Anda di halaman 1dari 13

I PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Praktikum


Mahasiswa dapat memahami proses pembuatan sediaan emulsi

Mahasiswa dapat menentukan nilai HLB butuh yang digunakan dalam pembuatan sediaan
emulsi

Mahasiswa dapat mengetahui pengaruh nilai HLB terhadap stabilitas emulsi

Mahasiswa mampu memahami evaluasi sediaan emulsi

1.2 Prinsip Praktikum

Penentuan nilai HLB butuh minyak yang digunakan dalam pembuatan emulssi sesuai dengan
konsentrasi surfaktan sesuai formulasi.

Pembuatan sediaan emulsi dengan terlebih dahulu mencampurkan fase air dengan tween 80
dan fase minyak dengan span 80, kemudian kedua fase tersebut dicampurkan pada suhu 70oC
hingga terbentuk suatu emulsi.

Evaluasi stabilitas sediaan emulsi dengan mengamati apakah terjadinya pemisahan antara
fase minyak dan fase air dalam suatu system emulsi.

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Definisi Emulsi

Emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang
lain, dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak yang merupakan fase terdispersi dan larutan air
merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi air dalam minyak. Sebaliknya, jika air
atau larutan air yang merupakan fase terdispersi dan minyak atau bahan seperti minyak
merupakan fase pembawa, sistem ini disebut sistem emulsi air dalam minyak.
Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang mencegah
koalesensi, yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besar dan akhirnya menjadi satu
fase tunggal yang memisah. Bahan pengemulsi (Surfaktan) menstabilkan dengan cara
menempati antar permukaan antara tetesan dan fase eksternal, dan dengan membuat batas
fisik disekeliling partikel yang akan berkoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan antar
permukaan antar fase, sehingga meningkatkan proses emulsifikasi selama pencampuran.
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi
dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. Emulsi
merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak tercampur, biasanya air dan
minyak, di mana cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain.
Dispersi ini tidak stabil, butir-butir ini bergabung (koalesen) dan membentuk dua
lapisan air dan minyak yang terpisah. Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen
yang paling agar memperoleh emulsa yang stabil. Sebagai emulgator agar-agar dilarutkan
dulu dalam air panas dan dibiarkan sehari semalam lalu didihkan lagi. Dalam air dingin agar-
agar tidak larut tetapi mengembang dan larutannya 0,5% agar-agar masih berupa selai.
Digunakan larutan agar-agar sebagai emulgator, adalah karena viskositas larutannya
yang tinggi, maka itu penggunaannya sebagai emulgator adalah merupakan campuran dengan
emulgator lain seperti, PGA, Span dan Tween, Tragacantha. Setelah dibuat larutan lalu dibuat
emulsi dengan minyaknya dengan diaduk kuat-kuat dengan mixer (alat pencampur). Semua
emulgator bekerja dengan membentuk film (lapisan) di sekeliling butir-butir tetesan yang
terdispersi dan film ini berfungsi agar mencegah terjadinya koalesen dan terpisahnya cairan
dispers sebagai fase terpisah. Terbentuk dua macam tipe emulsi yaitu wemulsi tipe M/A di
mana tetes minyak terdispersi dalam fase air dan tipe A/M di mana fase intern adalah air dan
fase extern adalah minyak. Zat pengemulsi adalah P.G.A., Tragacantha, Gelatin, Sapo,
Senyawa Ammonium kwartener, Cholesterol, Surfactan seperti Tween, Spaan dan lain-
lainnya. Untuk menjaga stabilnya emulsi perlu diberi pengawet yang cocok.
Emulsa dapat dibedakan dalam:
1. Emulsa Vera (Emulsi alam) dan
2. Emulsa Spuria (Emulsi buatan)
Pembuatan emulsi minyak lemak biasanya dibuat dengan emulgator gom arab,
dengan perbandingan untuk 10 bagian minyak lemak dibuat 100 bagian emulsi. Gom arab
yang digunakan adalah separo jumlah minyak lemak. Sedangkan air yang digunakan adalah
1,5 x berat PGA.

2.2 Definisi Sulfaktan

Surfaktan merupakan molekul yang memiliki gugus polar yang suka air (hidrofilik)
dan gugus non polar yang suka minyak (lipofilik) sekaligus, sehingga dapat mempersatukan
campuran yang terdiri dari minyak dan air. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan, yang
bekerja menurunkan tegangan permukaan cairan, sifat aktif ini diperoleh dari sifat ganda
molekulnya. Bagian polar molekulnya dapat bermuatan positif, negatif ataupun netral, bagian
polar mempunyai gugus hidroksil semetara bagian non polar biasanya merupakan rantai alkil
yang panjang. Surfaktan pada umumnya disintesis dari turunan minyak bumi dan limbahnya
dapat mencemarkan lingkungan, karena sifatnya yang sukar terdegradasi, selain itu minyak
bumi merupakan sumber bahan baku yang tidak dapat diperbarui.

2.3 Tipe Emulsi

Salah satu fase cair dalam suatu emulsi terutama bersifat polar (sebagai contoh air),
sedangkan lainnya relatif non polar (sebagai contoh minyak).

1. Bila fase minyak didispersikan sebagai bola-bola ke seluruh fase kontinu air,
sistem tersebut dikenal sebagai suatu emulsi minyak dalam air (o/w).
2. Bila fase minyak bertindak sebagai fase kontinu, emulsi tersebut dikenal
sebagai produk air dalam minyak (w/o).
Emulsi yang dipakai untuk obat luar bertipe o/w atau w/o, ntuk tipe o/w menggunakan
zat penegemulsi disamping beberapa yang dikemukakan tadi yakni natrium lauril sulfat,
trietanolamin stearat.

Untuk memperoleh emulsi yang stabil perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut
:

1. Penggunaan zat-zat yang mempertinggi viskositas


2. Perbandingan opimum dari minyak dan air. Emulsi dengan minyak 2/3-3/4
bagian meskipun disimpan lama tidak akan terpisah dalam lapisan-lapisan
3. Penggunaan alat khusus untuk membuat emulsa homogen.
Dikenal beberapa fenomena ketidakstabilan emulsi yaitu :

1. flokulasi dan creaming


Ini terjadi karena penggabungan partikel yang disebabkan oleh adanya energi bebas
permukaan saja. Flokulasi adalah terjadinya kelomok-kelompok globul yang letaknya tidak
beraturan di dalam suatu emulsi. Creaming adalah terjadinya lapisan-lapisan dengan
konsentrasi yang berbeda-beda di dalam suatu emulsi. Lapisan dengan konsentrasi yang
paling pekat akan berada di sebelah atas atau disebelah bawah tergantung dari bobot jenis
fasa yang terdispersi.
2. Koalesen dan Demulsifikasi
Fenomena ini terjadi bukan karena semata-mata karena energi bebas permukaan saja,
tetapi juga karena tidak semua globul terlapis oleh film antar permukaan. Koalesen adalah
terjadinya penggabungan globul-globul menjadi lebih besar, sedangkan demulsifikasi adalah
merupakan proses lebih lanjut dari koalesen dimana kedua fasa terpisah menjadi dua cairan
yang tidak bercampur. Kedua fenomena ini tidak dapat diperbaiki dengan pengocokan.
Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor yang penting
untuk diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh
emulgator yang digunakan. Salah satu emulgator yang aktif permukaan adalah surfaktan.
Mekanisme kerja emulgator ini adalah menurunkan tegangan antar permukaan air dan
minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan globul-globul fasa terdispersinya.
Secara kimia molekul surfaktan terdiri atas gugus polar dan nonpolar. Apabila
surfaktan dimasukkan ke dalam suatu sistem yang terdiri dari air dan minyak, maka gugus
polar akan terarah ke fasa air sedangkan gugus non polar terarah ke gugus ke fasa minyak.
Surfaktan yang memiliki gugus polar lebih kuat akan cenderung membentuk emulsi minyak
dalam air, sedangkan bila gugus nonpolar yang lebih kuat maka akan membentuk emulsi air
dalam minyak. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan tentang kekuatan gugus polar-
nonpolar dari surfaktan. Metode yang dapat digunakan untuk menilai efisiensi emulgator
yang ditambahkan adalah metode HLB (Hydrophilic-Lipophilic Balance).
2.4 Nilai HLB
HLB adalah angka yang menunjukkan perbandingan antara senyawa hidrofilik (suka
air) dengan senyawa oleofilik (suka minyak). Semakin besar harga HLB berarti semakin
banyak kelompok senyawa yang suka air. artinya, emulgator tersebut lebih mudah larut
dalam air dan demikian sebaliknya. kegunaan suatu emulgator ditinjau dari harga HLB-nya.
HARGA HLB K E G U N A A N
1 3 Anti foaming agent
4 6 Emulgator tipe w/o
7 9 Bahan pembasah ( wetting agent)
8 18 Emulgator tipe o/w
13 15 Detergent
10 18 Kelarutan (solubilizing agent)
Rumus I
A % b = ((x HLB b)/ HLB a HLB b) x 100 %
B % a = ( 100% A%)
Keterangan :
x = Harga HLB yang diminta ( HLB Butuh)
A = Harga HLB tinggi
B = Harga HLB rendah
Rumus II
(B1 x HLB1) + (B2 x HLB2) = (B campuran x HLB campuran)

2.2 URAIAN BAHAN

1. Oleum Ricini (Sumber FI III, hlm. 459)

Nama Lain : Minyak Jarak


Minyak jarak adalah minyak lemak yang diperoleh dengan perasan dingin biji Ricinus
communis L. yang telah dikupas.
Pemerian : Cairan kental, jernih, kuning pucat atau hamper tidak
berwarna, bau lemah ; rasa manis kemudian agak pedas, umumnya memualkan.
Kelarutan : larut dalam 2,5 bagian etanol (90 %) P , mudah larut
dalam etanol mutlak dan dalam asetat glacial P.
Bobot per mL : 0,953 gram 0,964 gram.
Khasiat : laksativum.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terisi penuh.

2. Air suling (Sumber FI III hlm 96)

Nama Resmi : Aqua destillata


Nama Lain : aquades, air suling
RM\BM : H2O\18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Penggunaan : Sebagai fasa cair

3. Span 80 (Handbook Pharmacy, 121)

Nama Resm : Sorbotin Monooleat


Nama lain : Span 80
Pemerian : Larutan berminyak, tidak berwarna, bau karakteristik dari asam lemak
Kelarutan : Praktis tidak larut, tetapi terdispersi dalam air, dapat bercampur dengan
alkohol, seidikit larut dalam minyak kapas.
Peyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai emulgator tipe minyak
HLB butuh : 4,3
4. Tween 80 (Handbook Pharmacy, 347)
Nama Resmi : Polyoxyethyllene sorbitan monooleate
Nama lain : Tween 20
Pemerian : Cairan kental seperti minyak, jernih kuning, bau karakteristik dari asam
lemak
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol 95 % P, dalam etanol P, sukar larut
dalam parafin cair P dan dalam minyak biji kapas P.
Peyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai emulgator tipe air
HLB butuh :15,0

III METODE PRAKTIKUM

2.1 Alat dan Bahan

ALAT BAHAN
Timbangan
Mortir dan Stamper
Oleum Richini
Batang pengaduk
Tween 80
Gelas ukur
Span 80
Pipet tetes
Aquadest
Kaca Arloji
Cawan porselin
R/
Oleum Richini 10 gram
Tween 80 2,5 gram
Span 80
Aquadest ad 50 gram

2.2 Formulasi

2.3 Perhitungan HLB butuh


HLB butuh yang digunakan yaitu 12

Konsentrasi Surfaktan 2,5 gram

HLB Tween 80 15,0 HLB Span 80 4,3

Twee 80 = x 100

= x 100 %

= x 100 % = 71,96%

Penimbangan Tween 80 = x 2,5 gram = 1,799 gram ~ 1,8 gram


Span 80 = 100 % - 71,96% = 28,04%

Penimbangan Span 80 = 0,701 gram

2.4 Penimbangan Bahan

Penimbangan Bahan untuk Pembuatan Sediaan Emulsi sebanyak 2 Botol

1. Oleum Richini 10 gram x2 = 20 gram

2. Tween 80 1,8 gram x2 = 3,6 gram

3. Span 80 0,701 gram x 2 = 1,402 gram


4. Aquadest ad 100 mL

2.5 Prosedur Pembuatan


Siapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan
Tara botol coklat 50 gram
Panaskan aquadest
Timbang Oleum Richini, Span 80, Tween 80.
Masukan Span 80 dalam fase minyak (Oleum Richini). Panaskan hingga suhu
o
70 C.(Campuran 1)
Masukan Tween 80 dalam fase air. Panaskan hingga suhu 70oC. (Campuran 2)
Panaskan mortir dengan air panas.
Masukan campuran 2 dan campuran 1 dalam mortir. Aduk ad hingga dingin.
Tambahkan aquadest ad 100mL.
Timbang emulsi dalam botol 50 gram
Lakulan evaluasi terhadap sediaan emulsi.

2.6 Evaluasi Sediaan

1. Uji Pemerian

Keadaan yang di amati yaitu :


- Warna,
- Rasa,
- Bau,
- Kelarutan.
Pemberian dikatakan baik jika warna sirup tidak berubah dan bau tidak hilang.

2. Pemeriksaan BJ

Ditimbang piknometer kosong ( W pikno )


Piknometer kosong diisi air suling hingga penuh, kemudian ditimbang ( W pikno+ air)
Dihitung selisih antara W pikno + air dan W pikno didapat W air
Selanjutnya W air dibagi oleh massa jenis air sehingga didapat volume air ( V air )
Larutan sirup dari masing-masing formula dimasukkan ke dalam piknometer kosong,
kemudian ditimbang ( Wpikno + emulsi )
Dihitung selisih antara W pikno + emulsi dan W pikno didapat W emulsi
Selanjutnya W emulsi dibagi oleh W air, sehingga diperoleh massa jenis emulsi
Massa jenis emulsi selanjutnya dibagi oleh massa jenis air, sehingga diperoleh berat badan
emulsi
Prosedur diatas juga dilakukan untuk masing-masing formula emulsi.

3. Pemeriksaan pH

Emulsi yang telah jadi masing-masing dituangkan dalam gelas piala 20 mL

Lakukan pengukuran pH menggunakan pH meter dengan mencelupkannya dalam emulsi.

4. Volume Terpindahkan

Masukan emulsi yang telah dibuat dalam botol coklat 50 gram yang telah di tara.

Tuang emulsi dari dalam botol ke dalam gelas ukur 100 mL

Amati volume terpindahkan dari sediaan emulsi yang telah dibuat

5. Pemeriksaan Viskositas
Mengukur viskositas emulsi menggunakan Viskometer Brookfield :
Masukan emulsi kedalam beaker glass

Pasang alat brookfield dan masukan spindel dalam emulsi

Pilih pengatur kecepatan; amati jarum penunjuk pada saat konstan

Catat angka yang ditunjuk jarum; hitung viskositasnya.

IV HASIL PENGAMATAN
4.1 . Uji Pemerian

Bentuk : Emulsi tipe M/A (minyak dalam air)

Warna sirup : Putih susu

Bau sirup : Minyak Jarak

Rasa : Hambar

4.2 Pemeriksaan pH

Derajat keasaman sediaan emulsi yang dibuat adalah pH 7,3 (sediaan bersifat Basa Lemah).

4.3 Pemeriksaan BJ
Perhitungan BJ
W pikno = 17,30029 g
Wp + air = 45,1883 g/ml
W air = 45,1883 g 17,30029 g = 27,8880 g/ml
Wp + emulsi = 45,1570 g/ml
W emulsi = 45,1570 g/ml 17,30029 g = 27,8567g/ml

Massa jenis emulsi = = = 0,9988 g/ml

BJ = = 0,9988

4.5 Volume Terpindahkan


Volume terpindahkan dari pembuatan sediaan emulsi adalah 104 mL.

4.6 Uji Viskositas

Kecepatan : 30 rpm Koefisien : 10


Spindel :2 Skala :6
Viskositas = Skala x koefisien
= 2 x 10
= 60 cP

4.7 Pengamatan Kestabilan Emulsi

HLB Volume Awal Volume Akhir (Vu)


F
Butuh (Vo) Fase Minyak Fase Air
12 104 mL 31 mL 73 mL 0,4246

F (Volume Sedimentasi) =

F= = 0,4246

Keterangan :

Setelah emulsi disimpan selama 24 jam, terbentuk lapisan lapisan dengan konsentrasi yang
berbeda beda dalam suatu emulsi (Creaming). Lapisan dengan konsentrasi yang lebih pekat
akan berada dibagian atas atau bawah tergantung dari bobot jenisnya. Dalam sistem emulsi
m/a (minyak dalam air) ini terjadi pemisahan antara fase minyak dan fase air dimana fase
minyak berada dibagian atas dan fase air berada dibawah. Hal itu dikarenakan bobot jenis
oleum ricini lebih rendah dari pada air. Tetapi setelah dilakukan pengocokan kembali emulsi
kembali terdispersi kebentuk semula.
V. PEMBAHASAN

Dalam pembuatan suatu emulsi digunakan suatu emulgator atau surfaktan yang
bertujuan untuk menurunkan tegangan antar muka air dan minyak serta membentuk lapisan
film pada permukaan fase terdispersi. Pada percobaan ini digunakan dua surfaktan yang
dikombinasikan dengan tujuan untuk memperoleh HLB surfaktan yang persis sama dengan
HLB minyak yang dibutuhkan.

Dalam percobaan ini digunakan kombinasi emulgator tipe air (Tween 80) dan
emulgator tipe minyak (span 80). Pada percobaan ini sebagai fase minyak digunakan Oleum
Ricini yang dicampur dengan span 80, sedangkan sebagai fase air adalah aquadest yang
dicampur dengan tween 80.Emulsi oleum ricnini digunakan sebagai laksativum.

Dalam pembuatan emulsi oleum ricini, terlebih dahulu dihitung berapakah nilai HLB
butuh yang akan digunakan dalam pembuatan emulsi. HLB butuh setara dengan HLB
campuran surfaktan yang digunakan untuk mengemulsikan minyak sehingga membentuk
emulsi yang stabil. Dimana nilai HLB (Hydrophylic-Lipophylic Balance) sendiri merupakan
angka yang menunjukan ukuran keseimbangan dan regangan gugus hidrofilk dan lipofilk
yaitu tween 80 dan span 80 sebagai surfaktan yang menjadi emulgator dalam pembuatan
emulsi oleum ricini. Surfaktan adalah suatu zat yang mempunyai gugus hidrofilk dan lipofilk
segaligus dalam molekulnya, oleh karena itu surfaktan digunakan sebagai emulgator yang
berfungsi untuk membuat partikel minyak menjadi terdispersi dalam air.

Nilai HLB butuh yang digunakan adalah 12. Dari hasil perhitungan nilai HLB buth
maka diketahui penimbangan tween 80 dan span 80 untuk setiap 50 gram emulsi yaitu 1,8
gram dan 0,701 gram.

Pembuatan sediaan emulsi dilakukan dengan mencapurkan fase minyak dengan Span
80 dan fase air dengan tween 80. Tween 80 bersifat polar sehingga dapat bercampur dengan
air sedangkan span 80 bersifat nonpolar sehinggan dapat bercampur dengan minyak. Masing-
masing campuran tersebut kemudian dipanaskan hingga suhu 70oC. Pembuatan emulsi
dilakukan pada suhu yang sama yaitu 70oC untuk mencegah pemisahan kembali antara fase
minyak dan fase air yang telah dicampurkan. Setelah sediaan emulsi terbentuk, kemudian
dimasuka ke dalam botol yang telah ditara 50 gram. Selanjutnya dilakukan beberapa evaluasi
terhadap sediaan emulsi yang telah dibuat.
Emulsi oleum ricini terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan organoleptis untuk
mengetahui kestabilan fisik dari sediaan, namun terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan
volume terpindahkan dari sediaan emulsi yang telah ditara dalam botol. Volume
terpindahkannya yaitu 104 mL. Sediaan emulsi mengalami kelebihan volume sebanyak 0,4
mL.

Sediaan emulsi yang dibuat berbentuk emulsi tipe minyak dalam air, berwarna putih
susu, bau minyak jarak serta rasa yang hambar dan lama kelamaan menimbulkan rasa mual.
Rasa mual tersebut disebabkan oleh sifat pemerian dari oleum ricini itu sendiri. Selanjutnya
dilakukan pemeriksaan pH yang menghasilkan pH emulsi yaitu 7,3. Kemudian dilakukan
evaluasi viskositas dari emulsi menggunakan viskometer Brookfield. Hasij uji viskositas
dapat diketahui viskositas sediaan emulsi sebesar 60 cP. Viskositas ini mempengaruhi
kestabilan dari emulsi selama penyimpanan, dimana emulsi yang mempunyai viskositas yang
lebih besar tidak mudah mengalami pemisahan antara fase minyak dan fase air selama
penyimpanan. Bobot jenis emulsi sebesar 0,9988 gram/mL. Bobot jenis emulsi lebih rendah
dibandingan dengan bobot jenis air, hal itu dikarenakan dalam emulsi mengandung fase
minyak yaitu oleum ricini, dimana oleum ricini memiliki bobot jenis yang lebih rendah
dibandingkan air yaitu 0,953 gr/ml 0,964 gr/ml. Nilai bobot jenis yang dihasilkan dari
sediaan emulsi yang kami dapat tidak sesuai dengan literatur, hal itu disebabkan karena
adanya kelebihan dalam penambahan aquadest sehingga bobot jenis menjadi lebih besar dari
literatur.

Setelah pembuatan, emulsi kemudian didiamkan selama 24 jam untuk mengamati


kestabilan dari sediaan emulsi yang telah dibuat. Setelah didiamkan selama 24 jam emulsi
terlihat tidak stabil karena terjadi pemisahan antara fase minyak dan fase air. Volume fase
minyak yang terbentuk adalah 31 mL dan volume fase air yang terbentuk adalah 73 mL
dengan nilai F sebesar 0,4246. Fase minyak berada dibagian atas dan fase minyak berada
dibagian bawah, itu disebabkan oleh bobot jenis oleum ricini lebih rendah dibandingkan
dengan air.

VI. KESIMPULAN

Emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang
lain, dalam bentuk tetesan kecil. Dalam percobaan ini digunakan kombinasi emulgator tipe
air (Tween 80) dan emulgator tipe minyak (span 80). Pada percobaan ini sebagai fase minyak
digunakan Oleum Ricini yang dicampur dengan span 80, sedangkan sebagai fase air adalah
aquadest yang dicampur dengan tween 80. Emulsi oleum ricnini digunakan sebagai
laksativum.

Berdasarkan hasil evaluasi terhadap sediaan emulsi, dapat disimpulkan sebagai


berikut :

1) Uji Organoleptik : sediaan berbentuk emulsi tipe minyak dalam air (m/a), berwarna putih
susu, bau minyak jarak dan rasa hambar diikuti mual.

2) Uji Pemeriksaan pH ; pH sediaan emulsi adalah 7,3

3) Uji Pemeriksaan Bobot Jenis : Bobot jenis sediaan emulsi adalah 0,9988. BJ sediaan tidak
memenuhi persyaratan.

4) Uji Viksositas diperoleh sediaan emulsi dengan viskositas sebasar 60 cP.

5) Volume terpindahkan emulsi adalah 104 ml dan setelah didiamkan selama 24 jam terbentuk
creaming yaitu lapoisan yang memisahkan fase minyak dan fase air dengan nilai volume
sedimentasi (F) sebesar 0,4246.

Anda mungkin juga menyukai