Anda di halaman 1dari 9

1.

seberapa penting peran suami dalam nifas


Ibu sebenarnya tidak hanya berurusan dengan perubahan pada fisik saja setelah
melahirkan Si Kecil. Sebagian ibu juga terkadang meski berhadapan dengan perubahan
fisik atau mental ketika sang buah hati lahir ke dunia. Diperlukan dukungan penuh dari
suami, saat istri mengalami perubahan suasana hati, stres, cemas, setelah persalinanPada
saat tersebut, dukungan fisik maupun emosional kepada istri sangat dibutuhkan. Anda
bisa mendukungnya secara emosi dengan menguatkan mental sang istri. erikut beberapa
peran atau sikap suami setelah istri melahirkan yang perlu Anda terapkan.
1. Membantu pekerjaan rumah tangga
angan biarkan istri menjadi kewalahan mengurusi segalanya seorang diri. Pasalnya, hal itu hanya
akan membuatnya stres yang tentunya akan berpengaruh pada kualitas ASI.
Cobalah berinisiatif membantu ia melakukan tugas-tugas rumah tangga seperti membersihkan
rumah, mencuci baju, mencuci piring, atau bahkan memasak.
2. Membantu merawat bayi
Peran lainnya yang bisa suami lakukan setelah istri melahirkan adalah membantunya dalam
merawat si kecil yang baru lahir.
Jangan ragu untuk melakukan tugas seperti mengganti popok bayi, memandikan, menggendong,
atau menidurkannya dengan nyanyian.
Selain membantu meringankan tugas istri, ternyata hal ini juga dapat membangun ikatan yang
baik antara ayah dan anak.
. Mengobrol dengan istri
Luangkan waktu untuk berbicara dengan istri. Hal ini penting karena bisa jadi istri ingin
menceritakan sesuatu atau berbagi perasaan dengan Anda.
Sebaiknya Anda tidak menyalahartikan curahan hati sang istri sebagai keluhan. Ia mungkin
melakukannya hanya sekedar untuk meluapkan perasaan.
4. Tunjukkan kasih sayang
Pada dasarnya tidak ada istri yang tidak senang dimanja dan dirayu oleh suaminya. Setelah
melahirkan, tentunya sentuhan cinta dari suami akan semakin ia butuhkan untuk menyenangkan
hatinya.

Aspek Dukungan Sosial (suami) (Gulick, (2003), Haga et al. (2012) Sarafino, 1994)) yaitu :

1) Dukungan emosional meliputi empati, perhatian, cinta dan kepercayaan (Gulick, (2003) dan
Haga et al. (2012)). Dukungan ini biasanya diberikan oleh seseorang yang menjalin
hubungan dekat dengan individu, misalnya orangtua, pasangan hidup dan sahabat meliputi
ekspresi dari empati, memelihara dan penuh perhatian pada individu yang bersangkutan.
Dukungan emosional ditunjukkan melalui ungkapan empati, simp ati, perhatian dan
kepedulian kepada seseorang sehingga individu merasa nyaman, berarti dan dikasihi.
Dukungan emosional dapat memberikan rasa aman dan nyaman, perasaan dimiliki dan
dicintai dalam situasi-situasi stres yang dirasakan (Sarafino, 1994)
2) . 2) Dukungan informasional meliputi memberikan informasi yang dapat digunakan dalam
mengatasi masalah tugas perawatan anak, merawat diri sendiri dan masalah-masalah
personal dan lingkungan lainnya (Gulick, (2003) dan Haga et al. (2012)). Dukungan
informasi mencakup pemberian nasihat, arahan, atau umpan balik atas apa yang sedang
dilakukan oleh atau terjadi pada individu. Informasi tersebut membantu individu membatasi
masalahnya sehingga individu mampu mencari jalan keluar untuk mengatasi masalah
melalui pemberian informasi, nasehat, sugesti atau pun umpan balik mengenai apa yang
sebaiknya dilakukan (Sarafino, 1994).
3) 3) Dukungan instrumental meliputi pemberian bantuan merawat bayi dan tugas-tugas rumah
tangga (Gulick, (2003) dan Haga et al. (2012)). Dukungan instrumental adalah jenis
dukungan yang paling sering diterima dalam kehidupan sehari-hari. Memberikan bantuan
langsung berupa benda-benda materi atau jasa, misanya meminjam uang, memberikan
tumpangan, atau membantu menyelesaikan pekerjaan (Sarafino, 1994) dalam menyelesaikan
tugas-tugasnya saat berada dalam kondisi stress.

2. fase adaptasi ibu nifas

Reva Rubin membagi periode ini menjadi 3 bagian, antara lain:

a. Periode “Taking In”

1. Periode ini terjadi 1-2 hari sesudah melahirkan. Ibu baru pada umumnya pasif dan
tergantung, perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan tubuhnya.
2. Ia mungkin akan mengulang-mengulang menceritakan pengalamannya waktu
melahirkan.
3. Tidur tanpa gangguan sangat penting untuk mengurangi gangguan kesehatan akibat
kurang istirahat.
4. Peningkataan nutrisi dibutuhkan untuk mempercepat pemulihan dan penyembuhan luka,
serta persiapan proses laktasi aktif.
5. Dalam memberi asuhan, bidan harus dapat memfasilitasi kebutuhan psikologis ibu. Pada
tahan ini, bidan dapat menjadi pendengar yang baik ketika ibu menceritakan
pengalamannya. Berikan juga dukungan mental atau apresiasi atas hasil perjuangan ibu
sehingga dapat berhasil melahirkan anaknya. Bidan harus dapat menciptakan suasana
yang nyaman bagi ibu sehingga ibu dapat dengan leluasa dan terbuka mengemukan
permasalahan yang dihadapi pada bidan. Dalam hal ini, sering terjadi kesalahan dalam
pelaksanaan perawatan yang dilakukan oleh pasien terhadap dirinya dan bayinya hanya
karena kurangnya jalinan komunikasi yang baik antara pasien dan bidan.

b. Periode “Taking Hold”

1. Periode ini berlangsung pada hari ke 2-4 post partum.


2. Ibu menjadi perhatian pada kemampuannya menjadi orang tua yang sukses dan
meningkatkan tanggung jawabterhadap bayi.
3. Ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, BAB, BAK, serta kekuatan dan
ketahanan tubuhnya.
4. Ibu berusaha keras untuk menguasai keterampilan perawatan bayi, misalnya
menggendong, memandikan, memasang popok, dan sebagainya.
5. Pada masa ini, ibu biasanya agak sensitif dan merasa tidak mahir dalam melakukan hal-
hal tersebut.
6. Pada tahan ini bidan, bidan arus tanggap terhadap kemungkinan perubahan yang terjadi.
7. Tahan ini merupakan waktu yang tepat bagi bidan untuk memberikan bimbingan cara
perawatan bayi, namun harus selalu diperhatikan teknik bimbingannya, jangan sampai
menyinggung perassaan atau membuat perasaan ibu tidak nyaman karena ia sangat
sensitif. Hindari kata “jangan begitu” atau “kalau kayak gitu salah” pada ibu karena hal
itu akan sangat menyakiti perasaannya dan akibatnya ibu akan putus asa untuk mengikuti
bimbingan yang bidan berikan.

c. Periode “Letting Go”

1. Periode ini biasanya terjadi setelah ibu pulang ke rumah. Periode ini pun sangat
berpengaruh terhadap waktu dan perhatian yang diberikan oleh keluarga.
2. Ibu mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi dan ia harus beradaptasi dengan
segala kebutuhan bayi yang sangat tergantung padanya. Hal ini menyebabkan
berkurangnya hak ibu, kebebasan, dan hubungan sosial.
3. Depresi post partum umunya terjadi pada periode ini

2. Mitos dan fakta nifas

1. Dilarang makan ikan, telur, dan daging supaya jahitan luka cepat sembuh
Banyak mitos seputar masa nifas yang berkembang di Indonesia, yang pertama adalah ibu nifas
dilarang mengonsumsi sumber protein seperti ikan, telur dan daging supaya jahitan luka yang
ada dapat segera pulih.

Faktanya, menurut Ambarwati, 2008, dalam Asuhan Kebidanan Nifas, dari sisi medis justru
sebaliknya. Mengonsumsi makanan yang berprotein tinggi sangat dianjurkan bagi perempuan
yang sedang dalam masa nifas, karena salah satu fungsi protein adalah membantu
penyembuhan luka, termasuk luka jahitan.

Jadi, bila kebutuhan protein pada masa ini tidak terpenuhi, maka proses penyembuhan luka akan
berjalan lambat dan berpotensi mengalami infeksi.

Saat masa nifas, ibu juga menyusui bayinya. Bila tidak mendapat asupan protein, kalsium,
dan magnesium yang cukup, maka bisa berpotensi mengalami nyeri pada punggung.

Selain itu, magnesium, yang terkandung dalam beberapa jenis ikan, pun terbukti diperlukan
tubuh untuk memperkuat tulang, gerak otot, dan fungsi saraf pada perempuan dalam masa nifas.
2. Minum banyak air akan membuat luka sulit sembuh
Mitos selanjutnya adalah kepercayaan ibu setelah melahirkan yang menolak untuk minum air
banyak karena dipercaya dapat membuat luka di jalan lahir (passage) menjadi basah, sehingga
proses penyembuhan luka jadi lebih lama.

Faktanya, kepercayaan tersebut salah. Seperti yang sudah kita tahu, kita dianjurkan untuk minum
air setidaknya 8 gelas atau 2 liter per hari, tak terkecuali untuk perempuan setelah melahirkan.

Sejalan dengan pernyataan ini, laporan berjudul "Budaya Nifas Masyarakat Indonesia: Perlukah
Dipertahankan?" yang dimuat dalam jurnal eJKI tahun 2018 menyebutkan bahwa anggapan
tersebut jangan diikuti.

Pascapersalinan, perempuan butuh asupan cairan yang cukup selama masa nifas, yang mana
asupan cairan ini diperoleh dari minum air yang cukup.

1. Health

2. Fitness
3. 27 Feb 21 | 19:07

10 Mitos seputar Masa Nifas, Jangan Sampai Keliru! 

Ada yang sepenuhnya salah, ada juga yang sesuai fakta  


uns
plash.com/Isaac Quesada

Masa nifas atau postpartum adalah masa hingga enam atau delapan minggu pascapersalinan.

Menurut Saleha, 2020, masa ini merupakan masa rawan bagi perempuan karena hampir 50
persen kematian pada masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama setelah melahirkan, dan sekitar
60 persen kematian ibu terjadi setelah melahirkan.

Oleh karena itu, penting bagi setiap ibu untuk mengetahui segala sesuatu tentang masa nifas,
tidak terkecuali mitos-mitosnya. Jangan sampai mempercayai mitos yang salah, karena malah
bisa berbahaya.

Tidak sedikit ibu yang mengikuti anjuran-anjuran perawatan masa nifas berdasarkan
kepercayaan turun-temurun dari teman, kerabat, atau orang tua, karena dianggap lebih
berpengalaman karena pernah merasakannya.

Meski demikian, walaupun niat mereka baik, tetapi anjuran-anjuran tersebut perlu disaring, mana
yang baik dan mana yang merugikan. Sebab, mitos yang berkembang tidak hanya berpengaruh
bagi kesehatan ibu saja, tetapi juga bisa berdampak pada buah hati.

Karena begitu pentingnya masa nifas, yuk, langsung saja cek fakta-fakta seputar mitos
kesehatan seputar masa nifas yang banyak beredar.
1. Dilarang makan ikan, telur, dan daging supaya jahitan luka cepat sembuh
unsplash.com/Jason Leung

Banyak mitos seputar masa nifas yang berkembang di Indonesia, yang pertama adalah ibu nifas
dilarang mengonsumsi sumber protein seperti ikan, telur dan daging supaya jahitan luka yang
ada dapat segera pulih.

Faktanya, menurut Ambarwati, 2008, dalam Asuhan Kebidanan Nifas, dari sisi medis justru
sebaliknya. Mengonsumsi makanan yang berprotein tinggi sangat dianjurkan bagi perempuan
yang sedang dalam masa nifas, karena salah satu fungsi protein adalah membantu
penyembuhan luka, termasuk luka jahitan.

Jadi, bila kebutuhan protein pada masa ini tidak terpenuhi, maka proses penyembuhan luka akan
berjalan lambat dan berpotensi mengalami infeksi.

Saat masa nifas, ibu juga menyusui bayinya. Bila tidak mendapat asupan protein, kalsium,
dan magnesium yang cukup, maka bisa berpotensi mengalami nyeri pada punggung.

Selain itu, magnesium, yang terkandung dalam beberapa jenis ikan, pun terbukti diperlukan
tubuh untuk memperkuat tulang, gerak otot, dan fungsi saraf pada perempuan dalam masa nifas.

2. Minum banyak air akan membuat luka sulit sembuh


pexels.com/Daria Shevtsova

Mitos selanjutnya adalah kepercayaan ibu setelah melahirkan yang menolak untuk minum air
banyak karena dipercaya dapat membuat luka di jalan lahir (passage) menjadi basah, sehingga
proses penyembuhan luka jadi lebih lama.

Faktanya, kepercayaan tersebut salah. Seperti yang sudah kita tahu, kita dianjurkan untuk minum
air setidaknya 8 gelas atau 2 liter per hari, tak terkecuali untuk perempuan setelah melahirkan.

Sejalan dengan pernyataan ini, laporan berjudul "Budaya Nifas Masyarakat Indonesia: Perlukah
Dipertahankan?" yang dimuat dalam jurnal eJKI tahun 2018 menyebutkan bahwa anggapan
tersebut jangan diikuti.

Pascapersalinan, perempuan butuh asupan cairan yang cukup selama masa nifas, yang mana
asupan cairan ini diperoleh dari minum air yang cukup.

3.Ibu dilarang makan makanan yang berkuah 


Mirip seperti mitos sebelumnya, mitos kali ini yaitu ibu yang sedang dalam masa nifas
tidak boleh makan makanan berkuah karena diyakini membuat vagina terus-menerus
basah.
Faktanya, berdasarkan keterangan dari Kementerian Kesehatan RI, 2019, informasi ini
salah, sebab selama masa postpartum akan banyak cairan yang keluar dari vagina. Hal ini
tidak berhubungan dengan konsumsi makanan berkuah. Oleh karena itu, tidak ada
larangan mengonsumsi makanan seperti soto, bakso, sup, dan sebagainya pada masa
masa nifas.

4. Ibu harus minum jamu khusus


Mitos lain yang beredar cukup luas berikutnya adalah konsumsi jamu, yang dipercaya
bisa mengembalikan vagina ke ukuran normalnya seperti saat sebelum melahirkan.
Faktanya, ini mitos belaka, tak didukung fakta. Menurut laporan berjudul "Gambaran
Sikap Ibu Postpartum pada Kepercayaan Budaya Melayu" yang terbit dalam Jurnal Ners
Indonesia tahun 2020, perempuan tidak diharuskan untuk minum jamu khusus selama
masa nifas karena vagina dan rahim akan berangsur pulih seperti semula secara alami.
Di samping itu, umumnya dokter akan memberikan obat-obatan untuk membantu
pemulihan kesehatan sang ibu. Bahkan, banyak dokter yang melarang ibu untuk minum
jamu karena sering kali kandungan dalam jamu bila bereaksi dengan obat yang
diresepkan dokter, bisa memengaruhi bilirubin bayi, yang mana bilirubin ini dapat
menyebabkan penyakit kuning pada bayi.

5. Selama masa nifas, ibu dilarang mengonsumsi sayuran


Tak sedikit ibu yang percaya bahwa mengonsumsi banyak sayuran selama masa nifas bisa
membuat sendi jadi lemah.aktanya, menurut laporan berjudul "Penerapan Kelas Ibu Nifas untuk
Meningkatkan Pengetahuan tentang Gizi dan Mitos Makanan pada Periode Pasca Partum" yang
diterbitkan dalam Proceeding of The 10th University Research Colloquium 2019: Bidang MIPA
dan Kesehatan tahun 2019, kepercayaan ini salah besar. Tidak ada bukti yang menyatakan
bahwa konsumsi sayuran bisa menyebabkan sendi jadi lemah.

Dampak negatif dari mitos ini bisa berbahaya, yaitu bisa membuat ibu kekurangan asupan
vitamin dan mineral. Padahal, vitamin dan mineral sangat membantu proses pemulihan itu
setelah melahirkan.

6. Menggunakan stagen atau gurita  

Tak sedikit yang percaya bahwa penggunaan stagen atau gurita bisa membuat postur tubuh
terjaga dan kembali seperti sediakala. 

Faktanya, ini tidak salah tapi tidak sepenuhnya benar. Menurut Rahmilasari dkk., 2020,
penggunaan stagen yang tidak tepat dapat menimbulkan beberapa kerugian, seperti alergi karena
penumpukan keringat dan bahan kain yang tidak cocok dengan kulit, serta bisa menghambat
pergerakan bila dipakai terlalu ketat.

Namun, laporan berjudul "Pengaruh Pemakaian Bengkung terhadap Nyeri Punggung pada Ibu
Nifas di Desa Keling" yang dimuat dalam Jurnal Ilkes tahun 2017, stagen juga punya beberapa
manfaat, antara lain dapat memaksimalkan involusi rahim (kembalinya rahim seperti sedia kala),
memulihkan tonus abdomen, dan mengurangi sakit punggung, sehingga membantu pembentukan
postur tubuh.
Pemakaian stagen atau gurita ini memang masih menjadi pro dan kontra di bidang kesehatan. Ibu
yang sedang dalam masa nifas disarankan untuk memakainya dengan cara yang benar agar
manfaatnya bisa dirasakan. Jangan memakainya terlalu kencang, dipakai ketika luka perineum
sudah kering, dipakai setelah mandi, dipakai oleh ibu nifas fisiologis pada hari kedua dan
maksimal penggunaannya adalah 4-6 jam per hari.

7. Larangan tidur siang dan kedua ibu jari kaki diikat


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahmilasari dkk., 2020, dikatakan bahwa ibu yang
sedang dalam masa nifas dilarang tidur siang karena bisa menyebabkan sel darah putih naik ke
mata. Selain itu, katanya kalau tidur siang pun harus duduk dan kedua jempol kaki diikat agar
dapat merapatkan vagina ibu.

Faktanya, mitos tersebut belum terbukti secara ilmiah. Alih-alih menguntungkan, tradisi ini
justru merugikan karena dapat membuat pergerakan ibu jadi kurang nyaman. Padahal, setelah
melahirkan perempuan sangat disarankan untuk beraktivitas fisik ringan, seperti senam, yang
dapat melancarkan peredaran darah.

8. Menyimpan gunting di bawah bantal


Salah satu kepercayaan masyarakat Sunda mengenai masa nifas adalah ibu harus meletakkan
benda tajam seperti gunting di bawah bantal untuk menangkal datangnya makhluk halus.

Faktanya, berdasarkan laporan dalam Jurnal Ners Indonesia tahun 2020, hal ini merupakan
mitos. Pada dasarnya, meletakkan benda tajam di bawah bantal malah akan membahayakan ibu
dan sang bayi jika ibu lupa menyimpan benda tersebut. Jadi, sebaiknya anjuran tersebut jangan
dilakukan.

9. Ibu tidak boleh mandi malam


Banyak berkembang mitos bahwa ibu dilarang mandi pada malam hari karena dipercaya dapat
membuat bayinya masuk angin.

Faktanya, tidak ada hubungannya antara waktu mandi ibu yang sedang dalam masa nifas dengan
kesehatan bayinya. Menurut Yulianti, 2015, dalam Ilmu Sosial Budaya Dasar, mandi pada
malam hari menjadi pilihan bagi ibu karena mungkin saja ia baru punya waktu luang untuk
membersihkan dirinya. Ini wajar, dengan syarat air yang digunakan tidak terlalu dingin.

10. Ibu Nifas Tidak Boleh Keluar Rumah Sebelum 40 Hari. Mitos kedua, ibu nifas tidak
boleh keluar rumah sebelum 40 hari tujuan agar tubuhnya betul-betul pulih, apalagi
setelah menjalani operasi caesar atau persalinan normal yang sulit. Faktanya ya moms,
ibu nifas memang butuh banyak istirahat. Namun, bila rasanya mampu dan cukup
nyaman, sebaiknya segera melakukan aktivitas harian secara bertahap seperti aktivitas
ringan ataupun keluar rumah sekedar berjalan kaki. Karena Hal ini penting ya moms
untuk menghindari risiko terbentuknya gumpalan darah akibat tubuh yang kurang aktif.
11. Setelah bersalin, Ibu tidak boleh mandi atau keramas dalam jangka waktu tertentu. 
Mitos  keempat ya moms, bersentuhan dengan air dapat menyebabkan masuk angin,
sakit kepala, dan nyeri sendi di kemudian hari. Akhirnya, sering kali ibu yang baru
melahirkan dilarang mandi atau keramas dalam jangka waktu tertentu. Faktanya nih
moms, Mandi dan keramas diperlukan untuk membuat tubuh nyaman dan bersih. Selain
itu, mandi dan keramas bertujuan mencegah infeksi kulit dan infeksi pada jahitan operasi
atau jalan lahir.

Anda mungkin juga menyukai