Anda di halaman 1dari 23

Taufik Hidayat Zein

Bulan: Maret 2014


Teori yang berhubungan dengan
penalaran (Tugas)
A. PENALARAN DALAM TEORI AKUNTANSI

Penalaran marupakan proses berpikir logis dan sistematis untuk membentuk dan mengevaluasi
suatu keyakinan (belief) terhadap suatu pernyataan atau asersi (assertion).Penalaran melibatkan
proses penurunan konsekuensi logis dan proses penarikan simpulan / konklusi dari serangkaian
pernyataan atau asersi.

Unsur dan Strukur Penalaran

Struktur dan proses penalaran didasari atas tiga konsep penting, yaitu :

1. Asersi, suatu pernyataan ( biasanya positif ) yang menegaskan bahwa sesuatu (misalnya teori )
adalah benar. Asersi mempunyai fungsi ganda dalam penalaran yaitu sebagai elemen pembentuk
argumen dan sebagai keyakinan yang dihasilkan oleh penalaran ( berupa kesimpulan).

2. Keyakinan, merupakan tingkat kebersediaan untuk menerima suatu pernyataan atau teori (
penjelasan ) mengenai suatu fenomena atau gejala ( alam atau sosial ) adalah benar.

3. Argumen, merupakan serangkaian asersi beserta keterkaitan ( artikulasi ) daan inferensi atau
penyimpulan yang digunakan untuk mendukung suatu keyakinan. Dalam hal ini argumen
merupakan unsur yang paling penting karena digunakan untuk membentuk, memelihara, atau
mengubah suatu keyakinan.

Jenis Asersi

Asersi dapat diklasifikasi menjadi :

1. Asumsi, merupakan asersi yang diyakini benar meskipun orang tidak dapat mengajukan atau
menunjukkan bukti tentang kebenarannya secara meyakinkan.

2. Hipotesis, merupakan asersi yang kebenarannya belum atau tidak diketahui tetapi diyakini
bahwa asersi tersebut dapat diuji kebenarannya. Agar disebut sebagai suatu hipotesis maka suatu
asersi juga harus mengandung kemungkinan salah, karena jika asersi adalah benar maka asersi
akan menjadi pernyataan fakta.
3. Pernyataan fakta, merupaakan asersi yang bukti tentang kebenarannya diyakini sangat kuat
atau bahkan tidak dibantah.

Jenis Argumen

Argumen dapat diklasifikasi sebagai berikut :

1.Argumen Deduktif, atau argumen logis merupakan argumen yang asersi konklusinya tersirat
atau dapat diturunkan dari asersi asersi lain yang diajukan.

2. Argumen Induktif, argumen ini lebih bersifat sebagai argumen ada benarnya. Akan tetapi
dalam argumen ini konklusi tidak selalu benar walaupun kedua premis benar.

Bukti adalah sesuatu yang memberi dasar rasional dalam pertimbangan (judgement) untuk
menetapkan kebenaran suatu pernyataan (to establish the truth). Dalam hal teori akuntansi,
pertimbangan diperlukan untuk menetapkan relevansi atau keefektifan suatu perlakuan akuntansi
untuk mencapai tujuan akuntansi.

Keyakinan yang diperoleh seseorang karena kekuatan atau kelemahan argument adalah terpisah
dengan masalah apakah pernyataan yang diyakini itu benar (true) atau salah (false). Dapat saja
seseorang memegang kuat keyakinan terhadap sesuatu yang salah atau sebaliknya, menolak
suatu pernyataan yang benar (valid).

Properitas Keyakinan

Pemahaman terhadap beberapa prosperitas (sifat) keyakinan sangat penting dalam mencapai
keberhasilan berargument. Berikut ini prosperitas keyakinan yang perlu disadari dalam
berargumen : keadabenaran, bukan pendapat, bertingkat, berbias, bermuatan nilai, berkekuatan,
veridikal ( tingkat kesesuaian keyakinan dengan realitas ), dan berketempaan ( kelentukan
keyakinan berkaitan dengan mudah tidaknya keyakinan tersebut diubah dengan adanya informasi
yang relevan ).

Kecohan (Fallacy )

Kecohan merupakan kesalahan dalam menerima suatu asersi yang ada kenyataannya asersi
tersebut membujuk dan dianut banyak orang padahal seharusnya tidak.

Salah Nalar

Kesalahan nalar dapat terjadi jika penyimpulan tidak di dasarkan pada kaidah kaidah penalaran
yang valid. Walaupun salah nalar dapat dipakai sebagai suatu strategem ( pendekatan atau cara
cara untuk mempengaruhi keyakinan orang dengan cara selain mengajukan argumen yang valid
atau masuk akal ), tidak selayaknya jika kaidah penalaran yang sangat baik ditolak semata mata
karena argumen sering di salah gunakan.

B. PENALARAN DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MI

Untuk memahami pengertian penalaran dalam pembelajaran matematika, ada baiknya anda
simak beberapa contoh berikut ini:

1 Jika Andi lebih tinggi dari Bani dan Bani lebih tinggi dari Chandra, maka Andi akan lebih
tinggi dari Chandra.

1 Jika Johan berumur 10 tahun dan Amir berumur dua tahun lebih tua, maka Amir berumur 12
tahun.

Jika besar dua sudut pada suatu segitiga adalah 600 dan 1000 maka sudut yang ketiga adalah
1800 (1000 + 600) = 200. Hal ini didasarkan pada teori matematika yang menyatakan bahwa
jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah 1800.

Untuk menentukan hasil dari 998 + 1236 maka dapat dilakukan dengan cara mengambil
(meminjam) 2 nilai dari 1236 untuk ditambahkan ke 998 sehingga menjadi 1000. Dengan
demikian 998 + 1236 sama nilainya dengan 1000 + 1234 yang bernilai 2234. Jadi, 998 + 1236 =
1000 + 1234 = 2234.

Dari contoh-contoh yang telah diuraikan di atas, kita dapat menyimak bahwa suatu kesimpulan
dapat ditentukan setelah terjadi proses analisis terhadap fakta-fakta yang ada yang telah
diketahui. Proses pengambilan kesimpulan berdasarkan fakta-fakta yang ada tersebut dikenal
dengan istilah penalaran.

1. Penalaran Induktif dan Deduktif

Penalaran dalam matematika dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu penalaran deduktif dan
penalaran induktif. Menurut kaidah bahasa Indonesia, penalaran deduktif berarti penalaran yang
bersifat deduksi, yaitu penalaran atas dasar hal-hal yang bersifat umum kemudian diturunkan ke
hal-hal yang khusus. Sedangkan penalaran induktif, secara bahasa berarti penalaran yang bersifat
induksi, yaitu penalaran atas dasar dari hal-hal yang bersifat khusus, kemudian disimpulkan
menjadi yang bersifat umum.

Pembelajaran dan pemahaman konsep dapat diawali secara induktif melalui pengalaman
peristiwa nyata atau intuisi. Proses induktif-deduktif dapat digunakan untuk mempelajari konsep
matematika. Kegiatan dapat dimulai dengan beberapa contoh atau fakta yang teramati, membuat
daftar sifat yang muncul (sebagai gejala), memperkirakan hasil baru yang diharapkan, yang
kemudian dibuktikan secara deduktif. Dengan demikian, cara belajar induktif dan deduktif dapat
digunakan dan sama-sama berperan penting dalam mempelajari matematika. Penerapan cara
kerja matematika diharapkan dapat membentuk sikap kritis, kreatif, jujur dan komunikatif pada
siswa.
Proses induktif-deduktif dapat digunakan untuk mempelajari konsep matematika. Kita mulai
dengan beberapa contoh atau fakta yang teramati. Buatlah daftar sifat yang muncul (sebagai
gejala), kemudian perkirakan hasil baru yang diharapkan. Kemudian hasil ini kita buktikan
secara deduktif. Misalkan untuk menunjukkan 3 x (-1) = -3, dapat ditunjukkan secara induktif
melalui pengertian pola perkalian. Telah kita ketahui bahwa pengertian perkalian diartikan
sebagai penjumlahan berulang seperti 2 x 3 = 3 + 3 = 6, 2 x 4 = 4 + 4 = 8, dan seterusnya.
Sekarang perhatikan pola perkalian berikut

3 3 = 9,

3 2 = 6, 6 diperoleh dari 9 3

3 1 = 3, 3 diperoleh dari 6 3

3 0 = 0, 0 diperoleh dari 3 3

3 (-1) = .

Dari pola tersebut, dapat ditunjukkan bahwa 3 (-1) = -3. Namun demikian, dalam matematika
bukti dengan cara seperti ini belum sah (walaupun cara ini bisa dibenarkan untuk pengajaran
matematika tingkat elementer atau sekolah dasar). Secara deduktif, hal tersebut dibuktikan
dengan menggunakan sifat distributif atau penyebaran dalam operasi penjumlahan sebagai
berikut:

3 0 = 0 + 0 + 0 = 0, tuliskan 0 sebagai 1 + ( 1),

sehingga 3 [1 + ( 1)] = 3 1 + 3 (-1) = 3 + 3 (-1) = 0

Jadi, 3 (-1) = 0 3 = -3.

Apabila kita kaji lanjut, matematika merupakan serangkaian sistem simbolis yang abstrak dan
saling berhubungan. Di sini kita menghadapi sesuatu atau objek yang abstrak (dan disimbolkan)
dan sistem simbolis (prinsip-prinsip operasi dan hukum-hukum). Terdapat 4 jenis objek
(gagasan-gagasan) pada matematika, yaitu :

Fakta, dipelajari secara roting atau hafalan, misal tiga dikaitkan dengan simbol 3, 2+3=5, 7 x
8 = 56 (fakta yang dapat dideduksi dari penjumlahan berulang). Tetapi, 2+3=5, dapat pula
dideduksi dari teori himpunan gabungan dangan diagram Venn.

Konsep, dipelajari dengan membutuhkan pemahaman tertentu, misalnya segitiga memerlukan


pengertian banyak sisi, hubungan antar sisi, dan sebagainya. Hampir tiap konsep dibangun dari
konsep-konsep sebelumnya, kecuali yang konsep primitif atau paling seperti himpunan dan
elemen. Dalam matematika konsep himpunan merupakan istilah yang tidak terdefinisi.
Operasi, berfungsi untuk melakukan hubungan yang mempunyai arti dari objek matematika yang
satu ke objek yang lain, misalnya pemasangan anggota dua himpunan, menghitung, mengukur
panjang, menambah, mengali, dan sebagainya.

Prinsip, pernyataan yang mengkaitkan antara dua atau lebih objek matematika (fakta, konsep,
operasi, ataupun antar prinsip), misalnya teorema, aksioma, dan lema.

Sedangkan kebenaran dalam matematika didasarkan atas sistem aksioma yang terdiri atas empat
bagian penting, yaitu: istilah tak terdefinisi, istilah terdefinisi, aksioma, dan teorema.

Walaupun matematika menggunakan penalaran induktif, proses kreatif yang terjadi kadang-
kadang menggunakan penalaran induktif, intuisi, bahkan dengan coba-coba (trial and error).
Namun pada akhirnya penemuan dari proses kreatif tersebut harus diorganisasikan dengan
pembuktian secara deduktif. Teorema-teorema yang diperoleh secara deduktif itu kemudian
dipergunakan untuk menyelesaikan berbagai masalah termasuk masalah-masalah dalam
kehidupan nyata.

2. Kelebihan dan Kelemahan Penalaran Induktif dan Deduktif

Penarikan kesimpulan pada induksi yang bersifat umum akan menjadi sangat penting, karena
ilmu pengetahuan tidak akan pernah berkembang tanpa adanya penarikan kesimpulan ataupun
pembuatan pernyataan baru yang bersifat umum. Hal inilah yang menjadi suatu kelebihan dari
penalaran induktif dibandingkan dengan penalaran deduktif. Untuk memperjelas pernyataan di
atas, perhatikan dari beberapa kasus khusus seperti: 5 + 3 = 3 + 5; 6 + (-2) = (-2) + 6; serta
beberapa kasus lainnya akan didapat suatu sifat umum pada penjumlahan yaitu a + b = b + a,
yang kemudian kita kenal dengan sifat komutatif pada penjumlahan. Pernyataan seperti itu lalu
dianggap bernilai benar dan dikenal dengan aksioma atau postulat. Dari aksioma atau postulat ini
dapat dikembangkan bangunan matematika. Secara umum dapat kita simpulkan bahwa:

1. Pada awalnya proses matematisasi yang dilakukan dan dihasilkan para matematikawan adalah
proses induksi atau penalaran induktif. Dimulai dari kasus-kasus khusus yang kemudian
digeneralisasikan sehingga menjadi pernyataan umum (general).

2. Proses berikutnya adalah proses formalisasi pengetahuan matamatika dengan terlebih dahulu
menetapkan sifat pangkal (aksioma) dan pengertian pangkal, yang akan menjadi pondasi
pengetahuan matematika berikutnya yang harus dibuktikan secara deduktif.

Penalaran induktif sering digunakan para ilmuwan (scientist). Kebanyakan teori-teori dalam
bidang sains ditemukan berawal dari proses penalaran induktif. Namun hasil yang didapat dari
proses induksi kadang-kadang masih berpeluang untuk menjadi salah. Dulu sebelum lahirnya
teori Copernicus tentang matahari sebagai pusat tata surya, orang telah percaya pada teori
sebelumya bahwa bumilah yang merupakan pusat dari jagat raya itu. Teori yang menyatakan
bahwa bumi merupakan pusat tata surya telah salah adanya, dan digantikan dengan teori baru
bahwa mataharilah yang merupakan pusat tata surya.

Hal tersebut menjadi salah satu kelemahan dari penalaran induktif dibandingkan dengan
penalaran deduktif. Suatu teori yang bernilai benar pada suatu saat, dapat saja bernilai salah pada
tahun-tahun berikutnya jika telah ditemukan suatu contoh sangkalan (counter example). Oleh
karena itu di dalam matematika, kesimpulan yang diperoleh dari proses penalaran induktif masih
disebut dengan dugaan (conjekuture). Dugaan tersebut lalu akan dikukuhkan menjadi suatu
teorema jika sudah dapat dibuktikan kebenarannya dengan penalaran deduktif.

Dengan demikian sebenarnya antara penalaran induktif dengan penalaran deduktif saling
melengkapi satu sama lain.

3. Implikasi Penalaran dalam Pembelajaran Matematika MI

Sejalan dengan teori pembelajaran terbaru seperti konstruktivisme dan munculnya pendekatan
baru seperti RME (Realistic Mathematics Education), PBL (Problem Based Learning), serta CTL
(Contextual Teaching & Learning), maka proses pembelajaran di kelas sudah seharusnya dimulai
dari masalah nyata yang pernah dialami atau dapat dipikirkan para siswa, dilanjutkan dengan
kegiatan bereksplorasi, lalu para siswa akan belajar matematika secara informal, dan diakhiri
dengan belajar matematika secara formal. Dengan cara seperti itu, para siswa kita tidak hanya
dicekoki dengan teori-teori dan rumus-rumus matematika yang sudah jadi, akan tetapi para siswa
dilatih dan dibiasakan untuk belajar memecahkan masalah selama proses pembelajaran di kelas
sedang berlangsung. Jika pada masa-masa lalu, masalah diberikan setelah teorinya didapatkan
para siswa, maka pada masa sekarang, masalah tersebut diberikan sebelum teorinya didapatkan
para siswa. Sebagai guru matematika, pernyataan George Polya (1973: VII), berikut perlu
mendapat perhatian kita, yang menyatakan bahwa: Yes, mathematics has two faces; it is the
rigorous science of Euclid but it is also something else. Mathematics presented in the Euclidean
way appears as a systematic, deductive science; but mathematics in the making appears as an
experimental, inductive science.

Pendapat Polya ini telah menunjukkan pengakuan beliau tentang pentingnya penalaran induktif
(induksi) dalam pengembangan matematika. Jika pada masa lalu, siswa belajar matematika
secara deduktif aksiomatis, maka pada masa kini, dengan munculnya teori-teori belajar seperti
belajar bermakna dari Ausubel (belajar bermakna), teori belajar dari Piaget serta Vigotsky
(kontruktivisme sosial), para siswa dituntun ataupun difasilitasi untuk belajar sehingga para
siswa dapat menemukan kembali (reinvent) atau mengkonstruksi kembali (reconstruct)
pengetahuannya yang dikenal dengan kontekstual learning, matematika humanistik, ataupun
matematika realistik. Proses pembelajaran seperti ini, pada tahap-tahap awalnya akan lebih
menggunakan penalaran induktif daripada deduktif seperti yang dinyatakan Polya tadi. Mudah-
mudahan dengan proses pembelajaran seperti ini, pada akhirnya akan muncul penemu-penemu
besar dari negara tercinta kita, Indonesia.

Sumber :
http://nanangbudianas.blogspot.com/2013/02/penalaran-reasoning-teori-akuntansi.html

http://bdkbandung.kemenag.go.id/jurnal/132-penalaran-dalam-pembelajaran-matematika-mi

http://hertynfrianka.blogspot.com/2013/03/teori-penalaran_22.html .

http://xsaelicia.blogspot.com/2011/11/penalaran-deduktif.html .

Mar22

Teori yang berhubungan dengan metode


ilmiah dan sikap ilmiah (Tugas)
Metode ilmiah merupakan suatu pengajaran terhadap kebenaran yang diatur oleh pertimbangan-
pertimbangan logis. Karena ideal dari ilmu adalah untuk memperoleh interelasi yang sistematis
dari fakta-fakta, maka metode ilmiah berkehendak untuk mencari jawaban tentang fakta-fakta
dengan menggunakan pendekatan kesangsian sistematis. Karena itu, penelitian dan metode
ilmiah mempunyai hubungan yang dekat sekali, jika tidak dikatakan sama. Ilmuwan melakukan
pengamatan serta membentuk hipotesis dalam usahanya untuk menjelaskan fenomena alam.
Prediksi yang dibuat berdasarkan hipotesis tersebut diuji dengan melakukan eksperimen. Jika
suatu hipotesis lolos uji berkali-kali, hipotesis tersebut dapat menjadi suatu teori ilmiah.

Tujuan metode ilmiah itu sendiri adalah:

1. Mendapatkan pengetahuan ilmiah (yang rasional, yang teruji) sehingga


merupakan pengetahuan yang dapat diandalkan.

2. Merupakan suatu pengejaran terhadap kebenaran yang diatur oleh pertimbangan-pertimbangan


logis.

3. Untuk mencari ilmu pengetahuan yang dimulai dari penentuan masalah, pengumpulan data
yang relevan, analisis data dan interpretasi temuan, diakhiri dengan penarikan kesimpulan.

Unsur utama metode ilmiah adalah pengulangan tiga langkah berikut:

Karakterisasi (pengamatan dan pengukuran)

Metode ilmiah bergantung pada karakterisasi yang cermat atas subjek investigasi. Dalam proses
karakterisasi, ilmuwan mengidentifikasi sifat-sifat utama yang relevan yang dimiliki oleh subjek
yang diteliti. Selain itu, proses ini juga dapat melibatkan proses penentuan (definisi) dan
pengamatan; pengamatan yang dimaksud seringkali memerlukan pengukuran dan/atau
perhitungan yang cermat.
Proses pengukuran dapat dilakukan dalam suatu tempat yang terkontrol, seperti laboratorium.
Proses pengukuran sering memerlukan peralatan ilmiah khusus seperti termometer, spektroskop,
atau voltmeter, dan kemajuan suatu bidang ilmu biasanya berkaitan erat dengan penemuan
peralatan semacam itu. Hasil pengukuran secara ilmiah biasanya ditabulasikan dalam tabel,
digambarkan dalam bentuk grafik, atau dipetakan, dan diproses dengan perhitungan statistika
seperti korelasi dan regresi.

Hipotesis (penjelasan teoretis yang merupakan dugaan atas hasil pengamatan dan pengukuran)

Hipotesis yang berguna akan memungkinkan prediksi berdasarkan deduksi. Prediksi tersebut
mungkin meramalkan hasil suatu eksperimen dalam laboratorium atau pengamatan suatu
fenomena di alam. Prediksi tersebut dapat pula bersifat statistik dan hanya berupa probabilitas.
Hasil yang diramalkan oleh prediksi tersebut haruslah belum diketahui kebenarannya

Jika hasil yang diramalkan sudah diketahui, hal itu disebut konsekuensi dan seharusnya sudah
diperhitungkan saat membuat hipotesis. Jika prediksi tersebut tidak dapat diamati, hipotesis yang
mendasari prediksi tersebut belumlah berguna bagi metode bersangkutan dan harus menunggu
metode yang mungkin akan datang. Sebagai contoh, teknologi atau teori baru boleh jadi
memungkinkan eksperimen untuk dapat dilakukan.

Eksperimen (pengujian atas semua hal di atas)

Setelah prediksi dibuat, hasilnya dapat diuji dengan eksperimen. Jika hasil eksperimen
bertentangan dengan prediksi, maka hipotesis yang sedak diuji tidaklah benar atau tidak lengkap
dan membutuhkan perbaikan atau bahkan perlu ditinggalkan. Jika hasil eksperimen sesuai
dengan prediksi, maka hipotesis tersebut boleh jadi benar namun masih mungkin salah dan perlu
diuji lebih lanjut.

Eksperimen tersebut dapat berupa eksperimen klasik di dalam laboratorium atau ekskavasi
arkeologis.Pencatatan juga akan membantu dalam reproduksi eksperimen.

Metode Ilmiah memiliki ciri-ciri keilmuan, yaitu :

1. Rasional: sesuatu yang masuk akal dan terjangkau oleh penalaran manusia

2. Empiris: menggunakan cara-cara tertentu yang dapat diamati dengan menggunakan panca
indera

3. Sistematis: menggunakan proses dengan langkah-langkah logis.

Syarat-syarat Metode Ilmiah, diantaranya :

1. Obyektif, artinya pengetahuan itu sesuai dengan objeknya atau didukung metodik fakta
empiris.
2. Metodik, artinya pengetahuan ilmiah diperoleh dengan menggunakan cara-cara tertentu
yang teratur dan terkontrol.

3. Sistematik, artinya pengetahuan ilmiah itu tersusun dalam suatu sistem, tidak berdiri
sendiri, satu dengan yang lain saling berkaitan.

4. Universal, artinya pengetahuan tidak hanya berlaku atau dapat diamati oleh seseorang atau
beberapa orang saja tetapi semua orang melalui eksperimentasi yang sama akan memperoleh
hasil yang sama.

Sifat Metode Ilmiah :

1. Efisien dalam penggunaan sumber daya (tenaga, biaya, waktu).

2. Terbuka (dapat dipakai oleh siapa saja).

3. Teruji (prosedurnya logis dalam memperoleh keputusan).

Pola pikir dalam metode ilmiah :

1. Induktif: Pengambilan kesimpulan dari kasus yang bersifat khusus menjadi kesimpulan
yang bersifat umum. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-
pernyataan yang mempunyai ruang lingkup terbatas dalam menyusun argumentasi dan terkait
dengan empirisme.

2. Deduktif: Pengambilan kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang
bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola pikir
silogismus dan terkait dengan rasionalisme.

Struktur metode ilmiah memiliki beberapa langkah sebagai berikut:

1. Perumusan masalah

Perumusan masalah merupakan langkah untuk mengetahui masalah yang akan dipecahkan
sehingga masalah tersebut menjadi jelas batasan, kedudukan, dan alternatif cara untuk
memecahkannya. Perumusan masalah juga berarti pertanyaan mengenai suatu objek secara
tertulis, sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan objek tersbut.

2. Penyusunan Kerangka Berpikir/ Dasar Teori

Penyusunan Kerangka berpikir merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan antara


berbagai faktor yang berkaitan dengan objek dan dapat menjawab permasalahan.

Keterangan keterangan dalam menyusun suatu dasar teori dapat diperoleh dari buku-buku
laporan hasil penelitian orang lain. Wawancara dengan pakar, atau melalui pengamatan langsung
(observasi) di lapangan. Dasar teori berguna sebagai dasar menarik hipotesis.
3. Penarikan Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara atau dugaan terhadap permasalahan atau pertanyaan yang
diajukan berdasarkan kesimpulan kerangka berpikir/dasar teori. Dikatakan sebagai jawaban
sementara karena hipotesis ini baru mengandung kebenarannya yang bersifat logis dan teoritis.
Kebenarannya belum bersifat empiris, karena belum terbukti melalui eksperimen.

4. Eksperimen/Percobaan

Untuk menguji hipotesis dapat dilakukan dengan melakukan observasi dan percobaan atau
eksperimen. Dari eksperimen atau percobaan tersebut akan diperoleh data. Data inilah yang akan
dianalisa untuk memudahkan penarikan kesimpulan.

Dalam melakukan eksperimen diperlukan beberapa variabel penelitian. Variabel penelitian


adalah faktor-faktor yang berpengaruh dalam suatu eksperimen. Variabel penelitian tersebut
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari. Dengan adanya variabel penelitian akan diperoleh
informasi mengenai faktor-faktor yang berpengaruh dalam eksperimen sehingga lebih mudah
untuk menarik kesimpulan.

Jenis-jenis penelitian sebagai berikut:

Variabel Bebas adalah variabel yang sengaja dibuat tidak sama dalam eksperimen.

Variabel Terikat adalah variabel yang muncul akibat perlakuan dari variabel bebas.

Variabel Kontrol adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga hubungan
variabel bebas terhadap variabel terikat tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti.

Analisis Data

Data diperoleh dari hasil eksperimen. Data hasil eksperimen dapat dibedakan menjadi 2 jenis
sebagai berikut:

Data kualitatif yaitu data yang tidak disajikan dalam bentuk angka tetapi dalam bentuk
deskripsi. Contoh data ciri morfologi.

Data kuantitatif yaitu data yang disajikan dalam bentuk angka. Contoh data hasil pengukuran
tinggi batang suatu tanaman. Data kuantitatif harus diolah dalam bentuk tabel, grafik, atau
diagram sehingga mudah dipahami orang lain

Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan harus mengacu pada hasil eksperimen. Kesimpulan dari suatu penelitian
harus diambil berdasarkan semua data yang diperoleh. Penarikan kesimpulan bukan berdasarkan
hasil rekayasa atau keinginan peneliti. Bukan pula untuk menuruti kemauan pihak tertentu
dengan cara memanipulasi data. Kesimpulan harus memiliki hubungan yang jelas dengan
permasalahannya dan hipotesis.

Ada 2 kemungkinan yang ada dalam pengambilan kesimpulan, yaitu hipotesis diterima dan
hipotesis ditolak

Teori Kebenaran Ilmiah

1. Teori koherensi : pernyataan dianggap benar jika pernyataan itu bersifata koheren atau
konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Misalnya : setiap
manusia akan mati, maka kesimpulan pasti akan mati.

2. Teori korespondensi : pernyataan dianggap benar jika materi pengetahuan yang dikandung
itu berkorespondensi (berhubungan) dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Ibu kota
Indonesia adalah Jakarta, dan memang faktanya ibukota Indonesia adalah Jakarta.

3. Teori pragmatis, ialah kebenaran suatu pernyataan diukur dengan criteria apakah
pernyataan itu bersifat fungsional dalam kehidupan praktis atau memiliki kegunaan dalam
kehidupan manusia.

Teori dan hukum

Ilmuwan lain mungkin tidak hanya mengulangi percobaan tetapi mungkin melakukan percobaan
tambahan untuk menantang temuan. Jika hipotesis diuji dan dikonfirmasi cukup sering,
komunitas ilmiah menyebut hipotesis tersebut teori. Kemudian berbagai eksperimen tambahan
menguji teori menggunakan metode eksperimental yang ketat. Tantangan berulang terhadap teori
disajikan. Jika hasil terus mendukung teori, teori memperoleh status ilmiah hukum. Sebuah
hukum ilmiah adalah fakta seragam atau konstan di alam. Sebuah contoh dari hukum biologi
adalah bahwa semua makhluk hidup terdiri dari sel.

Sebuah kritik sering diajukan dalam metode ilmiah hal ini disebabkan karena ia tidak dapat
menampung apa saja yang belum terbukti. Argumen kemudian menunjukkan bahwa banyak hal
yang dianggap mustahil di masa lalu kini menjadi realitas sehari-hari. Kritik ini didasarkan pada
salah tafsir dari metode ilmiah. Ketika hipotesis melewati tes itu diadopsi sebagai teori benar
menjelaskan berbagai fenomena dapat setiap saat dipalsukan oleh bukti eksperimental baru.
Ketika menjelajahi satu set baru atau fenomena ilmuwan menggunakan teori-teori yang ada
namun, karena ini merupakan daerah baru penyelidikan, selalu diingat bahwa teori lama
mungkin gagal untuk menjelaskan percobaan baru dan pengamatan. Dalam hal ini hipotesis baru
yang dirancang dan diuji sampai teori baru muncul.

Setelah menganalisa data, ilmuwan menarik kesimpulan. Sebuah kesimpulan yang valid harus
didasarkan pada fakta-fakta yang diamati dalam percobaan. Jika data dari percobaan diulang
mendukung hipotesis, ilmuwan akan mempublikasikan hipotesis dan eksperimental data untuk
ilmuwan lain untuk meninjau dan membahas.

Sumber :
http://agusthinuz.blogspot.com/2013/03/metode-ilmiah.html

http://mulyonoprabowo.wordpress.com/2013/06/06/metode-ilmiah/

Tahap Langkah Metode Ilmiah

http://berbagireferensi.blogspot.com/2010/06/lebih-jauh-tentang-pengertian-sikap.html

http://menulisbukuilmiah.blogspot.com/2008/10/karya-tulis-ilmiah-ciri-dan-sikap.html

Metode ilmiah merupakan suatu pengajaran terhadap kebenaran yang diatur oleh pertimbangan-
pertimbangan logis. Karena ideal dari ilmu adalah untuk memperoleh interelasi yang sistematis
dari fakta-fakta, maka metode ilmiah berkehendak untuk mencari jawaban tentang fakta-fakta
dengan menggunakan pendekatan kesangsian sistematis. Karena itu, penelitian dan metode
ilmiah mempunyai hubungan yang dekat sekali, jika tidak dikatakan sama. Ilmuwan melakukan
pengamatan serta membentuk hipotesis dalam usahanya untuk menjelaskan fenomena alam.
Prediksi yang dibuat berdasarkan hipotesis tersebut diuji dengan melakukan eksperimen. Jika
suatu hipotesis lolos uji berkali-kali, hipotesis tersebut dapat menjadi suatu teori ilmiah.

Tujuan metode ilmiah itu sendiri adalah:

1. Mendapatkan pengetahuan ilmiah (yang rasional, yang teruji) sehingga


merupakan pengetahuan yang dapat diandalkan.

2. Merupakan suatu pengejaran terhadap kebenaran yang diatur oleh pertimbangan-pertimbangan


logis.

3. Untuk mencari ilmu pengetahuan yang dimulai dari penentuan masalah, pengumpulan data
yang relevan, analisis data dan interpretasi temuan, diakhiri dengan penarikan kesimpulan.

Unsur utama metode ilmiah adalah pengulangan tiga langkah berikut:

Karakterisasi (pengamatan dan pengukuran)

Metode ilmiah bergantung pada karakterisasi yang cermat atas subjek investigasi. Dalam proses
karakterisasi, ilmuwan mengidentifikasi sifat-sifat utama yang relevan yang dimiliki oleh subjek
yang diteliti. Selain itu, proses ini juga dapat melibatkan proses penentuan (definisi) dan
pengamatan; pengamatan yang dimaksud seringkali memerlukan pengukuran dan/atau
perhitungan yang cermat.

Proses pengukuran dapat dilakukan dalam suatu tempat yang terkontrol, seperti laboratorium.
Proses pengukuran sering memerlukan peralatan ilmiah khusus seperti termometer, spektroskop,
atau voltmeter, dan kemajuan suatu bidang ilmu biasanya berkaitan erat dengan penemuan
peralatan semacam itu. Hasil pengukuran secara ilmiah biasanya ditabulasikan dalam tabel,
digambarkan dalam bentuk grafik, atau dipetakan, dan diproses dengan perhitungan statistika
seperti korelasi dan regresi.
Hipotesis (penjelasan teoretis yang merupakan dugaan atas hasil pengamatan dan pengukuran)

Hipotesis yang berguna akan memungkinkan prediksi berdasarkan deduksi. Prediksi tersebut
mungkin meramalkan hasil suatu eksperimen dalam laboratorium atau pengamatan suatu
fenomena di alam. Prediksi tersebut dapat pula bersifat statistik dan hanya berupa probabilitas.
Hasil yang diramalkan oleh prediksi tersebut haruslah belum diketahui kebenarannya

Jika hasil yang diramalkan sudah diketahui, hal itu disebut konsekuensi dan seharusnya sudah
diperhitungkan saat membuat hipotesis. Jika prediksi tersebut tidak dapat diamati, hipotesis yang
mendasari prediksi tersebut belumlah berguna bagi metode bersangkutan dan harus menunggu
metode yang mungkin akan datang. Sebagai contoh, teknologi atau teori baru boleh jadi
memungkinkan eksperimen untuk dapat dilakukan.

Eksperimen (pengujian atas semua hal di atas)

Setelah prediksi dibuat, hasilnya dapat diuji dengan eksperimen. Jika hasil eksperimen
bertentangan dengan prediksi, maka hipotesis yang sedak diuji tidaklah benar atau tidak lengkap
dan membutuhkan perbaikan atau bahkan perlu ditinggalkan. Jika hasil eksperimen sesuai
dengan prediksi, maka hipotesis tersebut boleh jadi benar namun masih mungkin salah dan perlu
diuji lebih lanjut.

Eksperimen tersebut dapat berupa eksperimen klasik di dalam laboratorium atau ekskavasi
arkeologis.Pencatatan juga akan membantu dalam reproduksi eksperimen.

Metode Ilmiah memiliki ciri-ciri keilmuan, yaitu :

1. Rasional: sesuatu yang masuk akal dan terjangkau oleh penalaran manusia

2. Empiris: menggunakan cara-cara tertentu yang dapat diamati dengan menggunakan panca
indera

3. Sistematis: menggunakan proses dengan langkah-langkah logis.

Syarat-syarat Metode Ilmiah, diantaranya :

1. Obyektif, artinya pengetahuan itu sesuai dengan objeknya atau didukung metodik fakta
empiris.

2. Metodik, artinya pengetahuan ilmiah diperoleh dengan menggunakan cara-cara tertentu


yang teratur dan terkontrol.

3. Sistematik, artinya pengetahuan ilmiah itu tersusun dalam suatu sistem, tidak berdiri
sendiri, satu dengan yang lain saling berkaitan.
4. Universal, artinya pengetahuan tidak hanya berlaku atau dapat diamati oleh seseorang atau
beberapa orang saja tetapi semua orang melalui eksperimentasi yang sama akan memperoleh
hasil yang sama.

Sifat Metode Ilmiah :

1. Efisien dalam penggunaan sumber daya (tenaga, biaya, waktu).

2. Terbuka (dapat dipakai oleh siapa saja).

3. Teruji (prosedurnya logis dalam memperoleh keputusan).

Pola pikir dalam metode ilmiah :

1. Induktif: Pengambilan kesimpulan dari kasus yang bersifat khusus menjadi kesimpulan
yang bersifat umum. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-
pernyataan yang mempunyai ruang lingkup terbatas dalam menyusun argumentasi dan terkait
dengan empirisme.

2. Deduktif: Pengambilan kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang
bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola pikir
silogismus dan terkait dengan rasionalisme.

Struktur metode ilmiah memiliki beberapa langkah sebagai berikut:

1. Perumusan masalah

Perumusan masalah merupakan langkah untuk mengetahui masalah yang akan dipecahkan
sehingga masalah tersebut menjadi jelas batasan, kedudukan, dan alternatif cara untuk
memecahkannya. Perumusan masalah juga berarti pertanyaan mengenai suatu objek secara
tertulis, sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan objek tersbut.

2. Penyusunan Kerangka Berpikir/ Dasar Teori

Penyusunan Kerangka berpikir merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan antara


berbagai faktor yang berkaitan dengan objek dan dapat menjawab permasalahan.

Keterangan keterangan dalam menyusun suatu dasar teori dapat diperoleh dari buku-buku
laporan hasil penelitian orang lain. Wawancara dengan pakar, atau melalui pengamatan langsung
(observasi) di lapangan. Dasar teori berguna sebagai dasar menarik hipotesis.

3. Penarikan Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara atau dugaan terhadap permasalahan atau pertanyaan yang
diajukan berdasarkan kesimpulan kerangka berpikir/dasar teori. Dikatakan sebagai jawaban
sementara karena hipotesis ini baru mengandung kebenarannya yang bersifat logis dan teoritis.
Kebenarannya belum bersifat empiris, karena belum terbukti melalui eksperimen.

4. Eksperimen/Percobaan

Untuk menguji hipotesis dapat dilakukan dengan melakukan observasi dan percobaan atau
eksperimen. Dari eksperimen atau percobaan tersebut akan diperoleh data. Data inilah yang akan
dianalisa untuk memudahkan penarikan kesimpulan.

Dalam melakukan eksperimen diperlukan beberapa variabel penelitian. Variabel penelitian


adalah faktor-faktor yang berpengaruh dalam suatu eksperimen. Variabel penelitian tersebut
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari. Dengan adanya variabel penelitian akan diperoleh
informasi mengenai faktor-faktor yang berpengaruh dalam eksperimen sehingga lebih mudah
untuk menarik kesimpulan.

Jenis-jenis penelitian sebagai berikut:

Variabel Bebas adalah variabel yang sengaja dibuat tidak sama dalam eksperimen.

Variabel Terikat adalah variabel yang muncul akibat perlakuan dari variabel bebas.

Variabel Kontrol adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga hubungan
variabel bebas terhadap variabel terikat tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti.

Analisis Data

Data diperoleh dari hasil eksperimen. Data hasil eksperimen dapat dibedakan menjadi 2 jenis
sebagai berikut:

Data kualitatif yaitu data yang tidak disajikan dalam bentuk angka tetapi dalam bentuk
deskripsi. Contoh data ciri morfologi.

Data kuantitatif yaitu data yang disajikan dalam bentuk angka. Contoh data hasil pengukuran
tinggi batang suatu tanaman. Data kuantitatif harus diolah dalam bentuk tabel, grafik, atau
diagram sehingga mudah dipahami orang lain

Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan harus mengacu pada hasil eksperimen. Kesimpulan dari suatu penelitian
harus diambil berdasarkan semua data yang diperoleh. Penarikan kesimpulan bukan berdasarkan
hasil rekayasa atau keinginan peneliti. Bukan pula untuk menuruti kemauan pihak tertentu
dengan cara memanipulasi data. Kesimpulan harus memiliki hubungan yang jelas dengan
permasalahannya dan hipotesis.

Ada 2 kemungkinan yang ada dalam pengambilan kesimpulan, yaitu hipotesis diterima dan
hipotesis ditolak
Teori Kebenaran Ilmiah

1. Teori koherensi : pernyataan dianggap benar jika pernyataan itu bersifata koheren atau
konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Misalnya : setiap
manusia akan mati, maka kesimpulan pasti akan mati.

2. Teori korespondensi : pernyataan dianggap benar jika materi pengetahuan yang dikandung
itu berkorespondensi (berhubungan) dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Ibu kota
Indonesia adalah Jakarta, dan memang faktanya ibukota Indonesia adalah Jakarta.

3. Teori pragmatis, ialah kebenaran suatu pernyataan diukur dengan criteria apakah
pernyataan itu bersifat fungsional dalam kehidupan praktis atau memiliki kegunaan dalam
kehidupan manusia.

Teori dan hukum

Ilmuwan lain mungkin tidak hanya mengulangi percobaan tetapi mungkin melakukan percobaan
tambahan untuk menantang temuan. Jika hipotesis diuji dan dikonfirmasi cukup sering,
komunitas ilmiah menyebut hipotesis tersebut teori. Kemudian berbagai eksperimen tambahan
menguji teori menggunakan metode eksperimental yang ketat. Tantangan berulang terhadap teori
disajikan. Jika hasil terus mendukung teori, teori memperoleh status ilmiah hukum. Sebuah
hukum ilmiah adalah fakta seragam atau konstan di alam. Sebuah contoh dari hukum biologi
adalah bahwa semua makhluk hidup terdiri dari sel.

Sebuah kritik sering diajukan dalam metode ilmiah hal ini disebabkan karena ia tidak dapat
menampung apa saja yang belum terbukti. Argumen kemudian menunjukkan bahwa banyak hal
yang dianggap mustahil di masa lalu kini menjadi realitas sehari-hari. Kritik ini didasarkan pada
salah tafsir dari metode ilmiah. Ketika hipotesis melewati tes itu diadopsi sebagai teori benar
menjelaskan berbagai fenomena dapat setiap saat dipalsukan oleh bukti eksperimental baru.
Ketika menjelajahi satu set baru atau fenomena ilmuwan menggunakan teori-teori yang ada
namun, karena ini merupakan daerah baru penyelidikan, selalu diingat bahwa teori lama
mungkin gagal untuk menjelaskan percobaan baru dan pengamatan. Dalam hal ini hipotesis baru
yang dirancang dan diuji sampai teori baru muncul.

Setelah menganalisa data, ilmuwan menarik kesimpulan. Sebuah kesimpulan yang valid harus
didasarkan pada fakta-fakta yang diamati dalam percobaan. Jika data dari percobaan diulang
mendukung hipotesis, ilmuwan akan mempublikasikan hipotesis dan eksperimental data untuk
ilmuwan lain untuk meninjau dan membahas.

Sumber :

http://agusthinuz.blogspot.com/2013/03/metode-ilmiah.html

http://mulyonoprabowo.wordpress.com/2013/06/06/metode-ilmiah/

Tahap Langkah Metode Ilmiah


http://berbagireferensi.blogspot.com/2010/06/lebih-jauh-tentang-pengertian-sikap.html

http://menulisbukuilmiah.blogspot.com/2008/10/karya-tulis-ilmiah-ciri-dan-sikap.html

Mar22

Pemakaian metode ilmiah dalam menjawab


pertanyaan-pertanyaan ilmiah (Tulisan)
Metode ilmiah merupakan proses keilmuan untuk memperoleh pengetahuan secara sistematis
berdasarkan bukti fisis. Ilmuwan melakukan pengamatan serta membentuk hipotesis. Prediksi
yang dibuat berdasarkan hipotesis tersebut diuji dengan melakukan eksperimen. Jika suatu
hipotesis lolos uji berkali-kali, hipotesis tersebut dapat menjadi suatu teori ilmiah.

Berikut ini pengertian lain dari metode ilmiah menurut beberapa sumber:

prinsip dan prosedur untuk mengejar sistematis pengetahuan yang melibatkan pengakuan dan
perumusan masalah, pengumpulan data melalui observasi dan eksperimen, dan perumusan dan
pengujian hipotesis.

Suatu pendekatan sistematis untuk memecahkan masalah dengan menemukan pengetahuan,


menyelidiki fenomena, verifikasi dan mengintegrasikan pengetahuan sebelumnya. Ini mengikuti
serangkaian langkah-langkah yang mengevaluasi kebenaran atau kelayakan prediksi melalui
penelitian dan percobaan dari mana informasi yang diperoleh akan digunakan sebagai dasar
dalam membuat kesimpulan.

Prinsip-prinsip dan proses empiris penemuan dan demonstrasi dianggap karakteristik atau
diperlukan untuk penyelidikan ilmiah, umumnya melibatkan pengamatan fenomena, perumusan
hipotesis tentang fenomena, eksperimen untuk menunjukkan kebenaran atau kepalsuan dari
hipotesis, dan kesimpulan yang memvalidasi atau memodifikasi hipotesis.

Karakterisasi

Metode ilmiah bergantung pada karakterisasi yang cermat atas subjek investigasi. Dalam proses
karakterisasi, ilmuwan mengidentifikasi sifat-sifat utama yang relevan yang dimiliki oleh subjek
yang diteliti. Selain itu, proses ini juga dapat melibatkan proses penentuan (definisi) dan
pengamatan; pengamatan yang dimaksud seringkali memerlukan pengukuran dan/atau
perhitungan yang cermat. Proses pengukuran dapat dilakukan dalam suatu tempat yang
terkontrol, seperti laboratorium, atau dilakukan terhadap objek yang tidak dapat diakses atau
dimanipulasi seperti bintang atau populasi manusia. Proses pengukuran sering memerlukan
peralatan ilmiah khusus seperti termometer, spektroskop, atau voltmeter, dan kemajuan suatu
bidang ilmu biasanya berkaitan erat dengan penemuan peralatan semacam itu. Hasil pengukuran
secara ilmiah biasanya ditabulasikan dalam tabel, digambarkan dalam bentuk grafik, atau
dipetakan, dan diproses dengan perhitungan statistika seperti korelasi dan regresi. Pengukuran
dalam karya ilmiah biasanya juga disertai dengan estimasi ketidakpastian hasil pengukuran
tersebut. Ketidakpastian tersebut sering diestimasikan dengan melakukan pengukuran berulang
atas kuantitas yang diukur.

Observasi

Ini adalah langkah pertama dari metode ilmiah: observasi (pengamatan). Seorang ilmuwan yang
baik akan selalu melakukan pengamatan terhadap gejala dan kejadian sehari-hari yang terjadi di
sekitarnya. Tentu saja gejala dan kejadian yang menarik perhatian peneliti itu adalah yang
berhubungan dengan bidang kajiannya. Pengertian observasi di sini adalah luas. Bisa saja
pengamatan itu adalah terhadap bacaan sumber pustaka yang sedang ada di hadapannya. Peneliti
mengamati dan mempelajari laporan-laporan penelitian yang dibuat oleh peneliti sebelumnya.

Itu adalah fakta. Fakta seperti itu mungkin adalah hal yang biasa bagi orang biasa yang bukan
peneliti. Tetapi fakta seperti itu bagi peneliti adalah sesuatu yang menarik dan menimbulkan
keingintahuan. Peneliti ingin selalu mencari jawaban dari apa yang diamatinya.

Masalah atau Pertanyaan

Berdasarkan pengamatan yang dilakukannya, lalu peneliti mengajukan pertanyaan atau masalah
yang berkaitan.

Hipotesis

Seperti yang sering kita dengar bahwa hipotesis adalah jawaban sementara terhadap pertanyaan
yang diajukan. Tetapi jawaban sementara tentu tidak muncul begitu saja tanpa landasan yang
jelas. Dalam mengajukan jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan, peneliti
menggunakan pengalaman pribadinya, pengetahuannya, dan hasil bacaannya. Di samping itu,
jawaban sementara itu hendaknya bisa diuji kebenarannya.

Prediksi dari sebuah Hipotesa

Hipotesis yang berguna akan memungkinkan prediksi berdasarkan deduksi. Prediksi tersebut
mungkin meramalkan hasil suatu eksperimen dalam laboratorium atau pengamatan suatu
fenomena di alam. Prediksi tersebut dapat pula bersifat statistik dan hanya berupa probabilitas.
Hasil yang diramalkan oleh prediksi tersebut haruslah belum diketahui kebenarannya (apakah
benar-benar akan terjadi atau tidak). Hanya dengan demikianlah maka terjadinya hasil tersebut
menambah probabilitas bahwa hipotesis yang dibuat sebelumnya adalah benar. Jika hasil yang
diramalkan sudah diketahui, hal itu disebut konsekuensi dan seharusnya sudah diperhitungkan
saat membuat hipotesis. Jika prediksi tersebut tidak dapat diamati, hipotesis yang mendasari
prediksi tersebut belumlah berguna bagi metode bersangkutan dan harus menunggu metode yang
mungkin akan datang. Sebagai contoh, teknologi atau teori baru boleh jadi memungkinkan
eksperimen untuk dapat dilakukan.

Percobaan/Eksperimen
Setelah prediksi dibuat, hasilnya dapat diuji dengan eksperimen. Jika hasil eksperimen
bertentangan dengan prediksi, maka hipotesis yang sedang diuji tidaklah benar atau tidak
lengkap dan membutuhkan perbaikan atau bahkan perlu ditinggalkan. Jika hasil eksperimen
sesuai dengan prediksi, maka hipotesis tersebut boleh jadi benar namun masih mungkin salah
dan perlu diuji lebih lanjut. Hasil eksperimen tidak pernah dapat membenarkan suatu hipotesis,
melainkan meningkatkan probabilitas kebenaran hipotesis tersebut. Hasil eksperimen secara
mutlak bisa menyalahkan suatu hipotesis bila hasil eksperimen tersebut bertentangan dengan
prediksi dari hipotesis. Bergantung pada prediksi yang dibuat, berupa-rupa eksperimen dapat
dilakukan. Eksperimen tersebut dapat berupa eksperimen klasik di dalam laboratorium atau
ekskavasi arkeologis. Eksperimen bahkan dapat berupa mengemudikan pesawat dari New York
ke Paris dalam rangka menguji hipotesis aerodinamisme yang digunakan untuk membuat
pesawat tersebut. Pencatatan yang detail sangatlah penting dalam eksperimen, untuk membantu
dalam pelaporan hasil eksperimen dan memberikan bukti efektivitas dan keutuhan prosedur yang
dilakukan. Pencatatan juga akan membantu dalam reproduksi eksperimen.

Ilmuwan kemudian melakukan percobaan untuk menguji jawaban sementara yang diajukan.
Apakah jawaban sementara itu bisa diterima atau tidak?

Evaluasi

Proses ilmiah merupakan suatu proses yang iteratif, yaitu berulang. Pada langkah yang manapun,
seorang ilmuwan mungkin saja mengulangi langkah yang lebih awal karena pertimbangan
tertentu. Ketidakberhasilan untuk membentuk hipotesis yang menarik dapat membuat ilmuwan
mempertimbangkan ulang subjek yang sedang dipelajari. Ketidakberhasilan suatu hipotesis
dalam menghasilkan prediksi yang menarik dan teruji dapat membuat ilmuwan
mempertimbangkan kembali hipotesis tersebut atau definisi subjek penelitian. Ketidakberhasilan
eksperimen dalam menghasilkan sesuatu yang menarik dapat membuat ilmuwan
mempertimbangkan ulang metode eksperimen tersebut, hipotesis yang mendasarinya, atau
bahkan definisi subjek penelitian itu. Dapat pula ilmuwan lain memulai penelitian mereka sendiri
dan memasuki proses tersebut pada tahap yang manapun. Mereka dapat mengadopsi
karakterisasi yang telah dilakukan dan membentuk hipotesis mereka sendiri, atau mengadopsi
hipotesis yang telah dibuat dan mendeduksikan prediksi mereka sendiri. Sering kali eksperimen
dalam proses ilmiah tidak dilakukan oleh orang yang membuat prediksi, dan karakterisasi
didasarkan pada eksperimen yang dilakukan oleh orang lain.

Sumber

http://id.wikipedia.org/wiki/Metode_ilmiah

https://sites.google.com/site/tulisanilmiah/metode-ilmiah

http://www.merriam-webster.com/dictionary/scientific%20method

http://www.biology-online.org/dictionary/Scientific_method

http://www.answers.com/topic/scientific-method
Mar22

Konsep Penalaran ilmiah dan kaitannya


dengan penulisan ilmiah (tulisan)
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik)
yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga
akan terbentuk proposisi proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui
atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak
diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.

Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis
(antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Hubungan antara
premis dan konklusi disebut konsekuensi.

Metode dalam penalaran

Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu induktif dan deduktif.

INDUKTIF

Menurut Nisbet, Krantz, Jepson, dan Kunda (1983) berargumen bahwa penalaran induktif
merupakan aktivitas manusia dalam pemecahan masalah yang memiliki arti sangat penting
dalam kehidupan sehari-hari dan berada dimana-mana. Pembentukan konsep, generalisasi
contoh-contoh, dan tindakan membuat penalaran induktif.

Jenis induktif:

1.Generalisasi : Proses penalaran berdasarkan pengamatan atas sejumlah gejala dengan sifat-sifat
tertentu untuk menarik kesimpulan umum.

2.Analogi : Kesimpulan tentang kebenaran sesuatu ditarik berdasarkan gejala yang memiliki
kemiripan.

3.Sebab-Akibat : Semua peristiwa harus ada penyebabnya, namun seringkali orang sampai pada
kesimpulan yang salah karena proses penarikan kesimpulan tidak sah.

DEDUKTIF

Penalaran deduktif adalah suatu proses berpikir yang menghasilkan informasi baru yang
berdasarkan informasi lama (yang tersimpan dalam ingatan). Penalaran deduktif bertujuan untuk
menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang shahih. Studi-studi tentang penalaran deduktif yang
mendasarkan pada mekanisme mental hampir sama tua dengan psikologi eksperimen. Oleh
karena terdapat masalah yang kontraversional berkaitan dengan fenomena penalaran deduktif,
beberapa penelitian juga masih terus dilakukan para ahli.

Konsep penalaran

Penalaran juga merupakan aktivitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan
simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa, sehingga
wujud penalaran akan akan berupa argumen.

Kesimpulannya adalah pernyataan atau konsep adalah abstrak dengan simbol berupa kata,
sedangkan untuk proposisi simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita) dan penalaran
menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat menentukan kebenaran konklusi
dari premis.

Berdasarkan paparan di atas jelas bahwa tiga bentuk pemikiran manusia adalah aktivitas berpikir
yang saling berkait. Tidak ada ada proposisi tanpa pengertian dan tidak akan ada penalaran tanpa
proposisi. Bersama sama dengan terbentuknya pengertian perluasannya akan terbentuk pula
proposisi dan dari proposisi akan digunakan sebagai premis bagi penalaran. Atau dapat juga
dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil dari
rangkaian pengertian.

Syarat-syarat kebenaran dalam penalaran

Kebenaran dapat dicapai jika syarat syarat dalam menalar dapat dipenuhi:

1.Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang
memang benar atau sesuatu yang memang salah.

2.Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua
premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun
material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan aturan
berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.

Properitas keyakinan dalam penalaran

Penalaran bertujuan untuk menghasilkan keyakinan terhadap asersi(pernyataan) yang menjadi


konklusi penalaran. Pemahaman terhadap beberapa properitas(sifat) keyakinan sangat penting
dalam mencapai keberhasilan argumen. Berikut ini beberapa sifat yang dapat mempengaruhi
kebenaran suatu argumen:

1.Keadabenaran 5.Bermuatan nilai


2.Bukan sutu pendapat 6.Berkekuatan

3.Bertingkat 7.Veridikal

4.Berbias 8.Berketertempaan

Hubungan Menulis Karya Ilmiah dengan Penalaran

Penulisan ilmiah adalah tulisan yang dibuat berdasarkan suatu pengamatan, peninjauan atau
penelitian dalam bidang tertentu, disusun menurut metode tertentu dengan sistematika penulisan
yang bersantun bahasa dan isinya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Atas dasar itu,
sebuah karya tulis ilmiah harus memenuhi tiga syarat:

1.Isi kajiannya berada pada lingkup pengetahuan ilmiah

2.Langkah pengerjaannya dijiwai atau menggunakan metode ilmiah

3.Sosok tampilannya sesuai dan telah memenuhi persyaratan sebagai suatu sosok tulisan
keilmuan.

Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa penalaran menjadi bagian penting dalam proses
melahirkan sebuah karya ilmiah. Penalaran dimaksud adalah penalaran logis yang
mengesampingkan unsur emosi, sentimen pribadi atau sentimen kelompok. Oleh karena itu,
dalam menyusun karya ilmiah metode berpikir keilmuan yang menggabungkan cara
berpikir/penalaran induktif dan deduktif, sama sekali tidak dapat ditinggalkan.

Metode berpikir keilmuan sendiri selalu ditandai dengan adanya:

1.Argumentasi teoritik yang benar,sahih dan relevan

2.Dukungan fakta empirik

3.Analisis kajian yang mempertautkan antara argumentasi teoritik dengan fakta empirik terhadap
permasalahan yang dikaji.

Sumber:

http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran
http://mardiya.wordpress.com/2010/11/29/penalaran-dalam-penulisan-karya-ilmiah-oleh-
mardiya/

http://edukasi.kompasiana.com/2013/10/21/-kemampuan-penalaran-603476.html

Anda mungkin juga menyukai