PENYUSUNAN DED PLAZA TAMANJAYA KAWASAN CILETUH PALABUHANRATU GEOPARK KABUPATEN SUKABUMI
S
etelah mempelajari dokumen Kerangka Acuan Kerja (KAK) secara seksama, pihak
konsultan berpendapat bahwa secara garis besar KAK untuk kegiatan PENYUSUNAN
DED PLAZA TAMANJAYA KAWASAN CILETUH PALABUHANRATU GEOPARK
KABUPATEN SUKABUMI sudah cukup jelas. KAK cukup memberikan gambaran dan
pedoman tentang latar belakang kegiatan, maksud dan tujuan, ruang lingkup, metode
pelaksanaan pekerjaan serta hasil yang diharapkan. Selain itu, KAK juga cukup memberikan
arahan yang jelas dan komprehensif bagi pihak penyedia jasa dalam melaksanakan pekerjaan
yang dimaksud. Tanggapan terhadap KAK adalah sebagai berikut:
dari aspek lingkungan fisik, sosial dan budayanya. Wisata aktif, dimana wisatawan
terlibat secara aktif dalam berbagai kegiatan di lingkungan fisik (termasuk aspek
fenomena kebumian/geologi) atau lingkungan komunitas/sosial budaya yang
dikunjunginya.
Geowisata sebagai bentuk perjalanan wisata minat khusus mempunyai aspek REAL
Travel (Hall & Weiler, 1982), yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
Rewarding (penghargaan), yaitu penghargaan atas sesuatu obyek dan daya
tarik wisata yang dikunjunginya, yang diwujudkan pada keinginan wisatawan
untuk dapat belajar memahami atau bahkan mengambil bagian dalam aktivitas
yang terkaitdengan proyektersebut.
Enriching (pengkayaan), yaitu mengandung aspek pengkayaan atau
penambahan pengetahuan dan kemampuan terhadap sesuatu jenis atau
bentuk kegiatan yang diikuti wisatawan.
Adventurism (petualangan), yaitu mengandung aspek pelibatan wisatawan
dalam kegiatan yang memiliki sesuatu resiko secara fisik dalam bentukkegiatan
petualangan.
Learning (proses belajar), yaitu mengandung aspek pendidikan melalui proses
belajar yang diikuti wisatawan terhadap sesuatu kegiatan edukatif tertentu
yang diikuti wisatawan.
Geowisata adalah suatu kegiatan wisata berkelanjutan dengan fokus utama pada
kenampakan geologis permukaan bumi dalam rangka mendorong pemahaman akan
lingkungan hidup dan budaya, apresiasi dan konservasi serta kearifan lokal. Indonesia
adalah negara yang memiliki daya tarik geologis yang khas di berbagai wilayah dan
dapat dijadikan sebagai objek geowisata.
Geowisata adalah salah satu bentuk pariwisata yang menonjolkan aspek-aspek
kebumian serta memiliki daya tarik wisata. Contoh obyek wisata dari geowisata
misalnya adalah gunung berapi, pantai, danau, mata air panas, goa dan lain-lain.
Setiap situs-situs wisata geologi selalu memiliki daya tarik tersendiri baik dari sisi
keindahan dan keunikannya ataupun dari sisi keilmuannya. Dari sisi keilmuan misalnya
berupa pengetahuan yang terkandung didalamnya seperti informasi tentang proses
terbentuknya suatu situs geologi ataupun peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi pada
situs tersebut. Dengan demikian geowisata selalu memiliki keterkaitan dengan
informasi dan pengetahuan yang menerangkan tentang potensi-potensi yang ada pada
suatu situs geologi. Karena selain menyimpan potensi seperti keindahan dan
keunikannya tetapi juga menyimpan potensi bencana yang harus diwaspadai. Dan
selanjutnya bagaimana kita mengelola informasi dan pengetahuan tersebut agar dapat
memberikan manfaat yang besar berupa optimalisasi potensi dan antisipasi terhadap
potensi-potensi bahaya yang dihasilkan. Maka yang perlu disadari dalam hal ini adalah
geowisata memiliki hubungan yang sangat erat dengan pengetahuan dan informasi.
B. Konsep Geowisata
Pengembangan geowisata di Indonesia harus segera dilakukan untuk meningkatkan
daya tarik wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara. Wisata kebumian
(geowisata) dapat dijadikan jembatan dalam rangka sosialisasi ilmu pengetahuan alam,
pendidikan lingkungan dan pelestarian alam dan pada akhirnya diharapkan akan
terwujud pembangunan pariwisata yang berkelanjutan berbasis kearifan lokal. Prinsip
yang harus diperhatikan dalam mengembangkan geowisata diantaranya adalah :
namun tetap ilmiah dalam paket wisatanya. Geotrek tidak terikat dengan jarak
maupun waktu, artinya selama pesan yang ingin disampaikan dapat tercapai dan
wisatawan terpuaskan maka jalur trekking tersebut sudah baik
3. Fasilitas dan infrastruktur ekowisata
a. Pusat informasi (visitor centre), pengendali utama dan awal prosedural
pengelolaan meliputi tata tertib, kode etik, program-program, dan resiko-
resiko dan antisipasi keselamatan.
b. Penginapan (camp site) degan syarat disain simpel, mudah penggunaannya
dan minimum waste.
c. Akomodasi dengan syarat: (i) mudah dikendalikan oleh pengelola, (ii) tidak
mengganggu konsentrasi atau mengurangi perhatian pengunjung terhadap
manfaat lingkungan, dan (iii) tidak mengurangi sensasi petualangan.
d. Infrastruktur: sebagai metode akses atau aliran manfaat ekonomi, manfaat
sosial, harus mendukung nilai-nilai konservasi lingkungan, harus memiliki
aspek keamanan pengunjung serta pemeliharaannya, mampu menjadi daya
tarik masuknya (investasi) operator atau sektor swasta.
Pendekatan kultural dalam pembangunan infrastruktur, meliputi:
Menyesuaikan dengan karakter warisan budaya. Disain/konsep
pembangunan disesuaikan dengan karakter lokal, nilai-nilai lokal, dan
bermakna sustainability manajemen.
Sejalan dengan nilai-nilai lokal plus nilai-nilai kontemporer, plus teknologi
baru yang simpel, efektif, smart, misal mikrohidro, solar energy, hemat
energi.
Memperhatikan setting infrastruktur dan bangunan secara teliti: aliran
program, keamanan, dan akses terhadap penduduk lokal.
Melibatkan penduduk lokal dalam menemukan solusi arsitektur.
Meminimkan dampak lingkungan: memadukan pengelolaan tanaman (tree
management) vs perubahan fisik.
Implementasi detail pengelolaan lingkungan (studi Amdal)
Menciptakan kesan/sensasi kepada pengunjung.
Kreasi disain lokal: warna, bahasa, simbol/ atribut lain. Interior alam terbuka,
mandi pancuran, sajian makanan rebus.
Mendisain infrastruktur yang environment friendly.
Harmonisasi fungsi ekonomi, sosial dan lingkungan. Letak pemukiman
penduduk lokal, jalur pendakian, dan program interpretasi.
Memberikan pendidikan, ketrampilan dan inovasi untuk konservasi. Infrastruktur
dari teknologi lokal, plus paduan teknologi modern, teknik tali-temali, anyaman,
mebeler dan bahan bambu atau kayu lokal.
A. Pengertian Geopark
Menurut European Geopark Network (EGN) dan Global Geopark Network (GGN),
geopark adalah wilayah dengan batas yang didefinisikan dengan baik yang terdiri dari
wilayah luas yang memungkinkan pembangunan lokal berkelanjutan, baik pada aspek
sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan. Sedangkan menurut UNESCO (2006).
Geopark adalah wilayah yang didefinisikan sebagai kawasan lindung berskala nasional
yang mengandung sejumlah situs warisan geologi penting yang memiliki daya tarik
keindahan dan kelangkaan tertentu yang dapat dikembangkan sebagai bagian dari
konsep integrasi konservasi, pendidikan, dan pengembangan ekonomi lokal.
Berdasarkan beberapa definisi geopark tersebut, secara singkat geopark ini merupakan
bentuk pemanfaatan ruang kawasan lindung yang juga merupakan sebuah
kesempatan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.
B. Kriteria Geopark
Di dalam pedoman dan kriteria Geopark yang diterbitkan oleh GGN (Global Geopark
Network) UNESCO pada tahun 2007, ada 5 (lima) kriteria yang harus dipenuhi agar
suatu Geopark dapat berlangsung mencapai tujuannya, yaitu:
1. Ukuran dan Kondisi
Mempunyai batas yang jelas dengan wilayah yang cukup luas yang dapat
melayani pengembangan budaya dan ekonomi lokal. Pada wilayah ini
mengandung situs-situs warisan geologis yang penting secara
internasional, atau kumpulan kesatuan geologis yang mempunyai
kepentingan saintifik, kelangkaan atau keindahan; termasuk sejarah
geologis atau proses-prosesnya.
Geopark adalah wilayah geografis dimana situs-situs warisan geologis yang
merupakan bagian konsep holistik dalam perlindungan, pendidikan dan
pengembangan berkelanjutan. Geopark tidak boleh hanya kumpulan situs-
situs geologis saja, tetapi mencakup keseluruhan tatanan alam. Tema non-
geologis menjadi bagian di dalamnya, terutama jika memang sangat
dipengaruhi oleh kondisi geologisnya, seperti kondisi ekologis, arkeologis
atau kesejarahan.
2. Manajemen dan Pelibatan Masyarakat Lokal
Syarat pengusulan Geoprak adalah telah adanya rencana dan badan
pengelola.
Terbentuknya Geopark adalah proses yang berasal dari bawah (bottom-
up).
Geopark harus menyediakan pengelolaan yang terorganisir dengan
melibatkan publik, komunitas lokal, kepentingan swasta, dan badan-badan
riset dan edukasi, dengan disain dan pelaksanaan yang terkait dengan
kegiatan dan perencanaan pengembangan ekonomi dan budaya daerah.
Ciri Geopark harus terlihat jelas bagi pengunjung: branding atau labelling
yang khas, publikasi dan aktivitas.
Kegiatan turisme yang berkelanjutan atau kegiatan ekonomi lainnya di
Geopark melibatkan masyarakat setempat.
C. Preseden Geopark
Dua hal penting dalam pengembangan geopark adalah pengembangan ekonomi lokal
dan perlindungan lingkungan. Selain itu, geopark juga sebagai media pendidikan untuk
menyampaikan pengetahuan tentang geologi dan mengenalkan masyarakat kepada
geologi.
Salah satu hal yang penting dalam manajemen untuk kawasan lindung dan terciptanya
geokonservasi adalah kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan terhadap
warisan geologi. Pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap pengetahuan
merupakan hal penting untuk mencapai implementasi kebijakan pada kawasan lindung
atau konservasi yang efektif. Oleh karena itu, selain konservasi dan pengembangan
ekonomi lokal, pendidikan juga merupakan salah satu elemen dasar yang harus dimiliki
sebuah geopark. Tujuan geopark adalah untuk mengeksplor, mengembangkan, dan
merayakan hubungan antara warisan geologi, dan semua aspek kawasan lindung,
budaya, dan warisan tak berwujud. Oleh karena itu, dalam suatu geopark tidak hanya
terdapat warisan geologi, tetapi juga warisan budaya, arkeologi, dan biodiversity.
Situs geologi penyusun Geopark adalah bagian dari warisan Bumi. Berdasarkan
arti, fungsi dan peluang pemanfaatannya, keberadaan dan kelestarian situs-situs
itu perlu dijaga dan dilindungi.
4. Sebagai tempat pengembangan geowisata
Objek-objek warisan Bumi di dalam Geopark berpeluang menciptakan nilai
ekonomi. Pengembangan ekonomi lokal melalui kegiatan pariwisata berbasis alam
(geologi) atau geowisata merupakan salah satu pilihan.Penyelenggaraan kegiatan
pariwisata Geopark secara berkelanjutan dimaknai sebagai kegiatan dan upaya
penyeimbangan antara pembangunan ekonomi dengan usaha konservasi.
5. Sebagai sarana kerjasama yang efektif dan efisien dengan masyarakat
lokal
Pengembangan Geopark di suatu daerah akan berdampak langsung kepada
manusia yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan. Konsep Geopark
memperbolehkan masyarakat untuk tetap tinggal di dalam kawasan, yaitu dalam
rangka menghubungkan kembali nilai-nilai warisan Bumi kepada mereka.
Masyarakat dapat berpartisipasi aktif di dalam revitalisasi kawasan secara
keseluruhan.
6. Sebagai tempat implementasi aneka ilmu pengetahuan dan teknologi
Di dalam kegiatan melindungi objek-objek warisan alam dari kerusakan atau
penurunan mutu lingkungan, kawasan Geopark menjadi tempat uji coba metoda
perlindungan yang diberlakukan.Selain itu, kawasan Geopark juga terbuka
sepenuhnya untuk berbagai kegiatan kajian dan penelitian aneka ilmu
pengetahuan dan teknologi tepat-guna.
yang lebih luas. Stabler & Goodall (Sharpley, 2000:1), menyatakan pembang -unan
pariwisata berkelanjutan harus konsisten/sejalan dengan prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan. Lane (dalam Sharpley, 2000:8) menyatakan bahwa pariwisata
berkelanjutan adalah hubungan triangulasi yang seimbang antara daerah tujuan wisata
(host areas) dengan habitat dan manusianya, pembuatan paket liburan (wisata), dan
industri pariwisata, dimana tidak ada satupun stakehorder dapat merusak
keseimbangan. Pendapat yang hampir sama disampaikan Muller yang mengusulkan
istilah magic pentagon yang merupakan keseimbangan antara elemen pariwisata,
dimana tidak ada satu faktor atau stakeholder yang mendominasi.
1. Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan
Prinsip dasar pembangunan pariwisata berkelanjutan menurut Sharpley (2000:9-
11) yang mengacu pada prinsip dasar pembangunan berkelanjutan. Pendekatan
yang holistik sangat penting. Untuk diterapkan secara umum, pada sistem
pariwisata itu sendiri dan khusus pada individu di daerah tujuan wisata atau sektor
industri. Selama ini meskipun pariwisata diterima dan terintegrasi dalam strategi
pembangunan nasional dan lokal, namun fokus utama pembangunan pariwisata
berkelanjutan masih ke arah produk center. Tidak heran jika pada tingkat
operasional sulit mengatur penerimaan yg komplek, fragmentasi, pembagian
multisektor dari keuntungan pariwisata secara alamiah. Oleh karenanya menurut
Fors yth (dalam Sharpley, 2000:9) pariwisata berkelanjutan dalam prakteknya
cenderung terfokus eks -klusif setempat, proyek pembangunan relatif berskala
kecil, jangkauanya jarang melebihi wilayah/lingkungan lokal atau regional, atau
sebagai sektor industri yang spesifik/khusus. Pada saat yang bersamaan, sektor
yang berbeda dari industri pariwisata mengalami perkembangan dalam berbagai
tingkat, mengadopsi kebijakan lingkungan dan meski kecil telah menunjukkan
filosofi bisnis dan pembangunan yang mengarah pada prinsip-prinsip
keberlanjutan antar industri. Menurut Sharpley peningkatan kebijakan
pembangunan pariwisata berkelanjutan sangat tergantung pada variasi faktor
politik ekonomi yang dapat menghalangi diterapkannya pembangunan pariwisata
berkelanjutan.
Aronsson (2000:40) mencoba menyampaikan beberapa pokok pikiran tantang
intepretasi pembangunan pariwasata berkelanjutan, yaitu 1) pembangunan
pariwisata berkelanjutan harus mampu mengatasi permasalahn sampah
lingkungan serta memiliki perspektif ekologis, 2) pembangunan pariwisata
berkelanjutan menunjukkan keberpihakannya pada pembangunan berskala kecil
dan yang berbasis masyarakat lokal/setempat, 3) pembangunan pariwisata
berkelanjutan menempatkan daerah tujuan wisata sebagai penerima manfaat dari
pariwisata, untuk mencapainya tidak harus dengan mengeksploitasi daerah
setempat, 4) pembangunan pariwisata berkelanjutan menekankan pada
keberlanjutan budaya, dalam hal ini berkaitan dengan upaya-upaya membangun
dan mempertahankan bangunan tradisional dan peninggalan budaya di daerah
tujuan wisata.
Pembangunan pariwisata berkelanjutan atau Sustainable Tourism Development
menurut Yaman & Mohd (2004:584) ditandai dengan empat kondisi yaitu: 1)
anggota masyarakat harus berpartisipasi dalam proses perenca naan dan
pembang-unan pariwisata, 2) pendidikan bagi tuan rumah, pelaku industri dan
pengunjung/wisatawan, 3) kualitas habitat kehidupan liar, penggunaan energi dan
iklim mikro harus dimengerti dan didukung, 4) investasi pada bentuk bentuk
transportasi alternatif.
komunitas dan konservasi lingkungan. Atau dengan kata lain CBT merupakan alat
untuk mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan.
Peran stakeholder dalam CBT meliputi:
a) Pemerintah. Kebijakan fiskal meliputi perpajakan (dan tarif), investasi,
infrastruktur, keamanan atau profesional aparat pemerintah.
b) Sektor swasta: keuntungan dari fasilitas dan akomodasi, informasi, produk
wisata, tujuan wisata dan kualitas pelayanan, klub, dan saran policy.
c) Pengunjung atau wisatawan: aliran ekonomi, pengalaman, pendidikan
lingkungan, nilai lokal, kepuasan, membentuk opini tentang lingkungan.
d) Penduduk lokal. Subyek dan obyek ecotourism, kesejahteraan, kerangka
berpikir penduduk lokal digunakan untuk saran kebijakan.
e) Lembaga mansyarakat. memfasilitasi stakeholder yang terancam,
advokasi, fungsi politis untuk mengangkat isyu-isyu kemiskinan, ketidak
adilan dan dampak kerusakan lingkungan agar diperbaiki keadaannya.
f) Kualitas lingkungan (sumberdaya alam dan buatan) ecotourism. dampak
terhadap social welfare (sosial, ekonomi dan lingkungan)
Demokratis
Kesetaraan dan
Kesatuan
Menjamin keterpaduan antar sektor, antar daerah, antara pusat dan daerah yang
merupakan satu kesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan
antar pemangku kepentingan
Mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional dalam bidang
pariwisata dan
Memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Pembangunan kepariwisatan meliputi:
Industri pariwisata
Destinasi pariwisata
Pemasaran dan
Kelembagaan kepariwisataan
D. Usaha Pariwisata
Usaha pariwisata meliputi, antara lain:
1. Daya tarik wisata
2. Kawasan pariwisata
3. Jasa transportasi pariwisata
4. Jasa perjalanan pariwisata
5. Jasa makanan dan minuman
6. Penyediaan akomodasi
7. Penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi
8. Penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi dan pameran
9. Jasa informasi pariwisata
10. Jasa konsultan pariwisata
11. Jasa pramuwisata
12. Wisata tirta dan
13. Spa
Usaha pariwisata selain yang ada diatas akan diatur dengan peraturan menteri.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengembangkan dan melindungi usaha mikro, kecil,
menengah, dan koperasi dalam bidang usaha pariwisata dengan cara:
1. Membuat kebijakan pencadangan usaha pariwisata untuk usaha mikro, kecil,
menengah, dan koperasi dan
2. Menfasilitasi kemitraan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi dengan usaha
skala besar.
Memiliki keterwakilan ekosistem yang masih alami, kawasan yang sudah mengalami
degradasi, mengalami modifikasi, atau kawasan binaan;
Memiliki komunitas alam yang unik, langka, dan indah;
Merupakan bentang alam yang cukup luas yang mencerminkan interaksi antara
komunitas alam dengan manusia beserta kegiatannya secara harmonis; atau
Berupa tempat bagi pemantauan perubahan ekologi melalui penelitian dan pendidikan.
Kawasan keunikan batuan dan fosil ditetapkan dengan kriteria:
Memiliki keragaman batuan dan dapat berfungsi sebagai laboratorium alam;
Memiliki batuan yang mengandung jejak atau sisa kehidupan di masa lampau (fosil);
Memiliki nilai paleo-antropologi dan arkeologi;
Memiliki tipe geologi unik; atau
Memiliki satu-satunya batuan dan/atau jejak struktur geologi masa lalu.
Kawasan keunikan bentang alam ditetapkan dengan kriteria:
Memiliki bentang alam gumuk pasir pantai;
Memiliki bentang alam berupa kawah, kaldera, maar, leher vulkanik, dan gumuk
vulkanik;
Memiliki bentang alam goa;
Memiliki bentang alam ngarai/lembah;
Memiliki bentang alam kubah; atau
Memiliki bentang alam karst.
Kawasan keunikan proses geologi ditetapkan dengan kriteria:
Kawasan poton atau lumpur vulkanik;
Kawasan dengan kemunculan sumber api alami; atau
Kawasan dengan kemunculan solfatara, fumaroia, dan/atau geyser.
E.2.2.3 Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Lingkungan Geologi
Perlindungan Lingkungan Geologi yang ada di lingkungan Provinsi Jawa Barat yang dituangkan
kedalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2002 terdapat beberapa muatan yaitu :
B. Lingkungan Geologi
Wilayah Lingkungan Geologi terbentuk secara alamiah yang dapat meliputi beberapa wilayah
administratif pemerintahan. Dalam kaitannya dengan perlindungan Lingkungan Geologi,
Lingkungan Geologi meliputi Geologi Bahan Galian, Daerah Konservasi Geologi, Geologi
Bencana dan Geologi Tata Lingkungan.
1. Geologi Bahan Galian
Meliputi lahan lokasi keterdapatan dan seluruh kekayaan bahan galian yang terkandung
di dalam bumi.
2. Daerah Konservasi Geologi
Ruang lingkup Daerah Konservasi Geologi meliputi:
Kawasan Resapan Air;
Kawasan Cagar Alam Geologi;
Kawasan Kars.
3. Geologi Bencana
Bencana Geologi yang terjadi secara alami atau sebagai dampak kegiatan manusia
sesuai Kewenangan Daerah antara lain :
Penurunan Muka Tanah;
Tanah Longsor;
Abrasi Pantal;
Gempa Bumi;
Intrusi Air Asin;
Erosi;
Tsunami.
Intrusi Air Asin;
Erosi;
Tsunami.
4. Geologi Tata Lingkungan
Ruang lingkup Geologi Tata Lingkungan meliputi tatanan geologi yang mencakup
bentang alam, kemiringan lereng, struktur dan susunan batuan, air tanah dan sumber
daya geologi lainnya, serta proses-proses geologi yang mempengaruhinya.
C. Kegiatan Perlindungan
Ada beberapa kegiatan perlindungan geologi yang tertuang di dalam Perda Nomor 2 Tahun
2002 yaitu :
1. Inventarisasi dan Perencanaan
Inventarisasi dimaksudkan untuk mengetahui keanekaragaman, kualitas dan
kuantitas potensi lingkungan geologi.
Kegiatan inventarisasi dilakukan terhadap objek lingkungan geologi adalah dalam
rangka perencanaan perlindungan lingkungan geologi.
Kegiatan Inventarisasi dilaksanakan oleh Dinas.
Berdasarkan data-data hasil kegiatan inventarisasi Dinas membuat Perencanaan,
Konservasi dan pendayagunaan, mitigasi bencana geologi, pembinaan,
pengawasan dan pengendalian.
Konservasi dan Pendayagunaan lingkungan Geologi menjadi bagian dalam Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Tatacara pelaksanaan kegiatan inventarisasi dan petencanaan diatur lebih lanjut
oleh Gubernur.
2. Konservasi dan Pendayagunaan
Penetapan wilayah menjadi kawasan resapan air, kawasan cagar alam, geologi,
dan kawasan kars diatur lebih lanjut oleh Gubemur.
Penetapan kawasan rawan bencana geologi, ditetapkan oleh Gubemur berdasarkan
usulan dad Bupati/Walikota.
Setiap perencanaan pengembangan wilayah yang berada pada wilayah yang telah
ditetapkan menjadi Kawasan Cagar Alam Geologi, Kawasan Resapan Air dan
Kawasan Kars wajib mendapatkan pertimbangan geologi dari Dinas.
Konservasi dimaksudkan untuk melindungi unsur Lingkungan Geologi dilaksanakan
melalui penetapan wilayah yang secara geologis tertutup bagi pengembangan
wilayah.
Pendayagunaan dimaksudkan untuk optimalisasi pemanfaatan lahan dilaksanakan
melalui pemberian pertimbangan geologi 'tefiadap setiap pengembangan wilayah.
3. Mitigasi Bencana Geologi
Terhadap Kawasan Rawan Bencana Geologi perlu dilakukan mitigasi.
Gubemur bersama-sama Bupati/ Walikota berkewajiban melaksanakan upaya
mitigasi yang mencakup kesiapsiagaan, pemantauan, inventarisasi, penyelidikan
dan memberikan peringatan, pembinaan masyarakat serta penanggulangan akibat
bencana geologi.
Tata cara pelaksanaan upaya mitigasi diatur lebih lanjut oleh Gubemur.
4. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian
Pembinaan, pengawasan dan pengendalian kegiatan perlindungan lingkungan
geologi dilaksanakan oleh Dinas bersama-sama dengan Lembaga Teknis terkait
serta Pemerintah KabupateNKota dan masyarakat.
Pembinaan, pengawasan dan pengendalian, meliputi :
E.2.2.4 Tinjauan RTRW Propinsi Jawa Barat Tahun 2009 2029 (Perda Nomor 22
Tahun 2010)
Berdasarkan Peratuan Daerah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Provinsi Jawa
Barat terdapat kriteria dan lokasi kawasan lindung salah satunya adalah kabupaten sukabumi.
b. Kawasan rawan Non Hutan Tersebar di daerah rawan gempa bumi Bogor-Puncak-
gempa bumi Cianjur, daerah rawan gempa bumi Sukabumi-
tektonik Padalarang-Bandung
Daerah rawan gempa bumi Purwakarta-Subang-
Majalengka
Daerah rawan gempa bumi Garut-Tasikmalaya-Ciamis
c. Kawasan rawan Non Hutan Kab. Bogor, Kab. Cianjur, Kab. Sukabumi, Kab.
gerakan tanah Purwakarta, Kab. Subang, Kab. Bandung, Kab. Bandung
Barat, Kab. Sumedang, Kab. Garut, Kab. Tasikmalaya, Kab.
Ciamis, Kab. Kuningan dan Kab. Majalengka
d. Kawasan rawan Non Hutan Tersebar di Kab. Ciamis, Kab. Tasikmalaya, Kab. Garut,
tsunami Kab. Cianjur, dan Kab. Sukabumi
e. Kawasan rawan Non Hutan Kab. Bekasi, Kab. Karawang, Kab. Subang, Kab.
abrasi Indramayu, Kab. Cirebon, Kab. Sukabumi, Kab. Cianjur,
Kab. Garut, Kab. Tasikmalaya dan Kab. Ciamis
Kawasan yang Non hutan Tersebar di Kabupaten/Kota
memberikan
Klasifikasi
Fungsi Jenis/Tipe Lokasi (Kode)
Fisik
perlindungan
terhadap air tanah
Sumber : RTRW Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029
r. Kecamatan Purabaya;
s. Kecamatan Simpenan;
t. Kecamatan Tegalbuleud;
u. Kecamatan Cibitung;
v. Kecamatan Ciracap;
w. Kecamatan Surade; dan
x. Kecamatan Warungkiara.
Kawasan rawan bencana alam geologi meliputi:
a. Kawasan rawan letusan gunung api;
b. Kawasan rawan gerakan tanah; dan
c. Kawasan rawan abrasi.
Kawasan rawan letusan gunung api seluas kurang lebih 1.519 (seribu lima ratus sembilan
belas) hektar meliputi:
a. Kawasan Gunung Salak melintasi 6 (enam) kecamatan meliputi:
1. Kecamatan Cidahu;
2. Kecamatan Kalapanunggal;
3. Kecamatan Bojonggenteng;
4. Kecamatan Parakansalak;
5. Kecamatan Parungkuda; dan
6. Kecamatan Cicurug;
b. Kawasan Gunung Gede-Pangrango melintasi 7 (tujuh) kecamatan meliputi:
1. Kecamatan Cicurug;
2. Kecamatan Nagrak;
3. Kecamatan Ciambar;
4. Kecamatan Kadudampit;
5. Kecamatan Sukabumi;
6. Kecamatan Sukaraja; dan
7. Kecamatan Sukalarang.
c. Kawasan Gunung Halimun melintasi 4 (empat) kecamatan meliputi:
1. Kecamatan Kabandungan;
2. Kecamatan Cikidang;
3. Kecamatan Cisolok; dan
4. Kecamatan Cikakak.
Kawasan rawan gerakan tanah seluas kurang lebih 97.081 (sembilan puluh tujuh ribu delapan
puluh satu) hektar meliputi :
a. Intensitas tinggi seluas kurang lebih 9.529 (sembilan ribu lima ratus dua puluh
sembilan) hektar meliputi:
1. Kecamatan Kabandungan;
2. Kecamatan Parungkuda;
3. Kecamatan Cibadak;
4. Kecamatan Cicantayan;
5. Kecamatan Cikidang;
6. Kecamatan Cisolok;
7. Kecamatan Palabuhanratu;
8. Kecamatan Bantargadung;
9. Kecamatan Warungkiara;
10. Kecamatan Cikembar;
11. Kecamatan Nyalindung;
12. Kecamatan Gegerbitung;
13. Kecamatan Sagaranten;
14. Kecamatan Curugkembar;
15. Kecamatan Pabuaran;
16. Kecamatan Kalibunder;
17. Kecamatan Cibitung;
18. Kecamatan Tegalbuleud;
19. Kecamatan Cidolog; dan
20. Kecamatan Cidadap.
b. Intensitas sedang seluas kurang lebih 81.510 (delapan puluh satu ribu lima ratus
sepuluh) hektar tersebar sebagian besar di 21 kecamatan WP Utara dan sebagian kecil
di 23 kecamatan WP Selatan; dan
c. Intensitas rendah atau sangat rendah seluas kurang lebih 5.923 (lima ribu sembilan
ratus dua puluh tiga) hektar tersebar di seluruh Kecamatan.
Kawasan rawan abrasi seluas kurang lebih 885 (delapan ratus delapan puluh lima) hektar
tersebar di sepanjang pantai selatan meliputi:
a. Kecamatan Cisolok;
b. Kecamatan Cikakak;
c. Kecamatan Palabuhanratu;
d. Kecamatan Simpenan;
e. Kecamatan Ciemas;
f. Kecamatan Ciracap;
g. Kecamatan Surade;
h. Kecamatan Cibitung; dan
i. Kecamatan Tegalbuleud.
Dibawah ini merupakan kriteria kawasan lindung geologi menurut Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Sukabumi.
Klasifikasi
Fungsi Jenis/Tipe Kriteria Lokasi (Kode)
Fisik
bau pijar dan/atau
aliran gas beracun.
b. Kawasan rawan Kawasan yang Non Hutan Tersebar di 47
gempa bumi berpotensi dan/atau kecamatan yang
tektonik pernah mengalami termasuk daerah
gempa bumi dengan rawan gempa bumi
skala VII sampai Sukabumi-
dengan XII Modified Padalarang-
Mercally Intensity Bandung
(MMI);
Kawasan yang
mempunyai sejarah
kegempaan yang
merusak;
Kawasan yang dilalui
oleh patahan aktif
daerah yang
mempunyai catatan
kegempaan dengan
kekuatan (magnitudo)
lebih besar dari 5 pada
skala richter;
Kawasan dengan
batuan dasar berupa
endapan lepas seperti
endapan sungai,
endapan pantai dan
batuan lapuk;
Kawasan lembah
bertebing curam yang
disusun batuan mudah
longsor.
c. Kawasan rawan Kawasan dengan Non Hutan tersebar di
gerakan tanah kerentanan tinggi untuk beberapa lokasi,
terpengaruh gerakan sebagian besar di
tanah, terutama jika bagian Utara Kab.
kegiatan manusia Sukabumi
menimbulkan gangguan
pada lereng di kawasan
ini.
d. Kawasan yang Sempadan dengan Non Hutan Kawasan yang
terletak di zona lebar paling sedikit 250 berada di sekitar
sesar aktif meter dari tepi jalur Sesar Cimandiri
patahan aktif; (Palabuhanratu-
Kawasan dengan Padalarang)
kerentanan karena
terdapat pada zona
sesar yang aktif.
e. Kawasan rawan Pantai dengan elevasi Non Hutan Tersebar di sepan-
tsunami rendah dan/atau jang pantai selatan
berpotensi atau pernah (9 kecamatan)
mengalami tsunami
Klasifikasi
Fungsi Jenis/Tipe Kriteria Lokasi (Kode)
Fisik
f. Kawasan rawan Pantai yang berpotensi Non Hutan Tersebar di
abrasi memiliki kerentanan sepanjang pantai
terjadinya abrasi selatan
dan/atau pernah
mengalami abrasi.
Sumber : Keppres No. 32/1990, SK Menhut No. 419/Kpts II/1999, Perda No. 2/1996, PP No 26
Tahun 2008 tentang RTRWN, Hasil Rencana, 2008
Dari segi jaringan transportasi, kondisi prasarana jaringan jalan, baik dari kondisi jalan, lebar
jalan, kontur jalan, sarana kelengkapan jalan, ketersediaan terminal, kemudahan dan
ketersediaan angkutan umum, Kecamatan Ciemas masih dinilai kurang. Terlebih lagi dalam
segi peningkatan pelayanan dan kualitas jaringan jalan. Peningkatan pelayanan dan kualitas
tersebut termasuk daerah-daerah yang berada di luar batas administrasi Kecamatan Ciemas.
Adapun disebutkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi, terdapat
beberapa rencana pengembangan terkait jaringan transportasi, diantaranya :
1. Rencana pengembangan jaringan jalan strategis kabupaten pada ruas jalan Cibutun
Balewer Ciwaru pengembangan jalan lokal primer prioritas pada ruas jalan Jaringao
Cibuaya dan ruas jalan Cibutun Balewer Ciwaru
2. Preservasi dan peningkatan jalan kolektor primer 4 pada pengembangan jaringan Jalan
Simpenan (Loji) Ciemas Surade Ujunggenteng mendukung pembangunan
jaringan jalan koridor Jawa Barat Selatan
3. Pengembangan jalan lokal primer priotitas pada ruas Jalan Jaringao Cibuaya dan ruas
Jalan Cubutun Balewer Ciwaru
4. Pengembangan jaringan jalan strategis kabupaten pada ruas jalan Cibutun Balewer
Ciwaru dan ruas jalan ekonomi menuju kawasan industri, wisata, dan kawasan
strategis lainnya, dalam hal ini, Kecamatan Ciemas sebagai tujuan wisata.
Untuk mengatasi kekurangan dan untuk mempermudah pergantian moda transportasi serta
meningkatkan pelayanan moda transportasi, maka dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Sukabumi ini dicantumkan pembangunan Terminal tipe C di Kecamatan Ciemas,
tepatnya di Desa Ciwaru.
Ketinggian dari Permukaan Laut 400-500 M. Kecamatan Ciemas memiliki jarak dari ibukota
kabupaten yaitu berjarak 61 Km, untuk jarak dari ibukota propinsi yaitu berjarak 234 Km,
untuk jarak dari ibukota Negara yaitu berjarak 223 Km.
Tabel E.3 Luas Desa, Lahan Sawah, Lahan Bukan Sawah, dan Lahan Non
Pertanian Menurut Desa Di Kecamatan Ciemas Tahun 2012
Tanah Tanah Bangunan/ Hutan
No Desa Jumlah
Sawah Kering Pekarangan Negara
1 Cibenda 1175 600 604 118 2497
2 Ciwaru 900 225 471 0 1596
3 Taman Jaya 300 600 472 0 1372
4 Mekar Jaya 420 2651 697 5000 8768
5 Ciemas 208 695 585 79 1567
6 Giri Mukti 80 2922 48 0 3050
7 Mandra Jaya 1060 3702 97 0 4859
8 Mekar Sakti 316 1185 893 0 2394
9 Sida Mulya 325 400 464 4000 5189
Jumlah 4784 12980 4331 9197 31292
Sumber : Kecamatan Dalam Angka Tahun 2013
memiliki tingkat curah hujan rata-rata 3500-4000 mm/th, dan untuk wilayah bagian selatan
memiliki tingkat curah hujan rata-rata 4000-4500 mm/th.
b. 2 - 5 %
c. 5 - 15 %
d. 15 - 40%
e. > 40%
Tabel E.6 Jenis dan Sifat Tanah Terkait Kesesuaian Lahan Pariwisata
TINGKAT
JENIS TANAH SIFAT
KESESUIAN
Alluvial, Geysol, Planosol, Hidromorf Kelabu,
Tidak peka Sangat baik
Laterik air tanah
Latosol Agak peka Baik
Brown Forests Oil, Non Calcic Brown,Mediteran Kurang Peka Kurang baik
Andosol, Laterite, Grumusol, Spodosol, Podsolic Peka Tidak baik
TINGKAT
JENIS TANAH SIFAT
KESESUIAN
Sangat Tidak
Regosol, Litosol, Organosol, Renzina Sangat Peka
baik
Kawasan di wilayah Kecamatan Ciemas yang memiliki jenis dan sifat tanah berupa Alluvial
memiliki tingkat kesesuaian lahan yang tinggi untuk pengembangan pariwisata dengan
memperhatikan struktur pondasi bangunan dalam pelaksanaan pembangunan yang akan
dilakukan.
anak-anak sungainya membentuk daerah aliran sungai. Daerah aliran sungai di wilayah
Kecamatan Ciemas adalah DAS Ciletuh.
Tabel E.7 Luas Lahan Eksisting Penggunaan Lahan Wilayah Kecamatan Ciemas
Persentase
No Pengunaan Lahan Luas (Ha)
(%)
1 Air Tawar 76,94 0,25
2 Kebun/Perkebunan 4721,11 15,51
3 Pemukiman 289,87 0,95
Persentase
No Pengunaan Lahan Luas (Ha)
(%)
4 Rumput/Tanah Kosong 101,73 0,33
5 Sawah Tadah Hujan 2026,61 6,66
6 Belukar/semak 8450,55 27,75
7 Tegalan/ladang 1183,01 3,89
8 Hutan 13597,62 44,66
Jumlah 30447,43 100,00
Sumber : Pengolahan Peta Citra dan RTRW Kabupaten Sukabumi
Tabel E.8 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kecamatan Ciemas Tahun 2012- 2015
Kepadatan Penduduk
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Kelurahan (Jiwa/Ha)
2012 2013 2014 2015 2012 2013 2014 2015
Cibenda 8368 8368 5805 5850 1 1 2 2
Ciwaru 8402 8402 8159 8258 5 5 5 5
Tamanjaya 6473 6473 6499 6499 5 5 5 5
Mekarjaya 8059 8059 8111 8143 2 2 2 2
Ciemas 5162 5162 5612 5612 3 3 3 3
Girimukti 3838 3838 3858 3858 1 1 1 1
Mandrajaya 4620 4620 4569 4814 1 1 1 1
Mekarsakti 6189 6189 5832 5832 2 2 2 2
Sidamulya - 3275 3275 3221 - 1 1 1
Sumber : Kecamatan Ciemas Dalam Angka, Tahun 2015
Jumlah penduduk di wilayah Kecamatan Ciemas pada tahun 2015 yang mencapai 54.536 jiwa,
dimana sebesar 27.877 jiwa merupakan jumlah penduduk laki-laki dan 26.659 jiwa merupakan
jumlah penduduk perempuan.
Dari jumlah penduduk tersebut di atas, terlihat bahwa penduduk laki-laki lebih dominan jika
dibandingkan dengan penduduk perempuan dengan rasio sebesar 105,13. Dengan pengertian
bahwa untuk setiap 100 penduduk perempuan terdapat 105 laki-laki.
Tabel E.9 Jumlah Penduduk Kecamatan Ciemas Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun
2012 - 2015
Jumlah Penduduk Laki-Laki Jumlah Penduduk Perempuan Sex
(Jiwa) (Jiwa) Rasio
Kelurahan
Tahun
2012 2013 2014 2015 2012 2013 2014 2015
2015
Cibenda 3.744 3.652 4.324 4.324 3.770 3.681 4.044 4.044 106,92
Ciwaru 4.118 3.894 4.229 4.356 3.970 3.938 4.470 4.046 107,66
Tamanjaya 3.122 3.070 3.155 3.155 3.080 3.235 3.318 2.863 110,20
Mekarjaya 4.033 3.956 4.212 4.132 3.912 3.920 3.793 3.927 105,22
Ciemas 2.734 2.614 2.863 2.863 2.777 2.548 2.798 2.804 102,10
Girimukti 1.947 1.946 1.928 1.928 1.915 1.920 1.910 1.910 100,94
Mandrajaya 2.231 2.026 2.368 2.381 2.044 2.035 2.231 2.239 106,34
Mekarsakti 3.071 2.723 3.132 3.132 2.992 2.786 3.157 3.157 99,21
Sidamulya - - - 1.606 - - - 1.669 96,58
Jumlah 25.000 23.881 26.211 27.877 24.460 24.063 25.721 26.659 105,13
Sumber : Kecamatan Ciemas Dalam Angka, Tahun 2015
Kecamatan Ciemas kurang lebih 3.800 Ha. Dalam setahun masyarakat di sini bisa memanen
padi sekitar dua kali.Sedangkan pada musim kering, palawija paling sering ditanam. Potensi
selanjutnya yang juga tampak kental di Kecamatan Ciemas adalah perkebunan. Kebun karet,
sawit, dan teh tampak menghampar di ruas jalan yang mau masuk ke wilayah tersebut,
tepatnya di area perbatasan dengan Kecamatan Simpenan. Dan potensi yang juga termasuk
paling mencolok di wilayah kami adalah keindahan tiga pantai yang melintas wilayah Ciemas.
Kecamatan Ciemas disebut juga Puncak Dharma Teluk Ciletuh, karena wilayah ini sebagiannya
juga hamparan laut atau pantai yang menghias wilayah Pakidulan dari Kabupaten Sukabumi.
Beberapa desa seperti Desa Ciwaru, Girijaya, Manrajaya merupakan wilayah yang berpotensi
pantai. Keindahan alam pantai, yakni Cisaar menuju Palangpang begitu tentram. Sebagian
warga pun ada yang menggantungkan hidup mereka di pantai tersebut sebagai nelayan untuk
mencari tangkapan ikan laut. Pihaknya berharap segala dukungan pemerintah bisa
meningkatkan taraf hidup atau kesejahteraan masyarakat di sini. Sementara Camat Ciemas,
Dedi Suryana, S.IP, M.Si menerangkan bahwa Wisata Kebun Maranginan di Mekarjaya
mempunyai potensi spesialis pengembangan buah naga dan durian montong, serta wisata
Pantai Palampang Ciwaru dan Sky Air Pantai Indah Pulau Mandra.
Selain itu, untuk potensi pariwisata, beberapa pengunjung yang datang ke Kecamatan Ciemas
yang terkenal dengan tebing-tebing batuan tertua dengan jejeran air terjunnya juga ada yang
mendatangi Pantai Cikepuh, Pantai Karangantu, Pulau Kunti, Pulau Mandra, Pantai
Sodongparat, bahakan ada yang menyusur dari arah Kecamatan Ciracap hingga ke Pantai
Citirem yang berbatasan dengan Pantai Cibuaya di Kecamatan Ciracap melalui jalur laut.
Salah satu lokasi potensial pariwisatanya adalah Curug Cimarinjung. Air terjun ini memiliki
ketinggian sekitar 45 m dan mengalir di Sungai Cimarinjung. Curug ini berada tidak jauh dari
pantai Cimarinjung di teluk Ciletuh, bahkan dari teluk ini dapat terlihat cukup jelas. Lokasinya
terletak di Kampung Cimarinjung, Desa Ciwaru, Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi,
Propinsi Jawa Barat.
Lokasi ini sebagai bukti geologi (Geo-evidence) berupa air terjun sebagai bukti struktur geologi berupa sesar normal
sehingga ada blok atau bagian yang turun. Batuan utama sebagai penyusunnya merupakan bagian dari Formasi
Jampang Anggota Cikarang (Sukamto, 1975) berupa batuan sedimen berupa breksi polimik, batupasir graywacke
berbutir kasar sampai halus, menunjukan perlapisan yang tebal dan pada dasar sungai di jumpai bongkah-bongkah
lava basal bersturktur bantal. Batuan Berumur Miosen Bawah. Dijumpai di Sungai Cimarinjung, ketinggian air terjun
mencapai 50 meter. Lokasi ini bermakna estitika, ilmu pengetahuan dan pendukung
pariwisata.
Menurut info, jalan ini adalah rute tracking bagi yang akan mengunjungi Puncak Darma dengan berjalan kaki.
Rutenya memang tidak sejauh rute kendaraan yang sering dilewati. Menempuh perjalanan sekitar 30 menit dari
arah Puncak Darma, ditengah perjalanan akan melintasi jembatan besi yang seharusnya dulu difungsikan untuk
menghubungkan wilayah Pelabuhan Ratu dan Ujung Genteng. Karena kondisi jalan yang rusak, akhirnya akses ini
terbengkalai. Jembatan tanpa railing besi ini melintas tepat di atas aliran sungai Cimarinjung.
Setelah melewati jembatan ini, jalan yang dilalui akan terus menurun sampai akhirnya berhenti di warung pertama
yang akan ditemui. Persis di samping warung itu adalah jalan masuk menuju Curug Cimarinjung. Jalan yang dilalui
adalah jalan setapak ditepi aliran irigasi. Cukup 10 menit berjalan kaki menembus hutan kecil, di depan jalan akan
terhalang oleh batu besar yang menutupi setengah jalan, dan dibalik batu inilah Curug Cimarinjung berada.
Tidak jauh dari Pantai Cimarinjung terdapat objek wisata air terjun Curug Cimarinjung, yang dapat dijangkau dengan
berjalan kaki menelusuri pematang sawah dan jalan setapak di sepanjang saluran Irigasi Cimarinjung.
Setelah sampai di lokasi, benar-benar akan terasa bahwa pengunjung akan berada di situs sejarah, dimana batu-
batu besar berwarna merah kecoklatan dan tumbuhan hijau yang merambat di tebing batu, akan terasa seperti
berada di jaman batu. Kekhasan pemandangan di sini adalah adanya 2 batu besar yang mengapit aliran sungai
Cimarinjung sebelum aliran ini jatuh lagi ke bawah.
Curug Cimarinjung tidak kalah indahnya dengan panorama pegunungan di sekitarnya, dan ini merupakan salah satu
Objek wisata air terjun di Desa Ciwaru sekaligus potensi alam yang harus dikembangkan dan dilestarikan
keindahannya.
Lokasi ini sebagai bukti geologi (Geo-evidence) berupa air terjun sebagai bukti struktur geologi berupa sesar normal
sehingga ada blok atau bagian yang turun. Batuan utama sebagai penyusunnya merupakan bagian dari Formasi
Jampang Anggota Cikarang (Sukamto, 1975) berupa batuan sedimen berupa breksi polimik, batupasir graywacke
berbutir kasar sampai halus, menunjukan perlapisan yang tebal dan pada dasar sungai di jumpai bongkah-bongkah
breksi polimik. Batuan Berumur Miosen Bawah. Dilokasi ini dijumpai 3 air terjun bersusun dari atas ke bawah berupa
air terjun Ngelai dengan ketinggian mencapai 50 meter, Cikaret dan paling bawah berupa air terjun Sodong atau
dikenal sebagai curug panganten dengan ketinggian mencapai 35 meter. Lokasi ini bermakna estitika, ilmu
pengetahuan dan pendukung pariwisata.
3 Curug Cikanteh
Lokasi ini sebagai bukti geologi (Geo- evidence) berupa air terjun sebagai bukti struktur geologi berupa sesar normal
sehingga ada blok atau bagian yang turun. Batuan utama sebagai penyusunnya merupakan bagian dari Formasi
Jampang Anggota Cikarang (Sukamto, 1975) berupa batuan sedimen berupa breksi polimik, batupasir graywacke
berbutir kasar sampai halus, menunjukan perlapisan yang tebal dan pada dasar sungai di jumpai bongkah-bongkah
breksi polimik. Batuan Berumur Miosen Bawah. Dilokasi ini dijumpai 2 air terjun bersusun dari atas ke bawah berupa
air terjun dengan ketinggian mencapai 55 meter. Lokasi ini bermakna estitika, ilmu pengetahuan dan pendukung
pariwisata.
Curug Cikateh bisa dikategorikan sebagai curug termudah untuk dikunjungi, untuk pengunjung bisa memarkirkan
kendaraannya tepat menghadap Curug Cikanteh ini. Setelah parkir, hanya dibutuhkan waktu 5 menit berjalan kaki
untuk merasakan sejuknya Curug Cikanteh. Mungkin ini adalah satu-satunya Curug (dari beberapa curug yang kami
kunjungi) yang airnya bisa digunakan untuk mandi karena tidak keruh coklat seperti yang lainnya.
Biarpun curug Cikanteh ini bisa digunakan untuk mandi, pengunjung tetap diharapkan untuk berhati-hati. Curug
indah yang airnya sejuk ini ternyata satu-satunya curug yang pernah memakan korban jiwa. Sepasang remaja
pernah tenggelam saat berenang di kolam ini. Kontur tanah didasar kolam yang tidak landai, ditambah derasnya
curug membuat orang sulit untuk berenang kembali ke permukaan.
Objek wisata Curug Cikanteh yang terletak di Kedusunan Cikanteh dengan jarak kurang lebih 4 Km dari pusat Desa
Ciwaru.