PENDAHULUAN
Sinusitis merupakan penyakit yang sangat lazim diderita di seluruh dunia, hampir
menimpa kebanyakan penduduk Asia. Sinusitis dapat menyebabkan seseorang menjadi sangat
sensitif terhadap beberapa bahan, termasuk perubahan cuaca (sejuk), pencemaran alam sekitar,
dan jangkitan bakteri. Gejala yang mungkin terjadi pada sinusitis adalah bersin-bersin terutama
di waktu pagi, rambut rontok, mata sering gatal, kaki pegal-pegal, cepat lelah dan asma. Jika
kondisi ini berkepanjangan akan meimbulkan masalah keputihan bagi perempuan, atau ambeien
(gangguan prostat) bagi laki-laki.
Menurut Lucas seperti yang di kutip Moh. Zaman, etiologi sinusitis sangat kompleks,
hanya 25% disebabkan oleh infeksi, sisanya yang 75% disebabkan oleh alergi dan
ketidakseimbangan pada sistim saraf otonom yang menimbulkan perubahan-perubahan pada
mukosa sinus. Suwasono dalam penelitiannya pada 44 penderita sinusitis maksila kronis
mendapatkan 8 di antaranya (18,18%) memberikan tes kulit positif dan kadar IgE total yang
meninggi. Terbanyak pada kelompok umur 21-30 tahun dengan frekuensi antara laki-laki dan
perempuan seimbang. Hasil positif pada tes kulit yang terbanyak adalah debu rumah (87,75%),
tungga (62,50%) dan serpihan kulit manusia (50%). Sebagian besar kasus sinusitis kronis terjadi
pada pasien dengan sinusitis akut yang tidak respon atau tidak mendapat terapi. Peran bakteri
sebagai dalang patogenesis sinusitis kronis saat ini sebenarnya masih dipertanyakan. Sebaiknya
tidak menyepelekan pilek yang terus menerus karena bisa jadi pilek yang tak kunjung sembuh itu
bukan sekadar flu biasa. Oleh karena faktor alergi merupakan salah satu penyebab timbulnya
sinusitis, salah satu cara untuk mengujinya adalah dengan tes kulit epidermal berupa tes kulit
cukit (Prick test, tes tusuk) di mana tes ini cepat, simpel, tidak menyakitkan, relatif aman dan
jarang menimbulkan reaksi anafilaktik. Uji cukit (tes kulit tusuk) merupakan pemeriksaan yang
paling peka untuk reaksi-reaksi yang diperantarai oleh IgE dan dengan pemeriksaan ini alergen
penyebab dapat ditentukan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.6 Apa saja pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada penderita sinusitis?
1.2.10 Bagaimana asuhan keperawatan yang harus dilakukan pada penderita sinusitis?
1.3 Tujuan
1.3.6 Dapat memahami pemeriksaan diagnostic yang perlu dilakukan pada penderita
sinusitis.
1.3.10 Dapat memberikan asuhan keperawatan yang sesuai pada penderita sinusitis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsi karena
bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari
yang terbesar yaitu sinus maksila,sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenid kanan dan kiri.
Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang tulang kepala, sehingga terbentuk rongga
di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan
perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal.
Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal berkembang
dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus
sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian posterosuperior rongga hidung.
Sinus sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun.
1. SINUS MAKSILA
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila bervolume
6-8 ml,sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal,yaitu
15 ml saat dewasa. Sinus maksila berbentuk pyramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan
fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-
temporal mkasila, dinding medialnya ialah dinding dinding lateral rongga hidung, dinding
superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosesus alveolaris dan palatum.
Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus
semilunaris melalui infundibulum etmoid.
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah
1) dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (P1 dan
P2), molar (M1 danM2), kadang kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3,bahkan
akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah
naik ke atas menyebabkan sinusitis;
3) Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drenase hanya
tergantung dari gerak silia, lagi pula dreanase juga harus melalui infundibulum yang sempit.
Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau
alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya
menyebabkan sinusitis.
2. SINUS FRONTAL
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus, berasal
dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus frontal
mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20
tahun. Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari lainya dan
dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya
mempunyai satu sinus frontal dan kuran lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang. Ukuran
sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan dalamnya 2 cm. sinus fronta biasanya
bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Tidak adanya gambaran septum-septum atau lekuk-
lekuk dinding sinus pada foto Rontgen menunjukan adanya infeksi sinus. Sinus frontal
dipisahkan oleh tulang yang relative tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi
dari sinus fronta mudah menjalar ke daerah ini.Sinus frontal berdrenase melalui ostiumnya yang
terletak di resesus frontal, yang berhubungan dengan infundibulum etmoid.
3. SINUS ETMOID
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini dianggap
paling penting, karena dapat merupakan focus bagi sinus-sinus lainnya. Pada orang dewasa
bentuk sinus etmoid seperti pyramid dengan dasarnya di bagian posterior. Ukuran dari anterior
ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm dan lebarnya 0,5 cm dibagian anterior dan 1,5 cm dibagian
posterior. Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon,
yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak diantar konka media dan
dinding dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi. Berdasarkan letaknya, sinus
etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid
posterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus
superior. Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di depan
lempeng yang menghubungkan bagian posterior konka media dengan dinding lateral ( lamina
basalis), sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit
jumlahnya dan terletak diposterior dari lamina basalis.
Dibagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal,
yang berhubungan sinus frontal. Selo etmoid yang terbesar disebut bula etmoid. Di daerah
etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang di sebut infundibulum, tempat bermuaranya
ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan diresesus frontal dapat menyebabkan
sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksila. Atap
sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribrosa. Dinding lateral
sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid darirongga orbita.
Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus sfenoid.
4. SINUS SFENOID
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus sfenoid
dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm tingginya,
dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm. volumenya bervariasi dari 5 sampai 7,5 ml. saat sinus
berkembang, pembuluh darah dan nervus dibagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat
berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indensitasi pada dinding sinus sfenoid.
Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofisa, sebelah
inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan a.karotis
interna (sering tampak sebagai indentasi) dan disebelah posteriornya berbatasan dengan fosa
serebri posterior didaerah pons.
5. KOMPLEKS OSTIO-MEATAL
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muara-muara
saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Daerah ini rumit dan sempit,
dan dinamakan kompleks ostio-meatal (KOM), terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di
belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan
ostiumnya dan ostium sinus maksila.
6. SISTEM MUKOSILIAR
Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan palut lendir
diatasnya. Di dalam sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan lendir menuju ostium
alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya. Pada dinding lateral hidung
terdapat 2 aliran transport mukosiliar dari sinus. Lendir yang berasal dari kelompok sinus
anterior yang bergabung di infundibulum etmoid dialirkan ke nasofaring di depan muara tuba
Eusthacius. Lendir yang berasal dari kelompok sinus posterior bergabung diresesus
sfenoetmoedalis, dialirkan ke nasofaring di posterior-superior muara tuba. Inilah sebabnya pada
sinusitis di dapati secret pasca-nasal (post nasal drip), tetapi belum tentu ada secret di rongga
hidung.
Sampai saat ini belum ada persesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal. Ada
yang berpendapat bahwa sinus paranasal ini tidak mempunyai fungsi apa-apa, karena
terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka.
Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain:
Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan fosa
serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah. Akan tetapi kenyataanya sinus-sinus
yang besar tidak terletak di antara hidung dan organ-organ yang di lindungi.
Sinus membantu keseimbanga kepala karena mengurangi berat tulang muka. Akan
tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya aka memberikan pertambahan
berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori ini dianggap tidak bermakna.
Sinus ini mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonasi suara dan mempengaruhi
kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan ostiumnya tidak
memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang efektif. Lagi pula tidak ada
kolerasi antara resonasi suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat rendah.
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak, misalnya
pada waktu bersin atau membuang ingus.
Mucus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil dibandingkan
dengan mucus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang
masuk dengan udara inspirasi karena mucus ini keluar dari meatus medius, tempat yang
paling strategis.
2.2 Definisi Sinusitis
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktik dokter sehari-hari,
bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia.
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu
oleh rhinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya adalah selesma (common
cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. Bila
mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal
disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena ialah sinus etmoid dan maksila, sedangkan sinus
frontal lebih jarang dan sinus sphenoid lebih jarang lagi. Sinus maksila disebut juga antrum
Highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus,
disebut sinusitis dentogen. Sinusitis dapat berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita
dan intracranial, serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati.
1. Sinusitis akut : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3 minggu.
Macam-macam sinusitis akut, yaitu sinusitis maksila akut, sinusitis emtmoidal akut, sinus
frontal akut, dan sinus sphenoid akut.
2. Sinusitis kronis : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3-8 minggu
tetapi dapat juga berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
1. Infeksi virus
Sinusitis akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran pernafasan bagian
atas (misalnya Rhinovirus, Influenza virus, dan Parainfluenza virus).
2. Bakteri
Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan normal
tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus pneumoniae, Haemophilus
influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus tersumbat
akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya
akan berkembang biak dan menyusup ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.
3. Infeksi jamur
Infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada penderita gangguan sistem
kekebalan, contohnya jamur Aspergillus.
Gejala : Demam, pusing, ingus kental di hidung, hidung tersumbat, nyeri tekan, ingus
mengalir ke nasofaring, kental kadang-kadang berbau dan bercampur darah.
Gejala : Sekret kental di hidung dan nasofaring, nyeri di antara dua mata, dan pusing.
Gejala : Demam,sakit kepala yang hebat pada siang hari, tetapi berkurang setelah sore hari,
sekret kental dan penciuman berkurang.
Gejala : Nyeri di bola mata, sakit kepala, dan terdapat sekret di nasofaring
2.5 Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens
mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam KOM. Mukus juga mengandung substansi
antimicrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman
yang masuk bersama udara pernafasan. Organ-organ yang membentuk KOM letaknya
berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia
tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negative di dalam ronga
sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini biasa dianggap
sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan.
Bila kondisi ini menetap, secret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk
tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Secret menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai
rinosinusitis akut bacterial dan memerlukan terapi antibiotic. Jika terapi tidak berhasil (misalnya
karena ada factor predisposisi), inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bacteri anaerob
berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar
sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan
polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tindakan operasi.
Sinusitis kronik dengan penyebab rinogenik umumnya merupakan lanjutan dari sinusitis
akut yang tidak terobati secara adekuat. Pada sinusitis kronik adanya factor predisposisi harus
dicari dan di obati secara tuntas.
Menurut berbagai penelitian, bacteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut adalah
streptococcus pneumonia (30-50%). Hemopylus influenzae (20-40%) dan moraxella catarrhalis
(4%). Pada anak, M.Catarrhalis lebih banyak di temukan (20%). Pada sinusitis kronik, factor
predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya bakteri yang ada lebih condong ka rarah bakteri
negative gram dan anaerob.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemerikasaan pembantu yang penting adalah foto polos atau CT scan. Foto polos posisi
Waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus
maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan, batas udara, cairan (air fluid level)
atau penebalan mukosa. CT scan sinus merupakan golongan standard diagnosis sinusitis karena
mampu manilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secacra
keseluruhan dan perluasannya. Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai penunjang
diagnosis sinusistis kronik yang tidak membaik dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai
panduan operator saat melakukan operasi sinus. Pada pemeriksaan transiluminasi sinus yang
sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan ini sudah jarang digunakan karena sangat
terbatas kegunaannya.
Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil secret dari
meatus medius/superior, untuk mendapat antibiotic yang tepat guna. Lebih baik lagi bila diambil
secret yang keluar dari pungsi sinus maksila.
Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila melalui meatus
inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya
dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi.
2.7 Penatalaksanaan
1. Mempercepat penyembuhan
2. Mencegah komplikasi
3. Mencegah perubahan menjadi kronik
Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehingga drenase dan ventilasi sinus-
sinus pulih secara alami. Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis
akut bacterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan maukosa serta membuka
sumbatan ostium sinus. Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksilin. Jika
diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan
amoksilin-klavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis antibiotic diberikan
selama 10-14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang. Pada sinusitis kronik diberikan antibiotic
yang sesuai untuk kuman negative gram dan anaerob. Selain dekongestan oral dan topical, terapi
lain dapat diberikan jika diperlukan, seperti analgetik, mukolitik, teroid oral/topical, pencucian
rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatermi). Antihistamin tidak rutin diberikan,
karena sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan secret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat
sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke-2. Irigasi sinus maksila atau Proetz displacement
therapy juga merupakan terapi tambahan yang bermanfaat. Imunoterapi dapat dipertimbangkan
jika pasien menderita kelainan alergi yang berat.
2.8 Komplikasi
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Nama : Tn. M
Umur : 43 tahun
Agama : Islam
Dx Medik : sinusitis
Nama : Ny. P
Umur : 42 tahun
Pekerjaan : URT
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri kepala dan tenggorokan.
Tuan M datang ke RS tanggal 5 Desember 2013,pukul 08.00 pagi, dengan keluhan nyeri
kepala dan tenggorokan. Nyeri ini dirasakan sejak 7 hari yang lalu disertai pilek yang sering
kambuh dan ingus yang kental di hidung. Nyeri dirasakan semakin hebat jika pasien menelan
makanan dan menundukkan kepala. Pasien mengalami penurunan berat badan sebanyak 1 kg
dari berat badan sebelumnya. Pasien mengaku pernah mempunyai riwayat penyakit THT
sebelumnya. Setelah melakukan pemeriksaan pasien didiagnosa menderita sinusitis.
g. Keadaan Lingkungan
Pasien bertempat tinggal di lingkungan yang kurang bersih, ventilasi rumah kurang
(tidak adekuat).
3.1.2 Observasi
a. Keadaan Umum
1. Suhu : 38C
2. Nadi : 84 /menit
3. Tekanan Darah : 120/80 mmHg
4. RR : 25 /menit
5. BB : 62 kg
6. Tinggi badan : 170 cm
3.1.3 Pemeriksaan Persistem
B1 (breathing): Tidak teratur, suara nafas ronkhi berhubugan dengan adanya secret kental pada
hidung
B2 (blood) : Normal
B4 (bladder) : Normal
Ronkhi
Sesak nafas
Pasien mengeluh tidak 16rga Rasa tidak nyaman karena Gangguan istirahat;
tidur dengan nyenyak. hidung tersumbat (buntu) tidur berhubungan
dengan hidung
-Data objektif: Tidur tidak nyenyak tersumbat (buntu)
Prostalglandin
3.3 Intervensi
- Observasi
dilakukan untuk
memastikan bahwa
nyeri berkurang
yang ditandai
dengan RR dalam
skala normal.
2 Bersihan Jalan nafas - Kolaborasi: - Nebulizing dapat
jalan nafas kembali efektif mengencerkan
tidak dalam waktu Berikan nebulizing. secret dan
efektif 10-15 menit. berperan sebagai
berhubung bronkodilator
an dengan untuk melebarkan
adanya jalan nafas.
secret yang
mengental - Mandiri: - Mengetahui letak
secret dan
Foto thoraks dada serta mengakumulasi
melakukan clapping atau secret di
vibrasi supsternal
sehingga mudah
untuk di
drainase..
- Mandiri:
- Mengeluarkan
. Ajarkan batuk efektif secret dari jalan
(pada px. Yang tidak nafas khusunya
mengalami penurunan pada pasien yang
kesadaran dan mampu tidak mengalami
melakukan batuk efektif) penurunan
gangguan
kesadaran dan
bisa melakukan
- Mandiri: batuk efektif.
Hasil :
Hasil :
Hasil :
Hasil :
Hasil :
A : Masalah teratasi.
P : Lanjutkan intervensi.
A : Masalah teratasi.
P : Lanjutkan intervensi.
P : Lanjutkan intervensi.
A : Masalah teratasi.
P : Lanjutkan intervensi.
05-12-13 5 12.00 S : Klien mengaku merasa lebih nyaman setelah
dilakukan kompres hangat.
A : Masalah teratasi.
P : Lanjutkan intervensi.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sinusitis merupakan penyakit inflamasi mukosa sinus paranasal yang sering ditemukan
dalam praktik dokter sehari-hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan
kesehatan tersering di seluruh dunia. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar
yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Semua sinus
mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung. Infeksi virus ini, dapat dipengaruhi oleh
lingkungan yang berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-
lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia. Dalam Consensus International tahun
1995 membagi sinusitis hanya akut dengan batas sampai 8 minggu yang kebanyakan disebabkan
oleh streptococcus pneumonia (30-50%) dan kronik yang lebih disebabkan oleh bakteri gram
negative dan anaerob jika lebih dari 8 minggu.
4.2 Saran
Kami sebagai penulis merasa makalah kami jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan
media dan kemampuan kami sebgai penulis, kritik dan saran dari sipembaca sangat kami
harapkan demi kesempurnaan isi makalah kami yang akan datang. Semoga makalah kami ini
dapat bermanfaat untuk kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC
Soepardi, EA. 2007. Buku Ajar Ilmu Kersehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher.
Jakarta: Gaya Baru
http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35554-
Kep%20Sensori%20dan%20Persepsi-Askep%20Sinusitis.html