Anda di halaman 1dari 9

Kemampuan Penalaran Induktif

Penalaran induktif adalah suatu proses berfikir berupa penarikan kesimpulan yang bersifat umum
(berlaku untuk semua/ banyak) atas dasar pengetahuan tentang hal-hal khusus (fakta). Artinya dari
fakta-fakta yang diperoleh kemudian ditarik sebuah kesimpulan. Penalaran induktif dapat dilakukan
secara terbatas dengan mencoba-coba. Sehingga dapat dikatakan bahwa penalaran induktif adalah
proses penarikan kesimpulan dari kasus-kasus khusus menjadi kesimpulan yang bersifat umum.

Penarikan kesimpulan dari suatu penalaran induktif tidak dapat dijadikan bukti. Ini dikarenakan
kesimpulan yang diperoleh, ditarik dari pemeriksaan beberapa contoh kasus khusus yang benar,
tetapi belum tentu berlaku benar untuk semua kasus. Kesimpulan tersebut boleh jadi valid (syah)
pada contoh yang diperiksa, tetapi bisa jadi tidak dapat diterapkan pada seluruh kasus. Untuk
membuktikannya berlaku dalam setiap kasus, maka harus dilakukan proses pembuktian secara
deduksi.

Penalaran induktif berperan penting dalam perkembangan matematika. Banyak penemuan konsep
matematika berawal dari penarikan kesimpulan dengan menerapkan penalaran induktif. Selain itu
penalaran induktif banyak dijadikan sebagai pijakan untuk mendapatkan konsep matematika. Dengan
kata lain penalaran secara induktif dapat menggiring siswa menemukan pola berpikir deduktif.
Misalnya melalui suatu permainan atau melakukan sesuatu secara terbatas dengan mencoba-coba,
contohnya pada permainan Menara Hanoi.
Pembelajaran matematika berpikir induktif masih sangat diperlukan penggunaannya dalam
pembelajaran matematika. Pola pikir induktif dapat membantu siswa menuju pola berpikir deduktif.
Misalnya siswa diminta membuktikan bahwa dua bilangan ganjil jika ditambahkan hasilnya adalah
bilangan genap. Siswa membuktikannya dengan menggunakan kasus khusus: 3 + 5 = 8; 3 + 7 = 10;
dan 5 + 7 = 12, lalu siswa mengambil kesimpulan sementara bahwa benar jumlah dua bilangan ganjil
adalah genap. Setelah itu tugas guru adalah mengarahkan siswa kepada pembuktian deduktif, dengan
pengalamannya menggunakan contoh khusus, siswa akan sampai pada pola pikir deduktif dengan
memisalkan bilangan ganjil sebagai (2n + 1).

Kesimpulan yang ditarik secara induktif tidak selalu dapat dibuktikan secara deduktif. Kesimpulan
yang demikian dinamakan suatu konjektur. Konjektur adalah suatu tebakan, penyimpulan, teori atau
dugaan yang didasarkan pada fakta yang tak tertentu atau tak lengkap.

Penalaran induktif terdiri dari terdiri dari tiga jenis yaitu: generalisasi, analogi dan hubungan kausal
(sebab akibat). Penalaran induktif juga melibatkan persepsi tentang keteraturan. Keteraturan itu
terlihat misalnya dalam menarik kesimpulan dari kasus-kasus yang bersifat khusus kemudian
menemukan pola/ aturan yang melandasinya atau dalam mendapatkan kesamaan/ keserupaan dari
contoh-contoh yang berbeda. Dalam matematika, menarik kesimpulan dari kasus-kasus yang bersifat
khusus dan mendapatkan kesamaan/ keserupaan dari contoh-contoh yang berbeda dapat menjadi
dasar dalam rangka pembentukan konsep. Proses penalaran dengan mengaitkan konsep yang serupa
dinamakan analogi matematis, sedangkan menarik kesimpulan dari kasus yang bersifat khusus
dinamakan generalisasi matematis.

Penalaran induktif yang dikaji dalam penelitian ini adalah penalaran analogi dan penalaran
generalisasi. Penalaran analogi merupakan kegiatan dan proses menyimpulkan berdasarkan kesamaan
data atau fakta, sedangkan penalaran generalisasi merupakan penarikan kesimpulan umum dari data
atau fakta-fakta yang diberikan atau yang ada. Shurter dan Pierce menyatakan bahwa analogi induktif
adalah penalaran dari satu hal tertentu kepada satu hal lain yang serupa kemudian menyimpulkannya.
Copi et al. dan Soekadijo menyatakan bahwa generalisasi induktif yaitu proses penalaran memperoleh
kesimpulan umum berdasarkan data empiris.

Sukadijo, G.R. (1999). Logika Dasar Tradisional, Simbolik dan Induktif. Jakarta: Gramedia

PENALARAN DALAM MATEMATIKA

Ada dua tipe penalaran dalam matematika, yaitu penalaran deduktif dan Penalaran Induktif. Penalaran
deduktif biasanya digunakan dalam pembuktian suatu teorema atau dalail. Pembuktian suatu teorema
pada dasarnya adalah penurunan teorema tersebut dari definisi, aksioma atau teorema yang telah
dibuktikan menurut suatu penalaran yang logis untuk menurunkan atau membuktikan suatu teorema
dikatakan sebagai penaranan deduktif.

Suatu pernyataan disebut teorema jika pernyataan itu telah dibuktikan kebenarannya secara deduktif.
sutau pernyataan yang ingin dibuktikan (dengan/hipotesis) bisa muncul dari intuisi atau dari susunan
data percobaan. Menyusun data sedemikian hingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang berlaku umum,
biasanya disebut penalaran induktif. Kesimpulan yang diperoleh dengan cara ini baru disebut teorema
dugaan. Teorema dugaan ini masih perlu dibuktikan secara deduktif agar menjadi suatu teorema.

Meskipun penalaran deduktif merupakan suatu penalaran yang absah dan sangat penting dalam
matematika, tetapi dalam tulisan ini tidak dibicarakan secara meluas. Berikut contoh-contoh dalam
penalaran induktif untuk memperoleh generalisasi (yang sebenarnya masih perlu dibuktikan secara
deduktif).

Matematika dapat dipandang dari suatu segi sebagai suatu bidang study yang menekankan pada
kreatifitas. Sedangkan untuk mengembangkan daya kreatifitas diperlukan beberapa aspek pemikiran
diantaranya adalah penalaran. Salah satu ciri utama matematika terletak pada penalarannya. Untuk
dapat memahami penalaran perhatikan contoh berikut ini.
Contoh 1.1 Buatlah segitiga lancip dan ukurlah besar tiap-tiap sudutnya dengan busur derajat. Berapa
derajatkah besar ketiga sudutnya? Buatlah pula segitiga siku-siku dan segitiga tumpul. Berapa
derajatkah jumlah ketiga sudut dari tiap-tiap segitiga tersebut?

Apakah Anda memperoleh bahwa jumlah besar ketiga sudut dari tiap-tiap segitiga itu 180 derajat? Jika
tidak, ulangi kembali mengukur besar sudut tipa-tiap segitiga yang Anda buat. Apakah yang dapat Anda
simpulkan dari kejadian-kejadian itu? Apakah kesimpulan Anda sebagai berikut?

Jumlah besar ketiga sudut dalam suatu segitiga adalah 180 derajat.

Pada contoh 1.1 ini, Anda membuat tiga buah segitiga dan mengukur besar sudut tiap-tiap segitiga
dengan busur derajat. Dan Anda memperoleh bahwa jumlah ketiga sudut dalam masing-masing segitiga
yang Anda buat adalah 180 derajat. Dari tiga contoh segitiga yang Anda buat itu ditarik kesimpulan
bahwa jumlah besar ketiga sudut dalam segitiga adalah 180 derajat. Penarikan kesimpulan dari contoh-
contoh seperti ini menggunakan penalaran induktif.

Contoh lain dari penalaran induktif dalam matematika adalah sebagai berikut:

Contoh 1.2

Berapakah hasil penjumlahan berikut ini?

1 + 3 + 5 + 7 + ... + 199.

untuk menjawab pertanyaan tersebut dibuta pola sebagai berikut!

Banyak suku Penjumlaha Hasil

1 1 1 = ... pangkat 2

2 1+3 4 = 2 pangkat ...

3 1+3+5 9 = ... pangkat 2


4 1+3+5+7 16 = 4 pangkat ...

5 1+3+5+7+9 25 = ... pangkat 2

6 1 + 3 + 5 + 7 + 9 + 11 36 = 6 pangkat ...

dst.

100 1 + 3 + 5 + 7 + ... + 199 ... = ... pangkat 2

Lengkapilah titik-titik pada kolom hasil dari pola tersebut. Anda akan memperoleh bahwa:

1 + 3 + 5 + 7 + ... + 199 = 100 pangkat 2 = 10.000

Pada soal tersebut 199 merupakan bilangan ganjil ke -100.

Berapakah bilangan ganjil ke-n?

Berapakah jumlah n bilangan ganjil pertama, yaitu:

1 + 3 + 5 + ... + (2n - 1) = n pangkat 2.

http://tohri-1969.blogspot.com/2013/03/penalaran-dalam-matematika-ada-dua-tipe.html

Penalaran Induktif dan Deduktif

Matematika dikenal sebagai ilmu deduktif. Ini berarti proses pengerjaaan matematika harus bersifat
deduktif. Matematika tidak menerima generalisasi berdasarkan pengamatan (induktif), tetapi harus
berdasarkan pembuktian deduktif. Meskipun dedmikian untuk membantu pemikiran, pada tahap
permulaan seringkali kita memerlukan bantuan contoh-contoh khusus atau ilustrasi geometris.

Perlu pula diketahui bahwa baik isi maupun metode mencari kebenaran dalam matematika berbeda
dengan ilmu pengetahuan alam, apalagi dengan ilmu pengetahuan umumnya. Metode mencari
kebenaran yang dipakai oleh matematika adalah ilmu deduktif, sedangkan oleh ilmu pengetahuan alam
adalah induktif/eksperimen. Namun dalam matematika, mencari kebenaran itu bisa dimulai dengan cara
induktif, tetapi selanjutnya generalisasi yang benar untuk sebuah keadaan harus bisa dibuktikan secara
deduktif. Dalam matematika, suatu generalisasi, sifat, teori atau dalil itu belum dapat diterima
kebenarannya sebelum dapat dibuktikan secara deduktif.
Matematika mempunyai bahasa dan aturan yang terdefinisi dengan baik, penalaran yang jelas dan
sistematik, dan struktur yang sangat kuat. Dengan berbagai keunggulan ini, matematika digunakan
sebagai suatu cara pendekatan dalam mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi, dan dalam
menyelesaikan masalah yang rumit. Matematika juga merupakan suatu alat bantu yang digunakan oleh
para pakar dalam berbagai bidang disiplin ilmu. Dengan matematika, suatu masalah nyata dapat dilihat
dalam suatu model yang strukturnya jelas, tepat, dan bentuknya kompak (singkat dan padat).

Unsur utama dalam pekerjaan matematika adalah penalaran deduktif, yang bekerja dengan berbagai
asumsi, tidak dengan pengamatan. Selain itu, matematika juga bekerja berdasarkan fakta dan fenomena
yang muncul untuk sampai pada suatu perkiraan tertentu, yang dikenal sebagai penalaran induktif.
Tetapi perkiraan yang diperoleh tidak dapat diterima begitu saja, harus diyakinkan kebenarannya atau
dibuktikan secara deduktif dengan argument yang konsisten dan meyakinkan. Pekerjaan dalam
matematika memerlukan kedua penalaran ini, baik induktif maupun deduktif.

Pembuktian melalui deduksi adalah sebuah jalan pemikiran yang menggunakan argumen-argumen
deduktif untuk beralih dari premis-premis yang ada, yang dianggap benar, kepada kesimpulan-
kesimpulan, yang mestinya benar apabila premis-premisnya benar. Pembuktian yang menggunakan
penalaran deduktif biasanya menggunakan kalimat implikatif yang berupa pernyataan jika …, maka ….
Kemudian, dikembangkan dengan menggunakan pola pikir yang disebut silogisme, yaitu sebuah
argumen yang terdiri atas tiga bagian. Di dalamnya terdapat dua pernyataan yang benar (premis) yang
menjadi dasar dari argument itu, dan sebuah kesimpulan (konklusi) dari argument tersebut. Di dalam
logika, sebagai cabang (inti) matematika yang banyak membahas tentang silogisme terdapat beberapa
aturan yang menyatakan apakah silogisme itu valid (sahih) atau tidak.

Contoh klasik dari penalaran deduktif, yang diberikan oleh Aristoteles, ialah

-Semua manusia fana (pasti akan mati). (premis mayor)

-Sokrates adalah manusia. (premis minor)

-Sokrates pasti (akan) mati. (kesimpulan)

Untuk pembahasan deduktif secara terinci seperti yang dipahami dalam filsafat, lihat Logika. Untuk
pembahasan teknis tentang deduksi seperti yang dipahami dalam matematika, lihat logika matematika.

Penalaran deduktif seringkali dikontraskan dengan penalaran induktif, yang menggunakan sejumlah
besar contoh partikulir lalu mengambil kesimpulan umum.

Penalaran deduktif dikembangkan oleh Aristoteles, Thales, Pythagoras, dan para filsuf Yunani lainnya
dari Periode Klasik (600-300 SM.). Aristoteles, misalnya, menceritakan bagaimana Thales menggunakan
kecakapannya untuk mendeduksikan bahwa musim panen zaitun pada musim berikutnya akan sangat
berlimpah. Karena itu ia membeli semua alat penggiling zaitun dan memperoleh keuntungan besar
ketika panen zaitun yang melimpah itu benar-benar terjadi. Penalaran deduktif tergantung pada
premisnya. Artinya, premis yang salah mungkin akan membawa kita kepada hasil yang salah, dan premis
yang tidak tepat juga akan menghasilkan kesimpulan yang tidak tepat.
Alternatif dari penalaran deduktif adalah penalaran induktif. Perbedaan dasar di antara keduanya dapat
disimpulkan dari dinamika deduktif tengan progresi secara logis dari bukti-bukti umum kepada
kebenaran atau kesimpulan yang khusus; sementara dengan induksi, dinamika logisnya justru
sebaliknya. Penalaran induktif dimulai dengan pengamatan khusus yang diyakini sebagai model yang
menunjukkan suatu kebenaran atau prinsip yang dianggap dapat berlaku secara umum.

Penalaran deduktif memberlakukan prinsip-prinsip umum untuk mencapai kesimpulan-kesimpulan yang


spesifik, sementara penalaran induktif menguji informasi yang spesifik, yang mungkin berupa banyak
potongan informasi yang spesifik, untuk menarik suatu kesimpulan umu. Dengan memikirakan
fenomena bagaimana apel jatuh dan bagaimana planet-planet bergerak, Isaac Newton menyimpulkan
teori daya tarik. Pada abad ke-19, Adams dan LeVerrier menerapkan teori Newton (prinsip umum) untuk
mendeduksikan keberadaan, massa, posisi, dan orbit Neptunus (kesimpulan-kesimpulan khusus) tentang
gangguan (perturbasi) dalam orbit Uranus yang diamati (data spesifik).

Pembuktian induktif, terkadang disebut logika induktif, adalah proses pembuktian dimana suatu
argumen diduga mendukung kesimpulan tapi tidak bersinambungan dengannya; contoh: mereka tidak
menjamin kebenaran itu. Induksi adalah bentuk pembuktian yang membuat generalisasi berdasarkan
pendapat sesorang. Digunakan untuk menjelaskan properti atau relasi tipe berdasarkan sebuah
observasi (contohnya, pada jumlah observasi atau pengalaman); atau untuk membuat hukum
berdasarkan observasi terbatas dalam mempelajari alur fenomena. induksi ditetapkan, contohnya,
dalam menggunakan preposisi spesifik seperti:

Es ini dingin. (atau: Semua es yang pernah kusentuh dingin.)

Bola biliar bergerak ketika didorong tongkat. (atau: Dari seratus bola biliar yang didorong tongkat,
semuanya bergerak.) …untuk membedakan preposisi umum seperti:

Semua es dingin.

Semua bola biliar bergerak ketika didorong tongkat.

Contoh lainnya adalah:

3+5=8 dan delapan adalah angka genap. Sebuah angka ganjil yang ditambahkan dengan angka ganjil lain
akan menghasilkan angka genap.

Perlu diingat bahwa induksi matematika bukanlah bentuk pembuktian induktif. Induksi matematika
adalah bentuk dari pembuktian deduktif.

Kelebihan dan Kekurangan Pembuktian Induktif dan Deduktif

Pada proses induksi atau penalaran induktif akan didapatkan suatu pernyataan baru yang bersifat umum
(general) yang melebihi kasus- kasus khususnya (knowledge expanding), dan inilah yang diidentifikasi
sebagai suatu kelebihan dari induksi jika dibandingkan dengan deduksi. Hal ini pulalah yang menjadi
kelemahan deduksi. Pada penalaran deduktif, kesimpulannya tidak pernah melebihi premisnya. Inilah
yang dianggap menjadi kekurangan pembuktian deduksi.

PENALARAN DALAM MATEMATIKA

Penalaran dalam matematika ada dua jenis, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif.

a) Penalaran induktif

Penalaran Induktif adalah proses berpikir untuk menarik suatu kesimpulan yang berlaku umum
berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat khusus. Penalaran induktif digunakan oleh beberapa cabang
ilmu pengetahuan seperti fisika, kimia, biologi, dan sebagainya untuk membangun suatu teori baru.

Secara umum, langkah-langkah penalaran induktif yang digunakan dalam matematika sebagai
berikut :

1. Mengamati pola-pola yang terjadi,

2. Membuat dugaan (konjektur) tentang pola umum yang mugkin berlaku,

3. Membuat generalisasi,

4. Membuktikan generalisasi secara deduktif.

Contoh 1:

Buatlah segitiga lancip dan ukurlah besar tiap-tiap sudutnya dengan busur derajat. Berapa derajatkah
besar ketiga sudutnya? Buatlah pula segitiga siku-siku dan segitiga tumpul. Berapa derajatkah jumlah
ketiga sudut dari tiap-tiap segitiga tersebut?

Pada contoh 1.1 ini, siswa membuat tiga buah segitiga dan mengukur besar sudut tiap-tiap segitiga
dengan busur derajat. Dan siswa memperoleh bahwa jumlah ketiga sudut dalam masing-masing segitiga
yang telah buat adalah 180 derajat. Dari tiga contoh segitiga yang dibuat itu siswa dapat menarik
kesimpulan bahwa jumlah besar ketiga sudut dalam segitiga adalah 180 derajat. Penarikan kesimpulan
dari contoh-contoh seperti ini menggunakan penalaran induktif.

Contoh 2:

Berapakah hasil penjumlahan berikut ini?


1 + 3 + 5 + 7 + ... + 199.

untuk menjawab pertanyaan tersebut dibuta pola sebagai berikut!

Banyak suku Penjumlahan Hasil

1 1 1 = ... pangkat 2

2 1+3 4 = 2 pangkat ...

3 1+3+5 9 = ... pangkat 2

4 1+3+5+7 16 = 4 pangkat ...

5 1+3+5+7+9 25 = ... pangkat 2

6 1 + 3 + 5 + 7 + 9 + 11 36 = 6 pangkat ...

dst.

100 1 + 3 + 5 + 7 + ... + 199 ... = ... pangkat 2

Lengkapilah titik-titik pada kolom hasil dari pola tersebut.

Dari contoh di atas siswa akan memperoleh bahwa:

1 + 3 + 5 + 7 + ... + 199 = 100 pangkat 2 = 10.000. Pada soal tersebut 199 merupakan bilangan ganjil ke -
100. Berapakah bilangan ganjil ke-n? Berapakah jumlah n bilangan ganjil pertama, yaitu:

1 + 3 + 5 + ... + (2n - 1) = n pangkat 2.

b) Penalaran Deduktif

Dalam matematika penalaran yang digunakan adalah penalaran deduktif yaitu proses berpikir
berdasarkan atas suatu pernyataan dasar yang berlaku umum untuk menarik suatu kesimpulan yang
bersifat khusus. Aturan yang berlaku secara umum tersebut, pada umumnya dibuktikan terlebih dahulu
kebenarannya dan setelah terbukti kebenarannya baru diterapkan untuk kasus-kasus yang bersifat
khusus.

Contoh:

Jumlah dua bilangan ganjil akan menghasilkan bilangan genap. Buktikan kebenaran atau kesalahan
pernyataan tersebut secara deduktif.
Dibuktikan secara deduktif dengan melakukan pemisalan secara umum bahwa bilangan ganjil
dapat dituliskan sebagai 2n + 1 untuk n bilangan asli. Maka 2 bilangan ganjil dijumlahkan menjadi (2n +
1)+(2n + 1) = (2n + 2n + 1 + 1) = 4n + 2 = 2(2n + 1) Karena 2n + 1 merupakan bilangan ganjil maka 2 kali
bilangan ganjil pasti akan menghasilkan bilangan genap, sehingga terbukti bahwa jumlah dari 2 bilangan
ganjil akan menghasilkan bilangan genap

http://little-chiyoo.blogspot.com/2013/09/penalaran-dalam-matematika.html

Anda mungkin juga menyukai