0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
72 tayangan32 halaman
Dokumen tersebut membahas perbaikan sistem penunjang kritis PT. Farma Maju Bersama yang menyebabkan turunnya mutu produk, meliputi perubahan dryer compressed air, perubahan sistem piping air bersih, dan pemasangan HVAC baru.
Dokumen tersebut membahas perbaikan sistem penunjang kritis PT. Farma Maju Bersama yang menyebabkan turunnya mutu produk, meliputi perubahan dryer compressed air, perubahan sistem piping air bersih, dan pemasangan HVAC baru.
Dokumen tersebut membahas perbaikan sistem penunjang kritis PT. Farma Maju Bersama yang menyebabkan turunnya mutu produk, meliputi perubahan dryer compressed air, perubahan sistem piping air bersih, dan pemasangan HVAC baru.
investigasi, ternyata disebabkan oleh beberapa sarana penunjang kritis yang tidak berjalan dengan baik sehingga perlu dilakukan perbaikan. PT. Farma Maju Bersama melakukan perbaikan dan perubahan sistem pada sarana penunjang kritisnya, antara lain: Pada tanggal 02 Jan 17 dilakukan perubahan tipe dryer pada sistem compressed air, dari refrigerant dryer menjadi dessicant dryer. Proses pengerjaan dan pemasangan selesai pada tanggal 04 Jan 17. Setelah selesai pemasangan dan dilakukan test run dengan didapat hasil yang baik, pada tanggal 05 Jan 17 diputuskan boleh digunakan untuk produksi Pada tanggal 02 Jan 17 dilakukan perubahan jalur piping Purified water (PW) yang sebelumnya single line di rubah menjadi system looping dengan penambahan lampu UV sebagai desinfeksi. Setelah selesai dilakukan kualifikasi pada system PW loop Fase 1 selama 7 hari, setelah 7 hari air boleh digunakan untuk produksi sambil dilanjutkan kualifikasi Fase 2 dan Fase 3 Pemasangan HVAC baru dengan dilengkapi filter EN 779 G4 (pre filter) + F8 (Medium) + HEPA Filter EN 1822 H13 yang digunakan untuk mensupply area produksi dan laboratorium pengawasan mutu (Fisiko kimia dan mikro). Kualifikasi terhadap HVAC dilakukan selama 2 hari berturut turut STEPS • Identifikasi istilah-istilah • Identifikasi regulasi terkait dengan problem • Identifikasi kesesuaian penyelesaian problem dengan regulasi Referensi • POPP CPOB 2012 • PEDOMAN CPOB 2018 • PerKBPOM Pengawasan Mutu (Quality Control) I PBL MANUFAKTUR SEDIAAN FARMASI Pengawasan Mutu (QC) Review protap spesifikasi,metode uji IPC, dan sampling • KASUS 1 Pada protap spesifikasi dan metode pengujian IPC produksi cetirizine syrup SOP/B/123 tanggal 13 Jun 2011, disebutkan jumlah botol per bets yang digunakan untuk pengujian volume terpindahkan adalah 5 botol per bets KASUS 1 • TEMUAN Berdasarkan USP dan FI V IPC pengujian volume terpindahkan menggunakan 10 botol. Protap Spesifikasi dan metode pengujian perlu direview kesesuainnya dengan actual. FIV VOLUME TERPINDAHKAN <1261> • DASAR CP0B 2018 (7.8) Revisi berkala terhadap spesifikasi diperlukan untuk memenuhi persyaratan yang diuraikan di dalam edisi farmakope nasional terakhir atau kompendial lain. Pengawasan Mutu (QC) Review protap spesifikasi,metode uji IPC, dan sampling • KASUS 2 Pada saat kedatangan bahan baku formoterol di gudang (1 container 15 gram), petugas QC melakukan pengujian identifikasi menggunakan NIR, tanpa disertai pengambilan sampel untuk pemeriksaan kadar, hal ini dilakukan dengan justifikasi jumlah kedatangan material adalah 25 gram, sedangkan untuk pengujian dan sampel pertinggalnya membutuhkan 7 gram KASUS 2 • TEMUAN Tidak melakukan pengujian kadar untuk kedatangan bahan baku formoterol • DASAR CP0B 2018 (5.21) Sebelum diluluskan untuk digunakan, tiap bahan awal hendaklah memenuhi spesifikasi dan diberi label dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi. Singkatan, kode ataupun nama yang tidak resmi dipakai. Pengawasan Mutu (QC) Review protap spesifikasi,metode uji IPC, dan sampling • KASUS 3 Sampling dan pengujian bahan baku dilakukan untuk setiap bets, sedangkan untuk material dengan no bets yang sama tetapi beda waktu kedatangan pelulusannya berdasarkan hasil pengujian bets yang sama di kedatangan awal/ pertama KASUS 3 • TEMUAN Tiap kedatangan material di waktu yang berbeda walaupun dengan no bets yang sama dilakukan pengambilan sampel • DASAR CP0B 2018 (5.23) Apabila dalam satu penerimaan terdapat lebih dari satu bets maka untuk tujuan pengambilan sampel, pengujian dan pelulusan, hendaklah dianggap bets yang terpisah KASUS 4 • TEMUAN Tidak dilakukan pemeriksaan integritas wadah seperti fisik wadah, keutuhan wadah termasuk terhadap segel penanda • DASAR CP0B 2018 (5.24) Pada tiap penerimaan bahan awal, hendaklah dilakukan pemeriksaan keutuhan wadah termasuk terhadap segel penanda kerusakan dan kesesuaian antara catatan pengiriman, pesanan pembelian, label pemasok dan pabrik pembuat yang disetujui serta informasi pemasok yang dikelola oleh pabrik pembuat produk obat. Pemeriksaan pada setiap penerimaan hendaklah didokumentasikan. Sampe bahan awal hendaklah diambil oleh personel dengan metode yang disetujui oleh kepala Pengawasan mutu Pengawasan Mutu (QC) Review protap spesifikasi,metode uji IPC, dan sampling • KASUS 4 Pada saat penerimaan bahan awal, pemeriksaan yang dilakukan berupa pemeriksaan nam supplier, jika sudah sesuai dilanjutkan dengan pemeriksaan kelengkapan dokumen seperti dan kesesuaian antara catatan pengiriman, pesanan pembelian, label PBL MANUFAKTUR SEDIAAN FARMASI ETIKA DAN UNDANG-UNDANG DALAM INDUSTRI FARMASI Referensi • Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/Menkes/Per/Xii/2010 Tentang Industri Farmasi • Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1010/Menkes/Per/X/2008 Tentang Registrasi Obat KASUS 1 • Sebuah industri farmasi X telah berdiri sejak tahun 2014. industri tersebut memproduksi beberapa obat dalam bentuk sediaan tablet, sirup dan kapsul. Saat tahun pertama pendirian, industri X memiliki seritfikat CPOB, namun tidak pernah diperbaharui hingga sekarang. KASUS 1 TEMUAN LANDASAN Sertifikat CPOB tidak diperbarui, karena masa Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia berlaku sertifikat CPOB selama 5 tahun, sedangkan Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 Tentang industri tersebut sudah berdiri selama 6 tahun sejak Industri Farmasi ; Pasal 8 awal beroperasi. KASUS 1 • Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 Tentang Industri Farmasi KASUS 2 • Suatu industri farmasi wajib melakukan pelaporan secara berkala mengenai kegiatan usahanya. Pada tahun 2020 industri Y telah melakukan pelaporan yang pada tanggal 20 Juli. Pelaporan hanya meliputi jumlah produk yang diproduksi. Pelaporan tersebut ditujukan kepada kepala dinas kesehatan provinsi. Hingga mendekati akhir tahun 2020, industri tersebut belum melakukan pelaporan kembali. KASUS 2 TEMUAN LANDASAN Pelaporan tahunan hanya sekali setahun, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia seharusnya 2 x; Tiap 6 bulan sekali untuk formulir Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 Tentang 13 Industri Farmasi ; Pasal 23 ayat 1-4
Pelaksanaan Pelaporan melebihi batas waktu yang
ditentukan, dimana pelaporan maksimal pada tanggal 15 Januari dan 15 Juli tiap tahunnya
Pelaporan hanya meliputi jumlah produk,
sedangkan pelaporan harus meliputi jumlah dan nilai produk
Pelaporan seharusnya ditujukan kepada direktur
jenderal dengan tembusan kepala BPOM KASUS 2 • Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/Menkes /Per/XII/2010 Tentang Industri Farmasi KASUS 3 • Suatu industri Z melakukan impor obat dalam bentuk sediaan jadi. Obat impor adalah obat hasil produksi industri farmasi di luar negeri. Obat impor tersebut didistribusikan oleh Industri Z pada PBF A. Kegiatan tersebut telah berlangsung selama tahun 2013 hingga sekarang. KASUS 3 TEMUAN LANDASAN Registrasi obat impor oleh indusri Z telah berjalan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia selama 7 tahun tanpa dilakukan alih tekonolog , Nomor 1010/Menkes/Per/X/2008 Tentang yang mana seharusnya dilakukan produksi obat Registrasi Obat ; pasal 9-10 tersbut di dalam negeri dengan kurun waktu paling lama 5 tahun. KASUS 3 • Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1010/Menkes/Per/X/2008 Tentang Registrasi Obat KASUS 4 • Pada suatu kilinik rawat inap “D” diketahui melakukan pengadaan sejumlah obat injeksi analgesik untuk kebutuhan pelayanannya. Obat tersebut dipesan langsung ke Industri Z tanpa melalui PBF. Hal tersebut dikarenakan, pada wilayah kabupaten tempat berdirinya klinik tidak terdapat Pedagang Besar Farmasi. Industri Z juga diketahui secara sengaja menyalurkan sejumlah obat injeksi tersebut secara langsung, untuk mempercepat proses pengadaan obat. KASUS 4 TEMUAN LANDASAN Industri farmasi Z melaksanakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia penyaluran obat sediaan injeksi Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 Tentang Industri Farmasi tanpa melalui distributor, karena seharusnya penyaluran Peraturan terkait : PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK dilakukan oleh pihak lain yang INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2017TENTANG PERUBAHAN menjalankan fungsi distribusi KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR secara legal yaitu Pedagang 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR Besar Farmasi FARMASI
Berdasarkan PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR
1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI “Pedagang Besar Farmasi, yang selanjutnya disingkat PBF adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar” • Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia KASUS 4 Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 Tentang Industri Farmasi
• Peraturan terkait : ERATURAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2017TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI