Anda di halaman 1dari 35

KONSEP FILSAFAT

ILMU
Kongklusi Filsafat Ilmu
 filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin
menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang
ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis maupun
aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan
bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang
secara spesifik mengakaji hakikat ilmu, seperti :
 • Obyek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana ujud yang
hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara
obyek tadi dengan daya tangkap manusia yang
membuahkan pengetahuan ? (Landasan ontologis)
lanjutan
 • Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan
yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus
diperhatikan agar mendakan pengetahuan yang benar? Apakah
kriterianya? Apa yang disebut kebenaran itu? Adakah kriterianya?
Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan
pengetahuan yang berupa ilmu? (Landasan epistemologis)
 • Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan?
Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-
kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan
pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural
yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma
moral/profesional ? (Landasan aksiologis). (Jujun S. Suriasumantri,
1982)
Fungsi Filsafat Ilmu
 Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.
 • Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri
netral terhadap pandangan filsafat lainnya.
 • Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan
hidup dan pandangan dunia.
 • Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna
dalam kehidupan
 • Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan
dalam berbagai aspek kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi,
politik, hukum dan sebagainya. Disarikan dari Agraha Suhandi
(1989)
Substansi Filsafat Ilmu
 Telaah tentang substansi Filsafat Ilmu, Ismaun
(2001) memaparkannya dalam empat bagian, yaitu
substansi yang berkenaan dengan: (1) fakta atau
kenyataan, (2) kebenaran (truth), (3) konfirmasi
dan (4) logika inferensi.
lanjut
 1.Fakta atau kenyataan
 Fakta atau kenyataan memiliki pengertian yang beragam, bergantung dari
sudut pandang filosofis yang melandasinya.
 • Positivistik berpandangan bahwa sesuatu yang nyata bila ada
korespondensi antara yang sensual satu dengan sensual lainnya.
 • Fenomenologik memiliki dua arah perkembangan mengenai pengertian
kenyataan ini. Pertama, menjurus ke arah teori korespondensi yaitu adanya
korespondensi antara ide dengan fenomena. Kedua, menjurus ke arah
koherensi moralitas, kesesuaian antara fenomena dengan sistem nilai.
 • Rasionalistik menganggap suatu sebagai nyata, bila ada koherensi
antara empirik dengan skema rasional, dan
 • Realisme-metafisik berpendapat bahwa sesuatu yang nyata bila ada
koherensi antara empiri dengan obyektif.
lanjut
 • Pragmatisme memiliki pandangan bahwa yang ada itu yang
berfungsi.
 Di sisi lain, Lorens Bagus (1996) memberikan penjelasan tentang
fakta obyektif dan fakta ilmiah. Fakta obyektif yaitu peristiwa,
fenomen atau bagian realitas yang merupakan obyek kegiatan atau
pengetahuan praktis manusia. Sedangkan fakta ilmiah merupakan
refleksi terhadap fakta obyektif dalam kesadaran manusia. Yang
dimaksud refleksi adalah deskripsi fakta obyektif dalam bahasa
tertentu. Fakta ilmiah merupakan dasar bagi bangunan teoritis.
Tanpa fakta-fakta ini bangunan teoritis itu mustahil. Fakta ilmiah
tidak terpisahkan dari bahasa yang diungkapkan dalam istilah-istilah
dan kumpulan fakta ilmiah membentuk suatu deskripsi ilmiah.
2. Kebenaran (truth)
 Sesungguhnya, terdapat berbagai teori tentang rumusan
kebenaran. Namun secara tradisional, kita mengenal 3
teori kebenaran yaitu koherensi, korespondensi dan
pragmatik (Jujun S. Suriasumantri, 1982). Sementara,
Michel William mengenalkan 5 teori kebenaran dalam
ilmu, yaitu : kebenaran koherensi, kebenaran
korespondensi, kebenaran performatif, kebenaran
pragmatik dan kebenaran proposisi. Bahkan, Noeng
Muhadjir menambahkannya satu teori lagi yaitu
kebenaran paradigmatik. (Ismaun; 2001)
lanjut
 a. Kebenaran koherensi
Kebenaran koherensi yaitu adanya kesesuaian atau
keharmonisan antara sesuatu yang lain dengan
sesuatu yang memiliki hirarki yang lebih tinggi dari
sesuatu unsur tersebut, baik berupa skema, sistem,
atau pun nilai. Koherensi ini bisa pada tatanan
sensual rasional mau pun pada dataran transendental.
lanjut
 b.Kebenaran korespondensi
 Berfikir benar korespondensial adalah berfikir
tentang terbuktinya sesuatu itu relevan dengan
sesuatu lain. Koresponsdensi relevan dibuktikan
adanya kejadian sejalan atau berlawanan arah
antara fakta dengan fakta yang diharapkan, antara
fakta dengan belief yang diyakini, yang sifatnya
spesifik
lanjut
 c.Kebenaran performatif
 Ketika pemikiran manusia menyatukan segalanya
dalam tampilan aktual dan menyatukan apapun yang
ada dibaliknya, baik yang praktis yang teoritik, maupun
yang filosofik, orang mengetengahkan kebenaran
tampilan aktual. Sesuatu benar bila memang dapat
diaktualkan dalam tindakan.
 d.Kebenaran pragmatik
 Yang benar adalah yang konkret, yang individual dan
yang spesifik dan memiliki kegunaan praktis.
lanjut
 e.Kebenaran proposisi
 Proposisi adalah suatu pernyataan yang berisi banyak
konsep kompleks, yang merentang dari yang
subyektif individual sampai yang obyektif. Suatu
kebenaran dapat diperoleh bila proposisi-proposisinya
benar. Dalam logika Aristoteles, proposisi benar
adalah bila sesuai dengan persyaratan formal suatu
proposisi. Pendapat lain yaitu dari Euclides, bahwa
proposisi benar tidak dilihat dari benar formalnya,
melainkan dilihat dari benar materialnya.
lanjut
 f.Kebenaran struktural paradigmatik
 Sesungguhnya kebenaran struktural paradigmatik ini
merupakan perkembangan dari kebenaran
korespondensi. Sampai sekarang analisis regresi,
analisis faktor, dan analisis statistik lanjut lainnya
masih dimaknai pada korespondensi unsur satu
dengan lainnya. Padahal semestinya keseluruhan
struktural tata hubungan itu yang dimaknai, karena
akan mampu memberi eksplanasi atau inferensi yang
lebih menyeluruh.
Analisis regresi & Analisis faktor
 Analisis regresi dalam statistika adalah salah satu
metode untuk menentukan hubungan sebab-akibat
antara satu variabel dengan variabel(-variabel)
yang lain. ... Variabel terkena akibat dikenal
sebagai variabel yang dipengaruhi, variabel
dependen, variabel terikat, atau variabel Y.
Analisi faktor
 Analisis faktor (factor analysis) adalah salah satu keluarga
analisis multivariate yang bertujuan untuk meringkas atau
mereduksi variable amatan secara keseluruhan menjadi
beberapa variable atau dimensi baru, akan tetapi variable atau
dimensi baru yang terbentuk tetap mampu merepresentasikan
variable utama. Dalam analisis factor, dikenal dua pendekatan
utama, yaitu exploratory factor analysis dan confirmatory
factor analysis. Kita menggunakan exploratory factor analysis
bila banyaknya factor yang terbentuk tidak ditentukan terlebih
dahulu. Sebaliknya confirmatory factor analysis digunakan
apabila factor yang terbentuk telah ditetapkan terlebih dahulu.
lanjutan
 Asumsi mendasar yang harus digarisbawahi dalam
analisis factor adalah bahwa variable-variabel yang
dianalisis memiliki keterkaitan atau saling
berhubungan karena analisis factor berusaha untuk
mencari common dimension (kesamaan dimensi) yang
mendasari variable-variabel itu.

 Tujuan utama analisis faktor adalah untuk menjelaskan


struktur hubungan di antara banyak variabel dalam
bentuk faktor atau vaiabel laten atau variabel bentukan.
3.Konfirmasi
 Fungsi ilmu adalah menjelaskan, memprediksi proses
dan produk yang akan datang, atau memberikan
pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan
sebagai konfirmasi absolut atau probalistik.
Menampilkan konfirmasi absolut biasanya menggunakan
asumsi, postulat, atau axioma yang sudah dipastikan
benar. Tetapi tidak salah bila mengeksplisitkan asumsi
dan postulatnya. Sedangkan untuk membuat penjelasan,
prediksi atau pemaknaan untuk mengejar kepastian
probabilistik dapat ditempuh secara induktif, deduktif,
ataupun reflektif.
 4.Logika inferensi
 Logika inferensi yang berpengaruh lama sampai perempat
akhir abad XX adalah logika matematika, yang menguasai
positivisme. Positivistik menampilkan kebenaran
korespondensi antara fakta. Fenomenologi Russel
menampilkan korespondensi antara yang dipercaya
dengan fakta. Belief pada Russel memang memuat moral,
tapi masih bersifat spesifik, belum ada skema moral yang
jelas, tidak general sehingga inferensi penelitian berupa
kesimpulan kasus atau kesimpulan ideografik.
 Post-positivistik dan rasionalistik menampilkan
kebenaran koheren antara rasional, koheren antara
fakta dengan skema rasio, Fenomena Bogdan dan
Guba menampilkan kebenaran koherensi antara
fakta dengan skema moral. Realisme metafisik
Popper menampilkan kebenaran struktural
paradigmatik rasional universal dan Noeng
Muhadjir mengenalkan realisme metafisik dengan
menampilkan kebenaranan struktural paradigmatik
moral transensden. (Ismaun,200:9)
lanjut
 Di lain pihak, Jujun Suriasumantri (1982:46-49)
menjelaskan bahwa penarikan kesimpulan baru
dianggap sahih kalau penarikan kesimpulan
tersebut dilakukan menurut cara tertentu, yakni
berdasarkan logika. Secara garis besarnya, logika
terbagi ke dalam 2 bagian, yaitu logika induksi dan
logika deduksi.
Logika Induktif&Deduktif
 Logika induktif adalah ‘sistem penalaran yang
menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah
dari sejumlah hal khusus sampai pada suatu
kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi’

 Logika induktif adalah ‘sistem penalaran yang


menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah
dari sejumlah hal khusus sampai pada suatu
kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi’
Lanjutan
 Pemakaian logika induktif ini berbahaya karena
bisa terjadi terlalu cepat mengambil kesimpulan
yang berlaku umum, sementara jumlah kasus yang
digunakan dalam premis kurang memadai. Selain
itu pula, kemungkinan premis yang digunakan
kurang memenuhi kaedah-kaedah ilmiah.
 Ciri-ciri logika induktif antara lain:

 Sintesis

 Kesimpulan ditarik dengan mensintesakan kasus-kasus yang digunakan dalam premis-premis.

 General

 Kesimpulan yang ditarik selalu meliputi jumlah kasus yang lebih banyak

 Aposteriori

 Kasus-kasus yang dijadikan landasan argumen merupakan hasil pengamatan inderawi

 Kesimpulan tidak mungkin mengandung nilai kepastian mutlak (ada aspek probabilitas)
lanjutan
 Secara umum, logika induktif sulit untuk dibuktikan kebenaran/ke-reliable­-annya dilihat dari ciri-
cirinya.

 Sebagai contoh:

 Strong Inductive/Induktif kuat

 – Besi (logam) apabila dipanaskan memuai

 – Perunggu (logam) apabila dipanaskan memuai

 – Perak (logam) apabila dipanaskan akan memuai

 – Jadi, logam (besi, perunggu, perak) apabila dipanaskan akan memuai.

 Buktinya sangat kuat. Hampir semua logam bila dipanaskan akan memuai
lanjutan
 Buktinya sangat kuat. Hampir semua logam bila dipanaskan akan memuai.

 Weak Inductive/Induktif lemah

 – Apel di Toko A rasanya manis

 – Apel di Toko B rasanya manis

 – Apel di Toko C rasanya manis

 – Jadi, semua apel rasanya manis.

 Buktinya lemah. Tidak semua apel rasanya manis, karena ada juga apel yang rasanya masam.

 Dari contoh di atas antara Strong Inductive dan Weak Inductive, bisa diambil kesimpulan bahwa logika
induktif bisa menjadi reliable ketika kebanyakan orang sudah pernah mengalaminya sendiri atau menurut
pendapat kebanyakan orang secara global.
logika deduksi
 Pengertian logika deduktif adalah ‘sistem penalaran
yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang
sah berdasarkan bentuknya (form) serta kesimpulan
yang dihasilkan sebagai kemestian yang diturunkan
dari pangkal pikiran yang jernih atau sehat’. Atau
logika deduktif adalah ‘suatu ilmu yang
mempelajari asas-asas atau hokum-hukum dalam
berfikirm hokum-hukum tersebut harus ditaati
supaya pola berfikirnya benar dan mencapai
kebenaran’ (Sudiarja, dkk., 2006; Copi, I.M. 1978).
lanjutan
 Dalam kajian logika deduktif, secara umum macam-macam definisi
dibedakan menjadi tiga, yaitu:Definisi nominalis, yaitu ‘definisi yang
menjelaskan sebuah istilah’. Definisi nominalis dibedakan menjadi tiga,
yaitu: (1) definisi sinonim, yaitu penjelasan dengan memberi arti persamaan
dari istilah yang didefinisikan. Contoh: Valid adalah ‘sahih’; Sawah-ladang
adalah ‘lahan pertanian terbuka’, Universitas adalah lembaga pendidikan
tinggi tempat mendidik mahasiswa menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi; dan sebagainya; (2) definisi simbolik, yaitu penjelasan dengan
memberikan persamaan dari istilah berbentuk simbol-simbol. Contoh, ( p =>
q ) = df – ( p Λ – q ), di baca, Jika p maka q, didefinisikan non (p dan non q);
dan (3) definisi etimologis, yaitu penjelasan istilah dengan memberikan
uraian asal usul istilah atau kata tersebut. Contoh. pengertian kata ‘filsafat’
berasal dari bahwa Yunani terdiri dari kata ‘philein’ yang berarti cinta dan
‘sophia’ yang berarti kebijaksanaan, dan sebagainya.
lanjutan
 Definisi realis, yaitu ‘penjelasan tentang sesuatu atau hal yang
ditandai oleh suatu istilah’. Definisi realis dibedakan menjadi
dua, yaitu: (1) definisi essensial, yaitu penjelasan dengan cara
menguraikan bagian penting atau mendasar tentang sesuatu hal
yang didefinisikan. Contoh, definisi ‘manusia’, adalah makhluk
yang mempunyai unsur jasad, jiwa dan ruh; Definisi ‘nilai’,
adalah sesuatu yang diagungkan atau dijadikan pedoman hidup;
(2) definisi deskriptif, yaitu penjelasan dengan cara
menunjukkan sifat-sifat atau ciri-ciri yang dimiliki oleh sesuatu
yang didefinisikan. Contoh, Bangsa Indonesia adalah ‘bangsa
yang menjunjung tinggi nilai-nilai: ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, demokrasi dan keadilan’, dan sebagainya.
lanjutan
 Definisi praktis, yaitu ‘penjelasan tentang sesuatu
istilah atau kata dari segi manfaat dan tujuan yang
hendak dicapai’. Contoh: (1) ‘filsafat’ adalah
‘pemikiran secara kritis, sistematis, rasional, logis,
mendalam dan menyeluruh untuk mencari hakikat
kebenaran’; (2) ‘Universitas atau Institut’ adalah
lembaga pendidikan tinggi untuk mendidik dan
mencetak sarjana yang berkualitas yang berguna
bagi masyarakat’ (Mundiri, 1994; Maram.R.R.
2007).
Ciri-ciri dari logika deduktif adalah:

 Analitis

 Kesimpulan daya tarik hanya dengan menganalisa proposisi-proposisi atau premis-premis yang
sudah ada

 Tautologies

 Kesimpulan yang ditarik sesungguhnya secara tersirat sudah terkandung dalam premis-premisnya

 Apirori

 Kesimpulan ditarik tanpa pengamatan indrawi atau operasi kampus.


lanjut
 Penyimpulan deduktif, yaitu pengambilan
kesimpulan dari prinsip atau dalil atau kaidah atau
hukum menuju contoh-contoh (kesimpulan dari
umum ke khusus). Contoh: (a) – Setiap agama
mengakui adanya Tuhan; – Budiman pemeluk
agama Islam; – Jadi, Budiman mengakui (beriman)
kepada Tuhan Yang Esa;
lanjutan
 Logika deduktif bisa berbahaya apabila salah dalam mengambil/menyusun kesimpulan. Sebagai contoh:

 – Pasir adalah material dasar sungai (premis major)

 – Lempung adalah material dasar sungai (premis minor)

 – Lempung adalah pasir (kesimpulan)

 – Semua karyawan di PT. Anaconda mempunyai IQ tinggi (premis major)

 – Komar bukan karyawan di PT. Anaconda (premis minor)

 – Komar tidak ber-IQ tinggi (kesimpulan)

 Kesalahan ini sering terjadi karena menganggap kata “adalah” selalu berarti “sama dengan”. Perlu
diingat bahwa kata “adalah” tidak selalu berarti “sama dengan”.
D. Corak dan Ragam Filsafat Ilmu
 Ismaun (2001:1) mengungkapkan beberapa corak ragam
filsafat ilmu, diantaranya:
 • Filsafat ilmu-ilmu sosial yang berkembang dalam tiga
ragam, yaitu : (1) meta ideologi, (2) meta fisik dan (3)
metodologi disiplin ilmu.
 • Filsafat teknologi yang bergeser dari C-E (conditions-
Ends) menjadi means. Teknologi bukan lagi dilihat sebagai
ends, melainkan sebagai kepanjangan ide manusia.
 • Filsafat seni/estetika mutakhir menempatkan produk seni
atau keindahan sebagai salah satu tri-partit, yakni kebudayaan,
produk domain kognitif dan produk alasan praktis.
 Produk domain kognitif murni tampil memenuhi
kriteria: nyata, benar, dan logis. Bila etik
dimasukkan, maka perlu ditambah koheren dengan
moral. Produk alasan praktis tampil memenuhi
kriteria oprasional, efisien dan produktif. Bila etik
dimasukkan perlu ditambah human.manusiawi,
tidak mengeksploitasi orang lain, atau lebih
diekstensikan lagi menjadi tidak merusak
lingkungan.
 Daftar Pustaka
 Achmad Sanusi,.(1998), Filsafah Ilmu, Teori Keilmuan, dan Metode Penelitian : Memungut dan
Meramu Mutiara-Mutiara yang Tercecer, Makalah, Bandung: PPS-IKIP Bandung.
 Achmad Sanusi, (1999), Titik Balik Paradigma Wacana Ilmu : Implikasinya Bagi Pendidikan,
Makalah, Jakarta : MajelisPendidikan Tinggi Muhammadiyah.
 Agraha Suhandi, Drs., SHm.,(1992), Filsafat Sebagai Seni untuk Bertanya, (Diktat Kuliah),
Bandung : Fakultas Sastra Unpad Bandung.
 Filsafat_Ilmu,
 Ismaun, (2001), Filsafat Ilmu, (Diktat Kuliah), Bandung : UPI Bandung.
 Jujun S. Suriasumantri, (1982), Filsafah Ilmu : Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Sinar Harapan.
 Mantiq, .
 Moh. Nazir, (1983), Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia
 Muhammad Imaduddin Abdulrahim, (1988), Kuliah Tawhid, Bandung : Yayasan Pembina Sari
Insani (Yaasin)
 ^ Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Indeks, Jakarta 2008. Halaman
20

Anda mungkin juga menyukai