Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PKL INDUSTRI

PROSES PRODUKSI MIKACIN

PT. KALBE FARMA

OLEH :

NAMA : ARNI BADRYAH FAYUNI

NIM : 15.01.132

KELAS : STIFA B

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI

MAKASSAR

2017
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kebutuhan masyarakat akan produk yang berkualitas
menjadikan industri farmasi sebagai produsen obat yang bersaing
untuk menghasilkan obat yang bermutu. Mutu obat sebagai suatu
parameter mencakup berbagai aspek, yaitu aman (safety), berkhasiat
(efficacy), dan dapat diterima oleh masyarakat (accetable). Mutu obat
harus dibentuk sejak awal mulai dari penanganan bahan awal, proses
produksi (pengolahan dan pengemasan), penyimpanan hingga
distribusi obat.
Salah satu langkah yang dilakukan pemerintah dalam upaya
menjamin mutu obat yang beredar di pasaran tetap baik adalah
dengan mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
43/Menkes/SK/11/1988. Berdasarkan Surat Keputusan tersebut,
seluruh industri farmasi di Indonesia diwajibkan untuk menerapkan
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Cara Pembuatan Obat
yang Baik (CPOB) adalah pedoman dalam pembuatan obat bagi
industri farmasi di Indonesia yang bertujuan untuk menjamin obat
dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan, dan
sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB menyangkut
keseluruhan aspek produksi dan pengendalian mutu. Semua industri
farmasi harus menerapkan CPOB dalam seluruh aspek dan rangkaian
kegiatan pembuatan obat. Pelaksanaan CPOB merupakan tanggung
jawab semua pihak yang terlibat dalam pembuatan obat (Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia).
Keberhasilan pelaksanaan CPOB dipengaruhi oleh kualitas
sumber daya manusia yang terlibat dalam industri farmasi. Oleh
karena itu seorang farmasis harus melihat langsung penerapan dan
konsep-konsep farmasi industri yang ada di lapangan dan mengetahui
aplikasi ilmu kefarmasian yang tidak didapat di pendidikan formal
kuliah.
Praktek Kerja Lapangan (PKL) dilaksanakan dalam rangka
peningkatan mutu dan kualitas lulusan mahasiswa Farmasi khususnya
Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar. Pelaksanaan Praktek Kerja
Lapangan (PKL) bertujuan untuk menyelaraskan pendidikan dengan
kebutuhan tenaga kesehatan dibidang farmasi.
Harapan utama dari kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini
disamping keahlian profesionalisme mahasiswa dalam bidang farmasi,
juga dituntut memiliki etos kerja yang baik, berkualitas, disiplin waktu
dan keterampilan serta keuletan dalam bekerja. Disamping itu dengan
adanya praktek Kerja Lapangan (PKL) diharapkan pihak institusi
mengetahui tentang kebutuhan dunia industri sehingga mutu
pengajaran dapat ditingkatkan guna tuntutan tersebut.

I.2 Maksud PKL


Adapun maksud dari Praktek Kerja Lapangan ini yaitu :
1. Pengenalan dunia usaha dan industri untuk memasuki dunia kerja
khusunya di industri farmasi.
2. Kerja sama dengan dunia usaha dan industri.

I.3 Tujuan PKL


Adapun tujuan dari Praktek Kerja Lapangan ini yaitu :
1. Melihat gambaran nyata peran farmasis dan penerapan Cara
Pembuatan Obat yang Baik di Industri farmasi khususnya di PT.
Kalbe Farma.
2. Memberikan gambaran yang nyata mengenai struktur organisasi,
situasi, serta kondisi kerja di industri farmasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Sejarah
PT. Kalbe Farma, Tbk. didirikan oleh seorang farmakolog
bernama dr. Boenjamin Setiawan pada tanggal 10 September 1966 di
sebuah garasi rumah di Jalan Simpang 1 No. 1, Tanjung Priok, Jakarta
Utara. Nama Kalbe berujuk pada nama para pemegang saham awal,
yakni Khoew Sioe Tjiang, Liem Lion Kiok, dan boenjamin Setiawan.
Tujuan pendirian PT. Kalbe Farma, Tbk. adalah turut berpastisipasi
dalam pembangunan nasional pada umumnya dan meningkatkan
kesejahteraan serta derajat kesehatan masyarakat pada khususnya,
yang tercermin dalam motto perusahaan yaitu The Scientific Pursuit of
Health For A Better Life (Mengabdikan Ilmu Kesehatan dan
Kesejahteraan).
Pada tanggal 24 Desember 1966 PT Kalbe Farma, Tbk. baru
memperoleh ijin produksi dari Direktorat Jenderal Pengawasan Obat
dan Makanan (Dirjen POM) dan pada awal tahun 1967 PT. Kalbe
Farma, Tbk. mulai melaksanakan produksinya. Produk pertama yang
dihasilkan oleh PT. Kalbe Farma, Tbk. adalah gel untuk luka dengan

merek Bioplacenton . Produk PT. Kalbe Farma, Tbk. kemudian

berkembang menjadi berbagai macam produk farmasi sesuai dengan


kebutuhan konsumen yang beragam. Dalam rangka meningkatkan
pelayanan penyediaan obat sebagai tuntutan atas meningkatnya
kebutuhan obat yang berkualitas maka pada bulan April 1972, PT.
Kalbe Farma, Tbk. melakukan perluasan usahanya dengan
memindahkan usahnya ke lokasi yang lebih luas yaitu Jl. Ahmad Yani,
Pulomas, Jakarta Timur. Pada tahun 1980, aktivitas distribusi produk-
produk PT. Kalbe Farma, Tbk. dipisahkan dari kegiatan industrinya
yaitu dengan mendirikan PT. Enseval Putra Magatrading yang
bertindak sebagai distributor tunggal PT. Kalbe Farma, Tbk.
Pada tahun 1994, PT. Kalbe Farma, Tbk. membangun pabrik
baru di kompleks industri Delta Silikon (Cikarang). Semua jalur
produksi dipindahkan secara bertahap dari Pulomas ke Cikarang pada
tahun 1997 sampai dengan tahun 1998. Pabrik baru tersebut
diesmikan pada tanggal 17 Desember 1998 bersamaan dengan
diterimanya sertifikat ISO 9001 yang lebih menekankan pada
Customer Satisfaction ( kepuasan pelanggan) terhadap produk yang
dihasilkan. Pada tanggal 30 Juli 1991, PT. Kalbe Farma, Tbk. untuk
pertama kali tercatat di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya dengan
tujuan memberikan kesempatan pada masyarakat umum untuk ikut
memiliki industri ini sekaligus menanamkan sahamnya di PT. Kalbe
Farma, Tbk. dalam rangka memperkuat persaingan bisnis industri
farmasi PT. Kalbe Farma, Tbk. melakukan akuisisi perusahaan seperti
PT. Bintang Toedjoe (1990), Dankos Laboratories (1992), HexPharm

Jaya (1993), Saka Farma (1997), Merek dagang Woods (1997),

Baxter Kalbe (1999), dan PT. Erbaharma Internasional (2000). Untuk


mendukung proses produksi dan mencegah ketergantungan
kebutuhan bahan pengemas, PT. Kalbe Farma, Tbk. melakukan
akuisisi terhadap 2 perusahaan yatu PT. Igar Jaya dan PT. Avesta
Continental Pack memproduksi bahan pengemas fleksibel termasuk
blister dan strip obat padat, dan master box disuplai oleh PT. Kageo,
sedangkan sebagian kecil kemasan lain (kemasan primer tertentu)
masih bergantung pada produk impor PT. Kalbe Farma, Tbk. mulai
menerapkan metode perjanjian lisensi dengan beberapa perusahaan
farmai dunia seperti Pharmacia Corporation, Bristol-Myers Squibb,
Dalichi Pharmaceutical, Fujisawa Pharmaceutical, dan Pfizer, Inc.
Diakhir tahun 2004, PT. Kalbe Farma, Tbk. berhasil melakukan
integrasi sertifikat ISO 9001 (Sistem Managemen Mutu) versi 2000,
sertifikat ISO 14001 (Sistem Managemen Lingkungan), dan OHSAS
18001/SMK3 (Sistem Managemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja)
setelah menyelesaikan audit ketiga sistem tersebut secara bersamaan
pada bulan Oktober 2004.
A. Lokasi dan Tata Ruang
PT. Kalbe Farma, Tbk. terletak di Kawasan Industri Delta
Silicon Jl. M. H. Thamrin Blok A1-3, Lippo Cikarang, Bekasi.
Bangunan ini terdiri dari gedung kantor, gedung produksi, teknik,
gudang, dan sarana pendukung seperti pengolahan limbah,
lapangan parkir, koperasi, dan kantin. Bangunan PT. Kalbe Farma,
Tbk. terdiri dari dua bagian yaitu bangunan kantor dan bangunan
pabrik.
Bangunan Kantor
Gedung kantor PT. Kalbe Farma, Tbk. terdiri dari empat lantai
yaitu:
a. Lantai 1 meliputi bagian operasional Cikarang, Departemen
Sumber Daya Manusia dan Pengembangan, Depertemen
Personalia dan umum, Departemen Pengembangan Proses,
Departemen Akuntansi, ruang perpustakaan, dan kantin.
b. Lantai 11/2 meliputi Departemen Perencanaan produksi dan
pengendalian persediaan produksi, Departemen Veteriner,
serta Departemen Teknologi Informasi.
c. Lantai 2 meliputi Departemen Research and Development,
yang terdiri dari bagian pengembangan operasional
Cikarang dengan laboratorium formulasi dan laboratorium
pengembangan metode analisis, Departemen Pemastian
Mutu, Departemen Pengawasan Mutu dengan laboratorium
pengawasan mutu.
d. Lantai 4 meliputi ruangan pilot plant Departemen Reserach
and Development.
Bangunan Pabrik
Gedung produksi terdiri dari tiga lantai yang masing-
masing lantai dipisahkan oleh ruang yang disebut Mezanin,
yaitu ruang khusus untuk penempatan fasilitas utilitas seperti
penyedot udara, pipa-pipa, kabel listrik, dan lain-lain. Tiap lantai
terdiri dari jalur-jalur produksi dengan jumlah total 10 jalur, jalur
1, 2, 4, 5, 6, 7, 8A, 8B, 9, dan 10. Pada tahun 2013, ada
penambahan kapasitas ruangan pada line tertentu sedang
dalam kualifikasi sistem bangunan dan fasilitas. Pembagian
ruangan pada gedung produksi adalah sebagai berikut:
a. Lantai dasar digunakan untuk ruang produksi line 9 dan 10,
gudang alkohol, Departemen Teknik, Ruang QA, Fasility
Validation, dan ruang loker karyawan.
b. Lantai 1 digunakan untuk ruang produksi line 1, line 2, line
4, line 5, gudang bahan baku dan wadah, gudang kemas,
dan gudang obat jadi.
c. Lantai 2 digunakan untuk ruang produksi line 6, line 7, line
8A, dan 8B.
d. Lantai 3 digunakan untuk ruang purified water generator,
pure steam generator, water for injection generator , dan oil
free air compressor.
Lantai ruang produksi di PT. Kalbe Farma, Tbk. dicat
dengan cat epoksi, dibuat melengkung (tidak memiliki sudut)
serta bingkai jendelanya dibuat miring dengan maksud agar
mudah dibersihkan dan juga tidak menjadi tempat
berkumpulnya debu. Berdasarkan CPOB tahun 2012, ruang di
industri farmasi dibagi menjadi 5 jenis area berdasarkan
perbedaan tingkat kebersihannya, yaitu kelas A, B, C, D, dan E.
Kelas A, B, C, dan D digunakan untuk produksi sediaan steril
dan kelas E untuk produksi sediaan nonsteril. PT. Kalbe Farma,
Tbk. telah menyelesaikan kembali klasifikasi ruangan sesuai
dengan pedoman CPOB 2012.
II.2 Visi dan Misi
A. Visi
Menjadi perusahaan produk kesehatan Indonesia terbaik dengan
skala internasional yang didukung oleh inovasi, merek yang kuat,
dan managemen yang prima.
B. Misi
Meningkatkan kesehatan untuk kehidupan.
II.3 Sertifikat
Adapun sertifikat yang dimilki oleh PT. Kalbe Farma, Tbk. adalh
sebagai berikut:
1. Sertifikat CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) / GMP (Good
Manufacturing Process) dari Badan Pengawasan Obat dan
Makanan (BPOM).
2. Pengakuan ISO 9001 versi tahun 2000 yang lebih menekankan
pada kepuasan pelanggan terhadap produk yang dihasilkan dan
perbaikan yang berkesinambungan.
3. Sertifikat ISO 14001 untuk Sistem Manajemen Lingkungan.
4. OHSAS 18001/SMK3 (Sistem Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja).
5. Sertifikat Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB) untuk
semua kategori produk yakni: Elektromedik Radiasi, Elektromedik
Non Radiasi. Non Elektromedik Steril, Produk Diagnostik In Vitro.
II.4 Panca Sradha
PT. Kalbe Farma, Tbk. juga memilkimsuatu core values (nilai
inti) yang berfungsi menunjang penerapan visi dan misi yaitu berupa
Kalbe Panca Sradha dan dijadikan landasan oleh seluruh karyawan
dalam menjalankan kinerja sehari-hari.
a. Trust is the glue of life.
Saling percaya adalah perekat diantara kami.
b. Mindfulness is the key foundation of our action.
Kesadaran penuh adalah dasar setiap tindakan kami.
c. Innovation is the key to our success.
Inovasi adalah kunci keberhasilan kami.
d. Strive to the best.
Bertekad untuk menjadi yang terbaik.
e. Intrconnectedness is a universal of way of life.
Saling keterkaitan adalah panduan hidup kami.
II.5 Struktur Organisasi
A. Departement Research and Development
Departement Research and Development (R&D) berperan
antara lain dalam pengembangan produk baru, perbaikan, atau
improvement existing product, mengatasi masalah produksi,
proyek penelitian khusus, penentuan spesifikasi bahan baku untuk
manufacturing, penyusunan metode analisa, penentuan shelf-life
(waktu paruh) produk, dan penunjang data untuk penyusunan
dossier registrasi (formula, data stabilitas, dan kemasan).
Departemen R&D dipimpi oleh seorang R&D Pharma Deputy
Director, Departemen R&D mencakup tiga bagian utama, yaitu :
a) Packaging Development (pengembangan kemasan).
b) Formulation (pengembangan formula).
c) Analytical Development (pengenbangan metode analisis).
B. Departemen Process Development
Secara umum Departemen Proses Development menangani
semua produk-produk yang sudah ada (existing), menerima
peralihan tanggung jawab terhadap status material yang berubah
dari percobaan menjadi induk, dan mengatasi masalah atau
trouble shooting produksi. Departemen process Development
dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:
a) Formulatoin (formulasi)
b) Packaging (kemasan)
c) Departemen perencanaan produksi dan pengendalian
persediaan
C. Departemen produksi
Departemen produksi merupakan bagian Plant Departement
yang dipimpin oleh Group Production Manager (GPM). GPM
membawahi 4 manager produksi. Tugas umum Departemen
Produksi secara keseluruhan adalah melakukan proses produksi
dari raw material dan packaging material menjadi produk jadi.
D. Departemen Group Process Improvement (GPI)
Departemen ini bertujuan untuk mengadakan contiunal
improvement agar perusahaan dapat terus berkembang menjadi
lebih baik.
E. Departement Quality Operation
Quality peration adalah departemen yang bertugas menjadi
mutu produk yang dihasilkan dengan memperhatikan seluruh
aspek yang berpengaruh pada kualitas produk. Departemen QO
dipimpi oleh seorang QO manager yang bertanggung jawab
kepada Group Head Quality. Secara umum QO dibagi menjadi dua
kelompok besar yaitu:
a) Quality Control (QC)
b) Quality Assurance (QA)
F. Departemen Quality System
Quality System (QS) mempunyai fungsi utama memastikan
standar atau pedoman yang ada senantiasa berjalan dengan baik.
QS bertugas memelihara dan mengembangkan sistem di PT.
Kalbe Farma, Tbk. secara keseluruhan, sistem yang dibuat telah
memasukkan unsur-unsur CPOB/c-GMP, ISO 9001:2000, ISO
14001:2004, dan OHSAS 1800, departemen Quality System (QS)
ada beberapa divisi meliputi :
a. System Compliance
b. Document Compliance
c. Occupational Health, Safety & Environment (OHSE)
compliance
d. Plan Do Check Action (PDCA)
e. Continual Improvement Program Development
G. Departemen Logistik
Logistik atau Warehouse adalah departemen yang
bertanggung jawab atau penerimaan, penyimpanan, pengeluaran
bahan baku, wadah bahan bekas, dan produk jadi. Secara struktur
departemen logistik dipimpin oleh seorang Manager logistik yang
membawahi empat supervisor gudang, yaitu supervisor gudang
bahan bakudan wadah, supervisor gudang penimbangan,
supervisor gudang kemasan, serta supervisor gudang produk dan
sarana promosi. Bagian Logistik memiliki peranan penting dalam
kegiatan penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran bahan
baku, wadah, kemasan, maupun produk.
H. Departemen Teknik
Departemen Teknik menunjang proses produksi dengan
cara memelihara dan melakukan perawatan semua mesin di
semua departemen. Departemen Teknik memiiki tanggung jawab
dalam pengadaan, perbaikan, dan pemeliharaa gedung, sarana
penunjang dan mesin-mesin yang digunakan di industri farmasi.
Secara umum, Departemen Teknik dibagi menjadi beberap
bagian, yaitu:
Bagian Utilitas
Bagian Pemeliharaan
Bagian Suku Cadang
Administrator
II.6 Produk PT. Kalbe Farma
Beberapa produksi PT. Kalbe Farma, Tbk. adalah sebagai

berikut: Promag , Neo Entrostop , Xon-Ce , Pronicy , Neuralgin ,


Cypron , Vitazym , Zegavit , Zegase , Procold , Promag Double


Action , Cerebrofort , Plantacid , Woods , Rantin , Ulsikur ,

Bioplacenton (gel), Mycoral (krim), Kaltrofen (gel dan


suppositoria), Kalpanax Tincture , dan Diaflam .
BAB III
GAMBARAN KHUSUS

Komposisi
Mikacin injeksi 250 mg/ml
Tiap ml mengandung :
Amikasin sulfat setara dengan amikasin 250 mg

Mikacin injeksi 250 mg/ml


Tiap ml mengandung :
Amikasin sulfat setara dengan amikasin 500 mg

Farmakodinamik
Amikasin sulfat adalah antibiotik golongan aminoglikosida yang
mempunyai spektrum luas yang aktif terhadap bakteri gram negatif
termasuk Pseudomonas spp,Eschericia coli, Proteus spp indol-positif dan
indol-negatif, Klebsiella-Enterobacter-Serratia spp, Salmonell, Shigella,
Acinetobacter (Minea-Herellae), Citrobacter Freundii dan Providencia
spp. Beberapa strain bakteri gram negatif yang resisten terhadap
gentamisin, tobramisin dan kanamisin menunjukkan sensitivitas terhadap
amikasin secara in vitro. Bakteri gram positif yangsensitif terhadap
amikasin adalah Staphylococcus spp, baik yang menghasilkan
penisilinase maupun tidak, termasuk strain yang resisten terhadap
metisilin. Amikasin mempunyai aktivitas melawan bakteri gram positif
yang lain, termasuk strain Staphylococcus pyogenes, Enterococci dan
Diplococcus pneumoniae (Streptococcus pneumoniae). Amikasin bersifat
bakterisid dengan cara menghambat sintesis protein pada bakteri sensitif
oleh adanya pengikatan yang irreversible terhadap subunit ribosomal
30S.

Farmakokinetik
Pemberian amikasin 500 mg sebagai dosis tunggal kepada orang dewasa
normal secara infus intravena, selama periode 30 menit menghasilkan
konsentrasi serum puncak rata-rata 38 mcg/ml pada akhir pemberian
infus dan kadar 24 mcg/ml; 18 mcg/ml; dan 0,75 mcg/ml pada 30 menit, 1
jam dan 10 jam setelah pemberian infus, berturut turut. Delapan puluh
empat persen dari dosis dieksresikan melalui urin dalam waktu 9 jam dan
sekitas 94% dalam waktu 24 jam. Pengulangan pemberian infus 7,5
mg/kg setiap 12 jam toleransi secara baik dan tidak menghasilkan
akumulasi obat.
Indikasi

Untuk pengobatan jangka pendek pada infeksi serius yang disebabkan


oleh bakteri yang sensitif baik gram negatif dan positif.
- Septikemia (termasuk sepsis neonatal)
- Infeksi saluran pernafasan yang serius
- Infeksi tulang dan sendi
- Infeks sistem saraf pusat (termasuk meningitis)
- Infeksi kulit dan jaringan lunak
- Infeksi intraabdominal (termasuk peritonitis)
- Infeksi pada luka bakar
- Infeksi pasca operasi (termasuk pasca bedah vaskular)
- Infeksi saluran kemih yang mengalami komplikasi dan rekuren
Kontraindikasi

Penderita yang hipersensitif terhadap amikasin dan antibiotik golongan


aminoglikosida lain, karena terdapat sensitivitas silang.

Dosis dan cara pemberian


Lama pengobatan biasanya 7-10 hari. Total dosis sehari tidak boleh
melebihi 15 mg/kg/hari atau 1,5 g/hari.
Pemberian intramuscular

Neonatus : Dosis awal 10 mg/kgBB/hari yang diikuti dengan 7,5 mg,kgBB


setiap 12 jam.
Dewasa, anak-anak dan bayi dengan fungsi ginjal normal :
15 mg/kgBB/hari terbagi 2-3 kali pemberian (pada orang dewasa sebesar
500 mg dua kali sehari).
Pemberian intravena

Dewasa : 500 mg amikasin ke dalam 100-200 ml NaCl 0,9% atau


Dextrosa 5% dan dinfuskan selama 30-60 menit.
Anak-anak : volume infus tergantung kebutuhan, periode infus 30-60
menit.
Bayi : volume infus tergantung pada kebutuhan, periode infus 1-2 jam.
Infeksi yang mengancam kehidupan dan atau disebabkan pseudomonas
dosis amikasin dapat diberikan 500 mg setiap 8 jam. Dosis maksimum 1,5
g/hari dan pemberian tidak boleh lebih dari 10 hari. Dosis total maksimum
untuk dewasa : 15 g

Peringatan dan perhatian

- Tidak dianjurkan untuk diberikan pada wanita hamil dan menyusui.


- Potensial terjadi nefrotoksik dan ototoksik.
- Pemakaian bersamaan dengan sefalosforin dan antibiotik
aminoglikosida lain akan meningkatkan nefrotoksisitas.
- Hati-hati pada pasien dengan gagal ginjal.
Efek samping
- Reaksi hipersensitivitas terhadap amikasin termasuk ruam kulit,
urtikaria, stomatitis, pruritis, rasa terbakar, demam dan eosinofilia
- Ototoksisitas : gejala-gejala vestbular, seperti pusing, nistagmus,
vertigo, dan ataksia, dan/atau gejala auditorik, seperti tinitus dan
gangguan pendengaran sampai tuli.
- Nefrotoksisitas : gangguan pada urin akibat iritasi ginjal (albumin,
castc, sel darah putih dan merah), azotemia dan oliguria pernah
dilaporkan.
- Neurotoksisitas : sakit kepala, parestesia, dan tremor.
- Lain-lain : nausea, vomitus, demam dan anemia.
Interaksi obat
- Obat-obat ototoksik, nefrotoksik dan neurotoksik.
- Hindari penggunaan bersamaan dengan obat-obat diuretik
kerjacepat terutama pemberian secara IV (asam etakrinat dan
furosemid) karena dapat meningkatkan risiko ototoksisitas.
Kemasan
Mikacin injeksi 250 mg/ml; kotak, 1 vial@2 ml
Mikacin injeksi 500 mg/ml; kotak, 1 vial@2 ml
BAB IV
PEMBAHASAN

Produk steril yang banyak diproduksi di industri farmasi adalah


dalam bentuk larutan terbagi (ampul) dan bentuk serbuk padat siap untuk
digunakan dengan diencerkan terlebih dahulu dengan larutan pembawa
(vial). Sediaan parental, bisa diberikan dengan berbagai rute : intra vena
(i.v), sub cutan (s.c), intradermal, intramuskular (i.m), intra articular, dan
intrathecal. Bentuk sediaan sangat mempengaruhi cara (rute) pemberian.
Sediaan bentuk suspensi, misalnya tidak akan pernah diberikan secara
intravena yang langsung masuk ke dalam pembuluh darah karena adanya
bahaya hambatan kapiler dari partikel yang tidak larut, meskipun suspensi
yang dibuat telah diberikan dengan ukuran partikel dari fase dispersi yang
dikontrol dengan hati hati. Demikian pula obat yang diberikan secara
intraspinal (jaringan syaraf di otak), hanya bisa diberikan dengan
larutan dengan kemurnian paling tinggi, oleh karena sensivitas jaringan
syaraf terhadap iritasi dan kontaminasi (Priyambodo, B., 2007).
Alasan produk dibuat steril adalah produk tersebut saat digunakan
tidak melewati saluran pernafasan dan saluran percernaan melainkan
melewati pembuluh darah, jaringan atau organ. Produk bagian-bagian
tersebut tidak terdapat sistem penghalang (barrier) tubuh terhadap kuman
sehingga produk yang masuk harus steril dan untuk tetes mata/salep mata
harus dibuat steril untuk mencegah kerusakan pada mata seperti
radang/infeksi kornea mata, karena mata adalah organ yang sensitif
(Fatmawaty, 2015).
Pada pembuatan produk steril dibedakan 4 kelas kebersihan
(BPOM, 2006) :
Kelas A : Zona untuk kegiatan yang beresiko tinggi, misal zona pengisian,
wadah tutup karet, ampul dan vial terbuka, penyambungan secara aseptis.
Umumnya kondisi ini dicapai dengan memasang unit aliran udara laminar
(laminar air flow) ditempat kerja. Sistem udara laminar hendaklah
mengalirkan udara dengan kecepatan merata berkisar 0,36 0,54 m/detik
(nilai acuan) pada kerja dalam ruang bersih terbuka. Keadaan laminar
yang selalu terjaga hendaklah dibuktikan dan divalidasi. Aliran udara
searah berkecepatan lebih rendah dapat digunakan pada isolator tertutup
dan kotak sarung tangan.
Kelas B : untuk pembuatan dan pengisian secara aseptis. Kelas ini adalah
lingkungan latar belakang untuk zona Kelas A.
Kelas C dan D : area bersih untuk melakukan tahap proses pembuatan
yang mengandung resiko lebih rendah
Sterile processing line terdiri dari beberapa unit, antara lain : unit
pencucian (washing unit), unit pengisian produk steril (filling unit), unit
pemeriksaan (sortasi) dan unit pengemasan (packaging unit).

Deskripsi pakaian kerja yang dipersyaratkan untuk tiap kelas yaitu


(Fatmawaty, 2015) :
Kelas A/B : penutup kepala hendaklah menutup seluruh rambut serta
jika relevan janggut dan kumis, penutup kepala hendaklah diselipkan ke
dalam leher baju, penutup muka hendaklah dipakai untuk mencegah
penyebaran percikan. Model terusan atau model celana-baju, yang bagian
pergelangan tangannya dapat diikat dan memiliki leher tinggi, hendaklah
dikenakan. Hendaklah dipakai sarung tangan plastik atau karet steril yang
bebas serbuk dan penutup kaki steril atau disinfeksi. Ujung celana
hendaklah diselipkan ke dalam penutup kaki dan ujung lengan baju
diselipkan ke dalam sarung tangan.
Kelas C : rambut dan jika relevan janggut dan kumis hendaklah
ditutup. Pakaian model terusan atau model celana-baju, yang bagian
pergelangan tangannya dapat diikat, memiliki leher tinggi dan sepatu atau
penutup sepatu yang sesuai hendaklah dikenakan. Pakaian kerja ini
hendaklah tidak melepaskan serat dan bahan partikulat.
Kelas D : rambut dan jika relevan - janggut dan kumis hendaklah
ditutup. Pakaian pelindung reguler, sepatu yang sesuai atau penutup
sepatu hendaklah dikenakan kontaminasi yang berasal dari bagian luar
area yang sesuai.

Proses Produksi Injeksi

Bahan baku Air untuk Injeksi Ampul

Penimbangan Pengukuran Vol Pencucian

Pembuatan Larutan Sterilisation

Penyaringan

Pengisian

Sterilisasi dan pendinginan

Pinole test

Seleksi

Bulk product

Pengemasan

Cek kelengkapan pengemasan

Quarantine

Distribusi

Produksi produk steril :


1. Pengolahan
Hendaklah dilakukan tindakan pencegahan untuk mengurangi
pencemaran pada seluruh tahap pengolahan termasuk tahap sebelum
proses sterilisasi. Untuk menghindarkan penyebara partikel dan
mikroba secara berlebihan, kegiatan dalam area bersih, terutama saat
berlangsung proses aseptis, hendaklah dibatasi dan gerakan personil
hendaklah terkendali, hati-hati dan dan sistematis. Suhu dan
kelembaban lingkungan hendaklah tidak tinggi sehingga mengganggu
kenyamanan akibat sifat pakaian yang dikenakan
Cemaran mikroba bahan awal hendaklah minimal. Spesifikasi
bahan awal hendaklah mencakup persyaratan kandungan mikroba
bila kebutuhan untuk itu telah ditunjukkan melalui hasil pamantauan.
Wadah dan bahan yang dapat membentuk partikel hendaklah dibatasi
jumlahnya didalam area bersih dan disingkirkan saat sterilisasi
komponen. Wadah dan peralatan maupun antara sterilisasi dan
penggunaannya hendaklah sesingkat mungkin dan diberi batas waktu
yang sesuai dengan kondisi penyimpanan tervalidasi.
Jarak waktu antar pembuatan larutan dan sterilisasi atau filtrasi
melalui filter mikroba hendaklah sesingkat mungkin. Tahap
pengolahan komponen, wadah produk dan peralatan hendaklah diberi
identitas yang benar. Semua gas yang dialirkan kedalam larutan atau
digunakan untuk menyelimuti produk hendaklah dilewatkan melalui
filter penyaring mikroba. Bioburden hendaklah dipantau sebelum
proses sterilisasi. Efikasi dari suatu prosedur baru hendaklah
divalidasi.
2. Sterilisasi
Semua proses sterilisasi hendaklah divalidasi. Untuk
mendapatkan sterilisasi yang efektif, semua bahan harus dicakup
dalam penanganan yang dipersyaratkan dan proses hendaklah
didesain untuk memastikan hal ini dapat dicapai. Hendaklah adasuatu
cara yang jelas untuk membedakan antara produk yang sudah
disterilkan dan yang belum. Catatan ini hendaklah tersedia untuk tiap
siklus sterilisasi. Catatan ini hendaklah disetujui sebagai bagian dari
prosedur pelulusan bets.
3. Penyelesaian produk steril

Penutupan wadah hendaklah divalidasi dengan metode yang


sesuai. Pencengkraman (crimping) tutp aluminium hendaklah dilakukan
segera setelah stopper ditutupkan pada vial. Karena alat yang digunakan
untuk mencengkramkan tutup aluminium pada vial dapat menyebarkan
sejumlah besar partikel, maka alat tersebut hendaklah diletakkan ditempat
terpisah dan dilengkapi dengan sistem penghisap udara yang memadai.
Penutupan vial dengan tutup aluminium dapat dilakukan sebagai proses
aseptis dengan menggunakan tutup aluminium yang disterilkan atau
sebagai proses higienis diluar lingkungan aseptis. Bila formula suatu
produk steril telah ditentukan, meliputi pemilihan pelarut atau pembawa
dan zat penambah yang tepat, ahli farmasi pembuat harus mengikuti
prosedur aseptis dengan ketat dalam pembuatan produk yang
disuntikkan. Di sebagian besar pabrik daerah di mana produk steril
dibuat dipertahankan bebas dari bakteri dengan cara menggunakan sinar
ultra violet, penyaringan udara yang masuk, peralatan produksi yang steril
seperti labu-labu, pipa-pipa penghubung, saringan-saringan dan pakaian
pekerja disterilkan (Ansel, 1989).

Wadah obat suntik, termasuk tutupnya harus tidak berinteraksi


dengan sediaan, baik secara fisik maupun kimia sehingga akan
mengubah kekuatan dan efektivitasnya. Bila wadah dibuat dari gelas,
maka gelas harus jernih dan tidak berwarna atau berwarna kekuningan,
untuk memungkinkan pemeriksaan isinya. Jenis gelas yang sesuai dan
dipilih untuk tiap sediaan parenteral biasanya dinyatakan dalam masing-
masing monograf. Obat suntik ditempatkan di dalam wadah dosis
tunggal atau wadah dosis berganda. Menurut definisi wadah dosis tunggal
(Ansel,1989).
Wadah dosis tunggal umumnya disebut ampul, tertutup rapat
dengan melebur wadah gelas dalam kondisi aseptis. Wadah gelas dibuat
mempunyai leher agar dapat dengan mudah dipisahkan dari bagian
badan wadah tanpa terjadi serpihan-serpihan gelas. Sesudah dibuka, isi
sampul dapat dihisap ke dalam alat suntik dengan jarum hipodermis.
Sekali dibuka, ampul tidak dapat ditutup kembali dan digunakan lagi untuk
suatu waktu kemudian, karena sterilitas isinya tidak dapat dipertanggung
jawabkan lagi. Beberapa produk yang dapat disuntikkan dikemas dalam
alat suntik yang diisi sebelumnya dengan atau tanpa cara pemberian
khusus. Jenis gelas untuk wadah produk parenteral telah ditentukan di
Bab 5 dan sebaliknya diingat kembali. Jenis I, II, III adalah jenis yang
untuk produk parenteral. Jenis yang paling tahan terhadap zat kimia
adalah jenis I. Jenis gelas yang akan digunakan sebagai wadah obat
suntik tertentu dinyatakan dalam masing-masing monograf sediaan
(Ansel,1989).

Air untuk sediaan steril (BPOM, 2001) :

1. Air yang digunakan untuk membuat produk steril, termasuk


penyimpanan dan sistem pemasoknya, harus selalu dikendalikan
untuk menjamin bahwa spesifikasi yang sesuai dicapai selama proses.
2. Air untuk injeksi harus diolah, disimpan, dan didistribusikan dengan
cara yang dapat mencegah pertumbuhan mikroba, misalnya disirkulasi
dengan konstan pada suhu 700 C atau tidak lebih dari 40 C bila air
untuk injeksi disirkulasikan, hendaklah dibuang setelah 24 jam.
3. Air untuk injeksi harus disimpan dalam wadah yang bersih. Steril,
nonreaktif, nonabsorptif, nonadtif, dan terlindung dari pencemaran.
4. Air untuk injeksi harus diproduksi melalui cara penyulingan atau cara
lain yang dapat menghasilkan mutu yang sama.
5. Sumber air, perlatan pengolahan air, dan air hasil pengolahan
haruslah dipantau secara teratur terhadap pencemaran kimiawi,
biologis, dan bila perlu, terhadap cemaran edotoksin untuk menjamin
agar air memenuhi spesifikasi yang sesuai dengan peruntukannya.
Hasil pemantauan dan tindakan penanggulangan yang dilakuka
haruslah didokumentasikan.
6. Air untuk injeksi yang digunakan untuk formulasi diperlukan sebagai
bahan awal.
7. Alat perekam hendaklah digunakan untuk memantau suhu
penyimpanan.

Evaluasi produk steril dilakukan setelah sediaan disterilkan dan


sebelum wadah dipasang etiketdan dikemas. Adapun evaluasi yang
dilakukan adalah evaluasi fisika, evaluasi biologi, dan evaluasi kimia.
1. Evaluasi Fisika
a. Penetapan pH
Uji dilakukan untuk membuktikan pH sediaan sesuai dengan yang
dikehendaki atau tidak dengan menggunakan indikator pH.
b. Bahan partikulat dalam injeksi
Larutan disaring dengan penyaring membran lalu amati dibawah
mikroskop dan hitung partikel pada penyaring untuk melihat jumlah
partikel dengan ukuran lebih dari 10000 micrometer / wadah
c. Penetapan volume injeksi dalam wadah
Untuk menentukan volume injeksi dalam wadah. Sediaan injeksi
yang sudah didalam wadah diukur kembali volumenya
menggunakan gelas ukur kering.
d. Uji keseragaman bobot dan keseragaman volume
Volume tiap wadah harus sedikit berlebih dari volume yang
ditetapkan. Kelebihan volume yang dianjurkan untuk cairan encer
dan kental.
e. Uji kejernihan larutan
Dilihat dengan mata yaitu dengan menyinari wadah dari samping
dengan latar belakang hitam, dipakai untuk menyelidiki kotoran
berwarna muda, sedangkan latar belakang putih untuk menyelidiki
kotoran yang berwarna gelap. Lakukan penetapan menggunakan
tabung reaksi alas datar diameter 15 mm hingga 25 mm, tidak
berwarna, transparan, dan terbuat dari kaca netral.
f. Uji kebocoran
Wadah-wadah takaran tunggal yang masih panas setelah selesai
disterilkan dimasukkan kedalam larutan biru metilen 0,1%. Jika
ada wadah-wadah yang bocor maka larutan biru metilen akan
dimasukkan kedalamnya karena perbedaan tekanan diluar dan
didalam wadah tersebut. Cara ini dapat dilakukan untuk larutan-
larutan yang sudah berwarna.
Wadah-wadah takaran tunggal disterilkan terbalik, jika ada
kebocoran maka larutan ini akan keluar dari dalam wadah.
Wadah-wadah yang tidak dapat disterilkan, kebocorannya harus
diperiksa denga memasukkan wadahwadah tersebut kedalam
eksikator yang divakumkan. Jika ada kebocoran akan diserap
keluar
2. Evaluasi Biologi
a. Uji efektivitas pengawet antimikroba
Uji efektivitas antimikroba adalah zat yang ditambahkan pada
sediaan obat untuk melindungi sediaan terhadap kontaminasi
mikroba. Pengawet digunakan pertama pada wadah dosis ganda
untuk menghambat pertumbuhan mikroba yang dapat masuk
secara tidak sengaja selama atau setelah proses produksi.
b. Uji sterilitas
Dilakukan untuk menetapkan ada atau tidaknya bakteri atau jamur
yang hidup dalam sediaan yang dapat dilakukan dengan cara kultur
sediaan dengan media. Media yang digunakan dapat media
tioglikolat cair, media tioglikolat alternatif, dan media soybean.
Penanaman sediaan ke dalam pembenihan dilakukan di ruangan
steril (cawan petri sudah diisi media pembenihan). Sediaan yang
akan diperiksa dikeluarkan dari wadah, ditampung dengan batang
pengaduk steril. Sediaan dioleskan ke dalam media, kemudian
diinkubasi selama 7 hari.
c. Uji endotoksin bakteri
Dilakukan untuk memperkirakan kadar endotoksin bakteri yang
mungkin ada dalam sediaan. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan LAL (limulus amubocyt lysate). Penetapan titik akhir
reaksi dilakukan dengan membandingkan enceran dari zat uji
dengan enceran endotoksin baku. Prosedur meliputi inkubasi
selama waktu yang telah ditetapkan dari endotoksin yang bereaksi
dengan larutan kontrol dengan pereaksi LAL, pembacaan serapan
cahaya pada panjang gelombang yang sesuai.
d. Uji pirogen
Dilakukan untuk mengetahui apakah suatu sediaan uji bebas
pirogen atau tidak dengan maksud untuk membatasi resiko reaksi
demam yang dapat diterima oleh pasien apabila diinjeksi dengan
suatu sediaan farmasi.
e. Uji kandungan zat antimikroba
Komponen penting dalam injeksi yang dikemas dalam wadah dosis
ganda adalah zat yang dapat mengurangi bahay cemaran mikroba.
Farmakope mensyaratkan pencatuman nama dan jumlah zat
antimikroba pada etiket. Kadar pengawet yang ditambahkan
kedalam sediaan parenteral dosis ganda atau dosis tunggal
sediaan telinga, hidung, dan mata dapat berkurang selama masa
berlakunya suatu produk
3. Evaluasi Kimia
a. Uji identifikasi
Dilakukan seperti yang tertera pada tinjauan kimia yaitu
mereaksikan sediaan dengan reagen spesifik sehingga
menghasilkan hasil yang positif.
b. Penetapan kadar
Dilakukan seperti yang tertera pada tinjauan kimia yaitu dengan
cara titrasi sehingga yang dihasilkan dapat dibuktikan sesuai atau
tidak dengan kadar yang ditentukan.
(Dirjen POM, 1995).
BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Dari semua yang telah diuraikan pada laporan ini penulis
mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Jika dilihat dari segi lokasi, PT. Kalbe Farma, Tbk. letaknya cukup
strategis.
2. Struktur organisasi ketatanegaraan sudah cukup baik karena
mereka bekerja sama dengan untuk kemajuan perusahaan Kalbe
Farma. Mereka mengembangkan produk-produk unggulan yang
sebagian besar dapat diterima masyarakat luas dan yang sangat
penting kualitasnya tidak diragukan lagi.
3. Proses yang telah dilakukan terbukti telah memenuhi persyaratan
sterilitas yang telah ditetapkan sehingga dapat menghasilkan
produk berkualitas yang memenuhi persyaratan sterilitas dan
spesifikasi yang telah ditentukan.
V.2 Saran
1. Penerapan seluruh aspek CPOB harus secara kontinu dilakukan
agar mutu produk yang dihasilkan konsisten dan terjaga.
2. Perlu dikembangkan kerjasama dengan dunia pendidikan, terutama
kefarmasian dalam rangka peningkatan sumber daya manusia
industri farmasi maupun dalam rangka pengembangkan produk.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2014., ISO Informasi Spesialite Obat Indonesia, Volume 49, ISFI
penerbitan : Jakarta

Ansel, H.C. 1989., Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, ed. ke 4, Penerbit


Universitas Indonesia : Jakarta

Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Pedoman Cara Pembuatan yang


Baik, edisi 2006

Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Pedoman Cara Pembuatan yang


Baik, edisi 2006

Dirjen POM, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, Departemen


Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta

Fatmawaty, A., 2015, Farmasi Industri, Depublish : Makassar

Piyambodo, B., 2007. Manajemen Farmasi Industri, Global Pustaka


Utama: Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai