Anda di halaman 1dari 6

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No.

2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-119

Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Alih


Fungsi Lahan Pertanian Sebagai Upaya Prediksi
Perkembangan Lahan Pertaniandi Kabupaten
Lamongan
Merisa Kurniasari dan Putu Gde Ariastita
Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: ariastita@gmail.com

AbstrakKabupaten Lamongan sebagai Lumbung perubahan penggunaan tanah mencapai luasan 227,612 m 2
Pangan Jawa Timur mengalami penurunan luas lahan pada tahun 2010 [2].
pertanian akibat alih fungsi lahan pada periode 2009-2012.
Disisi lain sebagai kawasan yang termasuk dalam Kabupaten Lamongan merupakan salah satu Lumbung
Gerbangkertasusila Plus, Kabupaten Lamongan dituntut Pangan yang dimiliki Jawa Timur dilihat dengan kontribusi
untuk terus membenahi pertumbuhan ekonomi melalui sektor produksi padi Kabupaten Lamongan sebesar 7,1% terhadap
non pertanian. Sehingga penelitian ini membahas mengenai Jawa Timur, dan merupakan yang terbesar kedua setelah
prediksi perkembangan lahan pertanian sebagai upaya
Kabupaten Jember yang mampu mencapai 7,9% [3]. Selain
mempertahankan lahan pertanian di Kabupaten Lamongan
itu Kabupaten Lamongan juga ditetapkan sebagai kawasan
seiring dengan perkembangan wilayah. Artikel ini merupakan
bagian dari penelitian mengenai prediksi perkembangan lahan pusat pertumbuhan bagi Jawa Timur yaitu kawasan
pertanian berdasarkan kecenderungan alih fungsi lahan Gerbangkertasusila Plus dengan adanya perubahan struktur
pertanian (sawah) di Kabupaten Lamongan. Melalui teknik ekonomi tahun 2008 sampai tahun 2012 dari sektor primer
analisis GWR (Geographically Weighted Regression), dapat yang cenderung mengalami penurunan ke sektor tersier yang
diketahui faktor yang berpengaruh terhadap alih fungsi lahan mengalami peningkatan [4]. Diperlukan alokasi lahan
pertanian, kemudian ditransformasi kedalam analisis potensial untuk penyediaan lahan pertanian pangan sehingga
deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabilitas sumberdaya pertanian khususnya lahan potensial
faktor yang berpengaruh terhadap alih fungsi lahan pertanian
tetap terjaga dan stok lahan potensial tercukupi [5].
adalah rasio harga lahan dan rasio aksesibilitas wilayah.
Pengalokasian lahan potensial pertanian ini yang dikenal
Dimana dihasilkan kelompok-kelompok kecamatan sesuai
dengan faktor alih fungsi yang mempengaruhinya. dengan konsep lahan sawah abadi, yaitu lahan sawah
berkelanjutan yang tidak boleh dialih fungsikan, baik lahan
Kata Kuncialih fungsi lahan, prediksi lahan, faktor yang tersebut statusnya milik negara, milik badan hukum, tanah
berpengaruh. adat, atau bahkan milik individu. Untuk mendukung konsep
lahan sawah abadi tersebut, pemerintah membuat UU No.
I. PENDAHULUAN
41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian
Perkembangan kegiatan masyarakat yang membutuhkan Pangan Berkelanjutan yang menyatakan bahwa pelaksanaan
lahan sebagai wadahnya meningkat dengan sangat cepat kegiatan pertanian dialokasikan di kawasan pedesaan
sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan dengan menetapkan lahan pertanian berdasarkan kriteria-
pertumbuhan ekonomi. Akibatnya terjadi persaingan kriteria yang sudah ditetapkan sehingga terdapat adanya
pemanfaatan lahan, terutama pada kawasan-kawasan yang alokasi lahan pertanian sawah yang jelas dalam suatu
telah berkembang dimana sediaan lahan relatif sangat daerah.
terbatas [1]. Pada penggunaan lahan pertanian meskipun
Untuk itu dilakukan penelitian yang memprediksikan
lebih lestari kemampuannya dalam menjamin kehidupan
luas lahan pertanian berdasarkan kecenderungan alih fungsi
petani, tetapi hanya dapat memberikan sedikit keuntungan
lahan sawah di Kabupaten Lamongan. Sebagai langkah
materi atau finansial dibandingkan sektor industri,
penentu dalam proses penelitian, diperlukan identifikasi
permukiman dan jasa lainnya, sehingga adanya konversi
terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan
lahan pertanian ke penggunaan lainnya tidak dapat dicegah
sawah. Alih fungsi lahan sangat mungkin dipengaruhi oleh
[1].Persaingan pemanfaatan lahan ini juga terjadi di
lokasi dari tiap kecamatan terhadap kecamatan lain maka
Kabupaten Lamongan dengan adanya alih fungsi lahan
penggunaan analisis GWR (Geographically Weighted
pertanian menjadi lahan terbangun dengan jumlah pemohon
Regression) adalah analisis yang dianggap tepat sebagai
upaya pendekatan analisis yang melibatkan unsur lokasi
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-120

(faktor geografis) untuk mengolah data-data terkait alih


fungsi lahan sawah di Kabupaten Lamongan. 1. Regresi Linier
Dilakukan uji serentak dan uji parsial untuk mengetahui
II. METODE PENELITIAN signifikansi parameter terhadap variabel respon secara
A. Metode Pengumpulan Data bersama-sama dan parsial dengan menggunakan taraf
Dalam penelitian ini metode pengumpulan data signifikansi 20% ( = 20%)
2. Regresi Stepwise
dilakukan dengan menggunakan teknik survei data
Menyeleksi variabel prediktor yang masuk ke dalam
sekunder. Survei data sekunder terdiri atas survei
model sesuai dengan kriteria. Variabel yang dianggap
instansional untuk memperoleh data sekunder yang
menganggu kebaikan model akan dieliminasi, sehingga
memiliki relevansi dengan pembahasan dalam penelitian
menghasilkan variabel-variabel prediktor yang signifikan
serta survei literatur.
berpengaruh terhadap pelayanan distribusi air bersih.
B. Metode Analisis 3. Pengujian Asumsi Klasik
Untuk memperoleh faktor-faktor yang mempengaruhi Pengujian asumsi klasik terdiri dari 3 (tiga), yaitu:
alih fungsi lahan sawah Kabupaten Lamongan dilakukan a. Uji Heteroskedastisitas
beberapa tahapan analisis berikut: Meregresikan absolut residual terhadap variabel-
variabel prediktor dengan menggunakan Uji Glejser.
1. Identifikasi Karakteristik Alih Fungsi Lahan Sawah Jika ada variabel prediktor yang signifikan maka
Dalam mengidentifikasi karakteristik alih fungsi lahan varians residual cenderung tidak homogen yang
artinya terdapat kecenderungan awal spasial titik.
dilakukan melalui overlay dengan tujuan mendapatkan peta
Daerah penolakan : Tolak H0, jika Fhitung> F(p,n-p-1)
jenis alih fungsi lahan di Kabupaten Lamongan yang tidak
b. Uji Autokorelasi
sesuai dengan dokumen Rencana Tata Ruang Kabupaten
Uji autokorelasi dilakukan dengan menggunakan Uji
Lamongan.
Durbin Watson dengan hipotesis sebagai berikut:
Penggunaan
Lahan
Luas Penggunaan
Lahan Pertanian Luas
H0 : 0 (Residual Independen)
: 0 (Residual Tidak Independen)
Tahun 2009 Konversi
Tahun 2009 H1
Lahan
Pertanian Keputusan:
Sawah
Overlay Membandingkan d hasil pengujian dengan nilai dU
Karakterist (nilai batas bawah dari tabel Durbin-Watson) dan
ik
Konversi
nilai dL (nilai batas atas dari tabel Durbin-Watson).
Penggunaan Luas Penggunaan
Lahan Tahun Lahan Pertanian Lahan H0 ditolak apabila nilai d hitung berada pada selang
2012 Tahun 2012 Pertanian
Sawah dU dan 4 d U atau d U d ( 4 d U ) .
Gambar 1. Proses Overlay
c. Uji Asumsi Berdistribusi Normal
2. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Pengujian asumsi residual berdistribusi normal pada
FungsiLahan Sawah penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji
Sebelum menggunakan analisis GWR terlebih dahulu Kolmogorov-Smirnov.
mencari nilai rasio dari variabel yang ditentukan diantaranya
rasio harga lahan, rasio nilai produksi dan rasio aksesibilitas 4. Uji Efek Spasial
wilayah. Pengujian efek spasial meliputi pengujian dependensi
spasial dan heterogenitas spasial. Pengujian dependensi
spasial dilakukan dengan menggunakan statistik uji
Morans I. Jika terjadi efek dependensi spasial maka
kasus tersebut dapat diselesaikan dengan menggunakan
pendekatan area. Hipotesis yang digunakan adalah:
H0 :I 0 (tidak ada dependensi spasial)
H1 : I 0 (ada dependensi spasial)
Sem
entara pengujian heterogenitas spasial dilakukan dengan
Keterangan:
menggunakan statistik uji Breusch-Pagan Test (BP test).
Nilai produksi non pertanian ( sektor industri, perdagangan
Jika terdapat efek heterogenitas spasial maka pendekatan
dan jasa, perumahan/konstruksi) titik (analisis GWR) tepat digunakan untuk melakukan
permodelan secara spasial. Hipotesis yang digunakan
adalah:

H0 : 1 ...
2 2 2
Setelah mengetahui nilai-nilai dari variabel diatas 2 n (homokedastisitas)
kemudian dilakukan analisis faktor-faktor yang
H1 : i
mempengaruhi alih fungsi lahan sawah dengan teknik GWR 2 2
j (heterokedastisitas)
dengan beberapa tahapan [6] :
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-121

1 1
11 Pucuk 2871 2766 (105)
BP
T T T
Statistik uji : f A( A A) A f 12 Sukodadi 3365 3298 (67)
2 13 Lamongan 2952 2891 (61)
14 Tikung 3713 3602 (111)
Daerah penolakan : tolak H0 jika BP>
2
15 Sarirejo 3715 3710 (5)
p atau p-value< 16 Deket 3852 3760 (92)
17 Glagah 3782 3502 (280)
5. GWR (Geographically Weighted Regression) 18 Karangbinangun 3886 3880 (6)
GWR memungkinkan parameter bagi masing-masing 19 Turi 3870 3807 (63)
lokasi dalam pengamatan untuk diduga dan dipetakan, 20 Kalitengah 2791 2785 (6)
sehingga hal ini akan membantu dalam pembentukan model 21 Karanggeneng 2783 2776 (7)
regresi yang lebih tepat bila dibandingkan dengan analisis 22 Sekaran 3119 3110 (9)
regresi biasa. Pada analisis GWR, setiap parameter dihitung 23 Maduran 2144 2142 (2)
24 Laren 4927 4923 (4)
pada setiap titik lokasi, sehingga setiap titik lokasi geografis 25 Solokuro 1766 1761 (5)
mempunyai nilai parameter regresi yang berbeda-beda. 26 Paciran 321 205 (116)
Model GWR ditulis sebagai berikut. 27 Brondong 973 965 (8)
Jumlah 88.221 86.528 1.495
p


Sumber : Hasil analisa, 2014
y i 0 (u i , v i ) k ( u i , v i ) x ik i
k 1

adalah titik koordinat longitude dan lattitude


(u i , v i )
lokasi ke-i, k ( u i , v i ) merupakan koefisien regresi variabel
prediktor ke-k untuk lokasi ke-i.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Identifikasi Karakteristik Alih Fungsi Lahan Sawah
Karakteristik alih fungsi lahan dapat dilihat dari jenis
perubahan penggunaan lahannya [7]. Terdapat 4 jenis alih
fungsi lahan pertanian sawah yang ada di Kabupaten
Lamongan selama tahun 2009-2012, yaitu:
1. Alih fungsi lahan pertanian sawah terhadap
permukiman Gambar 2. Peta Letak Alih Fungsi Lahan Sawah di Kabupaten Lamongan
Keterangan : titik merah
2. Alih fungsi lahan pertanian sawah terhadap industri
B. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih
3. Alih fungsi lahan pertanian sawah terhadap
Fungsi Lahan Sawah
perdagangan dan jasa
Dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
Dalam penelitian ini, analisa untuk melihat adanya alih alih fungsi lahan sawah di Kabupaten Lamongan selain
fungsi lahan pertanian sawah di Kabupaten Lamongan menggunakan analisis GWR melalui minitab juga
menggunakan analisa citra dan overlay dari peta menggunakan software R yang dilakukan untuk
penggunaan lahan dan rencana penggunaan lahan yang memperoleh variabel penentu yang signifikan
terdapat dalam RTRW Kabupaten Lamongan, dengan mempengaruhi alih fungsi lahan sawah pada tiap kecamatan
mengkhususkan melihat perubahan fungsi lahan sawah ke di wilayah penelitian. Variabel yang digunakan telah
penggunaan lahan terbangun pada tahun 2009 sampai tahun ditentukan berdasarkan kajian pustaka yang terdiri dari:
2012.
Tabel 1.
Tabel 2.
Luas Lahan Sawah Teralihfungsi
Variabel yang diduga Mempengaruhi Alih Fungsi LahanSawah
Luas Lahan Luas Lahan
Pertanian Terkonversi Variabel Variabel yang diduga Mempengaruhi Alih
No Kecamatan Respon dan Fungsi Lahan Pertanian Sawah
Sawah (Ha) (Ha)
2009 2012 Prediktor
1 Sukorame 1929 1920 (9) Y1 Luas lahan pertanian sawah teralih fungsi (Ha)
2 Bluluk 2368 2365 (3) X1 Kepadatan penduduk (jiwa/km2)
3 Ngimbang 3901 3877 (24) X2 Rasio harga lahan pertanian dan non pertanian
4 Sambeng 3409 3306 (36) X3 Rasio nilai produksi pertanian dan non
5 Mantup 4335 4320 (15) pertanian
X4 Rasio aksesibilitas wilayah
6 Kembangbahu 3795 3780 (15)
7 Sugio 5295 5187 (108) Sumber: Hasil analisa, 2014
8 Kedungpring 4824 4785 (39)
9 Modo 4180 4035 (145)
10 Babat 3355 3201 (154)
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-122

Tabel 3. pada Kecamatan Sekaran. Untuk Rasio nilai produksi


Variabel Penelitian berkisar antara 0,16 4,46; rasio terkecil terdapat pada
No Kecamatan (Y) (X1) (X2) (X3) (X4) Kecamatan Brondong hal ini disebabkan aktivitas penduduk
1 Sukorame 9 485 2,12 1,27 1,52 Kecamatan Brondong mayoritas berada pada sektor
2 Bluluk 3 391 2 0,34 1,7 perikanan tangkap sebagai kawasan Minapolitan Kabupaten
3 Ngimbang 24 491 1,7 0,94 2,12
4 Sambeng 36 332 1,77 0,82 1,6 Lamongan dan rasio nilai produksi tertinggi terdapat pada
5 Mantup 15 459 2,54 1,21 2,13 Kecamatan Babat sebagai salah satu kawasan perkotaan
6 Kembangbahu 15 721 3,35 1,06 1,64 Kabupaten Lamongan dan lokasinya yang juga berdekatan
7 Sugio 108 577 2,68 1,09 1,76 dengan Ibukota Kabupaten. Sedangkan dalam Rasio
8 Kedungpring 39 595 2,74 1,61 2,2 aksesibilitas wilayah berkisar antara 1,5 2,2 dengan
9 Modo 145 584 2,08 1,21 1,73
kecamatan rasio terendah berada pada Kecamatan Solokuro
10 Babat 154 1210 3,14 4,46 1,9
11 Pucuk 105 906 2,38 1,12 2,02 sebagai kawasan pedesaan yang didominasi kegiatan
12 Sukodadi 67 1104 1,96 1,67 1,77 pertanian dan tingkat aksesibilitas tertinggi adalah di
13 Lamongan 61 1641 2,50 3,43 2,2 Kecamatan lamongan sebagai Ibukota Kabupaten.
14 Tikung 111 783 1,86 0,95 2,14 1. Regresi Linier/Regresi OLS
15 Sarirejo 5 475 2,14 0,85 1,62 Setelah dilakukan pengujian secara serentak, terdapat
16 Deket 92 1025 1,9 1,58 1,75
tiga variabel prediktor yang berpengaruh secara signifikan
17 Glagah 280 715 4,32 1,35 1,8
18 Karangbinangun 6 776 1,8 1,41 1,83 pada model dengan menggunakan sebesar 20% hanya X2
19 Turi 63 980 2,95 1,3 1,75 yaitu Rasio harga lahan. Hasil dari regresi stepwise
20 Kalitengah 6 899 3,23 2,13 1,79 mendapatkan 2 (dua) variabel prediktor yang berpengaruh
21 Karanggeneng 7 1001 1,88 1,45 1,77 terhadap variabel respon, yaitu X2 (Rasio harga lahan) dan
22 Sekaran 9 674 1,62 1,21 1,76 X4 (Rasio aksesibilitas wilayah).
23 Maduran 2 866 2,12 1,54 1,59
24 Laren 4 432 2 1,49 1,63 2. Pengujian Asumsi Klasik
25 Solokuro 5 451 2,22 1,12 1,5 Hasil analisis menyatakan bahwa dari 2 variabel
26 Paciran 116 1480 4 3,24 1,82 prediktor, X2 dan X4 (Rasio harga lahan dan Rasio
27 Brondong 8 885 3,3 0,16 1,64 aksesibilitas wilayah) terdapat 1 variabel prediktor yang
Sumber : Hasil analisa, 2014 berpengaruh nyata (Tolak H0) terhadap absolute residual
pada taraf = 20% dengan nilai signifikansi sebesar
Variabel harga lahan berdasarkan data kecamatan serta 0,01.Dengan terdapatnya variabel yang berpengaruh nyata
informasi dari pegawai pemerintahan di masing-masing maka H0 ditolak sehingga residual bersifat heterogenitas
kecamatan sehingga didapatkan rata-rata harga lahan pasar (tidak identik), dengan demikian asumsi residual identik
(bukan NJOP) di Kabupaten Lamongan. Sedangkan variabel tidak terpenuhi.Hasil perhitungan statistik uji durbin watson
rasio nilai produksi merupakan perbandingan antara variabel adalah sebesar 2.03340, nilai dl = 1,56 (untuk n=27, variabel
produksi dari sektor pertanian dan sektor non pertanian bebas=2, dan alpha=20%) yang berarti bahwa nilai statistik
(perumahan, perdagangan, hotel dan restoran serta industri). uji durbin watson lebih besar dari dL menandakan bahwa H0
Data yang digunakan untuk variabel ini adalah gagal ditolak atau tidak ada korelasi antar residual atau
menggunakan data PDRB Kabupaten Lamongan per residual telah memenuhi asumsi independen.Nilai KS
kecamatan, karena dalam PDRB mampu melihat besaran sebesar 0,142 dan nilai signifikansi lebih besar dari 0,150
nilai produksi yang dihasilkan dari masing-masing sektor (>15%), sehingga H0 ditolak. Oleh karena itu, dapat
dalam Jutaan Rupiah. Sektor perumahan tidak disebutkan disimpulkan bahwa residual telah memenuhi asumsi
secara spesifik dalam PDRB per kecamatan, sehingga kenormalan.
menggunakan sektor konstruksi baik untuk bangunan 3. Uji Efek Spasial
gedung maupun perumahan. Sektor perdagangan dan jasa
Pada penelitian ini menggunakan pengujian
komersil menggunakan sektor perdagangan, hotel dan
heterogenitas spasial menggunakan statistik uji Breusch-
restoran serta sektor industri menggunakan sektor industri.
Pagan. Hasil uji spasial dengan taraf signifikansi 20%
Variabel Rasio aksesibilitas wilayah merupakan
menunjukkan bahwa luas alih fungsi lahan sawah di
perbandingan antara data total luas panjang jalan masing-
Kabupaten Lamongan memiliki pengaruh titik atau bisa
masing kecamatan (km) dengan total luas wilayah (km2).
dikatakan pengaruh lokasi dengan basis heterogenitas, yang
Kepadatan penduduk Kabupaten Lamongan cenderung artinya pengaruh titik ataupun heterogenitas tersebut untuk
mengalami penurunan dalam kurun waktu lima tahun, dan masing-masing kecamatan berbeda satu sama lain.
kepadatan penduduk tertinggi berada pada kecamatan
4. GWR
Lamongan dan terendah pada kecamatan Sambeng. Rasio
harga lahan di Kabupaten Lamongan berkisar antara 1,6 4 Fungsi pembobot digunakan adalah fungsi pembobot
yang berarti rata-rata harga tanah non pertanian lebih tinggi yang diperoleh dari Bisquare yaitu pada AIC 293,368
(empat kali lipat) dari rata-rata harga tanah pertanian dimana karena terkait dengan eror yang dihasilkan minimum dan
kecamatan dengan rasio tertinggi adalah Kecamatan Paciran nilai R2 yang dihasilkan maksimum yaitu 0,8322. Dari hasil
hal ini karena di Kecamatan Paciran akan dibangun sentra GWR yang diperoleh variabel yang signifikan berpengaruh
indutri bagi Kabupaten Lamongan baik industri kecil, terkait dengan lahan pertanian sawah teralih fungsi dengan
sedang maupun industri besar dan yang terendah berada membandingkan t hitung masing-masing variabel yang
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-123

berpengaruh untuk tiap kecamatan dengan t tabel jika


Tabel 5.
t hit t / 2 ; 2 / t0,1;16857 = 1,33 artinya parameter tersebut Model Kelompok A
1 2

signifikan di kabupaten yang diuji. Kecamatan Model


Sukorame Y = 40,873 + 29,817 X2
Berdasarkan hasil perhitungan GWR diperoleh variabel
Bluluk Y = 31,452 + 33,413 X2
secara lokal yang signifikan berpengaruh yang terdiri dari
Ngimbang Y = 50,172 + 23,216 X2
Rasio harga lahan (X2) dan Rasio aksesibilitas wilayah
(X4). Hasil analisa GWR melalui faktor pembobot Bisquare Sambeng Y = 85,049 + 5,027 X2
diperoleh persamaan model untuk tiap-tiap kecamatan dan Kedungpring Y = 30,354 + 41,417 X2
dari persamaan model tersebut secara individu Sumber : Hasil analisa, 2014
menghasilkan kelompok-kelompok dengan variabel yang
berpengaruh secara spasial. Model selanjutnya digunakan
Kelompok B (X4)
sebagai input dalam menganalisa kecenderungan
perkembangan alih fungsi lahan pertanian sawah di Kelompok ini adalah kelompok yang luas alih fungsi
Kabupaten Lamongan pada tahapan lain dalam rangkaian lahan sawahnya dipengaruhi oleh rasio harga lahan pasar di
penelitian. Berdasarkan perhitungan GWR menghasilkan masing-masing kecamatan yang terdiri dari Kecamatan
kelompok-kelompok model yang terdiri dari beberapa Sukorame, Bluluk, Ngimbang, Sambeng, dan Kedungpring
kecamatan, antara lain : merupakan kawasan perdesaan yang memiliki fungsi
Tabel 4. kegiatan kurang lebih adalah pertanian, permukiman,
Variabel Signifikan dalam Model GWR per Kelompok Kecamatan
perdagangan dan jasa, perkebunan serta kehutanan. Lima
Kecamatan Faktor Kecamatan Faktor kecamatan ini berada pada bagian selatan Kabupaten
Berpengaruh Berpengaruh Lamongan. Dalam RTRW Kabupaten Lamongan disebutkan
Kelompok A Kelompok C bahwa arahan pengembangan wilayah Lamongan bagian
Sukorame X2 Sarirejo X2,X4 selatan adalah sektor industri seperti industri pabrik rokok
Bluluk X2 Deket X2,X4
yang akan dibangun di Kecamatan Ngimbang serta
Ngimbang X2 Babat X2,X4
Sambeng X2 Pucuk X2,X4 pengembangan industri agropolitan. Hal ini dilakukan
Kedungpring X2 Turi X2, X4 karena masing-masing kecamatan penggunaan lahannya
Kelompok B Lamongan X2,X4 masih belum beragam sedangkan wilayahnya relatif luas.
Kembangbahu X4 Tikung X2,X4 Jika harga lahan meningkat dalam asumsi sebesar Rp 1
Sugio X4 Sekaran X2, X4 maka akan memberikan nilai tambah terhadap alih fungsi
Mantup X4 Kelompok C.2 lahan sawah sekian Ha.
Modo X4 Kalitengah X2, X4
Sukodadi X4 Solokuro X2,X4 Tabel 6.
Karanggeneng X4 Paciran X2,X4 Model Kelompok B
Maduran X4 Glagah X2, X4 Kecamatan Model
Laren X4 Karangbinangun X2, X4
Brondong X4 Mantup Y = 40,873 0,160 X4
Kembangbahu Y = 182,626 0,159 X4
Sumber : Hasil analisa, 2014
Sugio Y = 87,232 0,177 X4
Modo Y = 44,778 0,147 X4
Kelompok A (X2) Sukodadi Y = 194,628 0,315 X4
Kelompok ini adalah kelompok yang luas alih fungsi Karanggeneng Y = 189,786 0,217 X4
lahan sawahnya dipengaruhi oleh rasio aksesibilitas wilayah. Maduran Y = 243,241 0,360 X4
Kelompok ini terdiri dari 9 kecamatan yaitu Kecamatan Laren Y = 244,382 0,344 X4
Mantup, Kembangbahu, Sugio, Modo, Sukodadi, Solokuro Y = 252,517 0,347 X4
Karanggeneng, Maduran, Laren, dan Solokuro merupakan
kawasan perdesaan yang memiliki fungsi kegiatan kurang Sumber : Hasil analisa, 2014
lebih adalah pertanian, permukiman, perdagangan dan jasa,
serta perkebunan. Pada 9 kecamatan tersebut aksesibilitas Kelompok C (X2, X4)
wilayah cukup bagus dengan dilaluinya jalan kolektor Kelompok ini terdiri dari kecamatan-kecamatan yang
sekunder sebagai aksesibilitas utama antar kecamatan, selain berada pada kawasan perkotaan dan kawasan pedesaan
itu untuk Kecamatan Modo juga dilalui oleh jalan kolektor antara lain Kecamatan Babat, Pucuk, Lamongan, Tikung,
primer sebagai perlintasan jalan antar Kabupaten sedangkan Sarirejo, Deket, Turi dan Sekaran. Secara geografis, letak
pada Kecamatan Sukodadi dilalui jalan arteri primer yang kecamatan ini saling berdekatan dan masing-masing dilalui
merupakan perlintasan jalan Nasional antar provinsi. oleh jalan arteri primer. Sehingga pada interpretasi nilai
pengaruh model, hasil dari Y lebih besar dari kelompok
selanjutnya yang berarti luas alih fungsi lahan di kecamatan
dalam kelompok ini lebih besar dari kecamatan-kecamatan
pada kelompok selanjutnya.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-124

Tabel 7. wilayah penelitian, yaitu rasio harga lahan (X2) dan


Model Kelompok C
rasio aksesibilitas wilayah (X4). Pada dua variabel yang
Kecamatan Model
signifikan mempengaruhi alih fungsi lahan sawah di
Babat Y = 72,572 + 69,776 X2 0,150 X4 kabupaten Lamongan menghasil kelompok-kelompok
Pucuk Y = 155,182 + 45,207 X2 0,297 X4 kecamatan yang mempunyai kesamaan karakteristik
Lamongan Y = 156,363 + 45,972 X2 0,292 X4 yang bisa mempengaruhi nilai penambahan luas alih
Tikung Y = 162,723 + 44,442 X2 0,295 X4 fungsi lahan sawah di Kabupaten Lamongan.
Sarirejo Y = 127,48 + 68,212 X2 0,313 X4
Deket Y = 89,644 + 73,285 X2 0,268 X4
Turi Y = 132,125 + 35,568 X2 0,233 X4 UCAPAN TERIMA KASIH
Sekaran Y = 168,283 + 42,459 X2 0,313 X4 Penulis Merisa Kurniasari mengucapkan terima kasih
kepada bapak Putu Gde Ariastita, ST., MT., yang telah
Sumber : Hasil analisa, 2014
membimbing peneliti hingga mampu menyelesaikan
penelitian ini hingga akhir. Terima kasih pula kepada pihak-
Kelompok C.2 (X2, X4) pihak terkait yang menjadi sumber dan/atau responden yang
Perbedaan dengan kelompok sebelumnya terletak pada membantu menyukseskan penelitian ini.
jumlah luasan/besaran nilai pengaruh terhadap luasan alih
fungsi lahan sawah ke lahan terbangun yang nantinya
mempengaruhi kecenderungan perkembangan alih fungsi
lahan sawah di Kabupaten Lamongan. Pada kelompok ini DAFTAR PUSTAKA
terdiri dari Kecamatan Glagah, Karangbinangun, [1] Arsyad, Sitanala, dkk. 2008. Penyelamatan Tanah, Air dan
Kalitengah, Brondong, dan Paciran. Secara letak kelima Lingkungan. Jakarta : Crespent Press dan Yayasan Obor
kecamatan ini berada dekat dengan kawasan perkotaan dan Indonesia
kecamatan Brondong serta Kecamatan Paciran merupakan [2] Kantor Pertanahan Kabupaten Lamongan. 2012. Data Ijin
Lokasi Kabupaten Lamongan.
kawasan perkotaan. Sedangkan Kecamatan Karangbinangun [3] Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan. 2013. Survei
dan Kecamatan Kalitengah merupakan kawasan perbatasan Pertanian Produksi Padi dan Palawija.
antara Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Gresik. [4] Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan. 2013. PDRB
Lamongan menurut lapangan Usaha.
[5] Rai, dkk. 2011. Persaingan Pemanfaatan Lahan dan Air,
Tabel 8. Perspektif Keberlanjutan Pertanian dan Kelestarian
Model Kelompok C.2 Lingkungan. Denpasar : Udayana University Press
Kecamatan Model [6] Brundsdon, C., Fotheringham, A. S. dan Charlton, M. E.
Glagah Y = 79,119 X2 0,248 X4 1996. Geographically Weighted Regression: A Method for
Exploring Spatial Nonstationarity, Geographical Analysis, 28,
Karangbinangun Y = 72,625 X2 0,173 X4 hal. 281-298.
Kalitengah Y = 43,570 X2 0,177 X4 [7] Soemarno, 2013. Konversi Lahan. Bahan Ajar Mata Kuliah
Brondong Y = 24,057 X2 0,204 X4 Landuse Planning & Land Management. Malang : Universitas
Brawijaya
Paciran Y = 30,939 X2 0,164 X4
Sumber : Hasil analisa, 2014

IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan yang telah
dilakukan pada penelitian ini, maka dapat disimpulkan
bahwa:
1) Jenis alih fungsi lahan sawah di Kabupaten Lamongan
pada tahun 2009-2012 antara lain Alih fungsi lahan
pertanian sawah terhadap permukiman; Alih fungsi
lahan pertanian sawah terhadap industri; Alih fungsi
lahan pertanian sawah terhadap perdagangan dan jasa
2) Melalui analisis GWR, proses analisis faktor-faktor
yang mempengaruhi alih fungsi lahan sawah di
Kabupaten Lamongan dapat memunculkan hasil yang
lebih spesifik terkait faktor yangbersifat lokal pada
masing-masing lokasi dengan melihat keragaman antar
wilayah pada masing-masing kecamatan tersebut yang
kemudian dihasilkan suatu model per kecamatan
sebagai input pada analisis penelitian selanjutnya yaitu
kecenderungan perkembangan alih fungsi lahan sawah.
3) Terdapat 2 variabel yang berpengaruhdalam
mempengaruhi luasan alih fungsi lahan sawah di

Anda mungkin juga menyukai