PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Sejarah kateterisasi Jantung
Kardiologi sebagai salah satu cabang ilmu kedokteran dan ranting ilmu
pengetahuan tentu saja tidak lepas dari sifat ilmu pengetahuan itu sendiri yang
dinamis. Kedinamisan ilmu kedokteran tercapai karena adanya penemuan-penemuan
teori, metode, terapi, dan alat-alat. Penemuan di bidang kardiologi terus berkembang
dari dulu hingga kini,sejakera William Harvey hingga zaman transplantasi jantung
sekarang ini.
Sejarah besar di bidang kardiologi diawali oleh terdeskripsikannya sirkulasi darah
manusia oleh William Harvey, pada tahun 1628. Beliau adalah seorang dokter
Inggris. Selanjutnya, pada tahun 1706, Raymond de Vieussens, seorang profesor
anatomi dari Prancis, untuk pertama kali menggambarkan struktur ruang dan
pembuluh darah jantung.Setelah pijakan awal yang dirintis oleh Harvey dan de
Vieussens, pada tahun 1711 Stephen Hales melakukan usaha konkret dalam temuan
modalitas diagnostik yang penting dalam kardiologi yaitu kateterisasi jantung. Beliau
melakukan kateterisasi biventrikular pada kuda. Dua puluh dua tahun kemudian,
Hales untuk pertama kali mengukur tekanan darah arterial.
Langkah Hales diikuti oleh kemunculan tindakan kateterisasi-kateterisasi
eksperimental lain pada abad ke-19. Claude Bernard, seorang peneliti fisiologi
ternama dari Prancis, pada tahun 1844 menggunakan kateter untuk merekam tekanan
intrakardiak pada hewan. Beliaulah yang menciptakan istilah kateterisasi jantung.
Kateterisasi jantung manusia semakin berkembang selama abad ke-20. Werner
Forssmann pada tahun 1929 melakukan kateterisasi jantung kanan pada dirinya
sendiri di Eberswald, Jerman.Tindakan ini merupakan kateterisasi pertama pada
manusia yang terdokumentasi. Tujuan awalnya adalah menemukan jalur yang efektif
dan aman untuk memasukkan obat-obatan resusitasi jantung. Forssmann lalu
mengembangkan eksperimen-eksperimennya ke arah injeksi media kontras
intrakardiak melalui suatu kateter yang ditempatkan dalam atrium
kanan.Kontribusinya tersebut, bersama perkembangan media kontras nontoksik dan
teknik radiologis, telah membuka jalan bagi perkembanganangiografikoroner.
Kateterisasi jantung diagnostik pertama dikemnbangkan oleh Andr Cournand
dan DickinsonRichards pada 1941. Mereka menggunakan kateter jantung guna
keperluan diagnostik yaitu untuk mengukur tekanan jantung kanan
dan cardiac output.
Arteriografi koroner selektif diperkenalkan oleh Mason Sones pertama kali pada
tahun 1958. Sones lalu memublikasikan penjelasan singkat tentang teknik yang beliau
lakukan di Modern Concepts of Cardiovascular Diseases pada tahun
1962. Perkembangan ini menjadi gerbang pembuka suatu periode kemajuan cepat
dalam aspek arteriografi koroner selama medio 1960-an.
Peristiwa rekanalisasi arteri perifer dengan kateter oleh Charlos Theodore Dotter
pada 1963 makin menegaskan dimulainya era intervensi. Usaha Sones dan Dotter ini
disusul oleh kemunculan metode angiografi koroner femoral perkutan yang
dipopulerkan oleh Melvin Judkins dan Amplatz pada tahun 1967. Pada tahun tersebut,
Judkins menciptakan sistem pencitraan koroner, memperkenalkan kateter-kateter
khusus, dan menyempurnakan pendekatan transfemoral.
Teknik yang lebih mutakhir, yaitu angioplasti dengan balon, diperkenalkan oleh
Andreas Gruentzig pada pertengahan dekade 1970-an. Rintisan beliau telah
membawa kemajuan berarti dalam perbaikan dan pengembangan teknik-teknik
kateterisasi.
Sekarang, angiografi koroner serta intervensi koroner perkutan dilakukan
terutama dengan pendekatan arteri radial serta arteri femoral. Di luar ranah intervensi,
momentum bersejarah lain dalam kardiologi lahir pada tahun 1912, dimana penyakit
jantung yang terjadi karena pengerasan arteri-arteri dijelaskan untuk pertama kali oleh
seorang dokter Amerika bernama James B. Herrick. Sementara itu, penemuan sinar-X
oleh Wilhelm Roentgen pada 1895 memungkinkan studi anatomi jantung untuk
dilaksanakan dengan pendekatan baru ini. Penemuan sinar-X ini disusul oleh
kemunculan atlas radiografik arteri koroner manusia yang pertama pada 1907. Atlas
ini diciptakan dan dipublikasikan oleh Friedrich Jamin dan Hermann
Merkel. Perkembangan dalam aspek teoretis kardiologi dan aspek radiologi tersebut
secara tidak langsung juga memengaruhi perkembangan dalam aspek kardiologi
intervensional.
Hingga saat ini, intervensi koroner perkutan telah menggeser kedudukan operasi
bypass arteri koroner sehingga menjadi suatu prosedur yang lebih umum di banyak
negara. Frekuensi pelaksanaannya terus bertambah. Tingkat keberhasilannya lebih
dari 95% dan risiko terjadinya komplikasi-komplikasi serius pun menurun.
B. Tujuan Pedoman
Tujuan dari pedoman pelayanan unit cathlab ini adalah untuk menjadi pedoman bagi
pelaksanaan pelayanan katerisasi jantung bagi tim cathlab dan juga bagi seluruh unit
pelayanan terkait di RS Jantung Hasna Medika.
Selain itu, pedoman ini juga bertujuan menjadi panduan bagi karyawan baru di
lingkungan unit cathlab.
E. Landasan Hukum
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. Distribusi Ketenagaan
Unit Cathlab RS. Jantung Hasna Medika dikepalai oleh seorang kepala unit yang
merupakan seorang dokter jantung intervensi. Adapaun pendistribusian SDM unit cathlab
adalah sebagai berikut :
1. Koordinator ruang cathlab
2. Perawat scrub
3. Perawat sirkulasi
4. Perawat monitor
5. Petugas administrasi
6. Pekarya / petugas kebersihan
C. Pengaturan Jaga
Seluruh SDM unit cathlab bekerja dalam 1 shift (pagi) dengan 8 jam kerja (pkl. 07.00
s.d. pkl 15.00).
Jika ada tindakan cito di luar jam kerja maka seluruh SDM akan hadir atau sesuai
kebutuhan.
BAB III
STANDAR FASILITAS
1. Penjadwalan Tindakan
Penjadwalan tindakan berlaku bagi pasien yang akan menjalani tindakan secara elektif
(terjadwal / tidak gawat darurat).
Setelah pasien mendapat pengantar tindakan kateterisasi jantung dari dokter jantung,
pasien akan menghubungi perawat cathlab untuk mendapatkan jadwal tindakan.
2. Pre-tindakan
Sebelum tindakan, pasien akan melewati beberapa persiapan. Pasien akan menjalani
pemeriksaan EKG, echocardiography, laboratorium (darah rutin, waktu perdarahan,
waktu pembekuan, fungsi ginjal, HbsAg, Anti HIV, GDS). Jika dinbutuhkan pasien juga
akan dilakuakn pemeriksaan treadmill test atau dobutamin stress echo (DSE). Di ruang
rawat inap, pasien akan dipasang kondom catheter atau dower catheter.
Setiba di ruang cathlab, akan dilakukan pemeriksaan terkait kelengkapan dokumen
pasien berupa informed concent, gelang pasien, staus pasien, riwayat alergi dan resiko
aspirasi serta perdarahan.
3. Intra tindakan
Saat pasien masuk ke ruang tindakan, perawat akan melakukan pemeriksaan tanda
tanda vital (tekanan darah, nadi, pernafasan, saturasi O2, dan suhu) serta perekaman
EKG. Kemudian dilakukan persiapan tindakan sesuai dengan jenis tindakan yang akan
dilakukan.
4. Post-tindakan
Setelah tindakan selesai dilakukan, pasien dipersiapkan untuk dipindah ke ruang
pemulihan (recovery room). Di ruang pemulihan, pasien akan diobservasi keadaan
umumnya dan dilakukan pencabutan sheat. Ketika pasien sudah stabil dan memenuhi
kriteria untuk transfer ruangan, maka pasien akan dijemput oleh petugas / perawat
ruangan tempat perawatan selanjutnya.
BAB V
LOGISTIK
Unit Cathlab RS. Jantung Hasna Medika setiap minggu mempunyai permintaan rutin
yang terbagi menjadi dua jenis yaitu barang medis dan barang non-medis. Jadwal
permintaannya setiap hari Selasa. Berikut tabel permintaan rutin Unit Cathlab RS. Jantung
Hasna Medika :
KESELAMATAN PASIEN
1. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan
dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.
2. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan
dibacakan secara lengkap oleh penerima perintah.
3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang
menyampaikan hasil pemeriksaan.
4. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan komunikasi
lisan atau melalui telepon secara konsisten.
1. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk identifikasi
lokasi operasi dan melibatkan pasien didalam proses penandaan.
2. Rumah sakit menggunakan suatu cheklist atau proses lain untuk memverifikasi saat
pre operasi tepat-lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasien dan semua dokumen serta
peralatan yang diperlukan tersedia, tepat dan fungsional.
3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur sebelum "incisi/time
out" tepat sebelum dimulainya suatu prosedur tindakan pembedahan.
4. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung suatu proses yang seragam
untuk memastikan tepat lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasien, termasuk prosedur
medis dan dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.
1. Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang
diterbitkan dan sudah diterima secara umum (a.l dari WHO Guidelines on Patient
Safety.
2. Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.
3. Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan secara
berkelanjutan resiko dari infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
1. Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap resiko jatuh dan
melakukan asesmen ulang bila pasien diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau
pengobatan dan lain-lain.
2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi resiko jatuh bagi mereka yang pada
hasil asesmen dianggap beresiko jatuh.
3. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan, pengurangan cedera akibat
jatuh dan dampak dari kejadian yang tidak diharapkan.
4. Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
berkelanjutan resiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
Terkait risiko terpajan radiasi, rumah sakit wajib menyediakan alat protektif radiasi yang
tercantum dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 8 Tahun 2011
Tentang Keselamatan Radiasi Dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik
Dan Intervensional. Alat protektif radiasi yang dimaksud yaitu:
a. apron
b. tabir yang dilapisi Pb dan dilengkapi kaca Pb
c. kacamata Pb
d. pelindung tiroid Pb
e. sarung tangan Pb
f. pelindung ovarium
g. pelindung gonad.
Saat ini, petugas cathlab RS Jantung Hasna Medika sudah menggunakan alat protektif
radiasi poin a s.d. d.
Untuk mengurangi risiko kerja yang lainnya, dilakukan beberapa upaya lain diantara lain:
a. penggunaan APD: sarung tangan, masker, sandal steril, dan nurse cap.
b. Protap pemeriksaan laboratorium untuk setiap pasien yang akan menjalani tindakan
kateterisasi jantung: Pemeriksaan HbsAg dan anti HIV.
c. SOP yang mengatur cara memindahkan pasien.
d.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek yang akan
ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang digunakan untuk
mengukur mutu pelayanan Rumah Sakit yaitu :
Defenisi Indikator adalah:
Adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi. Indikator
merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat perubahan. Indikator yang baik
adalah yang sensitif tapi juga spesifik.
Kriteria :
Adalah spesifikasi dari indikator.
Standar :
1. Tingkat performance atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang berwenang
dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggung jawab untuk mempertahankan
tingkat performance atau kondisi tersebut.
2. Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat baik.
3. Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu.
Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan maka harus memperhatikan prinsip
dasar sebagai berikut:
1. Aspek yang dipilihuntukditingkatkan
a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamananpasien
d. Kepuasanpasien
e. Saranadanlingkunganfisik
2. Indikator yang dipilih
a. Indikator lebih diutamakan untuk menilai output daripada input dan proses
b. Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan kelompok daripada untuk
perorangan.
c. Dapat digunakan untuk membandingkan antar daerah dan antar Rumah Sakit
d. Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang dipilih untuk dimonitor
e. Didasarkan pada data yang ada.
3. Kriteria yang digunakan
Kriteria yang digunakanharusdapatdiukur dan dihitunguntukdapatmenilaiindikator,
sehinggadapatsebagai batas yang memisahkan antara mutubaik dan mututidakbaik.
4. Standar yang digunakan
Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan :
a. Acuan dari berbagai sumber
b. Benchmarking dengan Rumah Sakit yang setara
c. Berdasarkan trend yang menuju kebaikan
STANDAR PENILAIAN KINERJA INDIVIDU
BULAN :
INDIVIDU : PERAWAT CATHLAB
Pengendalian Peningkatan ketepatan entry data 100% 2,50% 60 - 69% 70 - 79% 80 - 89% 90 - 99% 100%
2 Kualitas Peningkatan pengendalian logistik
Pelayanan : pengaturan dan pemenuhan 100% 5% 60 - 69% 70 - 79% 80 - 89% 90 - 99% 100%
ketersediaan alat dan BAHP
Jumlah 25%
Jumlah