Mahasiswa dapat menentukan nilai HLB butuh yang digunakan dalam pembuatan sediaan
emulsi
Penentuan nilai HLB butuh minyak yang digunakan dalam pembuatan emulssi sesuai dengan
konsentrasi surfaktan sesuai formulasi.
Pembuatan sediaan emulsi dengan terlebih dahulu mencampurkan fase air dengan tween 80
dan fase minyak dengan span 80, kemudian kedua fase tersebut dicampurkan pada suhu 70oC
hingga terbentuk suatu emulsi.
Evaluasi stabilitas sediaan emulsi dengan mengamati apakah terjadinya pemisahan antara
fase minyak dan fase air dalam suatu system emulsi.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Definisi Emulsi
Emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang
lain, dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak yang merupakan fase terdispersi dan larutan air
merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi air dalam minyak. Sebaliknya, jika air
atau larutan air yang merupakan fase terdispersi dan minyak atau bahan seperti minyak
merupakan fase pembawa, sistem ini disebut sistem emulsi air dalam minyak.
Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang mencegah
koalesensi, yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besar dan akhirnya menjadi satu
fase tunggal yang memisah. Bahan pengemulsi (Surfaktan) menstabilkan dengan cara
menempati antar permukaan antara tetesan dan fase eksternal, dan dengan membuat batas
fisik disekeliling partikel yang akan berkoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan antar
permukaan antar fase, sehingga meningkatkan proses emulsifikasi selama pencampuran.
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi
dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. Emulsi
merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak tercampur, biasanya air dan
minyak, di mana cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain.
Dispersi ini tidak stabil, butir-butir ini bergabung (koalesen) dan membentuk dua
lapisan air dan minyak yang terpisah. Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen
yang paling agar memperoleh emulsa yang stabil. Sebagai emulgator agar-agar dilarutkan
dulu dalam air panas dan dibiarkan sehari semalam lalu didihkan lagi. Dalam air dingin agar-
agar tidak larut tetapi mengembang dan larutannya 0,5% agar-agar masih berupa selai.
Digunakan larutan agar-agar sebagai emulgator, adalah karena viskositas larutannya
yang tinggi, maka itu penggunaannya sebagai emulgator adalah merupakan campuran dengan
emulgator lain seperti, PGA, Span dan Tween, Tragacantha. Setelah dibuat larutan lalu dibuat
emulsi dengan minyaknya dengan diaduk kuat-kuat dengan mixer (alat pencampur). Semua
emulgator bekerja dengan membentuk film (lapisan) di sekeliling butir-butir tetesan yang
terdispersi dan film ini berfungsi agar mencegah terjadinya koalesen dan terpisahnya cairan
dispers sebagai fase terpisah. Terbentuk dua macam tipe emulsi yaitu wemulsi tipe M/A di
mana tetes minyak terdispersi dalam fase air dan tipe A/M di mana fase intern adalah air dan
fase extern adalah minyak. Zat pengemulsi adalah P.G.A., Tragacantha, Gelatin, Sapo,
Senyawa Ammonium kwartener, Cholesterol, Surfactan seperti Tween, Spaan dan lain-
lainnya. Untuk menjaga stabilnya emulsi perlu diberi pengawet yang cocok.
Emulsa dapat dibedakan dalam:
1. Emulsa Vera (Emulsi alam) dan
2. Emulsa Spuria (Emulsi buatan)
Pembuatan emulsi minyak lemak biasanya dibuat dengan emulgator gom arab,
dengan perbandingan untuk 10 bagian minyak lemak dibuat 100 bagian emulsi. Gom arab
yang digunakan adalah separo jumlah minyak lemak. Sedangkan air yang digunakan adalah
1,5 x berat PGA.
Surfaktan merupakan molekul yang memiliki gugus polar yang suka air (hidrofilik)
dan gugus non polar yang suka minyak (lipofilik) sekaligus, sehingga dapat mempersatukan
campuran yang terdiri dari minyak dan air. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan, yang
bekerja menurunkan tegangan permukaan cairan, sifat aktif ini diperoleh dari sifat ganda
molekulnya. Bagian polar molekulnya dapat bermuatan positif, negatif ataupun netral, bagian
polar mempunyai gugus hidroksil semetara bagian non polar biasanya merupakan rantai alkil
yang panjang. Surfaktan pada umumnya disintesis dari turunan minyak bumi dan limbahnya
dapat mencemarkan lingkungan, karena sifatnya yang sukar terdegradasi, selain itu minyak
bumi merupakan sumber bahan baku yang tidak dapat diperbarui.
Salah satu fase cair dalam suatu emulsi terutama bersifat polar (sebagai contoh air),
sedangkan lainnya relatif non polar (sebagai contoh minyak).
1. Bila fase minyak didispersikan sebagai bola-bola ke seluruh fase kontinu air,
sistem tersebut dikenal sebagai suatu emulsi minyak dalam air (o/w).
2. Bila fase minyak bertindak sebagai fase kontinu, emulsi tersebut dikenal
sebagai produk air dalam minyak (w/o).
Emulsi yang dipakai untuk obat luar bertipe o/w atau w/o, ntuk tipe o/w menggunakan
zat penegemulsi disamping beberapa yang dikemukakan tadi yakni natrium lauril sulfat,
trietanolamin stearat.
Untuk memperoleh emulsi yang stabil perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut
:
ALAT BAHAN
Timbangan
Mortir dan Stamper
Oleum Richini
Batang pengaduk
Tween 80
Gelas ukur
Span 80
Pipet tetes
Aquadest
Kaca Arloji
Cawan porselin
R/
Oleum Richini 10 gram
Tween 80 2,5 gram
Span 80
Aquadest ad 50 gram
2.2 Formulasi
Twee 80 = x 100
= x 100 %
= x 100 % = 71,96%
1. Uji Pemerian
2. Pemeriksaan BJ
3. Pemeriksaan pH
4. Volume Terpindahkan
Masukan emulsi yang telah dibuat dalam botol coklat 50 gram yang telah di tara.
5. Pemeriksaan Viskositas
Mengukur viskositas emulsi menggunakan Viskometer Brookfield :
Masukan emulsi kedalam beaker glass
IV HASIL PENGAMATAN
4.1 . Uji Pemerian
Rasa : Hambar
4.2 Pemeriksaan pH
Derajat keasaman sediaan emulsi yang dibuat adalah pH 7,3 (sediaan bersifat Basa Lemah).
4.3 Pemeriksaan BJ
Perhitungan BJ
W pikno = 17,30029 g
Wp + air = 45,1883 g/ml
W air = 45,1883 g 17,30029 g = 27,8880 g/ml
Wp + emulsi = 45,1570 g/ml
W emulsi = 45,1570 g/ml 17,30029 g = 27,8567g/ml
BJ = = 0,9988
F (Volume Sedimentasi) =
F= = 0,4246
Keterangan :
Setelah emulsi disimpan selama 24 jam, terbentuk lapisan lapisan dengan konsentrasi yang
berbeda beda dalam suatu emulsi (Creaming). Lapisan dengan konsentrasi yang lebih pekat
akan berada dibagian atas atau bawah tergantung dari bobot jenisnya. Dalam sistem emulsi
m/a (minyak dalam air) ini terjadi pemisahan antara fase minyak dan fase air dimana fase
minyak berada dibagian atas dan fase air berada dibawah. Hal itu dikarenakan bobot jenis
oleum ricini lebih rendah dari pada air. Tetapi setelah dilakukan pengocokan kembali emulsi
kembali terdispersi kebentuk semula.
V. PEMBAHASAN
Dalam pembuatan suatu emulsi digunakan suatu emulgator atau surfaktan yang
bertujuan untuk menurunkan tegangan antar muka air dan minyak serta membentuk lapisan
film pada permukaan fase terdispersi. Pada percobaan ini digunakan dua surfaktan yang
dikombinasikan dengan tujuan untuk memperoleh HLB surfaktan yang persis sama dengan
HLB minyak yang dibutuhkan.
Dalam percobaan ini digunakan kombinasi emulgator tipe air (Tween 80) dan
emulgator tipe minyak (span 80). Pada percobaan ini sebagai fase minyak digunakan Oleum
Ricini yang dicampur dengan span 80, sedangkan sebagai fase air adalah aquadest yang
dicampur dengan tween 80.Emulsi oleum ricnini digunakan sebagai laksativum.
Dalam pembuatan emulsi oleum ricini, terlebih dahulu dihitung berapakah nilai HLB
butuh yang akan digunakan dalam pembuatan emulsi. HLB butuh setara dengan HLB
campuran surfaktan yang digunakan untuk mengemulsikan minyak sehingga membentuk
emulsi yang stabil. Dimana nilai HLB (Hydrophylic-Lipophylic Balance) sendiri merupakan
angka yang menunjukan ukuran keseimbangan dan regangan gugus hidrofilk dan lipofilk
yaitu tween 80 dan span 80 sebagai surfaktan yang menjadi emulgator dalam pembuatan
emulsi oleum ricini. Surfaktan adalah suatu zat yang mempunyai gugus hidrofilk dan lipofilk
segaligus dalam molekulnya, oleh karena itu surfaktan digunakan sebagai emulgator yang
berfungsi untuk membuat partikel minyak menjadi terdispersi dalam air.
Nilai HLB butuh yang digunakan adalah 12. Dari hasil perhitungan nilai HLB buth
maka diketahui penimbangan tween 80 dan span 80 untuk setiap 50 gram emulsi yaitu 1,8
gram dan 0,701 gram.
Pembuatan sediaan emulsi dilakukan dengan mencapurkan fase minyak dengan Span
80 dan fase air dengan tween 80. Tween 80 bersifat polar sehingga dapat bercampur dengan
air sedangkan span 80 bersifat nonpolar sehinggan dapat bercampur dengan minyak. Masing-
masing campuran tersebut kemudian dipanaskan hingga suhu 70oC. Pembuatan emulsi
dilakukan pada suhu yang sama yaitu 70oC untuk mencegah pemisahan kembali antara fase
minyak dan fase air yang telah dicampurkan. Setelah sediaan emulsi terbentuk, kemudian
dimasuka ke dalam botol yang telah ditara 50 gram. Selanjutnya dilakukan beberapa evaluasi
terhadap sediaan emulsi yang telah dibuat.
Emulsi oleum ricini terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan organoleptis untuk
mengetahui kestabilan fisik dari sediaan, namun terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan
volume terpindahkan dari sediaan emulsi yang telah ditara dalam botol. Volume
terpindahkannya yaitu 104 mL. Sediaan emulsi mengalami kelebihan volume sebanyak 0,4
mL.
Sediaan emulsi yang dibuat berbentuk emulsi tipe minyak dalam air, berwarna putih
susu, bau minyak jarak serta rasa yang hambar dan lama kelamaan menimbulkan rasa mual.
Rasa mual tersebut disebabkan oleh sifat pemerian dari oleum ricini itu sendiri. Selanjutnya
dilakukan pemeriksaan pH yang menghasilkan pH emulsi yaitu 7,3. Kemudian dilakukan
evaluasi viskositas dari emulsi menggunakan viskometer Brookfield. Hasij uji viskositas
dapat diketahui viskositas sediaan emulsi sebesar 60 cP. Viskositas ini mempengaruhi
kestabilan dari emulsi selama penyimpanan, dimana emulsi yang mempunyai viskositas yang
lebih besar tidak mudah mengalami pemisahan antara fase minyak dan fase air selama
penyimpanan. Bobot jenis emulsi sebesar 0,9988 gram/mL. Bobot jenis emulsi lebih rendah
dibandingan dengan bobot jenis air, hal itu dikarenakan dalam emulsi mengandung fase
minyak yaitu oleum ricini, dimana oleum ricini memiliki bobot jenis yang lebih rendah
dibandingkan air yaitu 0,953 gr/ml 0,964 gr/ml. Nilai bobot jenis yang dihasilkan dari
sediaan emulsi yang kami dapat tidak sesuai dengan literatur, hal itu disebabkan karena
adanya kelebihan dalam penambahan aquadest sehingga bobot jenis menjadi lebih besar dari
literatur.
VI. KESIMPULAN
Emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang
lain, dalam bentuk tetesan kecil. Dalam percobaan ini digunakan kombinasi emulgator tipe
air (Tween 80) dan emulgator tipe minyak (span 80). Pada percobaan ini sebagai fase minyak
digunakan Oleum Ricini yang dicampur dengan span 80, sedangkan sebagai fase air adalah
aquadest yang dicampur dengan tween 80. Emulsi oleum ricnini digunakan sebagai
laksativum.
1) Uji Organoleptik : sediaan berbentuk emulsi tipe minyak dalam air (m/a), berwarna putih
susu, bau minyak jarak dan rasa hambar diikuti mual.
3) Uji Pemeriksaan Bobot Jenis : Bobot jenis sediaan emulsi adalah 0,9988. BJ sediaan tidak
memenuhi persyaratan.
5) Volume terpindahkan emulsi adalah 104 ml dan setelah didiamkan selama 24 jam terbentuk
creaming yaitu lapoisan yang memisahkan fase minyak dan fase air dengan nilai volume
sedimentasi (F) sebesar 0,4246.