Anda di halaman 1dari 13

RMK MANAJEMEN KEUANGAN

MERJER DAN AKUISISI, RESTRUKTURISASI, REORGANISASI, DAN LIKUIDASI

OLEH :
I Putu Putra Wasista

1515351136

39

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2016
MERJER DAN AKUISISI, RESTRUKTURISASI, REORGANISASI, DAN LIKUIDASI

1. MERJER DAN AKUISISI

Merjer dan akuisisi merupakan alternatif untuk melakukan perluasan usaha. Istilah merjer
sering digunakan untuk menunjukkan penggabungan dua perusahaan atau lebih, dan kemudian
tinggal nama sakah satu perusahaan yang bergabung. Akuisisi mirip dengan merjer, kecuali
perusahaan baru akan terbentuk. Pengakuisisi dan yang diakuisisi hilang dan menjadi perusahaan
baru.

1.1 Motif Merjer dan Akuisisi


Mengapa perusahaan bergabung dengan perusahan lain, atau membeli perusahaan
lain? Alasan yang sering dikemukakan adalah lebih cepat dari pada harus membangun unit
usaha sendiri. Transaksi pembelian tersebut akan terjadi kalau pembelian tersebut
menguntungkan kedua belah pihak. Kondisi saling menguntungkan tersebut akan terjadi
kalai dari peristiwa akuisisi atau merjer tersebut diperoleh synergy. Synergy berarti nilai
gabungan dari kedua perusahaan tersebut lebih besar dari penjumlahan masing-masing nilai
perusahaan yang digabungkan.
Synergy dapat berwujud operating maupun financial synergy. Operating synergy
adalah synergy yang dinikmati oleh perusahaan karena kombinasi dari beberapa operasi
sehingga dapat menekan biaya dan/atau menaikkan penghasilan. Financial synergy berasal
dari penghematan yang dinikmati perusahaan yang berasal dari sumber pendanaan.
Disamping alasan-alasan yang diharapkan dapat menimbulkan synergy, kadang-
kadang akuisisi dilakukan dengan alasan yang meragunakan dan tidak masuk akal, yaitu:
a. Diversifikasi, konsep Capital Assets Pricing Model (CAPM) diketahui bahwa
diversifikasi tidaklah menimbulkan manfaat, karena pasar akan menentukan nilai
perusahaan berdasarkan atas risiko yang tidak bisa dihilangkan dengan diversifikasi.
b. Meningkatkan Pertumbuhan, pertumbuhan akan memperbesar perusahaan, tetapi tanpa
peningkatan efisiensi atau sinergi, maka tidak ada pengaruh positif terhadap pemegang
saham.
c. Meningkatkan EPS, tujuan meningkatkan EPS juga merupakan tujuan yang tidak masuk
akal karena peningkatan EPS belum tentu memberikan nilai tambah terhadap pemegang
saham.

Alasan lainnya yang tidak nampak dari merjer dan akuisisi adalah salah satu motifnya
adalah keinginan manajer untuk mempertahankan sumber daya perusahaan. Caranya adalah
dengan membeli perusahaan lain, yang berarti kas tidak jatuh pihak lain.
1.2 Jenis Merjer dan Akuisisi

Berdasarkan atas cara perluasan yang dilakukan, merjer dan akuisisi dapat dilakukan
dengan cara:
1) Horisontal: penggabungan perusahaan dalam jenis bisnis yang sama
2) Vertikal: penggabungan perusahaan yang mempunyai keterkaitan antara input-output
3) Congeneric: penggabungan perusahaan dalam industri yang sama tetapi tidak
memproduksi produk yang sama dan tidak ada keterkaitan supplier.
4) Conglomerate: penggabungan perusahaan dari industri yang berbeda

Sedangkan merjer dan akuisisi berdasarkan jenis penggabungannya meliput:

1) Akuisisi saham, terjadi bila perusahaan yang mengakuisisi membeli sebagian besar
saham perusahaan yang menjadi target akuisisi. Akuisisi saham dapat dilakukan dengan
cara bersahabat (friendly) dan tidak bersahabat (hostile). Friendly Merger terjadi bila
manajemen kedua belah pihak berunding bersama dan hasil perundingan tersebut akan
diusulkan ke pemilik perusahaan. Hostile Merger terjadi bila manajemen perusahaan dari
acquired company tidak diajak berunding, tetapi perusahaan yang akan mengakuisisi
langsung menawarkan ke pemegang saham acquired company persyaratan-persyaratan
yang dinilai cukup menarik.
2) Akuisisi aset, terjadi bila perusahaan yang mengakuisisi membeli sebagian atau seluruh
aset perusahaan yang menjadi target akusisi. Persetujuan formal dari pemegang saham
perusahaan yang menjadi diperlukan. Bentuk ini akan menghindarkan perusahaan dari
kemungkinan memiliki pemegang saham minoritas.

1.3 Taktik Perusahaan Mempertahankan Diri dari Merjer dan Akuisisi


Secara umum taktik untuk mempertahankan diri dapat diklasifikasikan menjadi dua,
yaitu: sebelum penawaran dan sesudah penawaran. Sebelum penawaran, cara terbaik untuk
mempertahankan diri dari pengambilan oleh perusahaan lain adalah:
1) Mengubahnya menjadi perusahaan persorangan. Dengan menjadi perusahaan
perseorangan, maka kendali ada pada satu tangan, keputusan yang diambil tidak
memerlukan musyawarah, dalam kaitan mempertahankan perusahaan dari
pengambilalihan oleh perusahaan lain.
2) Mempertahankan proporsi kepemilikan saham pada satu orang atau kelompok orang,
misalnya 50 persen saham dipegang oleh pendirinya dan 30 persen saham dipegang oleh
karyawannya.
3) Meningkatkan skala usaha, skala usaha yang besar akan menyulitkan perusahaan lain
yang ingin membelinya karena tentu diperlukan dana yang besar.
4) Mempertahankan harga saham yang kuat, yang mencerminkan kuatnya manajemen,
prospek pertumbuhan dan kesempatan investasi yang baik.
5) Persyaratan merjer yang makin ketat, misalnya perusahaan menetapkan bahwa merjer
hanya dapat dilakukan apabila disetuji oleh minimal 80% pemegang saham.
6) Membuat perusahaan menjadi tidak menarik untuk diambil alih yang disebut juga dengan
poison pill. Poison pill dilakukan dengan memberikan kepada pemegang saham
perushaan yag akan dibeli untuk menjual sahamnya dengan harga yang tinggi atau
pemberian hak untuk memperoleh saham baru dengan discount yang cukup besar atau
bahkan gratis.

Jika strategi sebelum penawaran tidak berhasil melindungi perusahaan dari


pembelian oleh perusahaan lain, setelah penawaran perusahaan masih dapat melakukan
berbagai cara untuk menggagalkan pertemuan tersebut
1. Mengajukan tuntutan dengan dalih anti monopoli atau jika dirasa harga penawaran tidak
wajar, perusahaan dapat meminta untuk dilakukan harga penawaran lebih baik.
2. Menjual sebagian perusahaan kepada pihak ketiga atau menciptakan hutang yang
semakin besar dengan cara membeli kembali sebagian saham perusahaan.
3. Pembuatan kontrak khusus yang menjamin eksekutif tidak akan kehilangan pekerjaan
atau pemberian kompensasi yang sangat besar apabila terjadi penggabungan perusahaan.
Cara ini disebut Golden Parachut, dimana manajer tidak khawatir akan kehilangan
pekerjaan, kalaupun pembelian jadi dilakukan, manajer akan melakukan negosiasi untuk
menentukan harga yang wajar atau lebih mementingkan kepemtingan pemegang saham.

1.4 Menaksir Biaya Akuisisi


Asumsi dasar dalam menganalisis biaya akuisisi adalah bahwa pasar modal adalah
efisien, dengan dmeikian harga yang tercantum dibursa adalah harga yang wajar.

Contoh 1
PT WISTA memiliki 10 juta lembar saham dengan harga RP 8.000 per lembar dibeli oleh
PT RIAN dengan harga Rp 9.000 per lembar. PT RIAN A memiliki 50 juta lembar saham
dengan harga perlembar Rp 12.000. diharapkan dengan akuisisi tersebut PT RIAN akan dapat
menghemat biaya sebesar Rp 1.000 juta pada tahun depan, dan penghematan tersebut
diharapkan meningkat sebesar 10% per tahun selamanya. Apabila tingkat keuntungan yang
layak adalah 17%, berapakah biaya akuisisi dan manfaat akuisisi tersebut?

Jawab:
Biaya Akuisi = 10 jta (Rp 9.000 Rp 8.000)
= Rp 10 milyar
Manfaat akuisisi = 1000 juta/ (0.17-0.10)
= Rp 14,3 milyar
Manfaat akuisisi bisa dihitung dengan rumus:
PVAS-(PVA+PVS)
Keterangan:
PVR = nilai equity perusahaan A = Rp 600 milyar
PVW = nilai equity perusahaan S = Rp 80 milyar
PVwR = nilai gabungan equity PT A dan PT S setelah mendapat synergy
(600 M+80 M+ 14,3 M) = Rp 694,3 M

Dengan demikian manfaat akuisisi :


PVAS-(PVA+PVS)
= Rp 694,3 M (Rp 600 M + Rp 80 M)
= Rp 14,30 Milyar

Manfaat bersih (NPV) = Rp 14,3 M Rp 10 M


= Rp 4,30 Milyar

Dengan demikian, kalau peristiwa akuisisi memberikan manfaat bersih, maka biaya yang
ditanggung oleh acquired company akan lebih besar apabila dibandingkan dengan akuisisi
secara tunai. Sebaliknya yang terjadi kalau akuisisi tersebut memberika kerugian bagi
acquiring company.

Contoh 2
PT. A merencanakan akan mengakuisisi PT. B. data kedua perusahaan tersebut adalah
sebagai berikut:
PT.A PT.B
1. EPS Rp 2.000 Rp 2.000
2. Harga saham lembar saham Rp 20.000 Rp 8.000
3. PER 10x 4x
4. Jumlah lembar saham 10 juta 10 juta
5. Laba setelah pajak Rp 20 milyar Rp 20 milyar
6. Nilai pasar equity Rp 200 milyar Rp 80 milyar

Misalkan PT. A dapat membeli PT. B dengan harga seperti saat ini dengan cara menukar
saham, an diharapkan tidak terjadi synergy. Bagaimana EPS, harga saham, PER, jumlah
lembar saham, lba setelah pajak dan nilai equity setelah merjer? Apa kesimpulan yang dapat
kita peroleh?

Jawab:
Perhitungaan akan lebih mudah kalau dimilai dengan menghitung:
(1) Laba setelah pajak = Rp 20 milyar + Rp 20 milyar = Rp 40 milyar
(2) Nilai pasar equity = Rp 200 milyar + Rp 80 milyar = Rp 280 milyar
(3) Jumlah lembar saham = 10 juta + (Rp 80 milyar/Rp 20.000) = 14 juta lembar
(4) Dengan demikian bisa dihitung EPS, harga saham dan PER

PT.A PT.B PT. A (setelah merjer)


1. EPS Rp 2.000 Rp 2.000 Rp 2.857
2. Harga saham lembar saham Rp 20.000 Rp 8.000 Rp 20.000
3. PER 10x 4x 7x
4. Jumlah lembar saham 10 juta 10 juta 14 juta
5. Laba setelah pajak Rp 20 milyar Rp 20 milyar Rp 40 milyar
6. Nilai pasar equity Rp 200 milyar Rp 80 milyar Rp 280 milyar

Harga saham PT A setelah merjer tetap Rp 20.000,00 tetapi EPS dilaporkan lebih tinggi.
Apanila kita keliru memperhatikan jumlah EPS sebagai ukuran keberhasilan akuisisi, maka kita
akan mengatakan bahwa akuisisi tersebut baik bagi pemegang saham PT. A. padahal
sebenarnya kemakmuran pemegang saham PT. A tidak berubah.
Contoh 3
Sekarang misalkan dari rencana akuisisi tersebut diharapkan akan diperoleh manfaat senilai
Rp 20 milyar. Sewaktu PT. A menawarkan pertukaran saham, para pemegang saham B
setuju, asalkan saham mereka ditukar dengan 5 juta lembar saham. Berapa harga saham PT.
A yang baru? Apakah akuisisi tersebut menguntungkan para pemegang saham yang lama?
Mengapa?

Jawab:
Dengan menukar 10 juta lembar saham PT. B dengan 5 juta lembar saham PT. A,
maka jumlah lembar saham akan menjadi 15 juta lembar saham. Apabila diharapkan
diperoleh manfaat senilai Rp 20 milyar, maka PVAB = 200 + 80 + 20 = Rp 300 milyar.
Dengan demikian maka harga saham setelah akuisisi akan menjadi Rp 300 milyar/15
juta = Rp 20.000,00. Ini berarti bagi pemegang saham lama akuisisi tersebut tidak
memberikan manfaat satu rupiahpun. Seluruh manfaat (sebesar Rp 20 milyar) dinikmati oleh
bekas pemegang saham PT. B

Contoh 4
PT A yang bergerak dalam bidang makanan dan minuman merencanakan untuk mengakuisisi
PT C yang juga bergerak dalam bidang makanan dan minuman. Dari akuisisi tersebut
diharapkan akan dapat dihemat biaya promosi dan distribusi sebesar Rp 1,50 milyar pada
tahun depan, dan diperkirakan akan meningkat sebesar 10% per tahun selamanya.
Perusahaan saat ini telah membayar pajak penghasilan dengan tariff 35%. Harga saham PT.
C sebelum rencana akuisisi ini dibicarakan adalah Rp 5.000 per lembar, dengan jumlah yang
beredar sebanyak 6 juta lembar. Perusahaan menggunakan tingkat bunga sebesar 18% untuk
mengevaluasi rencana investasi. Apabila para pemegang saham PT. A menyatakan bahwa
mereka haruslah dapat menikmati manfaat akuisisi tersebut minimal sebesar 50%, berapakah
harga maksimum yang akan ditawarkan pada PT. C?

Jawab:
Dengan penghematan biaya sebesar Rp 1,50 milyar pada tahun depan, maka
tambahan kas masuk setelah pajak akan sebesar (1-0,35) Rp 1,50 milyat = Rp 975 juta.
Dengan demikian manfaat dari akuisisi tersebut diharapkan akan sebesar 975 juta/(0,18-
0,10) = Rp 12.187,50 juta.

Karena manfaat yang diinginkan dinikmati oleh pemegang saham PT. A adalah 50%-
nya, maka yang boleh dinikmati oleh pemegang saham PT. C (sebagai biaya bagi pemegang
saham PT. A) adalah =: 50% x Rp 12.187,50 juta = Rp 6.093,75 juta
Dengan jumlah lembar saham sebanyak 6 juta lembar, maka kenaikan harga saham
yang dapat ditolerir adalah Rp 6.093,75/6 juta = Rp 1.015 (dibulatkan). Harga maksimum
yang akan ditawarkan ke PT. C adalah : Rp 6.000 + Rp 1.015 = Rp 7.015

2. RESTRUKTURISASI, REORGANISASI, DAN LIKUIDASI

Perusahaan tidak selalu berjalan sesuai rencana, tentunya dalam perjalanan suatu
perusahaan pasti akan menghadapi kesulitan. Kesulitan yang cukup mengganggu kelancaran
perjalanan perusahaan adalah yang terkait mengenai keuangan perusahaan tersebut baik
kesulitan keuangan ringan dan juga lebih serius yaitu tidak solvabel.

Ketika sudah memasuki tahap solvabel ini terdapat dua penyelesaian untuk mengatasinya
yaitu liquidasi atau reorganisasi. Liquidasi dipilih jika nilai liquidasi lebih besar dibanding
dengan nilai perusahaan bila diteruskan. Reorganisasi dipilih jika perusahaan masih menunjukan
prospek yang baik.

Penyelesaian secara informal ditempuh apabila masalah belum begitu parah, masalah
perusahaan hanya bersifat sementara dan prospek masa depan masih bagus. Cara informal yang
biasa ditempuh :

a. Perpanjangan (extension): dilakukan dengan memperpanjang jatuh tempo hutang


hutang.
b. Komposisi (composition): dilakukan dengan mengurangi besarnya tagihan.
c. Liquidasi: jika nilai liquidasi lebih besar dari nilai going concern.

Pemecahan secara formal ditempuh apabila masalah sudah parah, kerditur dan pemasok
dana lainnya ingin mempunyai jaminan keamanan da keadilan. Pemecahan secara formal
melibatkan pihak ketiga yaitu pengadilan. Dengan cara:

a. Apabila nilai perusahaan lebih besar dari nilai perusahaan liquidasi, dilakukan
reorganisasi dengan merubah struktur modal menjadi struktur modal yang layak.
Perubahan bisa dilakukan melalui perpanjangan, perubahan komposisi, atau keduanya.
b. Apabila nilai perusahaan lebih kecil dari nilai perusahaan diliquidasi, liquidasi lebih baik
dilakukan. Liquidasi dengan menjual aset aset perusahaan, kemudian didistribusi ke
pemasok modal dibawah pengawasan pihak ketiga.

Berkaitan dengan masalah keunagan ini maka akan dibahas beberapa hal yang terkait
diantaranya : restrukturisasi, reorganisasi, dan liquidasi.
2.1 Restrukturisasi
Restrukturisasi adalah kegiatan merubah struktur perusahaan, dalam hal ini bisa
berarti membesar atau makin kecil. Restrukturisasi yang semakin mengecil merupakan
kegiatan perusahaan untuk merampingkan usahanya sebagai akibat unit kegiatan tersebut
tidak ekonomis lagi atau karena kesulitan keuangan yang dialami perusahaan. Restrukturisasi
ini bisa dilakukan dengan penjualan unit unit kegiatan (sell off) atau pemisahan unit unit
kegiatan tersebut dari kegiatan perusahaan (spin off), menarik diri dari pasar modal dengan
going private atau leverage buy out.
Sell off, perusahaan yang mempunyai unit kegiatan yang beraneka ragam, pada suatu
ketika dianggap unit unit tersebut dianggap tidak ekonoms lagi. Kondisi ini disebabkan
kemungkinan karena tingkat kegiatannya terlalu rendah sehingga sulit mencapai economics
of scale. Apabila unit kegiatan tersebut dianggap merupakan beban perusahaan, maka
perusahaan bisa menjual unit kegiatan tersebut apakah dilakukan secara tunai atau dengan
pertukaran saham.
Contoh : Perusahaan rokok PT. CIGARETE memiliki perkebunan, karena
perusahaan mengalami kesulitan keuangan maka PT CIGARETE tersebut bisa menjual unit
perkebunan yang dimiliki kepada PT TEBACO sebagai perusahaan perkebunan tembakau
yang dilakukan sebagai perusahaan perkebunan tembakau yang dilakukan secara tunai atau
pertukaran saham. Apabila cara terakhir ditempuh, maka PT TEBACO ikut memiliki saham
PT CIGARETE.
Spin off, dilakukan apabila unit kegiatan yang dimiliki suatu perusahaan dipisahkan
dan berdiri sendiri menjadi perusahaan baru. Dengan demikian perushaan baru yang terpisah
tersebut memiliki manajemen sendiri yang independen dalam mengambil keputusan. Alasan
spin off dilakukan adalah agar unit kegiatan yang dipisahkan memiliki manajemen tersendiri,
sehingga dapat mengambil keputusan lebih cepat, efisien dan bertanggungjawab.
Mengurangi beban beban yang menghimpit perusahaan dengan beberapa cara
diantaranya dengan :
a) Extention, melalui perpanjangan kreditor bersedia memperpanjang masa jatuh tempo
hutangnya.
b) Komposisi, dilakukan melalui perubahan nilai hutang lama.
c) Going Private, perusahan menarik diri untuk tidak terdaftar lagi di pasar modal hal ini
bisa dilakukan dengan membeli saham saham yang sudah dipublish. Alasan
dilakukannya going private menganggap bahwa go public dinilai membebani perusahaan.
d) Leverage buy out, perusahaan menarik diri untuk tidak terdaftar lagi di pasar modal yang
dilakukan dengan menggunakan dana pihak ketiga. Hal ini berarti bahwa saham saham
tersebut dibeli dengan sumber dana pinjaman yang dijamin dengan aktiva dan arus kas
perusahaan.
2.2 Reorganisasi
Kadang kala disaat perusahaan mengalami kesulitan maka perusahaan terpaksa harus
bertahan dengan apa yang ada atau memperkecil diri, agar tidak megalami kesulitan yang
makin para. Reorganisasi dalam aspek financial dilakukan untuk memperkecil beban
financial yang tetap sifatnya. Hal ini dilakukan apabila perusahaan sekiranya masih memiliki
prospek yang baik sehingga dapat tertolong nantinya.
Rencana reorganisasi didasarkan pada prinsip keadilan dan kelayakan. Prinsip
keadilan berart semua pihak harus diperlakukan secara adil. Prinsip kelayakan berarti rencana
yang akan dilakukan haruslah layak (bisa). Contoh nya ketika perusahaan memiliki beban
hutang terlalu tinggi sedangkan kemampuan penjualan sangat kecil maka reorganisasi tidak
layak dilakukan.Beberapa perusahaan melakukanreorganisasi dengan merestrukturisasi
hutang mereka. Proses ini dilakukan dengan mengadakan extention atau composition.

Dalam melakukan reorganisasi finansial, ada beberapa langkah yang harus ditempuh
yaitu menaksir nilai perusahaan, dan menentukan struktur modal yang baru :

a) Menentukan nilai perusahaan, yang biasa dilakukan berdasarkan tingkat kapitalisasi.


Misalkan kurator atau pihak penilai memperkirakan perusahaan setelah direorganisasi
dapat menghasilkan pendapatan bersih setahunnya Rp 10 milyar. Tingkat kapitalisasi
untuk perusahaan serupa adalah 20%. Nilai perusahaan dapat dihitung sbb :
(1) Nilai Perusahaan = Rp 10 milyar / 0.2 = Rp 50 milyar.
(2) Pihak lain bisa sampai pada angka yang berbeda, hal ini sangat mungkin terjadi
karena sulit memperkirakan pendapatan bersih dimasa mendatang.
b) Menentukan struktur modal yang baru, struktur modal bertujuan untuk mengurangi beban
tetap (bunga) agar perusahaan dapat berorganisasi dengan fleksibel, dengan cara
mengurangi total hutang perusahaan.

Berikut ini contoh langkah langkah yang dilakukan untuk reorganisasi :

a) Menentukan nilai perusahaan, misalkan pihak curator dan pengdilan memperkirakan


penjualan perusahaan mendatang menapai Rp 75 juta pertahun. Dengan profit margin
sekitar 10%, maka keuntungan yang akan diperoleh adalah Rp 75 juta / 0,01 = Rp 7,5
juta setahun.
b) Menghitung tingkat kapitalisasi atau tingkat multiple, dan nilai perusahaan. Misalkan
tingkat kapitalisasi perusahaan yang sejenis sekitar 12%, maka Nilai = Rp 7,5 juta / 0,12
= Rp 62,50 juta.
(1) Teknink multiple (seperti PER) juga bisa digunakan, misalkan rasio PER (Price
Earing Ratio) untuk perushaan lain sekitar 8 kali. Rasio tersebut dinilai cukup wajar
untuk perusahaan tersebut. Maka dengan menggunakan teknik ini Nilai perusahaan=
Rp7,5 juta x 8 = Rp 60 juta. Karena dilakukan dengan cara yang berbeda maka hasil
yang diperoleh juga berbeda, misalkan kuratir menentukan nilai perusahaan Rp 60
juta.
c) Menentukan struktur modal yang baru, karena jumlah Rp 60 juta tersebut lebih rendah
disbanding total klaim (total pasiva), maka struktur modal yang baru perlu ditentukan
yang diharapkan akan lebih meringankan beban tetap perusahaan.
Reorganisasi finansial sering dibarengi dengan konsolidasi yaitu membuat
perusahaan jadi lebih ramping secara operasional. Hal ini dilakukan dengan cara :
a. Melakukan penghematan biaya, membatalkan atau menunda pengeluaran yang tidak
perlu.
b. Menjual aktiva aktiva yang tidak diperlukan.
c. Divisi (unit bisnis) yang tidak menguntungkan dihilangkan atau digabungkan.
d. Menunda rencana ekspansi sampai situasi nilai telah menguntungkan.
e. Memanfaatkan kas yang ada, tidak menambah hutang, dan menjaga liquiditas. Dalam
jangka pendek mungkin sekali profitabilitas dikorbankan (profitabilitas terpaksa negatif).
2.3 Likuidasi
Pengertian likuidasi sendiri bisa dilihat dari pendekatan lairan kas dan pendekatan
stock. Dengan pendekatan stock, perusahaan bisa dinyatakan likuidasi jika total kewajiban
lebih besar dari total aktiva. Jika perusahaan mempunyai hutang Rp 1 milyar sementara total
asetnya Rp 500 juta perusahaan bisa dinyataknalikuidasi/bangkrut. Dengan pendekatan
aliran kas, perusahaan akan bangkrut jika tidak menghasilkan aliran kas yang cukup. Dari
sudut pandang stock, perusahaan bisa dinyatakan likuidasi meskipun mungkin masih
menghasilkan kas yang cukup atau prospek yang baik dimasa mendatang.
Likuidasi ditempuh apabila krefitur mendapat prospek perusahaan tidak lagi
menguntungkan walaupun ditambah modal atau merubah kredit menjadi penyertaan.
Biasany kreditur akan meminta perusahaan dilikuidir. Proses likuidasi bisa dilakukan secara
formal maupun tidak formal. Proses likuidasi tidak formal dilakukan dengan pertimbangan
untuk biaya yang lebih murah, aktivita lebih sederhana, kreditur mendapatkan uangnya lebih
banyak dan cepat. Proses likuidasi formal melibatkan pihak ketiga seperti pengadilan,
melalui pihak ketiga pihak pihak yang terlibat dalam kebangkrutan bisa memperoleh
perlindungan dari pihak lainnya. Pengadilan berusaha agar pihak yang terkait mendapatkan
perlakuan yang adil selama proses perbaikan tersebut.
Ada dua alasan teoritis perusahaan memilih jalur formal yaitu permasalahan
Common Pool dan Hold Out :
1) Common Pool, misalkan suatu perusahaan mempunyai nilai hutang nominal sebesar Rp
20 milyar yang berasal dari 10 kreditor dengan besar masing masing adalah sama. Nilai
pasar perusahaan tersebut jika bertahan adalah Rp 15 milyar. Jika dilikuidasi asset
perusahaan bisa dijual dan menghasilkan kas sebesar Rp 10 milyar. Jika perusahaan
memburuk sehingga tidak bisa membayar salah satu hutangnnya maka kreditur bisa
menuntut agar perusahaan dibangkurtkan.
2) Hold-Out, misalkan pada contoh diatas perusahaan berhasil meyakinkan kreditor agar
dilakukan restukturisasi. Hutang yang lama diganti dengan hutang baru yang nilainya
lebih rendah missal 1,4 milyar untuk setiap kreditor. Jika kreditor menetujui total hutang
akan menjadi Rp 14 milyar. Karena nilai perusahaan jika jana terus adalah Rp 15 milyar
maka pemegang saham memperoleh sisa sebesar Rp 1 milyar dengan demikian
perusahaan tidak perlu dilikuidasi dan masih bisa berjalan terus. Kreditor secara
keseluruhan juga diuntungkan disbanding jika bangkrut, karena nilai Rp 14 milyar lebih
besar disbanding dengan Rp 10 milyar.
Kas yang diperoleh dari likuidasi asset perusahaan akan didistribusikan dengan
urutan-urutan tertentu, missal dari yang paling memperoleh hak pertama sampai yang paling
terakhir memperoleh hak.
a) Biaya administrasi yang berkaitan dengan urusan likuidasi, termasuk biaya pengacara,
curator (trustee)
b) Klaim dari kreditor yang muncul dari kegiatan bisnis mulai dari saat kasis dibawa ke
pengadilan sampai ke saat trustee diangkat
c) Gaji pegawai yang diperoleh dalam waktu 90 hari sesudah petisi kebangkrutan
d) Premi pensiunan pegawai untuk masa kerja 120 hari petisi kebangkrutan diajukan
e) Uang muka dari pelanggan yang membeli barang tetapi belum memperoleh barangnya
f) Pajak pendapatan samapi tiga tahun sebelum kebangkrutan, pajak property sampai
setahun sebelum kebangkrutan, dan semua pajak pendapatan yang masih ditahan oleh
perusahaan
g) Kreditor umum
h) Saham preferen
i) Saham biasa
REFRENSI

Wiagustini, Ni Luh Putu.2013.Manajemen Keuangan.Denpasar:Udayana University Press.

Anda mungkin juga menyukai