Anda di halaman 1dari 28

Daftar Isi

Halaman

Pelukis Abdullah Suriosubroto ........................... 2


.

Pelukis Basuki Abdullah ........................... 3


.

Pelukis Raden Saleh ........................... 5


.

Pelukis Henk Ngantung ........................... 7


.

Pelukis Heri Dono ........................... 9


.

Pelukis Utagawa Kuniyoshi ........................... 11


.

Pelukis Lee Man Fong ........................... 13


.

Pelukis Zhang Ding ........................... 14


.

Pelukis Antonio Blanco ........................... 16


.

Pelukis Jeong Seon ........................... 18


.

Pelukis Shin Saimdang ........................... 19


.

Pelukis Maqbool Fida Husain ........................... 20


.

Pelukis I Nyoman Gunarsa ........................... 22


.

Pelukis Affandi ........................... 24


.

Pelukis Katsushika Hokusai ........................... 26


.

1
Abdullah Suriosubroto

Biografi

Abdullah Suriosubroto (Semarang, 1878 - Yogyakarta, 1941) adalah seorang pelukis


Indonesia. Dia adalah anak angkat Wahidin Sudirohusodo, seorang tokoh gerakan nasional
Indonesia. Dia adalah juga ayah pelukis Indonesia terkenal Sudjono Abdullah dan Basoeki
Abdullah.

Mengikuti jejak ayah angkatnya, Abdullah masuk sekolah kedokteran di Batavia (kini
Jakarta). Kemudian dia meneruskan kuliahnya di Belanda. Di sana, dia beralih ke seni lukis dan
masuk sekolah seni rupa. Sepulangnya di Indonesia, dia meneruskan karirnya sebagai pelukis.

Abdullah dipandang sebagai pelukis Indonesia yang pertama di abad ke-20. Benda lukisan
kesukaannya adalah pemandangan. Dia dimasukkan dalam aliran yang dijuluki "Mooi Indie"
("Hindia Indah").

Abdullah mulai menetap beberapa tahun di Bandung agar dekat dengan alam yang dia
suka lukis. Kemudian dia pindah ke Yogyakarta, di mana dia meninggal tahun 1941.

Lukisan pemandangan Priangan oleh Abdullah Suriosubroto (tahun 1935)

2
Basuki Abdullah

Biografi

Basoeki Abdullah (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 25 Januari 1915 meninggal 5


November1993 pada umur 78 tahun) adalah salah seorang maestro pelukis Indonesia.Ia dikenal
sebagai pelukis aliran realis dan naturalis. Ia pernah diangkat menjadi pelukis resmi Istana
Merdeka Jakarta dan karya-karyanya menghiasi istana-istana negara dan kepresidenan Indonesia,
disamping menjadi barang koleksi dari berbagai penjuru dunia.

Masa Muda

Bakat melukisnya terwarisi dari ayahnya, Abdullah Suriosubroto, yang juga seorang pelukis dan
penari. Sedangkan kakeknya adalah seorang tokoh Pergerakan Kebangkitan Nasional Indonesia pada
awal tahun 1900-an yaitu Doktor Wahidin Sudirohusodo. Sejak umur 4 tahun Basoeki Abdullah mulai
gemar melukis beberapa tokoh terkenal diantaranya Mahatma Gandhi,Rabindranath Tagore, Yesus
Kristus dan Krishnamurti.

Pendidikan formal Basoeki Abdullah diperoleh di HIS Katolik dan Mulo Katolik di Solo. Berkat
bantuan Pastur Koch SJ, Basoeki Abdullah pada tahun 1933 memperoleh beasiswa untuk belajar di

3
Akademik Seni Rupa (Academie Voor Beeldende Kunsten) di Den Haag, Belanda, dan menyelesaikan
studinya dalam waktu 3 tahun dengan meraih penghargaan Sertifikat Royal International of Art (RIA).

Aktivitas

Lukisan "Kakak dan Adik" karya Basoeki Abdullah (1978). Kini disimpan di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta.

Pada masa Pemerintahan Jepang, Basoeki Abdullah bergabung dalam Gerakan Poetra atau Pusat

Tenaga Rakyat yang dibentuk pada tanggal 19 Maret 1943. Di dalam Gerakan Poetra ini Basoeki Abdullah

mendapat tugas mengajar seni lukis. Murid-muridnya antara lain Kusnadi (pelukis dan kritikus seni rupa

Indonesia) dan Zaini (pelukis impresionisme). Selain organisasi Poetra, Basoeki Abdullah juga aktif

dalam Keimin Bunka Sidhosjo (sebuah Pusat Kebudayaan milik pemerintah Jepang) bersama-sama Affandi,

S.Sudjoyono, Otto Djaya dan Basoeki Resobawo.

Pada tanggal 6 September 1948 Basuki bertempat tinggal di Belanda Amsterdam sewaktu

penobatan Ratu Yuliana dimana diadakan sayembara melukis, Basoeki Abdullah berhasil mengalahkan 87

pelukis Eropa dan berhasil keluar sebagai pemenang.

Basoeki Abdullah terkenal sebagai seorang pelukis potret, terutama melukis wanita-wanita cantik,

keluarga kerajaan dan kepala negara yang cenderung mempercantik atau memperindah seseorang

ketimbang wajah aslinya. Selain sebagai pelukis potret yang ulung, diapun melukis pemandangan alam,

fauna, flora, tema-tema perjuangan, pembangunan dan sebagainya. Basoeki Abdullah banyak mengadakan

4
pameran tunggal baik di dalam negeri maupun di luar negeri, antara lain karyanya pernah dipamerkan

di Bangkok (Thailand), Malaysia, Jepang,Belanda, Inggris, Portugal dan negara-negara lain. Lebih kurang 22

negara yang memiliki karya lukisan Basoeki Abdullah. Hampir sebagian hidupnya dihabiskan di luar negeri

diantaranya beberapa tahun menetap di Thailand dan diangkat sebagai pelukis Istana Merdeka dan sejak

tahun 1974 Basoeki Abdullah menetap di Jakarta.

Raden Saleh

Biografi

Raden Saleh Sjarif Boestaman (Semarang, 1807[ - Buitenzorg (sekarang Bogor), 23


April 1880) adalah salah seorang pelukis terkenal dari Indonesia.

Masa Muda

Ibunya bernama Mas Adjeng Zarip Hoesen, tinggal di daerah Terboyo, dekat Semarang.
Sejak usia 10 tahun, ia diserahkan pamannya, Bupati Semarang, kepada orang-
orang Belanda atasannya di Batavia. Kegemaran menggambar mulai menonjol sewaktu
bersekolah di sekolah rakyat (Volks-School).

Keramahannya bergaul memudahkannya masuk ke lingkungan orang Belanda dan


lembaga-lembaga elite Hindia-Belanda. Seorang kenalannya, Prof. Caspar Reinwardt,
pendiri Kebun Raya Bogor sekaligus Direktur Pertanian, Kesenian, dan Ilmu Pengetahuan
untukJawa dan pulau sekitarnya, menilainya pantas mendapat ikatan dinas di departemennya.
Kebetulan di instansi itu ada pelukis keturunan Belgia, A.A.J. Payen yang didatangkan
dari Belanda untuk membuat lukisan pemandangan di Pulau Jawa untuk hiasan kantor
Departemen van Kolonieen di Belanda. Payen tertarik pada bakat Raden Saleh dan berinisiatif
memberikan bimbingan.

5
Terkesan dengan bakat luar biasa anak didiknya, Payen mengusulkan agar Raden Saleh
bisa belajar ke Belanda. Usul ini didukung oleh Gubernur Jenderal G.A.G.Ph. van der
Capellen yang memerintah waktu itu (1819-1826), setelah ia melihat karya Raden Saleh.

Lukisan

Ciri romantisme muncul dalam lukisan-lukisan Raden Saleh yang mengandung paradoks.
Gambaran keagungan sekaligus kekejaman, cerminan harapan (religiusitas) sekaligus ketidakpastian
takdir (dalam realitas). Ekspresi yang dirintis pelukis Perancis Gerricault(1791-1824) dan Delacroix ini
diungkapkan dalam suasana dramatis yang mencekam, lukisan kecoklatan yang membuang warna abu-
abu, dan ketegangan kritis antara hidup dan mati.

Lukisan "Penangkapan Diponegoro" karya Raden Saleh

Lukisan tentang peristiwa penangkapan Pangeran Diponegoro oleh Jendral De Cock pada
tahun 1830 terjadi di rumah kediaman Residen Magelang. Dalam lukisan itu tampak Raden Saleh
menggambarkan dirinya sendiri dengan sikap menghormat menyaksikan suasana tragis tersebut
bersama-sama pengikut Pangeran Diponegoro yang lain. Jendral De Kock pun kelihatan sangat segan
dan menghormat mengantarkan Pangeran Diponegoro menuju kereta yang akan membawa beliau ke
tempat pembuangan.

Dari beberapa yang masih ada, salah satunya lukisan kepala seekor singa, kini tersimpan
dengan baik di Istana Mangkunegaran, Solo. Lukisan ini dulu dibeli seharga 1.500 gulden. Berapa
nilainya sekarang mungkin susah-susah gampang menghitungnya. Sekadar perbandingan, salah satu
lukisannya yang berukuran besar, Berburu Rusa, tahun 1996 terjual di Balai Lelang
Christie's Singapura seharga Rp 5,5 miliar.

6
Henk Ngantung

Biografi

Hendrik Hermanus Joel Ngantung atau juga dikenal dengan nama Henk Ngantung(lahir
di Manado, Sulawesi Utara, 1 Maret 1921 meninggal di Jakarta, 12 Desember 1991pada umur 70
tahun) adalah seorang pelukis Indonesia dan Gubernur Jakarta untuk periode 1964-1965.

Karier

Sebagai pelukis

Sebelum menjadi Gubernur Jakarta, Henk dikenal sebagai pelukis tanpa pendidikan
formal. Bersama Chairil Anwar dan Asrul Sani, ia ikut medirikan "Gelanggang". Henk juga pernah
menjadi pengurus Lembaga Persahabatan Indonesia-Tiongkok 1955-1958.

Gubernur DKI

Sebelum diangkat menjadi gubernur, ia ditunjuk oleh Presiden Soekarno sebagai deputi
gubernur di bawah Soemarno. Saat itu banyak kalangan yang protes atas pengangkatan Henk
Ngantung. Soekarno ingin agar Henk menjadikan Jakarta sebagai kota budaya. Dan, Ngantung
dinilainya memiliki bakat artistik.

Setelah tidak menjabat

Henk Ngantung tidak sekadar tinggal dalam kemiskinan hingga harus menjual rumah di pusat
kota untuk pindah ke perkampungan. Derita Henk Ngantung terus menerpa karena nyaris buta oleh
serangan penyakit mata dan dicap sebagai pengikut Partai Komunis Indonesia tanpa pernah disidang,

7
dipenjara, apalagi diadili hingga akhir hayatnya bulan Desember 1991. Henk Ngantung hingga akhir
hayatnya tinggal di rumah kecil di gang sempit Cawang, Jakarta Timur.

Kesetiaan Henk melukis terus berlanjut meski dia digerogoti penyakit jantung dan glaukoma yang
membuat mata kanan buta dan mata kiri hanya berfungsi 30 persen. Pada akhir 1980-an, dia melukis
dengan wajah nyaris melekat di kanvas dan harus dibantu kaca pembesar. Sebulan sebelum wafat, saat
ia dalam keadaan sakit-sakitan, pengusaha Ciputra memberanikan diri mensponsori pameran pertama
dan terakhir Henk.

Karya

Tugu Selamat Datang yang menggambarkan sepasang pria dan wanita yang sedang
melambaikan tangan yang berada di bundaranHotel Indonesia merupakan hasil sketsa Henk. Ide
pembuatan patung ini berasal dari Presiden Soekarno dan design awalnya dikerjakan oleh Henk
Ngantung yang pada saat itu merupakan wakil Gubernur DKI Jakarta. Henk juga membuat sketsa
lambang DKI Jakarta dan lambang Kostrad.

Lukisan hasil karya Henk antara lain adalah Ibu dan Anak yang merupakan hasil karya terakhirnya

8
Heri Dono

Biografi

Heri Dono (12 Juli 1960, Jakarta) ialah seorang seniman yang sekarang berbasis
di Yogyakarta, Indonesia. Semenjak kuliah di Institut Seni Indonesia di Yogyakarta, dan memenangkan
penghargaan lukisan terbaik dua kali pada tahun 1981 dan 1985, kariernya terus menanjak ke berbagai
pameran kelompok maupun tunggal di seluruh penjuru dunia. Medium yang digunakannya beraneka
ragam, tapi pilihannya sering jatuh pada karya instalasi yang menggunakan materi-materi 'sehari-hari'
dan berteknologi sederhana. Di dalam figur-figur yang muncul pada karyanya, seringkali bisa dilihat
pengaruh wayang kulit.

Pameran Lukisan

2006: Broken Angels, Gertrude Street Gallery, Melbourne, Australia

2004: Whos Afraid of Donosaurus?, Galeri Nasional Indonesia, Jakarta

2003: Upside Down Mind, CP Artspace, Washington, Amerika Serikat

Heri Dono, Australian Print Workshop, Melbourne, Australia

Perjalanan Spiritual Heri Dono, Galeri Semarang, Indonesia

2002: Interrogation, Center A, Vancouver, Canada

Heri Memprovokasi Heri, Nadi Gallery, Jakarta, Indonesia

9
Free-DOM, Bentara Budaya, Jakarta, Indonesia

Reworking Tradition I & II, Singapura

2001:Traps outer Rim, Cemeti Art House, Yogyakarta, Indonesia

Fortress of the Heart, Gajah Gallery, Singapura

2000: Dancing Demons and Drunken Deities, The Japan Foundation Forum, Tokyo, Jepang

Lukisan Karya Heri Dono

Utagawa Kuniyoshi

10
Biografi

Utagawa Kuniyoshi ( ?) (1 Januari 1798 - 14 April 1861) adalah seorang pelukisukiyo-


e dari akhir zaman Edo di Jepang. Katsushika Hokusai dan Utagawa Hiroshige adalah pelukis yang
seangkatan dengannya. Julukannya adalah "Pelukis Gambar Aneh dari Akhir Keshogunan Tokugawa"
("bakumatsu no kis no eshi").

Kuniyoshi dilahirkan tahun 1797 sebagai putra Yanagiya Kichiemon, seorang tukang celup kain
di Nihonbashi, Edo. Nama aslinya adalah Igusa Yoshisabur. Nama lain yang juga digunakannya
adalah Ichiysai atau Chr Ia mulai memakai nama Utagawa Kuniyoshi sejak berusia 15 tahun
setelah Utagawa Toyokuni I menerimanya sebagai murid. Nama Kuniyoshi merupakan gabungan dari
nama aslinya, Yoshisabur dan nama sang guru Toyokuni. Di antara murid Toyokuni terdapat Utagawa
Kunisada yang juga dikenal sebagai pelukis ukiyo-e. Setelah beberapa tahun berguru, pada tahun 1814,
Kuniyoshi mulai menerbitkan sendiri karya-karyanya. Pengetahuan melukis terus diperdalamnya sambil
membantu Kunisada, seniornya yang sudah mapan sebagai pelukis aliran Utagawa. Lukisan
seri Suikoden(Batas Air) hasil karya Kuniyoshi banyak disukai orang. Lukisan tersebut diterbitkan
tahun 1827 setelah Toyokuni meninggal.

Kuniyoshi sudah berusia lebih dari 30 tahun ketika masuk ke dalam jajaran pelukis terkenal.
Seperti juga gurunya, Kuniyoshi banyak menerima murid. Di antara murid-muridnya terdapat Kawanabe
Kysai dan Tsukioka Yoshitoshi. Kysai dikenal dengan pelukis "gambar-gambar unik", sedangkan
Yoshitoshi dikenal sebagai "pelukis ukiyo-e terakhir". Kuniyoshi, 65 tahun, meninggal dunia 14
April1861 setelah lumpuh akibat stroke di tahun 1855.

Karya

Lukisan serbuan malam, adegan ke-11 Chshingura (Chshingura jichidanme yasatsu no zu)

Kuniyoshi senang menggambar tokoh sejarah, legenda, dan hikayat. Karyanya terdiri dari
berbagai macam genre, mulai dari gambar aktor kabuki (yakusha-e), gambar samurai (musha-e),
gambar wanita cantik (bijinga), lukisan pemandangan (fkeiga), lukisan tempat terkenal,(meisho-e)

11
hingga gambar erotis (shunga) dan karikatur (giga). Lukisan ukuran besar (triptika) menjadi ciri khas
Kuniyoshi, tiga lembar kertas berukuran ban (36 x 25 cm) dijajarkan menjadi satu untuk gambar ikan
paus, kerangka manusia, hingga hantu ukuran besar.

Ciri khas lain lukisan Kuniyoshi adalah semangat bermain-main dalam bentuk lukisan ilusi
(yose-e). Sepintas lalu, bila lukisannya diamati yang terlihat adalah wajah satu orang atau seekor
binatang. Namun bila diamati lebih lanjut, di dalam lukisan tersembunyi sejumlah wajah atau beberapa
ekor binatang sekaligus. Lukisannya sering berupa potret diri Kuniyoshi yang dikelilingi berbagai tokoh
dan hewan dari dalam imajinasinya.

Karya Utama

yanotar Mitsukuni melawan hantu kerangka yang dipanggil Putri Takiyasha (Sma no furudairi)
Kelihatan menakutkan, padahal orang yang sangat ramah (Mikake wa kowai ga tonda ii hito da)

Lukisan serbuan malam, adegan ke-11 Chshingura (Chshingura jichidanme yasatsu no zu)

Lukisan Ukuran Besar (Tripitaka)

yanotar Mitsukuni melawan hantu kerangka yang dipanggil Putri Takiyasha (Sma no furudairi)

Lukisan Pertempuran Ujigawa (Ujigawa kassen no zu)

Hantu Taira no Tomomori sedang mengincar Minamoto no Yoshitsune dan pengikutnya di Daimotsu no Ura

(Daimotsu no ura de Minamoto no Yoshitsune shuj o nerau Taira no Tomomori no yrei)

Lee Man Fong

Biografi

12
Lee Man Fong (1913-1988) adalah seorang pelukis Indonesia yang dilahirkan di Tiongkok. Ia
dibesarkan dan mendapatkan pendidikannya di Singapura. Di sana ia belajar melukis dengan seorang
pelukis Lingnan, dan belakangan dengan seorang guru yang mengajarkannya lukisan minyak. Pada
tahun 1933 ia pergi ke Indonesia dan tinggal di sana selama 33 tahun. Pada masa Perang Dunia II ia
ditawan Jepang, dan setelah Indonesia merdeka, ia menjadi pelukis istana Presiden Soekarno dan
menjadi warga negara Indonesia. Lukisan-lukisan Lee Man Fong diakui sebagai perintis pelukis Asia
Tenggara. Pada Tahun 1964 ia ditunjuk oleh PresidenSoekarno untuk membuat buku yang berjudul
"Lukisan-Lukisan dan Patung dari Koleksi Presiden Soekarno dari Republik Indonesia" buku ini berisi
seluruh karya-karya seni yang dimiliki Presiden Soekarno dan semuanya berjumlah 5 Volume.

Kumpulan lukisannya diterbitkan dalam buku Lee Man Fong: Oil Paintings, volume I dan II dan
diterbitkan oleh museum Art Retreat. Buku ini ditulis oleh kritikus seni Indonesia Agus Dermawan T.,
sementara seleksi karya dilakukan oleh Siont Tedja. Kedua buku yang keseluruhannya berisi 700
halaman ini berisi 471 lukisan pilihan milik banyak kolektor dari seluruh dunia.

Pada tahun 1966, karena kekacauan politik di Indonesia, Lee Man Fong hijrah ke Singapura
dan lama menetap di sana, sehingga ia bahkan dianggap sebagai pelukis Singapura. Tahun 1988 ia
meninggal di Puncak, Jawa Barat, karena sakit.

Karya

Salah satu lukisan karya Lee Man Fong

Zhang Ding

13
Biografi

Encik Zhang Ding yang berusia 93 tahun ini telah menyertai reka bentuk lambang kebangsaan

Republik Rakyat China dan setem pos kumpulan pertama selepas Republik Rakyat China ditubuhkan. Beliau

digelar seniman yang pasti dikenal untuk memahami sejarah seni lukis China pada abad ke-20.

Zhang Ding dilahirkan di desa provinsi Liaoning, timur laut China pada tahun 1917. Beliau belajar

melukis sendiri. Lukisan dakwatnya sudah digantung pada dinding rumah penduduk desanya sejak beliau

masih kecil lagi. Ketika diwawancara oleh Stesen Televisyen Pusat China beberapa tahun yang lalu, Zhang

Ding mengenang kembali pengalamannya melukis ketika kecil-kecil dahulu. Menurutnya,

Saya berminat melukis sejak kecil lagi. Saya sering melukis pada pintu gerbang hitam dengan kapur

berwarna-warni yang dibawa oleh kakak saya.

Ketika Zhang Ding berusia 14 tahun, iaitu pada tahun 1931, tiga buah provinsi di timur laut China

telah dicerobohi Jepun. Zhang Ding pula diterima masuk ke sekolah vokasional seni lukis di Beijing. Pada

masa itu, pihak sekolah hanya mengajar pelajarnya untuk melukis bunga sahaja. Zhang Ding yang patriotik itu

telah melukis beberapa banyak lukisan kartun yang menggambarkan masa depan masyarakat yang gelap.

Pada tahun 1936, Zhang Ding memulakan kerjayannya sebagai pelukis kartun profesional di Nanjing. Beliau

mendesak pihak berkuasa China untuk menentang pencerobohan Jepun. Lukisan kartunnya yang berhubung

erat dengan situasi semasa penuh dengan semangat. Oleh itu, banyak majalah lukisan kartun turut

menerbitkan karyanya.

Selepas itu, Zhang Ding bertolak ke Yanan, provinsi Shaanxi. Beliau belajar sendiri dan menjadi

pereka bentuk di sana. Baik bagi kostum dalam majlis tari-menari bertopeng, latar pentas, mahupun reka

bentuk dalaman kelab penulis dan pameran perhiasan, Zhang Ding menggabungkan bahan bersifat

kekampungan dengan reka bentuk yang moden, dan membawa fesyen kepada kawasan pergunungan

Shaanxi.

Selain itu, Zhang Ding juga menubuhkan jurusan lukisan mural yang pertama di China, dan

menggubah lukisan mural di Lapangan Terbang Antarabangsa Ibu Negara Beijing. Beliau menggabungkan

14
kelebihan klasik dengan moden, timur dengan barat, kalangan elit dengan rakyat, dan terus melampaui

dirinya sendiri untuk maju bersama dengan arus sejarah.

Zhang Ding telah memberikan sumbangan yang besar kepada perkembangan lukisan tradisi China

pada zaman moden. Pelukis terkenal, Yuan Yunfu berkata,

Pembaharuan lukisan China dimulakan oleh Encik Zhang Ding. Segala yang menarik dalam alam

kelihatan dalam karyanya. Semua karyanya memperlihatkan hasratnya untuk berpadu dengan alam.

Sekarang, pameran lukisan Zhang Ding sedang diadakan di Muzium Kota Larangan di Beijing.

Pameran tersebut mempamerkan 47 buah lukisan Encik Zhang Ding. Kebanyakannya ialah karya pada

usianya yang sudah lanjut. 10 daripada karyanya telah disumbangkannya kepada muzium tersebut.

Karya

Encik Zhang Ding merupakan seniman China yang terkenal pada abad ke-20. Dalam kerjaya seninya
selama lebih 70 tahun itu, beliau yang sentiasa bersemangat dan ghairah itu telah melampaui bidang-bidang

seperti lukisan dakwat, kartun, mural, pendidikan dan teori seni lukis, dan mencapai prestasi yang diakui oleh

umum dalam setiap bidang. Beliau merupakan seniman serba pandai yang jarang terdapat dalam arena seni

China pada abad ke-20.

Antonio Blanco

15
Biografi

Antonio Maria Blanco (lahir di Manila, Filipina, 15 September 1912 meninggal


di Bali,Indonesia, 10 Desember 1999 pada umur 87 tahun) adalah seorang pelukis
keturunanSpanyol dan Amerika. Antonio lahir di distrik Ermita di Manila, Filipina. Ia pada mulanya hidup
dan bekerja di Florida dan California, Amerika Serikat, hingga pada suatu waktu hatinya tertarik untuk
mengeksplorasi pulau-pulau di Samudra Pasifik sebagai sumber inspirasinya seperti pelukis Paul
Gauguin, Jos Miguel Covarrubias dan yang lainnya sebelum dirinya. Ia berencana untuk pergi
ke Tahiti, tapi nasib membawanya ke Hawaii,Jepang dan Kamboja, dimana ia menjadi tamu kehormatan
Pangeran Norodom Sihanouk.

Dari Cambodia ia kemudian pergi ke Bali pada tahun 1952 dan menikahi seorang wanita model
lukisannya dan seorang penari tradisional Bali bernama Ni Ronji pada tahun 1953.Bali memberikan
Antonio elemen penting yang ia butuhkan untuk membangun hasrat seninya yang jenius: pemandangan
yang indah, suasana lingkungan yang seperti impian, dan keberadaan seni dan cinta yang luar biasa.

Orang tidak akan bisa membicarakan Antonio Blanco tanpa berbicara mengenai wanita sebab wanita
adalah fokus dari karya-karya lukisnya. Bisa dikatakan bahwa Antonio adalah seorang pelukis feminin
abadi. Ia merupakan seorang maestro lukisan romantik-ekspresif.

Sepanjang kariernya, Antonio menerima berbagai penghargaan, termasuk diantaranya Tiffany


Fellowship (penghargaan khusus dari The Society of Honolulu Artists), Chevalier du
Sahametrai dari Cambodia, Society of Painters of Fine Art Quality dari Presiden Soekarnodan Prize of
the Art Critique di Spanyol. Antonio juga menerima penghargaan Cruz de Caballero dari
Raja Spanyol Juan Carlos I yang memberikannya hal untuk menyandang gelar "Don" di depan
namanya.

Banyak kolektor yang menghargai karya-karya lukisnya, seperti aktris Ingrid Bergman, ratu
telenovela Mexico Thala (Ariadna Thala Sodi Miranda), Soekarno (Presiden
pertama Indonesia), Soeharto (Presiden kedua Indonesia), mantan Wakil Presiden Indonesia Adam
Malik, Pangeran Norodom Sihanouk, Michael Jackson (penyanyi yang dijuluki Raja Pop Dunia yang

16
sempat membubuhkan tanda-tangannya pada sebuah lukisan sebagai sebuah donasi untuk Children of
the World Foundation), dan masih banyak lagi.

Keinginan Antonio untuk suatu hari nanti memiliki museum akhirnya mulai terwujud juga dan
diberi nama The Blanco Renaissance Museum. Museum yang mulai dibangun pada 28 Desember 1998
di lingkungan kediamannya yang asri itu kini berdiri megah, menyimpan lebih dari 300 karya Antonio
dan secara kronologis memperlihatkan pencapaian estetik dari Antonio muda hingga yang paling
mutakhir. Secara arsitektural, bangunan museum yang berkesan rococo itu juga menawarkan filosofi
dan kearifan Bali.

Don Antonio Maria Blanco meninggal dunia pada tanggal 10 Desember 1999 di Denpasar, Bali,
akibat penyakit jantung dan ginjal yang dideritanya. Ia meninggalkan seorang istri dan empat orang
anak: Cempaka, Mario, Orchid dan Mahadewi. Semenjak Antonio telah menjadi penganut Hindu,
upacara persiapan kremasi ala Bali untuknya diadakan di sebuah rumah peristirahatan jenazah di
Campuhan,Ubud, yang diikuti dengan rentetan upacara lainnya semenjak tanggal 23 Desember 1999.
Peristiwa pembakaran mayatnya sendiri (Ngaben) baru terjadi pada tanggal 28 Desember 1999.

Karya

Salah satu lukisan Antonio Blanco

Jeong Seon

17
Biografi

Jeong Seon (1676-1759) adalah pelukis dari Dinasti Joseon, Korea. Berasal dari golongan
bangsawan, Jeong Seon merupakan pelukis yang berani mendobrak kebiasaan awam para pelukis
Korea pada abad ke-17. Sampai di akhir abad ke-17, sebagian besar pelukis Korea sangat dipengaruhi
oleh gaya lukisan Cina yang terlalu mengagung-agungkan pemandangan alam.

Jeong Seon berkelana ke seluruh Korea untuk mencari ilham serta mempelajari alam di
sekitarnya. Gaya lukisnya berbeda dari pelukis kebanyakan dan sangat beraliranrealisme. Di antara
karya besarnya adalah Geumgangsan dan Inwangsan.

Jeong bekerja di Dohwaseo (Kantor Pelukis Istana) dan sampai kini dianggap salah satu
pelukis klasik Korea yang terbaik.

Karya

18
Lukisan Setelah Hujan di

Gunung Inwang

Lukisan

Seoksil Seowon

Shin Saimdang

Biografi

Shin Saimdang( 29 Oktober 1504 - 17 Mei 1551) adalah penulis,


penyair, seniman, penulis, cendekiawan dari Dinasti Joseon. Ia
adalah ibu dari Yi I.Shin Saimdang lebih dikenal dengan nama
pena Saimdang,Inimdang,Imsajeyang berarti "memodelkan diri
dari Taim". Nama istananya atau gelar kerhormatannya
adalah Inseon.

Karya

19
Beberapa karya Shin Saimdang

Maqbool Fida Husain

Biografi

Nama :Maqbool Fida Husain

Lahir : 17 September 1915 Pandharpur, Maharashtra, India

Pendidikan : Sir J. J. School of Art

Karya : Mother India; ilustrasi Ramayana, Mahabarata

Profesi :Pelukis,Dosen ASRI Yogyakarta

20
Penghargaan: Padma Shri (1995)

Padma Bhushan (1973)

Padma Vibhushan (1991)

Maqbool Fida Husain, lahir 17 September


1915 meninggal 9 Juni 2011 pada umur 95 tahun dikenal
sebagai MF, adalah pelukis terkemuka India. Menurut
masyarakat india , ia telah dianggap sebagai "Picasso dari
India". Dia juga salah satu seniman yang paling terkenal dari
India, baik di nasional maupun tingkat internasional.

Husain dikaitkan dengan modernisme India pada 1940-


an. Setelah karier yang panjang, pada tahun 1996, ketika
Husain berusia 81 tahun muncul kontroversi lukisan awalnya
yang dibuat pada tahun 1970 lukisan nya dianggap oleh
beberapa orang sebagai anti-Hindu. Setelah masalah nya itu
dan ancaman kematian di negara asalnya, ia berada di
pengasingan diri sejak tahun 2006.

Hussain berhasil untuk menjadi salah satu pelukis


bayaran tertinggi di India. Sebuah kanvas tunggal dari MF
Hussain diambil 2 juta dolar pada lelang Christie. Beberapa
waktu lalu, Hussain mulai mengarahkan dan memproduksi film
juga. Film-filmnya termasuk Gaja Gamini (dengan Madhuri
Dixit) dan Meenaxi: Sebuah Kisah Tiga Kota (dengan Tabu).
Filmnya 'di Mata dari Painter "telah diputar dalam Festival Film
Berlin dan memenangkan Golden Bear juga. Otobiografi M.F.
Hussain sedang dibuat menjadi film, yang telah sementara
diberi judul sebagai 'Pembuatan Tukang Cat'. Pada bulan
Januari 2010, ia ditawari kewarganegaraan Qatar, yang
akhirnya ia terima. Dia meninggal di London pada bulan Juni
2011.

21
I Nyoman Gunarsa

Biografi

Nama :I Nyoman Gunarsa

Lahir :Banda Klungkung, Bali,15 April 1944

Pendidikan :ASRI, Yogyakarta

Profesi :Pelukis,Dosen ASRI Yogyakarta

Penghargaan : Pratisara Affandi Adi Karya Award 1976,

Best Painting pada Bienalle III dari DKJ 1978,

22
Best Painting pada Bienalle IV 1980,

Penghargaan Dharma Kusuma dari Pemerintah Daerah


Bali 1994,

Bali Etos Award Jakarta 1994

I Nyoman Gunarsa adalah salah seorang seniman yang


ternama yang berasal dari Bali. Karya Lukisannya di dasari oleh
cerita rakyat Bali, dan legenda Hindu Dharma. Hal tersebut
yang membuat gaya melukisnya berbeda dari yang lain. Karya-
karyanya berdasarkan eksplorasinya dari kesenian Bali, seperti
tarian tradisional, musik tradisional, upacara keagaman, dan
keanekaragaman lingkungan yang mempengaruhi banyak
seniman yang berasal dari Bali dan Indonesia. Kesuksesan
yang diraihnya tidak didapat dengan mudah, ia meraihnya
dengan penuh perjuangan. Alumnus dari ASRI Yogyakarta ini
memulai karirnya sebagai tenaga pengajar di institut yang
membesarkannya.

Pada tahun 1950, ketika demam gaya ekspresionis


melanda para alumni institut tersebut, Nyoman Gunarsa telah
terlebih dahulu mendalaminya. Setelah melewati masa
realisme, akhirnya ia memilih gaya melukis abstrak
ekspresionis dan menjadikan Bali sebagai tema utama karya-
karyanya. Selama menjalani karir sebagai pelukis, Gunarsa
telah melewati berbagai tahapan dalam melukis. Wayang kulit
Abu Aringgit adalah salah satu yang mendominasi tema dalam
lukisannya. Inteprestasinya berdasarkan insting dan sapuan
garis, titik dan warna yang menghasilkan gambar dengan
sentuhan estetik. Saya melukis garis sebagaimana saya
bernyanyi, saya meletakkan warna sebagaimana saya menari,
katanya.

23
Salah satu lukisan terkenal karya I Nyoman Gunarsa

Affandi

Affandi dilahirkan di Cirebon pada tahun 1907, putra


dari R. Koesoema, seorang mantri ukur di pabrik gula di
24
Ciledug, Cirebon. Dari segi pendidikan, ia termasuk seorang
yang memiliki pendidikan formal yang cukup tinggi. Bagi orang-
orang segenerasinya, memperoleh pendidikan HIS, MULO, dan
selanjutnya tamat dari AMS, termasuk pendidikan yang hanya
diperoleh oleh segelintir anak negeri.Namun, bakat seni
lukisnya yang sangat kental mengalahkan disiplin ilmu lain
dalam kehidupannya, dan memang telah menjadikan namanya
tenar sama dengan tokoh atau pemuka bidang lainnya.

Pada umur 26 tahun, pada tahun 1933, Affandi


menikah dengan Maryati, gadis kelahiran Bogor. Affandi dan
Maryati dikaruniai seorang putri yang nantinya akan mewarisi
bakat ayahnya sebagai pelukis, yaitu Kartika Affandi.Sebelum
mulai melukis, Affandi pernah menjadi guru dan pernah juga
bekerja sebagai tukang sobek karcis dan pembuat gambar
reklame bioskop di salah satu gedung bioskop di Bandung.
Pekerjaan ini tidak lama digeluti karena Affandi lebih tertarik
pada bidang seni lukis.

Sekitar tahun 30-an, Affandi bergabung dalam


kelompok Lima Bandung, yaitu kelompok lima pelukis Bandung.
Mereka itu adalah Hendra Gunawan, Barli, Sudarso, dan Wahdi
serta Affandi yang dipercaya menjabat sebagai pimpinan
kelompok. Kelompok ini memiliki andil yang cukup besar dalam
perkembangan seni rupa di Indonesia. Kelompok ini berbeda
dengan Persatuan Ahli Gambar Indonesia (Persagi) pada tahun
1938, melainkan sebuah kelompok belajar bersama dan kerja
sama saling membantu sesama pelukis.

Pada tahun 1943, Affandi mengadakan pameran


tunggal pertamanya di Gedung Poetera Djakarta yang saat itu
sedang berlangsung pendudukan tentara Jepang di Indonesia.
Empat Serangkai--yang terdiri dari Ir. Soekarno, Drs.
Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan Kyai Haji Mas
Mansyur--memimpin Seksi Kebudayaan Poetera (Poesat
Tenaga Rakyat) untuk ikut ambil bagian. Dalam Seksi
Kebudayaan Poetera ini Affandi bertindak sebagai tenaga
pelaksana dan S. Soedjojono sebagai penanggung jawab, yang
langsung mengadakan hubungan dengan Bung Karno.

25
Ketika republik ini diproklamasikan 1945, banyak
pelukis ambil bagian. Gerbong-gerbong kereta dan tembok-
tembok ditulisi antara lain "Merdeka atau mati!". Kata-kata itu
diambil dari penutup pidato Bung Karno, Lahirnya Pancasila, 1
Juni 1945. Saat itulah, Affandi mendapat tugas membuat
poster. Poster yang merupakan ide Soekarno itu
menggambarkan seseorang yang dirantai tapi rantainya sudah
putus. Yang dijadikan model adalah pelukis Dullah. Kata-kata
yang dituliskan di poster itu ("Bung, ayo bung") merupakan
usulan dari penyair Chairil Anwar. Sekelompok pelukis siang-
malam memperbanyaknya dan dikirim ke daerah-daerah.

Bakat melukis yang menonjol pada diri Affandi pernah


menorehkan cerita menarik dalam kehidupannya. Suatu saat,
dia pernah mendapat beasiswa untuk kuliah melukis di
Santiniketan, India, suatu akademi yang didirikan oleh
Rabindranath Tagore. Ketika telah tiba di India, dia ditolak
dengan alasan bahwa dia dipandang sudah tidak memerlukan
pendidikan melukis lagi. Akhirnya biaya beasiswa yang telah
diterimanya digunakan untuk mengadakan pameran keliling
negeri India.

Topik yang diangkat Affandi adalah tentang


perikebinatangan, bukan perikemanusiaan dan dianggap
sebagai lelucon pada waktu itu. Affandi merupakan seorang
pelukis rendah hati yang masih dekat dengan flora, fauna, dan
lingkungan walau hidup di era teknologi. Ketika Affandi
mempersoalkan 'Perikebinatangan' tahun 1955, kesadaran
masyarakat terhadap lingkungan hidup masih sangat rendah..

Meski sudah melanglangbuana ke berbagai negara,


Affandi dikenal sebagai sosok yang sederhana dan suka
merendah. Pelukis yang kesukaannya makan nasi dengan
tempe bakar ini mempunyai idola yang terbilang tak lazim.
Orang-orang lain bila memilih wayang untuk idola, biasanya
memilih yang bagus, ganteng, gagah, bijak, seperti; Arjuna,
Gatutkaca, Bima atau Werkudara, Kresna.

26
Katsushika Hokusai

Biografi
Katsushika Hokusai yang lahir di Distrik Honjo, Japan
31,Oktober 1760 10,May 1849)adalah seorang seniman,
pelukis, pemahat dan terutama seniman grafis dengan teknik
ukiyo-e pada zaman Edo.

Ukiyo-e adalah sebutan untuk teknik ukiran kayu yang


berkembang di Jepang pada zaman Edo yang digunakan untuk
melukisan pemandangan, keadaan alam dan kehidupan sehari-
hari di dalam masyarakat. Dalam bahasa Jepang, "ukiyo"
berarti "zaman sekarang," sedangkan "e" berarti gambar atau
lukisan. Istilah ukiyo-e sekarang semata-mata digunakan untuk
lukisan berwarna-warni yang dihasilkan teknik cukil kayu
(woodprinting), tetapi sebenarnya di zaman dulu istilah ukiyo-e
juga digunakan untuk lukisan asli yang digambar dengan
menggunakan kuas. Pelukis buku sketsa 13 jilid berjudul
Hokusai Manga (diterbitkan tahun 1814) dan cetakan ukiyo-e
"36 Pemandangan Gunung Fuji" (sekitar tahun 1823-1829)
termasuk "Ombak Besar di Lepas Pantai Kanagawa". Hokusai
dianggap sebagai salah satu tokoh penting dalam bidang ukiyo-
e (secara harafiah: "lukisan zaman sekarang") atau lukisan
bertema kehidupan sehari-hari. Hokusai juga terkenal untuk
gambar erotisnya dalam gaya shunga. "Fukujus" karyanya,
sebuah rangkaian sejumlah 12 gambar yang merayakan
keagungan tubuh dan hasrat, dianggap sebagai salah satu dari
tiga karya shunga terbaik. Katsushika Hokusai umumnya lebih
dihargai di kebudayaan Barat daripada di Jepang. Hokusai
mempunyai karier yang panjang, namun hanya menghasilkan
kebanyakan karya pentingnya setelah berusia 60 tahun.
Karyanya yang paling terkenal adalah seri ukiyo-e 36
Pemandangan Gunung Fuji yang mengambarkan
pemandangan Gunung Fuji dari berbagai lokasi. 36
Pemandangan Gunung Fuji adalah karya yang dibuat dengan
teknik cukil kayu oleh seniman ukiyo-e Jepang, Katsushika
Hokusai antara tahun 1826 dan 1833. Karya ini menampilkan
27
Gunung Fuji dalam berbagai musim dan Tokoh Ilmuwan
Penemu - kondisi cuaca serta dari berbagai tempat dan jarak.
Seri lukisan 36 Pemandangan Gunung Fuji terdiri dari 46
lukisan yang dihasilkan antara tahun 1826-1833. Pada awalnya
seri lukisan ini hanya terdiri dari 36 lukisan, tapi begitu terkenal
hingga Hokusai perlu menambah lagi dengan 10 lukisan. Karya
terbesar Hokusai yang berjudul Hokusai Manga dari 15 jilid,
berisi sketsa-sketsa yang inventif dan diterbitkan sejak 1814.

Karyanya yang terkenal Pemandangan Gunung Fuji

28

Anda mungkin juga menyukai