Anda di halaman 1dari 4

Nama : Risyad Fikri

Nim : 190503124

Mata Kuliah : Teori Akuntansi (Ar-D)

1. Penalaran merupakan pengetahuan tentang prinsip-prinsip berpikir logis yang menjadi

basis dalam diskusi ilmiah. Penalaran juga merupakan suatu ciri sikap (attitude)

ilmiah yang sangat menuntut kesungguhan (commitment) dalam menemukan

kebenaran ilmiah. Sikap ilmiah membentengi sikap untuk memecahkan masalah

secara serampangan, subjektif, pragmatik, dan emosional. Dapat dikatakan bahwa

penalaran adalah proses berpikir logis dan sistematis untuk membentuk dan

mengevaluasi suatu keyakinan (belief) terhadap suatu pernyataan atau asersi

(assertion). Pernyataan dapat berupa teori (penjelasan) tentang suatu fenomena atau

realitas alam, ekonomik, politik, atau sosial. Penalaran perlu diajukan dan dijabarkan

untuk membentuk, mempertahankan, atau mengubah keyakinan bahwa sesuatu

(misalnya teori, pernyataan, atau penjelasan) adalah benar. Penalaran melibatkan

inferensi (inference) yaitu proses penurunan konsekuensi logis dan melibatkan pula

proses penarikan simpulan/konklusi (conclusion) dari serangkaian pernyataan atau

asersi. Proses penurunan simpulan sebagai suatu konsekuensi logis dapat bersifat

deduktif maupun induktif. Penalaran mempunyai peran penting dalam pengembangan,

penciptaan, pengevaluasian, dan pengujian suatu teori atau hipotesis.

2. penalaran deduktif adalah proses penyimpulan yang berawal dari suatu pernyataan
umum yang disepakati (premis) ke pernyataan khusus sebagai simpulan (konklusi).
Argumen deduktif disebut juga argumen logis (logical argument) sebagai pasangan
argumen ada benarnya (plausible argument). Argumen logis adalah argumen yang
asersi konklusinya tersirat (implied) atau dapat diturunkan/dideduksi dari (deduced
from) asersi-asersi lain (premis-premis) yang diajukan. Disebut argumen logis karena
kalau premis-premisnya benar konklusinya harus benar (valid). Kebenaran konklusi
tidak selalu berarti bahwa konklusi merefleksi realitas (truth). Hal inilah yang
membedakan argumen sebagai bukti rasional dan bukti fisis/langsung/empiris berupa
fakta.

3. Penalaran induktif ini berawal dari suatu pernyataan atau keadaan yang khusus dan
berakhir dengan pernyataan umum yang merupakan generalisasi dari keadaan khusus
tersebut. Berbeda dengan argumen deduktif yang merupakan argumen logis (logical
argument), argumen induktif lebih bersifat sebagai argumen ada benarnya (plausible
argument). Dalam argumen logis, konklusi merupakan implikasi dari premis. Dalam
argumen ada benarnya (plausible), konklusi merupakan generalisasi dari premis
sehingga tujuan argumen adalah untuk meyakinkan bahwa probabilitas atau
kebolehjadian (likelihood) kebenaran konklusi cukup tinggi atau sebaliknya,
ketakbenaran konklusi cukup rendah kebolehjadiannya (unlikely).

4. Penalaran induktif dalam akuntansi pada umumnya digunakan untuk menghasilkan


pernyataan umum yang menjadi penjelasan (teori) terhadap gejala akuntansi tertentu.
Pernyataan-pernyataan umum tersebut biasanya berasal dari hipotesis yang diajukan
dan diuji dalam suatu penelitian empiris. Hipotesis merupakan generalisasi yang
dituju oleh penelitian akuntansi. Bila bukti empiris konsisten dengan (mendukung)
generalisasi tersebut maka generalisasi tersebut menjadi teori yang valid dan
mempunyai daya prediksi yang tinggi. Sedangkan
Penalaran induktif berproses dari premis spesifik ke kesimpulan umum, di mana
Penalaran ini berawal dari suatu pernyataan atau keadaan yang khusus dan berakhir
dengan pernyataan umum yang merupakan generalisasi dari keadaan khusus tersebut.
Berbeda dengan argumen deduktif yang merupakan argumen logis (logical argument),
argumen induktif lebih bersifat sebagai argumen ada benarnya (plausible argument).
Dalam argumen logis, konklusi merupakan implikasi dari premis.

5. Hubungan penalaran deduktif dengan penalaran induktif secara fundamental terletak


pada generalisasi. Di mana Secara statistis, generalisasi berarti menyimpulkan
karakteristik populasi atas dasar karakteristik sampel melalui pengujian statistis.
Misalnya, suatu teori harus diajukan untuk menjelaskan mengapa terjadi perbedaan
luas atau banyaknya pengungkapan dalam statemen keuangan antarperusahaan. Teori
tersebut misalnya dinyatakan dalam pernyataan umum (proposisi) terakhir dalam
daftar di atas yaitu ukuran perusahaan berasosiasi positif dengan tingkat
pengungkapan sukarela.
Dalam praktiknya, penalaran induktif tidak dapat dilaksanakan terpisah dengan
penalaran deduktif atau sebaliknya. Kedua penalaran tersebut saling berkaitan. Premis
dalam penalaran deduktif, misalnya, dapat merupakan hasil dari suatu penalaran
induktif. Demikian juga, proposisi-proposisi akuntansi yang diajukan dalam penelitian
biasanya diturunkan dengan penalaran deduktif. Bila dikaitkan dengan perspektif teori
yang lain, teori akuntansi normatif biasanya berbasis penalaran deduktif sedangkan
teori akuntansi positif biasanya berbasis penalaran induktif. Secara umum dapat
dikatakan bahwa teori akuntansi sebagai penalaran logis bersifat normatif, sintaktik,
semantik, dan deduktif sementara teori akuntansi sebagai sains bersifat positif,
pragmatik, dan induktif. Kedua pendekatan ini memandang teori akuntansi sebagai
penalaran logis dalam bentuk perekayasaan pelaporan keuangan.

6. Verifikasi teori akuntansi merupakan prosedur untuk menentukan apakah suatu teori
valid atau tidak. Pendekatan untuk mengevaluasi validitas teori tergantung pada
sasaran dan tataran teori yang diverifikasi. Validitas dapat dinilai dengan menentukan
apakah asumsi-asumsi yang digunakan masuk akal.
Teori akuntansi normatif dievaluasi validitasnya atas dasar penalaran logis yang
melandasi teori yang diajukan.
Teori normatif dikembangkan atas dasar kesepakatan atas asumsi atau tujuan
kemudian diturunkan suatu kaidah atauprinsip akuntansi tertentu. Validitas dapat
dinilai dengan menentukan apakah asumsi-asumsi yang digunakan masukakal.
Teori akuntansi positif dinilai validitasnya biasanya atas dasar kesesuaian teori
dengan fakta atau apa yangnyatanya terjadi. Menentukan fakta melibatkan observasi
secara objektif. Pada umumnya, observasi objektif dapat dicapai melalui penelitian
melalui metode ilmiah. Oleh karena itu, validitas teori akuntansi positif banyak
dilakukan dengan penelitian empiris. Penelitian empiris biasanya didasarkan atas
pengamatan terbatas (sampel) untuk menguji teori secara statistik.
Teori akuntansi sintaktik biasanya tidak berkaitan langsung dengan fakta sehingga
verifikasi validitasnya menggunkan penalaran logis semata. Baru setelah teori tersebut
dipraktikan dalam bentuk kebijakan, pengujian secara empiris dapat dilakukan untuk
menguji penalaran (teori) yang mendasarinya.
Teori akuntansi semantik melibatkan penyimbolan fakta sehingga mengandung unsur
empiris. Oleh karenanya,validitas teori dapat diverifikasi secara empiris dengan
pengamatan.
Teori akuntansi pragmatik mempunyai kandungan empiris yang besar karena teori ini
banyak memanfaatkanfakta atau data empiris prilaku pasar/individu sebagai reaksi
terhadap informasi akuntansi. Verifikasi teori ini dapat dilakukan dengan penelitian
empiris yang didasari atas asumsi bahwa informasi dianggap bermanfaat bila pemakai
berbuat seakan-akan menggunakan informasi tersebut. Daya prediksi sering
digunakan sebagai kreteria validasi teori, asumsi atau premis akuntansi. Suatu teori
dikatakan mempunyai daya prediksi yang tinggi bila suatu yang diharapkan dari
kebijakan yang didasarkan atas teori tersebutbesar kemungkinannya akan
terjadi.Karena teori akuntansi sematik, sintaktik dan prakmatik tidak berdiri sendiri
tetapi saling mendukung dan melengkapi semua pendekatan pengujian biasanya
dilakukan untuk memverifikasi suatu teori. Jadis sedapat-dapatnya teori harus
diverifikasi validitasnya atas dasar penalaran logis, bukti empiris, daya prediksi, dan
pertimbangan nilai

Anda mungkin juga menyukai