Definisi
Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan
sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ketubuh (flash), terkena air
panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat sengatan listrik, akibat
bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn) (Moenajat, 2001).
Luka bakar yaitu luka yang disebabkan oleh suhu tinggi, dan disebabkan banyak
faktor, yaitu fisik seperti api, air panas, listrik seperti kabel listrik yang mengelupas, petir,
atau bahan kimia seperti asam atau basa kuat (Triana, 2007).
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik bahan
kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam
(Kusumaningrum, 2008)
Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api, matahari, uap, listrik, bahan
kimia, dan cairan atau benda panas. Luka bakar bisa saja hanya berupa luka ringan yang
bias diobati sendiri atau kondisi berat yang mengancam nyawa yang membutuhkan
perawatan medis yang intensif (PRECISE, 2011)
Luka bakar adalah luka yang terjadi karena terbakar api langsung maupun tidak
langsung, juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia. Luka
bakar karena api atau akibat tidak langsung dari api, misalnya tersiram air panas banyak
terjadi pada kecelakaan rumah tangga (Sjamsuidajat, 2004)
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,listrik dan radiasi. (Smeltzer,
suzanna, 2002)
B. Etiologi
Disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh melalui
konduksi atau radiasi elektromagnetik berdasarkan perjalanan penyakitnya luka bakar di
bagi menjadi 3 fase yaitu :
1. Fase akut
Pada fase ini problema yang ada berkisar pada gangguan saluran napas karena adanya
inhalasi dan gangguan sirkulasi. Pada fase ini terjadi gangguan keseimbangan
sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termis bersifat sistemik
2. Fase subakut
Fase ini berlangsung setelah sub berakhir. Luka terbuka akibat kerusakan jaringan
(kulit dan jaringan dibawahnya) akan menimbulkan masalah inflamasi, sepsis dan
penguapan cairan tubuh disertai panas / energy.
3. Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai terjadi maturasi.Masalah
pada fase ini adalah timbulnya penyulit dari luka bakar berupa parut hipertrofi,
kontraktur, dan deformitas lainnya.
C. Manifestasi Klinik
1. Berdasarkan kedalaman luka bakar
a. Luka bakar derajat I
- Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis
- Kulit kering, hipertremi berupa eritema
- Tidak dijumpai bullae
- Nyeri karena ujung-ujung sarafsensorik teriritasi
- Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari
b. Luka bakar derajat II
- Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi
disertai eksudasi
- di jumpai bullae
- Nyeri pada ujung saraf teriritasi
- Dasar luka berwarma merah, pucat, sering terletak lebih tinggi di atas kulit
normal
Luka bakar derajat II dibedakan menjadi 2 yaitu :
1) Derajat II Dangkal (Superficial)
- Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebaseasebagian besar masih utuh.
- Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari
2) Derajat II Dalam (deep)
- Kerusakan mengenai hampir seluruh lapisan bagian dermis
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea sebagian besar masih utuh.
- Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yang tersisa. Biasanya
penyembuhan terjadi lebih dari sebualn
c. Luka bakar derajat III
- Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih dalam
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
mengalami kerusakan
- Tidak dijumpai bullae
- Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karena letaknya lebih
rendah di banding kulit sekitar
- Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi proses epitelisasi spontan dari
dasar luka.
Luka bakar (Combustion) disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber
panas kepada tubuh.Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi
elektromagnetik.Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau
ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi destruksi
jaringan.Jaringan yang dalam termasuk organ visceral dapat mengalami kerusakan karena
luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan burning agent.Nekrosis dan keganasan
organ dapat terjadi.
Kedalam luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan
lamanya kontak dengan agen tersebut.Pajanan selama 15 menit dengan air panas dengan
suhu sebesar 56.10 C mengakibatkan cidera full thickness yang serupa.Perubahan
patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal periode syok luka
bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang terjadi sekunder akibat
penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik serta
hipermetabolik.Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar yang berat adalah
ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan kemudian terjadi
perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang intravaskuler ke dalam ruanga
interstisial.
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume
darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya
volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan
darah. Sebagai respon, system saraf simpatik akan melepaskan ketokelamin yang
meningkatkan vasokontriksi dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi
pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.
Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24 hingga 36 jam
pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6-8 jam. Dengan
terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan
mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat.
Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap
pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran
darah sehingga terjadi iskemia.Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen.
Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat terjadi syok
luka bakar. Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam sebelum luka bakar
ditutup. Selama syok luka bakar, respon luka bakar respon kadar natrium serum terhadap
resusitasi cairan bervariasi. Biasanya hipnatremia terjadi segera setelah terjadinya luka
bakar, hiperkalemia akan dijumpai sebagai akibat destruksi sel massif. Hipokalemia dapat
terhadi kemudian dengan berpeindahnya cairan dan tidak memadainya asupan
cairan.Selain itu juga terjadi anemia akibat kerusakan sel darah merah mengakibatkan
nilai hematokrit meninggi karena kehilangan plasma.Abnormalitas koagulasi yang
mencakup trombositopenia dan masa pembekuan serta waktu protrombin memanjang
juga ditemui pada kasus luka bakar.
Kasus luka bakar dapat dijumpai hipoksia.Pada luka bakar berat, konsumsi
oksigen oleh jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat hipermetabolisme dan respon
lokal.Fungsi renal dapat berubah sebagai akibat dari berkurangnya volume darah.
Destruksi sel-sel darah merah pada lokasi cidera akan menghasilkan hemoglobin bebas
dalam urin. Bila aliran darah lewat tubulus renal tidak memadai, hemoglobin dan
mioglobin menyumbat tubulus renal sehingga timbul nekrosis akut tubuler dan gagal
ginjal.
Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor
inflamasi yang abnormal, perubahan immunoglobulin serta komplemen serum, gangguan
fungsi neutrofil, limfositopenia.Imunosupresi membuat pasien luka bakar bereisiko tinggi
untuk mengalmai sepsis.Hilangnya kulit menyebabkan ketidakmampuan pengaturan
suhunya. Beberapa jam pertama pasca luka bakar menyebabkan suhu tubuh rendah, tetapi
pada jam-jam berikutnya menyebabkan hipertermi yang diakibatkan hipermetabolisme
A. Pengkajian Primer
1. Airway
Ada tiga hal utama dalam tahapan airway ini yaitu look, listen, dan feel.
Look atau melihat yaitu perawat melihat ada tidaknya obstruksi jalan napas,
berupa agitasi: (hipoksemia), penurunan kesadaran (hipercarbia), pergerakan
dada dan perut pada saat bernapas (see saw-rocking respiration), kebiruan pada
area kulit perifer pada kuku dan bibir (sianosis), adanya sumbatan di hidung,
posisi leher, keadaan mulut untuk melihat ada tidaknya darah. Tahapan kedua
yaitu listen atau mendengar, yang didengar yaitu bunyi napas. Ada dua jenis
suara napas yaitu suara napas tambahan obstruksi parsial, antara lain: snoring,
gurgling, crowing/stidor, dan suara parau(laring) dan yang kedua yaitu suara
napas hilang berupa obstruksi total dan henti napas. Terakhir yaitu feel, pada
tahap ini perawat merasakan aliran udara yang keluar dari lubang hidung pasien.
2. Breathing
Pada tahap look (melihat), yang dilakukan yaitu: melihat apakah pasien
bernapas, pengembangan dada apakah napasnya kuat atau tidak, keteraturannya,
dan frekuensinya. Pada tahap listen (mendengar) yang didengar yaitu ada
tidaknya vesikuler, dan suara tambahan napas. Tahap terakhir yaitu feel,
merasakan pengembangan dada saat bernapas, lakukan perkusi, dan pengkajian
suara paru dan jantung dengan menggunakan stetoskop.
3. Circulation
Pengkajian circulation, yaitu hubungan fungsi jantung, peredaran darah
untuk memastikan apakah jantung bekerja atau tidak. Pada tahap look atau
melihat, yang dilakukan yaitu mengamati nadi saat diraba, berdenyut selama
berapa kali per menitnya, ada tidaknya sianosis pada ekstremitas, ada tidaknya
keringat dingin pada tubuh pasien, menghitung kapilery reptile, dan waktunya,
ada tidaknya akral dingin. Pada tahap feel, yang dirasakan yaitu gerakan nadi saat
dikaji (nadi radialis, brakialis, dan carotis). Lakukan RJP bila apek cordi tidak
berdenyut. Pada tahapan listen, yang didengar yaitu bunyi aliran darah pada saat
dilakukan pengukuran tekanan darah.
Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas
terlihat, memperoleh akses intra vena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan.
Perdarahan dari luka luar biasanya dapat dikendalikan dengan tekanan langsung
pada tempat pendarahan. PASG (Pneumatick Anti Shock Garment) dapat
digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari patah tulang pelvis atau
ekstremitas bawah, namun tidak boleh menganggu resusitasi cairan cepat.
Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah cairan resusitasi yang diperlukan.
Mungkin diperlukan operasi untuk dapat mengendalikan perdarahan internal.
4. Disability
Yang dikaji pada tahapan ini yaitu GCS (Glasgow Coma Scale), dan
kedaan pupil dengan menggunakan penlight. Pupil normal yaitu isokor, mengecil:
miosis, melebar: dilatasi. Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk
menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik
dan sensorik. Informasi ini bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti
perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan.perubahan fungsi
sistem saraf sentral tidak selalu disebabkan cidera intra kranial tetapi mungkin
mencerminkan perfusi otak yang kurang. Pemulihan perfusi dan oksigenasi otak
harus dicapai sebelum penemuan tersebut dapat dianggap berasal dari cidera intra
kranial.
5. Exposure
Setelah mengurus prioritas-prioritas untuk menyelamatkan jiwanya,
penderita harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai jari kaki
sebagai bagian dari mencari cidera.
B. Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Anamnesis dapat menggunakan format AMPLE (alergi, medikasi, past illness,
last meal, dan environment). Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala hingga kaki
dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik seperti
foto thoraks, dan lain-lain.
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik seharusnya selalu dimulai dengan penanganan jalan
napas, pernapasan, dan sirkulasi. Ketiganya dievaluasi dan distabilkan secara
bersamaan, sistem sirkulasi harus dievaluasi untuk tanda-tanda dan gejala-gejala
syok. Jangan hanya berpatokan pada tekanan darah sistolik sebagai indikator
utama syok; hal ini menyebabkan diagnosis lambat.
Mekanisme kompensasi mencegah penurunan tekanan darah sistolik
secara signifikan hingga pasien kehilangan 30% dari volume darah. Sebaiknya
nadi, frekuensi pernapasan, dan perfusi kulit lebih diperhatikan. Juga, pasien yang
mengkonsumsi beta bloker mungkin tidak mengalami takikardi, tanpa
memperhatikan derajat syoknya.
Klasifikasi perdarahan telah ditetapkan, berdasarkan persentase volume
darah yang hilang. Namun, perbedaan antara klasifikasi tersebut pada pasien
hipovolemik sering tidak nyata. Penanganan sebaiknya agresif dan langsung lebih
berkaitan pada respon terapi dibandingkan klasifikasi awal.
a. Perdarahan derajat I (kehilangan darah 0-15%)
- Tidak ada komplikasi, hanya terjadi takikardi minimal.
- Biasanya tidak terjadi perubahan tekanan darah, tekanan nadi, dan
frekuensi pernapasan.
- Perlambatan pengisian kapiler lebih dari 3 detik sesuai untuk kehilangan
darah sekitar 10%
- Gejala klinisnya, takikardi (frekuensi nadi>100 kali permenit), takipnea,
penurunan tekanan nadi, kulit teraba dingin, perlambatan pengisian kapiler,
dan anxietas ringan.
- Penurunan tekanan nadi adalah akibat peningkatan kadar katekolamin,
yang menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan
selanjutnya meningkatkan tekanan darah diastolic.
- Pasien biasanya mengalami takipnea dan takikardi, penurunan tekanan
darah sistolik, oligouria, dan perubahan status mental yang signifikan,
seperti kebingungan atau agitasi.
- Pada pasien tanpa cedera yang lain atau kehilangan cairan, 30-40% adalah
jumlah kehilangan darah yang paling kecil yang menyebabkan penurunan
tekanan darah sistolik.
- Sebagian besar pasien transfusi darah, tetapi keputusan untuk pemberian
darah seharusnya berdasarkan pada respon awal terhadap cairan.
- Gejala-gejalanya berupa takikardi, penurunan tekanan darah sistolik,
tekanan nadi menyempit (atau tekanan diastolik tidak terukur),
berkurangnya (tidak ada) urine yang keluar, penurunan status mental
(kehilangan kesadaran), dan kulit dingin dan pucat.
- Jumlah perdarahan ini akan mengancam kehidupan secara cepat.
b. Perdarahan derajat II (kehilangan darah 15-30%)
c. Perdarahan derajat III (kehilangan darah 30-40%)
d. Perdarahan derajat IV (kehilangan darah >40%)
Ada empat daerah perdarahan yang mengancam jiwa meliputi: dada, perut,
paha, dan bagian luar tubuh :
- Dada sebaiknya diauskultasi untuk mendengar bunyi pernapasan yang
melemah, karena perdarahan yang mengancam hidup dapat berasal dari
miokard, pembuluh darah, atau laserasi paru.
- Abdomen seharusnya diperiksa untuk menemukan jika ada nyeri atau
distensi, yang menunjukkan cedera intraabdominal.
- Kedua paha harus diperiksa jika terjadi deformitas atau pembesaran
(tanda-tanda fraktur femur dan perdarahan dalam paha).
- Seluruh tubuh pasien seharusnya diperiksa untuk melihat jika ada
perdarahan luar.
- Pada pasien tanpa trauma, sebagian besar perdarahan berasal dari
abdomen. Abdomen harus diperiksa untuk mengetahui adanya nyeri,
distensi, atau bruit. Mencari bukti adanya aneurisma aorta, ulkus
peptikum. Juga periksa tanda-tanda memar atau perdarahan.
- Pada pasien hamil, dilakukan pemeriksaan dengan speculum steril.
Meskipun, pada perdarahan trimester ketiga, pemeriksaan harus
dilakukan sebagai double set-up di ruang operasi. Periksa abdomen,
uterus,atau adneksa.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi infeksi b/d sistem imun tidak adekuat : Kerusakan perlindungan
traumatik, penurunan Hb, penekanan respon inflamasi
2. Defisit volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan cairan tubuh atau
penurunan masukan dapat terjadi karena kehilangan plasma yang berkaitan luka
bakar, atau karena muntah, dan lain-lain.
3. Perubahan perfusi serebral yang berhubungan dengan hipovolemia.
4. Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan
kekurangan cairan.
5. Nyeri berhubungan dengan stimulasi terhadap sensor nyeri yang terpajan
D. Intervensi Keperawatan