% kehamilan
c. Meskipun beberapa metode KB mengandung resiko, penggunaan kontrasepsi
tetap lebih aman, terutama apabila ibu sudah haid lagi
d. Sebelum menggunakan metode KB, hal-hal berikut sebaiknya dijelaskan dahulu
kepada ibu :
1) Bagaimana metode ini dapat mencegah kehamilan dan efektivitasnya
2) Kelebihan dan keuntungannya
3) Kekurangannya
4) Efek samping
5) Bagaimana menggunakan metode ini
6) Kapan metode itu dapat mulai digunakan untuk wanita pascasalin yang
menyusui
e. Jika seorang ibu/pasangan telah memilih metode KB tertentu, ada baiknya untuk
bertemu dengannya lagi dalam 2 minggu untuk mengetahui apakah ada yang ingin
ditanyakan oleh ibu/pasangan itu dan untuk mengetahui apakah metode tesebut
bekerja dengan baik

Persalinan 6 minggu 6 bulan


Metode amenorea laktasi
AKDR (tembaga)
Tubektomi
Kondom dan spermasida
Kontrasepsi progestin (minipil, susuk, DMPA)
Pantang berkala atau koitus interuptus
Pil kombinasi
Gambar : Waktu yang dianjurkan untuk memulai kontrasepsi pada ibu yang menyusui

70
Persalinan 3 minggu 6 minggu 6 bulan
AKDR (tembaga)
Tubektomi
Kondom dan spermasida
Kontrasepsi progestin (minipil, susuk, DMPA)
Pantang berkala atau koitus interuptus
Pil kombinasi
Gambar : Waktu yang dianjurkan untuk memulai kontrasepsi pada ibu yang tidak
menyusui

Kebiasaan yang tidak bermanfaat, bahkan membahayakan


a. Menghindari makanan nerprotein seperti ikan, telur karena ibu menyusui perlu
tambahan kalori sebesar 500 mg per harinya
b. Penggunaan bebat perut segera pada masa nifas (2-4 jam pertama), karena selama
1 jam pertama petugas perlu memeriksa fundus setiap 15 menit dan melakukan
masase jika kontraksi tidak kuat, selama 1 jam kedua masa nifas pertugas perlu
memerikas fundus setiap 30 menit dan melakukan masase jika kontraksi tidak
kuat. Penggunaan pembebat perut selama masa kritis membuat sulit bagi petugas
kesehatan untuk menilai tonus dan posisi uterus, untuk melakukan masase uterus
jika diperlukan dan memperkirakan banyaknya darah yang keluar
c. Penggunaan kantong es atau pasir untuk menjaga uterus berkontraksi karena
merupakan perawatan yang tidak efektif untuk atonia uteri
d. Memisahkan bayi dari ibunya untuk masa yang lama pada 1 jam pertama setelah
kelahiran karena masa transisi adalah masa kritis untuk ikatan batin ibu dan bayi
dan untuk memulai menyusu. Bayi baru lahir pada 2 jam pertama setelah
kelahiran merupakan masa paling siaga, setelah masa ini ia biasanya tidur

D. Asuhan Bayi Baru Lahir Normal


ASUHAN SEGERA BAYI BARU LAHIR
Asuhan segera pada bayi baru lahir adalah asuhan yang diberikan pada bayi tersebut
selama jam pertama setelah kelahiran. Sebagian besar bayi yang baru lahir akan
menunjukkan usaha pernafasan spontan dengan sedikit bantuan atau gangguan. Aspek-
aspek penting dari asuhan segera bayi yang baru lahir :
a. Jagalah agar bayi tetap kering dan hangat
b. Usahakan adanya kontak antara kulit bayi dengan kulit ibunya sesegera mungkin

71
Segera setelah melahirkan badan bayi :
a. Sambil cepat menilai pernafasan, letakkan bayi dengan handuk di atas perut ibu
b. Dengan kain bersih dan kering atau kasa lap darah atau lendir dari wajah bayi
untuk mencegah jalannya udara terhalang. Periksa ulang pernafasan bayi
Catatan :sebagian besar bayi akan menangis atau bernafas secara spontan dalam
waktu 30 detik setelah lahir
Bila bayi tersebut menangis atau bernafas (terlihat dari pergerakan dada
paling sedikit 30 x/menit), biarkan bayi tersebut dengan ibunya
Bila bayi tersebut tidak bernafas dalam waktu 30 detik, segera cari bantuan
dan mulailah langkah-langkah resusitasi bayi
Persiapkan kebutuhan resusitasi untuk setiap bayi dan siapkan rencana untuk meminta
bantuan, khususnya bila ibu tersebut memiliki riwayat eklampsia, perdarahan, persalinan
lama atau macet, persalinan dini atau infeksi

Klem dan potong tali pusat


a. Klem dan potong tali pusat setelah dua menit setelah bayi lahir. Lakukan terlebih
dahulu penyuntikan oksitosin, sebelum tali pusat dipotong
b. Klem tali pusat dengan klem DTT pada titik kira-kira 3 cm dari pangkal pusat
bayi. Dari titik jepitan, tekan tali pusat dengan jari kemudian dorong isi tali pusat
ke arah ibu (agar darah tidak terpancar pada saat dilakukan pemotongan tali
pusat). Kemudian jepit (dengan klem kedua) tali pusat pada bagian yang isinya
sudah dikosongkan (sisi ibu), berjarak 2 cm dari tempat jepitan pertama
c. Potonglah tali pusat di antara kedua klem sambil melindungi bayi dari gunting
dengan tangan kiri
d. Pertahankan kebersihan pada saat memotong tali pusat. Ganti sarung tangan bila
ternyata sudah kotor. Potong tali pusat dengan gunting yang steril atau DTT
e. Periksa tali pusat setiap 15 menit. Apabila masih terjadi perdarahan, lakukan
pengikatan ulang yang lebih ketat
f. Jangan mengoleskan salep apapun atau zat lain ke tampuk tali pusat. Hindari
pembungkusan tali pusat. Tampuk tali pusat yang tidak tertutup akan mengering
dan puput lebih cepat dengan komplikasi yang lebih sedikit

72
Jagalah bayi agar tetap hangat
a. Pastikan bayi tetap hangat dan terjadi kontak antara kulit bayi dengan kulit ibu
b. Gantilah handuk/kain yang basah dan bungkus bayi tersebut dengan selimut dan
jangan lupa memastikan bahwa kepala bayi telah terlindung dengan baik untuk
mencegah keluarnya panas tubuh (dapat dipakaikan topi bayi)
c. Pastikan bayi tetap hangat dengan memriksa telapak bayi setiap 15 menit :
1) Apabila telapak bayi terasa dingin, periksalah suhu aksila bayi
2) Apabila suhu bayi < 36,5 C, segera hangatkan bayi tersebut

Kontak dini dengan ibu


a. Berikan bayi kepada ibunya secepat mungkin. Kontak dini antara ibu dan bayi
penting untuk :
1) Kehangatan-mempertahankan panas yang benar pada bayi baru lahir
2) Ikatan batin dan pemberian ASI
b. Doronglah ibu untuk menyusui bayinya apabila bayi telah siap (dengan
menunjukkan refleks rooting). Jangan paksakan bayi untuk menyusu
c. Jangan pisahkan ibu dengan bayi dan biarkan bayi bersama ibunya paling sedikit 1
jam setelah persalinan

Pernafasan
Sebagian besar bayi akan bernafas secara spontan. Pernafsan bayi sebaiknya diperiksa
secara teratur untuk mengetahui adanya masalah
a. Periksa pernafasan dan warna kulit bayi setiap 5 menit
b. Jika bayi tidak segera bernafas, lakukan hal-hal berikut :
1) Keringkan bayi dengan selimut atau handuk yang hangat
2) Gosoklah punggung bayi dengan lembut
c. Jika bayi masih belum mulai bernafas setelah 60 detik mulai resusitasi
d. Apabila bayi sianosis (kulit biru) atau sukar bernafas (frekuensi pernafasan < 30
atau >60 x/menit), berilah oksigen kepada bayi denga kateter nasal atau nasal
prongs

73
Perawatan Mata
Obat mata eritromisin 0,5% atau tetrasiklin 1% dianjurkan untuk pencegahan penyakit
mata karena klamidia (penyakit menular seksual). Obat mata perlu diberikan pada jam
pertama setelah persalinan.
Cara pemberian salep mata :
a. Jelaskan kepada keluarga apa yang akan dilakukan dan tujuan pemberian obat
tersebut
b. Cuci tangan (gunakan sabun dan air bersih mengalir)
c. Berikan salep dalam satu garis lurus mulai dari bagian mta yang paling dekat
dengan hidung bayi menuju ke bagian luar mata
d. Ujung tabung salep mata tak boleh menyentuh mata bayi
e. Jangan mengahpus salep dari mata bayi dan anjurkan keluarga untuk tidak
menhapus obat tersebut

Pemberian vitamin K1
Semua bayi baru lahir harus diberikan vitamin K1 injeksi 1 mg intramuscular setelah 1
jam kontak kulit ke kulit dan bayi selesai menyusu, untuk mencegah perdarahan BBL
akibat defisiensi vitamin K yang dapat dialami oleh sebagian BBL

Pemberian imunisasi
Imunisasi Hepatitis B bermanfaat untuk mencegah infeksi Hepatitis B terhadap bayi,
terutama jalur penularan ibu-bayi. Imunisasi Hepatitis B pertama diberikan 1 jam setelah
pemberian vitamin K1, pada saat bayi baru berumur 2 jam. Anjurkan ibu untuk kembali
pada jadwal imunisasi berikutnya

ASUHAN BAYI BARU LAHIR


Dalam waktu 24 jam, bila bayi tidak mengalami masalah apapun, berikanlah asuhan
berikut :
Lanjutkan pengamatan pernafasan, warna dan aktivitasnya

74
Pencegahan infeksi
BBL sangat rentan terhadap infeksi mikroorganisme yang terpapar atau terkontaminasi
selama proses persalinan berlangsung maupun beberapa saat setelah lahir. Untuk tidak
menambah resiko infeksi maka sebelum menangani BBL, pastikan penolong persalinan
dan pemberi asuhan BBL telah melakukan upaya pencegahan infeksi berikut :
a. Cuci tangan dengan seksama sebelum dan sesudah bersentuhan dengan bayi
b. Pakai sarung tangan bersih pada saat menangani bayi yang belum dimandikan
c. Pastikan semua peralatan dan bahan yang digunakan, terutama klem, gunting, alat
resusitasi, penghisap lendir dan benang tali pusat telah di DTT atau sterilisasi.
d. Pastikan semua pakaian, handuk, selimut dan kain yang digunakan untuk bayi
sudah dalam keadaan bersih. Demikian pula halnya timbangan, pita pengukur,
termometer, stetoskop dan benda-benda lain yang akan bersentuhan dengan bayi.
Dekontaminasi dan cuci bersih semua peralatan setiap kali selesai digunakan

Pertahankan Suhu Tubuh Bayi


a. Hindari memandikan bayi hingga sedikitnya enam jam dan hanya setelah itu jika
tidak terdapat masalah medis dan jika suhunya 36,5 C atau lebih
b. Bungkus bayi dengan kain yang kering dan hangat, kepala bayi harus tertutup

Pemeriksaan Fisik Bayi


Lakukan pemeriksaan fisik yang lebih lengkap. Ketika memeriksa bayi baru lahir, ingat
butir-butir penting berikut :
a. Gunakan tempat yang hangat dan bersih untuk pemeriksaan
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah pemeriksaan, gunakan sarung tangan dan
bertindak lembut pada saat menangani bayi
c. Lihat, dengarkan dan rasakan tiap-tiap daerah, dimulai dari kepala dan berlanjut
secara sistematik menuju jari kaki
d. Jika ditemukan factor resiko atau masalah, carilah bantuan lebih lanjut yang
memang diperlukan
e. Rekam hasil pengamatan (dan setiap tindakan yang jika diperlukan bantuan lebih
lanjut)

75
LANGKAH/TUGAS
Telinga
1. Periksa dalam hubungan letak dengan mata dan kepala
Mata
1. Tanda-tanda infeksi, yakni pus
Hidung dan mulut
1. Bibir dan langitan
2. Periksa adanya sumbing
3. Refleks hisap, dinilai dengan mengamati bayi pada saat menyusu badan
Leher
1. Pembengkakan
2. Gumpalan
Dada
1. Bentuk
2. Putting
3. Bunyi nafas
4. Bunyi jantung
Bahu, lengan dan tangan
1. Gerakan normal
2. Jumlah jari
System syaraf
1. Adanya reflex moro, lakukan ransangan dengan suara keras yaitu pemeriksa bertepuk
tangan
Perut
1. Bentuk
2. Penonjolan sekitar tali pusat pada saat menangis
3. Perdarahan tali pusat, tiga pembuluh
4. Lembek (pada saat tidak menangis)
5. Tonjolan
Kelamin laki-laki
1. Testis berada dalam skrotum
2. Penis berlubang dan pada ujung letak lubang ini
Kelamin perempuan
1. Vagina berlubang
2. Uretra berlubang

76
3. Labia minor dan labia mayor
Tungkai dan kaki
1. Gerakan normal
2. Tampak normal
3. Jumlah jari
Punggung dan anus
1. Pembengkakan atau ada cekungan
2. Ada anus, lubang
Kulit
1. Verniks (tidak perlu dibersihkan karena menjaga kehangatan tubuh bayi)
2. Warna
3. Pembengkakan atau bercak-bercak hitam
4. Tanda-tanda lahir
Konseling
1. Jaga kehangatan bayi
2. Pemberian ASI
3. Perawatan tali pusat
4. Agar ibu mengawasi tanda-tanda bahaya
Tanda-tanda bahaya yang harus dikenali oleh ibu :
1. Pemberian ASI sulit, sulit menghisap atau hisapan lemah
2. Kesulitan bernafas yaitu pernafasan cepat > 60 x/menit atau menggunakan otot nafas
tambahan
3. Letargi, bayi terus menerus tidur tanpa bangun untuk makan
4. Warna abdomen, kulit/bibir biru (sianosis) atau bayi sangat kuning
5. Suhu, terlalu panas (febris) atau terlalu dingin (hipotermi)
6. Tanda atau perilaku abnormal atau tidak biasa
7. gangguan gastrointestinal, misalnya tidak BAB selama 3 hari setelah lahir, muntah terus
menerus, muntah dan perut bengkak, tinja hijau tua atau berdarah/lendir
8. Mata bengkak atau mengeluarkan cairan

Identifikasi Bayi
Alat pengenal untuk memudahkan identifikasi bayi perlu dipasang segera
pascapersalinan. Alat pengenal yang efektif harus diberikan kepada setiap bayi baru lahir
dan harus tetap ditempatnya sampai waktu bayi dipulangkan

77
a. Alat yang digunakan hendaknya kebal air dengan tepi yang halus, tidak mudah
melukai, tidak mudah sobek dan tidak mudah lepas
b. Pada alat/gelang identitas, harus tercantum :
1) Nama (bayi, ibunya)
2) Tanggal lahir
3) Nomor bayi
4) Jenis kelamin
5) Unit
c. Sidik telapak kaki bayi dan sidik jari ibu harus dicetak di catatan yang tidak
mudah hilang. Ukurlah berat lahir, panjang bayi, lingkar kepala, lingkar perut dan
catat dalam rekam medis

Perawatan Lain-lain
a. Lakukan perawatan tali pusat :
1) Pertahankan sisa tali pusat dalam keadaan terbuka agar terkena udara dan
tutupi dengan kain bersih secara longgar
2) Lipatlah popok dibawah sisa tali pusat
3) Jika tali pusat terkena kotoran atau tinja, cuci dengn sabun dan air bersih
dan keringkan betul-betul
b. Ajarkan tanda-tanda bahaya bayi pada orang tua dab beritahu orang tua agar
merujuk bayi segera untuk perawatan lebih lanjut jika ditemui tanda-tanda
tersebut
c. Ajarkan pada orang tua cara merawat bayi mereka dan perawatan harian untuk
bayi baru lahir :
1) Beri ASI sesuai dengan kebutuhan setiap 2-3 jam (paling sedikit setiap 4
jam), mulai dari hari pertama
2) Pertahankan agar bayi selalu dengan ibu
3) Jaga bayi dalam keadaan bersih, hangat dan kering dengan mengganti
popok dan selimuti sesuai dengan keperluan. Pastikan bayi tidak terlalu
panas dan terlalu dingin (dapat menyebabkan dehidrasi. Ingat bahwa
kemampuan pengukuran suhu bayi masih dalam perkembangan). Apa saja
yang dimasukkan ke mulut bayi harus bersih
4) Jaga tali pusat dalam keadaan bersih dan kering
5) Peganglah, sayangi dan nikmati kehidupan bersama bayi
78
6) Awasi masalah dan kesulitan pada bayi dan minta bantuan jika perlu
7) Jaga keamanan bayi terhadap trauma dan penyalit/infeksi
8) Ukur suhu tubuh bayi jika tampak sakit atau menyusu kurang baik

Tanda-tanda bahaya yang harus diwaspadai pada bayi baru lahir


a. Pernafasan, sulit atau > 60 x/menit
b. Kehangatan, terlalu panas (>38 C atau terlalu dingin < 36 C)
c. Warna, kuning (terutama pada 24 jam pertama), biru atau pucat, memar
d. Pemberian makan, hisapan lemah, mengantuk berlebihan, banyak muntah
e. Tali pusat, merah, bengkak, keluar cairan, bau busuk, berdarah
f. Infeksi, suhu meningkat, merah, bengkak, keluar cairan (nanah), bau busuk,
pernafasan sulit
g. Tinja/kemih, tidak berkemih dalam 24 jam, tinja lembek, sering, hijau tua, ada
lendir atau darah pada tinja
h. Aktivitas, menggigil atau tangis tidak biasa, sangat mudah tersinggung, lemas,
terlalu mengantuk, lunglai, kejang halus, tidak bisa tenang, menangis terus
menerus
Cari pertolongan medis segera jika timbul hal diatas

79
BAB III
PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL RESIKO TINGGI

A. MASA ANTENATAL
1. Perdarahan pada Kehamilan Muda
MASALAH
Perdarahan per vaginam pada kehamilan kurang dari 22 minggu

PENANGANAN UMUM
a. Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum pasien, termasuk
tanda-tanda vitak (nadi, tekanan darah, suhu dan pernafasan)
b. Periksa tanda-tanda syok (pucat, berkeringat banyak, pingsan, tekanan sistolik
kurang dari 90 mmHg, nadi lebih dari 112 kali per menit)
c. Jika dicurigai terjadi syok, segera mulai penanganan syok. Jika tidak terlihat
tanda-tanda syok, tetap pikirkan kemungkinan tersebut saat penolong
melakukan evaluasi mengenai kondisi wanita karena kondisinya dapat
memburuk dengan cepat. Jika terjadi syok, sangat penting untuk memulai
penanganan syok dengan segera
d. Jika pasien dalam keadaan syok, pikirkan kemungkinan kehamilan ektopik
terganggu
e. Pasang infuse dengan jarum infus besar (16 G atau lebih besar), berikan
larutan garam fisiologik atau Ringer Laktat dengan tetesan cepat (500 ml
dalam 2 jam pertama)

DIAGNOSIS
a. Pikirkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita dengan anemia,
penmyakit radang panggul (Pelvic Inflammatory Disease-PID), gejala abortus
atau keluhan nyeri yang tidak biasa
Catanan :Jika dicurigai adanya kehamilan ektopik, lakukan pemeriksaan
bimanual secara hati-hati karena kehamilan ektopik awal biasanya mudah
pecah
b. Pikirkan kemungkinan abortus pada wanita usia produktif yang mengalami
terlambat haid (terlambat haid dengan jangka waktu lebih dari satu bulan sejak
waktu haid terakhirnya) dan mempunyai satu atau lebih tanda berikut ini :
80
perdarahan, kaku perut, pengeluaran sebagian hasil konsepsi, serviks yang
berdilatasi atau uterus yang lebih kecil dari seharusnya
c. Jika abortus merupakan kemungkinan diagnosis, kenali dan segera tangani
komplikasi yang ada

Perdarahan Serviks Uterus Gejala/tanda Diagnosis


Bercak hingga Tertutup Sesuai Kram perut bawah Abortus
sedang degan usia Uterus lunak imminens
gestasi
Sedikit Limbung atau pingsan Kehamilan
membesar Nyeri perut bawah ektopik
dari normal Nyeri goyang porsio terganggu
Massa adneksa
Cairan bebas intraabdomen
Tertutup/ Lebih kecil Sedikit/tanpa nyeri perut Abortus
terbuka dari usia bawah komplet
gestasi Riwayat ekspulsi hasil
konsepsi
Sedang hingga Terbuka Sesuai usia Kram atau nyeri perut bawah Abortus
massif/banyak kehamilan Belum terjadi ekspulsi hasil insipiens
konsepsi
Kram atau nyeri perut bawah Abortus
Ekspulsi sebagian hasil inkomplet
konsepsi
Terbuka Lunak dan Mual/muntah Abortus
lebih besar Kram perut bawah mola
dari usia Sindroma mirip preeclampsia
gestasi Tak ada janin, keluar
jaringan seperti anggur
Tabel : Diagnosis perdarahan pada kehamilan muda

81
Tanda dan gejala Komplikasi Penanganan
Nyeri abdomen bawah Infeksi/sepsis Mulailah antibiotika sesegera
Nyeri lepas mungkin sebelum melakukan
Uterus terasa lemas aspirasi vakum manual

Perdarahan berlanjut
Lemah-lesu
Demam
Secret vagina berbau
Secret dan pus dari serviks
Nyeri goyang serviks
Nyeri/kaku pada abdomen Perlukaan Lakukan laparatomi untuk
Nyeri lepas uterus, vagina memperbaiki perlukaan dan
Distensi abdomen atau usus lakukan aspirasi vakum manual
Abdomen terasa tegang dan keras secara berurutan

Nyeri pada bahu Mintalah bantuan lebih lanjut

Mual/muntah jika dibutuhkan

Demam
Tabel : Diagnosis dan penatalaksanaan komplikasi pada abortus

Jenis-jenis abortus :
a. Abortus spontan adalah penghentian kehamilan sebelum janin mencapai
viabilitas (usia kehamilan 22 minggu) tahap-tahap abortus spontan meliputi
:
b. Abortus yang disengaja adalah suatu proses dihentikannya kehamilan
sebelum janin mencapai viabilitas
c. Abortus tidak aman adalah suatu prosedur yang dilakukan oleh orang yang
tidak berpengalaman atau dalam lingkungan yang tidak memenuhi standar
medis minimal atau keduanya
d. Abortus septic adalah abortus yang mengalami komplikasi berupa infeksi.
Sepsis dapat berasal dari infeksi jika organism penyebab niak dari saluran
kemih bawah setelah abortus spontan atau abortsu tidak aman. Sepsis akan
cenderung terjadi jiak terdapat sisa hasil konsepsi atau terjadi penundaan
dalam pengeluaran hasil konsepsi. Sepsis merupakan komplikasi yang
sering terjadi pada abortus tidak aman dengan menggunakan peralatan

82
PENANGANAN
Jika dicurigai suatu abortus tidak aman terjadi, periksalah tanda-tanda infeksi atau
adanya perlukaan uterus, vagina dan usus, dan lakukan irigasi vagina untuk
mengeluarkan tumbuh-tumbuhan, obat-obat local atau bahan lainnya

Abortus Imminens
a. Tidak perlu pengobatan khusus atau tirah baring total
b. Jangan melakukan aktivitas fisik berlebihan atau hubungan seksual
c. Jika perdarahan :
1) Berhenti : lakukan asuhan antenatal seperti biasa. Lakukan penilaian
jika perdarahan terjadi lagi
2) Terus berlangsung : nilai kondisi janin (uji kehamilan atau USG).
Lakukan konfirmasi kemungkinan adanya penyebab lain. Perdarahan
berlanjut, khususnya jika ditemui uterus yang lebih besar dari yang
diharapkan, mungkin menunjukkan kehamilan ganda atau mola
d. Tidak perlu terapi hormonal (estrogen atau progestin) atau tokolitik (seperti
salbutamol atau indometasin) karena obat-obat ini tidak dapat mencegah
abortus

Abortus Insipiens
a. Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu, lakukan evakuasi uterus dengan
Aspirasi vakum Manual (AVM). Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan :
1) Berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang sesudah 15 menit jika
perlu) ATAU Misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang sesudah 4
jam jika perlu)
2) Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasi konsepsi dari uterus
b. Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu :
1) Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi kemudian evakuasi sisa-sisa
hasil konsepsi
2) Jika perlu, lakukan infuse 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan IV
(garam fisiologik atau larutan Ringer Laktat) dengan kecepatan 40
tetes per menit untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi
c. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan

83
Abortus Inkomplit
a. Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang dari 16 minggu,
evakuasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk
mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan
berhenti, beri ergometrin 0,2 mg IM atau misoprostol 400 mcg per oral
b. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang dari
16 minggu, evakuasi sisa hasil konsepsi dengan :
1) Aspirasi Vakum manual (AVM) merupakan metode evakuasi yang
terpilih. Evakuasi dengan kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika
aspirasi vakum manual tidak tersedia
2) Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg
IM (diulangi setelah 15 menit jika perlu) ATAU missoprostol 400 mcg
per oral (dapat diulangi setelah 4 jam jika perlu)
c. Jika kehamilan lebih dari 16 minggu :
1) Berikan infuse oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan IV (garam
fisiologik atau Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit
sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi
2) Jika perlu, berikan misoprostol 200 mcg per vaginam setiap 4 jam
sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg)
3) Evakuasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus
d. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan

Abortus Komplit
a. Tidak perlu evakuasi lagi
b. Observasi untuk melihat adanya perdarahan banyak
c. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan
d. Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferrous 600 mg/hari
selama 2 minggu, jika anemia berat berikan transfuse darah
e. Konseling asuhan pasca keguguran dan pemantauan lanjut

PEMANTAUAN PASCA ABORTUS


Sebelum ibu diperbolehkan pulang, beritahu bahwa abortus spontan merupakan hal
yang biasa terjadi dan terjadi paling sedikit 15% (satu dari tujuh kehamilan) dari
seluruh kehamilan yang diketahui secara klinis. Berilah keyakinan akan kemungkinan
84
keberhasilan untuk kehamilan berikut kecuali jika terdapat sepsis atau adanya
penyebab abortus yang dapat mempunyai efek samping pada kehamilan berikut (hal
ini jarang terjadi)
Beberapa wanita mungkin ingin hamil langsung setelah suatu abortus inkomplit. Ibu
ini sebaiknya diminta untuk menunda kehamilan berikut sampai ia benar-benar pulih.
Untuk ibu dengan riwayat abortus tidak aman, konseling merupakan hal yang penting.
Jika kehamilan tersebut merupakan kehamilan yang tidak diinginkan, beberapa
metode kontrasepsi dapat segera dimulai (dalam waktu 7 hari) dengan syarat :
a. Tidak terdapat komplikasi berat yang membutuhkan penanganan lebih lanjut
b. Ibu menerima konseling dan bantuan secukupnya dalam memilih metode
kontrasepsi

Metode Waktu Keterangan


aplikasi
Kondom Segera Efektifitas tergantung dari tingkat kedisiplinan pasien,
dapat mencegah PMS
Pil Segera Cukup efektif tetapi perlu ketaatan pasien untuk
hormonal minum pil secara teratur
Suntikan Segera Konseling untuk pilihan hormone tunggal atau
kombinasi
Implant Segera Jika pasangan tersebut mempunyai satu anak atau
lebih dan ingin kontrasepsi jangka panjang
AKDR Segera atau Tunda insersi jika Hb < 7 gr/dl (anemia) atau jika
setealh kondisi dicurigai adanya infeksi
pasien pulih
kembali
Tubektomi Segera Sesuai untuk pasangan yang ingin menghentikan
fertilitas. Jika dicurigai adanya infeksi, tunda prosedur
sampai keadaan jelas. Jika Hb < 7 gr/dl, tunda samapi
anemia telah diperbaiki
Sediakan metode alternative (seperti kondom)
Table : Kontrasepsi Pasca Abortus

85
Juga kenali pelayanan kesehatan reproduksi lainnya yang dibutuhkan oleh ibu
tersebut. Sebagai contoh beberapa wanita mungkin membutuhkan :
a. Jika pasien pernah di imunisasi, berikan booster TT 0,5 ml, jika dinding
vagina atau kanalis servikalis tampak luka terkontaminasi
b. Jika riwayat imunisasi tidak jelas, berikan serum anti tetanus (ATS) 1500 unit
IM, diikuti dengan TT 0,5 ml setelah 4 minggu
c. Penatalaksanaan untuk penyakit menular seksual
d. Penapisan kanker serviks

MOLA HIDATIDOSA
Kehamilan mola merupakan proliferasi abnormal dari vili khorialis

Penanganan Awal
a. Jika diagnosis kehamilan mola telah ditegakkan, lakukan evakuasi uterus :
1) Jika dibutuhkan dilatasi serviks, gunakan blok paraservikal
2) Pengosongan dengan Aspirasi Vakum Manual (AVM) lebih aman dari
kuretase tajam. Resiko perforasi dengan menggunakan kuret tajam
cukup tinggi
3) Jika sumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan AVM
minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian hingga
pengosongan kavum uteri sel;esai. Isi uterus cukup banyak tetapi
penting untuk dikosongkan secara cepat
b. Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi
berlangsung berikan infuse 10 unit oksitosin dalam 500 ml cairan IV (NaCl
atau Ringer Laktat) dengan kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan
preventif terhadap perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap
pengosongan uterus secara cepat)
Penanganan Selanjutnya
a. Pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi hormonal (apabila masih
ingin anak) atau tubektomi apabila ingin menghentikan fertilitas
b. Lakukan pemantauan tes kehamilan dengan urin karena adanya resiko
timbulnya penyakit trofoblas yang menetap atau khoriokarsinoma. Jika tes
kehamilan dengan urin tidak negative setelah 8 minggu atau menjadi positif

86
kembali dalam satu tahun pertama, rujuk ke pusat kesehatan tersier untuk
pemantauan dan penanganan lebih lanjut

2. Nyeri perut dalam Kehamilan Muda dan Lanjut


a. NYERI PERUT PADA KEHAMILAN MUDA
MASALAH
Nyeri perut pada kehamilan 22 minggu atau kurang. Hal ini mungkin gejala
utama pada kehamilan ektopik atau abortus

PENANGANAN UMUM
1) Lakukan segera pemeriksaan keadaan umum meliputi tanda vital (nadi,
tekanan darah, respirasi, suhu)
2) Jika dicurigai syok, mulailah pengobatan. Sekalipun gejala syok tidak
jelas, waspada dan evaluasi ketat karena keadaan dapat memburuk
dengan cepat
3) Jika ada syok, segera terapi dengan baik.
Catatan :Appendisitis harus dicurigai pada tiap ibu yang nyeri perut,
sebagai diagnosis differensial kehamilan ektopik, solusio plasenta,
kista ovarium putaran tangkai dan pielonefritis

DIAGNOSIS
Gejala dan tanda Gejala dan tanda kadang- Diagnosis
selalu ada kadang ada kemungkinan
Nyeri perut Massa tumor di perut bawah Kista ovarium
Tumor adneksa pada Perdarahan vaginal ringan
periksa dalam
Nyeri perut bawah Perut membengkak Appendisitis
Demam Illeus paralitik
Nyeri lepas Mual/muntah
Anoreksia
Lekoritosis
Tumor (-)
Nyeri diatas McBurney

87
Disuria Nyeri retro/suprapubik Sistitis
Sering berkemih
Nyeri perut
Demam Nyeri retro/suprapubik Pielonefritis
tinggi/menggigil Nyeri pinggang akut
Disuria Sakit di dada
Sering berkemih Anoreksia
Nyeri perut Mual/muntah
Demam Nyeri lepas Peritonitis
Nyeri perut bawah Perut kembung
Bising usus (-) Anoreksia
Mual/muntah
Syok
Nyeri perut Nyeri lepas Kehamilan
Perdarahan sedikit Perut kembung ektopik
Serviks tertutup Anoreksia
Uterus sedikit besar Mual/muntah
Uterus lunak Syok
Table : Diagnosis nyeri perut pada kehamilan muda

PENANGANAN
Kista Ovarium
Kista ovarium dapat menimbulkan nyeri akibat terpuntir atau pecah. Kista
ovarium dapat mengalami putaran tangkai atau pecah pada trimester I
1) Jika ibu mengalami nyeri hebat, patut diduga putaran tangkai atau kista
pecah. Lakukan segera laparotomi
2) Jika tumor besarnya 10 cm atau lebih dan asimptomatik :
Jika ditemukan pada trimester 1, observasi perkembangan dan
komplikasi
Jika ditemukan pada trimester 2, lakukan laparotomi untuk
pengangkatan
3) Jika tumor besarnya 5-10 cm, lakukan observasi. Mungkin laparotomi
diperlukan jika kista membesar atau menetap

88
4) Jika kista kurang dari 5 cm, biasanya tumor akan mengecil dan tidak
memerlukan terapi

Appendicitis
1) Berikan antibiotika kombinasi sebelum dan setelah pembedahan
sampai 48 jam bebas demam :
Ampisillin 2 gram IV tiap 6 jam
DITAMBAH Gentamisin 5 mg/kg BB IV tiap 24 jam
DITAMBAH Metronidazole 500 mg IV tiap 8 jam
2) Lakukan laparotomi eksploratif (tidak pandang usia gestasi) dan
appendektomi, jika benar appendicitis
Catatan :Menunda diagnosis dan terapi dapat mengakibatkan
pecahnya appendiks dan menimbulkan peritonitis umum
3) Jika terdapat peritonitis (demam, abdomen akut, nyeri perut), berikan
antibiotika untuk peritonitis
Catatan :Adanya peritonitis menimbulkan resiko abortus atau
persalinan preterm
4) Jika terdapat nyeri hebat, berikan petidin 1 mg/kg BB (tidak lebih dari
100 mg) IM atau IV pelan-pelan atau berikan morfin 0,1 mg/kg BB IM
5) Tokolitik dapat diberikan untuk mencegah persalinan preterm

b. NYERI PERUT PADA KEHAMILAN LANJUT


MASALAH
Ibu mengeluh nyeri perut pada kehamilan lebih dari 22 minggu

PENANGANAN UMUM
1) Segera nilai keadaan umum pasien termasuk tanda-tanda vital (nadi,
tekanan darah, pernafasan, suhu)
2) Jika syok atau perdarahan banyak segera mulai penanganan syok :
Pasang infuse dengan jarum 16 gauge atau lebih besar
Ambil contoh darah untuk pemeriksaan Hb, golongan darah
dan uji silang (cross match)
Guyur dengan NaCl atau Ringer Laktat

89
3) Jika tanda-tanda syok tidak terlihat, lakukan evaluasi lanjut karean
status ibu dapat memburuk dengan cepat. Jika terjadi syok, segera
mulai penatalaksanaan syok
Catatan :Appendisitis patut dicurigai pada setiap wanita dengan nyeri
perut. Appendicitis dapat dikaburkan dengan kondisi lain pada
kehamilan yang sering menyebabkan nyeri perut. Jika appendicitis
terjadi pada aklhir kehamilan, infeksi daopat dibatasi oleh uterus yang
gravidus. Uterus akan mengecil dengan cepat setelah persalinan yang
dapat membuat penyebaran infeksi ke dalam rongga peritoneum
sehingga appendicitis akan meluas menjadi peritonitis generalisata
4) Jika sangat kesakitan beri suntikan petidin atau morfin (jangan berikan
analgetik sebelum dilakukan pemeriksaan)
5) Jika ada tanda-tanda sepsis, beri antibiotika IV atau IM
6) Ukur darah yang hilang, cairan yang diberikan dan produksi urin
7) Penanganan selanjutnya lihat bagan

DIAGNOSIS
Gejala dan tanda Tanda dan gejala kadang-kadang Diagnosis
selalu ada ada kemungkinan
Terasa his Pembukaan dan perlunakan Kemungkinan
Lendir bercampur serviks persalinan
darah (show) Perdarahan per vaginam ringan preterm
sebelum 37 minggu
Terasa his Pembukaan dan perlunakan Kemungkinan
Lendir bercampur serviks persalinan
darah (show) Perdarahan per vaginam ringan term
sesudah 37 minggu
Nyeri perut hilang Syok Solusio
timbul atau menetap Uterus terasa tegang/lemas plasenta
Perdarahan setelah Gerakan janin yang
kehamilan 22 berkurang/tidak ada
minggu (dapat Gawat janin/tidak adanya DJJ
tertahan dalam

90
uterus)
Nyeri perut (dapat Syok Rupture uteri
berkurang setelah Distensi abdomen/adanya cairan
rupture) bebas
Perdarahan (intra Kontur uterus abnormal
abdomen dan atau Abdomen terasa lemas
per vaginam) Bagian janin teraba dengan
mudah
Gawat janin/tidak adanya DJJ
Denyut jantung ibu yang cepat
Nyeri perut Riwayat keluarnya cairan Amnionitis
Secret vagina cair Uterus teraba lunak
dan berbau setelah DJJ cepat
kehamilan 22 Perdarahan per vaginam ringan
minggu
Demam/menggigil
Nyeri perut Nyeri supra pubik/retro pubik Sistitis
Disuria
Frekuensi dan
urgensi miksi yang
meningkat
Disuria Nyeri supra pubik/retro Pielonefritis
Nyeri perut pubiknyeri pinggang akut
Demam Nyeri daerah rusuk
tinggi/menggigil Anoreksia
Frekuensi dan Mual/muntah
urgensi miksi
meningkat
Nyeri perut bawah Distensi abdomen Appendicitis
Demam tidak tinggi Anoreksia
Nyeri lepas Mual/muntah
Illeus paralisis

91
Peningkatan sel darah putih
Tidak teraba massa pada perut
bawah
Lokasi nyeri lebih tinggi dari
yang diharapkan
Nyeri perut bawah Perdarahan per vaginam ringan Metritis
Demam/menggigil Syok
Lokhea dengan pus
dan berbau
Uterus terasa lunak
Nyeri perut bawah Respons buruk terhadap Abses pelvic
dan distensi antibiotika
Demam Pembengkakan di adneksa atau
tinggi/menggigil pada kavum Douglasi
yang menetap Pus dari kuldosentesis
Uterus terasa lunak
Nyeri perut bawah Nyeri lepas Peritonitis
Demam tidak Distensi abdomen
tinggi/menggigil Anoreksia
Bising usus tidak Mual/muntah
terdengar Syok
Nyeri perut Teraba massa lunak pada perut Kista ovarium
Massa adneksa pada bagian bawah
pemeriksaan dalam Perdarahan per vaginam ringan
Table : Diagnosis nyeri pada akhir kehamilan dan pasca persalinan

Persalinan Preterm
Persalinan preterm berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas perinatal
yang lebih tinggi.Penanganan persalinan preterm meliputi tokolisis (usaha
menghentikan kontraksi uterus) atau membiarkan kemajuan
persalinan.Masalah ibu pada dasarnya berhubungan dengan intervensi yang
dilakukan untuk menghentikan kontraksi.
Pastikan umur kehamilan dan janin

92
Tokolisis
Intervensi ini ditujukan untuk menunda persalinan sampai efek kortikosteroid
tercapai.
1) Lakukan tokolisis jika :
Kehamilan kurang dari 35 minggu
Dilatasi serviks kurang dari 3 cm
Tidak ada amnionitis, pre eklampsia atau perdarahan aktif
Tidak ada gawat janin
2) Pastikan diagnosis persalinan pre term dengan mencatat pembukaan dan
perlunakan serviks setiap 2 jam
3) Jika kehamilan kurang dari 35 minggu, berikan kortikosteroid pada ibu
untuk mematangkan paru janin dan memperbaiki kesejahteraan neonates
tersebut :
Betametason 12 mg IM dua dosis setiap 12 jam
ATAU Deksametason 6 mg IM, 4 dosis setiap 6 jam
Catatan :Jangan berikan kortikosteroid lebih dari 1 hari dan
apabila ditemui ada infeksi
4) Berikan obat-obatan tokolisis dan pantaulah kondisi ibu dan janin (denyut
nadi, tekanan darah, tanda-tanda gawat pernafasan, kontraksi uterus,
keluarnya cairan amnion atau darah, DJJ, keseimbangan cairan, gula darah
dan lain-lain)
5) Jika persalinan pre term berlanjut meskipun telah diberikan obat-obatan
tokolisis, persiapkan untuk merawat bayi tersebut dengan asuhan neonates
yang sesuai

Obat Dosis awal Dosis Efek samping dan hati-hati


selanjutnya
Salbutamol 10 mg dalam Jika kontraksi Jika denyut nadi ibu
1 liter cairan menetap, naikkan meningkat (lebih dari 120
IV. Mulailah infuse 10 x/menit), turunkan kecepatan
infuse dengan tetes/menit setiap infuse. Jika wanita tersebut
10 tetes/menit 30 menit samapi anemia, gunakanlah dengan
kontraksi berhenti hati-hati

93
atau denyut nadi Jika salbutamol dan steroid
ibu melebihi 120 digunakan, dapat terjadi
x/menit edema paru. Batasi cairan,
Jika kontraksi jaga keseimbangan cairan
berhenti, jaga dan hentikan obat
kecepatan infuse
yang sama selama
paling sedikit 12
jam setelah
kontraksi terakhir
Indometasin 100 mg 25 mg setiap 6 Jika umur kehamilan di atas
loading dose jam selama 48 32 minggu, hindari
melalui jam penggunaannya untuk
mulut/rectum menghindari penutupan
premature dari duktus
arteriosus janin. Jangan
gunakan lebih dari 48 jam
Table : obat-obatan tokolisis untuk menghentikan kontraksi uterus

Membiarkan Persalinan Berjalan


1) Biarkan persalinan berjalan terus jika :
Usia kehamilan di atas 37 minggu
Pembukaan serviks lebih dari 3 cm
Adanya perdarahan aktif
Adanya gawat janin, janin meninggal atau anomaly lainnya
yang mengganggu kelangsungan hidupnya
Adanya amnionitis atau preeklampsia
2) Pantau kemajuan persalinan dengan menggunakan partograf
Catatan :Hindari persalinan dengan menggunakan ekstraksi vakum
karena resiko terjadinya perdarahan intracranial pada bayi preterm
cukup tinggi
3) Persiapkan penanganan bayi preterm dan dengan berat badan rendah
dan antisipasi kebutuhan resusitasi

94
3. Gerak Janin tidak Dirasakan
MASALAH
Ibu tidak merasakan gerakan janin sesudah kehamilan 22 minggu atau selama
persalinan

PENANGANAN UMUM
a. Berikan dukungan emosional pada ibu
b. Nilai denyut jantung janin (DJJ) :
1) Bila ibu mendapat sedative, tunggu hilangnya pengaruh obat kemudian
nilai ulang
2) Bila DJJ tak terdengar minta beberapa orang mendengarkan
menggunakan Doppler

DIAGNOSIS
Gejala dan tanda selalu Gejala dan tanda kadang-kadang Diagnose
ada ada kemungkinan
Gerakan janin berkurang Syok Solusio
atau hilang Uterus tegang/kaku plasenta
Nyeri perut hilang timbul Gawat janin atau DJJ tidak terdengar
atau menetap
Perdarahan per vaginam
sesudah hamil 22 minggu
Gerakan janin dan DJJ Syok Rupture uteri
tidak ada Perut kembung/cairan bebas intra
Perdarahan abdominal
Nyeri perut hebat Kontur uterus abnormal
Abdomen nyeri
Bagian-bagian janin teraba
Denyut nadi ibu cepat
Gerakan janin berkurang Cairan ketuban bercampur Gawat janin
atau hilang mekonium
DJJ abnormal (<100
x/menit atau

95
>180x/menit)
Gerakan janin/DJJ hilang Tanda-tanda kehamilan berhenti Kematian
Tinggi fundus uteri berkurang janin
Pembesaran uterus berkurang
Table : Diagnosis gerak janin tidak dirasakan

PENANGANAN KHUSUS
Kematian Janin
Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat janin atau
kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya sehingga
tidak diobati
a. Jika pemeriksaan radiologic tersedia, konfirmasi kematian janin setelah 5 hari.
Tanda-tandanya berupa overlapping tulang tengkorak, hiperfleksi kolumna
vertebralis, gelembung udara di dalam jantung dan edema scalp
b. USG : merupakan sarana penunjang diagnostic yang baik untuk memastikan
kematian janin di mana gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda
kehidupan : tidak ada denyut jantung janin, ukuran kepala dan cairan ketuban
berkurang
c. Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya pasien
selalu didampingi oleh orang terdekatnya. Yakinkan bahwa besar
kemungkinan dapat lahir per vaginam
d. Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif,
perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil
e. Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif :
1) Tunggu persalinan spontan hingga 2 minggu
2) Yakinkan bahwa 90% persalinan spontan akan terjadi tanpa komplikasi
f. Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan
penanganan aktif
g. Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai serviks :
1) Jika serviks matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin atau
prostaglandin
2) Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan
prostaglandin atau kateter Foley

96
Catatan :Jangan lakukan amniotomi karena beresiko infeksi
3) Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternative terakhir
h. Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun dan
serviks belum matang, matangkan serviks dengan misoprostol :
1) Tempatkan misoprostol 25 mcg di puncak vagina, dapat diulangi
sesudah 6 jam
2) Jika tidak ada respon sesudah 2 x 25 mcg misoprostol, naikkan dosis
menjadi 50 mcg setiap 6 jam
Catatan :Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali dan jangan
melebihi 4 dosis
i. Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis
j. Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah,
waspada koagulopati
k. Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan
melakukan berbagai kegiatan ritual bagi janin yeng meninggal tersebut
l. Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya patologi
plasenta dan infeksi

4. Demam dalam Kehamilan dan Persalinan


MASALAH
Ibu menderita demam (suhu >38 C) dalam kehamilan atau persalinan

PENANGANAN UMUM
a. Istirahat baring
b. Minum banyak
c. Kompres untuk menurunkan suhu

DIAGNOSIS
Gejala dan tanda selalu ada Gejala dan tanda kadang- Diagnosis
kadang ada kemungkinan
Disuria Nyeri suprasimfisis Sistitis
Frekuensi kencing meningkat Nyeri perut
Disuria Nyeri pinggang Pielonefritis
akut

97
Demam Nyeri dada
Frekuensi kencing meningkat Mual/muntah
Nyeri abdomen Anoreksia
Cairan vagina berbau pada kehamilan Nyeri abdomen bawah Abortus septic
<22 minggu Nyeri lepas
Demam Perdarahan
Uterus nyeri Nanah di serviks
Demam/menggigil Ketuban pecah Amnioitis
Cairan vagina berbau pada kehamilan Nyeri uterus
<22 minggu DJJ cepat
Nyeri abdomen Perdarahan sedikit
Demam Lendir (+) Pneumonia
Sesak nafas Dada/tenggorokan sakit
Batuk beriak Sesak
Nyeri dada Rhonkhi (+)
Demam Limpa membesar Malaria tanpa
Menggigil komplikasi
Nyeri kepala
Nyeri otot
Gejala seperti diatas Kejang Malaria dengan
Koma Ikterus komplikasi
Anemia
Demam Meracau Tifus
Nyeri kepala Tak sadar
Batuk kering
Lemas
Anoreksia
Limpa besar
Demam Nyeri otot Hepatitis
Lemah Urtikaria
Anoreksia Limpa besar
Mual
Kencing coklat tua
Kuning
Hati bengkak

98
Tabel : Diagnosis demam dalam kehamilan dan persalinan

PENANGANAN
Infeksi Saluran Kemih
Anggaplah infeksi meliputi seluruh saluran dari kalises sampai uretra

Sistitis
Sistitis adalah infeksi kandung kemih
a. Berikan antibiotika :
1) Amoksisillin 500 mg per oral 3 x sehari selama 3 hari
2) ATAU Trimetropin/Sulfametoksazol 1 tablet (160/800 mg) per oral 2
kali sehari selama 3 hari
b. Jika terapi gagal, periksa kultur urin dan tes resistensi kuman jika tersedia dan
terapi antibiotika yang sesuai
c. Jika infeksi kambuh lagi :
1) Periksa kultur dan resistensi kuman dan terapi antibiotika yang sesuai
2) Sebagai profilaksis, berikan antibiotika per oral sekali sehari selama
hamil dan 2 minggu pasca persalinan :
Trimetropin/Sulfametoksazol 1 tablet (160/800 mg)
ATAU Amoksisillin 250 mg
Catatan :Profilaksis diberikan pada kasus dengan kekambuhan

Pielonefritis Akut
Pielonefritis akut ialah infeksi akut saluran kemih atas, umumnya pelvic ginjal dan
juga meliputi parenkimnya
a. Jika terdapat syok, berikan segera pengobatan
b. Buat kultur dan tes resistensi jika tersedia dan terapi antibiotika yang sesuai
sampai 2 hari bebas demam
c. Jika kultur urin tidak dapat dilakukan, berikan antibiotika :
1) Ampisillin 2 gram IV tiap 6 jam
2) DITAMBAH Gentamisin 5 mg/kg BB IV tiap 24 jam
d. Jika telah bebas demam 2 hari, berikan amoksisillin 1 gram per oral 3 kali per
hari selama 14 hari

99
Catatan :Umumnya pasien membaik dalam 48 jam. Jika tidak ada perbaikan
dalam 3 hari, evaluasi pengobatan dan jenis antibiotika
e. Untuk profilaksis, berikan antibiotika per oral sekali sehari selama hamil dan 2
minggu pasca persalinan :
1) Trimetropin/Sulfametoksazol 1 tablet (160/800 mg)
2) ATAU Amoksisillin 250 mg
f. Berikan minum atau infuse
g. Parasetamol 500 mg per oral jika sakit dan jika panas
h. Jika timbul kontraksi dan darah lendir, curigai persalinan preterm

Malaria
Umumnya penyakit ini disebabkan oleh 2 spesies parasit, yaitu Parasit Falsiparum dan
Parasit Vivaks.Demam malaria pada ibu hamil dapat mengakibatkan morbiditas,
bahkan kematian jika tidak dikenal dan diobati. Demam malaria akut biasanya sukar
dibedakan dari penyakit lain. Malaria harus dipertimbangkan pada ibu yang demam
dan pernah terpapar pada malaria
a. Ibu yang tidak memiliki kekebalan (tidak pernah tinggal di daerah endemic
malaria) menjadi rentan terhadap komplikasi malaria
b. Ibu yang memiliki kekebalan mempunyai resiko tinggi untuk anemia berat dan
melahirkan bayi BBLR

Tes
a. Jika tes diagnostic tidak tersedia, berikan terapi anti malaria berdasar gejala-
gejala klinis (misalnya : nyeri kepala, demam, nyeri sendi)
b. Jika tersedia tes :
1) Mikroskopik : asupan tebal dan tipis darah tepi. Asupan tebal lebih
baik untuk diagnosis parasit (hasil negative tidak menyingkirkan
malaria). Asupan tipis digunakan untuk identifikasi spesies
2) Tes deteksi antigen cara cepat

Malaria Falsiparum
Malaria Falsiparum tanpa komplikasi
Malaria jenis ini resisten klorokuinnya telah meluas. Bahkan, resistensi terhadap obat
lain (misalnya : kina, sulfadoksin/pirimetamin, meflokuin) juga terjadi. Obat yang
100
merupakan kontraindikasi ialah : primakuin, tetrasiklin, doksisiklin dan halofantrin.
Belum cukup data mengenai obat atovokuon/proguanil dan artemeter/lumefantrin
yang dipakai pada ibu hamil

Daerah dimana Parasit Falsiparum sensitive terhadap klorokuin


Berikan klorokuin 10 mg/kg BB per oral sekali sehari selama 2 hari diikuti 5 mg/kg
BB mulai hari ketiga
Catatan :Klorokuin aman pada pemakaian selama hamil

Daerah dimana Parasit Falsiparum resisten terhadap klorokuin


Pemberian sulfadoksin/pirimetamin atau garam kina (dihidroklorid atau sulfat) dapat
dibenarkan di daerah yang resisten terhadap klorokuin. Pemberian obat sebagai
berikut :
a. Sulfadoksin/pirimetamin 3 tablet dosis tunggal
Catatan :Obat ini jangan diberikan kepada ibu yang alergi terhadap sulfa
b. ATAU garam kina 10 mg/kg BB per oral 3 kali selama 7 hari
c. Catatan : Jika ibu tidak dapat minum obat selama 7 hari atau efek samping
berat, berikan minimum 3 hari DITAMBAH sulfadoksin/pirimetamin 3 tablet
dosis tunggal pada hari pertama
Meflokuin dapat dipakai pada ibu hamil jika pengobatan dengan kina atau
sulfadoksin/pirimetamin sudah resisten atau kontaindikasi pada pasien tertentu
Catatan :Penggunaan meflokuin pada kehamilan muda harus dipertimbangkan benar-
benar karena data penggunaannya pada trimester pertama masih terbatas :
a. Pada daerah di mana malaria masih sensitive terhadap meflokuin, berikan
dosis 15 mg/kg BB per oral sebagai dosis tunggal
b. Pada daerah yang sudah resisten terhadap meflokuin, berikan meflokuin 15
mg/kg BB per oral dan dilanjutkan dengan 10 mg/kg BB sehari kemudian

Pengobatan di daerah dengan resistensi ganda


Resistensi ganda yang terjadi pada beberapa daerah mengakibatkan kesulitan
pengobatan. Pilihan terapi ialah sebagai berikut :
a. Garam kina (dihidroklorid atau sulfat) 10 mg/kg BB per oral 3 kali sehari
selama 7 hari

101
b. ATAU garam kina (dihidroklorid atau ssulfat) 10 mg/kg BB per oral 3 kali
sehari selama 7 hari DITAMBAH Klindamisin 300 mg 4 kali sehari selama 5
hari
Catatan :Kina/klindamisin gabungan dapat dipakai pada daerah resisten kina
c. ATAU artesunat 4 mg/kg BB per oral dalam beberapa dosis pada hari 1,
disambung dengan 2 mg/kg BB per oral dosis tunggal selama 6 hari
Catatan :Artesunat dapat digunakan pada kehamilan trimester 2 dan 3 pada
malaria tanpa komplikasi tetapi belum cukup data pada pemakaian trimester 1.
Namun, artesunat dapat dipakai jika tidak ada alternative lain.

Malaria Vivaks
Daerah dimana Parasit Vivaks sensitive terhadap Klorokuin
Klorokuin merupakan pilihan hanya di daerah dengan malaria vivaks yang sensitive
terhadap klorokuin
Berikan klorokuin 10 mg/kg BB per oral sekali sehari untuk 2 hari, kemudian 5 mg/kg
BB per oral pada hari ke-3
Catatan :Di daerah sensitive malaria vivaks tetapi resisten terhadap malaria
falsiparum pengobatan dilakukan sebagai infeksi campuran

Daerah dimana Parasit Vivaks resisten terhadap Klorokuin


Di beberapa Negara sudah terdapat daerah Parasit Vivaks yang resisten terhadap
klorokuin.Sebelum memberikan terapi sekunder pada kegagalan terapi dengan
klorokuin, harus disingkirkan kemungkinan adanya ketidak patuhan pemakaian obat
dan infeksi baru Parasit Falsiparum. Jika uji diagnostic tidak tersedia, lakukan
pengobatan seperti infeksi campuran
Pengobatan alternative bagi malaria vivaks resisten ialah :
a. Garam kina (dihidroklorid atau sulfat) 10 mg/kg BB per oral 2 kali sehari
selama 7 hari
Catatan :Dosis kina ini lebih rendah dibandingkan dosis untuk falsiparum
b. ATAU meflokuin 15 mg/kg BB per oral dosis tunggal
c. ATAU sulfadoksin/pirimetamin 3 tablet dosis tunggal per oral
Catatan :Obat ini kurang dianjurkan karena lambat membunuh Parasit Vivaks
d. ATAU artesurat 4 mg/kg BB per oral dalam beberapa dosis selama hari 1,
diikuti dengan dosis 2 mg/kg BB per hari selama 6 hari
102
Pengobatan malaria vivaks dengan komplikasi hepatitis
Malaria dapat berkembang dalam hepar. Selama itu akan timbul gejala infeksi vivaks
berkala. Primakuin dapat digunakan untuk infeksi pada hepar, tidak boleh digunakan
dalam kehamilan dan dibolehkan pada nifas. Dosis bervariasi, sesuaikan dengan
anjuran pada panduan nasional

Daerah dengan infeksi campuran falsiparum dan vivaks


Pada daerah infeksi campuran, proporsi jenis malaria berbeda juga sensitifitasnya.Jika
pemeriksaan mikroskopik tersedia, pengobatan terarah dapat dilakukan. Namun, jika
tidak ada fasilitas tersebut, alternative pengobatan ialah sebagai berikut :
a. Anggaplah infeksi disebabkan oleh Parasit Falsiparum dan obati sesuai dengan
panduan nasional
b. Di daerah malaria yang resisten terhadap klorokuin, tetapi Parasit Falsiparum
masih sensitive terhadap sulfadoksin/pirimetamin dan Parasit Vivaks masih
sensitive terhadap klorokuin, terapilah dengan dosis standar klorokuin dan
dosis standar sulfadoksin/pirimetamin

5. Kehamilan Ektopik (KE) dan Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)


Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi trjadi di luar rongga
uterus.Tuba fallopi merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi
kehamilan ektopik (lebih besar dari 90%).
Tanda dan gejalanya sangatlah bervariasi bergantung pada pecah atau tidaknya
kehamilan tersebut.Alat penting yang dapat digunakan untuk mendiagnosis kehamilan
ektopik yang pecah adalah tes kehamilan dari serum dikombinasi dengan
ultrasonografi. Jika diperoleh hasil darah yang tidak membeku, segera mulai
penanganan

Kehamilan ektopik Kehamilan ektopik terganggu


Gejala kehamilan awal (flek atau Kolaps dan kelelahan
perdarahan yang ireguler, mual, Denyut nadi cepat dan lemah (110
pembesaran payudara, perubahan x/menit atau lebih)
warna pada vagina dan serviks, Hipotensi

103
perlunakan serviks, pembesaran uterus, Hipovolemia
frekuensi buang air kecil yang Abdomen akut dan nyeri pelvis
meningkat) Distensi abdomen
Nyeri pada abdomen dan pelvis Nyeri lepas
Pucat
Table : Tanda dan gejala kehamilan ektopik

Diagnosis Banding
Diagnosis banding tersering untuk kehamilan ektopik adalah abortus
imminens.Diagnosis banding lainya adalah penyakit radang panggul baik akut
maupun kronis, kista ovarium (terpuntir atau rupture) dan appendisitis akut.
Jika tersedia, ultrasonografi dapat digunakan untuk membedakan abortus imminens
atau kista ovarium terpuntir dengan kehamilan ektopik

Penanganan Awal
a. Segera lakukan uji silang darah dan laparotomi. Jangan menunggu darah
sebelum melakukan pembedahan
b. Pada laparotomi, eksplorasi kedua ovaria dan tuba fallopi :
1) Jika terjadi kerusakan berat pada tuba, lakukan salpingektomi (tuba
yang berdarah dan hasil konsepsi dieksisi bersama-sama). Ini
merupakan terapi pilihan pada sebagian besar kasus
2) Jika kerusakan pada tuba kecil, lakukan salpingostomi (hasil konsepsi
dikeluarkan, tuba dipertahankan). Hal ini hanya dilakukan jika
konservasi kesuburan merupakan hal yang penting untuk ibu tersebut
karena resiko kehamilan berikutnya cukup tinggi

Auto Transfusi
Jika terjadi perdarahan banyak dapat dilakukan auto-transfusi, jika darah intra
abdominal masih segar dan tidak terinfeksi atau terkontaminasi (pada akhir
kehamilan, darah dapat terkontaminasi dengan air ketuban dan lain-lain sehingga
sebaiknya tidak digunakan untuk auto-transfusi). Darah dapat dikumpulkan sebelum
pembedahan atau setelah abdomen dibuka :
a. Sewaktu ibu tersebut berbaring di atas meja operasi, sebelum operasi dan
abdomen tampak tegang akibat terkumpulnya darah, saat itu memungkinkan

104
untuk memasukkan jarum melalui dinding abdomen dan darah dikumpulkan di
set donor
b. Cara lain, bukalah abdomen :
1) Ambil darah ke dalam suatu tempat dan saringlah darah dengan
menggunakan kasa untuk memisahkan bekuan darah
2) Bersihkan bagian atas dari kantong donor darah dengan cairan
antiseptic dan bukalah dengan pisau steril
3) Tuangkan darah wanita tersebut ke dalam kantong dan masukkan
kembali melalui set penyaring dengan cara biasa
4) Jika tidak tersedia kantong darah dengan antikoagulan, tambahkan
sodium sitrat 10 ml untuk setiap 90 ml darah
Penanganan Selanjutnya
a. Sebelum memperbolehkan ibu pulang, lakukan konseling dan nasihat
mengenai prognosis kesuburannya. Mengingat meningkatnya resiko akan
kehamilan ektopik selanjutnya, konseling metode kontrasepsi dan penyediaan
metode kontrasepsi, jika diinginkan, merupakan hal yang penting
b. Perbaiki anemia dengan sulfas ferrous 600 mg/hari per oral selama 2 minggu
c. Jadwalkan kunjungan berikutnya untuk pemantauan dalam waktu 4 minggu

6. Kehamilan dengan Nyeri Kepala, Gangguan Penglihatan, Kejang dan/atau


Koma, Tekanan Darah Tinggi
MASALAH
a. Wanita hamil atau baru melahirkan mengeluh nyeri kepala hebat atau
penglihatan kabur
b. Wanita hamil atau baru melahirkan menderita kejang atau tidak sadar/koma

PENANGANAN UMUM
a. Jika ibu tidak sadar atau kejang, mintalah pertolongan. Segera mobilisasi
seluruh tenaga yang ada dan siapkan fasilitas tindakan gawat darurat
b. Segera lakukan penilaian terhadap keadaan umum termasuk tanda vital (nadi,
tekanan darah dan pernafasan) sambil mencari riwayat penyakit sekarang dan
terdahulu dari pasien atau keluarganya
c. Jika pasien tidak bernafas atau pernafasan dangkal :
1) Periksa dan bebaskan jalan nafas
105
2) Jika tidak bernafas, mulai ventilasi dengan masker dan balon
3) Intubasi jika perlu
4) Jika pasien bernafas, beri oksigen 4-6 liter per menit melalui masker
atau kanula nasal
d. Jika pasien tidak sadar/koma :
1) Bebaskan jalan nafas
2) Baringkan pada sisi kiri
3) Ukur suhu
4) Periksa apakah ada kaku tengkuk
e. Jika pasien syok, lakukan penanganan syok
f. Jika ada perdarahan, lakukan penanganan perdarahan
g. Jika kejang :
1) Baringkan pada sisi kiri : tempat tidur arah kepala ditinggikan sedikit
untuk mengurangi kemungkinan aspirasi secret, muntahan atau darah
2) Bebaskan jalan nafas
3) Hindari jatuhnya pasien dari tempat tidus
4) Lakukan pengawasan ketat
h. Jika diagnosisnya eklamsia, berikan magnesium sulfat
i. Jika penyebab kejang belum diketahui, tangani sebagai eklamsia sambil
mencari penyebab lainnya

Diagnosis Hipertensi
Hipertensi dalam kehamilan mencakupi hipertensi karena kehamilan dan hipertsni
kronik (meningkatnya tekanan darah sebelum usia kehamilan 20 minggu). Nyeri
kepala, kejang dan hilangnya kesadaran sering berhubungan dengan hipertensi dalam
kehamilan. Keadaan lain yang dapat mengakibatkan kejang ialah epilepsy, malaria,
trauma kepala, meningitis, ensefalitis dan lain-lain
a. Tekanan diastolik merupakan indikator untuk prognosis pada penanganan
hipertensi dalam kehamilan
b. Tekanan diastolic mengukur tahanan perifer dan tidak dipengaruhi oleh
keadaan emosi pasien (seperti pada tekanan sistolik)
c. Jika tekanan diastolic >90 mmHg pada dua pemeriksaan berjarak 4 jam atau
lebih, diagnosisnya adalah hipertensi. Pada keadaan urgen, tekanan diastolic

106
110 mmHg dapat dipakai sebagai dasar diagnosis, dengan jarak waktu
pengukuran < 4 jam
1) Jika hipertensi terjadi pada kehamilan >20 minggu, pada persalinan
atau dalam 48 jam sesudah persalinan, diagnosisnya adalah hipertensi
dalam kehamilan
2) Jika hipertensi terjadi pada kehamilan < 20 minggu, diagnosisnya
adalah hipertensi kronik

Proteinuria
Terdapatnya proteinuria mengubah diagnosis hipertensi dalam kehamilan menjadi pre
eklamsia. Beberapa keadaan lain yang dapat menyebabkan proteinuria adalah infeksi
traktus urinarius, anemia berat, gagal jantung, partus lama, hematuria, skistosomiasis
dan kontaminasi dengan darah dari vagina
Penapisan dapat dilakukan dengan uji dipstick.Jika dipstick tidak tersedia, sedikit urin
dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian dipanaskan.Teteskan 1 tetes asam asetat
2% untk melihat endapan yang menetap.Secret vagina atau cairan ketuban dapat
mengontaminasi contoh urin.Dianjurkan menggunakan urin midstream untuk
menghindari kontaminasi. Kateterisasi tidak dianjurkan karena beresiko infeksi
traktus urinarius

Hipertensi dalam Kehamilan


Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan meliputi :
a. Hipertensi (tanpa proteinuria atau edema)
b. Pre eklampsia ringan
c. Pre eklampsia berat
d. Eklampsia

Gejala dan tanda yang selalu Gejala dan tanda yang Diagnosis
ada kadang-kadang ada kemungkinan
Tekanan diastolic >90 mmHg Hipertensi kronik
pada kehamilan < 20 minggu
Tekanan diastolic 90-110 Hipertensi kronik
mmHg pada kehamilan < 20 dengan
minggu superimposed pre

107
Proteinuria < ++ eklampsia ringan
Tekanan diastolic 90-110 Hipertensi dalam
mmHg (2 pengukuran berjarak kehamilan
4 jam) pada kehamilan >20
minggu
Proteinuria -
Tekanan diastolic 90-110 Pre eklampsia ringan
mmHg (2 pengukuran berjarak
4 jam) pada kehamilan >20
minggu
Proteinuria sampai ++
Tekanan diastolic >110 Hiperrefleksia Pre eklampsia berat
mmHg pada kehamilan >20 Nyeri kepala (tidak hilang
minggu dengan analgetika biasa)
Proteinuria >+++ Penglihtan kabur
Oliguria (<400 ml/24 jam)
Nyeri abdomen atas
(epigastrium)
Edema paru
Kejang Koma Eklampsia
Tekanan diastolic >90 mmHg Sama seperti pre eklampsi
pada kehamilan >20 minggu berat
Proteinuria >++
Trismus Kaku kuduk, muka Tetanus
Punggung melengkung
Perut kaku
Spasme spontan
Kejang Epilepsy
Riwayat kejang sebelumnya
Tekanan darah normal
Demam Limpa membesar Malaria
Menggigil/rigor
Nyeri kepala
Nyeri otot/sendi
Demam Kejang Malaria dengan

108
Menggigil/rigor Jaundice komplikasi
Nyeri kepala
Nyeri otot/sendi
Koma
Anemia
Nyeri kepala Kejang Meningitis atau
Kaku kuduk Gelisah encephalitis
Fotophobia Koma
Demam
Nyeri kepala Muntah Migraine
Penglihatan kabur
Tabel :Diagnosis nyeri kepala, gangguan penglihatan, kejang atau koma, hipertensi

Ingat :
a. Pre eklampsia ringan sering tanpa gejala
b. Proteinuria yang meningkat merupakan tanda memburuknya pre eklampsia
c. Edema tungkai bukan merupakan tanda yang sahih pada pre eklampsia
d. Pre eklampsia ringan dapat dengan cepat meningkat menjadi pre eklampsia
berat. Resiko menjadi eklampsia sangat besar pada pre eklampsia berat
e. Kejang :
1) Dapat terjadi tanpa hubungan dengan beratnya hipertensi
2) Sukar diramalkan, dapat terjadi tanpa adanya hiperrefleksi, nyeri
kepala atau gangguan penglihatan
3) Pada 25% kasus terjadi pasca persalinan
4) Dapat terjadi berulang-ulang sehingga dapat berakhir dengan kematian
5) Dapat diikuti dengan koma
f. Jangan berikan ergometrin pada ibu dengan pre eklampsia, eklampsia atau
hipertensi karena dapat meningkatkan resiko kejang dan gangguan
serebrovaskuler

PENANGANAN KHUSUS HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN


Pencegahan hipertensi dalam kehamilan

109
a. Pembatasan kalori, cairan dan garam tidak dapat mencegah hipertensi dalam
kehamilan bahkan dapat berbahaya bagi janin
b. Manfaat aspirin, kalsium dan obat-obat pencegah hipertensi dalam kehamilan
belum terbukti
c. Deteksi dini dan penanganan ibu hamil dengan factor-faktor resiko sangat
penting pada penanganan hipertensi dalam kehamilan dan pencegahan kejang.
Follow up teratur dan nasihat yang jelas bilamana pasien harus kembali.
Suami dan anggota keluarga laninnya harus diberi penjelasan tentang tanda-
tanda hipertensi dalam kehamilan dan perlunya dukungan social/moral kepada
pasien

Hipertensi karena kehamilan tanpa proteinuria


Tangani secara rawat jalan :
a. Pantau tekanan darah, urin (untuk proteinuria) dan kondisi janin setiap minggu
b. Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai pre eklampsia ringan
c. Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat, rawat
untuk penilaian kesehatan janin
d. Beritahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala pre eklampsia atau
eklampsia
e. Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal

Preeclampsia ringan
Kehamilan kurang dari 37 minggu
Jika belum ada perbaikan, lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan :
a. Pantau tekanan darah, urin (untuk proteinuria), reflex dan kondisi janin
b. Konseling pasien dan keluarganya tentang tanda-tanda bahaya pre eklampsia
dan eklampsia
c. Lebih banyak istirahat
d. Diet biasa (tidak perlu diet rendah garam)
e. Tidak perlu diberi obat-obatan
f. Jika rawat jalan tidak mungkin, rawat di rumah sakit :
1) Diaet biasa
2) Pantau tekanan darah 2 kali sehari dan urin (untuk proteinuria) sekali
sehari
110
3) Tidak perlu diberi obat-obatan
4) Tidak perlu diuretic kecuali jika terdapat edema paru, dekompensasi
kordis atau gagal ginjal akut
5) Jika tekanan diastolic turun sampai normal, pasien dapat dipulangkan :
Nasihatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda-tanda pre
eklampsia berat
Control 2 kali seminggu untuk memantau tekanan darah, urin,
keadaan janin serta gejala dan tanda-tanda pre eklampsia berat
Jika tekanan diastolic naik lagi, rawat kembali
6) Jika tidak ada tanda-tanda perbaikan, tetap dirawat. Lanjutkan
penanganan dan observasi kesehatan janin
7) Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan
terminasi kehamilan. Jika tidak, rawat sampai aterm
8) Jika proteinuria meningkat, tangani sebagai pre eklampsia berat

Kehamilan lebih dari 37 minggu


a. Jika serviks matang, pecahkan ketuban dan induksi peralinan dengan oksitosin
atau prostaglandin
b. Jika serviks belum matang, lakukan pematangan dengan prostaglandin atau
kateter Folley atau lakukan seksio sesarea

PRE EKLAMSIA BERAT DAN EKLAMSIA


Penanganan pre eklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa persalinan harus
berlangsung dalam 12 jam setelah timbulnya kejang pada eklampsia. Semua kasus
preeclampsia berat harus ditangani secara aktif. Penanganan konservatif tidak
dianjurkan karena gejala dan tanda eklampsia seperti hiperrefleksia dan gangguan
penglihatan sering tidak sahih

Penanganan Kejang
a. Beri obat antikonvulsan

111
b. Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, sedotan, masker dan
balon oksigen)
c. Beri oksigen 4-6 liter per menit
d. Lindungi pasien dari kemungkinan trauma tetapi jangan di ikat terlalu keras
e. Baringkan pasien pada sisi kiri untuk mengurangi resiko aspirasi
f. Setelah kejang, aspirasi mulut dan tenggorokan jika perlu

Penanganan Umum
a. Jika tekanan diastolic tetap lebih dari 110 mmHg, berikan obat antihipertensi
sampai tekanan diastolic di antara 90-100 mmHg
b. Pasang infuse dengan jarum besar (16 gauge atau lebih besar)
c. Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload cairan
d. Kateterisasi urin untuk memantau pengeluaran urin dan proteinuria
e. Jika jumlah urin kurang dari 30 ml per jam :
1) Hentikan magnesium sulfat (MgSO4) dan berikan cairan IV (NaCl
0,9% atau Ringer Laktat) pada kecepatan 1 liter per 8 jam
2) Pantau kemungkinan edema paru
f. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi muntah dapat
mengakibatkan kematian ibu dan janin
g. Observasi tanda-tanda vital, reflex dan DJJ setiap jam
h. Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru
i. Hentikan pemberian cairan IV dan berikan diuretic misalnya furosemid 40 mg
IV sekali saja jika ada edema paru
j. Nilai pembekuan darah dengan uji pembukaan sederhana (bedside clotting
test). Jika pembekuan tidak terjadi sesudah 7 menit, kemungkinan terdapat
koagulopati

Antikonvulsan
Magnesium sulfat (MgSO4) merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi
kejang pada pre eklampsia berat dan eklampsia. Cara pemberian :
a. Dosis awal
1) MgSO4 4 gram IV sebagai larutan 20% selama 5 menit
2) Segera dilanjutkan dengan pemberian 10 gram larutan MgSO4 50%,
masing-masing 5 gram di bokong kanan dan kiri secara IM dalam,
112
ditambah 1 ml lignokain 2% pada semprit yang sama. Pasien akan
merasa agak panas sewaktu pemberian MgSO4
3) Jika kejang berulang setelah 15 menit, berikan MgSO4 2 gram (larutan
50%) IV selama 5 menit
b. Dosis pemeliharaan
1) MgSO4 1-2 gram per jam per infuse
2) Lanjutkan pemberian MgSO4 sampai 24 jam pasca persalinan atau
kejang berakhir
c. Sebelum pemberian MgSO4, periksa :
1) Frekuensi pernafasan minimal 16 kali per menit
2) Reflex patella (+)
3) Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir
d. Berhentikan pemberian MgSO4, jika :
1) Frekuensi pernafasan < 16 kali per menit
2) Reflex patella (-)
3) Urin < 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir
e. Siapkan antidotum
Jika terjadi henti nafas, lakukan ventilasi (masker dan balon ventilator), beri
kalsium glukonat 1 gram (20 ml dalam larutan 10%) IV perlahan-lahan sampai
pernafasan mulai lagi

Jika MgSO4 tidak tersedia, dapat diberikan diazepam dengan resiko terjadinya
depresi pernafasan neonatal.Dosis tunggal diazepam jarang menimbulkn depresi
pernafasan neonatal.Pemberian terus menerus secara intravena meningkatkan
resiko depresi pernafasan pada bayi yang sudah mengalami iskemia uteroplasental
dan persalinan premature.Pengaruh diazepam dapat berlangsung beberapa hari.
Cara pemberian diazepam :
Catatan :Diazepam hanya dipakai jika MgSO4 tidak tersedia

Pemberian intravena
a. Dosis awal
113
1) Diazepam 10 mg IV pelan-pelan selama 2 menit
2) Jika kejang berulang, ulangi dosis awal
b. Dosis pemeliharaan
1) Diazepam 40 mg dalam 500 ml larutan Ringer Laktat per infuse
2) Depresi pernafasan ibu mungkin akan terjadi dosis >30 mg/jam
3) Jangan berikan >100 mg/24 jam

Pemberian melalui rectum


a. Jika pemberian IV tidak mungkin, diazepam dapat diberikan per rectal, dengan
dosis awal 20 mg dalam semprit 10 ml tanpa jarum
b. Jika konvulsi tidak teratasi dalam 10 menit, beri tambahan 10 mg/jam atau
lebih, bergantung pada berat badan pasien dan respons klinik

Antihipertensi
Jika tekanan diastolic 110 mmHg atau lebih, berikan obat antihipertensi.Tujuannya
adalah untuk mempertahankan tekanan diastolic di antara 90-100 mmHg dan
mencegah perdarahan serebral. Obat pilihan adalah hidralazin
a. Berikan hidralazin 5 mg IV pelan-pelan setiap 5 menit sampai tekanan darah
turun. Ulang setiap jam jika perlu atau berikan hidralazin 12,5 mg IM setiap 2
jam
b. Jika hidralazin tidak tersedia, berikan :
1) Labetolol 10 mg IV :
Jika respons tidak baik (tekanan diastolic tetap >110 mmHg),
berikan labetolol 20 mg IV
Naikkan dosis sampai 40 mg dan 80 mg jika respons tidak baik
sesudah 10 menit
2) ATAU berikan nifedipin 5 mg sublingual. Jika tidak baik setelah 10
menit, beri tambahan 5 mg sublingual
3) Metildopa 3 x 250-500 mg/hari

Persalinan

114
Persalinan harus diusahakan segera setelah keadaan pasien stabil. Penundaan
persalinan meningkatkan resiko untuk ibu dan janin
a. Periksa serviks
b. Jika serviks matang, lakukan pemecahan ketuban, lalu induksi persalinan
dengn oksitosin atau prostaglandin
c. Jika persalinan per vaginam tidak dapat diaharapkan dalam 12 jam (pada
eklampsia) atau dalam 24 jam (pada eklampsia), lakukan seksio sesarea
d. Jika DJJ < 100 x/menit atau >180 x/menit lakukan seksio sesarea
e. Jika serviks belum matang, janin hidup, lakukan seksio sesarea
f. Jika anesthesia untuk seksio sesarea tidak tersedia atau jika janin mati atau
terlalu kecil :
1) Usahakan lahir per vaginam
2) Matangkan serviks dengan misoprostol, prostaglandin atau kateter
Foley

Catatan :Jika seksio sesarea akan dilakukan, perhatikan bahwa :


a. Tidak terdapat koagulopati
b. Anesthesia yang aman/terpilih adalah anesthesia umum, sedang anesthesia
spinal berhubungan dengan resiko hipotensi. Resiko ini dapat dikurangi
dengan memberikan 500-1000 ml cairan IV sebelum anesthesia

Perawatan Pasca Persalinan


a. Anti konvulsan diteruskan sampai 24 jam setelah persalinan atau kejang
terakhir
b. Teruskan terapi antihipertensi jika tekanan diastolic masih 110 mmHg atau
lebih
c. Pantau urin

Rujukan
Rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap jika :
a. Terdapat oliguria (urin kurang dari 400 ml per 24 jam) selama 48 jam setelah
persalinan
b. Terdapat koagulopati atau sindrom HELLP
c. Koma berlanjut lebih dari 24 jam sesudah kejang
115
KOMPLIKASI HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
a. Jika pertumbuhan janin terhambat, lakukan terminasi kehamilan
b. Jika terjadi penurunan kesadaran atau koma, kemungkinan terjadi perdarahan
serebral :
1) Turunkan tekanan darah pelan-pelan
2) Berikan terapi suportif
c. Jika terjadi gagal jantung, ginjal atau hati, berika terapi suportif
d. Jika uji beku darah menunjukkan gangguan tekanan darah, kemungkinan
terdapat koagulopati
e. Jika pasien mendapat infuse dan dipasang kateter, perhatikan upaya
pencegahan infeksi
f. Jika pasien mendapat cairan per infuse, perlu dipantau jumlah cairan masuk
dan keluar agar tidak terjadi over load cairan

HIPERTENSI KRONIK
a. Anjurkan istirahat lebih banyak
b. Pada hipertensi kronik, penurunan tekanan darah ibu akan menganggu perfusi
serta tidak ada bukti-bukti bahwa tekanan darah yang normal akan
memperbaiki keadaan janin dan ibu
1) Jika pasien sebelum hamil sudah mendapat obat antihipertensi dan
terkontrol dengan baik, lanjutkan pengobatan tersebut
2) Jika tekanan diastolic 110 mmHg atau lebih, atau tekanan sistolik 160
mmHg atau lebih, berikan antihipertensi
3) Jika terdapat proteinuria atau tanda-tanda dan gejala lain, pikirkan
superimposed pre eklamsia dan tangani seperti pre eklamsia
c. Pantau pertumbuhan dan kondisi janin
d. Jika tidak ada komplikasi, tunggu samapi aterm
e. Jika DJJ <100x/menit atau >180x/menit, tangani seperti gawat janin
f. Jika terdapat pertumbuhan janin terhambat, nilai serviks dan pertimbngkan
terminasi kehamilan :
1) Jika serviks matang, lakukan amiotomi dan induksi persalinan dengan
oksitosin atau prostaglandin

116
2) Jika serviks belum matang, lakukan pematangan dengan prostaglandin
atau kateter Foley

MALARIA SEREBRAL
Pikirkan kemungkinan malaria serebral jika ditemukan kasus di daerah endemic
malaria dengan demam tinggi disertai nyeri kepala, hilang kesadaran atau
kejang.Pastikan diagnosis dengan pulasan darah perifer. Jika malaria tidak dapat
disingkirkan, obati ibu untuk malaria dan eklampsia

Obat-obat Antimalaria
Quinine dihidroklorida
Dosis awal
a. Jika tersedia quinine intravena, berikan quinine dihidroklorida 20 mg/kg BB
melalui infuse cairan IV (dektrose 5%, NaCl 0,9% atau Ringer Laktat) selama
4 jam :
1) Jangan berikan bolus quinine IV
2) Jika pasien telah mendapat quinine (1,2 gram) dalam 12 jam
sebelumnya, jangan berikan dosis awal lagi tetapi langsung pada dosis
pemeliharaan
3) Jika terapi sebelumnya tidak diketahui, berikan dosis awal
4) Berikan cairan IV 100-500 ml
b. Sesudah 4 jam kemudian, berikan dosis pemeliharaan

Dosis pemeliharaan
a. Berikan 10 mg quinine/kg BB per infuse selama 4 jam. Di ulang dosis sama
setiap 8 jam (misalnya selang seling infuse quinine selama 4 jam lalu bebas
quinine selama 4 jam dan seterusnya)
Catatan :Awasi kemungkinan hipoglikemi dengan memantau glukosa setiap
jam
b. Lanjutkan dosis pemeliharaan sampai pasien sadar dan sudah dapat minum,
lanjutkan dengan :
1) Quinine dihiklorida atau sulfat 10 mg/kg BB setiap 8 jam per oral
sampai 7 hari

117
2) ATAU di daerah dimana sulfadoksin/pirimetamin efektif, berikan 3
tablet dosis tunggal
c. Jika quinine tidak ada, dapat diberikan quinine intravena. Dosis awal 15
mg/kg BB per infuse selama 4 jam. Dosis pemeliharaan 5-7 mg/kg BB setiap
jam per infuse atau per oral selama 7 hari
d. Dosis awal tidak diberikan jika dalam 24 jam sebelumnya pasien telah
mendapat quinine atau quinidine

KEJANG
a. Jika terjadi kejang, berikan diazepam 10 mg IV pelan-pelan selama 2 menit
b. Jika di diagnosis sebagai eklampsia, cegah kejang selanjutnya dengan MgSO4
c. Jika eklamspsia dapat disingkirkan, berikan fenitoin

Fenitoin
Dosis awal
Infuse fenitoin 1 gram (18 mg/kg BB) dalam 50-100 ml NaCl selama 30 menit.
Jangan masukkan fenitoin dalam cairan lain (bukan NaCl) karena akan terjadi
kristalisasi.
a. Bilas dengan NaCl sebelum dan sesudah infuse fenitoin
b. Jangan berikan infuse fenitoin melebihi 50 mg per menit karena dapat terjadi
denyut jantung ireguler, hipotensi dan depresi pernafasan

Dosis pemeliharaan
Beri fenitoin 100 mg IV pelan-pelan selama 2 menit atau per oral setiap 8 jam dimulai
12 jam sesudah dosis awal

Keseimbangan cairan
a. Ukur cairan yang masuk dan keluar
b. Jika terdapat edema paru :
1) Berikan oksigen 4 liter/menit dengan masker atau kanula nasal
2) Berikan furosemid 40 mg IV dosis tunggal
c. Jika produksi urin (< 30 ml/jam) :
1) Periksa kreatinin serum
2) Rehidrasi dengan NaCl atau Ringer Laktat per infus
118
d. Jika produksi urin tetap berkurang, berikan furosemid 40 mg IV dosis tunggal
e. Jika produksi urin tetap < 30 ml/jam selama 4 jam dan kreatinin serum >2,9
mg/dl, tangani sebagai gagal ginjal

HIPOGLIKEMIA
a. Pantau kadar gula darah setiap 4 jam
Jika pasien mendapat quinine, periksa gula darah setiap jam
b. Jika terdapat hipoglikemia, beri 50 ml dekstrose 50% IV diikuti infuse 500 ml
dekstrose 5-10% selama 8 jam. Pantau kadar gula darah dan keseimbangan
cairan

ANEMIA
a. Pantau kadar Hb setiap hari
b. Jika perlu beri transfuse
c. Pantau keseimbangan cairan
d. Beri furosemid 20 mg IV atau per oral
e. Beri sulfas ferrous atau ferrous fumarat 60 mg per oral ditambah asam folat
400 mcg per oral sekali sehari

TETANUS
Terapi dilakukan sesegera mungkin
a. Lakukan penilaian klinis dan perhatikan tanda-tanda/gejala tetanus. Tanda
pertama adalah trismus yang kemudian menjalar menjadi kaku muka, leher
dan tengkuk. Dinding perut kaku seperti papan
b. Atasi kejang dengan pemberian diazepam 10 mg IV pelan-pelan selama 2
menit. Jika perlu, dapat diberi pankuranium atau verkukonium dan
dimasukkan dalam ventilator (jika tersedia)
c. Penanganan umum :
1) Rawat dalam ruang yang tenang
2) Hindari rangsangan
3) Pertahankan hidrasi dan pemberian makanan
4) Obati infeksi sekunder
d. Beri 3000 IU antitoksin tetanus IM
e. Cegah produksi toksin selanjutnya dengan :
119
1) Keluarkan sumber infeksi (misalnya sisa abortus terinfeksi dari kavum
uteri)
2) Suntikkan benzyl penicillin 2 juta unit setiap 4-6 jam IV selama 48
jam, setelahnya berikan ampisillin 500 mg per oral tiga kali sehari
selama 10 hari

Imunisasi Tetanus
Jika pasien mempunyai kekebalan aktif, antibody melewati plasenta, ibu dan janin
akan terlindungi. Pasien dianggap mempunyai kekebalan jika ia telah mendapat 2
dosis vaksin dengan interval 4 minggu dan jarak waktu sekurangnya 4 minggu antara
dosis terakhir dengan saat terminasi kehamilan. Pasien yang telah mendapat vaksinasi
lengkap (5 suntikan) lebih dari 10 tahun sebelum kehamilan sekarang perlu diberi
booster berupa tetanus toksoid 0,5 ml IM
Jika belum pernah imunisasi, berikan serum antitetanus 1.500 unit IM dan suntikkan
booster Tetanus Toksoid (TT) 0,5 ml IM diberikan 4 minggu kemudian

EPILEPSI DALAM KEHAMILAN


Pada umumnya epilepsy tidak dipengaruhi oleh kehamilan
a. Lakukan observasi dengan seksama. Pada umumnya, wanita hamil dengan
epilepsy mempunyai resiko terhadap :
b. Prinsip penanganan epilepsy adalah penggunaan obat dengan dosis sekecil-
kecilnya. Hindari pemberian obat-obat pada kehamilan muda yang
berhubungan dengan kelainan bawaan (seperti asam valproic)
c. Fenitoin dapat mengakibatkan defisiensi neonatal terhadap factor pembekuan
yang bergantung pada factor vitamin K. Berikan vitamin K 1 mg IM pada
neonatus
d. Suplemen asam folat diberikan bersama dengan terapi antiepilepsi dalam
kehamilan
e. Jika pasien kejang, berikan 10 mg diazepam IV pelan-pelan selama 2 menit.
Dapat diulang sesudah 10 menit
f. Jika kejang berlanjut, (status epilepticus) berikan 1.000 mg fenitoin IV yang
dilarutkan dalam NaCl 50-100 ml selama 30 menit (18 mg/kg BB)

120
g. Jika diketahui sebelumnya bahwa pasien tersebut epilepasi, pengobatan yang
selama ini diberikan dapat diteruskan. Beri asam folat suplemen dan berikan 1
mg vitamin K kepada bayi baru lahir
h. Defisiensi asam folat dapat disebabkan oleh obat antikonvulasn. Berikan asam
folat 600 mcg per oral satu kali sehari bersama-sama dengan terapi
antiepilepsi
i. Jika pengobatan selama ini tidak diketahui, beri fenitoin 100 mg 2-3 kali
sehari per oral. Observasi dan sesuaikan pengobatan dengan keadaan klinik
j. Lakukan evaluasi terhadap epilepasi jika epilepsy tersebut baru muncul dalam
kehamilan ini. Jika perlu, rujuk pasien ke fasilitas yang lebih lengkap

B. MASA INTRA NATAL


1. Induksi oksitosin pada hamil lewat waktu, IUFD
Induksi persalinan : merangsang uterus untuk memulai terjadinya persalinan
Akselerasi persalinan : meningkatkan frekuensi, lama dan kekuatan kontraksi
uterus dalam persalinan
Tujuan : mencapai his 3 kali dalam 10 menit, lamanya 40 detik
Jika selaput ketuban masih intak, dianjurkan amniotomi. Kadang-kadang
prosedur ini cukup untuk merangsang persalinan. Cairan ketuban akan keluar,
volume uterus berkurang, prostaglandin dihasilkan, merangsang persalinan
dan kontraksi uterus meningkat

Amniotomi
1) Kaji ulang indikasi
Catatan : hati-hati pada polihidramnion, presentasi muka, tali pusat
terkemuka dan vasa previa
2) Periksa Denyut Jantung Janin (DJJ)
3) Lakukan pemeriksaan serviks dan cata konsistensi, posisi, penipisan dan
bukaan serviks dengan menggunakan sarung tangan DTT
4) Masukkan kokher yang dipegang tangan kiri dan dengan bimbingan
telunjuk dan jari tengah tangan kanan hingga menyentuh selaput ketuban
5) Gerakkan kedua ujung jari tangan dalam untuk menorehkan gigi kokher
hingga merobek selaput ketuban

121
6) Cairan ketuban akan mengalir perlahan. Catat warnanya, kejernihan,
pewarnaan mekonium, jumlahnya. Jika ada pewarnaan mekonium, suspek
gawat janin
7) Pertahankan jari tangan dalam pada vagina agar cairan ketuban mengalir
perlahan dan yakin tidak teraba bagian kecil janin atau tali pusat yang
menumbung
8) Setelah amniotomi, periksa DJJ pada saat kontraksi dan sesudah kontraksi
uterus. Apabila ada kelainan DJJ (kurang dari 100 atau lebih dari 180 kali
permenit), suspek gawat janin
9) Jika kelahiran diperkirakan tidak terjadi dalam 18 jam, berikan antibiotika
pencegahan : ampisilin 2 gr IV (ulangi tiap 6 jam sampai kelahiran). Jika
pasien tidak ada tanda-tanda infeksi sesudah kelahiran, antibiotika
dihentikan
Catatan :Sediaan yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah Genteng
adalah Amoxycillin 500 mg dapat diberikan tiap 8 jam. Atau injeksi
Ceftriaxone 1 gram IV dapat diberikan tiap 12 jam atau 24 jam (tergantung
kondisi) dengan sebelumnya dilakukan skin test terlebih dahulu
10) Jika proses persalinan yang baik tidak terjadi 1 jam setelah amniotomi,
mulailah dengan infuse oksitosin
11) Pada persalinan dengan masalah misalnya sepsis atau eklamsia, infuse
oksitosin dilakukan dengan amniotomi

Induksi Persalinan
Penilaian Serviks
Keberhasilan induksi persalinan bergantung pada skor pelvis
1) Jika skor > 6, biasanya induksi cukup dilakukan dengan oksitosin. Jika <
5, matangkan serviks lebih dahulu dengan prostaglandin atau kateter foley

SKOR
FAKTOR
0 1 2 3
Bukaan (cm) Tertutup 1-2 34 >5 cm
Panjang serviks (cm) >4 cm 3-4 1-2 <1 cm
Konsistensi Kenyal Rata-rata Lunak -

122
Posisi Posterior Tengah Anterior -
Turunnya kepala (cm dari -3 -2 -1 +1, +2
spina iskiadika)
Turunnya kepala (dengan 4/5 3/5 2/5 1/5
palpasi abdominal menurut
sistem perlimaan
Table : Penilaian serviks untuk induksi persalinan (Skor Bishop)

Oksitosin
1) Oksitosin digunakan secara hati-hati karena gawat janin dapat terjadi dari
hiperstimulasi. Walaupun jarang, rupture uteri dapat pula terjadi, lebih-
lebih pada multipara
2) Senantiasa lakukan observasi ketat pada pasien yang mendapatkan
oksitosin
3) Dosis efektif oksitosin bervariasi. Infuse oksitosin dalam dextrose atau
garam fisiologis dengan tetesan dinaikkan secara gradual sampai his
adekuat
4) Pertahankan tetesan sampai persalinan
5) Pantau denyut nadi, tekanan darah dan kontraksi ibu hamil dan periksa
denyut jantung janin ( DJJ)
6) Kaji ulang indikasi
7) Baringkan ibu hamil miring ke kiri
8) Catat semua pengamatan pada partograf tiap 30 menit :
Kecepatan infuse oksitosin
Frekuensi dan lamanya kontraksi
Denyut jantung janin (DJJ). Dengar DJJ tiap 30 menit dan selalu
langsung setelah kontraksi. Apabila DJJ kurang dari 100 per menit,
segera hentikan infus
9) Ibu dengan infuse oksitosin jangan ditinggal sendirian
10) Infuse oksitosin 2,5 unit dalam 500 cc dextrose (atau garam fisiologik)
mulai dengan 10 tetes per menit
11) Naikkan kecepatan infuse 10 tetes per menit tiap 30 menit sampai
kontraksi adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama lebih dari 40 detik)
dan pertahankan sampai terjadi kelahiran
123
Waktu sejak Konsentrasi oksitosin Tetes Dosis Volume Total
induksi per (ml infus volume
(jam) menit U/menit) infus
0,0 2,5 unit dalam 500 ml 10 3 0 0
dextrose atau garam
fisiologik (5 ml U/ml)
0,5 Sama 20 5 15 15
1,0 Sama 30 8 30 45
1,5 Sama 40 10 45 90
2,0 Sama 50 13 60 150
2,5 Sama 60 15 75 225
3,0 5 unit dalam 500 ml 30 15 90 315
dextrose atau garam
fisiologik (10 ml
U/ml)
3,5 Sama 40 20 45 360
4,0 Sama 50 25 60 420
4,5 Sama 60 30 75 495
5,0 10 unit dalam 500 ml 30 30 90 585
dextrose atau garam
fisiologik (20 ml
U/ml)
5,5 Sama 40 40 45 630
6,0 Sama 50 50 60 690
6,5 Sama 60 60 75 765
7,0 Sama 60 60 90 855
Table : Kecepatan infuse oksitosin untuk induksi persalinan

12) Jika terjadi hiperstimulasi (lama kontraksi lebih dari 60 detik) atau lebih
dari 4 kali kontraksi dalam 10 menit, hentikan infuse dan kurangi
hiperstimulasi dengan :
Terbutalin 250 mcg IV pelan-pelan selama 5 menit, ATAU
Salbutamol 5 mg dalam 500 ml cairan (garam fisiologik atau Ringer
Laktat) 10 tetes per menit

124
Waktu sejak Konsentrasi oksitosin Tetes Dosis (ml Volume Total
induksi per U/menit) infus volume
(jam) menit infus
0,0 2,5 unit dalam 500 ml 15 4 0 0
dextrose atau garam
fisiologik (5 ml U/ml)
0,5 Sama 30 8 23 23
1,0 Sama 45 11 45 68
1,5 Sama 60 15 58 135
2,0 5 unit dalam 500 ml 30 15 90 225
dextrose atau garam
fisiologik (10 ml U/ml)
2,5 Sama 45 23 45 270
3,0 Sama 60 30 68 338
3,5 10 unit dalam 500 ml 30 30 90 428
dextrose atau garam
fisiologik (20 ml U/ml)
4,0 Sama 45 45 45 473
4,5 Sama 60 60 68 540
5,0 Sama 60 60 90 630
Table : Eskalasi cepat pada primigravida. Kecepatan infuse oksitosin untuk
induksi persalinan
13) Jika tidak tercapai kontraksi yang adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan
lama lebih dari 40 detik) setelah infuse oksitosin mencapai 60 tetes per
menit :
Naikkan konsentrasi oksitosin menjadi 5 unit dalam 500 ml dextrose
(atau garam fisiologik) dan sesuaikan kecepatan infuse sampai 30 tetes
per menit (15 mlU/menit)
Naikkan kecepatan infuse 10 tetes per menit tiap 30 menit sampai
kontraksi adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama lebih dari 40
detik) atau setelah infuse oksitosin mencapai 60 tetes per menit
14) Jika masih tidak tercapai kontraksi yang adekuat dengan konsentrasi yang
lebih tinggi :
Pada multigravida, induksi dianggap gagal, lakukan seksio sesarea
Pada primigravida, infuse oksitosin bias dinaikkan konsentrasinya
yaitu :
10 unit dalam 500 ml dextrose (atau garam fisiologik) 30 tetes per
menit

125
Naikkan 10 tetes tiap 30 menit sampai kontraksi adekuat
Jika kontraksi tetap tidak adekuat setelah 60 tetes per menit (60
mlU per menit), lakukan seksio sesarea
15) Jangan berikan oksitosin 10 unit dalam 500 ml pada multigravida dan pada
bekas seksio sesarea

Prostaglandin
Prostaglandin sangat efektif untuk pemetangan serviks selama induksi
persalinan.
a. Panyau denyut nadi, tekanan darah, kontraksi ibu hamil dan periksa
denyut jantung janin (DJJ). Catat semua pengamatan pada partograf
b. Kaji ulang indikasi
c. Prostaglandin E2 (PGE2) bentuk pesarium 3 mg atau gel 2-3 mg
ditempetkan pada forniks posterior vagina dan dapat diulangi 6 jam
kemudian (jika his tidak timbul)
d. Pantau denyut jantung janin dan his pada induksi persalinan dengan
prostaglandin
e. Hentikan pemberian prostaglandin dan mulailah infuse oksitosin, jika :
1) Ketuban pecah
2) Pematangan serviks telah tercapai
3) Proses persalinan telah berlangsung
4) ATAU pemakaian prostaglandin telah 24 jam

Misoprostol
a. Penggunaan misoprostol untuk pematangan serviks hanya pada kasus-
kasus tertentu, misalnya :
1) Preeklamsia berat/eklamsia dan serviks belum matang
sedangkan seksio sesarea belum dapat segera dilakukan atau
bayi terlalu premature untuk bias hidup
2) Kematian janin dalam rahim lebih dari 4 minggu belum in partu
dan terdapat tanda-tanda gangguan pembekuan darah
b. Tempatkan tablet misoprostol 25 mcg di forniks posterior vagina dan
jika his tidak timbul dapat diulangi setelah 6 jam

126
c. Jika tidak ada reaksi setelah 2 kali pemberian 25 mcg, naikkan dosis
menjadi 50 mcg tiap 6 jam
d. Jangan lebih dari 50 mcg setiap kali pakai dan jangan lebih dari 4 dosis
atau 200 mcg
e. Misoprostol mempunyai resiko meningkatkan kejadian rupture uteri.
Oleh karena itu, hanya dikerjakan di pelayanan kesehatan yang
lengkap (ada fasilitas operasi)
f. Jangan berikan oksitosin dalam 8 jam sesudah pemberian misoprostol

Kateter Foley
Kateter foley merupakan alternative lain disamping pemberian prostaglandin
untuk mematangkan serviks dan induksi persalinan
a. Jangan lakukan kateter foley jika ada riwayat perdarahan, ketuban
pecah, pertumbuhan janin terlambat atau infeksi vaginal
b. Kaji ulang indikasi
c. Pasang speculum DTT di vagina
d. Masukkan kateter foley No.24 pelan-pelan melalui serviks dengan
menggunakan forceps DTT. Pastikan ujung kateter sudah melewati
ostium uteri internum
e. Gembungkan balon kateter dengan memasukkan 10 ml air
f. Gulung sisa kateter dan letakkan di vagina
g. Diamkan kateter dalam vagina sampai timbul kontraksi uterus atau
sampai 12 jam
h. Kempiskan balon kateter sebelum mengeluarkan kateter, kemudian
lanjutkan dengan infuse oksitosin

Akselerasi Persalinan dengan Oksitosin


a. Kaji ulang indikasi

127
b. Pemakaian infuse oksitosin sama seperti untuk induksi persalinan

Gambar. Janin IUFD pada usia kehamilan 16 minggu

2. Pelayanan terhadap syok


Syok merupakan kegagalan system sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang
adekuat ke organ-organ vital.Syok merupakan suatu kondisi yang mengancam jiwa
dan membutuhkan tindakan segera dan intensif.
Penyebab syok pada kasus gawat darurat obstetric biasanya adalah perdarahan (syok
hipovolemik), sepsis (syok septic), gagal jantung (syok kardiogenik), rasa nyeri (syok
neurogenik), alergi (syok anafilaktik)
Curigai atau antisipasi syok jika terdapat satu atau lebih kondisi berikut ini :
a. Perdarahan pada awal kehamilan (seperti abortus, kehamilan ektopik atau
mola)
b. Perdarahan pada akhir kehamilan atau persalinan (seperti plasenta previa,
solusio plasenta, rupture uteri)
c. Perdarahan setelah melahirkan (seperti rupture uteri, atonia uteri, robekan
jalan lahir, plasenta yang tertingal)
d. Infeksi (seperti pada abortus yang tidak aman atau abortus septic, amnionitis,
metritis, pielonefritis)
e. Trauma (seperti perlukaan pada uterus atau usus selama proses abortus,
rupture uteri, robekan jalan lahir)

128
TANDA DAN GEJALA
Diagnosis syok jika terdapat tanda atau gejala berikut :
a. Nadi cepat dan lemah (110 kali per menit atau lebih)
b. Tekanan darah yang rendah 9sistolik kurang dari 90 mmHg)
Tanda dan gejala lain dari syok meliputi :
a. Pucat (khususnya pada kelopak mata bagian dalam, telapak tangan atau sekitar
mulut)
b. Keringat atau kulit yang terasa dingin dan lembab
c. Pernafasan yang cepat (30 kali per menit atau lebih)
d. Gelisah, bingung atau hilangnya kesadaran
e. Urin yang sedikit (kurang dari 30 ml per jam)

PENANGANAN
Prinsip dasar penanganan syok
a. Tujuan utama pengobatan syok ialah melakukan penanganan awal dan khusus
untuk :
1) Menstabilkan kondisi pasien
2) Memperbaiki volume cairan sirkulasi darah
3) Mengefisiensikan system sirkulasi darah
b. Setelah pasien stabil tentukan penyebab syok

Penanganan awal
a. Mintalah bantuan. Segera mobilisasi seluruh tenaga yang ada dan siapkan
fasilitas tindakan gawat darurat
b. Lakukan pemeriksaan secara cepat keadaan umum ibu dan harus dipastikan
bahwa jalan nafas bebas
c. Pantau tanda vital (nadi, tekanan darah, pernafasan dan suhu tubuh)
d. Baringkan ibu tersebut dalam posisi miring untuk meminimalkan resiko
terjadinya aspirasi jika ia muntah dan untuk memastikan jalan nafasnya
terbuka
e. Jagalah ibu tersebut tetap hangat tetapi jangan terlalu panas karena hal ini akan
menambah sirkulasi perifernya dan mengurangi aliran darah ke organ vitalnya
f. Naikkan kaki untuk menambah jumlah darah yang kembali ke jantung (jika
memungkinkan tinggikan tempat tidur pada bagian kaki)
129
Penanganan khusus
a. Mulailah infuse intra vena (2 jika memungkinkan) dengan menggunakan
kanula atau jarum terbesar (no.16 atau ukuran terbesar yang tersedia). Darah
diambil sebelum pemberian cairan infuse untuk pemeriksaan golongan darah
dan uji kecocokan (cross match) pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit.
Jika memungkinkan pemeriksaan darah lengkap termasuk trombosit, ureum,
kreatinin pH darah dan elektrolit, faal hemostasis dan uji pembekuan.
1) Segera berikan cairan infuse (garam fisiologik atau Ringer Laktat)
awalnya dengan kecepatan 1 liter dalam 15-20 menit
Catatan :Hindari penggunaan pengganti plasma (seperti dekstran).
Belum terdapat bukti bahwa pengganti plasma lebih baik jika
dibandingkan dengan garam fisiologik pada resusitasi ibu yang
mengalami syok dan dekstran dalam jumlah banyak dapat berbahaya
2) Berikan paling sedikit 2 liter cairan ini pada 1 jam pertama. Jumlah ini
melebihi cairan yang dibutuhkan untuk mengganti kehilangan cairan
yang sedang berjalan
3) Setelah kehilangan cairan dikoreksi, pemberian cairan infuse
dipertahankan dalam kecepatan 1 liter per 6-8 jam
Catatan :Infuse dengan kecepatan yang lebih tinggi mungkin
dibutuhkan dalam penatalaksanaan syok akibat perdarahan. Usahakan
untuk mengganti 2-3 kali lipat jumlah cairan yang diperkirakan hilang
b. Jangan berikan cairan melalui mulut pada ibu yang mengalami syok
c. Jika vena perifer tidak dapat dikanulasi, lakukan venous cut-down
d. Pantau terus tanda-tanda vital (setiap 15 menit) dan darah yang hilang.
Apabila kondisi pasien membaik, hati-hati agar tidak berlebihan member
cairan. Nafas pendek dan pipi bengkak merupakan kemungkinan tanda
kelebihan pemberioan cairan
e. Lakukan kateterisasi kandung kemih dan pantau cairan yang masuk dan
jumlah urine yang keluar. Produksi urine harus diukur dan dicatat
f. Berikan oksigen dengan kecepatan 6-8 liter per menit dengan sungkup atau
kanula hidung

130
Uji masa pembekuan sederhana
a. Nilai status pembekuan dengan menggunakan uji pembekuan sederhana :
1) Ambil 2 ml darah vena ke dalam tabung reaksi kaca yang bersih, kecil
dan kering (kira-kira 10 mm x 75 mm)
2) Pegang tabung tersebut dalam genggaman untuk menjaganya tetap
hangat (kurang lebih +37 C)
3) Setelah 4 menit, ketuk tabung secara perlahan untuk melihat apakah
pembekuan sudah terbentuk kemudian ketuk setiap menit sampai darah
membeku dan tabung dapat dibalik
4) Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya
bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan adanya
koagulopati

PENENTUAN DAN PENANGANAN PENYEBAB SYOK


Tentukan penyebab syok setelah ibu stabil keadaannya
Syok Perdarahan
a. Jika perdarahan hebat, dicurigai sebagai penyebab syok
1) Ambil langkah-langkah secara berurutan untuk menghentikan
perdarahan (seperti oksitosin, masase uterus, kompresi bimanual,
kompresi aorta, persiapan untuk tindakan pembedahan)
2) Transfuse sesegera mungkin untuk mengganti kehilangan darah. Pada
kasus syok karena perdarahan, transfuse darah dibutuhkan jika Hb<8
g%. Biasanya darah yang diberikan ialah darah segar yang baru
diambil dari donor darah
3) Tentukan penyebab perdarahan dan tata laksana :
Jika perdarahan terjadi pada 22 minggu pertama kehamilan,
curigai abortus, kehamilan ektopik atau mola
Jika perdarahan terjadi setelah 22 minggu atau pada saat
persalinan tetapi sebelum melahirkan, curigai plasenta previa,
solusio plasenta atau robekan dinding uterus
Jika perdarahan terjadi setelah melahirkan, curigai robekan
dinding uterus, atonia uteri, robekan jalan lahir, plasenta yang
tertinggal

131
4) Nilai ulang keadaan ibu dalam waktu 20-30 menit setelah pemberian
cairan, nilai ulang keadaan ibu tersebut untuk melihat adanya tanda-
tanda perbaikan
5) Tanda-tanda bahwa kondisi pasien sudah stabil atau ada perbaikan
sebagai berikut :
Tekanan darah mulai naik, sistolik mencapai 100 mmHg
Denyut jantung stabil
Kondisi mental pasien membaik, ekspresi ketakutan berkurang
Produksi urin bertambah. Diharapkan produksi urin paling
sedikit 100 ml/4 jam atau 30 ml/jam

Syok septic
b. Jika infeksi dicurigai menjadi penyebab syok :
1) Ambil sampel secukupnya (darah, urin, pus) untuk kultur mikroba
sebelum memolai terapi antibiotika, jika fasilitas memungkinkan
2) Penyebab utama syok septic (70% kasus) ialah bacterial Gram negative
seperti Eskherisia koli, Klebsiella pneumonia, Serratia, Enterobakter
dan Pseudomonas.
3) Antibiotika harusdiberikan apabila diduga atau terdapat infeksi,
misalnya pada kasus sepsis, syok septic, cedera intraabdominal, dan
perforasi uterus.
4) Untuk kebanyakan kasus dipilih antibiotic berspektrum luas yang
efektif terhadap kuman Gram negative, Gram positif, aneorobik dan
klamidia. Antibiotika harus diberikan dalam bentuk kombinasi agar
diperoleh cakupan yang luas.
5) Berikan kombinasi antibiotika untuk mengobati infeksi aerob dab
anaerob dan teruskan sampai ibu tersebut bebas demam selama 48 jam:
Penisilin G 2 juta unit ATAU ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
DITAMBAH gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 12
jam
DITAMBAH metronidasol %)) mg I.V. setiap 8 jam.
6) Nilai ulang keadaan ibu tersebut untuk menilai adanya tanda-tanda
perbaikan.

132
c. Jika trauma dicurigai sebagai penyebab syok, lakukan persiapan untuk
tindakan pembedahan
d. Perubahan kondisi sepsis sulit diperkirakan, dalam waktu singkat dapat
memburuk
e. Tanda-tanda bahwa kondisi pasien sudah stabil atau ada perbaikan ialah :
1) Tekanan darah mulai naik, sistolik mencapai 100 mmHg.
2) Denyut jantung stabil
3) Kondisi mental pasien membaik, ekspresi ketakutan berkurang
4) Produksi urin bertambah. Diharapkan produksi urin paling sedikit 100
ml/4 jam

PENILAIAN ULANG
a. Nilai ulang respon ibu terhadap pemberian cairan dalam waktu 30 menit untuk
menentukan apakah kondisinya membaik. Tanda-tanda perbaikan meliputi :
1) Nadi yang stabil (90 kali per menit atau kurang)
2) Peningkatan tekanan darah (sistolik 100 mmHg atau lebih)
3) Perbaikan styatus mental (berkurangnya kebingungan dan kegelisahan)
4) Maningkatnya jumlah urin (30 ml per jam atau lebih)
b. Jika kondisi ibu tersebut membaik :
1) Sesuaikan kecepatan infuse menjadi 1 liter dalam 6 jam
2) Teruskan penatalaksanaan untuk penyebab syok
c. Jika kondisi ibu tersebut tidak membaik, berarti ia membutuhkan penanganan
selanjutnya

PENATALAKSANAAN LEBIH LANJUT


a. Teruskan infuse cairan intra vena, sesuaikan kecepatan infuse menjadi 1 liter
dalan waktu 6 jam dan pertahankan oksigen 6-8 liter per menit
b. Pantau dengan ketat kondisi ibu
c. Lakukan tes laboratorium meliputi hematokrit, golongan darah dan rhesus dan
cross match. Jika fasilitas memungkinkan, periksa elektrolit serum, kreatinin
serum dan pH darah

133
PRINSIP DASAR DALAM MERUJUK KASUS GAWAT DARURAT
Setelah kondisi pasien stabil, penanganan terhadap penyebab syok perdarahan
maupun septic harus dilakukan. Jika penyakit yang menjadi dasar penyebab syok
septic tidak dapat ditangani di tempat itu, pasien harus dirujuk ke fasilitas yang lebih
mampu menangani
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merujuk kasus gawat darurat antara lain :
a. Stabilisasi penderita dengan :
1) Pemberian oksigen
2) Pemberian cairan infuse intravena dan transfuse darah
3) Pemberian obat-obatan (antibiotika, analgetika dan toksoid tetanus)
b. Transportasi
c. Pasien harus didampingi oleh tenaga yang terlatih dan keluarganya
d. Ringkasan kasus harus ditekankan
e. Komunikasi dengan keluarga

PEMBERIAN OBAT
a. Pemberian intravena (IV) dipilih untuk kondisi syok, kondisi gawat darurat
yang mungkin membutuhkan tindakan pembedahan segera, setiap infeksi yang
serius termasuk sepsis dan syok septic
b. Pemberian intamuskular (IM) dipilih apabila pemberian IV tidak mungkin
dilakukan dan apabila obat yang dipilih dapat diberikan menurut cara ini
c. Pemberian per oral hanya dapat diberikan pada kasus yang stabil kondisinya
dan mampu menelan obat per oral. Jangan memberikan obat per oral pada
kasus syok, pada kasus dengan cedera intra abdominal, perforasi/rupture uteri,
kehamilan ektopik terganggu atau kondisi serius lainnya yang memerlukan
tindakan bedah segera

Obat Pengurang Rasa Nyeri


a. Dalam meilih obat pengurang rasa nyeri yang tepat harus dipertimbangkan
kondisi pasien saat itu, saat dan cara pemberian obat dan beberapa hal khusus
yang harus diperhatikan untuk setiap jenis obat yang dipilih
b. Penderita dalam syok atau akan mengalami pembedahan segera hanya boleh
mendapat obat IV dan IM

134
c. Hindarilah sedasi berlebihan sebab sedasi berlebihan dapat menyembunyikan
gejala yang penting untuk membuat diagnosis
d. Setiap narkotika dapat menekan pernafasan yang mungkin fatal, oleh sebab itu
pasien yang mendapat narkotika harus dalam pengamatan yang ketat dan
cermat
e. Obat anti radang non steroid dan aspirin dapat menganggu pembekuan darah
f. Kombinasi obat pengurang rasa nyeri dengan obat penenang seperti diazepam
meningkatkan resiko depresi pernafasan
Obat analgetika yang direkomendasikan ialah :
Morfin 10-15 mg IM atau 15 mg IV
Petidin 50-100 mg IM
Parasetamol 500 mg per oral
Parasetamol dan Kodein 30 mg per oral
Tramadol oral atau IM 50 mg atau Supositoria 100 mg

Toksoid Tetanus
a. Berikan jika ada riwayat abortus beresiko tinggi untuk infeksi tetanus,
misalnya ; sangat kotor, luka tusuk kecil tetapi dalam, sebaiknya diberi
booster vakin tetanus
b. Apabila pasien belum mendapat satu seri imunisasi lengkap dalam 5-10 tahun
terakhir atau tidak dapat dipastikan status imunisasinya, seharusnya diberi
vaksin tetanus dan antitoksin tetanus
c. Apabila vaksin dan antitoksin tetanus diberikan pada saat yang sama, harus
digunakan semprit yang berbeda dan tempat suntikan yang berbeda pula

Diuretika
a. Penggunaan diuretika seperti furosemid hanya boleh diberikan apabila
terdapat gagal jantung dan edema paru-paru
b. Jika pasien kurang sadar, dauer kateter harus dipasang, banyaknya produksi
urin harus diukur dan dicatat. Harus diperhatikan keseimbangan penggunaan
diuretika dengan banyaknya cairan infuse yang masuk

135
3. Penanganan pecah ketuban
MASALAH
a. Keluarnya cairan berupa cairan air-air dari vagina setelah kehamilan berusia
22 minggu
b. Ketuban dinyatakan pecah dini jika terjadi sebelum proses persalinan
berlangsung
c. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum
kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm

PENANGANAN UMUM
a. Konfirmasi usia kehamilan, kalau ada dengan USG
b. Lakukan pemeriksaan inspekulo (dengan speculum DTT) untuk menilai cairan
yang keluar (jumlah, warna, bau) dan membedakannya dengan urin
c. Jika ibu mengeluh perdarahan pada akhir kehamilan (setelah 22 minggu),
jangan lakukan pemeriksaan dalam secara digital
d. Tentukan ada tidaknya infeksi
e. Tentukan tanda-tanda inpartu

DIAGNOSIS
Gejala dan tanda Gejala dan tanda kadang- Diagnosis
selalu ada kadang ada kemungkinan
Keluar cairan Pecah ketuban tiba-tiba Ketuban pecah dini
ketuban Cairan tampak di introitus
Tidak ada his dalam 1 jam
Cairan vagina Riwayat keluarnya cairan Amnionitis
berbau Uterus nyeri
Demam/menggigil Denyut jantung janin cepat
Nyeri perut Perdarahan per vaginam sedikit
Cairan vagina Gatal Vaginitis/Servisitis
berbau Keputihan
Tidak ada riwayat Nyeri perut
ketuban pecah Disuria
Cairan vagina Nyeri perut Perdarahan antepartum

136
berdarah Gerak janin berkurang
Perdarahan banyak
Cairan berupa Pembukaan dan pendataran Awal persalinan aterm
darah lender serviks atau preterm
Ada his
Table : Diagnosis cairan vagina

PENANGANAN KHUSUS
Ketuban Pecah Dini
Konfirmasi diagnosis
a. Bau cairan ketuban yang khas
b. Jika keluarnya cairan ketuban sedikit-sedikit, tampung cairan yang keluar dan
nilai 1 jam kemudian
c. Dengan speculum DTT, lakukan pemeriksaan inspekulo. Nilai apakah cairan
keluar melalui ostium uteri atau terkumpul di forniks posterior
d. Jangan lakukan pemeriksaan dalam dengan jari karena tidak membantu
diagnosis dan dapat mengundang infeksi
e. Jika mungkin, lakukan :
1) Tes lakmus (tes nitrazin). Jika kertas lakmus merah berubah menjadi
biru menunjukkan adanya cairan ketuban (alkalis). Darah dan infeksi
vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu
2) Tes pakis dengan meneteskan cairan ketuban pada objek gelas dan
dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan Kristal
cairan amnion dan gambaran daun pakis
Penanganan
a. Rawat di rumah sakit
b. Jika ada perdarahan per vaginam dengan nyeri perut, pikirkan solusio plasenta
c. Jika ada tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau), berikan
antibiotika sama halnya jika terjadi amnionitis
d. Jika tidak ada infeksi dan kehamilan <37 minggu :
1) Berikan antibiotika untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin :
Ampisillin 4x500 mg selama 7 hari DITAMBAH Eritromisin
3x250 mg per oral selama 7 hari

137
2) Berikan kortikosteroid kepada ibu untuk memperbaiki kematangan
paru janin :
Betametason 12 mg IM dalam 2 dosis setiap 12 jam
ATAU Deksametason 6 mg IM dalam 4 dosis setiap 6 jam
Catatan : Jangan berikan kortikosteroid jika ada infeksi
3) Lakukan persalinan pada kehamilan 37 minggu
4) Jika terdapat his dan darah lender, kemungkinan terjadi persalinan
preterm
e. Jika tidak terdapat tanda infeksi dan kehamilan >37 minggu :
1) Jika ketuban telah pecah >18 jam, berikan antibiotika profilaksis untuk
mengurangi resiko infeksi streptokokus grup B :
Ampisillin 2 gram IV setiap 6 jam
ATAU Penisillin G 2 juta unit IV setiap 6 jam sampai
persalinan
Jika tidak ada infeksi pasca persalinan : hentikan antibiotika
2) Nilai serviks :
Jika serviks sudah matang, lakukan induksi persalinan dengan
oksitosin
Jika serviks belum matang, matangkan serviks dengan
prostaglandin dan infuse oksitosin atau lahirkan dengan seksio
sesarea

Amnionitis
a. Berikan antibiotika kombinasi sampai persalinan :
1) Ampisillin 2 gram IV setiap 6 jam DITAMBAH Gentamisin 5 mg/kg
BB IV setiap 24 jam
2) Jika persalinan pervaginam, hentikan antibiotika pasca persalinan
3) Jika persalinan dengan seksio sesarea, lanjutkan antibiotika dan
berikan Metronidazole 500 mg IV setiap 8 jam sampai bebas demam
selama 48 jam
b. Nilai serviks :
1) Jika serviks matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin

138
2) Jika serviks belum matang, matangkan dengan prostaglandin dan
infuse oksitosin atau lakukan seksio sesarea
c. Jika terdapat metritis (demam, carian vagina berbau), berikan antibiotika
d. Jika terdapat sepsis pada bayi baru lahir, lakukan pemeriksaan kultur dan
berikan antibiotika

4. Penanganan persalinan lama


MASALAH
a. Fase laten lebih dari 8 jam
b. Persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih tanpa kelahiran bayi
(persalinan lama)
c. Dilatasi serviks di kanan garis waspada pada partograf

PENANGANAN UMUM
a. Nilai dengan segera keadaan umum ibu hamil dan janin (termasuk tanda vital
dan tingkat hidrasinya)
b. Kaji kembali partograf, tentukan apakah pasien berada dalam persalinan
Nilai frekuensi dan lamanya his
c. Perbaiki keadaan umum dengan :
1) Dukungan emosi, perubahan posisi (sesuai dengan penanganan
persalinan normal)
2) Periksa keton dalam urin dan berikan cairan, baik oral maupun
parenteral dan upayakan buang air kecil (kateterisasi hanya kalau
perlu)
d. Berikan analgesia tramadol atau petidin 25 mg IM (maksimal 1 mg/kg BB)
atau morfin 10 mg IM, jika pasien merasakan nyeri yang sangat

DIAGNOSIS
Factor-faktor penyebab persalinan lama :
a. His tidak efisien/adekuat
b. Factor janin
c. Factor jalan lahir

139
Tanda dan gejala Diagnosis
Serviks tidak membuka Belum in partu
Tidak didapatkan his/his tidak teratur
Pembukaan serviks tidak melewati 4 cm sesudah 8 jam in Fase laten
partu dengan his yang teratur memanjang
Pembukaan serviks melewati kanan garis waspada partograf : Fase aktif
Frekuensi his <3 his/10 menit dan lamanya <40 detik memanjang
Pembukaan serviks dan turunnya bagian janin yang
dipresentasi tidak maju sedangkan his baik Inersia uteri
Pembukaan serviks dan turunnya bagian janin yang Disproporsi
dipresentasi tidak maju dengan kaput, terdapat moulase cephalopelvik
hebat, edema serviks, tanda rupture uteri imminens, gawat Obstruksi kepala
janin Malpresentasi
Kelainan presentasi (selain vertex dengan oksiput anterior atau malposisi
Pembukaan serviks lengkap, ibu ingin mengedan tetapi tidak Kala II lama
ada kemajuan penurunan
Table : Diagnosis persalinan lama

PENANGANAN KHUSUS
Persalinan Palsu/Belum In Partu
Periksa apakah ada infeksi saluran kemih atau ketubn pecah.Jika didaptkan adanya
infeksi, obati secara adekuat. Jika tidak ada pasien boleh rawat jalan

Fase Laten Memanjang (Prolonged Latent Phase)


Diagnosis fase laten memanjang dibuat secara retrospektif. Jika his berhenti, pasien
disebut belum in partu atau persalinan palsu. Jika his makin teratur dan pembukaan
makin bertambah lebih dari 4 cm, pasien masuk dalam fase laten.
Jika fase laten lebih dari 8 jam dan tidak ada tanda-tanda kemajuan, lakukan penilaian
ulang terhadap serviks :
a. Jika tidak ada perubahan pada pendataran atau pembukaan serviks dan tidak
ada gawat janin, mungkin pasien belum in partu
b. Jika ada kemajuan dalam pendataran dan pembukaan serviks, lakukan
amniotomi dan induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin :

140
1) Lakukan penilaian ulang setiap 4 jam
2) Jika pasien tidak masuk fase aktif setelah dilakukan pemberian
oksitosin selama 8 jam, lakukan seksio sesarea
c. Jika didapatkan tanda-tanda infeksi (demam, cairan, vagina berbau) :
1) Lakukan akselerasi persalinan dengan oksitosin
2) Berikan antibiotika kombinasi sampai persalinan :
Ampisillin 2 gram IV setiap 6 jam
DITAMBAH Gentamisin 5 mg/kg BB IV setiap 24 jam
Jika terjadi persalinan per vaginam stop antibiotika pasca
persalinan
Jika dilakukan seksio sesarea, lanjutkan antibiotika
DITAMBAH Metronidazole 500 mg IV setiap 8 jam sampai
ibu bebas demam selama 48 jam

Fase Aktif Memanjang


a. Jika tidak ada tanda-tanda disproporsi sefalopelvik atau obstruksi dan ketuban
masih utuh, pecahkan ketuban
b. Nilai his :
1) Jika his tidak adekuat <3 his dalam 10 menit dan lamanya <40 detik)
pertimbangkan adanya inersia uteri
2) Jika his adekuat (3 kali dalam 10 menit dan lamanya >40 detik),
pertimbangkan adanya disproporsi, obstruksi, malposisi atau
malpresentasi
c. Lakukan penanganan umum yang akan memperbaiki his dan mempercepat
kemajuan persalinan

Disproporsi Sefalopelvik
Disproporsi sefalopelvik terjadi karena janin terlalu besar atau panggul ibu kecil
sehingga persalinan macet.Penilaian ukuran panggul yang baik adalah dengan
melakukan partus percobaan (trial of labor). Kegunaan pelvimetri klinis terbatas
a. Jika diagnosis disproporsi, lakukan seksio sesarea
b. Jika bayi mati :
1) Lakukan kraniotomi

141
2) Bila tidak mungkin melakukan kraniotomi lakukan seksio sesarea

Obstruksi (Partus Macet)


a. Jika bayi hidup dan pembukaan serviks sudah lengkap dan penurunan kepala
1/5, lakukan ekstraksi vakum
b. Jika bayi hidup dengan pembukaan serviks belum lengkap atau kepala bayi
masih terlalu tinggi untuk ekstraksi vakum, lakukan seksio sesarea
c. Jika bayi mati, lahirkan dengan kraniotomi/embriotomi

His tidak Adekuat (Inersia Uteri)


Jika his tidak adekuat sedangkan disproporsi dan obstruksi dapat disingkirkan,
kemungkinan penyebab persalinan lama adalah inersia uteri
a. Pecahkan ketuban dan lakukan akselerasi persalinan dengan oksitosin
b. Evaluasi kemajuan persalinan dengan pemeriksaan vaginal 2 jam setelah his
adekuat :
1) Jika tidak ada kemajuan, lakukan seksio sesarea
2) Jika ada kemajuan, lanjutkan infuse oksitosin dan evaluasi setiap 2 jam

Kala II Memanjang (Prolonged Expulsive Phase)


Upaya mengedan ibu menambah resiko pada bayi karena mengurangi jumlah oksigen
ke plasenta. Dianjurkan mengedan secara spontan (mengedan dan menahan nafas
terlalu lama tidak dianjurkan)
a. Jika malpresentasi dan tand-tanda obstruksi bisa disingkirkan, berikan infuse
oksitosin
b. Jika tidak ada kemajuan penurunan kepala :
1) Jika kepala tidak lebih dari 1/5 di atas simfisis pubis atau bagian tulang
kepala di stasion (0), lakukan ekstraksi vakum atau cunam
2) Jika kepala di antara 1/5-3/5 di atas simfisis pubis atau bagian tulang
kepala di antara stasion (0)-(-2), lakukan ekstraksi vakum
3) Jika kepala lebih dari 3/5 di atas simfisis pubis atau bagian tulang
kepala di atas stasion (-2), lakukan seksio sesarea

142
5. Persalinan dengan parut uterus
MASALAH
Kehamilan dan persalinan dengan parut pada uterus oleh karena bekas seksio sesarea,
miomektomi atau rupture uteri

PENANGANAN UMUM
a. Pasang infuse
b. Usahakan mencari penyebab terjadinya parut uterus, mungkin karena seksio
sesarea, rupture uteri, miomektomi atau reseksi kornu uterus. Jaringan parut
dapat memperlemah uterus yang pada akhirnya dapat menyebabkan rupture
uteri pada saat persalinan

PENANGANAN KHUSUS
Penelitian menunjukkan bahwa 50% pasien dengan kasus jaringan parut seksio
sesarea transversa rendah dapat melahirkan per vaginam. Pasien harus diberi
informasi resiko rupture uteri yang relative rendah : 0,5%-1%

Partus Percobaan (Trial of Labor)


a. Pastikan bahwa kondisi-kondisi yang mendukung untuk dilakukannya partus
percobaan, seperti :
1) Riwayat operasi sebelumnya adalah insisi transversa rendah
2) Presentasi janin adalah presentasi 143ertex normal
3) Jika dibutuhkan dapat dilakukan seksio sesarea darurat
b. Jika kondisi di atas tidak terpenuhi atau jika wanita tersebut mempunyai
riwayat seksio sesarea atau rupture uteri dua kali, lakukan persalinan per
abdominal
c. Pantau kemajuan persalinan dengan menggunakan partograf
d. Jika persalinan melampaui garis waspada pada partograf, segera cari penyebab
kelambatan persalinan dan ambil tindakan yang sesuai :
1) Jika persalinan yang tidak maju ini disebabkan oleh his yang tidak
efisien, pecahkan ketuban dengan pengait amnion atau klem kokher
dan akselerasi persalinan dengan oksitosin
2) Jika terdapat tanda-tanda disproporsi pelvic atau obstruksi, segera
lakukan seksio sesarea
143
e. Jika terdapat tanda-tanda akan terjadinya rupture uteri (denyut nadi ibu cepat,
nyeri abdomen menetap dan nyeri suprapubik, gawat janin), segera lakukan
seksio sesarea
f. Jika dicurigai terjadi rupture uteri, segera lakukan seksio sesarea dan lakukan
perbaikan pada uterus atau lakukan histerektomi

Pada Persalinan
a. Jika pasien masuk rumah sakit dalam fase persalinan, pasien harus diawasi
ketat :
1) Tanda-tanda vital
2) Rasa sakit pada perut/uterus bagian bawah
3) Perdarahan dan tanda-tanda rupture uteri spontan
b. Tentukan letak/presentasi janin dan turunnya presentasi
c. Jika janin presentasi kepala lakukan partus percobaan, jika criteria untuk
persalinan per vaginam dipenuhi dan tidak ada kontra indikasi
d. Insisi pada seksio sesarea ulangan sedapat mungkin pada daerah segmen
bawah rahim kecuali tidak memungkinkan misalnya :
1) Perlengketan segmen bawah rahim
2) Segmen bawah rahim belum terbentuk
3) Gawat janin
4) Plasenta previa
e. Penyulit-penyulit pada seksio sesarea ulangan :
1) Perlekatan peritoneum
2) Perdarahan karena atonia uteri
3) Febris puerpuralis
4) Luka tidak mau menutup

Factor-faktor yang harus Dipertimbangkan pada Partus Percobaan


a. Lebih dari 1 kali seksio sesarea
Dari beberapa penelitian ternyata pasrtus percobaan berhasil dengan baik pada
bekas seksio sesarea 2 kali atau lebih tetapi resiko rupture meningkat sedikit
b. Indikasi seksio sesarea
Frekuensi partus per vaginam setelah seksio sesarea dengan indikasi partus tak
maju dan disproporsi sefalopelvik paling rendah tetapi bukan kontraindikasi
144
c. Partus spontan
Jika pasien pernah partus per vaginam maka kemungkinan persalinan per
vaginam lebih besar
d. Tipe insisi
Seksio sesarea klasik/corporal lebih mudah mengalami rupture uteri sehingga
perlu dilakukan seksio sesarea
e. Umur kehamilan yang lalu
Jika umur kehamilan <26 minggu pada seksio sesarea yang lalu berarti
segmen bawah rahim belum terbentuk dengan sempurna. Insisi yang dilakukan
adalah transversal pada korpus uteri sehingga resiko pada pasien ini lebih
besar
f. Penyembuhan luka
Penyembuhan luka yang tidak baik pada seksio sesarea yang lalu atau
perluasan insisi ke korpus uteri merupakan kontraindikasi untuk partus
percobaan

6. Gawat janin dalam persalinan


MASALAH
a. Denyut jantung janin (DJJ) < 100 kali per menit atau >180 kali per menit
b. Air ketuban hijau kental

PENANGANAN UMUM
a. Pasien dibaringkan miring ke kiri
b. Berikan oksigen
c. Hentikan infuse oksitosin (jika sedang diberikan infuse oksitosin)

DIAGNOSIS
Diagnosis gawat janin saat persalinan didasarkan pada denyut jantung janin yang
abnormal. Diagnosis lebih pasti jika disertai air ketuban hijau dan kental/sedikit
Gawat janin dapat terjadi dalam persalinan karena partus lama, infuse oksitosin,
perdarahan, infeksi, insufisiensi plasenta, ibu diabetes, kehamilan pre dan post term
atau prolapsus tali pusat. Hal ini harus segera dideteksi dan perlu penanganan segera

145
Denyut jantung janin abnormal
a. DJJ normal dapat melambat sewaktu his dan segera kembali normal setelah
relaksasi
b. DJJ lambat (kurang dari 100 per menit) saat tidak ada his menunjukkan
adanya gawat janin
c. DJJ cepat (lebih dari 180 kali per menit) yang disertai takhikardia ibu bisa
karena ibu demam, efek obat, hipertensi atau amnionitis. Jika denyut jantung
ibu normal, denyut jantung janin yang cepat sebaiknya dianggap sebagai tanda
gawat janin

Mekonium
a. Adanya mekonium pada cairan amnion lebih sering terlihat saat janin
mencapai maturitas dan dengan sendirinya bukan merupakan tanda-tanda
gawat janin. Sedikit mekonium tanpa dibarengi dengan kelainan pada denyut
jantung janin merupakan suatu peringatan untuk pengawasan lebih lanjut
b. Mekonium kental merupakan tanda pengeluaran mekonium pada cairan
amnion yang berkurang dan merupakan indikasi perlunya persalinan yang
lebih cepat dan penanganan mekonium pada saluran nafas atas neonatus
untuk mencegah aspirasi mekonium
c. Pada presentasi sungsang, mekonium dikeluarkan pada saat persalinan akibat
kompresi abdomen janin pada persalinan. Hal ini bukan merupakan tanda
kegawatan kecuali jika hal ini terjadi pada awal persalinan

PENANGANAN KHUSUS
Jika denyut jantung janin diketahui tidak normal, dengan atau tanpa kontaminasi
mokenium pada cairan amnion, lakukan hal sebagai berikut ;
a. Jika sebab dari ibu diketahui (seperti demam, obat-obatan) mulailah
penanganan yang sesuai
b. Jika sebab dari ibu tidak diketahui dan denyut jantung janin tetap abnormal
sepanjang paling sedikit 3 kontraksi, lakukan pemeriksaan dalam untuk
mencari penyebab gawat janin :
1) Jika terdapat perdarahan dengan nyeri yang hilang timbul atau
menetap, pikirkan kemungkinan solusio plasenta

146
2) Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, secret vagina berbau tajam),
berikan antibiotika untuk amnionitis
3) Jika tali pusat terletak di bawah bagian bawah janin atau dalam vagina,
lakukan penanganan prolaps tali pusat
c. Jika denyut jantung janin tetap abnormal atau jika terdapat tanda-tanda lain
gawat janin (mekonium kental pada cairan amnion), rencanakan persalinan :
1) Jika serviks telah berdilatasi dan kepala janin tidak lebih dari 1/5 di
atas simfisis pubis atau bagian teratas tulang kepala janin pada stasion
0, lakukan persalinan dengan ekstraksi vakum atau forceps
2) Jika serviks tidak berdilatasi penuh dan kepala janin berada lebih dari
1/5 di atas simfisis pubis atau bagian teratas tulang kepala janin berada
di atas stasion 0, lakukan persalinan dengan seksio sesarea

7. Penanganan Malpresentasi dan Malposisi


Malposisi merupakan posisi abnormal dari vertex kepala janin (dengan ubun-ubun
kecil sebagai penanda) terhadap panggul ibu. Malpresentasi adalah semua presentasi
lain dari janin selain presentasi vertex

MASALAH
Janin dalam keadaan malpresentasi dan malposisi sering menyebabkan partus lama
atau partus macet

PENANGANAN UMUM
a. Lakukan penilaian cepat mengenai kondisi ibu termasuk tanda vital (nadi,
tekanan darah, suhu dan pernafasan)
b. Lakukan penilaian kondisi janin :
1) Dengarkan denyut jantung janin segera setelah his :
Hitung DJJ selama satu menit penuh paling sedikit setiap 30
menit selama fase aktif dan setiap 5 menit selama fase kedua
Jika DJJ <100 atau >180 kali per menit, kemungkinan gawat
janin
2) Jika ketuban pecah, lihat warna cairan ketuban :

147
Jika ada mekonium yang kental, awasi lebih ketat atau lakukan
intervensi untuk penanganan gawat janin
3) Tidak adanya cairan pada saat ketuban pecah menandakan adanya
pengurangan jumlah air ketuban yang mungkin ada hubungannya
dengan gawat janin
c. Berikan dukungan moral yang mungkin ada hubungannya dengan gawat janin
d. Lakukan penilaian kemajuan persalinan memakai partograf
Catatan : Awasi ibu dengan ketat karena malpresentasi meningkatkan resiko
terjadinya rupture uteri karena partus macet

DIAGNOSIS
Menentukan Presentasi
a. Yang paling sering adalah presentasi vertex, selainnya presentasi dahi, muka,
ganda/kombinasi dan bokong.
b. Jika presentasi vertex, tentukan posisi kepala menurut anatomi tulang kepala

Menentukan Posisi Kepala Janin


a. Kepala janin biasanya masuk ke rongga panggul ibu dengan posisi ubun-ubun
kecil lintang.
b. Dengan penurunan, kepala janin mengalami rotasi sehingga ubun-ubun kecil
terletak di bagian depan pada rongga panggul ibu. Kegagalan perputaran
ubun-ubun kecil ke depan sebaiknya di tata laksana sebagai posisi ubun-ubun
kecil belakang
c. Variasi posisi pada presentasi normal adalah posisi vertex yang mengalami
fleksi sempurna, dengan posisi ubun-ubun kecil terletak lebih rendah pada
vagina dibandingkan dengan sinsiput
d. Jika kepala janin mengalami fleksi sempurna dengan ubun-ubun kecil depan
atau lintang (pada awal persalina), lanjutkan dengan persalinan
e. Jika kepala janin tidak berada dalam posisi ubun-ubun kecil depan, kenali dan
tata laksana malposisi ini
f. Jika kepala janin bukan merupakan bagian yang mengalami presentasi atau
jika kepala janin terfleksi sempurna, kenali dan tata laksana malpresentasi ini

148
PENANGANAN KHUSUS
Posisi Oksiput Posterior
Rotasi secara spontan menjadi oksiput anterior terjadi pada 90% kasus.Persalinan
yang terganggu terjadi jika kepala janin tidak rotasi atau turun. Pada persalinan dapat
terjadi robekan perineum yang tidak teratur atau ekstensi episiotomy
a. Jika ada tanda-tanda persalinan macet atau DJJ >180 x/menit atau < 100
x/menit pada fase apapun, lakukan seksio sesarea
b. Jika ketuban utuh, pecahkan ketuban dengan pengait amnion atau klem kokher
c. Jika pembukaaan serviks belum lengkap dan tidak ada tanda obstruksi,
akselerasi persalinan dengan oksitosin
d. Jiak pebukaan serviks lengkap dan tidak ada kemajuan pada fase pengeluaran,
periksa kemungkinan adanya obstruksi
Jika tidak ada tanda obstruksi, akselerasi persalinan dengan oksitosin
e. Jika pembukaan lengkap dan jika :
1) Kepala janin teraba 3/5 atau lebih diatas simfisis pubis (pintu atas
panggul) atau kepala diatas station (-2), lakukan seksio sesarea
2) Kepala janin diantara 1/5 dan 3/5 di atas simfisis pubis atau bagian
terdepan kepala janin diantara station 0 dan -2 :
Lakukan ekstraksi vakum
Atau seksio sesarea
3) Kepala tidak lebih dari 1/5 di atas simfisis pubis atau bagina terdepan
dan kepala janin berada di station 0, lakukan ekstraksi vakum atau
ekstraksi cunam

Presentasi Dahi
Pada presentasi dahi, biasanya kepala tidak turun dan persalinan macet.Konversi
apontan ke arah presentasi vertex atau muka jarang terjadi, khususnya jika janin mati
atau kecil. Koversi spontan biasanya jarang terjadi pada janin hidup dengan ukuran
normal jika ketuban telah pecah
a. Jika janin hidup, lakukan seksio sesarea
b. Jika janin mati dan pembukaan serviks :
1) Tidak lengkap, lakukan seksio searea
2) Lengkap, lakukan kraniotomo

149
3) Jika tidak terampil melakukan kraniotomi, lakukan seksio sesarea
Jangan lahirkan presentasi dahi dengan ekstraksi vakum atau cunam

Presentasi Muka
Dagu berfungsi sebagai indicator posisi kepala. Dalam hal ini, sangatlah penting
untuk membedakan posisi dagu depan di mana dagu terletak di bagian depan pada
rongga panggul ibu, dengan posisi dagu belakang.
Sering terjadi persalinan lama.Kepala bisa lahir spontan apabila dagu anterior dan
fleksi. Presentasi muka dengan dagu posterior kepala tidak akan turun dan persalinan
akan macet.

Posisi dagu anterior


a. Jika pembukaan lengkap :
1) Biarkan persalinan spontan
2) Jika kemajuan lambat dan tidak terdapat tanda-tanda obstruksi,
percepat persalinan dengan oksitosin
3) Jika kepala tidak turun dengan baik, lakukan ektraksi cunam (forceps)
b. Jika pembukaan tidak lengkap dan tidak ada tanda-tanda obstruksi :
1) Akselerasi dengan oksitosin
2) Periksa kemajuan persalinan secara presentasi vertex
Jangan lakukan ekstraksi vakum pada presentasi muka

Posisi dagu posterior


a. Jika pembukaan serviks lengkap, lahirkan dengan seksio sesarea
b. Jika pembukaan serviks tidak lengkap, nilai penurunan, rotasi dan kemajuan
persalinan. Jika macet, lakukan seksio sesarea
c. Jika janin mati, lakukan kraniotomi (kalau terampil) atau seksio sesarea

Presentasi Ganda (Majemuk)


Persalinan spontan hanya bisa terjadi jika janin sangat kecil atau mati dan maserasi.
Persalinan macet terjadi pada fase ekspulsi
Lengan yang mengalami prolaps kadang-kadang dapat diubah posisinya :
a. Bantulah ibu untuk mengambil posisi knee-chest (posisi Trendelenburg)

150
b. Sorong tangan ke atas ke luar dari simfisis pubis dan pertahankan di sana
sampai timbul kontraksi kemudian dorong kepala masuk ke dalam panggul
c. Lanjutkan dengan penatalaksanaan untuk persalinan normal
d. Jika prosedur gagal atau terjadi prolapsus tali pusat, lakukan seksio sesarea

Presentasi Bokong
Presentasi bokong (sungsang) dengan partus lama merupakan indikasi seksio sesarea.
Tidak adanya kemajuan persalinan merupakan salah satu tanda disproporsi
Frekuensi presentasi bokong cukup tinggi pada persalinan preterm

Persalinan Awal
Setiap persalinan sungsang sebaiknya ditolong pada fasilitas kesehatan yang dapat
melakukan operasi
a. Lakukan versi luar jika :
1) Kehamilan berumur 37 minggu atau lebih dan kemungkinan besar lahir
per vaginam (jika dilakukan versi pada umur kehamilan kurang dari 37
minggu sering terjadi kembali pada presentasi semula)
2) Kemungkinannya dapat dilahirkan per vaginam
3) Ketuban utuh dan air ketuban cukup
4) Tidak ada komplikasi atau kontraindikasi (contohnya : pertumbuhan
janin terhambat, perdarahan, bekas seksio, kelainan janin, kehamilan
kembar, hipertensi)
b. Jika versi luar berhasil, lanjutkan dengan persalinan normal
c. Jika versi luar gagal, lanjutkan dengan persalinan sungsang per vagnam atau
seksio sesarea

Persalinan per vaginam pada presentasi bokong


Persalinan spontan (Bracht) pada primigravida sebaiknya di rumah sakit dan harus di
evaluasi dengan hati-hati karena kelahiran bokong belum tentu kepala bisa lahir (after
coming head) yang dapat membawa kematian janin. Kepala janin harus lahir dalam
waktu maksimal 8 menit sejak lahir sebatas pusat.
a. Suatu persalinan sungsang pervaginam dengan bantuan tenaga medis yang
terlatih merupakan tindakan yang mungkin dilakukan dan aman dengan syarat
berikut :
151
1) Bokong sempurna (complete) atau bokong murni (frank breech)
2) Pelvimetri klinis yang adekuat
3) Janin tidak terlalu besar
4) Tidak ada riwayat seksio sesarea dengan indikasi disproporsi
cefalopelvik
5) Kepala fleksi
b. Ikuti kemajuan persalinan dengan seksama dengan partograf
c. Jika ketuban pecah, periksa apakah ada prolaps tali pusat
Catatan :Jangan pecahkan ketuban
d. Apabila ada prolapsus tali pusat dan kelahiran pervaginam tidak mungkin,
lakukan seksio sesarea
e. Jika tali pusat prolaps dan persalinan pervaginam tidak memungkinkan,
lakukan seksio sesarea
f. Jika DJJ abnormal (<100 atau >180 x/menit) atau persalinan lama, lakukan
seksio sesarea
Catatan :Mekonium biasa terdapat pada persalinan sungsang dan tidak
berbahaya selama DJJ normal
g. Ibu jangan mengedan sebelum pembukaaan lengkap. Pembukaan lengkap
dipastikan dengn pemeriksaan pervaginam

Badan janin tidak bisa diputar untuk melahirkan lengan depan dulu
a. Lahirkan lengan belakang dulu
b. Dengan cara memegang pergelangan kaki angkat kaki, sehingga dada bayi ke
arah bagian dalam kaki ibu, bahu belakang akan lahir
c. Lahirkan lengan dan tangan belakang
d. Pergelangan kaki ditarik dan tangan depan dilahirkan

Tangan dan lengan terjebak dan terlipat di sekitar leher (nuchal arms)
Jangan menarik badan bayi untuk pertolongan kelahiran, karena dapat menyebabkan
lengan menjungkit dan berada di sekitar leher bayi

152
Perasat Lovset
a. Pegang bayi pada daerah sacrum dengan punggung bayi di depan
b. Putar bayi setengah lingkaran sedemikian rupa sehingga siku bayi berada di
muka bayi
c. Usap/lahirkan lengan dan tangan bayi (melahirkan dengan paksa nuchal arms
akan dapat mencederai lengan bayi)

Kepala bayi macet


a. Pergunakan forceps Piper atau forceps yang panjang
b. Yakinkan bahwa pembukaan lengkap
c. Pegang dan angkat badan bayi ke atas
d. Pasang daun forceps kiri lebih dulu
e. Pasang daun forceps kanan dan kunci
f. Tarik dan upayakan fleksi untuk melahirkan kepala bayi
g. Periksa serviks dan vagina apakah ada laserasi, jika ada lakukan reparasi

Persalinan pada presentasi kaki (footling breech delivery)


Pada kelainan presentasi ini sebaiknya dilakukan seksio sesarea. Persalinan
pervaginam hanya jika :
a. Persalinan sudah sedemikin maju dan pembukaan sudah lengkap
b. Bayi preterm yang kemungkinan hidupnya kecil
c. Bayi kedua pada kehamilan kembar

SEKSIO SESAREA PADA PRESENTASI BOKONG


Seksio sesarea lebih aman dan direkomendasikan pada :
a. Presentasi kaki ganda
b. Pelvis kecil atau malformasi
c. Janin sangat besar
d. Bekas seksio sesarea dengan indikasi disproporsi sefalopelvik
e. Kepala hiperekstensi atau defleksi
Catatan :Bayi preterm bukan merupakan indikasi seksio sesarea. Seksio
sesarea elektif tidak memperbaiki hasil persalinan sunngsang bayi premature

153
Komplikasi
a. Komplikasi presentasi bokong pada janin :
1) Prolaps tali pusat
2) Trauma pada bayi akibat : tangan mengalami ekstensi, kepala
mengalami ekstensi, pembukaan serviks belum lengkap dan
disproporsi sefalopelvik
3) Asfiksia karena prolaps tali pusat, kompresi tali pusat, pelepasan
plasenta dan kepala macet
4) Perlukaan/trauma pada organ abdomen atau pada leher
5) Patah tulang leher
b. Komplikasi pada ibu :
1) Pelepasan plasenta
2) Perlukaan vagina atau serviks
3) Endometritis

Letak Lintang dan Presentasi Bahu


a. Lakukan versi luar jika ibu pada permulaan in partu dan ketuban intak :
1) Jika versi luar berhasil, lanjutkan dengan persalinan normal
2) Jika versi luar gagal atau tidak dianjurkan, lakukan seksio sesarea
b. Lakukan pengawasan adanya prolapsus tali pusat. Jika tali pusat mengalami
prolaps dan persalinan belum mulai, lakukan seksio sesarea
Catatan :Dapat terjadi rupture uteri jika ibu tidak diawasi
c. Dalam obstetric modern, pada letak lintang menetap dan dalam keadaan in
partu dilakukan seksio sesarea walau janin hidup atau mati

8. Penanganan Distosia Bahu


MASALAH
Kepala janin telah dilahirkan tetapi bahu tersangkut dan tidak dapat dilahirkan

PENANGANAN UMUM
a. Pada setiap persalinan bersiaplah untuk menghadapi distosia bahu, khususnya
pada persalinan dengan bayi besar
b. Siapkan beberapa orang untuk membantu
c. Distosia bahu tidak dapat diprediksi
154
DIAGNOSIS
a. Kepala janin dapat dilahirkan tetapi tetap berada dekat vulva
b. Dagu tertarik dan menekan perineum
c. Tarikan pada kepala gagal melahirkan bahu yang terperangkap di belakang
simfisis pubis

PENANGANAN KHUSUS
a. Buatlah episotomi yang cukup luas untuk mengurangi obstruksi jaringan lunak
dan memberi ruangan yang cukup untuk tindakan
b. Dalam posisi ibu berbaring telentang, mintalah ia untuk menekuk kedua
tungkainya dan mendekatkan lututnya sejauh mungkin ke arah dadanya.
Mintalah bantuan 2 orang asisten untuk menekan fleksi kedua lutut ibu ke arah
dada
c. Dengan memakai sarung tangan yang telah di desinfeksi tingkat tinggi :
1) Lakukan tarikan yang kuat dan terus menerus kea rah bawah pada
kepala janin untuk menggerakkan bahu depan di bawah simfisis pubis
Catatan : Hindari tarikan yang berlebihan pada kepala yang dapat
mengakibatkan trauma pada pleksus brakhialis
2) Mintalah seorang asisten untuk melakukan tekanan secara simultan ke
arah bawah pada daerah suprapubis untuk membantu persalinan bahu
Catatan : Jangan lakukan tekanan fundus. Hal ini dapat
mempengaruhi bahu lebih lanjut dan dapat mengakibatkan rupture
uteri
d. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan :
1) Pakailah sarung tangan yang telah di desinfeksi tingkat tinggi,
masukkan tangan ke dalam vagina
2) Lakukan penekanan pada bahu yang terletak di depan dengan arah
sternum bayi untuk memutar bahu dan mengecilkan diameter bahu
3) Jika diperlukan, lakukan penekanan pada bahu belakang sesuai dengan
arah sternum
e. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan setelah dilakukan tindakan di atas :
1) Masukkan tangan ke dalam vagina
2) Raih humerus dari lengan belakang dan dengan menjaga lengan tetap
fleksi pada siku, gerakkan lengan ke arah dada. Tindakan ini akan
155
memberikan ruangan untuk bahu depan agar dapat bergerak di bawah
simfisis pubis
f. Jika semua tindakan di atas tetap tidak dapat melahirkan bahu, pilihan lain :
1) Patahkan klavikula untuk mengurangi lebar bahu dan bebaskan bahu
depan
2) Lakukan tarikan dengan menagit ketiak untuk mengeluarkan lengan
belakang

9. Penanganan Prolapsus Tali Pusat


MASALAH
Tali pusat terkemuka (diketahui saat ketuban masih utuh) dan tali pusat menumbung
(ketuban sudah pecah) sama bahayanya dan mengancam kehidupan janin. Keadaan ini
memerlukan penanganan segera

DIAGNOSIS
a. Setiap saat ketuban pecah dalam persalinan, periksalah kemungkinan adanya
prolapsus tali pusat
b. Teraba tali pusat di depan bagian terendah janian (tali pusat terkemuka)
c. Tali pusat keluar di vagina segera setelah ketuban pecah (tali pusat
menumbung)
PENANGANAN KHUSUS
Tali Pusat Berdenyut
Jika tali pusat berdenyut berarti janin masih hidup
a. Beri oksigen 4-6 liter/menit melalui masker atau kanula nasal
b. Posisi ibu Trendelenburg
c. Diagnosis tahapan persalinan melalui pemeriksaan dalam segera
d. Jika ibu pada persalinan kala I :
1) Dengan sarung tangan DTT, masukkan tangan dalam vagina dan
bagian terendah janin segera didorong ke atas sehingga tahanan pada
tali pusat dapat dikurangi
2) Tangan yang lain menahan bagian terendah di suprapubis dan evaluasi
keberhasilan reposisi

156
3) Jika bagian terbawah janin telah terpegang dengan kuat di atas rongga
panggul, keluarkan tangan dari vagina. Letakkan tangan tetap di atas
abdomen sampai dilakukan seksio sesarea
4) Jika tersedia berikan salbutamol 0,5 mg IV secara perlahan untuk
mengurangi kontkasi rahim
5) Segera lakukan seksio sesarea
e. Jika ibu pada persalinan kala II :
1) Pada presentasi kepala, lakukan segera persalinan dengan ekstraksi
vakum atau ekstraksi cunam/forceps dengan episiotomy
2) Jika presentasi bokong/sungsang lakukan ekstraksi bokong atau kaki
dan gunakan forceps Piper atau panjang untuk melahirkan kepala yang
menyusul
3) Jika letak lintang, siapkan seksio sesarea
4) Siapkan segera resusitasi neonatus

Tali Pusat Tak Berdenyut


Jika tali pusat tak berdenyut berarti janin telah meninggal.Keadaan ini sudah tidak
merupakan tindakan darurat lagi dan lahirkan bayi sealamiah mungkin tanpa
mencederai ibu. Pergunakan waktu untuk memberikan konseling pada ibu dan
keluarganya tentang apa yang terjadi dan tindakan apa yang akan dilakukan.
Diharapkan persalinan dapat berlangsung spontan per vaginam
Jika ibu pada persalinan kala II ;
a. Pada presentasi kepala, lakukan segera persalinan dengan ektraksi vakum atau
ekstraksi cunam/forceps dengan episiotomy
b. Jika presentasi bokong/sungsang lakukan ekstraksi bokong atau kaki dan
gunakan forceps Piper atau panjang untuk melahirkan kepala yang menyusul
c. Jika letak lintang, siapkan seksio sesarea
d. Siapkan segera resusitasi neonatus

157
Gambar. Tali pusat menumbung

10. Kuret pada blighted ovum/kematian medis, abortus inkomplet-mola


hidatidosa
Pilihan utama bagi evakuasi uterus adalah aspirasi vakum manual.Dilatasi dan
kuretase dianjurkan apabila aspirasi vakum manual tidak tersedia.
a. Kaji ulang indikasi
b. Lakukan konseling dan persetujuan tindakan medis
c. Persiapan alat, pasien dan pencegahan infeksi sebelum tindakan
d. Berikan dukungan emosional.
e. Beri petidin 1-2 mg/kg berat badan secara IM atau IV sebelum prosedur
f. Suntikkan 10 IU oksitosin IM atau 0,2 mg ergometrin IM sebelum tindakan agar
uterus berkontraksi dan mengurangi resiko perforasi
g. Lakukan pemeriksaan bimanual untuk menentukan bukaan serviks, arah, besar,
konsistensi uterus dan kondisi forsises
h. Lakukan tindakan aseptic/antiseptic pada vagina dan serviks
i. Periksa apakah ada robekan serviks atau hasil konsepsi di kanalis servikalis. Jika
ada, keluarkan dengan cunam ovum
j. Jepit serviks dengan tenakulum pada pukul 11 dan 13. Dapat pula menggunakan
cunam ovum untuk menjepit serviks
Catatan : pada abortus inkomplet, cunam ovum lebih dianjurkan daripada
tenakulum, karena tenakulum dapat merobek serviks serta tidak memerlukan
lignokain
k. Jika menggunakan tenakulum, suntikkan lignokain 0,5% 1 ml pada bibir depan
atau belakang serviks
l. Dilatasi hanya diperlukan pada missed abortion atau jika hasil konsepsi tertahan di
kavum uteri untuk beberapa hari :
1) Masukkan sendok kuret melalui kanalis servikalis
2) Jika diperlukan dilatasi, mulai dengan dilator terkecil sampai kanalis
servikalis cukup untuk dilalui oleh sendok kuret (biasanya 10-12 mm)
3) Hati-hati jangan sampai merobek serviks atau membuat perforasi uterus
m. Lakukan pemeriksaan kedalaman dan lengkung uterus dengan penera kavum uteri
n. Lakukan kerokan dinding uterus secara sistematis hingga bersih (terasa seperti
mengenai bagian bersabut)

158
o. Lakukan pemeriksaan bimanual untuk menilai besar dan konsistensi rahim
p. Hasil evakuasi diperiksa dulu dan apabila perlu dikirim ke Laboratorium Patologi
Anatomik

Perawatan Pasca Tindakan


a. Beri parasetamol 500 mg per oral jika perlu
b. Segera mobilisasi dan realimentasi
c. Beri antibiotika profilaksis termasuk tetanus profilaksis jika perlu
d. Konseling atau konseling KB jika perlu
e. Boleh pulang 1-2 jam pasca tindakan jika tidak terdapat tanda-tanda komplikasi
f. Anjurkan pasien segera kembali ke dokter bila terjadi gejala-gejala seperti :
1) Nyeri perut (lebih dari beberapa hari)
2) Perdarahan berlanjut (lebih dari 2 minggu)
3) Perdarahan lebih dari haid
4) Demam
5) Menggigil
6) Pingsan

Gambar. Hasil kuretase pada Mola yang berbentuk butiran seperti buah anggur

11. Aspirasi Vakum Manual


a. Kaji ulang indikasi (abortus insipiens < 16 minggu, abortus inkomplit, mola,
perdarahan pasca persalinan akibat sisa plasenta)
b. Lakukan konseling dan persetujuan tindakan medis
c. Persiapan alat, pasien dan pencegahan infeksi sebelum tindakan
d. Berikan dukungan emosional. Beri parasetamol 30 menit sebelum tindakan
e. Siapkan tekanan negative di dalam tabung AVM dengan :
1) Menutup klep atau pengatur katup ke depan bawah

159
2) Tarik tungkai plunger hingga ganjal kiri dan kanan keluar dari tabung dan
tertekan dengan baik di belakang tabung
3) Letakkan di meja instrument
Catatan :Pada mola dengan jumlah jaringan banyak, siapkan 3 tabung AVM
f. Suntikkan 10 IU oksitosin IM atau 0,2 mg ergometrin IM sebelum tindakan agar
uterus berkontraksi dan mengurangi resiko perforasi
g. Lakukan pemeriksaan bimanual untuk menentukan bukaan serviks, arah, besar,
konsistensi uterus dan kondisi fornises
h. Lakukan tindakan aseptic/antiseptic pada vagina dan serviks
i. Periksa apakah ada robekan serviks atau hasil konsepsi di kanalis servikalis. Jika
ada, keluarkan dengan cunam ovum
j. Jepit serviks dengan tenakulum pada pukul 11 dan 13. Jika bukaan serviks cukup
besar, bibir atas serviks dapat dijepit dengan cunam ovum atau cunam fenster
Catatan : Pada abortus inkomplet, lebih baik gunakan cunam ovum atau cunam
fenster karena tidak melukai serviks serta tidak memerlukan lignokain
k. Jika menggunakan tenakulum untuk menjepit serviks, suntikkan lignokain 0,5% 1
ml pada bibir depan dan belakang serviks
l. Dilatasi hanya diperlukan pada missed abortion atau jika hasil konsepsi tertahan
di kavum uteri untuk beberapa hari :
1) Masukkan kanula sedot yang terbesar
2) Lakukan dilatasi secara bertahap (sampai 10-12 mm)
3) Hati-hati jangan sampai merobek serviks
m. Lakukan pemeriksaan kedalaman dan lengkung uterus dengan penera kavum uteri
n. Tentukan ukuran kanula yang sesuai dengan bukaan ostium
o. Tarik tenakulum hingga serviks dan uterus pada posisi yang sesuai kemudian
dorong kanula hingga mencapai fundus tetapi tidak lebih dari 10 cm. Ukur
kedalaman uterus dengan tanda bulatan yang terdapat pada kanula kemudian
mundurkan kanula sedikit
p. Hubungkan kanula dengan tabung AVM yang telah disiapkan. Tabung dipegang
dengan satu tangan, tenakulum dengan tangan lainnya. Adaptor dihubungkan
dengan mulut tabung
q. Buka katup pengatur tekanan dengan kanula sehingga menyentuh fundus
kemudian lakukan evakuasi sisa konsepsi dengan gerakan maju mundur sambil
rotasi dari kiri ke kanan. Jaga agar ujung kanula tidak keluar dari ostium uteri
160
Catatan :Jangan keluarkan kanula melewati os servikalis. Apabila vakum hilang
atau tabung penuh lebih dari setengahnya, kosongkan tabung dan buat vakum
kembali
r. Perhatikan tanda-tanda evakuasi sudah selesai :
1) Terdapat busa kemerah-merahan, tanpa jaringan dalam kanula
2) Terasa mulut kanula mengenai permukaan yang kasar seperti sabut
3) Uterus berkontraksi seperti menjepit kanula
s. Keluarkan kanula dari uterus
t. Keluarkan isi tabung ke dalam tempat penampungan (untuk pemeriksaan patologi
anatomi), buka pengatur klep dan tekan pendorong
u. Lakukan pemeriksaan bimanual untuk menilai besar dan konsistensi rahim
v. Periksa hasil evakuasi uterusjika bukan berupa sisa konsepsi pikirkan
kemungkinan :
1) Abortus komplit
2) Tidak ada kehamilan
3) Uterus abnormal (uterus bikornis)
4) Kehamilan ektopik
w. Pasang speculum vagina, periksa apakah masih ada perdarahan. Jika masih ada
perdarahan dan uterus masih lunak dan besar, perlu dilakukan evakuasi ulang

Perawatan Pasca Tindakan


a. Beri parasetamol 500 mg per oral jika perlu
b. Segera mobilisasi dan realimentasi
c. Beri antibiotika profilaksis termasuk tetanus profilaksis jika tersedia
d. Konseling atau konseling KB
e. Boleh pulang 1-2 jam pasca tindakan jika tidak terdapat tanda-tanda
komplikasi
f. Anjurkan pasien segera kembali ke dokter bila terjadi gejala-gejala seperti :
1) Nyeri perut (lebih dari beberapa hari)
2) Perdarahan berlanjut (lebih dari 2 minggu)
3) Perdarahan lebih dari haid
4) Demam
5) Menggigil
6) Pingsan
161
12. Ekstraksi Cunam
a. Kaji ulang indikasi
b. Perhatikan syarat-syarat :
1) Presentasi belakang kepala atau muka dengan dagu di depan atau kepala
menyusul pada sungsang
2) Pembukaan lengkap
3) Penurunan kepala 0/5 (H III-IV)
4) Kontraksi baik dan ibu tidak gelisah
5) Ketuban sudah pecah
c. Persetujuan tindakan medis
d. Berikan dukungan emosional. Jika perlu lakukan blok pudendal
e. Persiapan sebelum tindakan : untuk pasien, penolong (operator dan asisten) dan
kelahiran bayi
f. Pencegahan infeksi sebelum tindakan (termasuk asepsis dan antisepsis pada vulva
dan vagina luar)
g. Orientasi posisi cunam : dalam keadaan terkunci dekatkan cunam pada aspektus
genitalis ibu dan orientasikan kedudukan cunam setelah terpasang nanti sesuai
dengan kedudukan sutura sagitalis dan ubun-ubun kecil (biparietal terhadap
kepala janin)
h. Beri pelican pada daun cunam (minyak steril atau antiseptic jelly)
i. Dengan memegang gagang cunam kiri oleh tangan kiri seperti memegang pensil
masukkan daun cunam ke vagina dengan dituntun oleh jari-jari tangan kanan
sampai mencakup bagian lateral kepala bayi. Geser daun cunam dengan lembut di
antara kepala bayi dan tangan untuk menempatkannya pada posisi yang tepat di
samping kepala (seperti saat melakukan orientasi)
j. Ulangi maneuver yang sama untuk sisi lain, gunakan tangan kanan untuk
memasang daun cunam kanan
k. Setelah posisi kedua daun cunam sudah seperti saat melakukan orientasi, rapatkan
gagang cunam dan lakukan penguncian. Kesulitan penguncian merupakan indikasi
bahwa pemasangan tidak benar. Kondisi ini merupakan indikasi untuk terminasi
perabdominam
l. Dengan tanagn kanan memegang daun cunam dan tangan kiri memegang leher
cunam, lakukan penarikan (pada puncak his0 dengan mengikuti putaran paksi

162
dalam dan sesuai dengan sumbu jalan lahir. Lakukan traksi kea rah bawah dan
posterior
m. Lakukan pemeriksaan di antara kontraksi :
1) Denyut jantung janin
2) Aplikasi forceps
n. Bila terasa ada tahanan yang berat atau badan ibu ikut tertarik berarti ada indikasi
adanya disproporsi atau halangan untuk melanjutkan prosedur. Terminasi
perabdominam
o. Setelah suboksiput dibawah simfisis, lakukan episiotomy, tahan perineum dengan
tangan kiri dan lanjutkan penarikan ke arah atas sehingga lahirlah dahi, muka,
dagu dan seluruh kepala
Catatan : Kepala harus turun pada setiap tarikan. Dua atau tiga tarikan sudah
cukup
p. Lepaskan kunci gagang cunam, masukkan ke dalam wadah dekontaminasi
q. Lanjutkan kelahiran bayi dan plasenta seperti pertolongan persalinan biasa
r. Eksplorasi jalan lahir dengan menggunakan speculum Sims atas dan bawah untuk
melihat robekan pada dinding vagina, porsio atau tempat lain

Kegagalan
a. Ekstraksi cunam dianggap gagal bila :
1) Kepala tidak turun pada setiap ekstraksi
2) Janin belum lahir sesudah 3 tarikan atau 30 menit
b. Setiap aplikasi cunam harus dianggap sebagai cunam percobaan
c. Jika ekstraksi cunam gagal, lakukan seksio sesarea

Komplikasi Janin
a. Cedera nervus facial, yang biasanya segera membaik
b. Laserasi dan fraktur, yang butuh observasi
c. Fraktur pada muka dan tulang tengkorak membutuhkan pengawasan

Komplikasi Ibu
a. Robekan jalan lahir (vagina, serviks), perlu reparasi
b. Rupture uteri, perlu laparotomi
163
13. Seksio Sesarea
a. Kaji ulang indikasi. Pastikan bahwa partus per vaginam tidak mungkin
b. Periksa ulang denyut jantung janin dan presentasi janin
c. Tindakan pencegahan infeksi
d. Kaji ulang prinsip dasar perawatan operatif
e. Dapat digunakan anestesi local, ketamin, anesthesia spinal atau anestesi umum
Catatan : Pada pasien dengan gagal jantung, jangan lakukan anestesi spinal
f. Pasang infuse
g. Insisi mediana (vertical) dianjurkan pada :
1) Perlekatan segmen bawah uterus pada bekas seksio sesarea
2) Letak lintang
3) Kembar siam
4) Tumor (mioma uteri) di segmen bawah uterus
5) Hipervaskularisasi segmen bawah uterus (pada plasenta previa)
6) Karsinoma serviks
h. Jika kepala bayi telah masuk panggul, lakukan tindakan antiseptic pada vagina

Membuka Perut
a. Sayatan perut dapat secara Pfannenstiel atau mediana, dari kulit sampai fasia
Catatan : Jika menggunakan anesthesia local, jangan melakukan incise secara
Pfannenstiel karena memerlukan waktu dan obat anesthesia lebih banyak
b. Setelah fasia disayat 2-3 cm, incise fasia diperluas dengan gunting
c. Pisahkan muskulus rektus abdominis dengan jari atau gunting
d. Buka peritoneum dekat umbilicus dengan jari
e. Retractor dipasang diatas tulang pubis
f. Pakailah pinset untuk memegang plika vesiko uterine dan buatlah incise dengan
gunting ke lateral
g. Pisahkan vesika urinaria dan dorong ke bawah secara tumpul dengan jari-jari

Membuka Uterus
a. Segmen bawah uterus disayat melintang + 1 cm di bawah plika vesiko uterine
dengan skapel + 3cm
b. Incise diperlebar ke lateral secara tumpul dengan jari tangan

164
c. Jika segmen bawah uterus masih tebal, incisi diperlebar secara tajam dengan
gunting atau pisau
d. Incise dibuat cukup besar untuk melahirkan kepala dan badan bayi

Melahirkan Bayi dan Plasenta


a. Selaput ketuban dipecahkan
b. Untuk melahirkan bayi, masukkan satu tangan ke dalam kavum uteri antara uterus
dan kepala bayi
c. Kemudian kepala bayi diluksir keluar secara hati-hati agar uterus tidak robek
d. Dengan tangan yang lain, sekaligus menekan hati-hati abdomen ibu di atas uterus
untuk membantu kelahiran kepala
e. Jika kepala bayi telah masuk panggul, mintalah seorang asisten untuk
mendorongnya ke atas secara hati-hati
f. Sedot mulut dan hidung bayi, kemudian lahirkan badan dan seluruh tubuh
g. Berikan oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan IV (garam fisiologik atau Ringer
Laktat) 60 tetes/menit selama 1-2 jam
h. Jepit dan potong tali pusat, selanjutnya bayi diserahkan kepada asisten
i. Berikan antibiotika profilaksis tunggal intraoperatif setelah tali pusat dipotong :
1) Ampisillin 2 gram IV
2) ATAU Sefazolin 1 gram IV
j. Plasenta dan selaput dilahirkan dengan tarikan hati-hati pada tali pusat. Eksplorasi
ke dalam kavu uteri untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang tertinggal

Menutup Insisi Uterus


a. Jepit tepi luka incise pada segmen bawah uterus dengan kelm Fenster, terutama
pada kedua ujung luka. Perhatikan adanya robekan atau cedera pada vesiko
urinaria
b. Dilakukan jahitan hemostasis secara jelujur dengan catgut kromik No.0 atau
poliglikolik
c. Jika masih ada perdarahan dari tempat incise, lakukan jahitan simpul 8. Tidak
diperlukan jahitan lapis kedua
d. Juga tidak perlu menutup plika vesiko uterine

165
Menutup Perut
a. Yakinkan tidak ada perdarahan lagi dari incise uterus dan kontraksi uterus baik
b. Fasia abdominalis dijahit jelujur dengan catgut kromik No.0
c. Apabila tidak ada tanda-tanda infeksi, kulit dijahit dengan nilon atau catgut
kromik secara subkutikuler

Masalah yang dapat terjadi sewaktu pembedahan :


a. Perdarahan terus Berlanjut
1) Masase uterus
2) Jika terdapat atonia uteri, lanjutkan infuse oksitosin, beri ergometrin 0,2
mg IM dan jika tidak ada, prostaglandin
3) Transfuse darah jika perlu
4) Jika perdarahan tidak dapat diatasi, lakukan ligasi arteri uterine dan arteri
utero ovarika atau histerektomi jika atonia uteri berlanjut

b. Bayi Sungsang
1) Jika bayi presentasi sungsang, lakukan ekstraksi kaki melalui luka incise,
selanjutnya lahirkan bahu seperti persalinan sungsang
2) Kepala dilahirkan secara Mauriceau Smellie

c. Bayi Lintang
1) Punggung bayi di anterior
Jika punggung bayi berada di anterior, masukkan tangan ke dalam uterus,
cari pergelangan kaki bayi dan keluarkkan hati-hati. Selanjutnya lakukan
versi ekstraksi dengan memutar bayi
2) Posisi Punggung Bayi di Posterior
Sebaiknya dilakukan incise vertical pada uterus
Lahirkan bayi dengan ekstraksi kaki
Reparasi uterus memerlukan 2 lapis jahitan

166
d. Plasenta Previa
1) Jika plasenta terdapat di depan, susuri plasenta dan lahirkan bayi dengan
meluksir kepala atau dengan ekstraksi kaki
2) Sesudah bayi lahir, jika plasenta tidak dapat dilepaskan secara manual,
diagnosis adalah plasenta akreta. Sering didapatkan pada lokasi bekas
seksio sesarea. Lakukan histerektomi.
3) Kasus plasenta previa beresiko tinggi untuk perdarahan postpartum. Jika
ada perdarahan pada bekas implantasi, lakukan jahitan jelujur atau angka 8
dengan catgut kromik atau poliglikolik

Perawatan Pasca Tindakan


a. Kaji ulang prinsip perawatan pasca bedah
b. Jika masih terdapat perdarahan :
1) Lakukan masase uterus
2) Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan IV (garam fisiologik atau
Ringer Laktat) 60 tetes/menit, ergometrin 0,2 mg IM dan prostaglandin
c. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas
demam selama 48 jam :
a. Ampisillin 2 gram IV setiap 6 jam
b. DITAMBAH Gentamisin 5 mg/kg BB IV setiap 24 jam
c. Ditambah Metronidazole 500 mg IV setiap 8 jam
d. Beri analgesic jika perlu

14. Episiotomi
Episiotomy tidak dilakukan secara rutin
Kaji ulang indikasi
Kaji ulang prinsip dasar perawatan dan berikan larutan antiseptic pada daerah
perineum
Berikan dukungan emosional
Pastikan tidak ada alergi terhadap lignokain atau obat-obatan sejenis. Gunakan
lignokain untuk infilstrasi atau blok pudendal
Pisiotomi dipertimbangkan pada :

167
Persalinan pervaginam dengan penyulit (sungsang, distosia bahu, ekstraksi
cunam, vakum)
Penyembuhan rupture perinea tingkat III-IV yang kurang baik
Gawat janin
Perlindungan kepala bayi premature jika perineum ketat

a. Infiltrasi Perineum
1) Siapkan spuit 10 ml dengan lignokain 0,5%
2) Jelaskan kepada ibu apa yang akan dilakukan dan bantulah ibu untuk
rileks
3) Tempatkan dua jari di antara kepala janin dan perineum ibu
4) Masukkan seluruh panjang jarum mulai dari fourchete, menembus
persis di bawah kulit dan otot perineum, sepanjang garis episiotomy
Catatan : Aspirasi untuk meyakinkan suntikan lignokain tidak masuk
dalam pembuluh darah. Kejang dan kematian dapat terjadi jika
lignokain diberikan lewat pembuluh darah (IV)
5) Suntikkan pada garis tengah : suntikkan secara merata sambil menarik
jarumnya keluar
6) Suntikkan pada sisi dari garis tengah : miringkan arah tusukan jarum
ke sisi lain dari garis tengah. Sebelum menyuntik, ulang aspirasi untuk
meyakinkan suntikan lignokain tidak masuk dalam pembuluh darah.
Ulang pada sisi lain dari tengahnya.
7) Tunggu 2 menit setelah suntikan, agar obat anestesi bekerja
b. Cara Episiotomi
1) Episiotomy dilakukan bila perineum telah tipis atau kepala bayi
tampak sekitar 3-4 cm
2) Episiotomy dapat menyebabkan perdarahan sehingga jangan dilakukan
terlalu dini
3) Letakkan 2 jari di antara kepala bayi dan perineum dengan
menggunakan sarung tangan steril
4) Gunakan gunting dan buat sayatan 3-4 cm mediolateral
5) Jaga perineum dengan tangan pada saat kepala bayi lahir agar insisi
tidak meluas

168
c. Perbaikan Episiotomi
1) A dan antisepsis pada daerah episiotomy
2) Jika luka episiotomy meluas, tangani seperti robekan tingkat III dan IV
3) Jahit mukosa vagina secara jelujur dengan catgut kromik 2-0
1) Mulai dari sekitar 1 cm di atas puncak episiotomy sampai pada
batas vagina
2) Gunakan pinset untuk menarik jarum melalui jaringan vagina
4) Jahit otot perineum dengan benang 2-0 secara interuptus
5) Jahit kulit secara interuptus atau subkutikuler dengan benang 2-0
Catatan : benang poliglikolik lebih baik daripada kromik catgut

d. Penanganan Komplikasi
1) Jika terdapat hematom, darah dikeluarkan. Jika tidak ada tanda infeksi
dan perdarahan sudah berhenti, lakukan penjahitan
2) Jika terdapat infeksi, buka dan drain luka. Berikan :
Ampisillin 500 mg per oral empat (4) kali sehari selama 5 hari
DAN metronidazole 400 mg per oral tiga kali sehari selama 5
hari
3) Jika infeksi mencapai otot dan nekrosis, lakukan debridement dan
berikan antibiotika secara kombinasi sampai pasien bebas demam 48
jam
Penisilin G 2 juta unit setiap 6 jam IV
DITAMBAH gentamisin 5 mg/kg berat badan setiap 24 jam IV
DITAMBAH metronidazole 500 mg setiap 8 jam IV
Sesudah pasien bebas demam selama 48 jam, berikan :
a) Ampisillin 500 mg per oral empat kali sehari selama 5
hari
b) DITAMBAH metronidazole 400 mg per oral tiga kali
sehari selama 5 hari
Catatan : Luka dapat dijahit bila telah tenang, 2-4 minggu kemudian

169
15. Kraniotomi dan Kraniosentesis
Pada keadaan tertentu, misalnya janin mati dan hidrosefalus, tindakan kraniotomi dan
kraniosentesis dilakukan agar persalinan per vaginam dimungkinkan sehingga tidak
diperlukan seksio sesarea.
Berikan dukungan emosional dan penjelasan. Jika perlu, berikan diazepam IV
perlahan-lahan atau lakukan blok pudendal
Kraniotomi
Kaji ulang indikasi
Persetujuan tindakan medic
Kaji ulang prinsip dasar perawatan
a. Presentasi Kepala
1) Buat lubang (irisan silang) pada ubun-ubun besar atau sutura sagitalis
dengan scalpel (seorang asisten membantu menahan kepala bayi dari luar).
Pada letak muka perforasi dilakukan pada kedua mata
2) Perlebar lubang perforasi dengan menggunakan perforator Naegele dan
lakukan pemecahan bagian dalam kepala menjadi bagian-bagian kecil
dengan cara membuka dan menutup perforator. Kemudian keluarkan
perforator dalam keadaan tertutup dengan dilindungi tangan yang lain
3) Lakukan pengurangan volume kepala dengan menggunakan cunam
Fenster melalui incise
4) Jepit pinggiran kalvaria (tepi luka incise) dengan cunam Muzeaux (atau
kokher) kemudian lakukan traksi dengan arah sesuai dengan sumbu jalan
lahir
5) Kepala akan mengecil dalam proses turunnya kepala
6) Setelah kelahiran lakukan penjahitan robekan serviks atau vagina atau
episiotomy
7) Pasang kateter dauer 3 hari dan pastikan tidak ada cedera vesika urinaria
dan ukur jumlah urine/hari
b. Kepala Menyusul pada Presentasi Bokong
1) Incise pada basis kranii
2) Masukkan kraniotom melalui incise hingga mencapai tulang oksiput dan
lakukan perforasi
3) Traksi kepala sehingga kepala mengecil

170
Kraniosentesis
Kaji ulang indikasi
Kaji ulang prinsip umum dan bersihkan vagina dengan antiseptic
Jika perlu lakukan episiotomy

a. Pembukaan Lengkap
1) Pasang speculum atas dan bawah sehingga kulit kepala janin terlihat jelas dan
jepit kulit kepala dengan cunam Willet atau Muzeaux
2) Tusukkan jarum spinal ukuran 16/18 dan aspirasi cairan serebro-spinalis
sampai kepala bayi mengempis dan kelahiran normal bisa terjadi
b. Belum Ada Pembukaan
1) Palpasi posisi dan lokasi kepala
2) Tindakan antisepsis daerah supra simfisis
3) Tusukkan jarum spinal ukuran 16/18 dan aspirasi cairan serebro-spinalis
sampai kepala bayi mengempis dan kelahiran normal bisa terjadi
c. Kepala yang Menyusul pada Persalinan Sungsang
1) Setelah tubuh bayi lahir, tusukkan jarum pungsi spinal melalui serviks dan
foramen magnum di belakang kepala
2) Aspirasi cairan serebro-spinalis sampai kepala bayi mengempis. Lahirkan
kepala dengan cara Mauriceau Smellie Veit
d. Kraniosentesis sewaktu Seksio Sesarea
1) Lakukan pungsi kepala hidrosefalus melalui incise seksio
2) Aspirasi cairan serebrospinal
3) Lahirkan bayi dan plasenta seperti dalam prosedur seksio sesarea

Perawatan Pasca Tindakan


a. Periksa apakah ada cedera, jika ada lakukan reparasi
b. Pasang kateter dauer dan pastikan tidak ada cedera vesika urinaria
c. Perhatikan masukan cairan dan jumlah urine

16. Plasenta Manual


Plasenta manual dilakukan bila plasenta tidak lahir setelah 1 jam bayi lahir disertai
manajemen aktif kala III

171
a. Kaji ulang indikasi
b. Persetujuan tindakan medis
c. Kaji ulang prinsip dasar perawatan dan pasang infuse
d. Berikan sedative dan analgetik (misalnya : petidin dan diazepam IV-jangan
dicampur dalam semprit yang sama) atau ketamin
e. Beri antibiotika dosis tunggal (profilaksis) :
f. Pasang sarung tangan DTT
g. Jepit tali pusat dengan kokher dan tegangkan sejajar lantai
h. Masukkan tangan secara obstetric dengan menelusuri bagian bawah tali pusat
i. Tangan sebelah menyusuri tali pusat masuk ke dalam kavum uteri, sementara itu
tangan yang sebelah lagi menahan fundus uteri, sekaligus untuk mencegah
inversion uteri
j. Dengan bagian lateral jari-jari tangan dicari insersi pinggir palsenta
k. Buka tangan obstetric menjadi seperti member salam, jari-jari dirapatkan
l. Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling bawah
m. Gerakkan tangan kanan ke kiri dan kanan sambil bergeser ke cranial sehingga
semua permukaan maternal plasenta dapat dilepaskan
n. Jika plasenta tidak dapat dilepaskan dari permukaan uterus, kemungkinan plasenta
akreta dan siapkan laparotomi untuk histerektomi supravaginal
o. Pegang plasenta dan keluarkan tangan bersama plasenta
p. Pindahkan tangan luar ke supra simfisis untuk menahan uterus saat plasenta
dikeluarkan
q. Eksplorasi untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada
dinding uterus
r. Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan IV (garam fisiologik atau Ringer
Laktat) 60 tetes/menit dan masase uterus untuk merangsang kontraksi
s. Jika masih berdarah banyak, beri ergometrin 0,2 mg IM atau prostaglandin
t. Periksa apakah plasenta lengkap atau tidak. Jika tidak lengkap, lakukan eksplorasi
ke dalam kavum uteri
u. Periksa dan perbaiki robekan serviks, vagina atau episiotomy
Masalah
Bila plasenta terjepit oleh uterus akibat kala III terlalu lama, maka plasenta manual
sulit dilakukan. Upayakan pengeluaran secara digital dengan tang abortus atau dengan
sendok kuret yang lebar
172
Penanganan Pasca Tindakan
1. Pantau kesadaran, tensi, nadi, pernafasan setiap 30 menit selama 6 jam
2. Tentukan tinggi fundus uteri dan pastikan kontraksi tetap baik
3. Teruskan infuse dan berikan transfuse darah bila perlu

17. Perbaikan Robekan Serviks


a. Tindakan a dan antisepsis pada vagina dan serviks
b. Berikan dukungan emosional dan penjelasan
c. Pada umumnya tidak diperlukan anesthesia. Jika robekan luas atau jauh sampai ke
atas, berikan petidin dan diazepam IV pelan-pelan atau ketamin
d. Asisten menahan fundus
e. Bibir serviks dijepit dengan klem ovum, pindahkan bergantian searah jarum jam
sehingga semua bagian serviks dapat diperiksa. Pada bagian yang terdapat
robekan tinggalkan 2 klem di antara robekan
f. Jahit robekan serviks dengan catgut kromik 0 secara jelujur mulai dari apeks
g. Jika sulit dicapai dan diikat, apeks dapat dicoba dijepit dengan klem ovum atau
klem arteri dan dipertahankan 4 jam, kemudian :
1) Sesudah 4 jam klem dilepas sebagian saja
2) Sesudah 4 jam berikutnya dilepas seluruhnya
h. Jika robekan meluas sampai melewati puncak vagina, lakukan laparotomi

18. Perbaikan robekan vagina dan perineum


Ada 4 tingkat robekan yang dapat terjdi pada persalinan :
a. Robekan tingkat I yang mengenai mukosa vagina dan jaringan ikat
b. Robekan tingkat II mengenai alat-alat dibawahnya
c. Robekan tingkat III mengenai muskulus sfingter ani
d. Robekan tingkat IV mengenai mukosa rectum
Catatan : Sebaiknya digunakan benang poliglikoli. Catgut kromik dapat juga
digunakan tapi tidak ideal

a. Perbaikan Robekan Tingkat I dan II


Umumnya robekan tingkat I dapat sembuh sendiri, tidak perlu dijahit.
1) Kaji ulang prinsip dasar perawatan
2) Berikan dukungan emosional
173
3) Pastikan tidak ada alergi terhadap lignokain atau obat-obatan sejenis
4) Periksa vagina, perinem dan serviks
5) Jika robekan panjang dan dalam, periksa apakah robekan itu tingkat II atau IV
Masukkan jari yang bersarung tangan ke anus
Identifikasi sfingter
Rasakan tonus dari sfingter
6) Ganti sarung tangan
7) Jika sfingter kena, lihat reparasi robrkan tingkat II atau IV
8) Jika sfingter utuh, teruskan reparasi
9) A dan antisepsis di daerah robekan
10) Masukkan jarum pada ujung atau pojok laserasi atau luka dan dorong masuk
sepanjang luka mengikuti garis tempat jarum jahitnya akan masuk atau keluar
11) Aspirasikan dan kemudian suntikkan sekitar 10 ml lignokain 0,5% di bawah
mukosa vagina, di bawah kulit perineum dan pada otot-otot perineum
Catatan : Aspirasi untuk meyakinkan suntikan lignokain tidak masuk dalam
pembuluh darah. Jika ada darah pada aspirasi, pindahkan jarum ke tempat lain.
Aspirasi kembali. Kejang dan kematian dapat terjadi jika lignokin diberikan
lewat pembuluh darah (IV)
12) Tunggu 2 menit agar anesthesia efektif

Jahitan Mukosa Vagina


Jahit mukosa vagina secara jelujur dengan catgut kromik 2-0 mulai dari sekitar 1
cm di atas puncak vagina sampai pada batas vagina

Jahitan Otot Perineum


1) Lanjutkan jahitan pada daerah otot perineum sampai ujung luka pada
perineum secara jelujur dengan catgut kromik
2) Lihat ke dalam luka untuk mengetahui letak ototnya
3) Penting sekali untuk menjahit otot ke otot agar tidak ada rongga di antaranya

Jahitan Kulit
1) Carilah lapisan subkutikuler persis di bawah lapisan kulit

174
2) Lanjutkan dengan jahitan subkutikuler kembali ke arah batas vagina, akhiri
dengan simpul mati pada bagian dalam vagina
3) Untuk membuat simpul mati benar-benar kuat, buatlah 1 simpul mati.
Potong kedua ujung benang dan hanya disisakan masing-masing 1 cm
4) Jika robekan cukup luas dan dalam, lakukan cocok rectal dan pastikan tidak
ada bagian rectum terjahit

b. Perbaikan Robekan Tingkat III dan IV


Jika robekan tingkat III tidak diperbaiki dengan baik, pasien dapat menderita
gangguan defekasi dan flatus.Jika robekan rectum tidak diperbaiki, dapat terjadi
infeksi dan fistula rektovaginal.
1) Kaji ulang prinsip dasar perawatan
2) Lakukan blok pudendal atau ketamin
3) Minta asisten menahan fundus dan melakukan masase uterus
4) Periksa vagina, serviks, perineum dan rectum
5) Cek apakah sfingter ani robek :
Jari bersarung tangan masukkan ke dalam anus
Identifikasi sfingter ani
Periksa permukaan rektum
6) Ganti sarung tangan
7) A dan antispesis pada daerah robekan
8) Pastikan tidak ada alergi terhadap lignokain atau obat-obatan sejenis
9) Masukkan jarum pada ujung atau pojok laserasi atau luka dan dorong masuk
sepanjang luka mengikuti garis tempat jarum jahitnya akan masuk atau keluar
10) Aspirasi dan kemudian suntikkan sekitar 10 ml lignokain 0,5% di bawah
mukosa vagina, dibawah kulit perineum dan pada otot-otot perineum
Catatan : Aspirasi untuk meyakinkan suntikan lignokain tidak masuk dalam
pembuluh darah. Jika ada darah pada aspirasi, pindahkan jarum ke tempat lain.
Aspirasi kembali. Kejang dan kematian dapat terjadi jika lignokin diberikan
lewat pembuluh darah (IV)
11) Tunggu 2 menit agar anesthesia efektif
12) Taurkan mukosa rectum dengan benang kromik 3-0 atau 4-0 secara interuptus
dengan 0,5 cm antara jahitan

175
13) Jahitlah otot-otot dengan rapi lapis demi lapis dengan jahitan satu-satu

Jahitan Sfingter Ani


1) Jepit otot sfingter ani dengan klem Allis atau pinset
2) Tautkan ujung otot sfingter ani dengan 2-3 jahitan benang kromik 2-0 angka 8
secara interuptus
3) Lakukan antiseptic pada daerah robekan
4) Reparasi mukosa vagina, otot perineum dan kulit

c. Perawatan Pasca Tindakan


1) Apabila terjadi robekan tingkat IV (robekan sampai mukosa rectum), berikan
antibiotika profilaksis dosis tunggal :
Ampisillin 500 mg per oral
DAN Metronidazole 500 mg per oral
2) Observasi tanda-tanda infeksi
3) Jangan lakukan pemeriksaan rectal atau enema selama 2 minggu
4) Berikan pelembut feses selama seminggu per oral

d. Penanganan Kasus Terlantar


Pada kasus terlantar (robekan lebih dari 12 jam) kemungkinan infeksi sulit
dihindari
1) Pada robekan perineum tingkat I dan II, robekan dibiarkan terbuka
2) Pada robekan perineum tingkat III dan IV, lakukan jahitan situasi dengan 2-3
jahitan. Penjahitan otot, mukosa vagina dan kulit perineum dilakukan sekitar 6
hari kemudian

e. Penanganan Komplikasi
1) Jika terdapat hematoma, darah dikeluarkan. Jika tidaka ada tanda infeksi dan
perdarahan sudah berhenti lakukan penjahitan
2) Jika terdapat infeksi, buka dan drain luka :
Jika infeksi ringan, tidak perlu antibiotika
Jika infeksi berat tetapi tidak sampai pada jaringan dalam :
Ampisillin 4 x 500 mg per oral selama 5 hari

176
DAN Metronidazole 3 x 400 mg per oral selama 5 hari
3) Jika infeksi mencapai otot dan terdapat nekrosis, beikan antibiotika secara
kombinasi sampai nekrosis sudah dikeluarkan dan pasien sudah bebas demam
selama 48 jam :
Penicillin G 2 juta unit setiap 6 jam IV
DITAMBAH Gentamisin 5 mg/kg BB setiap 24 jam IV
DITAMBAH Metronidazole 500 mg setiap 8 jam IV
Sesudah pasien bebas demam 48 jam, berikan :
Ampisillin 4 x 500 mg per oral selama 5 hari
DITAMBAH Metronoidazole 3 x 400 mg per oral selama 5
hari
4) Fistula rektovaginal perlu dilakukan bedah rekontruksi 3 bulan atau lebih
pasca persalinan

19. Perbaikan robekan dinding uterus


a. Kaji ulang indikasi
b. Kji ulang prinsip-prinsip pembedahan dan pasang infus
c. Berikan antibiotika dosis tunggal
1) Ampisillin 2 gram IV
2) ATAU Sefazolin 1 gram IV
d. Buka perut :
1) Lakukan insisi pada linea alba dari umbilicus sampai pubis
2) Lakukan insisi vertical 2-3 cm pada fasia, lanjutkan insisi ke atas dank e
bawah dengan gunting
3) Pisahkan muskulus rektus abdominis kiri dan kanan dengan tangan atau
gunting
4) Buka peritoneum dekat umbilicus dengan tangan. Jaga agar jangan
melukai kandung kemih
5) Periksa rongga abdomen dan robekan uterus dan keluarkan darah beku
6) Pasang retrakstor kandung kemih
e. Lahirkan bayi dan plasenta
f. Berikan oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan infuse (NaCl atau Ringer Laktat) :
1) Mulai 60 tetes per menit sampai uterus berkontraksi

177
2) Turunkan menjadi 20 tetes per menit setelah kontraksi uterus baik
g. Angkat uterus untuk melihat seluruh luka uterus
h. Periksa bagian depan dan belakang uterus
i. Klem perdarahan dengan ring forceps
j. Pisahkan kandung kemih dari segmen bawah rahim uterus secara tumpul atau
tajam
k. Lakukan penjahitan robekan uterus

20. Reposisi inversio uteri


a. Kaji ulang indikasi
b. Kaji ulang prinsip dasar perawatan dan pasang infuse
c. Berikan petidin dan diazepam IV dalam semprit berbeda secara perlahan-lahan
atau anesthesia umum jika diperlukan
d. Basuh uterus dengan larutan antiseptic dan tutup dengan kain basah (dengan
NaCl) hangat) menjelang uterus

Pencegahan Inversi Sebelum Tindakan


Koreksi manual
a. Pasang sarung tangan DTT
b. Pegang uterus pada daerah insersi tali pusat dan masukkan kembali melalui
serviks. Gunakan tangan lain untuk membantu menahan uterus dari dinding
abdomen. Jika plasenta masih belum terlepas, lakukan plasenta manual setelah
tindakan koreksi
c. Masukkan bagian fundus uteri terlebih dahulu
d. Jika koreksi manual tidak berhasil, lakukan koreksi hidrostatik

Koreksi hidrostatik
a. Pasien dalam posisi trendelenburg, dengan kepala lebih rendah sekitar 50 cm
dari perineum
b. Siapkan system bilas yang sudah desinfeksi, berupa selang 2 m berujung
penyemprot berlubang lebar. Selang disambung dengan tabung berisi air
hangat 3-5 liter (atau NaCl atau infuse lain) dan dipasang setinggi 2 m
c. Identifikasi forniks posterior

178
d. Pasang ujung selang douche pada forniks posterior sampai menutup labia
sekitar ujung selang dengan tangan
e. Guyur air dengan laluasa agar menekan uterus ke posisi semula

Koreksi manual dengan anesthesia umum


a. Jika koreksi hidrostatik gagal, upayakan reposisi dalam anesthesia umum.
Halotan merupakan pilihan untuk relaksasi uterus

Koreksi kombinasi abdominal-vaginal


b. Kaji ulang indikasi
c. Kaji ulang prinsip dasar perawatan operatif
d. Lakukan insisi dinding abdomen sampai peritoneum dan singkirkan usus
dengan kasa. Tampak uterus berupa lekukan
e. Dengan jari tangan lakukan dilatasi cincin konstriksi serviks
f. Pasang tenakulum melalui cincin serviks pada fundus
g. Lakkan tarikan/traksi ringan pada fundus sementara asisten melakukan koreksi
manual pada vagina
h. Jika tindakan traksi gagal, lakukan insisi cincin konstriksi serviks di bagian
belakang untuk menghindari resiko cedera kandung kemih, ulang tindakan
dilatasi, pemasangan tenakulum dan traksi fundus
i. Jika koreksi berhasil, tutup dinding abdomen setelah melakukan penjahitan
hemostasis dan dipastikan tidak ada perdarahan
j. Jika ada infeksi, pasang drain karet

Perawatan Pasca Tindakan


a. Jika inverse sudah diperbaiki, berikan infuse oksitosin 20 unit dalam 500 ml
IV (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat) 10 tetes/menit :
1) Jika dicurigai terjadi perdarahan, berikan infuse sampai dengan 60
tetes/menit
2) Jika kontraksi uterus kurang baik, berikan ergometrin 0,2 mg atau
prostaglandin
b. Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal :
1) Ampisillin 2 gram IV dan Metronodazole 500 mg IV
2) ATAU Sefazolin 1 gram IV dan Metronidazole 500 mg IV
179
c. Lakukan perawatan pasca bedah jika dilakukan koreksi kombinasi abdominal-
vaginal
d. Jika ada tanda infeksi berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas
demam selama 48 jam :
1) Ampisillin 2 gram IV tiap 6 jam
2) DENGAN Gentamisin 5 mg/kg BB IV setiap 24 jam
3) DENGAN Metronidazole 500 mg IV setiap 8 jam
e. Berikan analgesic jika perlu

21. Salpingektomi pada Kehamilan Ektopik


a. Kaji ulang indikasi
b. Kaji ulang prinsip-prinsip pembedahan dan pasang infuse
c. Berikan antibiotika dosis tunggal :
Ampisillin 2 gram IV
ATAU Sefazolin 1 gram IV

Membuka Dinding Perut


a. Lakukan incise vertical pada linea alba dari umbilicus sampai pubis
b. Lakukan incise vertical 2-3 cm pada fasia
c. Lanjutkan incise ke atas dan ke bawah dengan gunting
d. Pisahkan muskulus rektus abdominis kiri dan kanan dengan tangan atau
gunting
e. Buka peritoneum dekat umbilicus dengan tangan. Jaga jangan melukai
kandung kemih
f. Pasang retractor kandung kemih
Identifikasi dan tampilkan tuba fallopi dan ovarium
Gunakan cunam Babcock untuk menjepit mesosalping untuk
menghentikan perdarahan
Hisap darah dari rongga peritoneum untuk mengeluarkan darah beku,
agar uterus, tuba dan ovaria dapat diidentifikasi
Pasang kasa besar basah (dengan larutan garam fisiologik hangat agar
lapangan operasi dapat dibebaskan dari usus dan omentum)

180
Pisahkan mesosalping dengan beberapa klem. Klem sedekat mungkin
dengan tuba untuk mempertahankan vaskularisasi ovarium
Klem bagian yang mengalami perdarahan atau yang mengandung
massa kehamilan pada bagian medial dan lateral
Eksisi bagian tuba yang pecah dan jahitlah tuba proksimal dan distal
yang mengandung hasil kehamilan, simpan dalam larutan pengawet
untuk pemeriksaan patologi anatomic.
Kassa besar dikeluarkan, kavum abdominal dicuci dengan larutan
fisiologik hangat, bersihkan sisa-sisa darah/cairan
Periksa tuba dan ovarium sisi lainnya, bebaskan dari perlekatan untuk
menentukan prognosis fertilitas

Menutup Dinding Perut


a. Yakinkan tidak ada perdarahan. Keluarkan darah beku dengan kasa bertangkai
b. Periksa laserasi kandung kemih. Lakukan reparasi jika ada laserasi
c. Tutup fasia dengan jahitan jelujur dengan kromik no.0 atau dengan
poliglikolik
d. Letakkan kain kasa pada subkutan dan jahit dengan benang catgut secara
longgar jika ada tanda-tanda infeksi. Kulit dijahit setelah infeksi hilang
e. Tutup kulit dengan jahitan matras vertical memakai nilon 3-0 atau sutera jika
tidak ada tanda-tanda infeksi
f. Tutup luka dengan kasa steril

22. Histerektomi
Histerektomi dapat dilakukan supravaginal atau total. Histerektomi total mungkin
diperlukan pada kasus robekan segmen bawah yang meluas sampai serviks atau
perdarahan plasenta previa
a. Kaji ulang indikasi
b. Kaji ulang prinsip penanganan operatif dan mulailah infuse IV
c. Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal :
1) Ampisillin 2 gram IV
2) ATAU Sefazolin 1 gram IV

181
d. Jika terdapat perdarahan setealh persalinan per vaginam yang tidak terkontrol,
ingat bahwa kecepatan merupakan hal yang penting. Untuk membuka daerah
abdomen :
1) Buat insisi vertical di garis tengah di bawah umbilicus sampai rambut
pubis, menembus kulit sampai fasia
2) Buat insisi 2-3 cm vertical pada fasia
3) Pegang ujung fasia dengan forceps dan perluas insisi ke atas dan
kebawah dengan gunting
4) Gunakan jari atau gunting untuk memisahkan otot rektus (otot dinding
abdomen)
5) Gunakan jari untuk membuat pembukaan pada peritoneum di dekat
umbilicus
6) Gunakan gunting untuk memperluas insisi ke atas dan ke bawah untuk
dapat melihat uterus
7) Gunakan gunting untuk memisahkan lapisan dan membuka bagian
bawah peritoneum secara hati-hati untuk menghindari perlukaan pada
kandung kemih
8) Letakkan retractor abdomen yang dapat menahan sendiri di atas tulang
pubis
e. Jika persalinan dilakukan dengan seksio sesarea, klem tempat perdarahan
sepanjang insisi uterus :
1) Pada kasus perdarahan hebat, mintalah asisten untuk menekan aorta
pada abdomen bawah dengan jarinya. Tindakan ini akan mengurangi
perdarahan intraperitoneum
2) Perluas insisi pada kulit jika diperlukan

HISTEREKTOMI SUBTOTAL (SUPRAVAGINAL)


Memisahkan Adneksa dari Uterus
a. Angkat uterus keluar abdomen dan secara perlahan tarik untuk menjaga traksi
b. Klem dua kali dan potong ligamentum rotundum dengan gunting
c. Klem dan potong pedikel tetapi ikat setelah arteri uterine diamankan untuk
menghemat waktu
d. Dari ujung potongan ligamnetum rotundum, buka sisi depan. Lakukan insisi
sampai :
182
Satu titik tempat peritoneum kandung kemih bersatu dengan
permukaan uterus bagian bawah digaris tengah, atau
Peritoneum yang di incisi pada seksio sesarea
e. Gunakan dua jari untuk mendorong bagian belakang ligamentum rotundum ke
depan dibawah tuba dan ovarium, di dekat pinggir uterus. Buatlah lubang
seukuran jari pada ligamentum rotundum dengan menggunakan gunting.
Lakukan klem dua kali dan potong tuba, ligamentum ovarium dan ligamentum
rotundum melalui lubang pada ligamentum rotundum
Ureter terletak dekat dengan pembuluh darah uterus. Ureter harus dikenali dan
terlihat untuk menghindari perlukaan pada ureter selama pembedahan atau
penjahitan
f. Pisahkan sisi belakang ligamentum rotundum ke arah bawah, ke arah
ligamentum sakrouterina dengan menggunakan gunting

Membebaskan Kandung Kencing


a. Raih ujung flap kandug kemih dengan forceps atau dengan klem kecil.
Gunakan jari atau gunting, pisahkan kandung kemih ke bawah dengan segmen
bawah uterus
b. Arahkan tekanan ke bawah tetapi ke dalam menuju serviks dan segmen bawah
uterus

Mengidentifikasi dan Mengikat Pembuluh Darah Uterus


a. Cari lokasi arteri dan vena uterine pada setiap sisi uterus. Rasakan perbatasan
uterus dengan serviks
b. Lakukan klem dua kali pada pembuluh darah uterus dengan sudut 90 derajat
pada setiap sisi serviks. Potong dan lakukan pengikatan dua kali dengan catgut
kromik 0 atau poliglikolik
c. Periksa dengan seksama untk mencari adanya perdarahan. Jika arteri uterine

Amputasi Korpus Uteri


Amputasi uterus setinggi ligasi artei uterine dengan menggunakan gunting

183
Menutup Tunggul Serviks
a. Tutup tunggul (stump) serviks dengan jahitan terputus dengan menggunakan
catgut kromik (atau benang poliglikolik) ukuran 2-0 atau 3-0
b. Periksalah secara seksama tunggul serviks, ujung ligamentum rotundum dan
struktur lain pada dasar pelvis untuk mencari adanya perdarahan
c. Jika terjadi perdarahan kecil atau dicurigai adanya gangguan pembekuan,
letakkan drain melalui dinding abdomen. Jangan letakkan drain melalui
tunggul serviks karena hal ini akan menyebabkan timbulnya infeksi
d. Pastikan tidak terdapat perdarahan, buang bekuan dengan kassa
e. Pada semua kasus, periksalah adanya perlukaan pada kandung kemih. Jika
terdapat perlukaan pada kandung kemih, perbaiki luka tersebut
f. Tutup fasia dengan jahitan jelujur dengan catgut kromik 0 (atau benang
poligkikolik)
g. Jika terdapat tanda-tanda infeksi, dekatkan jaringan subkutan dengan longgar
dan jahit longgar dengan catgut 0 (atau poliglikolik). Tutup kulit dengan
penutupan lambat setelah infeksi sembuh
h. Jika tidak terdapat tanda-tanda infeksi, tutuplah kulit dengan jahitan matras
vertical dengan benang nilon 3-0 (atau silk) dan tutup dengan pembalut steril

HISTEREKTOMI TOTAL
Pada histerektomi total, diperlukan langkah tambahan sebagai berikut :
a. Dorong kandung kemih ke bawah unttuk membebaskan ujung atas vagina 2
cm
b. Buka dinding posterior dari ligamentum rotundum
c. Klem, ligasi dan potong ligamentum sakrouterina
d. Klem, ligasi dan potong ligamentum cardinal, yang didalamnya terdapat
cabang desenden pembuluh darah uterus. Ini merupakan langkah penting pada
operasi :
1) Pegang ligamentum secara vertical dengan klem yang ujungnya besar
(seperti kokher)
2) Letakkan klem 5 mm lateral dari serviks dan potong ligamentum
sedekat mungkin dengan serviks. Meninggalkan tunggul medial dari
klem untuk keamanan

184
3) Jika serviks masih panjang, ulangi langkah dua atau tiga kali sesuai
dengan kebutuhan
Ujung atas vagina sepanjang 2 cm harus terbebas dari perlekatan
e. Potong vagina sedekat mungkin dengan serviks, lakukan hemostasis pada titik
perdarahan
f. Lakukan penjahitan hemostatik yang mengikutkan ligamentum rotundum,
cardinal dan sakrouterina
g. Lakukan penjahitan jelujur pada ujung vagina untuk menghentikan perdarahan
h. Tutup abdomen (seperti diatas) setelah memasang drain pada ruang ekstra
peritoneum di dekat tunggul serviks

PERAWATAN PASCA BEDAH


a. Kaji ulang prinsip perawatan pasca bedah. Perdarahan dan banyaknya air
kemih harus dipantau
b. Jika terdapat tanda-tanda infeksi atau jika ditemui adanya demam, berikan
antibiotika kombinasi sampai ibu bebas demam selama 48 jam :
1) Ampisillin 2 gram IV setiap 6 jam
2) DITAMBAH Gentamisin 5 mg/kg BB IV setiap 24 jam
3) DITAMBAH Metronidazole 500 mg IV setiap 8 jam
c. Berikan analgetika yang cukup
d. Jika tidak terdapat tanda-tanda infeksi, cabut selang drain setelah 48 jam

Gambar. Luka jahitan bekas pembedahan SC

23. Ibu sukar bernafas/sesak


MASALAH
Ibu mengalami sesak nafas dalam kehamilan, persalinan atau pasca persalinan

185
PENANGANAN UMUM
a. Segera nilai keadaan umum pasien termasuk tanda-tanda vital (nadi, tekanan
darah, suhu dan pernafasan) :
1) Ibu dibaringkan pada sisi kiri
2) Pasang infuse dan berikan cairan terbatas (NaCl 0,9% atau Ringer
Laktat)
3) Beri O2 sebanyak 4-6 liter/menit melalui masker atau kanula nasal
4) Pantau nadi, tekanan darah dan pernafasan
b. Periksa kadar hemoglobin

DIAGNOSIS
Gejala dan tanda selalu ada Gejala dan tanda kadang- Diagnosis
kadang ada kemungkinan
Sesak nafas Letargi/capek Anemia berat
Pucat pada konjungtiva, lidah, Kuku datar atau konkaf
kuku dan atau telapak tangan
Hemoglobin <7 g%
Hematokrit 20%
Gejala dan tanda anemia berat Edema Gagal jantung
Letargi/capek karena anemia
Batuk, rales, edema, tungkai,
hepatomegali, vena leher
menonjol
Bising diastolic dan atau bising Aritmia Gagal jantung
sistolik dengan thrill Kardiomegali karena penyakit
Sesak nafas Ronkhi jantung
Sianosis
Batuk, edema tungkai,
hepatomegali, vena leher
menonjol
Batuk dengan dahak Ronkhi Pneumonia
Demam Konsolidasi
Sesak nafas Rales
Nyeri dada Nyeri dada

186
Wheezing Batuk dengan dahak Asma bronkhiale
Sesak nafas Ronkhi
Hipertensi Ronkhi Edema paru karena
Proteinuria Batuk-frothy cough pre eklamsi
Sesak nafas
Table : Diagnosis pada kesukaran nafas

PENANGANAN KHUSUS
Anemia Berat
a. Transfuse jika perlu :
1) Berikan packed cells
2) Jika darah tidak dapat di centrifugasi, gantung kantong darah beberapa
waktu sehingga sel darah merah mengendap. Berikan sel darah
merahnya saja, serum ditinggalkan
3) Beri furosemid 40 mg IV untuk setiap unit packed cells
b. Jika malaria karena Plasmodium Falciparum, tangani sebagai malaria
c. Berikan sulfas ferrous atau ferrous fumarat 120 mg per oral DITAMBAH
asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan dalam kehamilan
d. Jika cacing tambang endemic (prevalensi >20%), berikan terapi antelmintik :
1) Albendazole 400 mg per oral dosis tunggal
2) ATAU Mebendazole 500 mg per oral satu kali atau 100 mg dua kali
per hari untuk 3 hari
3) ATAU Levamisol 2,5 mg/kg BB per oral satu kali per hari selama 3
hari
4) ATAU Pirantel 10 mg/kg BB per oral satu kali per hari selama 3 hari
e. Jika cacing tambang sangat endemic (prevalensi 50% atau lebih), ulangi
pengobatan di atas 12 minggu setelah pengobatan pertama

Pneumonia
Inflamasi pada pneumonia mempengaruhi parenkin dan bronkioli serta alveoli paru.
Terjadi penurunan kapasitas paru
a. Berikan O2
b. Untuk konfirmasi diagnosis pneumonia lakukan pemeriksaan radiologic
c. Berikan eritromisin 500-1000 mg setiap 6 jam selama 7 hari

187
d. Berikan inhalasi uap

Asma Bronkhiale
Asma bronkiale terjadi pada 3-4% kehamilan.Kehamilan memperberat gejala dan
tanda asma bronkiale.
a. Jika terjadi spasme bronchus berikan bronkodilator (misalnya : terbutalin 2,5
mg oral setiap 4-6 jam atau 250 mcg setiap 15 menit dalam 3 dosis)
b. Jika tidak ada perbaikan dengan bronkodilator, berikan kortikosteroid :
hidrokortison 2 mg/kg BB IV setiap 4 jam
c. Jika ada tanda infeksi, berikan ampisillin 2 gram IV setiap 6 jam
d. Jangan berikan prostaglandin. Untuk pencegahan perdarahan pasca persalinan,
berikan oksitosin 10 unit IM atau ergometrin 0,2 mg IM
e. Sesudah eksaserbasi akut diatasi, lanjutkan terapi dengan inhalasi
bronkodilator dan kortikosteroid

Penyakit Jantung
Konseling Prakonsepsi
Untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas wanita penderita penyakit jantung
dalam kehamilan, persalinan dan nifas, perlu dilakukan konseling prakonsepsi dengan
memperhatikan resiko masing-masing penyakit. Pasien dengan kelainan jantung
derajat 3 dan 4 sebaiknya tidak hamil dan dapat memilih cara kontrasepsi AKDR,
tubektomi, atau vasektomi pada suaminya

Penanganan Tingkat I dan II selama Kehamilan


Morbiditas rendah tetapi diperlukan kewaspadaan pada kehamilan dan nifas
untuk mencegah dan deteksi dini kemungkinan terjadinya gagal jantung
Cegah infeksi dengan cara :
Hindari kontak dengan penderita infeksi saluran nafas termasuk
influenza
Dilarang merokok dan menggunakan obat-obat narkotik
Gejala dan tanda ke arah kegagalan jantung umumnya bertahap, mulai dari
ronkhi basah serta batuk-batuk, sesak nafas dalam aktivitas sehari-hari dan
kemudian dapat terjadi hemoptisis, edema dan takhikardia

188
Penanganan Gagal Jantung selama Persalinan
Baringkan ibu dalam posisi miring ke kiri untuk menjamin aliran darah ke
uterus
Batasi pemberian cairan IV untuk mencegah overload cairan
Berikan analgesia yang sesuai
Jika perlu oksitosin, berikan dalam konsentrasi tinggi dengan tetesan rendah
dan pengawasan keseimbangan cairan
Catatan :Jangan beri ergometrin
Persalinan per vaginam dengan mempercepat kala II
Sedapat mungkin hindari mengedan
Jika perlu, lakukan episiotomy dan akhiri persalinan dengan ekstraksi vakum
atau cunam
Penanganan aktif kala III
Gagal jantung bukan merupakan indikasi seksio sesarea

Penanganan Gagal Jantung selama Seksio Sesarea


Lakukan anesthesia local (infiltrasi) dan sedasi. Jangan lakukan anesthesia spinal

Gagal Jantung akibat Anemia (Berat)


Transfuse packed cells dengan tetesan perlahan. Jika darah tak dapat
disentrifus, biarkan kantong darah tergantung hingga sel darah terpisah di
bagian bawah. Infuse sel tersebut perlahan-lahan, buang serumnya
Berikan furosemid 40 mg IV untuk tiap 100 cc packed cells

Gagal Jantung akibat Penyakit Jantung


Tangani gagal jantungnya. Berikan obat sebagai berikut :
Morfin 10 mg IM dalam dosis tunggal
ATAU Furosemid 40 mg IV diulang jika perlu
ATAU Digoksin 0,5 mg IM dosis tunggal
ATAU Nitrogliserin 0,3 mg sublingual, diulang setiap 15 menit jika
perlu
Rujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap

189
Masa Nifas
Ibu dengan kelainan jantung yang melalui masa kehamilan dan persalinan tanpa
masalah, dapat bermasalah pada masa nifas.Oleh karena itu, pemantauan dilanjutkan
pada masa nifas. Hal-hal yang dapat menimbulkan gagal jantung pada nifas :
Perdarahan
Anemia
Infeksi
Tromboemboli
Pada masa nifas kontrasepsi harus diberikan.Pada kondisi yang stabil tubektomi dapat
dilakukan.

Penanganan Tingkat III dan IV


Jika seorang ibu hamil adalah penderita kelainan jantung tingkat III dan IV, ada 2
kemungkinan penanganan yaitu :
Terminasi kehamilan
Meneruskan kehamilan dengan tirah baring total dan pengawasan ketat. Ibu
dalam posisi setengah duduk
Persalinan dilakukan dengan seksio sesarea.Berikan diuretic (furosemid) agar volume
darah berkurang dan beban jantung menurun.Disamping itu, berikan oksigen 6-8
liter/menit. Jika terdapat gagal nafas, lakukan intubasi dan ventilasi mekanik

24. Kompresi bimanual aorta


Kompresi bimanual dilakukan jika terjadi atonia uterus pasca persalinan.Dalam kasus
ini uterus tidak berkontraksi dengan penatalakasanaan aktif kala III dalam waktu 15
detik setelah plasenta lahir.
a. Kaji ulang indikasi
b. Kaji ulang prinsip dasar perawatan
c. Berikan dukungan emosional
d. Cegah infeksi sebelum tindakan
e. Kosongkan kandung kemih, pastikan perdarahan karena atonia uteri
f. Segera lakukan kompresi bimanual internal selama 5 menit jika perdarahan
karena atonia uteri. Pastikan plasenta lahir lengkap

190
Kompresi Bimanual Internal
a. Masukkan tangan secara obstetric ke dalam lumen vagina, ubah menjadi
kepalan dan letakkan daratan punggung jari telunjuk hingga kelingking pada
forniks anterior dan dorong segmen bawah uterus ke kranio-anterior
b. Upayakan tangan luar mencakup bagian belakang korpus uteri sebanyak
mungkin
c. Lakukan kompresi uterus dengan mendekatkan telapak tangan luar dan
kepalan tangan dalam
d. Tetap berikan tekanan sampai perdarahan berhenti dan uterus berkontraksi
e. Jika uterus sudah mulai berkontraksi :
1) Pertahankan posisi tersebut hingga uterus berkontraksi dengan baik
dan secara perlahan lepaskan tangan
2) Lanjutkan memantua ibu secara ketat
f. Jika uterus tidak berkontraksi setelah 5 menit :
1) Lakukan kompresi bimanual eksternal oleh asisten/anggota keluarga.
Sementara itu lakukan :
Berikan ergometrin 0,2 mg IM
Pastikan infuse dengan 20 unit oksitosin dalam 1 liter cairan IV
(NaCl atau Ringer Laktat) 60 tetes per menit berjalan baik dan
metal ergometrin 0,4 mg, tambahkan misoprostol jika
diperlukan

Kompresi Bimanual Eksternal


a. Lakukan kompresi uterus dengan cara menekan dinding belakang uterus dan
korpus uteri di antara genggaman ibu jari dan keempat jari lain serta dinding
depan uterus dengan telapak tangan dan tiga jari yang lain
b. Pertahankan posisi tersebut hingga uterus berkontraksi dengan baik jika
perdarahan per vaginam berhenti
c. Lanjutkan ke langkah berikut jika perdarahan belum berhenti

Kompresi Bimanual Abdominalis


a. Raba pulsasi arteri femoralis pada lipat paha

191
b. Kepalkan tangan kiri dan tekankan bagian punggung jari telunjuk hingga
kelingking pada umbilicus ke arah kolumna vertebralis dengan arah tegak
lurus
c. Dengan tangan yang lain, raba pulsasi arteri femoralis untuk mengetahui
cukup tidaknya kompresi :
1) Jika pulsasi masih teraba, artinya tekanan kompresi masih belum
cukup
2) Jika kepalan tangan mencapai aorta abdominalis, maka pulsasi arteri
femoralis akan berkurang/terhenti
d. Jika perdarahan per vaginam berhenti, pertahankan posisi tersebut dan
pemijatan uterus (dengan bantuan asisten) hingga uterus berkontraksi dengan
baik
e. Jika perdarahan masih berlanjut :
1) Lakukan ligase arteri uterine dan utero-ovarika
2) Jika perdarahan masih terus banyak, lakukan histerektomi supravaginal

Perhatikan
a. Jika perdarahan berhenti tetapi uterus tidak berkontraksi dengan baik,
usahakan pemberian preparat prostaglandin
b. Jika kontraksi membaik tetapi perdarahan berlanjut, lakukan laparotomi
untuk ligase arteri uterine
c. Jika kompresi sulit dilakukan secara terus menerus, pasang tampon padat
utero-vaginal, pasang gurita ibu secara kencang dan segera lakukan
kolaborasi dengan dokter spesialis
d. Jika perdarahan berhenti dan uterus berkontraksi dengan baik, kompresi
baru dilepaskan

Prosedur Alternatif
Pada kondisi dimana rujukan tidak memungkinkan dan semua upaya menghentikan
perdarahan tidak berhasil maka alternative yang mungkin dapat dilakukan adalah
pemasangan tampon utero vaginal
a. Pasang speculum, jepit bibir depan porsio dengan klem ovum, minta asisten
untuk menahan fundus uteri dengan telapak tangan

192
b. Pegang klem ovum dengan tangan kiri, masukkan ujung kasa gulung ke dalam
uterus hingga mencapai fundus
c. Lakukan berulang kali hingga seluruh kavum uteri dan vagina dipenuhi kassa
(lakukan penyambungan jika diperlukan). Sisihkan 15 cm kassa bagian ujung
untuk ekstraksi kemudian. Pasang kateter menetap jika kassa di dalam vagina
menekan uretra
d. Lakukan kompresi luar dengan jalan memasang gurita kencang pada perut ibu
e. Segera keluarkan tampon apabila :
1) Perdarahan massif telah sangat berkurang
2) Pastikan pemberian infuse dan uterotonika
3) Berikan antibiotika kombinasi (ampisillin 3 x 1 gram dan
metronodazole 3 x 500 mg)
4) Tampon tidak boleh terpasang lebih dari 24 jam

25. Ligase arteri uterine


a. Kaji ulang indikasi operasi
b. Kaji ulang prinsip-prinsip pembedahan dan pasang infuse
c. Berikan antibiotika dosis tunggal :
1) Ampisillin 2 gram IV
2) ATAU Sefazolin 1 gram IV
d. Berikan cairan infuse Ringer Laktat atau larutan NaCl 0,9%
e. Buka perut :
1) Lakukan insisi vertical pada linea alba dari umbilicus sampai pubis
2) Lakukan incise vertical 2-3 cm pada fasia
3) Lanjutkan insisi ke atas dan ke bawah dengan gunting
4) Pisahkan muskulus rektus abdominis kiri dan kanan dengan tangan
atau gunting
5) Buka peritoneum dekat umbilicus dengan tangan, jaga agar jangan
melukai kandung kemih
6) Pasang retractor kandung kemih
f. Luksir dan tarik uterus keluar sampai terlihat ligamentum latum
g. Raba dan rasakan denyut arteri uterine pada perbatasan serviks dan segmen
bawah rahim

193
h. Pakai jarum besar dengan benang catgut kromik 0 (atau poliglikolik) dan buat
jahitan sedalam 2-3 cm pada 2 tempat. Lakukan ikatan dengan simpul kunci
i. Tempatkan jahitan sedekat mungkin dengan uterus karena ureter biasanya
hanya 1 cm lateral terhadap arteri uterine
j. Lakukan yang sama pada sisi lateral yang lain
k. Jika arteri terkena, jepit dan ikat sampai perdarahan berhenti
l. Lakukan pula pengikatan arteri utero-ovarika yaitu dengan melakukan
pengikatan pada 1 jari atau 2 cm lateral bawah pangkal ligamentum
suspensorium ovarii kiri dan kanan agar upaya hemostasis berlangsung efektif
m. Lakukan pada sisi yang lain
n. Jahit kembali dinding perut setelah yakin tidak ada perdarahan lagi dan tidak
ada trauma pada vesika urinaria
1) Pasang drain abdomen
2) Tutup fasia denga jahitan jelujur dengan benang kromik 0 (atau
poliglikolik)
o. Jika ada tanda-tanda infeksi, letakkan kain kasa pada subkutan dan jahit
dengan benang catgut 0 (poliglikolik) atau secara longgar. Kulit dijahit setelah
infeksi hilang
p. Jika tidak ada tanda-tanda infeksi, tutup kulit dengan jahitan matras vertical
memakai nilon 3-0 atau sutera. Tutup luka dengan kasa steril

PERAWATAN PASCA TINDAKAN


a. Kaji ulang prinsip perawatan pasca operatif
b. Bila ada tanda-tanda infeksi atau demam pada ibu, berikan kombinasi
antibiotika sampai ibu bebas demam selama 48 jam dengan :
1) Ampisillin 2 gram IV setiap 6 jam
2) DITAMBAH Gentamisin IV 5 mg/kg BB setiap 24 jam
3) DITAMBAH dengan Metronidazole 500 mg IV setiap 8 jam
c. Berikan analgetika yang cukup
d. Cabut drain setelah 48 jam jika tidak ada tanda-tanda infeksi
26. Bayi baru lahir dengan asfiksia
Penanganan Umum
a. Keringkan bayi, ganti kain yang basah dan bungkus dengan pakaian hangat-
kering
194
b. Jika belum dilakukan, segera klem dan potong tali pusat
c. Letakkan bayi ditempat yang keras dan hangat (dibawah radient heater) untuk
resusitasi
d. Kerjakan pedoman pencegahan infeksi dalam melakukan tindakan perawatan
dan resusitasi

Resusitasi
Perlunya resusitasi harus ditentukan sebelum akhir menit pertama kehidupan.
Indicator terpenting bahwa diperlukan resusitasi ialah kegagalan nafas setelah bayi
lahir
Membuka Jalan Nafas
a. Posisi bayi
Telentang
Kepala lurus dan sedikit tengadah/ekstensi (posisi mencium bau)
Bayi diselimuti, kecuali muka dan dada

Gambar. Posisi benar dan salah bayi yang dilakukan resusitasi

b. Bersihkan jalan nafas dengan mengisap mulut lalu hidung. Jika terdapat darah
atau mekonium di mulut atau hidung, isap segera untuk menghindari aspirasi.
Catatan :Jangan menghisap terlalu dalam di tenggorok karena dapat
mengakibatkan turunnya frekuensi denyut jantung bayi atau bayi berhenti
bernafas
c. Tetap jaga kehangatan tubuh bayi
d. Nilai kembali keadaan bayi :

195
Jika bayi mulai menangis atau bernafas lanjutkan dengan asuhan awal
bayi baru lahir
Jika bayi teetap tidak bernafas lanjutkan dengan ventilasi
Ventilasi Bayi Baru Lahir
a. Cek kembali posisi bayi (kepala sedikit ekstensi)
b. Posisi sungkup dan cek pelekatannya
Pasang sungkup di wajah, menutupi pipi, mulut dan hidung
Rapatkan pelekatan sungkup dengan wajah
Remas balon dengan dua jari atau seluruh tangan tergantung besarnya
balon.
Cek perlekatan dengan dua kali ventilasi dan amati pengembangan
dada

Gambar.Posisi sungkup yang benar Gambar. Posisi sungkup yang salah

c. Ventilasi bayi jika pelekatan baik dan terjadi pengembangan dada.


Pertahankan frekuensi (sekitar 40 x/menit) dan tekanan (amati dada mudah
naik dan turun)
Jika dada naik maka kemungkinan tekanan adekuat
Jika dada tidak naik :
Cek kembali dan koreksi posisi bayi
Reposisi sungkup untuk pelekatan lebih baik
Remas balon lebih kuat untuk meningkatkan tekanan
Isap ulang mulut dan hidung untuk mucus, darah atau
mekonium

196
d. Pertimbangkan pemberian nalokson (setelah tanda vital baik) jika ibu
mendapat petidin atau morfin sebelum melahirkan
e. Lakukan ventilasi selama 1 menit, berhenti dan nilai apakah terjadi nafas
spontan
Jika pernafasan normal (frekuensi 30-60 x/menit), tidak ada tarikan
dinding dada dan suara merintih dalam 1 menit, resusitasi tidak
diperlukan. Lanjutkan dengan asuhan awal bayi baru lahir
Jika bayi belum bernafas atau nafas lemah, lanjutkan ventlasi sampai
nafas spontan terjadi
f. Jika bayi mulai menangis, hentikan ventilasi dan amati nafas selama 5 menit
setelah tangis berhenti :
Jika pernafasan normal (frekuensi 30-60 x/menit), tidak ada tarikan
dinding dada dan suara merintih dalam 1 menit, resusitasi tidak
diperlukan. Lanjutkan dengan asuhan awal bayi baru lahir
Jika frekuensi < 30 x/menit, lanjutkan ventilasi
Jika terjadi tarikan dinding dada yang kuat, ventilasi dengan oksigen
g. Jika nafas belum teratur setelah 20 menit ventilasi
Rujuk bayi dengan lindungan oksigen
Selama dirujuk, jaga bayi tetap hangat dan berikan ventilasi jika
diperlukan
h. Jika tidak ada usaha bernafas, megap-megap atau tidak ada nafas setelah 20
menit ventilasi, hentikan ventilasi, bayi lahir mati. Berikan dukungan
psikologis kepada keluarga
Mengatasi Depresi Pernafasan Bayi Baru Lahir akibat Obat Narkotika
Nalokson merupakan antidotum mengatasi depresi pernafasan bayi baru lahir jika ibu
mendapatkan petidin atau morfin
Catatan :Jangan memberikan nalokson pada bayi dari ibu yang diduga
menyalahgunakan obat narkotika
a. Jika terjadi depresi pernafasan, segera lakukan resusitasi
Setelah tanda vital baik, beri nalokson 0,1 mg/kg BB IV
Nalokson dapat diberikan IM setelah resusitasi berhasil dan sirkulasi
perifer baik. Dosis ulangan diperlukan untuk menghindari kambuh

197
b. Jika tidak ada tanda depresi pernafasan tetapi petidin atau morfin diberikan
dalam 4 jam persalinan, amati tanda depresi pernafasan yang mungkin terjadi

Asuhan Pascaresusitasi yang Berhasil


a. Hindari kehilangan panas
Lakukan kontak kulit di dada ibu (metode Kangguru) dan selimuti bayi
Letakkan dibawah radient heater, jika tersedia
b. Periksa bayi dan hitung nafas dalam semenit
Jika bayi sianosis (biru) atau sukar bernafas (frekuensi < 30 atau > 60 x/menit,
tarikan dinding dada ke dalam atau merintih), beri oksigen lewat kateter
hidung atau nasal prong
c. Ukur suhu aksiler :
Jika suhu 36 C atau lebih, teruskan metode Kangguru dan mulai
pemberian ASI
Jika suhu < 36 C, lakukan penanganan hipotermia
d. Mendorong ibu mulai menyusui : bayi yang mendapat resusitasi cenderung
hipoglikemia
Jika kekuatan menghisap baik, proses penyembuhan optimal
Jika menghisap kurang baik, rujuk ke tempat pelayanan yang dituju
e. Lakukan pemantauan yang sering dalam 24 jam pertama. Jika sukar bernafas
kambuh, rujuk ke tempat pelayanan yang dituju

Sianosis atau Sukar Bernafas


a. Jika bayi sianosis (biru) atau sukar bernafas (frekuensi < 30 atau > 60 x/menit,
tarikan dinding dada ke dalam atau merintih) :
Isap mulut dab hidung untuk memastikan jalan nafas bersih
Beri oksigen 0,5 liter/menit lewat kateter hidung atau nasal prong
Rujuk ke tempat pelayanan yang dituju
b. Jaga bayi tetap hangat. Bungkus bayi dengan kain lunak, kering, selimuti dan
pakai topi untuk mencegah kehilangan panas

198
Peggunaan Oksigen
a. Pemberian oksigen hanya pada sianosis atau sukar bernafas
b. Jika terdapat tarikan pada dinding dada ke dalam atau megap-megap atau
sianosis menetap, tingkatkan konsentrasi oksigen dengan kateter nasal, nasal
prong atau kap oksigen
Catatan : Pemberian oksigen secara sembarangan pada bayi prematur dapat
menimbulkan kebutaan

PENILAIAN
Banyak kondisi serius pada bayi baru lahir, misal infeksi bakteri, malformasi, asfiksia
berat, penyakit hialin pada membran pada prematur, dengan gejala yang sama dengan
sukar bernafas dan minum lemah/tidak mau minum.
Diagnosis banding sukar tanpa bantuan tes diagnostik lengkap. Meskipun demikian
tindakan segera harus dilakukan tanpa diagnosis yang khusus. Bayi dengan masalah di
atas harus segera dirujuk

27. Penanganan bayi berat badan lahir rendah (BBLR)


Bayi prematur sedang (33-38 minggu) atau BBLR (1500-2500 gram) dapat
mempunyai masalah segera setelah lahir
a. Jika bayi tidak ada kesukaran bernafas atau tetap hangat dengan metode
Kangguru :
Rawat bayi tetap bersama ibu
Dorong ibu mulai menyusui dalam 1 jam pertama
b. Jika bayi sianosis (biru) atau sukar bernafas (frekuensi < 30 atau > 60 x/menit,
tarikan dinding dada ke dalam atau merintih), beri oksigen lewat kateter
hidung atau nasal prong
c. Jika suhu aksiler turun dibawah 35 C, hangatkan bayi segera

28. Resusitasi bayi baru lahir


a. Mengantisipasi bayi lahir dengan depresi/asfiksia
1) Meninjau riwayat antepartum
2) Meninjau riwayat intrapartum
b. Persiapan alat dan obat

199
c. Mencegah bayi baru lahir kehilangan panas dan mengeringkan tubuh bayi
1) Bayi diletakkan di bawah alat pemancar panas, tubuh dan kepala bayi
dikeringkan dengan menggunakan handuk atau selimut hangat (apabila
diperlukan penghisapan mekonium, dianjurkan untuk menunda
pengeringan tubuh yaitu setelah mekonium diisap dari trachea)
2) Untuk bayi sangat kecil (berat badan kurang dari 1500 gram) atau
apabila suhu ruangan sangat dingin dianjurkan menutup bayi dengan
sehelai plastic tipis yang tembus pandang
d. Meletakkan bayi dalam posisi yang benar
1) Bayi diletakkan telentang di alas yang datar, kepala lurus dan leher
sedikit tengadah
2) Letakkan handuk atau selimut yang digulung di bawah bahu bayi
sehinga bahu terangkat 2-3 cm

Gambar.Kepala terlalu ekstensi Gambar. Kepala kurang ekstensi

Gambar. Kepala lurus dan leher sedikit tengadah

e. Membersihkan jalan nafas


1) Kepala bayi dimiringkan agar cairan berkumpul di mulut dan tidak di
farings bagian belakang
2) Mulut dibersihkan terlebih dahulu dengan maksud cairan tidak
teraspirasi dan isapan pada hidung akan menimbulkan pernafasan
megap-megap (gasping)

200
3) Apabila mekonium kental dan bayi megalami depresi, harus dilakukan
pengisapan dari trakhea dengan menggunakan pipa endotrakeal (piapa
ET)
f. Menilai bayi
Penilaian bayi dilakukan berdasarkan 3 gejala yang sangat penting bagi
kelanjutan hidup bayi :
1) Usaha bernafas
2) Frekuensi denyut jantung
3) Warna kulit
g. Menilai usaha bernafas
1) Apabila bayi bernafas spontan dan memadai, dilanjutkan dengan
menilai frekuensi denyut jantung
2) Apabila bayi mengalami apneu atau sukar bernafas (megap-megap atau
gasping), dilakukan rangsangan taktil dengan menepuk-nepuk atau
menyentil telapak kaki bayi atau menggosok-gosok punggung bayi
sambil memberikan oksigen berkonsentrasi 100% berkecepatan paling
sedikit 5 liter/menit
3) Apabila setelah beberapa detik tidak terjadi reaksi atas rangsanagn
taktil, mulailah pemberian VTP (ventilasi tekanan positif)
h. Menilai frekuensi denyut jantung bayi
1) Penilaian frekuensi denyut jantung bayi dilakukan apabila pernafasan
spontan normal teratur
2) Frekuensi denyut jantung dihitung dengan cara menghitung jumlah
denyut jantung dalam 6 detik dikalikan 10 sehingga diperoleh
frekuensi jantung per menit
3) Apabila frekuensi denyut jantung lebih dari 100 per menit dan bayi
bernafas spontan teratur, dilanjutkan dengan menilai warna kulit
4) Apabila frekuensi denyut jantung kurang dari 100 per menit walaupun
bayi bernafas spontan menjadi indikasi untuk dilakukan VTP
5) Apabila detak jantung tidak dapat dideteksi, epinefrin harus segera
diberikan dan pada saat yang sama VTP dan kompresi dada dimulai
i. Menilai warna kulit
1) Penilaian warna kulit baru dilakukan apabila bayi bernafas spontan dan
frekuensi denyut jantung bayi lebih dari 100 per menit
201
2) Apabila terdapat sianosis sentral, oksigen tetap diberikan
3) Apabila terdapat sianosis perifer, oksigen tidak perlu diberikan.
Sianosis perifer disebabkan oleh peredaran darah yang masih lamban
antara lain karena suhu ruang bersalin yang dingin, bukan akibat
hipoksemia
j. Ventilasi tekanan positif
1) VTP dilakukan dengan sungkup dan balon resusitasi atau dengan
sungkup dan tabung
2) Kecepatan ventilasi 40-60 kali/menit
3) Tekanan ventilasi untuk nafas pertama 30-40 cm H2O, setelah nafas
pertama membutuhkan tekanan 15-20 cm H2O
4) Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara
nafas di kedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat
ventilasi yang benar
5) Apabila dengan tahapan di atas dada bayi masih tetap kurang
berkembang, sebaiknya dilakukan intubasi endotrakeal (ET) dan
ventilasi pipa ET-balon
k. Menilai frekuensi denyut jantung bayi pada saat VTP
1) Frekuensi denyut jantung bayi dinilai setelah selesai melakukan
ventilasi 15-20 detik pertama
2) Frekuensi denyut jantung bayi dibagi dalam 3 kategori yaitu :
Lebih dari 100 kali/menit
Antara 60-100 kali/menit
Kurang dari 60 kali/menit
3) Apabila frekuensi denyut jantung bayi > 100 kali/menit
Bayi mulai bernafas spontan.Dilakukan rangsangan taktil untuk
merangsang frekuensi dan dalamnya pernafasan.VTP dapat dihentikan
dan oksigen arus bebas diberikan. Kalau wajah bayi tampak merah,
oksigen dapat dikurangi secara bertahap
Apabila pernafasan spontan dan adekuat tidak terjadi, VTP dilanjutkan
4) Apabila frekuensi denyut jantung bayi antara 60-100 kali/menit
VTP dilanjutkan dengan memantau frekuensi denyut jantung bayi

202
Apabila frekuensi denyut jantung bayi 60 kali/menit, dimulai kompresi
dada bayi
5) Apabila frekuensi denyut jantung bayi > 60 kali/menit
VTP dilanjutkan.Periksa ventilasi apakah adekuat dan oksigen yang
diberikan benar 100%? Segera dimulai kompresi dada bayi
l. Memasang kateter orogastrik
1) VTP dengan balon dan sungkup lebih lama dari 2 menit harus dipasang
kateter orogastrik dan tetap terpasang selama ventilasi karena selama
ventilasi udara dari orofarings dapat masuk ke dalam esophagus dan
lambung
2) Alat yang dipakai ialah pipa orogastrik nomor 8F, semprit 20 ml
m. Kompresi dada
1) Kompresi dilakukan di 1/3 bagian bawah tulang dada di bawah garis
khayal yang menghubungkan kedua putting susu bayi. Hatai-hati
jangan menekan prosesus sifoideus
2) Rasio kompresi dada dan ventilasi dalam 1 menit ialah 90 kompresi
dada dan 30 ventilasi (rasio 3:1). Dengan demikian kompresi dada
dilakukan 3 kali dalam 1,5 detik dan detik untuk ventilasi 1 kali
n. Memberikan obat-obatan
1) Obat-obat diberikan apabila :
Frekuensi jantung bayi tetap di bawah 60 kali per menit
walaupun telah dilakukan ventilasi adekuat (dengan oksigen
100%) dan kompresi dada untuk paling sedikit 30 detik atau
Frekuensi jantung nol (0)
2) Dosis obat didasarkan pada berat bayi (ditaksir)
3) Vena umbilikalis adalah tempat yang dipilih untuk pemberian obat
4) Epinefrin adalah obat pertama yang diberikan. Dosis 0,1-0,3 ml/kg
untuk larutan berkadar 1 : 10.000 diberikan IV atau melalui pipa
endotrakeal
5) Volume expanders digunakan untuk menanggulangi efek hipovolemia.
Dosis 10 ml/kg, diberikan IV dengan kecepatan pemberian selama
waktu 5-10 menit
o. Keputusan untuk menghentikan resusitasi kardiopulmonal

203
Resusitasi kardiopulmonal dihentikan apabila etelah 30 menit tindakan
resusitasi dilakukan tidak ada respon dari bayi

29. Anestesi umum dan local untuk seksio sesarea


Anesthesia local merupakan alternative yang aman dan dilakukan jika fasilitas
anesthesia lain tidak ada
Prosedur ini memerlukan penjelasan dan pengertian dari pasien. Petugas kesehatan
harus ingat bahwa pasien sadar sehingga penggunaan alat-alat dan penanganan
jaringan harus senantiasa dilakukan dengan hati-hati
INDIKASI PERINGATAN
Seksio sesarea (terutama bagi Jangan digunakan untuk pasien dengan eklampsia,
pasien dengan gagal jantung) preeclampsia berar atau sebelum laparatomi
Jangan digunakan untuk pasien gemuk atau alergi
terhadap lignokain
Jangan digunakan jika ahli bedah tidak
berpengalaman dengan seksio sesarea
Jangan menyuntik ke dalam pembuluh darah
Table : Indikasi dan peringatan untuk anesthesia local untuk seksio sesarea

a. Kaji ulang prinsip-prinsip pembedahan


b. Siapkan 200 ml 0,5% larutan lignokain dengan adrenalin 1 : 200.000.
Biasanya dipakai setengahnya (sekitar 80 ml) pada jam pertama
c. Jika janin masih hidup, pemberian petidin 1 mg/kg BB (tidak lebih 100 mg)
IV pelan-pelan (atau morfin 0,1 mg/kg BB IM) dan prometazin 25 mg
dilakukan sesudah bayi dilahirkan
d. Jika diberikan sebelum kelahiran, bayi perlu diberi nalokson 0,1 mg/kg BB IV
saat lahir
e. Jika janin mati, berikan petidin 1 mg/kg BB (tidak lebih 100 mg) IV pelan-
pelan (atau morfin 0,1 mg/kg BB IM) dan prometazin 25 mg IV
Ajak pasien bicara selama tindakan seksio sesarea
f. Dengan memakai jarim 10 cm, lakukan filtrasi kulit dan jaringan subkutan
sekitar tempat insisi selebar 2 jari
Catatan :Lakukan aspirasi dan yakin tidak masuk pembuluh darah. Jika ada
darah pada aspirasi, pindahkan jarum ke tempat lain

204
g. Infiltrasi lignokain pada seluruh lapisan dinding abdomen. Jarum harus selalu
paralel dengan permukaan kulit. Hati-hati jangan sampai menembus
peritoneum dan menyuntik uterus karena dinding abdomen tipis sekali pada
usia kehamilan tua
h. Setelah selesai penyuntikan tunggu 2 menit dan lakukan tes. Jika masih terasa
sakit tunggu 2 menit lagi dan tes ulang
Berikan anesthesia lebih awal sehingga bisa mengerjakan tindakan tanpa
menunggu waktu terlalu lama
Catatan :Jika melakukan seksio sesarea dengan anesthesia local, insisi
mediana dilakukan 4 cm lebih panjang jika dibandingkan dengan memakai
anesthesia umum (jangan melakukannya dengan irisan Pfannenstiel)
Efek anesthesia ini bisa berlangsung sekitar 60 menit

Lakukan prosedur seksio sesarea dengan perhatian sebagai berikut :


a. Jangan memakai tampon abdominal. Pergunakan retractor seminimal mungkin
dan kekuatan yang ringan
b. Berikan suntikan lignokain 30 ml di bawah peritoneum vesika uterine ke
lateral kea rah ligamentum rotundum. Peritoneum sensitive terhadap
rangsangan nyeri, namun miometrium baik
c. Beritahu pasien pada saat bayi dilahirkan ada perasaan agak tidak enak sama
dengan kelahiran biasa
d. Lahirkan plasenta dengan penegangan tali pusat terkendali (PTT)
e. Penjahitan uterus tanpa dikeluarkan dari abdomen
f. Jika diperlukan bisa ditambahkan anesthesia pada saat penutupan dinding
perut

30. Anestesi spinal, ketamin

ANESTESIA SPINAL
INDIKASI PERINGATAN
Seksio sesarea Pastikan tidak ada alergi terhadap lignokain
Laparotomi Hindari penggunaannya pada pasien dengan
Dilatasi dan kuretase hipovolemia yang tidak terkoreksi, anemia

205
Pengeluaran plasenta secara berat, gangguan koagulasi, perdarahan,
manual infeksi local, preeclampsia berat, eklampsia
Perbaikan robekan perineum atau gagal jantung akibat penyakit jantung
tingkat III dan IV
Table : Indikasi dan peringatan untuk anesthesia spinal

a. Kaji ulang prinsip-prinsip pembedahan dan pasang infuse


b. Berikan 500-1000 cairan IV (Ringer Laktat atau NaCl) untuk melakukan
preloud dan mencegah hipotensi. Dikerjakan 30 menit sebelum anesthesia
c. Siapkan 1,5 ml anesthesia local : 5% lignokain dalam 55 dekstrose.
Tambahkan 0,25 ml adrenalin (1:1000) jika menghendaki anesthesia lebih
efektif dan lebih lama 45 menit
d. Pasien diminta tidur miring (atau duduk) dengan menekuk kepala dan
membungkuk agar spina lumbal fleksi dengan baik
e. Tentukan daerah spina dan beri tanda pada daerah yang akan disuntik. Garis
yang menghubungkan Krista iliaka kanan dan kiri memotong daerah spina
pada lumbal 4-5. Pilih daerah itu atau diatasnya
f. Perhatikan sterilitas daerah ini. Jangan menyentuh ujung jarum spinal. Pegang
jarum hanya pada pangkalnya
Anesthesia kulit
Suntikkan 1% larutan lignokain dengan jarum kecil untuk anesthesia kulit

Anesthesia spinal
a. Masukkan jarum spinal (no.22-23) pada tengah benjolan anesthesia, tegak
lurus pada kulit pada bidang vertical
b. Jika jarum mengenai tulang berarti tidak pada garis tengah. Tarik jarum dan
masukkan jarum ulang kea rah umbilicus ibu
c. Lanjutkan jarum spinal ke daerah subaraknoid. Dirasakan hilangnya tahanan
jika jarum sudah menembus ligamentum flavum
d. Setelah menembus ligamentum flavum teruskan sedikit untuk menembus dura,
dengan terasa sedikit hilangnya tekanan
e. Lepas stilet dan lihat cairan serebrospinal akan mengalir

206
f. Jika cairan serebrospinal tidak keluar, pasang stilet dan putar pelan-pelan,
kemudian lepas stilet lagi dan lihat cairan serebrospinal akan mengalir. Jika
gagal 2 kali, cari daerah lain
g. Jika keluar cairan serebrospinal, masukkan 1-1,25 ml larutan anesthesia local.
Pada wanita hamil yang belum melahirkan, jumlah cairan anesthesia
berkurang sedikit karena ruang subaraknoid berkurang dengan adanya
bendungan vena epidural
h. Baringkan pasien telentang tetapi dengna posisi agak miring ke kiri supaya
tidak terjadi supine hypotension syndrome
i. Periksa ulang tekanan darah pasien. Jika terjadi penurunan tekanan darah,
berikan cairan IV 500 ml secara cepat :
1) Jika tekanan darah tidak meningkat, berikan efedrin 0,2 mg/kb BB IV
dengan bertahap setiap 3 mg
2) Jika tekanan darah tetap turun sesudah pemberian IV efedrin selama 4
kali, berikan 30 mg efedrin secara IM
j. Berikan oksigen 6-8 liter/menit dengan masker atau kanul nasal
k. Setelah selesai penyuntikkan, tunggulah 2 menit dan lakukan tes penjepitan.
Jika masih terasa sakit tunggu 2 menit lagi
l. Berikan anesthesia lebih awal sehingga bisa mengerjakan tindakan tanpa
menunggu waktu terlalu lama
m. Setelah operasi, upayakan pasien tetap dalam keadaan berbaring datar minimal
6 jam dengan hanya memberikan bantal satu pada kepala untuk mencegah
kepala sakit pascaspinal anesthesia (post spinal headache). Pasien tidak boleh
duduk atau mengedan selama waktu tersebut

KETAMIN
INDIKASI PERINGATAN
Semua tindakan yang berlangsung Sewaktu digunakan sendiri, ketamin
singkat (< 60 menit) dan dimana dapat menyebabkan timbulnya halusinasi.
relaksasi otot tidak dibutuhkan Hindari penggunaan zat ini pada wanita
(seperti pada robekan perineum dengan riwayat psikosis. Untuk

207
atau robekan serviks yang luas, menghindari terjadinya halusinasi,
pengeluaran manual plasenta, berikan diazepam 10 mg IV setelah lahir
seksio sesarea, drainase abses Ketamin sendiri tidak menyebabkan
payudara) relaksasi otot sehingga insisi pada seksio
Cocok sebagai cadangan jika sesarea perlu diperpanjang
peralatan inhal;asi (atau suplai gas Ketamin sebaiknya tidak digunakan pada
untuk mesin anesthesia Boyle) wanita dengan tekanan darah yang
gagal atau dilakukan anesthesia meningkat, preeclampsia, eklampsia atau
umum tanpa peralatan inhalasi penyakit jantung
Table : Indikasi dan peringatan pada anesthesia ketamin

a. Kaji ulang prinsip-prinsip pembedahan dan pasang infuse


b. Ketamin dapat diberikan secara IM, IV atau dengan infuse. Dosis bervariasi :
1) Beberapa wanita membutuhkan 6-10 mg/kg BB IM. Anesthesia
dicapai dalam waktu 10 menit dan berlangsung sampai 30 menit
2) Alternatifnya, berikan IV 2 mg/kg BB pelan-pelan selama 2 menit atau
lebih (dalam hal ini pengaruhnya hanya sampai 15 menit)
c. Jika dibutuhkan tambahan untuk mengatasi nyeri diberikan 1 mg/kg BB IV
d. Anesthesia dengan ketamin jangan diberikan pada pasien dengan hipertensi,
preeclampsia, eklampsia atau penyakit jantung

PEMBERIAN KETAMIN SECARA INFUS


Premedikasi
a. Berikan sulfas atropine 0,6 mg IM 30 menit sebelum pembedahan
b. Berikan diazepam 10 mg IV saat induksi anesthesia untuk mencegah
halusinasi (untuk kasus seksio sesarea, berikan diazepam setelah bayi lahir)
c. Berikan oksigen 6-8 liter/menit dengan masker atau kanul nasal

Induksi dan pemeliharaan


a. Periksa tanda vital pasien (tekanan darah, nadi, pernafasan, temperature)
b. Masukkan selang orofaring untuk mencegah obstruksi jalan nafas
c. Untuk prosedur yang tidak lebih 15 menit : induksi anesthesia dilakukan
dengan memberikan secara pelan (selama 2 menit) ketamin 2 mg/kg BB IV

208
d. Untuk prosedur yang lebih lama : lakukan infuse ketamin 200 mg dalam 1 liter
dekstrose dengan kecepatan 2 mg/menit (20 tetes/menit0
e. Periksa tingkatan anesthesia. Jika masih terasa sakit, tunggu 2 menit lalu tes
ulang
f. Pantau tanda vital pasien (tekanan darah, nadi, pernafasan, temperature) setiap
10 menit selama pelaksanaan prosedur

Perawatan pascatindakan
a. Hentikan pemberian infuse ketamin dan berikan analgetika yang sesuai
dengan macam operasi
b. Lakukan pemantauan tanda vital setiap 30 menit sampai pasien sadar betul,
efek anesthesia ketamin biasanya akan hilang sesudah 60 menit

31. Blok paraservikal


a. Kaji ulang indikasi dengan hati-hati
Indikasi Peringatan
Dilatasi dan kuretase Pastikan tidak ada alergi terhadap lignokain
Aspirasi vakum manual Jangan menyuntik ke dalam pembuluh
darah
Komplikasi maternal jarang, tetapi bisa
terdapat hematoma
Table : Indikasi dan peringatan untuk blok paraservikal
b. Kaji ulang prinsip-prinsip pembedahan
c. Siapkan 20 ml 0,5% larutan lignokain tanpa adrenalin
d. Pergunakan jarum 22 atau 25, panjang 3,5 cm untuk menyuntik obat
e. Jika memakai tenakulum untuk menjepit serviks, berikan injeksi 1 ml
lignokain 0,5% pada bagian serviks anterior atau posterior sebelumya (jepitan
biasanya pada pukul 10 atau pukul 12)
Catatan :Pada abortus inkompletus, pemakaian ring forceps lebih baik
daripada tenakulum dan tidak perlu injeksi lignokain
f. Dengan jepitan tenakulum atau ring forceps dengan sedikit tarikan dicari batas
antara epithelium serviks yang licin dan jaringan vagina. Inilah tempat
menyuntikkan obat
g. Suntikkan jarum tepat di bawah epithelium
209
Catatan :Lakukan aspirasi dan yakinkan tidak masuk ke dalam pembuluh
darah. Jika ternyata menusuk pembuluh darah, jarum dicabut dan lakukan
pengulangan prosedur di tempat lain. Jika lignokain masuk pembuluh darah
bisa terjadi konvulsi atau kematian
h. Suntikkan 2 ml lignokain tepat di bawah epithelium, tidak lebih dalam dari 3
mm pada pukul 3,5,7 dan 9. Jika perlu ditambah suntikkan pada pukul 2 dan
pukul 10. Jika suntikkan betul akan terjadi pembengkakan dan pucat di daerah
suntikkan
i. Setelah selesai menyuntik tunggu sekitar 2 menit dan lakukan tes jepit serviks.
Jika masih terasa sakit tunggu 2 menit lagi
j. Berikan anesthesia lebih awal sehingga bisa mengerjakan tindakan tanpa
menunggu waktu terlalu lama

32. Blok pudendal


Indikasi Peringatan
Persalinan sungsang dan Pastikan tidak terdapat riwayat alergi
instrument terhadap lignokain dan obat lainnya
Episiotomy dan perbaikan yang berhubungan
robekan perineum Jangan menyuntik ke dalam
Kraniotomi dan kraniosentesis pembuluh darah
Pengeluaran manual plasenta
Table : Indikasi dan peringatan pada blok pudendal

a. Kaji ulang prinsip-prinsip pembedahan


b. Siapkan 40 ml 0,5% larutan lignokain tanpa adrenalin
Catatan :Sebaiknya blok pudendal ini memakai 30 ml saja dan yang 10 ml
dipersiapkan untuk perbaikan perineum, jika diperlukan
c. Pergunakan jarum panjang 15 cm no.22
d. Dengan target saraf pudendalis yang melewati tonjolan skiatik minor dengan
cara:
1) Melewati perineum
2) Melewati vagina

210
Pendekatan perineum tidak membutuhkan peralatan khusus. Untuk pendekatan
per vaginam, suatu jarum pembimbing khusus (trumpet), jika tersedia,
memberikan perlindungan pada jari-jari petugas kesehatan

PENDEKATAN PERINEUM
a. Lakukan infiltrasi daerah kulit perineum kanan kiri pada sisi vagina
sebanyak 10 ml larutan lignokain
Catatan :Lakukan aspirasi (tarik pendorong suntikkan) untuk memastikan
bahwa tidak ada pembuluh darah yang terkena. Jika didapati darah pada
saat dilakukan aspirasi, tarik jarum suntik.Periksa kembali posisi
penyuntikkan dan coba lakukan aspirasi kembali.Jangan lakukan
penyuntikkan jika didapati darah dalam aspirasi. Ibu dapat mengalami
kejang dan kematian jika terjadi injeksi lignokain IV
b. Dengan tuntunan 2 jari tangan kita yang memakai sarung tangan DTT
yang masuk di vagina, jarum yang masuk lewat perineum diarahkan ke
arah spina iskiadika kiri
c. Suntikkan 10 ml lignokain pada sudut daerah antara spina iskiadika dan
tuber os iskii
d. Tembus ligamentum sakrospinosum dan suntikkan 10 ml lignokain
e. Ulangi prosedur ini pada sisi yang lain
f. Jika akan dilakukan episiotomy, berikan infiltrasipada daerah tersebut
dengan cara yang biasa pada saat ini
g. Pada akhir penyuntikkan, tunggulah 2 menit dan cubitlah daerah yang
disuntik degan forceps. Jika ibu masih merasakan cubitan, tunggulah 2
menit lagi kemudian lakukan uji ulang
h. Pemberian obat anesthesia dini akan memberikan waktu yang cukup untuk
timbulnya efek yang diinginkan

PENDEKATAN PERVAGINAM
a. Gunakan sarung tangan yang telah menagalami DTT, gunakan jari
telunjuk kiri untuk meraba spina iskiadika kiri pada dinding vagina

211
b. Gunakan tangan kanan unttuk mengarahkan jarum (trumpet) ke arah spina
kiri dengan tetap meletakkan ujung telunjuk kiri pada ujung jarum
c. Letakkan ujung jarum pembimbing di bawah ujung spina iskiadika
d. Ingatlah untuk meletakkan ujung jari di dekat ujung jarum pembimbing.
Jangan letakkan ujung jari pada ujung jarum karena dapat terjadi perlukaan
akibat tertusuk jarum dengan mudah
e. Masukkan jarum no.22 sepanjang 15 cm dengan suntikkan di belakangnya
melalui pembimbing
f. Masukkan jarum ke mukosa vagina sampai jarum mengenai ligamentum
sakrospinosum
Catatan :Lakukan aspirasi (tarik pendorong suntikkan) untuk memastikan
bahwa tidak ada pembuluh darah yang terkena. Jika didapati darah pada
saat dilakukan aspirasi, tarik jarum suntik.Periksa kembali posisi
penyuntikkan dan coba lakukan aspirasi kembali.Jangan lakukan
penyuntikkan jika didapati darah dalam aspirasi. Ibu dapat mengalami
kejang dan kematian jika terjadi injeksi lignokain IV
g. Masukkan 10 ml larutan lignokain
h. Tarik jarum ke dalam pembimbing dan reposisi pembimbing ke atas spina
iskiadika
i. Suntikkan ke mukosa vagina dan lakukan aspirasi kembali untuk
memastikan tidak ada pembuluh darah yang terkena
j. Suntikkan 5 ml larutan lignokain
k. Ulangi prosedur yang sama pada sisi lain, gunakan telunjuk kanan untuk
meraba spina iskiadika kanan. Gunakan tangan kiri untuk memasukkan
jarum dan jarum pembimbing dan suntikkan lignokain
l. Jika dilakukan episiotomy, lakukan infiltrasi ditempat episiotomy dengan
cara yang sama pada saat itu
m. Pada akhir penyuntikkan, tunggulah 2 menit dan cubitlah daerah yang
disuntik dengan forceps. Jika ibu masih merasakan cubitan, tunggulah 2
menit lagi kemudian lakukan uji ulang
n. Pemberian obat anesthesia dini akan memberikan waktu yang cukup untuk
timbulnya efek yang diinginkan

33. IUD post plasenta


212
Tujuan :
a. Meningkatkan jumlah kesertaan jumlah akseptor KB Metode Kontrasepsi
jangka Panjang (MKJP) terutana IUD pascaplasenta
b. Menurunkan jumlah unmet need dan missed opportunity
c. Meningkatkan kualitas pelayanan KB di fasilitas bersalin

Ketentuan Umum
Intra Uterine Device (IUD) atau yang biasa disebut dengan AKDR (Alat Kontrasepsi
Dalam Rahim) adalah suatu alat kontrasepsi terbuat dari plastic yang fleksibel dalam
rahim, dengan cara menghalangi kedua saluran yang menghasilkan telur sehingga
tidak terjadi pembuahan
IUD Copper T 380 A adalah alat kontrasepsi program KB Pemerintah, alat tersebut
yang berbentuk huruf T, berukuran kecil, dengan luas 380 mm, terbuat dari plastic
lentur dan dililiti oleh kawat halus yang terbuat dari bahan tembaga/logam yang
menyebabkan reaksi anti fertilitas dengan waktu penggunaan dapat mencapai 2-10
tahun, dan terdapat benang halus pada ujung bawahnya yang berfungsi sebagai alat
control atau indicator keberadaan IUD. IUD hanya dapat dipasang dan dicabut oleh
tenaga medis (dokter atau bidan terlatih)
IUD atau Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan dengan cara kontrasepsi lain karena merupakan kontrasepsi non
hormonal, mempunyai efektivitas jangka panjang, hanya memerlukan satu kali
pemasangan, tidak menimbulkan efek samping sistemik, lebih ekonomis dan
mempunyai daya guna tinggi dan reversible (kembalinya kesuburan dalam waktu
yang singkat). Sedangkan kelemahan dari metode ini adalah adanya efek samping
yaitu perdarahan dan nyeri yang sering membuat klien menghentikan pemakaian.efek
lain yang mungkin terjadi pada pemakaian IUD adalah keputihan, perforasi, infeksi
dan ekspulsi. disamping itu Penyakit Radang Panggul (PRP) meskipun jarang terjadi
tetapi merupakan efek samping yang serius
Teknik insersi pascaplasenta dilakukan setelah 10 menit plasenta lahir, saat ini
menggunakan teknik manual dengan jari dan teknik menggunakan kombinasi antara
ring forceps/klem ovarium dan inserter IUD.Kedua teknik ini dapat dilakukan oleh
tenaga medis maupun paramedic yang terlatih.dan juga IUD/AKDR dapat dilakukan
juga setelah operasi section saesarea

213
Ketentuan Khusus
a. Cara kerja IUD adalah dengan :
1) IUD bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu dengan
menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba fallopi
2) Mempengaruhi implantasi sebelum ovum mencapai kavum uteri
3) Menghalangi implantasi embrio pada endometrium
b. Indikasi pemasangan IUD :
Wanita dengan usia reproduksi atau paritas berapapun
c. Kontraindikasi pemasangan IUD pasca bersalin :
1) Klien yang tidak boleh menggunakan
Diketahui atau dicurigai hamil
Mengalami perdarahan yang tidak dapat dijelaskan hingga
ditemukan dan diobati sebabnya
Menderita penyakit radang panggul
Mengalami keputihan purulen akut
Memiliki kavum uterus yang tidak normal
Menderita penyakit trofoblas ganas
Menderita TB pelvic
Menderita kanker traktus genitalis
Menderita infeksi traktus genitalis
2) Klien yang memerlukan perhatian
Penggunaan IUD tidak direkomendasikan kecuali penggunaan alat
kontrasepsi yang lainnya tidak memungkinkan, seperti pada :
Benigna trofoblas disease
Memiliki lebih dari satu partner seksual
Partner seksual yang memiliki lebih dari satu partner seksual
3) Klien yang memerlukan konseling lebih lanjut :
Cervical stenosis
Anemia (Hb < 9 g%)
Nyeri haid yang hebat
Infeksi vagina
Symptomatic valvular heart disease
4) Keuntungan

214
Bagi klien
Apabila tidak terjadi infeksi dapat dipasang segera
setelah melahirkan ataupun keguguran
Khusus untuk IUD pascaplasenta : insersi IUD
dikerjakan dalam 10 menit setelah keluarnya polasenta,
tidak meningkatkan resiko infeksi atauapun perforasi
uterus, kejadian ekspulsi yang lebih rendah
dibandingkan dengan pemasangan setelah 4 minggu
pasca persalinan selama tehnik dilakukan dengan benar
Pencegah kehamilan jangka panjang yang efektif
Tidak mempengaruhi hubungan suami istri
Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI sehingga
aman untuk ibu menyusui
Dapat dipasang segera setelah melahirkan ataupun
keguguran (apabila tidak terjadi infeksi)
Dapat digunakan sampai menopause
Tidak ada interaksi dengan obat-obat lain
Membantu mencegah kehamilan diluar kandungan
(ektopik)
Kesuburan dapat langsung kembali setelah IUD dilepas
Tidak menimbulkan efek sistemik
Daya guna tinggi dan reversible
Satu kali pemasangan dan ekonomis
Bagi program
Maningkatkan capaian peserta KB baru MKJP
Menurunkan angka unmet need
Menurunkan Total Fertility Rate (TFR)
Meningkatkan Contraceptive Prevalence Rate (CPR)

5) Kekurangan
Setelah pemasangan, dikarenakan adanya proses penyesuaian
pada beberapa perempuan didapatkan keluhan nyeri dibagian
perut bawah dan perdarahan sedikit-sedikit (spotting). Hal ini

215
dapat berlangsung selama 3 bulan setelah pemasangan dan
keluhan akan hilang dengan sendirinya. Tetapi apabila setelah 3
bulan keluhan masih berlanjut, dianjurkan untuk memriksanya
ke dokter
Kemungkinan terjadi resiko infeksi, keputihan (bau, gatal dan
berwarna), suhu badan mningkat, menggigil dan lain
sebagainya
Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS
Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau yang
sering berganti pasangan
IUD tidak dapat dilepas sendiri oleh klien tetapi harus
dilakukan oleh tenaga terlatih
IUD dapat keluar dari uterus tanpa diketahui
6) Efek samping
Perubahan siklus haid, haid lebih lama dan banyak, perdarahan
bercak (spotting) dan nyeri haid
Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangan
benar, <1/1000 kasus)
Dapat memicu infertilitas pada perempuan dengan IMS dan
Penyakit Radang Panggul (PRP)
Dapat terjadi resiko timbulnya rasa sakit diperut bagian bawah
akibat kontraksi otot rahim
7) Waktu pemasangan
IUD pasca plasenta : bisa dilakukan dalam waktu 10 menit
setelah plasenta lahir
IUD pascapersalinan : bisa dilakukan sampai 48 jam pasca
persalinan
IUD pasca seksio sesarea : dipasang saat dilakukan seksio
sesarea setelah kelahiran plasenta
Prosedur
Langkah pemasangan IUD Pasca Plasenta
a. Persiapan
1) Konseling pada saat pemeriksaan kehamilan (ANC)

216
Menyapa klien dengan ramah dan memperkenalkan diri Anda
yang akan memberikan informasi umum tentang Keluarga
Berencana
Memberikan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang
jenis kontrasepsi yang tersedia dan keuntungan-keuntungan
dari masing-masing jenis kontrasepsi (termasuk perbedaan
antara kontap dan metode reversibel)
2) Konseling metode khusus
Seleksi klien melalui anamnesis secara cermat untuk
memastikan tidak ada masalah kesehatan untuk menggunakan
IUD
Pastikan ia memilih IUD melalui proses konseling yang benar
Lihat kembali catatan klien untuk memastikan bahwa ia calon
yang tepat sebagai pengguna IUD
Berikan jaminan akan kerahasiaan yang diperlukan klien
Perhatikan hal-hal yang memungkinkan menjadi penyulit
sebelum pemasangan IUd seperti : Ketuban pecah dini (KPD)
lebih dari 18 jam, korioamnionitis, sepsis puerpuralis,
perdarahan post partum berkepanjangan dan trauma jalan lahir.
Bila ada hal-hal yang membahayakan, jelaskan pada klien
bahwa ini bukan saat terbaik untuk insersi IUD dan anjurkan
untuk evaluasi ulang pada 6 minggu postpartum
3) Pengisian informed consent
b. Pemasangan
1) Penyiapan instrument
Pastikan IUD tersedia di ruang tindakan
Persiapan alat :
Susun peralatan dan bahan diatas meja dan atur sesuai
dengan urutan tindakan
Forceps/korentang
Tenakulum
Sonde uterus
Klem ovarium/found forceps

217
Gunting
Mangkuk untuk larutan antiseptik
Sarung tangan steril
Cairan antiseptic untuk membersihkan serviks
Kassa
Lampu untuk penerangan
Buka kemasan IUD hingga setengahnya, keluarkan
inserter, pastikan benangnya dapat ditarik untuk
mengeluarkan IUD dan siapkan diatas meja
Cuci tangan, keringkan dan gunakan sarung tangan
DTT/steril
2) Tehnik pemasangan
Tindakan pemasangan IUD/IUD 10 menit postpartum
persalinan normal
Langkah-langkah pemasangan IUD/IUD post partum spontan:
Insersi IUD dalam 10 menit pasca kelahiran plasenta
Jelaskan kepada klien apa yang akan dilakukan
Pasang IUD, dapat dilakukan dengan :
Insersi manual dengan jari :
Gunakan sarung tangan steril yang baru
Usap vagina dan serviks dengan larutan antiseptic 2-3
kali
Jepit bibir anterior serviks dengan klem ovum (klem
porsio)
Gunakan klem ovum tersebut untuk melakukan traksi
serviks anterior dengan sudut 45 derajat kemudian
keluarkan speculum
Ambil dan tempatkan IUD diantara jari telunjuk dan jari
tengah (posisi lengan IUD di ujung jari dan batangnya
diletakkan pada bagian palmar jari tengah, dijepit
dengan bagian dorsal jari telunjuk) masukkan ke dalam
uteri (mengikuti alur bawah klem portio)

218
Setelah ujung jari melewati ostium uteri, lepaskan
jepitan klem ovum pada portio dan keluarkan dari
vagina kemudian letakkan tangan pada dinding uterus
Letakkan tangan kontralateral operator di fundus uteri
(telapak tangan pada korpus dan jari-jari tangan pada
fundus) dan tekan uterus ke dorso caudal (SBR
mengarah ke bawah sehingga memfasilitasi ujung jari
dan IUD masuk lebih dalam)
Secara perlahan-lahan arahkan ujung jari dan IUD ke
fundus uteri (mengarah ke umbilicus) sambil
memposisikan ibu jari diatas jari manis dan kelingking
untuk memberi akses lebih baik bagi tangan untuk
masuk lebih dalam
Pastikan ujung jari dan IUD mencapai fundus (control
dengan jari-jari tangan luar yang diletakkan pada
fundus)
Buka jepitan jari tangan dan telunjuk pada IUD sambil
merotasikan tangan 30 derajat agar IUD terlepas dan
lengan tertahan pada dinding dalam kavum uteri
Geser kedua penjepit (dengan tangan terbuka) ke
samping dimana arahnya berlawanan dengan sisi lengan
IUD yang menempel pada dinding dalam kavum uteri
Tekan SBR selama 10-20 detik untuk stabilisasi IUD
yang terpasang dan secara perlahan-lahan (jangan
mendekatkan kembali kedua jari) tarik tangan dalam
keluar
Pertahankan tekanan pada SBR hingga kedua jari
(telunjuk dan tengah) dapat dikeluarkan
Pastikan tidak terjadi perdarahan baru dan apabila
tampak IUD pada ostium uteri eksternum maka
keluarkan IUD tersebut dan lakukan insersi ulang
Benang IUD dipotong sepanjang 2-3cm
Berikan oksitosin dan metilergometrin (bila tidak ada
kontraindikasi)
219
Kumpulkan peralatan dan bahan bekas pakai kemudian
masukkan ke dalam larutan klorin 0,5%

Insersi dengan kombinasi menggunakan ring


forceps/klem ovarium dan inserter :
Usap vagina dan serviks dengan larutan antiseptic 2-3
kali
Asisten memegang speculum untuk melihat serviks
IUD/AKDR dilepas dari inserternya dan benang
dipotong sepanjang 2-3 cm
Jepit IUD/AKDR dengan ring forceps
Secara hati-hati IUD/AKDR dimasukkan ke dalam
cavum uteri sampai dengan fundus
Secara pelan-pelan dilepaskan dari klem ovarium dan
ditarik keluar dari cavum uteri
Kemudian berikan oksitosin dan atau metilergometrin
bila tidak ada kontraindikasi
Kumpulkan peralatan dan bahan bekas pakai ke dalam
klorin 0,5%

Catatan : Penggunaan klem ovarium berfungsi :


Menempatkan IUD/AKDR setinggi mungkin
sampai fundus uteri
Mengarahkan insersi IUD/AKDR, maka insersi
dapat dilakukan pada uterus yang sudah dalam
keadaan kontraksi sehingga dapat dipasang segeera
setelah plasenta lahir
Penggunaan tabung inserter akan melindungi batang
tengah AKDR dari jepitan klem ovarium dan
pendorong dapat mempertahankan posisi AKDR
sewaktu ditarik

Hal-hal yang perlu diperhatikan

220
a. Klien harus dipastikan mendapat istirahat yang cukup setelah pemasangan
IUD
b. Pastikan klein mendapatkan perawatan postpartum
c. Jelaskan instruksi yang dapat atau dilarang dilakukan setelah insersi
d. Setelah pasien pulang disarankan untuk control 1 minggu kemudian dan 1
bulan setelah control pertama. Pada waktu control pertama dilakukan
pemeriksaan nifas dan USG untuk melihat posisi IUD, pada control kedua
dilakukan pemeriksaan nifas, USG dan pemotongan benang IUD pervaginam
(melalui jalan lahir)
e. Dianjurkan bagi akseptor untuk memeriksakan kesehatan repsoduksinya
secara rutin dengan pemeriksaan pap smear/IVA
f. Disarankan memberikan ASI eksklusif

34. IUD durante seksio sesarea


Pada persalinan dengan seksio sesarea, IUD/AKDR dapat dipasang pasca kelahiran
plasenta dengan tekhin hang up/hangin in
a. Setelah plasenta dilahirkan, IUD/AKDR dipasang dan dibuatkan simpul pada
lengan AKDR dengan simpul jangkar/anchor knot, dengan menempatkan
benang terserap lambat (chromic catgut) melalui penembusan dinding luar
puncak rahim mengunakan jarum agak tegak lurus
b. Setelah benang berada dalam rongga rahim, kemudian ditarik keluar melalui
sayatan operasi dinding rahim lalu benang disimpulkan pada tengah lengan
IUD/AKDR sehingga IUD/AKDR tergantung seimbang pada benang tersebut
c. Selanjutnya pangkal benang diluar rahim ditarik sehingga IUD/AKDR
terpasang dan terfiksasi pada dinding puncak rahim (atau)
d. IUD/AKDR dapat dipasang biasa dengan memakai inserter melalui luka insisi
segmen bawah rahim (SBR)

C. MASA POST NATAL


1. Masa nifas
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah palsenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira
6 minggu
PROGRAM DAN KEBIJAKAN TEKNIS
221
Paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai keadaan ibu dan
bayi baru lahir dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-masalah
yang terjadi

Kunjungan Waktu Tujuan


1 6-8 jam Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
setelah Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk
persalinan jika perdarahan berlanjut
Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota
keluarga, bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena
atonia uteri
Pemberian ASI awal
Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir
Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia
Melakukan observasi selama 2 jam pertama pada ibu dan
bayi setelah bersalin atau sampai obu dan bayi dalam
keadaan stabil sebelum dipindah ke ruang perawatan ibu
2 6 hari Memastikan involusi uterus berjalan normal; uterus
setelah berkontraksi, fundus di bawah umbilicus, tidak ada
persalinan perdarahan abnormal, tidak ada bau
menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan
abnormal
Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan
istirahat
Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak
memperlihatkan tanda-tanda penyulit
Memberikan konseling pada ibu mnegenai asuhan pada bayi,
tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi
sehari-hari
3 2 minggu Sama seperti di atas (6 hari setelah persalinan)
setelah
persalinan
4 6 minggu Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yan ia atau
setelah bayi alami
persalinan Pada ibu nifas yang belum ber-KB maka petugas
memberikan konseling untuk KB secara dini
Pada ibu nifas yang sudah ber-KB IUD post plasenta, maka
petugas melakukan control KB
Tabel : Frekuensi kunjungan masa nifas

2. Demam pasca persalinan/infeksi nifas

222
MASALAH
Demam (> suhu 38 C) yang terjadi 24 jam setelah melahirkan

PENANGANAN UMUM
a. Istirahat baring
b. Rehidrasi per oral atau infuse
c. Kompres atau kipas untuk menurunkan suhu
d. Jika ada syok, segera beri pengobatan. Sekalipun tidak jelas gejala syok, harus
waspada untuk menilai berkala karena kondisi dapat memburuk dengan cepat

Gejala dan tanda selalu ada Gejala dan tanda kadang-kadang Diagnosis
ada kemungkinan
Demam-menggigil Perdarahan pervaginam Metritis
Nyeri perut bawah Syok
Lokia berbau-nanah
Uterus nyeri tekan
Nyeri perut bawah dan Antibiotika tidak menolong Abses pelvic
kembung Tumor adneksa dan kavum
Demam tinggi-menggigil Douglas menonjol
Uterus nyeri Pungsi Douglass : pus
Demam tidak tinggi Nyeri lepas Peritonitis
Nyeri perut bawah Perut kembung
Bising usus/(-) Anoreksia
Mual-muntah
Syok
Buah dada nyeri dan Buah dada bengkak Bendungan ASI
bengkak Kedua buah dada terkena
3-5 hari nifas
Payudara nyeri dan bengkak Bendungan lalu infeksi Mastitis
Merah, meradang Keluar nanah
3-4 minggu nifas
Payudara bengkak Bengkak dan fluktuasi Abses mamae
Merah dan radang Keluar nanah
Luka, keluar cairan/darah Eritema ringan di luar insisi Abses bergaung,
seroma atau
hematoma
Luka dan nyeri Luka, bengkak Selulitis
Eritema dan edema di luar Keluar cairan bernanah
insisi
Disuria Nyeri suprapubik Sistitis
Sering kencing Nyeri perut
Disuria Nyeri suprapubik Pielonefritis akut

223
Demam tinggi Nyeri pinggang
Sering kencing Nyeri dada belakang
Nyeri perut Anoreksia
Mual/muntah
Demam tinggi dalam terapi Nyeri otot Thrombosis vena
antibiotika dalam
Demam Sesak Pneumonia
Susah bernafas Nafas berat
Batuk beriak Takipnea
Nyeri dada Ronkhi
Demam Pascabedah Atelektasis
Suara nafas lemah
Demam Lien membesar Malaria tanpa
Menggigil komplikasi
Nyeri kepala
Nyeri otot
Gejala dan tanda malaria Kejang Malaria berat,
Koma Ikterus komplikasi
Anemia
Demam Nyeri perut Tifus
Sakit kepala Meracau
Lemah
Anoreksia
Lien membesar
Demam Nyeri otot Hepatitis
Lemah Urtikaria
Anoreksia Lien membesar
Nausea
Urin coklat dan feses putih
Ikterus
Hati membengkak
Tabel : Diagnosis demam pascapersalinan

PENANGANAN
Metritis
Metritis ialah infeksi uterus setelah persalinan dan merupakan penyebab kematian ibu.
Kelambatan terapi akan menyebabkan abses, peritonitis, syok, thrombosis vena,
emboli paru, infeksi panggul kronik, sumbatan tuba dan infertilitas
a. Segera transfuse jika ada perdarahan
b. Berikan antibiotika kombinasi sampai ibu bebas demam selama 48 jam :
1) Ampisillin 2 gram IV setiap 6 jam
2) DITAMBAH Gentamisin 5 mg/kg BB IV tiap 24 jam

224
3) DITAMBAH Metronidazole 500 mg IV tiap 8 jam
4) Jika demam masih ada 72 jam setelah terapi, kaji ulang diagnosis
Catatan :Antibiotika oral tidak diperlukan setelah terapi suntikan
c. Jika diduga ada sisa plasenta, lakukan eksplorasi digital dan keluarkan bekuan
serta sisa kotelidon. Gunakan forceps ovum atau karet besar bila perlu
d. Jika tidak ada kemajuan dengan terapi konservatif dan ada peritonitis
(demam, nyeri lepas dan nyeri abdomen) lakukan laparotomi dan drain
abdomen
e. Jika uterus terinfeksi dan nekrotik, lakukan histerektomi subtotal

Abses pelvic
a. Berikan antibiotika kombinasi sebelum pungsi dan drain abeses. Berikan
antibiotika sampai 48 jam bebas demam :
1) Ampisillin 2 gram IV setiap 6 jam
2) DITAMBAH Gentamisin 5 mg/kg BB IV tiap 24 jam
3) DITAMBAH Metronidazole 500 mg IV tiap 8 jam
b. Jika kavum Douglasi menonjol, lakukan pungsi untuk drain abses dan jika
demam tetap tinggi lakuakn laparotomi

Peritonitis
a. Pasang selang nasogastrik
b. Infuse cairan Ringer Laktat
c. Berikan antibiotika kombinasi sampai 48 jam bebas panas :
1) Ampisillin 2 gram IV setiap 6 jam
2) DITAMBAH Gentamisin 5 mg/kg BB IV tiap 24 jam
3) DITAMBAH Metronidazole 500 mg IV tiap 8 jam
d. Jika perlu, lakukan laparotomi untuk drainase

Bendungan peyudara
Bendungan terjadi akibat berlebihan pada limfatik dan vena sebnelum laktasi. Hal ini
bukan bendungan susu ibu

Menyusui

225
a. Jika ibu menyusui dan bayi tidak menetek, bantulah memerah air susu dengan
tangan dan pompa
b. Jika ibu menyusui dan bayi mampu menetek :
1) Bantu ibu agar meneteki lebih sering pada kedua payudara tiap kali
meneteki
2) Berikan penyuluhan cara meneteki yang baik
3) Mengurangi nyeri sebelum meneteki :
Berikan kompres hangat pada dada sebelum meneteki atau
mandi air hangat
Pijat punggung dan leher
Memeras susu cara manual sebelum meneteki dan basahi
putting agar bayi mudah menetek
4) Mengurangi nyeri setelah meneteki :
Gunakan bebat atau kutang
Kompres dingin pada dada untuk mengurangi bengkak
Terapi parasetamol 500 mg per oral
Tidak menyusui
a. Jika ibu tidak meneteki :
1) Berikan bebat dan kutang ketat
2) Kompres dingin pada dada untuk mengurangi bengkak dan nyeri
3) Hindari pijat atau kompres hangat
4) Berikan parasetamol 500 mg per oral
b. Evaluasi 3 hari

Infeksi payudara
Mastitis
a. Berikan antibiotika :
1) Kloksasilin 500 mg per oral 4 kali sehari selama 10 hari
2) ATAU eritromysin 250 mg per oral 3 kali sehari selama 10 hari
b. Bantulah agar ibu :
1) Tetap meneteki
2) Bebat payudara

226
3) Kompres dingin sebelum meneteki untuk mengurangi bengkak dan
nyeri
c. Berikan parasetamol 500 mg per oral
d. Evaluasi 3 hari

Abses payudara
a. Berikan antibiotika :
1) Kloksasilin 500 mg per oral 4 kali sehari selama 10 hari
2) ATAU eritromysin 250 mg per oral 3 kali sehari selama 10 hari
b. Drain abses :
1) Anesthesia umum dianjurkan
2) Lakukan insisi radikal dari batas putting ke lateral untuk menghindari
cedera atau duktus
3) Gunakan sarung tangan steril
4) Tampon longgar dengan kassa
5) Lepaskan tampon 24 jam, ganti dengan tampon kecil
c. Jika masih banyak pus, tetap berikan tampon dalam lubang dan buka tepinya
d. Yakinkan ibu untuk :
1) Tetap meneteki meskipun masih keluar nanah
2) Gunakan kutang
3) Kompres dingin sebelum meneteki untuk mengurangi bengkak dan
nyeri
e. Berikan parasetamol 500 mg bila perlu
f. Evaluasi 3 hari

Infeksi perineum dan luka abdomen


Abses, seroma dan hematoma pada luka
a. Jika terdapat pus atau cairan, bukalah luka dan drain luka tersebut
b. Angkat kulit yang nekrotik dan jahitan subkutis dan buat jahitan situasi.
Jangan angkat jahitan fasia
c. Jika terdapat abses tanpa selulitis, tidak perlu diberikan antibiotika
d. Kompres luka dan minta pasien mengganti kompres sendiri
e. Minta ibu untuk mengganti baju, pembalut wanita dan menjaga hygiene

227
Selulitis dan fasiitas nekrotikan
a. Jika terdapat pus atau cairan, buka dan drain luka tersebut
b. Angkat kulit yang nekrotik dan jahitan subkutis dan lakukan debridement.
Jangan angkat jahitan fasia
c. Jika infeksi hanya superficial dan tidak meliputi jaringan dalam, pantau akan
timbulnya abses dan berikan antibiotika :
1) Ampisillin 500 mg per oral 4 kali sehari selama 5 hari
2) DITAMBAH Metronidazole 400 mg per oral 3 x sehari selama 5 hari
d. Jika infeksi cukup dalam, meliputi otot dan menimbulkan nekrotik (fasiitis
nekrotikan), berikan kombinasi antibiotika sampai pasien bebas panas 48 jam :
1) Penicillin G sebanyak 2 juta unit IV setiap 6 jam
2) DITAMBAH Gentamisin 5 mg/kg BB IV setiap 24 jam
3) DITAMBAH Metronidazole 500 mg IV setiap 8 jam
4) Jika sudah bebas demam 48 jam, berikan :
Ampisillin 500 mg per oral 4 kali sehari selama 5 hari
DITAMBAH Metronidazole 400 mg per oral 3 kali sehari
selama 5 hari
Catatan :Fasiitis nekrotika membutuhkan debridement dan
jahitan situasi. Lakukan jahitan reparasi 2-4 minggu kemudian,
bila luka sudah bersih
e. Jika infeksi parah pada fasiitis nekrotikan, rawat pasien untuk kompres 2 kali
sehari

3. Perdarahan pasca persalinan


Perdarahan pervaginam yang melebihi 500 ml setelah bersalindidefinisikan sebagai
perdarahan persalinan. Terdapat beberapa masalah mengenai definisi ini :
a. Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak yang sebenarnya, kadang-
kadang hanya setengah dari sebenarnya. Darah tersebut bercampur dengan
cairan amnion atau dengan urin. Darah juga tersebar pada spons, handuk dan
kain, di dalam ember dan di lantai
b. Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar
hemoglobin ibu. Seorang ibu dengan kadar Hb normal akan dapat

228
menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah yang akan berakibat fatal pada
yang anemia
Seorang ibu yang sehat dan tidak anemic pun dapat mengalami akibat fatal
dari kehilangan darah
c. Perdarahan dapat terjadi dengan lambat untuk jangka waktu beberapa jam dan
kondisi ini dapat tidak dikenali sampai terjadi syok
Penilaian resiko pada saat antenatal tidak dapat memperkirakan akan terjadinya
perdarahan pascapersalinan. Penanganan aktif kala III sebaiknya dilakukan pada
semua wanita yang bersalin karena hal ini dapat menurunkan insidens perdarahan
pascapersalinan akibat atonia uteri. Semua ibu pascapersalinan harus dipantau dengan
ketat untuk mendiagnosis perdarahan pascapersalinan

MASALAH
a. Perdarahan setelah bayi lahir dan dalam 24 jam pertama persalinan
(Perdarahan Pascapersalinan Primer atau P3)
b. Pedarahan setelah 24 jam pertama persalinan (Perdarahan Pascapersalinan
Sekunder atau P2S)
c. Perdarahan yang perlahan dan berlanjut atau perdarahan tiba-tiba merupakan
suatu kegawatan, segera tangani

PENANGANAN UMUM
a. Mintalah bantuan. Segera mobilisasi seluruh tenaga yang ada dan siapkan
fasilitas tindakan gawat darurat
b. Lakukan pemeriksaan secara cepat keadaan umum ibu termasuk tanda vital
(nadi, tekanan darah, pernafasan dan suhu tubuh)
c. Jika dicurigai adanya syok, segera lakukan tindakan. Jika tanda-tanda syok
tidak terlihat, ingatlah evalusi lanjut karena status ibu dapat meburuk dengan
cepat. Jika terjadi syok, segera mulai penanganan syok
d. Pastikan bahwa kontraksi uterus baik :
1) Lakukan pijatan uterus untuk mengeluarkan bekuan darah. Bekuan
darah yang terperangkap di uterus akan menghalangi kontraksi uterus
yang efketif
2) Berikan 10 unit oksitosin IM
e. Pasang infuse cairan IV
229
f. Lakukan kateterisasi dan pantau cairan keluar-masuk
g. Periksa kelengkapan plasenta
h. Periksa kemungkinan robekan serviks, vagina dan perineum
i. Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah
j. Setelah perdarahan teratasi (24 jam setelah perdarahan berhenti), periksa kadar
Hemoglobin :
1) Jika Hb < 7 gr/dl atau hematokrit < 20% (anemia berat) : sulfas ferrous
600 mg atau ferrous fumarat 120 mg DITAMBAH asam folat 400 mcg
per oral sekali sehari selama 6 bulan
2) Jika Hb 7-11 gr/dl : beri sulfas ferrous 600 mg atau ferrous fumarat 60
mg DITAMBAH asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6
bulan
3) Pada daerah endemik cacing gelang (prevalensi sama atau lebih dari
20%), berikan terapi :
Albendasol 400 mg per oral sekali
ATAU mebendasol 500 mg per oral sekali atau 100 mg dua
kali sehari selama 3 hari
4) Pada daerah nedemik tinggi cacing gelang (prevalensi sama atau lebih
dari 50%), berikan terapi dosis tersebut selama 12 minggu setelah
dosis pertama

DIAGNOSIS
Gejala dan tanda yang selalu ada Gejala dan tanda Diagnosis
yang kadang-kadang kemungkinan
ada
Uterus tidak berkontraksi dan Syok Atonia uteri
lembek
Perdarahan segera setelah anak lahir
(Perdarahan Pascapersalinan Primer
atau P3)
Perdarahan segera (P3) Pucat Robekan jalan
Darah segar yang mengalir segera Lemah lahir
setelah bayi lahir (P3) Menggigil
Uterus kontraksi baik
Plasenta lengkap
Palsenta belum lahir setelah 30 Tali pusat putus Retensio plasenta

230
menit akibat traksi
Perdarahan segera (P3) berlebihan
Uterus kontraksi baik Inversion uteri
akibat tarikan
Perdarahan lanjutan
Plasenta atau sebagian selaput Uterus berkontraksi Tertinggalnya
(mangandung pembuluh darah) tetapi tinggi fundus sebagian plasenta
tidak lengkap tidak berkurang
Perdarahan segera (P3)
Uterus tidak teraba Syok neurogenik Inversion uteri
Lumen vagina terisi massa Pucat dan limbung
Tampak tali pusat (jika plasenta
belum lahir)
Perdarahan segera (P3)
Nyeri sedikit atau berat
Sub-involusi uterus Anemia Perdarahan
Nyeri tekan perut bawah Demam terlambat
Perdarahan 24 jam setelah Endometritis atau
persalinan. Perdarahan sekunder sisa plasenta
atau P2S. Perdarahan bervariasi
(ringan atau berat, terus menerus
atau tidak teratur) dan berbau (jika
disertai infeksi)
Perdarahan segera (P3) (Perdarahan Syok Robekan dinding
Intraabdominal dan atau vaginam) Nyeri tekan perut uterus (Ruptura
Nyeri perut berat (kurangi dengan Denyut nadi ibu uteri)
rupture) cepat
Table : Diagnosis perdarahan pascapersalinan

PENANGANAN KHUSUS
Atonia uteri
Pada atonia uteri gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan
a. Teruskan pemijatan uterus
b. Oksitosin dapat diberikan bersamaan atau berurutan
JENIS DAN OKSITOSIN ERGOMETRIN MISOPROSTOL
CARA
Dosis dan cara IV : infuse 20 IU IM atau IV (secara Oral 600 mcg atau
pemberian awal dalam 1 L larutan perlahan) : 0,2 mg rectal 400 mcg
garam fisiologis
dengan 60
tetesan/menit

231
IM : 10 unit
Dosis lanjutan IV : infuse 20 unit
Ulangi 0,2 mg IM 400 mcg 2-4 jam
dalam 1 liter larutan
setelah 15 menit setelah dosis awal
garam fisiologis
Jika masih
dengan 40 tetesan diperlukan, beri
per menit IM/IV setiap 2-4
jam
Dosis maksimal Tidak lebih dari 3 Total 1 mg atau 5 Total 1200 mcg
per hari liter larutan dengan dosis atau dosis
oksitosin
Indikasi kontra Tidak boleh Preeclampsia, Nyeri kontraksi
atau hati-hati member IV secara vitium kordis, asma
cepat atau bolus hipertensi
Table : Jenis uterotonika dan cara pemberiannya

Prostaglandin sebaiknya tidak diberikan secara intravena karena


berakibat fatal
c. Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri
d. Antisipasi dini akan kebutuhan darah dan lakukanb transfuse sesuai kebutuhan
e. Jika perdarahan terus berlangsung :
1) Pastikan plasenta lahir lengkap
2) Jika terdapat tanda-tanda sisa plasenta (tidak adanya bagian permukaan
maternal atau robeknya membrane dengan pembuluh darahnya),
keluarkan sisa plasenta tersebut
3) Lakukan uji pembekuan darah sederhana. Kegagalan terbentuknya
pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat
pecah dengan mudah menunjukkan adanya koagulopati
f. Jika perdarahan terus berlangsung dan semua tindakan diatas telah dilakukan,
lakukan :
1) Kompresi bimaual internal atau
2) Kompresi bimanual eksternal
g. Jika perdarahan terus berlangsung setelah dilakukan kompresi :
1) Lakukan ligasi arteri uterine dan ovarika
2) Lakukan histerektomi jika terjadi perdarahan yang mengancam jiwa
setelah ligasi
Tamponade uterus merupakan tindakan tidak bermanfaat dan
membuang waktu yang berharga

232
Robekan serviks, vagina dan perineum
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan pasca
persalinan.Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca
persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan
serviks atau vagina
a. Periksalah dengan seksama dan perbaiki robekan serviks atau vagina dan
perineum
b. Lakukan uji pembekuan darah sederhana jika perdarahan terus berlangsung.
Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak
yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan adanya koagulopati

Retensio plasenta
Mungkin saja tidak ada perdarahan dengan retensio plasenta
Plasenta atau bagian-bagiannya dapat tetap berada dalam uterus setelah bayi lahir
a. Jika plasenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu untuk mengedan. Jika Anda
dapat merasakan plasenta dalam vagina, keluarkan plasenta tersebut
b. Pastikan kandung kencing sudah kosong. Jika diperlukan, lakukan kateterisasi
kandung kemih
c. Jika plasenta belum lahir, berikan oksitosin 10 unit IM, jika belum dilakukan
pada penanganan aktif kala III
Jangan berikan ergometrin karena dapat menyebabkan kontraksi uterus yang
tonik, yang bisa memperlambat pengeluaran plasenta
d. Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian oksitosin dan
uterus terasa berkontraksi, lakukan penarikan tali pusat terkendali
Catatan :Hindari penarikan tali pusat dan penekanan fundus yang terlalu kuat
karena dapat menyebabkan inverse uterus
e. Jika trakasi tali pusat terkendali belum berhasil cobalah untuk melakukan
pengeluaran plasenta secara manual
Catatan :plasenta yang melekat dengan kuat mungkin merupakan plasenta
akreta. Usaha untuk melepaskan plasenta yang melekat kuat dapat
mengakibatkan perdarahan berat atau perforasi uterus, yang biasanya
membutuhkan tindakan histerektomi

233
f. Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji pembekuan darah sederhana.
Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak
yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan adanya koagulopati
g. Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, secret vagina yang berbau), berikan
antibiotika untuk metritis

Sisa Plasenta
Mungkin saja tidak ada perdarahan dengan sisa plasenta
Sewaktu suatu bagian dari plasenta, satu atau lebih lobus tertinggal, maka uterus tidak
dapat berkontraksi secara efektif
a. Raba bagian dalam uterus untuk mencari sisa plasenta. Eksplorasi manual
uterus menggunakan teknik yang serupa dengan teknik yang digunakan untuk
mengeluarkan plasenta yang tidak keluar
b. Keluarkan sisa plasenta dengna tangan, cunam ovum atau kuret besar
Catatan :Jaringan yang melekat dengan kuat, mungkin merupakan plasenta
akreta. Usaha untuk melepaskan plasenta yang melekat kuat dapat
mengakibatkan perdarahan berat atau perforasi uterus, yang biasanya
membutuhkan tindakan histerektomi
c. Jika perdarahan berlanjut, lakukan uji pembekuan darah sederhana. Kegagalan
terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat
pecah dengan mudah menunjukkan adanya koagulopati

Inversi uterus
Uterus dikatakan mengalami inverse jika bagian dalam menjadi luar saat melahirkan
plasenta.Reposisi sebaiknya dilakukan segera. Dengan berjalannya waktu lingkaran
konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah
a. Jika ibu sangat kesakitan, berikan petidin 1 mg/kg BB (tetapi jangan lebih dari
100 mg) IM atau IV secara perlahan atau berikan morfin 0,1 mg/kg BB IM
b. Jika perdarahan berlanjut, lakukan uji pembekuan darah dengan menggunakan
uji pembekuan darah sederhana. Kegagalan terbentuknya bekuan darah setelah
7 menit atau terbentuknya bekuan darah yang lunak yang mudah hancur
menunjukkan adanya kemungkinan koagulopati
c. Berikan antibiotika prolaksis dosis tunggal setelah mereposisi uterus :
1) Ampisillin 2 gram IV DITAMBAH Metronidazole 500 mg IV
234
2) ATAU Sefazolin 1 gram IV DITAMBAH Metronidazole 500 mg IV
d. Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, secret vagina yang berbau) berikan
antibiotika untuk metritis
e. Jika dicurigai terjadi nekrosis, lakukan histerektomi vaginal. Hal ini mungkin
membutuhkan rujukan ke pusat layanan kesehatan tersier

Perdarahan pascapersalinan tertunda (sekunder)


a. Jika terjadi anemia berat, (Hb < 8 gr/dl atau hematokrit < 20%), siapkan
transfuse dan berikan tablet besi oral dan asam folat
b. Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, secret vagina yang berbau), berikan
antibiotika untuk metritis
c. Perdarahan pascapersalinan yang lama atau tertunda mungkin menjadi tanda
terjadinya metritis
d. Berikan oksitosin
e. Jika serviks masih berdilatasi, lakukan eksplorasi dengan tangan untuk
mengeluarkan bekuan-bekuan besar dan sisa plasenta. Eksplorasi manual
uterus menggunakan teknik yang serupa dengan tehnik yang digunakan untuk
mengeluarkan plasenta yang tidak keluar
f. Jika serviks tidak berdilatasi, evakuasi uterus untuk mengeluarkan sisa
plasenta
g. Pada kasus yang lebih jarang, jika perdarahan tersu berlenjut, pikirkan
kemungkinan melakukan ligasi arteri uterine dan utero-ovarika atau
histerektomi
h. Lakukan pemeriksaan histologi dari jaringan hasil kuret atau histerektomi, jika
memungkinkan untuk menyingkirkan penyakit trofoblas ganas

4. Nyeri perut pasca persalinan


MASALAH
Ibu mengeluh nyeri perut dalan 6 minggu setelah melahirkan

PENANGANAN UMUM
a. Lakukan segera pemeriksaan keadaan umum meliputi tanda vital (nadi,
tekanan darah, respirasi, suhu)

235
b. Jika dicurigai syok, mulailah pengobatan. Sekalipun gejala syok tidak jelas,
waspada dan evaluasi ketat karena keadaan dapat memburuk dengan cepat
c. Jika ada syok, segera terapi dengan baik.
d. Jika sangat kesakitan beri suntikan petidin atau morfin (jangan berikan
analgetika sebelum dilakukan pemeriksaan)
Catatan :Appendisitis harus dicurigai pada tiap ibu yang nyeri perut. Uterus
akan mengecil dengan cepat setealh persalinan yang dapat membuat
penyebaran infeksi ke rongga peritoneum sehingga appendicitis akan meluas
menjadi peritonitis generalisata
e. Jika ada tanda-tanda sepsis, beri antibiotika IV atau IM
f. Ukur darah yang hilang, cairan yang diberikan dan produksi urin
g. Penanganan selanjutnya lihat bagan

DIAGNOSIS
Gejala dan tanda selalu ada Tanda dan gejala kadang-kadang ada Diagnosis
kemungkinan
Teraba his Pembukaan dan perlunakan serviks Kemungkinan
Lender bercampur darah Perdarahan pervaginam ringan persalinan
(show) sebelum 37 minggu preterm
Teraba his Pembukaan dan perlunakan serviks Kemungkinan
Lender bercampur darah Perdarahan pervaginam ringan persalinan
(show) sesudah 37 minggu term
Nyeri perut hilang timbul Syok Solusio
atau menetap Uterus terasa tegang/lemas plasenta
Perdarahan setelah Gerakan janin yang berkurang/tidak ada
kehamilan 22 minggu Gawat janin/tidak adanya denyut jantung
(dapat tertahan dalam janin
uterus)
Nyeri perut (dapat Syok Rupture uteri
berkurang setelah rupture) Distensi abdomen/adanya cairan bebas
Perdarahan (intra abdomen Kontur uterus abnormal
dan atau pervaginam) Abdomen terasa lemas
Bagian janin teraba dengan mudah
Gawat janin/tidak adanya denyut jantung
janin
Denyut jantung ibu yang cepat
Nyeri perut Riwayat keluarnya cairan Amnionitis
Secret vagina dan berbau Uterus teraba lunak
setelah kehamilan 22 Denyut jantung janin cepat
minggu Perdarahan pervaginam ringan

236
Demam/menggigil
Nyeri perut Nyeri suprapubik/retropubik Sistitis
Disuria
Frekuensi dan urgensi
miksi yang meningkat
Disuria Nyeri suprapubik/retropubik Pielonefritis
Nyeri perut Nyeri pinggan akut
Demam tinggi/menggigil Nyeri daerah rusuk
Frekuensi dan urgensi Anoreksia
miksi yang meningkat Mual/muntah
Nyeri perut bawah Distensi abdomen Appendicitis
Demam tidak tinggi Anoreksia
Nyeri lepas Mual/muntah
Illeus paralisis
Peningkatan sel darah putih
Tidak teraba masa pada perut bawah
Lokasi nyeri lebih tinggi dari yang
diharapkan
Nyeri perut bawah Perdarahan pervaginam ringan Metritis
Demam/menggigil Syok
Lokia dengan pus dan
berbau
Uterus terasa lunak
Nyeri perut bawah dan Respons buruk terhadap antibiotika Abses pelvic
distensi Pembengkakan di adneksa atau pada kavum
Demam tinggi/menggigil Douglasi
yang menetap Pus dari kuldosentesis
Uterus terasa lunak
Nyeri perut bawah
Nyeri lepas Peritonitis
Demam tidak
Distensi abdomen
tinggi/menggigil
Anoreksia
Bising usus tidak terdengar
Mual/muntah

Syok
Nyeri perut
Teraba masa lunak pada perut bagian Kista ovarium
Massa adneksa pada bawah
pemeriksaan dalam Perdarahan pervaginam ringan
Table : Diagnosis nyeri perut pada akhir kehamilan dan pascapersalinan

Persalinan Preterm
Persalinan preterm berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas perinatal yang
lebih tinggi.Penanganan persalinan preterm meliputi tokolisis (usaha menghentikan
kontraksi uterus) atau membiarkan kemajuan persalinan. Masalah ibu pada dasarnya
berhubungan dengan intervensi untuk menghentikan kontraksi

237
Pastikan umur kehamilan dari janin

Tokolisis
Intervensi ini ditujukan uantuk menunda persalinan sampai efek kortokosteroid
tercapai :
a. Lakukan tokolisis jika :
1) Kehamilan kurang dari 35 minggu
2) Dilatasi serviks kurang dari 3 cm
3) Tidak ada amnionitis, preeclampsia atau perdarahan aktif
4) Tidak ada gawat janin
b. Pastikan diagnosis persalinan preterm dengan mencatat pembukaan dan
perlunakan serviks setiap 2 jam
c. Jika kehamilan kurang dari 35 minggu, berikan kortikosteroid pada ibu untuk
mematangkan paru janin dan memperbaiki kesejahteraan neonates tersebut :
1) Betametason 12 mg IM, dua dosis setiap 12 jam
2) ATAU deksametason 6 mg IM, 4 dosis setiap 6 jam
Catatan :Jangan gunakan kortikosteroid lebih dari 1 hari dan apabila
ditemui ada infeksi
d. Berikan obat-obatan tokolisis dan pantaulah kondisi ibu dan janin (denyut
nadi, tekanan darah, tanda-tanda gawat pernafasan, kontraksi uterus, keluarnya
cairan amnion atau darah, DJJ, keseimbangan cairan, gula darah, dan lain-lain)
Catatan :Jangan berikan obat-obatan tokolisis lebih dari 48 jam
Jika persalinan preterm berlanjut meskipun telah diberikan obat-obatan
tokolisis, persiapkan untuk merawat bayi tersebut dengan asuhan neonates
yang sesuai

Obat Dosis awal Dosis selanjutnya Efek samping dan hati-


hati
Salbutamol 10 mg dalam 1 Jika kontraksi menetap, Jika denyut nadi ibu
liter cairan IV. naikkan infuse 10 meningkat (lebih dari 120
Mulailah infuse tetes/menit setiap 30 x/menit), turunkan
dengan 10 menit sampai kontraksi kecepatan infuse. Jika
tetes/menit berhenti atau denyut nadi wanita tersebut anemia,
ibu melebihi 120 x/menit gunakanlah dengan hati-hati
Jika kontraksi berhenti, Jika salbutamol dan steroid
jaga kecepatan infuse digunakan, dapat terjadi

238
yang sama selama paling edema paru. Batasi cairan,
sedikit 12 jam setelah jaga keseimbangan cairan
kontraksi terakhir dan hentikan obat
Indometasin 100 mg loading 25 mg setiap 6 jam selama Jika umur kehamilan di atas
dose melalui 48 jam 32 minggu, hindari
mulut/rektum penggunaannya untuk
menghindari penutupan
premature dari duktus
arteriosus janin. Jangan
gunakan lebih dari 48 jam
Table : Obat-obatan tokolisis untuk menghentikan kontraksi uterus

Membiarkan Persalinan Berjalan


a. Biarkan persalinan berjalan terus jika :
1) Usia diatas 37 minggu
2) Pembukaan serviks lebih dari 3 cm
3) Adanya perdarahan aktif
4) Adanya gawat janin, janin meninggal atau anomaly lainnya yang
mengganggu kelangsungan hidupnya
5) Adanya amnionitis atau preeklampsia
b. Pantau kemajuan persalinan dengan menggunakan partograf
Catatan :Hindari persalinan dengan menggunakan ekstraksi vakum karena
resiko terjadinya perdarahan intracranial pada bayi preterm cukup tinggi
c. Persiapkan penanganan bayi preterm dan dengan berat badan rendah dan
antisipasi kebutuhan resusitasi

5. Keluarga Berencana
Akses terhadap pelayanan Keluarga Berencana yang bermutu merupakan syarat
pemenuhan kebutuhan dan hak kesehatan Reproduksi sebagaiman tercantum dalam
program aksi dari International Conference on Population and Development, Kairo,
1994. Termasuk didalamnya, hak setiap orang untuk memperoleh informasi dan akses
terhadap berbagai metode kontrasepsi yang aman, efektif, terjangkau dan akseptabel.
Peran dan tanggung jawab pria dalam Keluarga Berencana perlu ditingkatkan agar
dapat mendukung kebutuhan kontrasepsi untuk istrinya, meningkatkan komunikasi
suami istri, meningkatkan penggunaan metode kontrasepsi pria, meningkatkan upaya

239
pencegahan IMS, dan lain-lain. Pelayanan Keluarga Berencana untuk ulasan lebih
detail dan rinci dibahas dalam Buku Panduan Pelayanan Kontrasepsi

D. IBU HAMIL DENGAN HIV/ AIDS


Apabila berdasarkan hasil skrining dan pemeriksaan diketahui pasien tersebut
terdeteksi HIV / AIDS, maka sesuai dengan kebijakan RSIA Abdhi Famili, pasien
tersebut dirujuk ke rumah sakit yang memiliki pelayanan tersebut.

240
BAB IV
PENUTUP

Penjagaan mutu pelayanan kesehatan sangat diperlukan demi tercapainya tujuan


Milleneum Development Goals (MDGs).Dengan penjagaan mutu ini diharapkan kualitas
tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan semakin meningkat sehingga
diharapkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi dapat menurun.
Untuk melaksanakan pelayanan, petugas memerlukan sebuah acuan dalam
memberikana layanannya.Diharapakan dengan adanya buku ini, dapat dijadikan acuan bagi
petugas di Rumah Sakit Umum Daerah Genteng dalam bekerja.
Penekanan buku ini adalah pada penilaian dan pengambilan keputusan yang cepat dan
tepat. Langkah-langkah penanganan didasarkan pada penilaian klinik dengan keterbatasan
ketergantungan pada laboratorium dan alat diagnostik lainnya, sehingga diharapkan dapat
dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Genteng sesuai dengan kemampuannya.

241
DAFTAR PUSTAKA

Buku Acuan Pelatihan Klinik Teknologi Kontrasepsi Terkini (Contraceptive Technology


Update) bagi Profesional Kesehatan, JNPK KR, Jakarta, 2011

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial, Pedoman Teknis Pelayanan Kesehatan
Dasar, Kementrian Kesehatan RI, 2011

Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka
Sarwono, 2002

Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi Edisi 3, Jakarta, 2011

242
LAMPIRAN

PERALATAN ESENSIAL UNTUK PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL DAN


NEONATAL
1. Peralatan Dasar (untuk semua tingkat pelayanan)
a. Sfigmomanometer
b. Timbangan bayi
c. Stetoskop janin
d. Sterilisator
e. Dressing forceps (anti karat)
f. Kom bengkok (anti karat)
g. Waskom (anti karat)
h. Thermometer oral
i. Thermometer (C)
j. Sikat tangan
k. Pemanas
l. Semprit dan jarum
m. Jarum dan benang jahit
n. Kateter urin
o. Kantong dan masker ventilator
p. Gudel
q. Sarung tangan bedah
r. Gunting
2. Peralatan persalinan
a. Klem hemostasis arteri
b. Gunting tali pusat
c. Klem tali pusat
d. Sarung tangan
e. Celemek plastic
f. Kasa dan kapas

243
g. Doek
3. Peralatan untuk reparasi vagina/serviks
a. Klem kasa
b. Klem arteri
Besar
Kecil
c. Pemegang jarum
d. Gunting benang
e. Klem bergigi
f. Speculum vagina (Simms)
g. Speculum vagina (Hamilton Bailey)
4. Peralatan untuk ekstraksi vakum/ekstraksi cunam
a. Ekstraksi vakum
b. Cunam obstetric, persalinan sungsang (Piper)
5. Peralatan laparotomi/seksio sesarea
a. Baki instrument baja dengan tutupnya
b. Penjepit kain
c. Klem untuk kasa, 22,5 cm
d. Klem arteri lurus, 16 cm
e. Klem hemostasis, 20 cm
f. Klem histerektomi lurus, 22,5 cm
g. Klem mosquito, 12,5 cm
h. Klem jaringan Ailis, 19 cm
i. Klem tenakulum uterus, 28 cm
j. Pemegang jarum lurus, 17,5 cm
k. Tangkai pisau bedah
l. Pisau bedah
m. Jarum kulit, 7,3 cm, #6
n. Jarum otot No.12, #6
o. Retractor perut Deaver, No.3
p. Retractor perut (Richardson) (2)
q. Gunting bedah lengkung, ujung tumpul (Mayo), 17 cm (1)
r. Gunting bedah lurus, ujung tumpul (Mayo), 17 cm (1)

244
s. Gunting lurus, 23 cm
t. Penghisap (1)
u. Selang hisap, 22,5 cm, 23 French gauge
v. Klem usus, lengkung (Dry), 22,5 cm
w. Klem usus, lurus, 22,5 cm
x. Pinset jaringan
15 cm (2)
25 cm (1)
6. Perlengkapan kraniotomi
a. Pengait dekapitasi
b. Pengait bokong
c. Forceps tulang kraniotomi (Morris)
d. Perforator (Simpson)
e. Gunting embriotomi
f. Cunam scalp (Willet) (4)
7. Peralatan resusitasi
a. Mucus extractor
b. Masker resusitasi untuk bayi
c. Kantong ventilator
d. Kateter penghisap Ch.12
e. Kateter penghisap Ch.10
f. Laringoskop bayi dengan bola lampu dan baterei cadangan
g. Selang endotrakeal 3,5
h. Alat penghisap lendir (pedal atau elektrik)
8. Peralatan untuk evakuasi uterus
a. Speculum vaginal (Simms)
b. Klem kasa
c. Tenakulum
d. Tampon tang
e. Dilator ukuran 13-27 (French)
f. Kuret tajam dan tumpul, 0 atau 00 (1)
g. Sonde uterus

245
Aspirasi Vakum Manual
Peralatan diatas DITAMBAH
a. Tabung vakum
b. Lubrikan silicon
c. Adaptor
d. Kanula fleksibel ukuran 4-12 mm
Aspirasi Vakum dengan Pompa Listrik
Peralatan diatas DITAMBAH
a. Pompa vakum dengan botol gelas
b. Selang penghubung
c. Kanula :
Fleksibel : 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12 mm
Lengkung : 7, 8, 9, 10, 12, 14 mm
Lurus : 7, 8, 9, 10, 12 mm
9. Peralatan untuk minilaparotomi
a. Klem jaringan (Babcock), 19,5 cm
b. Tenakulum
c. Elevator uterus
d. Pengait tuba
e. Proktoskop
f. Retractor perut (Richardson-Eastman)
10. Peralatan untuk pemasangan/pencabutan AKDR
a. Speculum cocor bebek
Kecil
Sedang
Besar
b. Klem kasa
c. Klem arteri lurus panjang
d. Sonde uterus
e. Tenakulum vulsellum

246
f. Klem pemegang kasa
11. Peralatan anesthesia
a. Masker anesthesia
b. Selang orofaring
c. Laringoskop
d. Selang endotrakeal : 8 mm dan 10 mm
e. Klem intubasi (Magill) (dalam keadaan darurat, klem kasa dapat digunakan)
f. Konektor selang endotrakeal, 15 mm
g. Jarum spinal
h. Alat penghisap (pedal atau elektrik)
i. Alat anesthesia
j. Tabung O dengan manometer dan flowmeter
k. Selang dan konektor
12. Peralatan untuk transfuse darah
Pencocokan darah
a. 8,5 g/l larutan NaCl
b. 20% albumin bovler
c. Sentrifug
d. 37C incubator
e. Pipet volumetric 1 ml, 2 ml, 3 ml, 5 ml, 10 ml, 20 ml
f. Tabung reaksi kecil
g. Tabung reaksi medium
Pengambilan darah
a. Tensimeter
b. Jarum udara
c. Bola untuk dipegang donor
d. Klem arteri
e. Gunting
f. Tabung berisi 1 ml larutan asam glukosa sitrat yang ditempelkan pada botol
tempat darah dari donor
g. Slide
h. Mikroskop
13. Peralatan untuk laboratorium sederhana

247
Persiapan dan pewarnaan sediaan apus darah tipis
a. Mikroskop
b. Minyak imersi
c. Kaca preparat
d. Tempat membilas
e. Gelas takar, 50 ml
f. Botol berisi cairan buffer
g. Beker/stopwatch
h. Rak untuk mengeringkan sediaan
i. Pewarnaan Leishman, metanol
Pemeriksaan sediaan apus darah tebal untuk pemeriksaan parasit malaria
a. Pewarna A dan B
b. Tabung gelas
c. Slide mikroskop
d. Jarum penusuk (lanset)
e. Kapas
Penghitungan sel darah putih total dan penghitung jenis
a. Kamar hitung (Neubauer)
b. Pipet 0,05 ml
c. Pipet bergaris takar, 1ml
d. Larutan pengencer Turk
e. Penghitung tally, jika mungkinyang differensial
Pengukuran hemoglobin
a. Hemoglobinometer
b. Jarum penusuk (lanset)
Hematokrit
a. Sentrifus mikrohematrokit (manual atau elektrik) (1)
b. Skala untuk mencata hasil (2)
c. Tabung kapiler dengan heparin, 75 m x 1,5 mm
d. Lampu spiritus (1)
e. Jarum penusuk (lanset)
f. Etanol
Deteksi glukosa dalam darah
a. Kertas indicator dan tablet, jika tersedia
248
b. Cairan Benedict
c. Pipet
d. Tabung reaksi pireks
e. Pemegang tabung reaksi
f. Gelas (beaker)
50 ml
150 ml
g. Lampu spiritus
Deteksi keton dalam urin
Kertas indicator dan tablet, jika tidak, sediakan :
a. Tabung reaksi
b. Rak
c. Gelas takar, 10 ml
d. Pipet
e. Sodium nitropusid
f. Asam cuka (Glacial asetic acid)
g. Amoniak
Deteksi protein dalam urin
Kertas indicator atau tablet, atau, jika tidak, sediakan :
a. Tabung reaksi
b. Pipet 5 ml
c. Asam sulfasalisilat, 300 gr/l air
Deteksi bilirubin dalam urin
a. Tabung reaksi
b. Rak
c. Gelas takar, 10 ml
d. Pipet
e. Larutan lugol-yodium
Deteksi urobilinogen
Kertas indicator atau tablet, atau jika tidak, sediakan :
a. Tabung reaksi
b. Reagen Ehrlich

249
OBAT-OBAT ESENSIAL UNTUK PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL DAN
NEONATAL
Analgetika
a. Indometasin
b. Morfin
c. Parasetamol
d. Petidin
Anestetika
a. Atropine
b. Diazepam
c. Halotan
d. Ketamin
e. Lidokain/lignokain 1% atau 2%
f. tiopenton
Antelmetik
a. Albendazol
b. Levamisol
c. Mebendazole
d. Pirantel
Antialergi/emergensi
a. Adrenalin
b. Aminofillin
c. Difenhidramin
d. Digoksin
e. Efedrin
f. Epineprin
g. Furosemid
h. Hidrokortison
i. Nalokson
j. Nitrogliserin
k. Prednisone
l. Prednisolon
250
m. Prometazin
n. Sulfas atropin
Antianemia
a. Asam folat
b. Sulfas ferrous
Antibiotika
a. Amoksisilin
b. Ampisilin
c. Benzatin penisilin
d. Benzyl penisilin
e. Eritromisin
f. Gentamisin
g. Kanamisin
h. Kloksasilin
i. Metronidazole
j. Nitrofurantoin
k. Penisilin G
l. Prokain penisilin G
m. Sefazolin
n. Seftriakson
o. Sulfametoksasole + Trimetoprim
p. Tetrasiklin
Antihipertensi
a. Hidralazin
b. Labetolol
c. Nifedipin
Antikonvulsan
a. Diazepam
b. Fenitoin
c. Magnesium sulfat
Antimalaria
a. Artemeter
b. Artesunat
c. Klorokuin
251
d. Klindamisin
e. Pirimetamin
f. Quinidin
g. Quinine dihidroklorida
h. Quinine sulfat
Cairan infuse/intravena
a. Akuades (untuk injeksi)
b. Dekstran 70
c. Dekstrose 10%
d. Glukosa 5%, 10%, 50%
e. NaCl fisiologik
f. Ringer Laktat
Desinfektan/antiseptic
a. Alcohol 70%
b. Klorheksidin
c. Yodium
Diuretikum
a. Furosemid
Kontrasepsi
a. Copper IUD
b. Depot medoksiprogesteron asetat
c. Diafragma
d. Etinilestradiol+levonogestrel
e. Kondom
f. Noretisteron
g. Susuk (implant)
Oksitosik
a. Ergometrin
b. 15 metil prostaglandin F2
c. Metilergometrin
d. Misoprostol
e. Oksitosin
f. Prostaglandin E2
Sedative
252
a. Diazepam
b. Fenobarbital
Serum dan immunoglobulin
a. Anti-D immunoglobulin
b. Tetanus antitoksin
c. Tetanus toksoid
d. Vaksin BCG
e. Vaksin poliomielitis
Steroid
a. Betametason
b. Deksametason
c. Hidrokortison
Tokolitik
a. Indometasin
b. Nifedipin
c. Ritodrin
d. Salbutamol
e. Terbutalin

253
PERLENGKAPAN DAN PERALATAN KLINIK/KAMAR BERSALIN

Kebutuhan ruangan

Bangsal perawatan ibu hamil


Tiga kamar, masing-masing dengan 8 tempat tidur + 3 toilet di tiap banhsal
Ruangan terapi/pengobatan
Gudang alat-alat
Kamar mandi
Pos perawat
Kamar cuci alat
Ruangan untuk pesuruh/pembantu
Ruangan istirahat petugas kesehatan dengan 2 toilet
Dapur/tempat memasak
Gang
Pojok untuk menempatkan troli

Kamar bersalin
Kamar bersalin dengan 6-8 tempat tidur
Ruangan untuk merawat penderita eklampsia (tidak harus ada)
Ruang bilas/cuci
Pojok/ruang untuk perawat
Ruangan untuk pendaftaran, pemeriksaan dan persiapan pasien
Laboratorium kecil
Ruangan untuk alat-alat pembersih
Ruangan/gudang untuk peralatan perlengkapan habis pakai
Ruangan/gudang untuk peralatan perlengkapan tidak habis pakai
Toilet
Kamar mandi
Ruang tunggu untuk keluarga pasien
Ruang pulih dengan 4-6 tempat tidur

254
Kamar operasi
Ruangan sterilisasi dengan lemari instrument
Kamar operasi utama
Kamar ganti pakaian untuk staf, 2 buah, masing-masing untuk staf pria dan staf wanita
Ruang tempat ganti brankar
Toilet 2 buah, masing-masing untuk staf pria dan wanita
Tempat antiseptic/pencuci tangan prabedah
Ruang anesthesia
Kantor
Ruang pemulihan

Daftar peralatan dan perabot


Ruang perawatan ibu
Kamar dengan 8 tempat tidur Jumlah
Tempat tidur 8
Kursi 8
Lemari khusus untuk menyimpan pakaian 8
Meja makan pasien di atas tempat tidur 8
Wastafel 2
Pembatas ruangan yang dapat dipindah-pindah 2
AC atau kipas angin (tidak harus)
Toilet 3

Tempat tidur sebaiknya berukuran standar 200 x 100 cm. tempat tidur berpegas, pada
awalnya enak ditiduri, tetapi lama kelamaan akan cekung dibagian tengah tempat tidur.
Karena alasan itu, dapat dipilh tempat tidur berpegas yang pegasnya terfiksir pada kerangka
tempat tidur sehingga tidak akan aus dengan waktu. Sebainya tebal kasur 10 cm

255
Ruang pengobatan Jumlah
Lemari dengan meja kerja 3
Lemari dinding 1
Rak dan kapstok 1
Tempat tidur untuk pemeriksaan 1
Bangku 2
Troli (kereta/meja dorong) 1
Tromol penyimpan instrument 1
Tempat kertas tisu/kain pembersih 1
Wastafel dengan kran yang dapat ditutup dengan siku 1
Autoklaf atau sterilisator 1
Tiang infuse 4
Tensimeter dan stetoskop binaural Masing-masing 4
Thermometer 1
Mesin pengisap 1

Kamar mandi Jumlah


Bak untuk air mandi 1
Kursi 1
Pegangan 1
Kapstok untuk baju dan handuk
Kamar mandi dengan pancuran
Sama seperti kamar mandi, hanya bak air diganti pancuran

Ruang cuci alat Jumlah


Rak untuk mengeringkan bedpan 1
Tempat untuk mencuci bedpan 1
Tempat untuk mensterilkan bedpan 1
Lemari berventilasi untuk tempat specimen 1
Tempat bekerja 1
Tempat bilas kecil 1

256
Wastafel 1

Ruangan perawat Jumlah


Meja 1
Kursi 4
Troil (kereta/meja dorong) untuk status pasien 1
Tempat menyimpan alat tulis 2
Lemari dinding 1
Lemari es 1
Papan pengumuman 1
Lemari cabinet 1
Rak buku 1
Wastafel 1
Pojok perawat
Meja kantor
Kursi 1
Meja kerja terbuat dari papan yang menempel di dinding 2
Jam 1

Ruangan untuk alat-alat pembersih dan pekarya


Tempat mencuci, tempat mengeringkan, kunci, gudang untuk menyimpan sapu, sikat, pengki,
bulu ayam, lap serta lemari untuk menyimpan sabun, vim dan lain-lain

Ruangan ganti baju dan toilet untuk satf Jumlah


Toilet 2
Wastafel 2
Tromol instrument 2
Kaca 2
Rak untuk kertas toilet 2
Kapstok 2
Lemari-lemari (loker) 3

257
Dapur kecil untuk memasak Jumlah
Tempat memasak air 1
Kompor 1
Lemari es 1
Lemari untuk menyimpan peralatan dapur 1
Lemari untuk menyimpan makanan 1
Temapt mencuci piring dan perabotan dapur 1
Rak pengering 1
Tempat bekerja di dapur 1
Tromol dan soples 1
Penyimpanan peralatan
Rak, gantungan

Kamar bersalin
Ruang administrasi/pendaftaran Jumlah
Tempat tidur untuk pemeriksaan pasien 1
Wastafel 1
Tempat menyikat tangan dengan kran yang dapat ditutup dengan siku 2
Wadah/keranjang plastic dengan tutup
Handuk
Tiang infuse 3
Meja tulis 1
Kursi 2
Lemari dengan meja tulis 1
Lemari dinding 3
Troli 2
Stetoskop janin 1
Thermometer 1
Tensimeter dengan stetoskop binaural Masing-masing
1

258
Ruang jaga Jumlah
Meja kantor 1
Kursi 3
Meja kecil di dinding 1
Tempat menyimpan alat tulis 1
Papan pengumuman 1
Lemari gantung 1
Lemari cabinet 1
Rak buku 1
Wastafel 1
Lemari es kecil 1

Kamar bersalin Jumlah


Tempat tidur ginekologi dengan penyangga untuk posisi litotomi 8
Bangku untuk operator 8
Wastafel 2
Troli 8
Lemari tempat menyimpan segala peralatan steril untuk pertolongan 2
persalinan pervaginam
Tromol 8
Jam dinding dengan jarum menit 1
8
Thermometer Masing-
Tensimeter dan stetoskop binaural masing 4
8
Stetoskop janin 3
Lampu sorot yang dapat diatur (fleksibel) 1
Troli untuk silinder oksigen lemari peralatan resusitasi bayi 1
AC atau kipas angin 1
Mesin penghisap

259
Ruangan eklampsia (tambahan) Jumlah
Sama dengan ruangan bersalin untuk 1 tempat tidur ditambah
Mesin penghisap 1
Pagar tempat tidur 1

Perlengkapan sterilisasi Jumlah


Autoklaf kecil atau sterilisator

Ruangan mandi Jumlah


Sama dengan yang telah diuraikan pada bangsal perawatan ibu hamil

Laboratorium kecil di kamar bersalin Jumlah


Tempat bilas 1
Wastafel 1
Meja laboratorium dan meja tulis 1
Lemari untuk menyimpan reagen
Lemari es (jika perlu untuk menyimpan darah dan peralatan pemeriksaan 1
golongan darah)
Lemari untuk barang habis pakai
Lemari untuk barang tidak habis pakai

260
Kamar operasi
Kamar operasi utama Jumlah
Meja operasi 1
Bangku 2
Lampu sorot dari langit-langit dengan 5 lampu 1
Lampu sorot yang dapat dipindah dengan baterai/aki 1
Troli/meja, kereta dorong untuk instrument 3
Tiang infuse 2
AC (tambahan) 2
Lemari, rak untuk menyimpan kain dan lain-lain
Alat diatermi 1
Rak swab 1
Keranjang untuk swab dan peralatan yang sudah dipakai
Mesin penghisap 1
Sterilisator 1
Tromol sterilizer 1
Forceps (Cheatle) 26,5 cm 1
Sterilizer fosceps 20 cm 1
Troli untuk resusitasi janin (tidak harus) 1
Meja operasi harus kuat untuk menanggung pasien yang sangat gemuk, mudah dipindahkan,
mudah dibersihkan, mudah digerak-gerakkan dan dapat untuk posisi litotomi. Troli untuk
meletakkan peralatan bedah sebaiknya terbuat dari baja yang tidak berkarat, dengan
permukaan datar tanpa pembatas. Rak dan lemari diperuntukkan bagi penyimpanan barang-
barang steril yang masing-masing dibungkus dan disusun letaknya sesuai dengan keperluan
operasi. Satu set peralatan harus diletakkan dekat dengan tim operasi

Ruangan sterilisasi dan penyimpanannya


Autoklaf kecil, lemari dan rak untuk menyimpan peralatan sterilisasi, meja besar untuk
menyeleksi dan membungkus, tromol, ruangan ganti serta toilet
Alat-alat sebelum disteril, sebaiknya dicuci bersih dahulu. Demikian pula kain-kain, seprei

261
dan lain-lain, sebaiknya dicuci bersih dahulu.

Ruangan ganti baju staf Jumlah


Lemari dengan kunci (loker) 2
Cermin 2
Wastafel 2
Handuk
Rak untuk baju yang bersih, masker dan topi
Gantungan baju (kapstok)
Celemek plastic (Mackintosh) 10
Wadah plastic besar untuk baju bekas pakai
Kamar mandi dengan pancuran untuk pria dan wanita
Toilet 2 buah, untuk pria dan wanita

Ruangan untuk menyimpan troli Jumlah


Tempat untuk menyikat tangan
Tempat cuci tangan 2
Sabun
Mangkuk-mangkuk dengan cairan antiseptic
Sikat tangan

Ruangan anestesia Jumlah


Tempat cuci dan pengering 1
Meja tempat bekerja 1
Lemari untuk meyimpan obat dan alat 2
Meja tulis 1
Troli 1
Bangku 1
Tabung gas anesthesia
Mesin anesthesia (tipe EMO) 2

262
Ruangan pemulihan Jumlah
Troli
Tensimeter 1
Stetoskop 2
Kantor
Meja tulis dengan lemari dibawahnya 1
Kursi 3
Meja (rendah) 1
Papan pengumuman 1
Peralatan makan 1
Lemari es kecil 1

263

Anda mungkin juga menyukai