Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi

dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak yang

merupakan fase terdispersi dan larutan air merupakan fase pembawa,

sistem ini disebut emulsi air dalam minyak. Sebaliknya, jika air atau

larutan air yang merupakan fase terdispersi dan minyak atau bahan seperti

minyak merupakan fase pembawa, sistem ini disebut sistem emulsi air

dalam minyak.

Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi

yang mencegah koalesensi, yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan

besar dan akhirnya menjadi satu fase tunggal yang memisah. Bahan

pengemulsi (Surfaktan) menstabilkan dengan cara menempati antar

permukaan antara tetesan dan fase eksternal, dan dengan membuat batas

fisik disekeliling partikel yang akan berkoalesensi. Surfaktan juga

mengurangi tegangan antar permukaan antar fase, sehingga meningkatkan

proses emulsifikasi selama pencampuran.

Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau

larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat

pengemulsi atau surfaktan yang cocok. Emulsi merupakan sediaan yang

mengandung dua zat yang tidak tercampur, biasanya air dan minyak, di
mana cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan

yang lain.

Dispersi ini tidak stabil, butir-butir ini bergabung (koalesen) dan

membentuk dua lapisan air dan minyak yang terpisah. Zat pengemulsi

(emulgator) merupakan komponen yang paling agar memperoleh emulsa

yang stabil. Sebagai emulgator agar-agar dilarutkan dulu dalam air panas

dan dibiarkan sehari semalam lalu didihkan lagi. Dalam air dingin agar-

agar tidak larut tetapi mengembang dan larutannya 0,5% agar-agar masih

berupa selai.

Digunakan larutan agar-agar sebagai emulgator, adalah karena

viskositas larutannya yang tinggi, maka itu penggunaannya sebagai

emulgator adalah merupakan campuran dengan emulgator lain seperti,

PGA, Span dan Tween, Tragacantha. Setelah dibuat larutan lalu dibuat

emulsi dengan minyaknya dengan diaduk kuat-kuat dengan mixer (alat

pencampur). Semua emulgator bekerja dengan membentuk film (lapisan)

di sekeliling butir-butir tetesan yang terdispersi dan film ini berfungsi agar

mencegah terjadinya koalesen dan terpisahnya cairan dispers sebagai fase

terpisah. Terbentuk dua macam tipe emulsi yaitu wemulsi tipe M/A di

mana tetes minyak terdispersi dalam fase air dan tipe A/M di mana fase

intern adalah air dan fase extern adalah minyak. Zat pengemulsi adalah

P.G.A., Tragacantha, Gelatin, Sapo, Senyawa Ammonium kwartener,

Cholesterol, Surfactan seperti Tween, Spaan dan lain-lainnya. Untuk

menjaga stabilnya emulsi perlu diberi pengawet yang cocok.


I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

I.2.1 Maksud Percobaan

Adapun maksud dari percobaan ini adalah:

1. Untuk menghitung jumlah emulgator golongan surfaktan yang

digunakan dalam pembuatan emulsi

2. Untuk membuat emulsi menggunakan emulgator golongan surfaktan

3. Mengevaluasi ketidakstabilan suatu emulsi

4. Untuk menentukan HLB butuh minyak yang digunkan dalam

pembuatan emulsi

I.2.2 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari percobaan ini adalah:

1. Menghitung jumlah emulgator golongan surfaktan yang digunakan

dalam pembuatan emulsi

2. Membuat emulsi menggunakan emulgator golongan surfaktan

3. Mengevaluasi ketidakstabilan suatu emulsi

4. Menentukan HLB butuh minyak yang digunkan dalam pembuatan

emulsi
1.3 Prinsip Percobaan

Adapun prinsip dari percobaan ini yaitu penentuan HLB dengan

menimbang tween, span dan paraffin kemudian dipanaskan pada suhu

60oC kemudian dihomogenkan semua larutan tersebut, lalu dimasukkan

dalam gelas ukur 100 ml lalu diamati selama 5 hari.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum

Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau

larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat

pengemulsi atau surfaktan yang cocok (DepKes RI, 1979).

Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau

larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat

pengemulsi atau surfaktan yang cocok. Emulsi merupakan sediaan yang

mengandung dua zat yang tidak tercampur, biasanya air dan minyak, di

mana cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan

yang lain.

Dispersi ini tidak stabil, butir-butir ini bergabung (koalesen) dan

membentuk dua lapisan air dan minyak yang terpisah. Zat pengemulsi

(emulgator) merupakan komponen yang paling agar memperoleh emulsa

yang stabil. Sebagai emulgator agar-agar dilarutkan dulu dalam air panas

dan dibiarkan sehari semalam lalu didihkan lagi. Dalam air dingin agar-

agar tidak larut tetapi mengembang dan larutannya 0,5% agar-agar masih

berupa selai.

Digunakan larutan agar-agar sebagai emulgator, adalah karena

viskositas larutannya yang tinggi, maka itu penggunaannya sebagai

emulgator adalah merupakan campuran dengan emulgator lain seperti,


PGA, Span dan Tween, Tragacantha. Setelah dibuat larutan lalu dibuat

emulsi dengan minyaknya dengan diaduk kuat-kuat dengan mixer (alat

pencampur). Semua emulgator bekerja dengan membentuk film (lapisan)

di sekeliling butir-butir tetesan yang terdispersi dan film ini berfungsi agar

mencegah terjadinya koalesen dan terpisahnya cairan dispers sebagai fase

terpisah. Terbentuk dua macam tipe emulsi yaitu wemulsi tipe M/A di

mana tetes minyak terdispersi dalam fase air dan tipe A/M di mana fase

intern adalah air dan fase extern adalah minyak. Zat pengemulsi adalah

P.G.A., Tragacantha, Gelatin, Sapo, Senyawa Ammonium kwartener,

Cholesterol, Surfactan seperti Tween, Spaan dan lain-lainnya. Untuk

menjaga stabilnya emulsi perlu diberi pengawet yang cocok.

Komponen dari emulsi dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu:

a. Komponen dasar

Adalah pembentuk emulsi yang harus terdapat didalam emulsi.

Terdiri dari:

 Fase dispers/ fase internal/ fase diskontinue yaitu zat cair yang

terbagi-bagi menjadi butiran kecil ke dalam zat cair lain

 Fase kontinue/ fase exsternal/ fase luar yaitu zat cair dalam emulsi

yang berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari emulsi

tersebut.

 Emulgator adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk

menstabilkan emulsi.
b. Komponen tambahan

Corigen saporis, corigen odoris, corigen colouris, preservative, anti

oksidan. (Anonim, 2009).

Jenis emulsi ada 2, yaitu:

1. Zat yang tak larut (umpamanya minyak) terdispers dalam air.

Terdiri dari tetesan-tetesan minyak yang halus yang melayang

dalam air. Emulsi ini dapat diencerkan dengan air dan disebut

emulsi O/W (minyak dalam air).

2. Air berbentuk tetesan-tetesan terbagi dalam zat yang tidak

larut, disebut emulsi tipe W/O (air dalam minyak).

Dikenal beberapa fenomena ketidakstabilan emulsi yaitu :

1. flokulasi dan creaming

Ini terjadi karena penggabungan partikel yang disebabkan oleh

adanya energi bebas permukaan saja. Flokulasi adalah terjadinya kelomok-

kelompok globul yang letaknya tidak beraturan di dalam suatu emulsi.

Creaming adalah terjadinya lapisan-lapisan dengan konsentrasi yang

berbeda-beda di dalam suatu emulsi. Lapisan dengan konsentrasi yang

paling pekat akan berada di sebelah atas atau disebelah bawah tergantung

dari bobot jenis fasa yang terdispersi.

2. Koalesen dan Demulsifikasi

Fenomena ini terjadi bukan karena semata-mata karena energi

bebas permukaan saja, tetapi juga karena tidak semua globul terlapis oleh

film antar permukaan. Koalesen adalah terjadinya penggabungan globul-


globul menjadi lebih besar, sedangkan demulsifikasi adalah merupakan

proses lebih lanjut dari koalesen dimana kedua fasa terpisah menjadi dua

cairan yang tidak bercampur. Kedua fenomena ini tidak dapat diperbaiki

dengan pengocokan.

Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan emulgator merupakan

faktor yang penting untuk diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu

emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan. Salah satu

emulgator yang aktif permukaan adalah surfaktan. Mekanisme kerja

emulgator ini adalah menurunkan tegangan antar permukaan air dan

minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan globul-globul fasa

terdispersinya.(Duin, 1954).

Secara kimia molekul surfaktan terdiri atas gugus polar dan

nonpolar. Apabila surfaktan dimasukkan ke dalam suatu sistem yang

terdiri dari air dan minyak, maka gugus polar akan terarah ke fasa air

sedangkan gugus non polar terarah ke gugus ke fasa minyak. Surfaktan

yang memiliki gugus polar lebih kuat akan cenderung membentuk emulsi

minyak dalam air, sedangkan bila gugus nonpolar yang lebih kuat maka

akan membentuk emulsi air dalam minyak. Oleh karena itu diperlukan

pengetahuan tentang kekuatan gugus polar-nonpolar dari surfaktan.

Metode yang dapat digunakan untuk menilai efisiensi emulgator yang

ditambahkan adalah metode HLB (Hydrophilic-Lipophilic Balance).


II.2 Uraian Bahan

1. Span 80(Handbook Pharmacy, 121)

Nama Resm : Sorbotin Monooleat

Nama lain : Span 80

Pemerian : Larutan berminyak, tidak berwarna, bau

karakteristik dari asam lemak

Kelarutan : Praktis tidak larut, tetapi terdispersi dalam air,

dapat bercampur dengan alkohol, seidikit larut

dalam minyak kapas.

Peyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai emulgator tipe minyak

HLB butuh : 4,3

2. Tween 80(Handbook Pharmacy, 347)

Nama Resmi : Polyoxyethyllene sorbitan monooleate

Nama lain : Tween 20

Pemerian : Cairan kental seperti minyak, jernih kuning, bau

karakteristik dari asam lemak

Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol 95 % P, dalam

etanol P, sukar larut dalam parafin cair P dan

dalam minyak biji kapas P.

Peyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai emulgator tipe air

HLB butuh :15,0


3. Parafin

Nama resmi : PARAFIN LIQUIDUM

Nama lain : parafin cair

Pemerian : cairan kental transparan tidak berbau, hampir tidak

beras

Kelarutan : praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol 95%

larut dalam kloroform dan eter

Kegunaan sebagai sampel uji


BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat yang digunakan

1. Gelas kimia

2. Gelas ukur

3. Cawan porselin

4. Pengaduk elektrik

5. Termometer

6. Penengas

7. Stopwatch

III.1.2 Bahan yang digunakan

1. Paraffin

2. Tween 60

3. Span 60

4. Air suling

III.3 Cara Kerja

R/ Paraffin cair 20%

Tween 60

Span 80
Air suling add 100 g

1. Dibuat HLB butuh 5 (4%), HLB butuh 10 (5%),dan HLB 12 (6%).

a. Dihitung berat tween dan span berdasarkan HLB butuh

2. Ditimbang tween 60 dalam gelas kimia kemudian tambahkan air sebanyak

110 ml

3. Ditimbang span 60 diatas cawan persolin

4. Kemudian ditimbang paraffin kemudian masukkan dalam cawan yang

berisi span 60

5. Lebur tween dan span di atas penangas air sampai mencapai suhu 60oC.

6. Setelah kedua fase mencapai 60oC pemanasan dihentikan, lalu kedua fase

dicampurkan dengan menuang fase minyak kedalam fase air lalu diaduk

dengan mixer secara interminten shaking (berselang) selama 1 menit dan

istirahat 20 detik hingga 3 kali

7. Dimasukkan hasil kedalam gelas ukur

8. Diamati selama 5 hari.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Data Pengamatan

1. Data pengamatan

Hari Kelompok 1 Kelompok 2

HLB 5 HLB 10 HLB 12 HLB 5 HLB 10 HLB 12

3. - 1 56 39 7 1

5. 1 2 57 42 8 2

2. Data setelah pengecokan

Kelompok 1
Kelompok 2

Perlakuan
HLB
HLB 5 HLB 10 HLB 5 HLB 10 HLB 12
12

Pengocokkan Craking Stabil Stabil Stabil Stabil Craking

Pengenceran Stabil Stabil Stabil Stabil Stabil Stabil


IV.2 Pembahasan

Mulgator yang digunakan adalah Tween 80 dengan HLB butuh

5,10,12 (bersifat hidrofil) dan Span 80 (bersifat lipofil).

Emulsi yang stabil dapat terjadi apabila ada kesetaraan antara HLB

surfaktan dan HLB butuh minyak. HLB butuh minyak adalah HLB

karakteristik yang menurut grifin setara dengan HLB surfaktan yang dapat

membentuk emulsi tipe tertentu yang stabil.

Diperlukan suhu ± 60°C untuk membuat emulsi , hal ini

dimaksudkan untuk menurunkan viskositas dari partikel-partikel minyak

dan menurunkan tegangan antar muka sehingga dapat membentuk corpus

dengan fase air.

Fase air dipanaskan di waterbath karena pada suhu yang tinggi

dapat menurunkan viskositas dan tegangan permukaan emulsi sehingga

masing-masing fase mudah untuk dibuat dalam tetesan-tetesan halus dan

emulsi pun dapat dengan mudah terbentuk.

Dalam percobaan ini digunakan kombinasi emulgator tipe air

(Tween 60) dan emulgator tipe minyak (span 60), meskipun kadang-

kadang ditemukan bahwa suatu pengemulsi tunggal dapat menghasilkan

jenis emulsi yang dikehendaki pada viskositas yang diinginkan, namun

karena jarang ditemukan emulgator tunggal yang memiliki nilai HLB

sesuai dengan yang dibutuhkan maka digunakan emulgator kombinasi.


Pada percobaan ini sebagai fase minyak digunakan parafin cair

yang dicampur dengan span 60, sedangkan sebagai fase air adalah air

suling yang dicampur dengan tween 60.

Sebelum dilakukan pencampuran, terlebih dahulu masing-masing

emulgator yang telah dicampur ke dalam fasanya (parafin cair yang

dicampur dengan span 60, sedangkan air suling yang dicampur dengan

tween 60), dipanaskan hingga suhu 60° C, Pengocokan dilakukan secara

berseling yakni pengocokan selama 1 menit dan istirahat selama 20 detik,

yang dilakukan sebanyak 5 kali, tujuannya selain agar emulsi lebih cepat

homogen, disamping itu untuk mencegah terjadinya emulsi yang tidak

stabil. Dimana pengocokan secara kontinu akan mengganggu

pembentukan tetesan, jadi waktu juga berpengaruh dalam pembuatan

emulsi, dimana untuk mendapatkan emulsi yang stabil sebaiknya

dilakukan secara berseling, sehingga kecepatan dua cairan, yang tidak

tercampur/teremulsi secara sempurna dengan waktu yang berseling.

Untuk membantu memecah fase dalam (minyak) menjadi tetesan-

tetesan digunakan alat pengaduk yang mekanik yaitu mikser. Adapun

mekanismenya adalah setelah terjadi perceraian awal tetesan-tetesan,

tetesan berikutnya akan mendapatkan kekuatan tambahan karena

turbulensi (arah mikser yang berputar secara tyrbulen) menyebabkan

deformasi tetesan-tetesan tersebut menjadi tetesan yang lebih kecil

sehingga emulsi yang terjadi nantinya akan lebih homogen. Dalam hal ini

yang harus dihindari adalah terbentuknya busa, yang disebabkan oleh


surfaktan yang larut dalam air. Karenanya untuk memperkecil

terbentuknya busa emulsifikasi harus dilaksanakan dalam sistem tertutup.

Setelah dilakukan pengocokan dua fase yang tidak bercampur ini,

hasilnya disimpan dalam gelas ukur dan diamati selama 5 hari berturut-

turut dari segi penampakan fisik dari emulsi, baik itu dari perubahan

volume, perubahan warna maupun terjadinya pemisahan fase terdispersi

dan fase pendispersi. Dimana gejala-gejala fisik tersebut menunjukkan

ketidakstabilan emulsi yang dibuat.

Dari hasil pengamatan selama 5 hari, rata rata emulsi bersifat stabil

dan ada yang tidak stabil pada HLB 5 dan 10 pada penggocokan . Pada

HLB 5, 10, dan 12 terjadi pengkriman. Peristiwa tersebut terjadi jika

densitas fase terdispersi lebih kecil dari fase kontinu, yang umumnya

terjadi pada emulsi O/W. kecepatan sedimentasinya negative sehingga

terjadi pengkriman ke atas. Pada HLB 6 terjadi pemecahan , itu mungkin

terjadi karena faktor lumpang dan alu yang kurang panas saat penggerusan

atau juga karena proses penggerusan yang kurang kuat dan penambahan

fase minyak yang terlalu lama. Pengkriman berbeda dengan pemecahan

karena pengkriman merupakan proses reversible (apabila dikocok akan

membentuk emulsi kembali ) sedangkan pemecahan bersifat ireversibel.

Emulsi dengan HLB butuh 5, 10, dan 12 bersifat reversibel sedangkan

emulsi dengan HLB butuh 6 bersifat ireversibel.


Berdasarkan literature (Martin 5th , edisi Indonesia hal 563)

RHLB Parafin untuk emulsi O/W adalah 10, dan RHLB Parafin untuk

Emulsi W/O adalah 4. Karena semua emulsi yang dibuat merupakan tipe

O/W maka seharusnya Emulsi yang stabil kita dapatkan dari HLB butuh

10. Namun pada percobaan nilai F yang paling mendekati 1 ada pada

emulsi dengan HLB 6. Hal itu mungkin terjadi dikarenakan kesalahan dari

praktikan dalam membuat emulsi dan juga dapat dikarenakan kesalahan

dari alat-alat yang digunakan.


BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Dari data pengamatan didapat hasil HLB Butuh 5 nilai tweennya :

0,117, spannya : 3,883,HLB butuh 10 nilai tween nya : 2,598, nilai

spannya : 2,402 dan HLB butuh dari 12 : 4,294 dan nilai spannya : 1,706.

Dari data pengamatan dapat ditarik kesimpulan bahwa data yang

diambil selama 5 hari, rata rata emulsi bersifat stabil dan yang tidak stabil

pada HLB 5 dan 10 pada penggocokan . Pada HLB 5, 10, dan 12 terjadi

pengkriman. Peristiwa tersebut terjadi jika densitas fase terdispersi lebih

kecil dari fase kontinu, yang umumnya terjadi pada emulsi O/W.

kecepatan sedimentasinya negative sehingga terjadi pengkriman ke atas.

V.2 Saran

Diharapkan agar praktikan berhati- hati dalam melakukan

praktikum agar mendapatkan hasil yang lebih baik dan diharapkan

bingannya dari pembimbing demi kelancaran dalam melakukan praktikum


DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. 2000. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

Anief, Moh. 2007. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Anonim. 2009. Ilmu Resep Jilid II. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta:


Departemen Kesehatan RI.

Duin, Van. 1947. Reseptir. Jakarta: Soeroengan.


L

N
Dihitung HLB
tween dan span

Ditimbang

paraffin + span masukkan


tween + air dalam beaker
dalam cawan

Dipanaskan pada
suhu 70 0 C

Digabung

Fase minyak + fase


air

dimixer

Setiap 1 menit didiamkan selama 20 detik

Di ulangi sebanyak 3 kali

Dimasukkan

Gelas ukur 100


ml

Diamati selama 5
hari
1. HLB butuh 5(4%)
4
Wtotal = 100 × 100𝑔 = 4 𝑔

Tween60 + Span 60 = 4

a + Span 60 = 4

Span 60 = 4-a

HLB total×Wtotal = (HLB Tween60× W Tween60)+(HLB Span 60× 𝑊 Span60)

5 × 4 = (14,9 × a ) + (4,7 × (4-a))

20 = 14,9a +18,8 – 4,7a

20-18,8 = 10,2 a
1,2
a = 10,2

a = 0,117 g (Tween60)

Span60 = 4-a

= 4-0,117

= 3,883 g

Untuk 150 mL
150
Tween60 = 100 × 0,117g = 0,1755g

150
Span60 = 100 × 3,883g = 5,824g

150
Paraffin = 100 × 20 g= 30g
1. HLB butuh 10(5%)
5
Wtotal = 100 × 100𝑔 = 5 𝑔

Tween60 + Span 60 = 5

a + Span 60 = 5

Span 60 = 5-a

HLB total×Wtotal = (HLB Tween60× W Tween60)+(HLB Span 60× 𝑊 Span60)

10 × 5 = (14,9 × a ) + (4,7 × (5-a))

50 = 14,9a +23,5– 4,7a

50-23,5 = 10,2 a

26,5
a = 10,2

a = 2,59 g (Tween60)

Span60 = 5-a

= 5-2,5

= 2,40g

Untuk 150 mL
150
Tween60 = 100 × 2,59g = 3,885g

150
Span60 = 100 × 2,40g= 3,6g

150
Paraffin = 100 × 20 g= 30g

2. HLB butuh 12(6%)


6
Wtotal = 100 × 100𝑔 = 6 𝑔

Tween60 + Span 60 = 6

a + Span 60 = 6
Span 60 = 6-a

HLB total×Wtotal = (HLB Tween60× W Tween60)+(HLB Span 60× 𝑊 Span60)

12 × 6 = (14,9 × a ) + (4,7 × (6-a))

72 = 14,9a +28,2– 4,7a

72-28,2 = 10,2 a
43,8
a = 10,2

a = 4,294 g (Tween60)

Span60 = 6-a

= 6-4,294g

= 1,705 g

Untuk 150 mL
150
Tween60 = 100 × 4,294g= 6,441g

150
Span60 = 100 × 1,705g= 2,557g

150
Paraffin = 100 × 20 g= 30 g

Anda mungkin juga menyukai